Optimalisasi Wakaf Produktif Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Optimalisasi Wakaf Produktif Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Masyarakat
Arya Adhyasta
Dr. Muammar Khadafi, S.E., M.Si., Ak
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Malikussaleh
E-Mail: arya.200420185@mhs.unimal.ac.id
ABSTRAK
TINJAUAN PUSTAKA
Optimalisasi
Optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti tertinggi, terbaik, menjadikan
paling baik, menjadikan paling tinggi, paling menguntungkan, cara, pengoptimalan proses,
tindakan menoptimalkan, sehingga optimalisasi bisa diartikan sebagai suatu tindakan untuk
membentuk sesuatu sebagai sebuah sistem, atau keputusan menjadi lebih sempurna, efektif
dan fungsional (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994: 800).
Winardi (1999: 363) mendefinisikan optimalisasi sebagai tolak ukur atau standar
yang menyebabkan tercapainya tujuan. Siringoringo (2005: 4) mendefinisikan optimalisasi
sebagai cara pencarian solusi yang paling baik, jika tujuan pengoptimalan adalah
memaksimumkan keuntungan, maka tidak selalu keuntungan yang paling tinggi yang bisa
diraih, begitupun sebaliknya, apabila tujuan pengoptimalan untuk meminimumkan biaya,
maka tidak selalu biaya yang paling kecil yang harus ditekan. Sedangkan Yuniar (2017: 19)
mengartikan
optimalisasi sebagai sebuah proses, upaya atau cara untuk memanfaatkan sumber-
sumber yang dimiliki dengan tujuan mencapai kondisi paling baik, dianggap menguntungkan
serta paling dibutuhkan dengan kriteria dan batas-batas tertentu.
Wakaf Produktif
Kata wakaf diserap dari bahasa Arab yang merupakan bentuk Masdar dari kata
“Waqf” yang berarti “al-Habs”, yang pada dasarnya memiliki makna menahan, diam atau
berhenti, apabila kata tersebut disambung dengan harta seperti tanah, binatang atau yang
lain, akan bermkna pembekuan hak milik untuk sebuah manfaat (Soemitra, 2009: 433).
Dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa, “Wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagain harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”
Secara umum wakaf dapat diartikan sebagai pemberian yang prosedurnya dilakukan
dengan cara menahan pemilikan asal yaitu wujud hartanya, lalu manfaatnya diberlakukan
secara umum (Fuadi, 2018: 156-157).
Wakaf adalah memberikan hak milik kepada nazhir, yaitu orang yang mengelola
wakaf, atau kepada badan pengelola berupa harta yang zatnya dapat bertahan lama dengan
ketentuan hasil dan manfaatnya digunakan sesuai ketentuan syariat dan harta yang telah
diwakafkan bukan lagi menjadi milik wakif atau orang yang mewakafkan, melainkan
menjadi milik Allah SWT (Halim, 2005: 7). Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa wakaf
adalah pengalihan hak atas suatu harta atau benda dari wakif kepada nazhir sebagai pengelola
wakaf, yang mana wujud harta tersebut tetap ada karena yang didistribusikan ke masyarakat
adalah manfaatnya.
Adapun wakaf produktif adalah jenis wakaf yang pemanfataannya digunakan untuk
kepentingan produksi, misalnya untuk perdagangan, industri, pertanian, jasa, dan lain-lain,
yang mana manfaatnya tidak dirasakan langsung dari benda tersebut, melainkan dari
keuntungan bersih hasil pemanfaatan benda wakaf dan diberikan kepada masyarakat yang
berhak menerimanya. Dalam hal ini wakaf produktif dikelola untuk dapat memproduksi
barang atau jasa yang nantinya dijual dan hasilnya digunakan untuk tujuan wakaf itu sendiri
(Asy’ari, 2016: 29).
Menurut Qahaf (Khusaeri, 2015: 90) wakaf produktif adalah wakaf yang pokok
hartanya tidak dimanfaatkan secara langsung, akan tetapi dikelola untuk diambil hasilnya
yang kemudian akan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Sedangkan
menurut Mubarak (Khusaeri, 2015: 90) wakaf produktif adalah perubahan dari wakaf yang
dikelola secara alami menjadi wakaf yang dikelola secara profesional dengan tujuan
memperbanyak manfaat wakaf.
Kesejahteraan
Kesejahteraan menurut Widyastuti (2012: 3) adalah, “Kondisi manusia dimana
orang- orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai, sehingga untuk
mencapai kondisi itu orang tersebut membutuhkan suatu usaha yang sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya.
Kesejahteraan adalah suatu keadaan ketika seseorang mampu memenuhi kebutuhan
pokoknya, seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal, serta memiliki kesempatan
untuk meneruskan pendidikan dan mendapat pekerjaan yang layak untuk meningkatkan
kualitas hidupnya sehingga bebas dari segala bentuk kemiskinan, kekhawatiran, kebodohan,
dan ketakutan (Rosni, 2017: 57).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kesejahteraan berasal dari
kata sejahtera yang berarti aman, makmur, selamat dan sentosa, bisa juga dimaknai sebagai
kata yang merujuk pada keadaan yang baik, atau keadaan dimana masyarakat dalam kondisi
sehat, makmur dan damai (Sodiq, 2015: 383).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif yang
bersifat studi literatur, yaitu aktivitas menghimpun informasi yang sesuai dengan objek
penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari jurnal-jurnal
hasil pencarian di internet, artikel dan buku yang membahas tentang wakaf.
KESIMPULAN
Adanya potensi wakaf yang begitu besar memerlukan pengelolaan yang tepat agar
potensi tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal. Saat ini, Indonesia telah memiliki
lembaga pengelola wakaf yaitu Badan Wakaf Indonesia yang menangani segala
permasalahan wakaf di Indonesia. Wakaf di Indonesia banyak yang dikelola secara
konsumtif. Padahal pemerintah dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
pasal 43 ayat 2 menginginkan agar pengelolaan dan pengembangan wakaf dilakukan
dengan cara produktif. Oleh karena itu ada beberapa cara pengelolaan wakaf produktif,
diantaranya dengan memanfaatkan lahan masjid untuk disewakan kepada para
pedagang yang mana keuntungan dari sewa tersebut nantinya digunakan untuk biaya
pembangunan dan perawatan masjid. Selain itu di atas tanah wakaf juga bisa dibangun
gedung yang nantinya akan disewakan kepada para pengusaha, keuntungan dari sewa
tersebut bisa digunakan untuk biaya pemeliharaan bagi tanah wakaf lainnya. Selain itu,
pengembangan dan pengelolaan wakaf juga bisa dilakukan dalam hal investasi,
perdagangan, kemitraan, agrobisnis, penanaman modal, pembangunan gedung,
perindustrian, pertambangan, apartemen, pengembangan teknologi, pertokoan, rumah
susun, swalayan, perkantoran, dan usaha-usaha lain yang sesuai dengan syariat islam.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Azwar. Dan Muhammad Nafik Hadi Ryandono. (2017). “Wakaf Produktif Dalam
Pemberantasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Ekonomi di Yayasan Nurul Hayat
Surabaya” Volume 4, No. 3
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Politik 2015. Diakses dari www.bps.go.id
Fuadi, Nasrul Fahmi Zaki. (2018). “Wakaf Sebagai Instrumen Ekonomi Pembangunan
Islam” Vol 9, No. 1