Anda di halaman 1dari 22

ETOS BISNIS KAUM SANTRI

Studi Kontribusi Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI)


Mewujudkan Kebangkitan Ekonomi Masyarakat Pesantren

Diskusi Periodik

Ahmad Fauzi

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
2018
ETOS BISNIS KAUM SANTRI
Studi Kontribusi Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI)
Mewujudkan Kebangkitan Ekonomi Masyarakat Pesantren

Ahmad Fauzi
IAIN Jember
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Jl. Mataram No.1, Jember 68126
ahdfauz@gmail.com

Abstrak:
Pesantren dengan berbagai potensi strategisnya, layak menjadi lokomotif
gerakan ekonomi syariah di Indonesia. Begitu juga perkembangan
ekonomi syariah di Indonesia sangat memerlukan peran pesantren. Di
tengah kegelisahan itu, penulis bertemu dengan organisasi pengusaha
yang lahir dari rahim pesantren; Himpunan Pengusaha Santri Indonesia
(HIPSI).Riset penulis menemukan fakta di lapangan bahwa HIPSI, yang
lahir di bawah koordinasi RMI-NU, memiliki banyak sekali program
pemberdayaan santri untuk mendorong kebangkitan pengusaha-
pengusaha baru dari kalangan pesantren, diantaranya program
pesantren entrepreneur, entrepreneur school, serta banyak program
pelatihan usaha baik skala kecil maupun menengah, bidang pembiayaan
pun telah bekerjasama dengan beberapa lembaga keuangan. HIPSI terus
menjalin komunikasi dan kerjasama produktif dengan berbagai
stakeholder dan hasilnya saat ini sudah banyak Pondok Pesantren yang
terlibat langsung dalam proses pemberdayaan menuju kemandirian
ekonomi masyarakat pesantren.
Kata Kunci: pemberdayaan, kewirausahaan santri, pesantren, HIPSI

Pendahuluan
Ajaran Islam yang mengatur perilaku manusia, baik kaitannya sebagai
makhluk dengan Tuhannya maupun dalam kaitannya sebagai sesama
makhluk, dalam term fiqh atau ushul fiqh disebut dengan syariah. Sesuai
dengan aspek yang diaturnya, syariah ini terbagi kepada dua, yakni ibadah
dan muamalah. Ibadah adalah syariah yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhannya, sedangkan muamalah adalah syariah yang
mengatur hubungan antar sesama manusia.
Pada gilirannya, kegiatan ekonomi sebagai salah satu bentuk dari
hubungan antar sesama manusia, dan bukan merupakan bagian dari akidah,
ibadah dan akhlak, melainkan bagian integral dari muamalah. Namun
demikian, menurut Suhendi (2002) masalah ekonomi tidak lepas sama sekali
dari aspek akidah, ibadah, dan akhlak, sebab dalam perspektif Islam perilaku
ekonomi harus diwarnai oleh nilai-nilai akidah, ibadah dan akhlak.
Dalam bagian yang lebih komprehensif, Islam telah menerangkan
tentang aturan berekonomi, termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti
produksi, distribusi, dan konsumsi. Ungkapan ini menurut Nawawi (2013)
merupakan pernyataan yang melegitimasi bahwa Islam dengan Kitab Sucinya
telah mengatur sistem ekonomi yang sempurna. Hal ini merupakan bukti
bahwa Islam mampu mengimbangi perkembangan sistem ekonomi yang
berlaku di kalangan umat manusia.
Dalam perkembangan dewasa ini, ada dua sistem ekonomi yang paling
berpengaruh di dunia, yaitu sistem ekonomi Kapitalis dan sistem ekonomi
Sosialis. Sistem ekonomi Kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang
mengizinkan dimilikinya alat-alat produksi oleh pihak swasta, sedangkan
sistem ekonomi Sosialis merupakan kebalikan dari sistem ekonomi di mana
pemerintah atau pekerja memiliki serta menjalankan semua alat produksi,
hingga demikian, usaha swasta dibatasi dan mungkin kadang-kadang
dihapuskan sama sekali (P3EI, 2014).
Berbeda dengan kedua sistem ekonomi di atas, Islam menerapkan
sistem ekonominya dengan mempergunakan moral dan hukum bersama
untuk menegakkan bangunan suatu sistem yang praktis. Berkenaan dengan
prioritas, Islam mengetengahkan konsep keseimbangan antara kepentingan
individu (khusus) dan kepentingan negara (umum) yang bersumber kepada
Al-Qur’an dan sunnah. Berdasarkan uraian itu, dapat dipahami bahwa
ekonomi menurut Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan merupakan
bangunan yang didirikan di atas landasan-landasan tersebut sesuai dengan
tiap lingkungan dan masa. Sehubungan dengan hal tersebut, Djazuli (2002),
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam memegang peranan
penting dalam memberikan dasar-dasar pada sistem perekonomian menurut
Islam.
Selain itu ekonomi menurut Islam memiliki ciri-ciri khusus yang
membedakannya dari sistem ekonomi hasil penemuan manusia. Di antara
ciri-ciri tersebut, ekonomi merupakan bagian dari sistem Islam secara
integral, dan ekonomi menurut Islam merealisir keseimbangan antara
kepentingan individu dan kepentingan umum, seiring dengan itu Islam juga
memberikan kebebasan kepada individu dalam berekonomi. Dalam upaya
menyempurnakan pengakuan Islam terhadap kebebasan ekonomi, Islam
telah memberikan wewenang kepada negara untuk ikut campur dalam
fungsionalisasi sistem ekonomi Islam (Djazuli, 2002).
Salah satu potensi ekonomi terbesar di Indonesia terletak pada dunia
pesantren dan masyarakatnya. Pondok pesantren jumlahnya sangat banyak
dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia hingga ke pelosok-pelosok dan
kemandirian pesantren sejak berabad-abad yang lalu menunjukkan bahwa
pesantren telah memiliki basis ekonominya secara mandiri.
Pesantren dengan berbagai harapan dan predikat yang dilekatkan
kepadanya, menurut Suhartini (2005) sesungguhnya berujung pada tiga
fungsi utama yang senantiasa diembannya, yaitu: pertama, sebagai pusat
pengkaderan pemikir-pemikir agama (centre of exellence). Kedua, sebagai
lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource). Ketiga,
sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan dalam melakukan
pemberdayaan pada masyarakat (agent of development). Selain ketiga fungsi
tersebut pesantren juga dipahami sebagai bagian yang terlibat dalam
proses perubahan sosial (social change) di tengah perubahan yang terjadi.
Namun perlu diakui juga bahwa kemampuan ekonomi pesantren
masih bersifat tradisional, kecil dan mayoritas pada sektor pertanian
tradisional. Pesantren tidak hanya mendidik ilmu-ilmu agama kepada para
santrinya, namun juga memberikan keterampilan-keterampilan untuk
pengembangan ekonomi, khususnya dalam bertani, berternak dan berdagang
melalui koperasi pesantren. Diharapkan selepas dari pesantren, para santri
dapat hidup mandiri dengan bertani, berternak, atau menjadi pedagang kecil.
Suismanto (2004) menulis, untuk mewujudkan itu pesantren harus
melakukan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, pesantren harus
membuka diri terhadap perkembangan teknologi dan hasil-hasil penelitian
dalam pengembangan ekonomi. Kedua, pesantren mesti menyediakan
sumber daya yang memadai melalui pelatihan-pelatihan bagi santri dalam
berbagai bidang garapan ekonomi di pesantren maupun di luar pesantren,
sehingga karya para santri memiliki daya saing yang tinggi di pasar luas.
Ketiga, membangun jaringan ekonomi antar pesantren, santri sebagai
alumni pesantren, masyarakat dan pemilik modal. Jaringan ekonomi antar
pesantren selain memberikan keuntungan secara ekonomi, juga mampu
meningkatkan hubungan kerjasama diantara pesantren. Banyaknya jumlah
pesantren dengan ribuan santri tentu banyak kebutuhan yang harus dipenuhi
yang tidak mungkin dapat disediakan sendiri oleh pesantren tersebut.
Oleh karenanya jaringan ekonomi pesantren akan dapat menyediakan
informasi produksi dan kebutuhan diantara pesantren sehingga pasar dan
distribusi produksi ekonomi dari pesantren akan semakin luas (Khasanah,
2012). Dengan demikian pesantren akan semakin kuat dan mandiri, yang
pasti juga akan dirasakan oleh para santri maupun alumni. Tingkat ketaatan
dan keeratan ikatan emosional antara pesantren dengan alumni dapat
memberikan keuntungan untuk semakin memperluas jalur distribusi dan
pengembangan pasar, sehingga alumni dapat menjadi penghubung antara
pesantren dengan masyarakat.
Untuk mewujudkan itu, pesantren membutuhkan satu agen
pengembangan ekonomi pesantren yang tidak mungkin dilakukan oleh
pesantren itu sendiri. Disinilah peran organisasi-organisasi yang memiliki
kedekatan secara kultur dengan pesantren tetapi yang memiliki sistem
struktur yang baik, kemampuan mengorganisir dan semangat yang kuat,
salah satunya adalah Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI).
Pesantren dengan berbagai potensi strategis yang dimilikinya, layak
untuk menjadi lokomotif ekonomi syariah. Di sisi lain kemajuan
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sangat memerlukan peran
pesantren. Apalagi sebenarnya produk-produk ekonomi syariah adalah
kekayaan pesantren, yang digali dari fiqh muamalah dalam kitab kuning yang
menjadi ciri khas pesantren. Seharusnya para santri lebih memahami
ekonomi syariah daripada yang lain karena mereka sehari-hari bergelut
dengan keilmuan syariah.
Banyak orang memiliki persepsi yang salah terhadap Islam dalam
masalah ekonomi. Menurut mereka Islam sama sekali tidak memperhatikan
masalah ekonomi, agama dan ekonomi adalah sesuatu yang sangat
bertentangan. Anggapan yang demikian sangatlah keliru karena Islam sangat
memperhatikan masalah ekonomi.
Baik al-Qur’an maupun Hadis sangat menganjurkan umat Islam
supaya tidak meninggalkan dunia atau masalah ekonomi. Al-Qur’an
menganggap harta sebagai penopang kehidupan (QS. An-Nisa: 5), dan
kenikmatan yang diberikan Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya (QS. Ad-
Dhuha: 7). Nabi sendiri juga sangat mengkhawatirkan kemiskinan dan
menganjurkan umat Islam supaya bersungguh-sungguh mencari rizki.
Kondisi kemiskinan bisa mempengaruhi keimanan seseorang.
Sasaran akhir dari pemberdayaan ekonomi masyarakat pesantren
adalah kemandirian pesantren, santri dan para pengajar di pesantren, alumni
pesantren, serta masyarakat umum di lingkungan pesantren.
Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, maka tulisan ini akan
berfokus pada poin-poin sebagai berikut: Bagaimana model pemberdayaan
ekonomi masyarakat pesantren yang dilakukan oleh HIPSI; Implementasi
program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesantren oleh HIPSI; Apa saja
daya dukung HIPSI dalam pemberdayaan menuju kemandirian ekonomi
masyarakat pesantren.
Hasil tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
akademis, teoritis maupun secara praktis. Manfaat-manfaat tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut; Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan tambahan bacaan penelitian dan memperkaya khazanah
pengetahuan tentang kemandirian ekonomi masyarakat pesantren. Secara
teoritis penelitian ini difungsikan sebagai kontribusi teori dan konsep
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesantren dan sekaligus dapat
menjajaki kemungkinan adanya inovasi model yang lebih baik agar makin
massif memberi kontribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesantren.
Secara praktis tulisan ini difungsikan untuk memberikan dukungan
kepada Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) dalam
mengembangkan program pendampingan dan pemberdayaannya untuk
kemandirian ekonomi masyarakat pesantren, sehingga jika memungkinkan
dapat segera diduplikasi secara meluas dan merata ke seluruh Indonesia,
atau dilakukan transfer pada lembaga lain.

HIPSI dan Pemberdayaan Ekonomi Pesantren


Potensi besar pesantren tidak hanya dari aspek sejarahnya sebagai
lembaga pendidikan tertua di Indonesia dan memiliki ciri ke-Indonesiaan
yang khas. Dari tahun ke tahun jumlahnya pun terus bertambah secara
signifikan. Berdasarkan data Departemen Agama, sebagaimana dikutip Tim
HIPSI (2014), pada 1977 jumlah pesantren sekitar 4.195 dengan jumlah
santri sekitar 677.384 orang. Pada tahun 1981, tercatat ada sekitar 5.661
pesantren dengan 938.397 orang santri. Pada tahun 1985 jumlah pesantren
terus mengalami kenaikan menjadi 6.239 dengan jumlah santri mencapai
sekitar 1.084.801 orang. Sementara pada tahun 1997 Departemen Agama
sudah mencatat 9.388 buah pesantren dengan santri sebanyak 1.770.768
orang. Hingga 2007, jumlah pesantren mencapai 14.647 dengan jumlah santri
3.289.141. Sayangnya, eksistensi dan kontribusi pesantren masih belum
optimal, masih dianggap sebelah mata.
Pada Tahun 1918 Bangsa Indonesia sedang melawan kolonialisme
belanda. Seorang Ulama Pesantren sekaligus aktivis pergerakan nasional KH.
Wahab Chasbullah bersama 45 Saudagar santri lainnya mendirikan
perkumpulan para saudagar yang diberi nama Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan
Para Saudagar). Perkumpulan ini memliki tujuan yaitu meningkatkan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan sekaligus melawan penjajahan
dan penindasan imperialisme Belanda.
Lahirnya Nahdlatut Tujjar merupakan bentuk dari kesatuan dan
kebangkitan kaum santri yang menjadi cikal bakal lahirnya Nahdlatul Ulama
yang dimulai dari pergerakan kebangsaan Nahdhatul Wathan dan Taswirul
Afkar untuk mewadahi pemikiran keagamaan para kaum santri. Delapan
tahun kemudian pada tanggal 31 Januari 1926 pergerakan kaum santri
mencapai puncaknya dengan lahirnya Nahdlatul Ulama, yang dipimpin
langsung oleh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah, KH. Bisri Syamsuri
dan bersama para ulama pesantren lainnya.
Nahdlatul Ulama berkembang menjadi penyangga utama dalam
rangka menumbuhkan rasa Nasionlisme hingga berperan penting dalam
Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Penentu Konsepsi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Perumusan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Kini Nahdlatul Ulama konsisten menjadi pilar utama masyarakat sipil di
Indonesia, sebagai Jamiyah, Diniyah, Ijtimaiyah, Organisasi Keagamaan dan
Kemasyarakatan terbesar di Indonesia yang memiliki komitmen pada
pencapaian kesejahteraan sosial, pendidikan, dakwah dan kegiatan
perekonomian.
Terinspirasi dari para ulama terdahulu, Rabithah Ma’ahid Islamiyah
NU menginisiasi pendirian Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI)
pada tanggal 3 Februari 2012 di Pesantren Al-Yasini Pasuruan. Pendirian
organisasi ini dilandasi semangat untuk menumbuhkan wirausaha di
kalangan santri dan mengokohkan jejaring ekonomi antar warga nahdiyyin
di seluruh Indonesia.
HIPSI telah membulatkan tekad untuk menumbuhkan klaster
pengusaha kecil dan menengah baru yang benilai tambah, bersinergi dan
bermartabat. Dengan potensi pondok pesantren yang tergabung dalam
Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU mencapai 23 ribu pesantren yang mendidik
sekitar empat juta santri, sehingga jika seluruh santri tersebut berhasil
diberdayakan menjadi wirausaha yang mandiri, maka dipastikan bangsa
Indonesia bakal makmur. Klaster ini lahir dari proses tempaan HIPSI
sehingga menjadi pengusaha matang dan tangguh. Pengusaha yang naik kelas
dari pengusaha kecil menjadi menengah dan dari pengusaha lokal menjadi
nasional.

Platform Perjuangan HIPSI


HIPSI telah membulatkan tekad untuk menumbuhkan klaster
pengusaha kecil dan menengah baru yang benilai tambah, bersinergi dan
bermartabat dari kalangan masyarakat pesantren. Dengan potensi pondok
pesantren yang tergabung dakam Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU mencapai
27.000 pesantren yang mendidik lebih dari 4.000.000 santri, sehingga jika
setengah saja dari jumlah santri tersebut berhasil diberdayakan menjadi
wirausaha yang mandiri, maka dipastikan bangsa Indonesia bakal makmur.
Klaster ini lahir dari proses tempaan HIPSI sehingga menjadi
pengusaha matang dan tangguh, pengusaha yang naik kelas dari pengusaha
kecil menjadi menengah dan dari pengusaha lokal menjadi nasional dan pada
akhirnya bisa go internasional.
Pengembangan ekonomi masyarakat pesantren mempunyai andil
besar dalam menggalakkan wirausaha. Di lingkungan pesantren para santri
dididik untuk menjadi manusia yang bersikap mandiri dan berjiwa
wirausaha. Pesantren giat berusaha dan bekerja secara independen tanpa
menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah swasta.
Secara kelembagaan pesantren telah memberikan tauladan, contoh riil (bi
al-hal) dengan mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-
usaha yang konkret dengan didirikannya beberapa unit usaha ekonomi
mandiri pesantren.
Pertama, Pesantren Putri al-Mawaddah Ponorogo. Usaha-usaha
ekonomi yang telah dibuka Pesantren Putri al-Mawaddah Ponorogo adalah
SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum), AMDK (Air Minum
Dalam Kemasan) “Maaunnada”, Koperasi Pesantren Putri al-Mawaddah
(KOPPMADA), perkebunan palawija, peternakan sapi, unit produksi
pakan ternak probiotik, produk-produk industri kecil mandiri, fotocopy dan
percetakan Alma Offset, minimarket Kiswah, dan transportasi
AlmaTransport (Rohmah, 2009). Keberhasilan Pesantren Putri al-Mawaddah
dalam mengembangkan berbagai wirausaha didukung oleh beberapa faktor,
di antaranya adalah jiwa wirausaha dan penerapan nilai-nilai wirausaha
yang dimiliki oleh para pimpinan pesantren, networking yang dijalin dengan
instansi lain, dan keterlibatan masyarakat sekitar dalam mengelola berbagai
wirausaha tersebut.
Kedua, Pesantren Sidogiri Pasuruan Usaha yang dikembangkan
oleh Pesantren Sidogiri Pasuruan ini di antaranya adalah BPR dan BMT.
Beberapa Cabang BMT Pondok Pesantren Sidogiri adalah BMT I di
Wonorejo, BMT II di Sidogiri, BMT III (Produksi dan Penjualan Padi), BMT IV
Sidogiri (kantor pusat), BMT V di Warungdowo, BMT VI di Kraton, BMT VII
di Rembang, BMT VIII (Selep Padi di Jetis), BMT IX di Nongkojajar, BMT X di
Grati, dan BMT XI di Gondang Wetan. BPR dan BMT ini bersifat independen
secara organisatoris dengan pondok pesantren, tetapi dependen secara nilai
dan moral (Zein, 2005). Selain BPR dan BMT Pondok Pesantren Sidogiri
juga memiliki Koppontren yang secara garis besar dibagi dalam dua
wilayah, yaitu: a. Di kompleks ponpes dengan sasaran utama komunitas
santri. Yang termasuk jenis usaha ini adalah toko kitab dan serba ada, dan
warung makan. b. Di luar pesantren dengan sasaran utama masyarakat
umum. Yang termasuk jenis usaha ini adalah: toko serba ada, toko
kebutuhan pokok, percetakan dan stationary, pertanian dan perekebunan,
warpostel, dan mini market. Di samping jenis usaha tersebut, Kopontren
Sidogiri juga mempunyai komoditi unggulan: Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK), baju takwa “Sidogiri”, sarung “Santri”, telepon kartu bebas
(kerjasama dengan Telkom), dan percetakan. Koppontren ini secara
structural terkait langsung dengan pondok pesantren. Keberhasilan
Pondok Pesantren Sidogiri dalam mengembangkan usaha ekonominya
didukung oleh networking yang dibangun dengan instansi bisnis yang
lainnya, serta manajemen kewirausahaan yang variatif sebagian secara
integrated structural dan sebagaian integrated non struktural yang lebih
memberikan keleluasaan bagi lembaga usaha tersebut untuk
mengembangkan usahanya.
Ketiga, Pesantren al-Ittifaqiyah Ogan Ilir Palembang Melalui network
yang dibangun, Pesantren Ogan Ilir mampu mengembangkan beberapa unit
usaha ekonomi, yaitu jasa foto copy, percetakan, unit simpan pinjam pola
syari’ah dan transformasi. Mereka juga mempunyai koperasi pesantren,
toko buku, dan kantin. Selain itu dalam bidang pertanian memiliki
perkebunan karet, pohon jati, sayur- sayuran, dan juga memiliki
peternakan itik dan ikan air tawar ( Isnaini, 2008). Secara umum dari tiga
contoh pesantren di atas menunjukkan, pengembangan berbagai usaha
ekonomi di pesantren dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan
pesantren, latihan bagi para santri, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Implementasi Program Pemberdayaan HIPSI


Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan dalam
mencapai penguatan diri guna meraih keinginan yang dicapai. Pemberdayaan
akan melahirkan kemandirian, baik kemandirian berfikir, sikap, tindakan
yang bertujuan pada pencapaian harapan hidup yang lebih baik.
Pemberdayaan dalam konteks ini adalah masyarakat pesantren. Seperti
diketahui pesantren merupakan sebuah lembaga sosial pendidikan
masyarakat muslim yang mempunyai pola dan karakteristik pengelolaan
yang khas dan lebih mengedepankan kemandirian.
Saat ini adalah zamannya ekonomi berbasis kewirausahaan. Meski
sebelumnya, menjadi entrepreneur kelas mikro/kecil bukanlah kebanggaan,
tetapi setelah era konglomerasi tumbang dan terbukti Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) mampu bertahan bahkan banyak diantaranya justru
tumbuh, sektor inilah yang oleh banyak kalangan termasuk pemerintah
justru menjadi tumpuan pemulihan ekonomi negeri ini. Belakangan bahkan
muncul fenomena mengesankan, banyak kalangan muda usia tampak lebih
menyukai membangun usaha sendiri kendati kecil daripada menjadi
profesional di perusahaan besar milik orang lain. Hal demikian pasti akan
memberi dampak positif bagi perkembangan ekonomi Indonesia, paling tidak
dengan kondisi angka pengangguran yang tinggi ini kehadiran para
pengusaha muda tersebut mampu memberikan lapangan pekerjaan.
Sekalipun persoalan pokok kewirausahaan juga belum tersentuh secara
optimal, baik disadari oleh pemerintah maupun pelaku usahanya sendiri.
Persoalan tersebut adalah masalah mental.
Untuk mencapainya memerlukan suatu proses pembinaan yang
terarah dan mampu memfasilitasi dalam proses pengembangan yang optimal
dan mencapai perwujudan diri yang bermakna. Menyadari akan pentingnya
proses pendidikan entrepreneur di kalangan pemuda maka akan sangat
bermanfaat jika setiap moment dan waktu merupakan saat untuk belajar.
Akan sangat disayangkan jika waktu luang hanya dimanfaatkan oleh kegiatan
yang kurang edukatif, terlebih jika hanya bergelut dengan kegiatan tidak ada
manfaatnya dan yang belum tentu mendidik.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka HIPSI berinisiatif untuk
membuat sebuah kegiatan yang dapat dimanfaatkan oleh para santri se-
Indonesia sebagai salah satu solusi dalam mengisi kekurangan akan porsi
pendidikan yang diberikan di lembaga formal. Kegiatan yang dimaksud
adalah Pesantren Entrepreneur dan HIPSI Entrepreneur School.
Pesantren Entrepreneur dan HIPSI Entrepreneur School dirancang
sebagai agen perubahan, baik di bidang pendidikan kebangsaan, leadership,
dan utamanya entrepreneurship yang disiapkan agar generasi muda menjadi
mandiri, mampu memimpin dirinya sendiri, menghidupi diri dan orang lain
serta mampu mengembangkan karakter baik dan kuat serta mempunyai jiwa
seorang entrepreneur.
Berikut ini adalah implementasi program-program unggulan
pemberdayaan ekonomi yang dikerjakan HIPSI untuk santri (Tim HIPSI,
2014):
1. Pesantren Entrepreneur – IT
Ratusan ribu santri lulusan pesantren yang dihasilkan setiap
tahun rata-rata kurang memiliki bekal keahlian yang dapat digunakan
untuk menghadapi tantangan persaingan global khususnya di bidang
Informasi dan Teknologi. Menurut Rofiq (2015), santri Indonesia 10-20
tahun ke depan harus bisa menjadi pengusaha profesional di kancah
global. Banyaknya produk-produk unggulan yang dihasilkan oleh para
pengusaha santri belum mendapatkan sentuhan IT untuk dipromosikan
secara online, serta kurangnya situs media dakwah Islam yang berbasis
aswaja NU.
Dari permasalahan di atas, maka menurut Ghozali (2015) HIPSI
berinisiatif mendirikan Pesantren Entrepreneur di Bidang IT dan Media
Online yang bertujuan untuk mendidik dan melatih para santri agar
memiliki keahlian dibidang IT khususnya pemasaran online atau internet
marketing, setelah lulus dari Pesantren Entrepreneur IT dan Media
Online para santri bisa membantu untuk mendigitalisasi dan
mengonlinekan produk-produk unggulan Indonesia untuk bersaing
dipasar global.
a. Sosialisasi
Proses sosialisasi akan dilakukan oleh HIPSI ditingkat cabang yang
dikordinasi oleh HIPSI Wilayah kepada pesantren-pesantren potensial
di daerah melalui kunjungan silaturahmi dan seminar.
b. Seleksi Penerimaan Santri
Penerimaan santri baru akan dilakukan seleksi melalui tes tulis dan
wanwancara untuk mengetahui minat dan bakat santri. serta harus
memiliki alat sendiri yaitu laptop.
c. Edukasi dan Pelatihan
Program pelatihan di PE-IT akan dibuat sesuai dengan kebutuhan
pasar global meliputi: Internet Maketing, Media Online, Design Grafis,
Game Edukasi, Maintenance Hardware.
d. Praktek dan Pedampingan
Santri yang sudah mendapatkan ilmu secara teori didorong untuk
produktif menciptakan sebuah karya yang selanjutnya dikembangkan
menjadi layanan bisnis yang dapat menghasilkan pendapatan bagi
santri.
e. Penyaluran dan Kerjasama
Santri yang sudah memiliki keahlian dan layanan bisnis difasilitasi
untuk mendapatkan mitra bisnis, pemasaran dan permodalan.
f. Tempat atau gedung Pesantren Entrepreneur IT dan Media Online.
Pendidikan dan pelatihan di PE-IT didesain sesuai dengan
perkembangan teknologi terbaru dan kebutuhan dunia bisnis global.
Diadakan GRATIS untuk Santri Fresh Graduate dan berbayar bagi yang
sudah memiliki usaha dan pekerjaan (Humron, 2015). Target untuk
setiap pelatihan adalah 30 santri per angkatan selama 1
bulan/angkatan.
Materi dari Program Pendidikan dan Pelatihan di PE-IT adalah sebagai
berikut:
a. Internet Marketing (SEO, Blogging school, Web, Sosial Media, etc)
b. Design Grafis dan Pencetakan Digital
c. Service Laptop dan Printer
d. Membuat Aplikasi Game Edukasi dan Bisnis IT Kreatif
e. Media Da’wah Islam NU
f. Santri Cyber Community (SCC). Untuk menunjang PE-IT, HIPSI
berencana membentuk sayap baru squad force dibidang cyber media
terutama untuk kebutuhan bisnis online, SEO, sosial media dan
persiapan ekspansi usaha ke globar market serta untuk
menyebarkan spirit Islam ramah. SCC ini akan menjadi sayap
komunitas HIPSI bidang IT dimasing-masing Kabupaten.
2. Pesantren Entrepreneur – Agrobisnis HIPSI
Pesantren Enterpreneur bidang Agrobisnis berada di dua lokasi.
Lokasi pertama di Junrejo, Kota Wisata Batu. Lokasi kedua di Waykanan,
Lampung. Pada 14 September 2013 seluruh pengurus Himpunan
Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) Jawa Timur dan Pusat berkumpul di
Kawasan Kelurahan Junrejo, Kota Batu. Lokasi pertemuan tidak lain
adalah tempat dilaksanakan pilot project Pesantren Enterpreneur bidang
Agrobisnis. Pertemuan tersebut juga dilaksanakan untuk membenahi
pembentukan Koperasi HIPSI Jatim dan membahas hal positif lainnya
terkait penciptaan sejuta santri pengusaha (Sulaiman, 2015).
Hadir dalam pertemuan tersebut sebagian besar pengurus HIPSI
kabupaten/kota seluruh Jatim. Tak ketinggalan pengurus HIPSI Pusat
juga turut serta dalam pertemuan itu. HIPSI Jatim juga mengundang
sejumlah pembicara mengenai koperasi dan produk yang dapat menjadi
brand dan memperkuat keberdaan HIPSI di kancah perekonomian
regional maupun nasional.
Dalam rangka mewujudkan Visi-Misi HIPSI dengan mencetak 1
juta pengusaha santri dan menjadi katalisator antara santri dengan
pengusaha, HIPSI membuat Pesantren Entrepeneur yang bertujuan
untuk pemagangan para santri belajar menjadi pengusaha, tahap awal
dibangun di Desa Junrejo dan di Pesantren Mafatihul Ulum (Pendem)
Kota Wisata Batu dengan konsentrasi pada bidang usaha Agrobisnis.
Awal mula didirikannya Pesantren Entrepreneur Pertanian ini
adalah sebagai jawaban terhadap permintaan masyarakat dan para
alumni pondok pesantren karena kurangya kemampuan santri dalam
berwirausaha ini didasari tidak adanya pengembangan potensi
kewirausahaan selama masih mondok di pesantren. Karena itulah HIPSI
membuka Pesantren Entrepreneur Pertanian (Agrobisnis). Sistem
pendidikan yang diterapkan disini menekankan pada praktek dengan
durasi pelatihan selama satu bulan setengah menggunakan kurikulum
berbasis entrepreneur. Adapun presentase pendidikan yang diterapkan
adalah 35% teori dan 65% praktek.
3. Pesantren Entrepreneur – Kelautan HIPSI
Program Pendidikan & Praktek Lapangan Wirausaha di Bidang
Kelautan, didesain mengadopsi perkembangan teknologi dan kebutuhan
dunia perikanan, terutama bidang Pembenihan Ikan Krapu Modern,
Udang Vaname dan Spesialis Rumput Laut.
Dengan instruktur berpengalaman dari para ahli Perikanan Unair,
Pengusaha Perikanan dan didukung berbagai fasilitas 40 kolam
aquarium pembenihan, Tambak dan berdiri di atas lahan 2 Ha lebih.
Lokasi Pesantren yang bekerjasama dengan Yayasan Nurul Qur’an (H
Hasan) ini terletak di pinggir pantai yang indah berhadapan dengan
pulau Bali, dengan panjang garis pantai > 250 m dan total lahan hampir
2,5 Ha di kecamatan Wongsorejo Banyuwangi (Ridwan, 2015).
4. HIPSI Payment
Menurut keterangan Hakim (2015), HIPSI Payment adalah sebuah
Aplikasi pembayaran online dan e-Money yang digunakan sebagai media
transaksi komunitas pengusaha santri Indonesia yang dapat melayani
transaksi online. Anggota yang bertransaksi melalui HIPSI Payment akan
mendapatkan cashback yang dapat menambah saldo deposit anggota.
Syarat untuk bisa menggunakan aplikasi HIPSI Payment adalah memiliki
Kartu Anggota HIPSI.
5. Kerjasama dengan ISNU
Untuk mencetak pengusaha di kalangan anak muda NU, HIPSI
Bekerjasama dengan ISNU melaksanakan kegiatan Workshop
Entrepreneurship selama 3 hari secara berkala 6 bulan sekali di Pusat
Pelatihan Kewirausahaan (PPK) PT. HM. Sampoerna Tbk., Sukorejo,
Pasuruan. Pelatihan ini diikuti sekitar 80 peserta kader muda NU yang
tersebar di Indonesia dengan gelombang per provinsi.
Kegiatan pelatihan untuk kader muda NU ini sangat diapresiasi
banyak pihak karena turut ikut serta meningkatkan perkonomian
masyarakat dan mengurangi pengangguran di kalangan kader muda
NU. Peserta diberikan materi-materi kewirausahaan yang bisa dilakukan
oleh para kaum muda yang saat ini belum bisa melakukan usaha di
bidang perdagangan maupun produksi.
Mochamad Ghozali (2015), Ketua Umum HIPSI mengatakan
“Acara ini menghadirkan beberapa pengusaha bidang kuliner
diantaranya Abah Warji, Pengusaha bakso dari Kediri yang mempunya
belasan outlet (Praktek Kuliner), ada mas Eko kampoeng Padi,
Peternakan Sapi, Kambing, Perikanan Air Tawar dan pertanian terpadu,
yang nantinya bisa di lakukan oleh para kader untuk memperkuat
perekonomian di kalangan santri.
Tabel 1: Contoh Model Materi Pelatihan
MATERI INSTRUKTUR KETERANGAN
Materi 1 : Bapak Sulayman Indoor
- Business Mindset (Pengusaha Kertas
- Membangun Impian (Dream Building) Bekas dengan omset
- Bagaimana mewujudkan impian (How rata2 bisa 200 jt/hari)
to Achieve your Dream)
- Cashflow Quadrant
- Gunakan Otak Kanan
Praktek Usaha Kuliner BAKSO Abah Warji dan Abah Praktek pembuatan
Sueb Bakso di lokasi
Materi 2 Moch Ghozali, SE Indoor
Memulai Bisnis/Usaha dari Nol Dan
* BOTOL-BODOL-BOBOL Mas Eko Kampoeng
* Ide sederhana (Simple Idea) Padi
* Modal dan Investor
* Bagaimana meningkatkan profit +
Manajemen resto
Magic moment dan diskusi Panitia Indoor
Materi 3 Tim PPK Sampoerna Praktek Lapangan,
Budidaya Ternak Sapi & Kambing & lokasi di Area
Perikanan serta Pengolahan Kotoran Peternakan
sapi
Materi 4 Tim PPK Sampoerna Kunjungan
Pertanian Terpadu Lapangan ke Area
Lahan Pertanian
Materi 5 Dinas Perikanan
Pemaparan dari Kepala Dinas Perikanan setempat

Materi 6 Dinas Pertanian Indoor


Strategi Pemerintah Daerah Untuk Setempat
Peningkatan Produksi Pertanian

6. Kemitraan Perusahaan
HIPSI dalam menjalankan kegiatan pemberdayaan dan
kemandirian ekonomi masyarakat pesantren, baik santri, alumni
pesantren, atau masyarakat sekitar pesantren, berusaha menjalin
kemitraan dan kerjasama dengan banyak pihak. Diantara kerjasama yang
sudah dijalin oleh HIPSI adalah sebagai berikut:
Table 2: Kemitraan HIPSI
No Mitra Jenis Kerjasama
Program Wirausaha Santri Mandiri di 50 Pesantren di 5
1 Bank Mandiri Kota. Dan program pinjaman lunak untuk usaha santri
melalui dana CSR.
Program pinjaman lunak untuk usaha santri dan Pesantren
2 Bank Jatim Syariah
di Jawa Timur
Pemberian pelatihan dan praktek usaha dengan pemberian
3 So Nice So Good 26 gerobak usaha bergulir untuk alumni santri berbisnis
Fried Chicken.
Kerjasama fasilitas pelatihan beserta guest house tempat
menginap sekaligus lokasi praktek pertanian dan produksi
Pusat Pelatihan hasil olahan pangan. PPK Sampoerna adalah program CSR
4 Kewirausahaan (PPK) PT. HM Sampoerna.
Sampoerna di Pasuruan Secara terjadwal, seluruh anggota HIPSI dan para santri
Pesantren Entrepreneur se-Indonesia bisa menggunakan
fasilitas ini untuk pendidikan dan pelatihan.
Pemberian pendidikan dan pelatihan serta internship
5 Kebab Turki
kepada para santri anggota HIPSI.
Kerjasama mendirikan NUsantara TV. Saat ini sedang
6 K-Vision dalam proses pembibitan SDM santri menjadi Broadcaster
Televisi dan manajemen pertelevisian.
Kerjasama dalam program keikutsertaan pameran produk
Kementerian Koperasi
7 dalam negeri pada event-event Ekspor dan Kemitraan Luar
dan UKM
Negeri.
HIPSI diundang ikut serta program Pelayaran Nusantara
Kementerian Pemuda
8 dari Sabang – Merauke setiap tahunnya dengan membawa
dan Olah Raga
dan memamerkan produk-produk para santri
Hampir seluruh pondok pesantren se-Indonesia yang
berada di bawah naungan RMI, dilibatkan dengan
9 Pondok Pesantren
mengirimkan delegasi santri dalam Program Pesantren
Entrepreneur se-Indonesia.

Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) bekerjasama dengan


Bank Mandiri menyediakan Kredit Usaha Mikro bagi Anggota HIPSI yang
membutuhkan Kredit Investasi (KI) dan atau Kredit Modal Kerja (KMK)
untuk pengembangan usaha produktif skala mikro.
Fasilitas pembiayaan ini dapat diberikan kepada Anggota HIPSI yang
memiliki usaha mikro dan usaha rumah tangga baik berbentuk perusahaan,
kelompok usaha, dan perorangan (seperti pedagang, petani, peternak, dan
nelayan).

Kesimpulan
Pengembangan ekonomi masyarakat pesantren mempunyai andil
besar dalam menggalakkan wirausaha. Di lingkungan pesantren para santri
dididik untuk menjadi manusia yang bersikap mandiri dan berjiwa
wirausaha. Salah satu wadah bagi para santri belajar dan menginisiasi bisnis
adalah melalui Himpunan Pengusaha Santri Indonesia.
HIPSI berusaha dan bekerja secara independen tanpa
menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah/swasta.
Secara kelembagaan HIPSI telah memberikan tauladan, contoh riil dengan
mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-usaha yang
konkret dengan didirikannya beberapa unit usaha ekonomi mandiri santri
dan alumni pesantren.
Perubahan dan pengembangan HIPSI terus dilakukan, termasuk
dalam menerapkan manajemen yang profesional dan aplikatif dalam
pengembangannya. Karena istilah manajemen telah membaur ke seluruh
sektor kehidupan manusia. Di antara pengembangan yang harus dilakukan
HIPSI adalah pengembangan sumber daya manusia, pengembangan
komunikasi dengan pesantren, pengembangan ekonomi santri, alumni, dan
pesantren, serta pengembangan teknologi informasi yang mampu menopang
dakwah HIPSI.
HIPSI harus menjadi organisasi yang mampu melakukan terobosan
peningkatan ekonomi kerakyatan dan kebangsaan dalam upaya mendorong
lahirnya pengusaha santri. Secara organisasi, HIPSI harus dijalankan secara
profesional, berbeda dengan sistem pesantren yang bertumpu pada figur kyai
atau anak kyai. Pengurus HIPSI tidak boleh didominasi oleh kyai atau anak
kyai, tapi berdasarkan kompetensi masing-masing anggota.
HIPSI harus mampu menarik minat pengusaha yang berlatar belakang
santri untuk bergabung di dalamnya. Sehingga perekonomian yang
terbangun adalah jejaring bisnis sesuai syariah berbasis masyarakat
pesantren. Selain menumbuhkan kewirausahaan santri, HIPSI sebaiknya juga
membangun sebuah lembaga keuangan sendiri untuk pembiayaan
permodalan usaha kaum santri, bahkan ke depan harus mampu mendirikan
Bank sendiri.
REFERENSI

Ali, Fachry. (1985). Agama, Islam dan Pembangunan. Yogyakarta: PLP2M.


Aritonang, Esrom. (2004). Pendampingan Komunitas Pedesaan. Jakarta:
Sekretariat Bina Desa/ DHRRA.
Bawani, Imam. (1991). Cendekiawan Muslim Dalam Perspektif Pendidikan Islam.
Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Dhofier, Zamakhsyari. (1994). Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Djaelani, Abdul, Qadir. (1994). Peran Ulama dan Santri. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Hafsah, Jafar. (1999). Kemitraan Usaha. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
HIPSI, Tim. (2014). Buku Panduan Himpunan Pengusaha Santri Indonesia. Pasuruan:
HIPSI Media.
Huda, Miftachul. (2009). Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial; Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kartasamita, Ginanjar. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: PT. Pustaka Cresindo.
Khasanah, Fitriyatun. (2012). Upaya Pesantren Berbasis Agrobisnis dalam
Meningkatkan Life Skill Santri Pondok Pesantren, Semarang, Perpustakaan
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Machendrawaty, Nanih. (2001). Pengembangan Masyarakat Islam, Bandung:
PT.Remaja Rosda Karya.
Prolog K.H. Abdurrahman Wahid. (1999) Pesantren Masa Depan, Bandung: Pustaka
Hidayah.
Rohmah, Laila. (200(9). “Manajemen Kewirausahaan Pesantren: Studi di Pesantren
Putri al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo” Tesis UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Yogyakarta: Tidak dipublikasikan.
Sriharini. (2003). Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat,
Yogyakarta: Jurnal PMI Media pemikiran Pengembangan Masyarakat.
Suharto, Edi. (2005) Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Suhendi, Hendi. (2002). Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Suismanto. (2004). Menelusuri Jejak Pesantren. Yogyakarta: Alief Press.
Wahid, Abdurrahman. (2001). Menggerakkan Tradisi, Yogyakarta: LkiS.
Wibowo. (2007). Manajemen Perubahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zein, Mahmud Ali. (2005), “Model-Model Perkembangan Pondok Pesantren:
Pengalaman Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan,” dalam A. Halim, et.al.,
Manajemen Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Wawancara
Ketua Umum HIPSI, Moch. Ghozali, 14 Maret 2015, wawancara di PPPK Sampoerna,
Pasuruan.
Ir. Aunur Rofiq, Pembina HIPSI Pusat, 20 Maret 2015, di Surabaya.
Humron Maula (PE-IT), 15 April 2015, wawancara di Sidoarjo.
Sulaiman (Ketua HIPSI Jatim), 21 April 2015, wawancara di Surabaya.
Ridwan (HIPSI Banyuwangi), 17 Mei 2015, wawancara di Banyuwangi.
Lukman Hakim (Ketua IV Bidang IT, Publikasi dan Media), 27 Mei 2015, wawancara
di Surabaya.
Moch. Ghozali, Ketua Umum HIPSI, 17 Juni 2015, wawancara di Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai