Diskusi Periodik
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi
IAIN Jember
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Jl. Mataram No.1, Jember 68126
ahdfauz@gmail.com
Abstrak:
Pesantren dengan berbagai potensi strategisnya, layak menjadi lokomotif
gerakan ekonomi syariah di Indonesia. Begitu juga perkembangan
ekonomi syariah di Indonesia sangat memerlukan peran pesantren. Di
tengah kegelisahan itu, penulis bertemu dengan organisasi pengusaha
yang lahir dari rahim pesantren; Himpunan Pengusaha Santri Indonesia
(HIPSI).Riset penulis menemukan fakta di lapangan bahwa HIPSI, yang
lahir di bawah koordinasi RMI-NU, memiliki banyak sekali program
pemberdayaan santri untuk mendorong kebangkitan pengusaha-
pengusaha baru dari kalangan pesantren, diantaranya program
pesantren entrepreneur, entrepreneur school, serta banyak program
pelatihan usaha baik skala kecil maupun menengah, bidang pembiayaan
pun telah bekerjasama dengan beberapa lembaga keuangan. HIPSI terus
menjalin komunikasi dan kerjasama produktif dengan berbagai
stakeholder dan hasilnya saat ini sudah banyak Pondok Pesantren yang
terlibat langsung dalam proses pemberdayaan menuju kemandirian
ekonomi masyarakat pesantren.
Kata Kunci: pemberdayaan, kewirausahaan santri, pesantren, HIPSI
Pendahuluan
Ajaran Islam yang mengatur perilaku manusia, baik kaitannya sebagai
makhluk dengan Tuhannya maupun dalam kaitannya sebagai sesama
makhluk, dalam term fiqh atau ushul fiqh disebut dengan syariah. Sesuai
dengan aspek yang diaturnya, syariah ini terbagi kepada dua, yakni ibadah
dan muamalah. Ibadah adalah syariah yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhannya, sedangkan muamalah adalah syariah yang
mengatur hubungan antar sesama manusia.
Pada gilirannya, kegiatan ekonomi sebagai salah satu bentuk dari
hubungan antar sesama manusia, dan bukan merupakan bagian dari akidah,
ibadah dan akhlak, melainkan bagian integral dari muamalah. Namun
demikian, menurut Suhendi (2002) masalah ekonomi tidak lepas sama sekali
dari aspek akidah, ibadah, dan akhlak, sebab dalam perspektif Islam perilaku
ekonomi harus diwarnai oleh nilai-nilai akidah, ibadah dan akhlak.
Dalam bagian yang lebih komprehensif, Islam telah menerangkan
tentang aturan berekonomi, termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti
produksi, distribusi, dan konsumsi. Ungkapan ini menurut Nawawi (2013)
merupakan pernyataan yang melegitimasi bahwa Islam dengan Kitab Sucinya
telah mengatur sistem ekonomi yang sempurna. Hal ini merupakan bukti
bahwa Islam mampu mengimbangi perkembangan sistem ekonomi yang
berlaku di kalangan umat manusia.
Dalam perkembangan dewasa ini, ada dua sistem ekonomi yang paling
berpengaruh di dunia, yaitu sistem ekonomi Kapitalis dan sistem ekonomi
Sosialis. Sistem ekonomi Kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang
mengizinkan dimilikinya alat-alat produksi oleh pihak swasta, sedangkan
sistem ekonomi Sosialis merupakan kebalikan dari sistem ekonomi di mana
pemerintah atau pekerja memiliki serta menjalankan semua alat produksi,
hingga demikian, usaha swasta dibatasi dan mungkin kadang-kadang
dihapuskan sama sekali (P3EI, 2014).
Berbeda dengan kedua sistem ekonomi di atas, Islam menerapkan
sistem ekonominya dengan mempergunakan moral dan hukum bersama
untuk menegakkan bangunan suatu sistem yang praktis. Berkenaan dengan
prioritas, Islam mengetengahkan konsep keseimbangan antara kepentingan
individu (khusus) dan kepentingan negara (umum) yang bersumber kepada
Al-Qur’an dan sunnah. Berdasarkan uraian itu, dapat dipahami bahwa
ekonomi menurut Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan merupakan
bangunan yang didirikan di atas landasan-landasan tersebut sesuai dengan
tiap lingkungan dan masa. Sehubungan dengan hal tersebut, Djazuli (2002),
Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam memegang peranan
penting dalam memberikan dasar-dasar pada sistem perekonomian menurut
Islam.
Selain itu ekonomi menurut Islam memiliki ciri-ciri khusus yang
membedakannya dari sistem ekonomi hasil penemuan manusia. Di antara
ciri-ciri tersebut, ekonomi merupakan bagian dari sistem Islam secara
integral, dan ekonomi menurut Islam merealisir keseimbangan antara
kepentingan individu dan kepentingan umum, seiring dengan itu Islam juga
memberikan kebebasan kepada individu dalam berekonomi. Dalam upaya
menyempurnakan pengakuan Islam terhadap kebebasan ekonomi, Islam
telah memberikan wewenang kepada negara untuk ikut campur dalam
fungsionalisasi sistem ekonomi Islam (Djazuli, 2002).
Salah satu potensi ekonomi terbesar di Indonesia terletak pada dunia
pesantren dan masyarakatnya. Pondok pesantren jumlahnya sangat banyak
dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia hingga ke pelosok-pelosok dan
kemandirian pesantren sejak berabad-abad yang lalu menunjukkan bahwa
pesantren telah memiliki basis ekonominya secara mandiri.
Pesantren dengan berbagai harapan dan predikat yang dilekatkan
kepadanya, menurut Suhartini (2005) sesungguhnya berujung pada tiga
fungsi utama yang senantiasa diembannya, yaitu: pertama, sebagai pusat
pengkaderan pemikir-pemikir agama (centre of exellence). Kedua, sebagai
lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource). Ketiga,
sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan dalam melakukan
pemberdayaan pada masyarakat (agent of development). Selain ketiga fungsi
tersebut pesantren juga dipahami sebagai bagian yang terlibat dalam
proses perubahan sosial (social change) di tengah perubahan yang terjadi.
Namun perlu diakui juga bahwa kemampuan ekonomi pesantren
masih bersifat tradisional, kecil dan mayoritas pada sektor pertanian
tradisional. Pesantren tidak hanya mendidik ilmu-ilmu agama kepada para
santrinya, namun juga memberikan keterampilan-keterampilan untuk
pengembangan ekonomi, khususnya dalam bertani, berternak dan berdagang
melalui koperasi pesantren. Diharapkan selepas dari pesantren, para santri
dapat hidup mandiri dengan bertani, berternak, atau menjadi pedagang kecil.
Suismanto (2004) menulis, untuk mewujudkan itu pesantren harus
melakukan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, pesantren harus
membuka diri terhadap perkembangan teknologi dan hasil-hasil penelitian
dalam pengembangan ekonomi. Kedua, pesantren mesti menyediakan
sumber daya yang memadai melalui pelatihan-pelatihan bagi santri dalam
berbagai bidang garapan ekonomi di pesantren maupun di luar pesantren,
sehingga karya para santri memiliki daya saing yang tinggi di pasar luas.
Ketiga, membangun jaringan ekonomi antar pesantren, santri sebagai
alumni pesantren, masyarakat dan pemilik modal. Jaringan ekonomi antar
pesantren selain memberikan keuntungan secara ekonomi, juga mampu
meningkatkan hubungan kerjasama diantara pesantren. Banyaknya jumlah
pesantren dengan ribuan santri tentu banyak kebutuhan yang harus dipenuhi
yang tidak mungkin dapat disediakan sendiri oleh pesantren tersebut.
Oleh karenanya jaringan ekonomi pesantren akan dapat menyediakan
informasi produksi dan kebutuhan diantara pesantren sehingga pasar dan
distribusi produksi ekonomi dari pesantren akan semakin luas (Khasanah,
2012). Dengan demikian pesantren akan semakin kuat dan mandiri, yang
pasti juga akan dirasakan oleh para santri maupun alumni. Tingkat ketaatan
dan keeratan ikatan emosional antara pesantren dengan alumni dapat
memberikan keuntungan untuk semakin memperluas jalur distribusi dan
pengembangan pasar, sehingga alumni dapat menjadi penghubung antara
pesantren dengan masyarakat.
Untuk mewujudkan itu, pesantren membutuhkan satu agen
pengembangan ekonomi pesantren yang tidak mungkin dilakukan oleh
pesantren itu sendiri. Disinilah peran organisasi-organisasi yang memiliki
kedekatan secara kultur dengan pesantren tetapi yang memiliki sistem
struktur yang baik, kemampuan mengorganisir dan semangat yang kuat,
salah satunya adalah Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI).
Pesantren dengan berbagai potensi strategis yang dimilikinya, layak
untuk menjadi lokomotif ekonomi syariah. Di sisi lain kemajuan
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sangat memerlukan peran
pesantren. Apalagi sebenarnya produk-produk ekonomi syariah adalah
kekayaan pesantren, yang digali dari fiqh muamalah dalam kitab kuning yang
menjadi ciri khas pesantren. Seharusnya para santri lebih memahami
ekonomi syariah daripada yang lain karena mereka sehari-hari bergelut
dengan keilmuan syariah.
Banyak orang memiliki persepsi yang salah terhadap Islam dalam
masalah ekonomi. Menurut mereka Islam sama sekali tidak memperhatikan
masalah ekonomi, agama dan ekonomi adalah sesuatu yang sangat
bertentangan. Anggapan yang demikian sangatlah keliru karena Islam sangat
memperhatikan masalah ekonomi.
Baik al-Qur’an maupun Hadis sangat menganjurkan umat Islam
supaya tidak meninggalkan dunia atau masalah ekonomi. Al-Qur’an
menganggap harta sebagai penopang kehidupan (QS. An-Nisa: 5), dan
kenikmatan yang diberikan Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya (QS. Ad-
Dhuha: 7). Nabi sendiri juga sangat mengkhawatirkan kemiskinan dan
menganjurkan umat Islam supaya bersungguh-sungguh mencari rizki.
Kondisi kemiskinan bisa mempengaruhi keimanan seseorang.
Sasaran akhir dari pemberdayaan ekonomi masyarakat pesantren
adalah kemandirian pesantren, santri dan para pengajar di pesantren, alumni
pesantren, serta masyarakat umum di lingkungan pesantren.
Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, maka tulisan ini akan
berfokus pada poin-poin sebagai berikut: Bagaimana model pemberdayaan
ekonomi masyarakat pesantren yang dilakukan oleh HIPSI; Implementasi
program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesantren oleh HIPSI; Apa saja
daya dukung HIPSI dalam pemberdayaan menuju kemandirian ekonomi
masyarakat pesantren.
Hasil tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
akademis, teoritis maupun secara praktis. Manfaat-manfaat tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut; Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan tambahan bacaan penelitian dan memperkaya khazanah
pengetahuan tentang kemandirian ekonomi masyarakat pesantren. Secara
teoritis penelitian ini difungsikan sebagai kontribusi teori dan konsep
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesantren dan sekaligus dapat
menjajaki kemungkinan adanya inovasi model yang lebih baik agar makin
massif memberi kontribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesantren.
Secara praktis tulisan ini difungsikan untuk memberikan dukungan
kepada Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) dalam
mengembangkan program pendampingan dan pemberdayaannya untuk
kemandirian ekonomi masyarakat pesantren, sehingga jika memungkinkan
dapat segera diduplikasi secara meluas dan merata ke seluruh Indonesia,
atau dilakukan transfer pada lembaga lain.
6. Kemitraan Perusahaan
HIPSI dalam menjalankan kegiatan pemberdayaan dan
kemandirian ekonomi masyarakat pesantren, baik santri, alumni
pesantren, atau masyarakat sekitar pesantren, berusaha menjalin
kemitraan dan kerjasama dengan banyak pihak. Diantara kerjasama yang
sudah dijalin oleh HIPSI adalah sebagai berikut:
Table 2: Kemitraan HIPSI
No Mitra Jenis Kerjasama
Program Wirausaha Santri Mandiri di 50 Pesantren di 5
1 Bank Mandiri Kota. Dan program pinjaman lunak untuk usaha santri
melalui dana CSR.
Program pinjaman lunak untuk usaha santri dan Pesantren
2 Bank Jatim Syariah
di Jawa Timur
Pemberian pelatihan dan praktek usaha dengan pemberian
3 So Nice So Good 26 gerobak usaha bergulir untuk alumni santri berbisnis
Fried Chicken.
Kerjasama fasilitas pelatihan beserta guest house tempat
menginap sekaligus lokasi praktek pertanian dan produksi
Pusat Pelatihan hasil olahan pangan. PPK Sampoerna adalah program CSR
4 Kewirausahaan (PPK) PT. HM Sampoerna.
Sampoerna di Pasuruan Secara terjadwal, seluruh anggota HIPSI dan para santri
Pesantren Entrepreneur se-Indonesia bisa menggunakan
fasilitas ini untuk pendidikan dan pelatihan.
Pemberian pendidikan dan pelatihan serta internship
5 Kebab Turki
kepada para santri anggota HIPSI.
Kerjasama mendirikan NUsantara TV. Saat ini sedang
6 K-Vision dalam proses pembibitan SDM santri menjadi Broadcaster
Televisi dan manajemen pertelevisian.
Kerjasama dalam program keikutsertaan pameran produk
Kementerian Koperasi
7 dalam negeri pada event-event Ekspor dan Kemitraan Luar
dan UKM
Negeri.
HIPSI diundang ikut serta program Pelayaran Nusantara
Kementerian Pemuda
8 dari Sabang – Merauke setiap tahunnya dengan membawa
dan Olah Raga
dan memamerkan produk-produk para santri
Hampir seluruh pondok pesantren se-Indonesia yang
berada di bawah naungan RMI, dilibatkan dengan
9 Pondok Pesantren
mengirimkan delegasi santri dalam Program Pesantren
Entrepreneur se-Indonesia.
Kesimpulan
Pengembangan ekonomi masyarakat pesantren mempunyai andil
besar dalam menggalakkan wirausaha. Di lingkungan pesantren para santri
dididik untuk menjadi manusia yang bersikap mandiri dan berjiwa
wirausaha. Salah satu wadah bagi para santri belajar dan menginisiasi bisnis
adalah melalui Himpunan Pengusaha Santri Indonesia.
HIPSI berusaha dan bekerja secara independen tanpa
menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah/swasta.
Secara kelembagaan HIPSI telah memberikan tauladan, contoh riil dengan
mengaktualisasikan semangat kemandirian melalui usaha-usaha yang
konkret dengan didirikannya beberapa unit usaha ekonomi mandiri santri
dan alumni pesantren.
Perubahan dan pengembangan HIPSI terus dilakukan, termasuk
dalam menerapkan manajemen yang profesional dan aplikatif dalam
pengembangannya. Karena istilah manajemen telah membaur ke seluruh
sektor kehidupan manusia. Di antara pengembangan yang harus dilakukan
HIPSI adalah pengembangan sumber daya manusia, pengembangan
komunikasi dengan pesantren, pengembangan ekonomi santri, alumni, dan
pesantren, serta pengembangan teknologi informasi yang mampu menopang
dakwah HIPSI.
HIPSI harus menjadi organisasi yang mampu melakukan terobosan
peningkatan ekonomi kerakyatan dan kebangsaan dalam upaya mendorong
lahirnya pengusaha santri. Secara organisasi, HIPSI harus dijalankan secara
profesional, berbeda dengan sistem pesantren yang bertumpu pada figur kyai
atau anak kyai. Pengurus HIPSI tidak boleh didominasi oleh kyai atau anak
kyai, tapi berdasarkan kompetensi masing-masing anggota.
HIPSI harus mampu menarik minat pengusaha yang berlatar belakang
santri untuk bergabung di dalamnya. Sehingga perekonomian yang
terbangun adalah jejaring bisnis sesuai syariah berbasis masyarakat
pesantren. Selain menumbuhkan kewirausahaan santri, HIPSI sebaiknya juga
membangun sebuah lembaga keuangan sendiri untuk pembiayaan
permodalan usaha kaum santri, bahkan ke depan harus mampu mendirikan
Bank sendiri.
REFERENSI
Wawancara
Ketua Umum HIPSI, Moch. Ghozali, 14 Maret 2015, wawancara di PPPK Sampoerna,
Pasuruan.
Ir. Aunur Rofiq, Pembina HIPSI Pusat, 20 Maret 2015, di Surabaya.
Humron Maula (PE-IT), 15 April 2015, wawancara di Sidoarjo.
Sulaiman (Ketua HIPSI Jatim), 21 April 2015, wawancara di Surabaya.
Ridwan (HIPSI Banyuwangi), 17 Mei 2015, wawancara di Banyuwangi.
Lukman Hakim (Ketua IV Bidang IT, Publikasi dan Media), 27 Mei 2015, wawancara
di Surabaya.
Moch. Ghozali, Ketua Umum HIPSI, 17 Juni 2015, wawancara di Surabaya.