Anda di halaman 1dari 8

Analisis Sustainibility Wakaf Produktif di Indonesia

Islamic Social Finance Assignment


Lecturer: Dr. Ir. Ascarya MBA, MSc

Fadhillah
Institut Agama Islam Tazkia, Bogor, Indonesia.
Semester 1, 2023
Abstract
Purpose – Pengelolaan wakaf produktif oleh lembaga wakaf (nazir) secara profesional akan
memberikan manfaat yang sangat besar bagi penerima manfaat (mauquf alaih). Lembaga
wakaf harus memiliki kompetensi yang mumpuni sehingga dapat sustain dalam mengelola
wakaf produktif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sustainability wakaf produktif di
Indonesia.
Design/methodology/approach – Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian
kualitatif dengan analisis data yang digunakan yaitu content analysis (analisis isi)
Penelitian ini bersifat kualitatif. Ini meninjau literatur dan menyediakan data deskriptif untuk
mempresentasikan ide utamanya.
Findings – Sustainiblity wakaf produktif di Indonesia yang dijalankan oleh Nazir memiliki
penerapan yang bervariasi. Ada nazir yang menjalankan pengelolaan wakaf produktif secara
professional sehingga menghasilkan manfaat yang besar bagi penerima manfaatnya. Selain
itu ada nazir yang mengelola wakaf produktif kurang professional dan ada nazir yang belum
manjalankan secara professional. Perlu usaha untuk mendorong seluruh nazir menjadi
profesional dengan melakukan pembinaan dan pengawasan sehingga manfaat dari
pengelolaan wakaf produktif secara profesional memberikan dampak yang besar untuk
kesejahteraan masyarakat.

Keywords Keywords up to 4 (required). Productive waqf, sustainability, nazir


Paper type Research paper
1. Introduction
Berdasarkan data dari Badan Wakaf Indonesia, potensi wakaf uang di Indonesia mencapai
Rp 180 triliun per tahun. Namun, jumlah yang mampu dihimpun oleh Badan Wakaf
Indonesia baru sekitar Rp 860 miliar. Selain itu, saat ini tanah wakaf yang tercatat di
Indonesia sebanyak 56.134,75 hektar, di 428.820 lokasi. Itupun, sebagian besar tanah
wakaf tersebut belum produktif, karena ketiadaan dana untuk memproduktifkan dan
keterbatasan kemampuan nazhir untuk mengelolanya (Republika 2022). Selain itu jumlah
Lembaga wakaf (nazir) yang terdaftar di Badan Wakaf Indonesia (BWI) hingga Januari
2022 sebanyak 306 lembaga wakaf. Sementara itu yang telah melaporkan aset wakaf nya
baru sebanyak 112 lembaga wakaf dengan total aset wakaf dari 112 lembaga tersebut
senilai 1 Triliun Rupiah.. Banyaknya Lembaga wakaf yang belum melaporkan aset
wakafnya tentu menjadi catatan bagi BWI. Kendala yang dihadapi oleh lembaga wakaf
tersebut diantaranya adalah kurangnya kompetensi pengurus, tata kelola dan belum ada
laporan keuangan yang teraudit oleh auditor eksternal. Lembaga wakaf yang kompeten
akan menghimpun dan mengelola dana wakaf nya secara professional sehingga
memberikan manfaat yang besar bagi penerima manfaat nya (mauquf alaih). Keberhasilan
lembaga wakaf (nazir) tersebut dalam pengelolaan wakaf akan membuat Lembaga
tersebut sustain sehingga dapat terus memberikan manfaat yang besar bagi mauquf alaih.

Salah satu wakaf yang dapat dikelola oleh nazir adalah wakaf produktif. Wakaf produktif
adalah wakaf yang digunakan untuk kegiatan produktif di sektor riil untuk menghasilkan
manfaat ekonomi, dengan tetap mempertahankan pokok aset wakaf agar berkelanjutan
sehingga motifnya adalah komersial dan berorientasi mendapatkan keuntungan dalam
koridor sesuai syariah dan berpedoman pada maqashid syariah (Ascarya, et al.2020).
Keuntungan nya dapat diperluas untuk membiayai program sosial yang dibutuhkan oleh
masyarakat umum, diinvestasikan kembali untuk wakaf produktif, dan/atau
didistribusikan untuk kepentingan Nazir. Wakaf produktif dapat masuk dalam setiap
usaha sektor riil halal seperti konstruksi, properti, transportasi, pertanian, perkebunan,
pengolahan, manufaktur, perdagangan, hotel dan restoran, pendidikan dan kesehatan.
Wakaf produktif juga masuk dalam bisnis sektor keuangan halal seperti lembaga
keuangan syariah, lembaga keuangan mikro syariah dan pasar modal syariah. Setiap
usaha yang dikembangkan melalui wakaf produktif berpotensi untuk bersaing dengan
bisnis biasa, karena biaya modal wakaf produktif pada dasarnya adalah tidak ada (nol),
sehingga harga barang/jasa yang dihasilkan produktif wakaf selalu lebih rendah dari
kompetitor.

Berbagai penelitian telah dilakukan terkait pengelolaan wakaf produktif. Abdullah, et al.
(2017) membahas tata kelola pengelolaan wakaf sebagai sumber dana untuk lembaga
keuangan mikro (LKM) Syariah. Hasil penelitian nya menyimpulkan bahwa keuangan
mikro syariah berbasis wakaf tunai perlu berkelanjutan. Tata kelola kelembagaan wakaf
yang baik sangat penting untuk memastikan keberlanjutan tersebut. Selanjutnya, untuk
menjamin keberlangsungan wakaf, disarankan agar hanya pendapatan dari wakaf properti
yang harus digunakan untuk dana keuangan mikro. Sementara itu, Ascarya. et al. (2022)
melakukan penelitian untuk mencari model desain sederhana pengelolaan wakaf
produktif di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentu wakaf produktif
sederhana di Indonesia adalah lembaga wakaf, aset wakaf produktif yang akan
dikembangkan, cara membiayai wakaf produktif, cara mengelola wakaf produktif dan
kepatuhan wakaf produktif. Model wakaf produktif sederhana terbaik yang diusulkan
untuk pengelolaan wakaf produktif adalah wakaf tunai dan model swakelola (cash-waqf
and self-managed model).
Sisa tulisan ini akan disusun sebagai berikut. Bagian kedua membahas teori dalam wakaf
dan wakaf produktif, serta sustainability. Bagian ketiga menjelaskan metode yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu content analysis. Bagian keempat menyajikan hasil
dan diskusi, sedangkan bagian kelima menyediakan kesimpulan dari studi dan
rekomendasi untuk pemangku kepentingan.

2. Literature Review
Wakaf secara bahasa adalah menahan atau mencegah. Sedangkan menurut istilah syara’
adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil manfaatnya dengan tetap utuh
ketika dimanfaatkan, guna dialokasikan pada penggunaan yang mubah dan telah wujud
(nyata). (Mubasyar Bih,M et al, 2018). Secara histori , institusi wakaf memiliki sejarah
yang panjang dan telah dipraktikkan sejak awal perkembangan Islam, baik dalam bentuk
wakaf benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan, maupun dalam bentuk wakaf
benda bergerak, seperti hewan dan buku (Rozalinda, 2015). Wakaf merupakan pranata
keagamaan dalam Islam yang memiliki hubungan langsung secara fungsional dengan
upaya pemecahan masalah masalah sosial dan kemanusiaan, seperti pengentasan
kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi umat. Wakaf, disamping instrumen-instrumen
keuangan Islam lainnya, seperti zakat bila dikelola secara produktif dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Itu berarti wakaf dapat menjadi sumber
pendanaan dari umat untuk umat, baik untuk kepentingan keagamaan, sosial, maupun
ekonomi. Untuk itu, pemahaman terhadap fungsi wakaf perlu disosialisasikan dan
menjadi gerakan kolektif seluruh umat dalam rangka memperbaiki ekonomi umat.
(Rozalinda, 2015).

Diantara azas wakaf sebagaimana dinyatakan oleh Abdul Mannan (2003, p. 375-377)
adalah azas pertanggungjawaban. Wakaf yang merupakan praktik peribadatan berdimensi
ilahiyah dan insaniyah perlu dipertanggungjawabkan pelaksanaannya baik di dunia mau
pun di akhirat kelak. Selain azas tersebut Abdul Mannan juga menyebutkan adanya azas
profesionalitas manajement dimana pelaksanaan wakaf yang dilakukan dengan
manajemen yang baik dan benar tentu akan menghasilkan kemanfaatan yang besar bagi
kemaslahatan masyarakat. Dua azas tersebut berlaku terutama bagi nadzir. Nadzir selaku
pelaksana dan pengelola wakaf dituntut untuk bersikap tanggung jawab serta memiliki
keahlian manajemen yang professional dalam rangka menjaga tujuan-tujuan juga
optimalisasi pendayagunaan aset wakaf.

Seorang nazhir professional dalam mengelola harta wakaf harus mengacu pada prinsip-
prinsip manajemen modern. Kata professional berasal dari kata profesi berarti pekerjaan
di mana seorang hidup dari pekerjaan tersebut, dilakukan dengan mengandalkan
keahllian, keterampilan yang tinggi serta melibatkan komitmen yang kuat (Ilyas, 2017, p.
76-77). Nazhir professional adalah orang yang melakukan pekerjaan purna waktu hidup
dari pekerjan itu dengan mengandalkan kahlian dan keterampilan yang tinggi serta punya
komitmen yang tinggi atas pekerjaannya. Seorang nazhir yang wakaf dianggap
professional jika nazhir melakukan pekerjaan karena ia ahli di bidang itu, mengerahkan
waktu, pikiran, dan tenaganya untuk pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, seorang yang
professional mempunyai komitmen yang kuat atas pekerjaannya. Komitmen pribadi inilah
yang melahirkan tanggung jawab yang besar dan tinggi atas pekerjaannya.

Waqf Core Principles (WCP) adalah inisiatif bersama antara BWI, BI dan International
Research of Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IsDB). WCP
diformulasikan untuk dua tujuan, yaitu: pertama, untuk memberikan deskripsi ringkas
tentang posisi dan peran manajemen dan sistem pengawasan wakaf dalam program
pengembangan ekonomi. Kedua, untuk memberikan satu metodologi yang memuat
prinsip-prinsip inti dari manajemen dan sistem pengawasan wakaf.

Previous Study
Kajian wakaf produktif (Winarsih et al. 2019) dan Adewale dan Zubaedy
(2019), mewakili pendekatan integrasi, juga menunjukkan bahwa itu telah secara positif
membantu lembaga pendidikan tradisional utama di Indonesia dan Nigeria
masing-masing, untuk mencapai kesejahteraan mereka. Sementara Hassan dkk. (2020)
mengeksplorasi fitur integrasi melalui pemanfaatan produktif properti wakaf. Studi
mengidentifikasi konsep keberlanjutan dalam pengembangan wakaf properti, dalam tanah
wakaf mana yang dapat menghasilkan dana yang dapat meningkatkan secara
berkelanjutan nilai harta wakaf untuk tujuan pembangunan sosial ekonomi. Studi lain
oleh Amuda et al. (2019) membahas kombinasi penggunaan wakaf tanah tunai dan wakaf
untuk agribisnis di Nigeria. Dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif,
usulan strategis penelitian ini adalah wakaf properti yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pendapatan dan peningkatan kesempatan kerja dalam proyek agribisnis
potensial seperti kakao, kelapa sawit dan kapas. Dalam studi lain dilihat dari sudut
pandang implementasi teknis, Rofqoh et al. (2021) meneliti korelasi antara kepemilikan
unit usaha dengan jumlah dana wakaf yang dikumpulkan oleh lembaga mikrofinance-
wakaf di Indonesia. Pada kajian tersebut tidak dapat menemukan korelasi antara lembaga
mikrofinance-wakaf' kepemilikan unit usaha dengan besaran dana wakaf yang
dihimpunnya. Temuan ini menyiratkan bahwa penerima manfaat yang diharapkan dari
program pengembangan produktivitas wakaf sangat penting dalam menentukan
keberhasilan implementasi integrasi
fungsi keuangan komersial dan keuangan sosial.

3. Methodology
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi untuk mengkaji berbagai literatur yang
membahas pengelolaan wakaf produktif yang dilakukan oleh lembaga wakaf.

4. Results and Analysis


Result
Penerapan wakaf produktif
Wakaf produktif telah dilakukan oleh Nazir dengan berbagai program. Salah satu yang
dilakukan dalam pengelolaan wakaf produktif adalah dengan menginvestasikan dana
wakaf yang telah terhimpun melalui sukuk dan LKSPWU (Lembaga Keuangan Syariah
Pengelola Wakaf Uang). Instrumen keuangan Syariah ini dipilih sebagai tempat investasi
karena memiliki resiko yang kecil dan return yang dihasilkan (pengelolaan wakaf) juga
kecil. Beberapa Nazir yang telah melakukan hal ini diantaranya adalah Dompet Dhuafa.
Hasil dari wakaf yang telah diinvestasikan tersebut telah dimanfaatkan untuk membangun
Rumah Sakit Mata di Banten. Rumah Sakit mata tersebut dibangun melalui dana wakaf
dan untuk biaya operasionalnya menggunakan dana zakat dan infak.
Selain itu, beberapa Nazir juga mengelola dana wakaf produktifnya dengan memberikan
pembiayaan kepada anggota BMT yang menjadi mitranya atau dibentuk oleh Nazir
tersebut. Pembiayaan yang diberikan kepada anggota tersebut memberikan manfaat bagi
anggota untuk memenuhi kebutuhannya dalam menjalankan usaha nya.

BWI terus mendorong sertifikasi nazir agar mereka lebih professional dalam
menghimpun, menjaga, mengelola, menyalurkan, dan membuat laporan wakafnya dengan
mengacu kepada prinsip tata kelola yang baik. Indonesia saat ini memiliki 400 ribu nazir
yang didominasi oleh nazir individu. Namun, jumlah yang terdaftar di BWI baru 333
nazir yang umumnya adalah nazir Yayasan atau Lembaga. (BWI. 2022)
Nazir merupakan SDM yang akan bertanggungjawab dalam mengelola dan
mengembangkan asset-aset wakaf. Profesi tersebut memiliki karakteristik yang unik dan
berbeda dari profesi lainnya. Ada seperangkat pemahaman dan kemampuan yang harus
dikuasai untuk menjadi seorang nazir. Di dalamnya ada Batasan Syariah, aspek terkait
fikih yang harus dikuasai dalam pengelolaan, manajemen, pendayagunaan, optimalisasi
asset wakaf, dan nilai kenaziran itu sendiri.Dengan begitu, nazir merupakan profesi
khusus yang harus dibangun serangkaian kompetensinya sehingga proses sertifikasi
dibutuhkan.

5. Conclusion and Recommendation


Conclusion
Pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh Nazir wakaf di Indonesia sangat bervariasi.
Kelompok pertama adalah Nazir yang telah memiliki legalitas dan sertifikasi dari BWI serta
telah menjalankan aktivitas penghimpunan, pengelolaan, dan pendayagunaan dana wakaf
produktifnya secara professional dan memenuhi kaidah waqf core principle. Nazir kelompok
ini adalah yang telah memberikan laporan tahunan kepada BWI dan telah diaudit oleh auditor
eksternal. Kelompok kedua adalah Nazir yang telah memiliki legalitas dan sertifikasi dari
BWI serta telah menjalankan aktivitas penghimpunan, pengelolaan, dan pendayagunaan dana
wakafnya dengan baik, namun pengelolaan wakaf produktifnya masih belum berjalan secara
profesional. Hasil pengelolaan wakaf produktifnya juga masih terbatas jumlahnya dan
penerima manfaat (mauquf alaih) nya. Kelompok ketiga adalah Nazir yang belum memiliki
legalitas dan sertifikasi dari BWI dan pengelolaan wakaf produktifnya belum berjalan secara
profesional. Kelompok ini juga belum di audit oleh aditor eksternal. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah bahwa sustainability wakaf produktif di Indonesia masih perlu di
perbaiki dan ditingkatkan, khususnya Nazir yang masih belum melakukan pengelolaan wakaf
produktifnya secara professional. Sustainability wakaf produktif yang dilakukan oleh Nazir
mencakup legalitas dan sertifikasi nazir, akuntabilitas, kompetensi, tata kelola, dan dampak
program pemberdayaan serta jumlah penerima manfaat wakaf (mauquf alaih)

Recommendation
1. Lembaga wakaf juga perlu lebih transparan dan akuntabel untuk menjaga dan
meningkatkan kepercayaan terhadap organisasi mereka.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara kuantitatif dengan objek seluruh Nazir
wakaf yang telah terdaftar di Badan Wakaf Indonesia untuk melihat kepatuhan Nazir
terhadap waqf core principle.
3. Lembaga wakaf dan pemerintah perlu meningkatkan penyebaran pengetahuan
mengenai wakaf melalui kampanye yang tepat dan program khususnya melalui media
sosial, yang sering dan semakin banyak digunakan oleh generasi milenial.

References
1. Ascarya, A., Sukmana, R. and Hosen, M.N. (2021), “Integrated social and productive
awqaf in Indonesia”, in Billah, M.M. (Ed.), Awqaf-Led Islamic Social Finance:
Innovative Solutions to Modern Applications, 1st ed., Routledge, Abingdon-on-
Thames, pp. 245-259.
2. Ascarya, Ascarya & Suharto, Ugi & Husman, Jardine. (2022). Proposed model of
integrated Islamic commercial and social finance for Islamic bank in Indonesia.
Eurasian Economic Review. 12. 1-24.
3. Ascarya, A., Hosen, M.N. and Rahmawati, S. (2022), "Designing simple productive
waqf models for Indonesia", International Journal of Ethics and Systems, Vol. 38 No.
3, pp. 380-401. 
4. Ascarya, Ascarya & Sukmana, Raditya & Hosen, Muhamad. (2020). Integrated social
and productive awqaf in Indonesia. Islamic Business and Finance Series (chapter 17,
pp.245-259) Routledge, New York.
5. Adewale, A. S., & Zubaedy, A. A. (2019). Islamic fnance instruments as alternative
fnancing to sustainable higher education in Nigeria. Global Journal Al-Thaqafah,
9(1), 35–48.
6. Amuda, Y. J., Che Embi, N. A. B., & Olatunda, H. B. (2019). Tapping waqf
(endowment) property fnancing into agribusiness in Nigeria. International Journal of
Innovation, Creativity and Change, 7(3), 159–172.
7. Hassan, S. H. M., Bahari, Z., Aziz, A. H. A., & Doktoralina, C. M. (2020).
Sustainable development of endowment (Waqf) properties. International Journal of
Innovation, Creativity and Change, 13(4), 1135–1150.
8. Ilyas, Musyfikah, “Profesional Nazhir Wakaf dalam Pemberdayaan Ekonomi” Jurnal
Al-Qadau Peradilan dan Hukum Islam, Vol. 4, No. 1, Juni 2017
9. Mannan, Abdul dkk, Peradilan Agama Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Bogor, 2013
10. Mubasyar Bih, M., Miftahul Huda, Abu Syansuddin. 2018. Fikih Wakaf Lengkap :
Mengupas Problematika Wakaf, Masjid dan Kenaziran. Lirboyo Press.
11. Potensi Wakaf Indonesia Rp 180 Triliun, Realisasi Hanya Rp 860 Miliar | Republika
Online
Jum’at, 13 Januari 2023, Pukul 14.42
12. Rofqoh, S. N. I., Sukmana, R., Ratnasari, R. T., Ulyah, S. M., & Ala’uddin, M.
(2021). Chi-square association test for microfnance-waqf: does business units
ownership correlate with cash waqf collected? AIP Conference Proceedings, 2329,
060004.
13. Rozalinda 2015.Manajemen Wakaf Produkif. Jakarta; PT RajaGrafindo Persada.
14. Winarsih, R., Masrifah, A. R., & Umam, K. (2019). The integration of Islamic
commercial and social economy through productive waqf to promote Pesantren
welfare. Journal of Islamic Monetary Economics and Finance, 5(2), 321–340.

Anda mungkin juga menyukai