HUKUM ISLAM
albihamid03@gmail.com
PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang universal tidak terbatas hanya pada mengatur
kaidah ibadah yang kaitannya hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Tetapi Islam juga mengatur perihal interaksi muamalah antara manusia dengan
sesamanya. Khususnya dalam urusan harta benda, Islam juga memiliki peran
dalam maqashid asyar’iyah yaitu hifdz al-maal (menjaga harta benda). Hal
tersebut mengatur hampir selutuh aspek yang kaitannya dengan transaksi
keuangan. Mulai dari jual-beli, gadai, hutang-piutang sampai sewa.
1
Ahmad Munir, “Manajemen Pembiayaan Pendidikan Dalam Perspektif Islam,” at’ta’dib 8, no. 2
(2013).
2
Nanang Fatah, Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan (Bandung: Rosdakarya, 2000).
3
Ade Sopiali, “TEORI DAN KONSEP DASAR PEMBIAYAAN (COST) DALAM PENDIDIKAN
ISLAM (Rencana, Organisasi,Pelaksanaan,Dan Pengawasan),” Intelegensia 6, no. 2 (2018).
2. Kemudian dalam pasal 6, sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan
dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat adalah bantuan dari
penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan; pungutan,
dan/atau sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya; bantuan dari
masyarakat di luar peserta didik atau orang tua/walinya; bantuan
Pemerintah; bantuan pemerintah daerah; bantuan pihak asing yang tidak
mengikat; bantuan lembaga lain yang tidak mengikat; hasil usaha
penyelenggara atau satuan pendidikan; dan/atau sumber lain yang sah.
Pembiayaan yang berasal dari pelanggan, dalam hal ini adalah orang tua
atau wali siswa, diterapkan oleh tiap-tiap lembaga pendidikan melalui adanya
kewajiban pembayaran administrasi, seperti pendaftaran, uang gedung, SPP dan
sebagainya. Nominal harga yang dipatok juga sangat beragam di masing-masing
lembaga pendidikan. Hal tersebut seperti halnya terjadi perbedaan harga di
antara para pedagang, tergantung pada klasifikasi dan keunggulan masing-
masing produknya. Bukan hanya nominalnya saja yang beragam, skema
pembayarannya pun sangat beragam di tiap-tiap lembaga.
PEMBAHASAN
Pelanggan yang dalam hal ini membutuhkan produk layanan jasa, yakni
jasa pendidikan untuk putra-putrinya, membayar sejumlah biaya yang
ditentukan oleh penyedia jasa. Pembayaran biaya tersebut diperuntukkan
untuk mendapatkan suatu kemanfaatan berupa pelayanan pendidikan, bukan
produk yang bersifat fisik. Maka pembayaran semacam ini dapat
dikategorikan sebagai akad ijarah.
4
Wahbah al-Zuhaili, “Al-Fiqh Al-Islami Wa’adillatuh” (Beirut: Dar al-Fikr, 1989).
5
Zainuddin, Fath Al-Mu’in (Surabaya: Dar al-’Ilm, n.d.).
masa yang tertentu dan terdapat upah sebagai gantinya. 6 Dasar pengambilan
hukum dari akad ini diantaranya adalah hadist nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan dari Abu Huroiroh R.A: 7
يجف عرقه
ّ أعطوا األجير أجره قبل أن
“berilah penyedia layanan jasa upahnya, sebelum keringat (akibat jerih
payahnya) menjadi kering”
, n.d.), دار الفكر: “ حاشية الدسوقي على الشرح الكبير( ”بيروت, محمد بن أحمد الدسوقي المالكي6
https://shamela.ws/book/21604/1634.
, n.d.), https://shamela.ws/book/21590. دار الحديث:سبل السالم( بيروت, محمد بن إسماعيل الحسني7
8
al-Zuhaili, “Al-Fiqh Al-Islami Wa’adillatuh.”
9
Ibid.
.سبل السالم, محمد بن إسماعيل الحسني10
jumhur ‘ulama’ terkait hukum transaksi pembayaran dan pembiayaan dalam
dunia pendidikan adalah boleh, sebab terdapat suatu kemanfaatan yang jelas
dan bukan sesuatu yang dilarang oleh syari’at (diharamkan).
Maka dapat disimulasikan ketika orang tua atau wali murid datang ke
suatu lembaga pendidikan, maka orang tua murid disebut sebagai musta’jir
dan lembaga pendidikan yang dituju adalah ajir. Kemudian kedua belah pihak
saling bertransaksi dengan akad meminta pelayanan jasa atau suatu
kemanfaatan berupa pendidikan untuk anaknya di lembaga tersebut, dengan
ketentuan jenjang sekolah bahkan fasilitas-fasilitas yang jelas. Kemudian
musta’jir membayarkan sejumlah biaya sebagai ujroh kepada ajir. Dalam hal
11
Munir, “Manajemen Pembiayaan Pendidikan Dalam Perspektif Islam.”
12
al-Zuhaili, “Al-Fiqh Al-Islami Wa’adillatuh.”
ini ajir bekerja secara kolektif, dengan pembagian-pembagian tugas atau
jobdesk yang jelas.
13
at-Trmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Bairut: Dar al-Ihya’, 1994).
Pelanggan yang dalam hal ini membutuhkan produk layanan jasa, yakni
jasa pendidikan untuk putra-putrinya, membayar sejumlah biaya yang
ditentukan oleh penyedia jasa. Pembayaran biaya tersebut diperuntukkan
untuk mendapatkan suatu kemanfaatan berupa pelayanan pendidikan, bukan
produk yang bersifat fisik.
14
al-Zuhaili, “Al-Fiqh Al-Islami Wa’adillatuh.”
KESIMPULAN
Dapat disimulasikan ketika orang tua atau wali murid datang ke suatu
lembaga pendidikan, maka orang tua murid disebut sebagai musta’jir dan
lembaga pendidikan yang dituju adalah ajir. Kemudian kedua belah pihak saling
bertransaksi dengan akad meminta pelayanan jasa atau suatu kemanfaatan
berupa pendidikan untuk anaknya di lembaga tersebut, dengan ketentuan jenjang
sekolah bahkan fasilitas-fasilitas yang jelas. Kemudian musta’jir membayarkan
sejumlah biaya sebagai ujroh kepada ajir. Dalam hal ini ajir bekerja secara kolektif,
dengan pembagian-pembagian tugas atau jobdesk yang jelas.