Anda di halaman 1dari 30

PEMBIAYAAN MURABAHAH BERDASARKAN KONSEP TIME VALUE OF

MONEY DALAM SUDUT PANDANG NILAI SYARIAH

NURHIDAYAH

NIM: 90400114140

KELAS: AKUNTANSI C

Hidayahnur798@gmail.com

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Syariah islam merupakan pandangan hidup yang seimbang dan terpadu,


diciptakan untuk mengantarkan manusia menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat
(falah) melalui penegakan berbagai seruan yang telah ada dalam al-Qur’an dan as-
Sunnah. Aturan yang terdapat dalam al-Qura’an dan as-Sunnah tersebut mengatur
manusia dalam berbagai aspek. Dalam aspek ekonomi atau biasanya disebut ekonomi
islam, islam mengatur manusia dalam menjalankan aktivitasnya supaya sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Prinsip-prinsip syariah antara lain prinsip perbankkan non riba,
prinsip perniagaan halal dan tidak haram, prinsip keridhaan para pihak yang berkontrak,
prinsip pengurusan dana yang amanah, jujur dan bertanggungjawab (Faisal,2011). Bagi
umat islam kegiatan bisnis (termasuk bisnis perbannkan) tidak akan pernah terlepas dari
ikatan etika syariah. Oleh karena itu, bukan hal yang berlebihan bila, bank islam
beroperasi berdasarkan pada nilai-nilai syariah. Jika demikian, maka usaha yang harus
dilakukan oleh para praktisi perbankan syariah adalah bagaimana mereka dapat
menciptakan sebuah bentuk akuntansi yang dapat mengarahkan perilaku manusi ke arah
perilaku yang etis dan ke arah terbentuknya peradaban perbankan yang ideal (Bustami,
2016).Perbankan dengan konsep syariah berkembang sangat pesat khususnya di Negara
Indonesia. Perbankan syariah tidak menggunakan sistem bunga seperti bank
konvesional yang dianggap sebagai riba yang diharamkan dalam islam. Pembiayaan di
perbankan syariah terdiri atas beberapa produk seperti murabahah, mudharabah,
musyarakah, ijarah, salam, ishtishna, dan qard. Namun produk murabahah merupakan
pembiayaan yang sangat diminati oleh masyarakat. Dapat diliaht dari data Ototritas Jasa
Keuangan (OJK) dalam Afrida (2016:155) tentang perkembangan pembiayaan
murabahah cenderung mengalami peningkatan. Pada bulan April 2016 pembiayaan
murabahah berkisar sebesar Rp. 117.375 miliar atau sebesar 58,13% dari total
pembiayaan perbankan syariah di Indonesia sebesar 203 miliar. Ini berarti produk
murabahah mendominasi produk lainnya. Hal tersebut menunjukan murabahah
memberikan kontribusi yang besar terhadap profitabilitas bank.

Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah itu sendiri adalah untuk


meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai
islam. Pembiayaan ini harus di nikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang
bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan
kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang dan jasa dalam rangka memenuhi
kebutuhan. (Rimadhani dan Erza,2011)

Secara bahasa murabahah berasal dari kata “ar-ribhu” (an-namaa’) yang berarti
tumbuh dan berkembang. Atau murabahah juga berarti “al-irabaah” karena salah satu
dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya
(farid,2013). Dalam fikih islam, murabahah berarti suatu meliputi harga barang dan
biaya-biaya lain yang di keluarkan untuk memperoleh barang tersebut dan tingkat
keuntungan (marging) yang diinginkan. Seiring berkembangnya zaman murabahah
mengalami perkembangan yakni terdapat transaksi antara penjual atau bankyang disebut
dengan ba’i dan pembeli atau nasabah yang disebut dengan musytari. Yunita (2015)
menjelaskan bahwa ba’i al-murabahah merupakan salah satu transaksi yang dimodifikasi
pada masa ekonomi riil yang terdiri dari penjual dan pemebeli.

Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk presentase tertentu dari biaya
perolehan. Pembayaran dilakukan secara spot (tunai) atau bisa dilakukan kemudian hari
yang disepakati bersama. (Ascarya, 2007:81-82). Dalam hal ini pembiayaan murabahah
dapat dilakukan secara tunai dan kredit (non-tunai). Menurut Cahyono, et al (2015)
kredit merupakan pelimpahan atau penyerahan atau yang dapat dipersamakan dengan itu
dari satu orang atau lembaga ke orang atau lembaga lain dimana kredit memiliki unsur
kepercayaan, perjanjian, dan prestasi atau imbalan. Dimana istilah kredit atau
pembiayaan lebih banyak digunakan oleh masyarakat pada transaksi perbankan dan
pembelian yang tidak dibayar secara tunai yang secara esensial, antara utang dan kredit
atau pembiayaan tidak jauh berbeda dalam pemaknaanya di masyarakat. (Ilyas,2015).
Muhammad (2011) dalam Adnan dan Hanum (2014) berpendapat bahwa pada tatana
konseptual murabahah cenderung menggunakan konsep time value of money
sebagaimana di gunakan dalam keuangan dan perbankan konvesional. Seperti yang
diketahui bahwa dalam konsep ini uang yang dimiliki sekarang lebih berharga
dibandingkan nilai uang masa mendatang.

Konsep time value of money merupakan kembangan dari teori-teori bunga yang ada
(theory of interest), dari berbagai pandangan para ekonom kapitalis sepanjang masa
(Satryo; dalam hariyanto, 2011). Menurut mujibatun (2016) konsep time value of
money yang secara tidak proporsional mempertimbangkan probabilitas terjadinya
deflasi selain adanya inflasi atau kemungkinan adanya return negatif dan juga return
positif. Pada kenyataanya, ketidakpastian (uncertainty) selalu terjadi dan menjadi
sangat tidak adil jika hanya menuntut adanya kepastian sebagaimana yang berlaku
dalam ekonomi konvesional melalui konsep time value of money-nya. Oleh karena itu
pemodal alam ekonomi syariah tidak berhak meminta rate of return yang nilainya
tetap. Prinsip ini berargumen bahwa tidak seorang pun berhak mendapatkan tambahan
dari pokok yang ditanamkan tanpa keikutsertaan dalam menanggung risiko,
sebagaimana hadis lahu ghunmuhu wa’alahi ghurmu (dia boleh memperoleh manfaat
tetapi dia juga harus menanggung risiko) (HR. Ibnu Majah).

Khir (2013) yang mengamati berbagai masalah keuangan yang ahli hukum
dibahas luas dalam literature klasik. Ia memberikan contoh yaitu mark-up penjualan
(Bay’ Al-murabahah) dimana jika time value of money di terima dalam islam, hal ini
harus berbeda dengan konsep keuangan konvesional khususnya dalam hal dasar dan
implikasi keuangan. Pengelolaan pembiayaan jual beli yang merupakan salah satu
kompenen penyusun asset terbesar pada perbankan syariah akan menghasilakn
pendapatan berupa margin/mark up. Dengan diperolehnya laba tersebut maka akan
mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh bank syariah (Afif, 2014). Menurut
Achsien (2009) dalam Purnamasari (2014) bahwa time value of money sangat terkait erat
dengan konsep ‘diskonto’ yang ada dalam teori modal dan investasi. Secara praktis,
digunakan sebagai alat evaluasi proyek maupun keputusan investasi. Misalnya, Net
Present Value (NPV), Cost Benefit Analisys, Internal Requred Rate Of Return, Deviden
Modal dalam asset Valution. Teori modal atau bisa di sebut istilah capital merupakan
konsep yang pengertiannya berbeda-beda tergantung dari konteks penggunaannya dan
aliran pemikiran (scool of thought) yang dianut. Secara historis konsep modal juga
mengalami perubahan/perkembangan. Teori investasi bisa dikatakan sebagai
menempatkan uang menjadi sesuatu dengan harapan laba. Margin atau keuntungan
didapatakan dari harga barang yang atas nama nasabahnya dan menambahkan suatu
mark up sebelum menjual barang itu kepada atas dasar cost-plus profit (Setiady,2014).
Dalam buku standar produk murabahah terdapat isu mengenai adanya mark up
keuntungan didasarkan pada pembiayaan secara non tunai yang di anggap sebagai
konsep time value of money. Dengan melihat banyaknya pandangan mengenai konsep
tersebut, maka melalui penelitian ini penulis akan menjelaskan tentang bagaimana
pandangan nilai syariah terhadap time value of money.
B. Rumusan Masalah

Lazimnya, keuntungan di dunia antara lain didasari oleh konsep Time Value Of
Money. Dalam konsep ini uang yang dimiliki sekarang lebih berharga dibandingkan nilai
uang masa yang akan datang. Dalam transaksi jual beli murabahah adanya,
penangguahan pembayaran menimbulkan kesan bahwa pembiayaan murabahah secara
tunai maupun non-tunai tidak berbeda dengan pemberian kredit berbungan oleh bank
konvesional (Adnan dan Hanum, 2014). Namun, menurut Khir (2013) jika Time Value
Of Money diterima dalam islam, hal ini harus berbeda dengan konsep keuangan
konvesional khususnya dalam hal dasar dan implikasi keuangan. Adapun pertanyaan
yang timbul dalam kajian yang normative ini sebagai berikut:

1. Bagaiamana konsep Time Value Of Money pada pembiayaan Muurabahah?


2. Bagaimana pembiayaan murabahah berdasarkan konsep Time Value Of Money?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep Time Value Of Money pada pembiayaan


Murabahah.
2. Untuk mengetahui pembiayaan murabahah berdasarkan konsep Time Value Of
Money.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbanga pemikiran, informasi
pengetahuan dalam khasanah ilmu pemerintahan khususnya berkaitan dengan
pembiayaan murabahah berdasarkan konsep time value of money. Seperti yang
jelasakan dalam teori Syariah Enterprise Theory. Diharapkan dapat menjadi tambahan
ilmu dan pengalaman untuk mengaplikasikan berbagai teori yang telah dipelajari,
kemudian dapat berguna dalam pengembangan diri. Manfaat bagi mahasiswa yaitu
dapat dijadikan referensi Dalam mengerjakan tugas khususnya yang berkaitan
pembiayaan murabahah. Yaitu dapat menjadi referensi dan acuan bagi bagi peneliti
selanjutnya agar dikembangkan lebih lanjut khususnya dari jenis penelitian yang sesuai.
2. Manfaat Praktis
Bagi instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
pemikiran mengenai bentuk-bentuk pertanggungjawaban pembangunan fisik, khusunya
aparatur bank. Penelitian ini juga di harapkan bermanfaat dalam memberikan masukan
terhadap pemerintah untuk dapat mengevaluasi yang terjadi agar terciptanya ekonomi
yang sejahtera dan syariah yang berkelanjutan di wilayahnya.
II. TINJAUAN TEORETIS
A. Shari’ah Enterprise Theori
Shari’ah Enterprise Theory(SET) merupakan teori yang dicetuskan oleh
Triyuwono untuk pengembangan akuntansi syariah dimana merujuk pada
akuntabilitas yang lebih luas dengan mengaitkan akuntanbilitas tertinggi adalah
Tuhan, manusia dan alam.Shariah Enterprise Theory akan menciptakan pemikir baru
yangberorientasi pada kepentingan bersama, menjaga keharmonisan dalam satu
kaitanlingkungan kerja, tentunya nilai dan norma sangat berlaku dalam masyarakatuntuk
menyampaikan informasi kepada kelompok khusus mengenai lingkungansecara
keseluruhan. Ini berarti, dalam ruang lingkup kerja sangat membutuhkandasar
pengembangan kinerja secara etis mengingat, memalui standar etis akan melahirkan
value added yang merupakan amanah dari ALLAH SWT yangdidalamnya melekat
sebuah tanggung jawab untuk menggunakan dengan cara dantujuan yang ditetapkan oleh
Sang Maha Pemberi Amanah (Kusnasari dan Venusita,2013).
Shari’ah Enterprise Theory (SET) Tuhan sebagai Pusat Dari beberapa diskusi
telah diketahui bahwa SET lebih sarat dengan nilai-nilai kapitalisme, sehingga akuntansi
syari’ah lebih cenderung pada enterprise theory. Namun demikian, enterpise theory
perlu dikembangkan lagi agar memiliki bentuk yang lebih dekat lagi dengan syari’ah.
Pengembangan dilakukan sedemikian rupa, hingga akhirnya diperoleh bentuk teori
dikenal dengan istilah Shari’ah Enterprise Theory (SET)(Rakhmat, 2011).SET memiliki
kepedulian yang besar pada stakeholders yang luas. Menurut SET, stakeholders meliputi
Tuhan, manusia, dan alam. Tuhan merupakan pihak paling tinggi dan menjadi satu-
satunya tujuan hidup manusia.Dengan menempatkan Tuhan sebagai stakeholder
tertinggi, maka tali penghubung agar akuntansi syari’ah tetap bertujuan pada
“membangkitkan kesadaran keTuhanan” para penggunanya tetap terjamin.Konsekuensi
menetapkan Tuhan sebagai stakeholder tertinggi adalah digunakannya sunnatullah
sebagai basis bagi konstruksi akuntansi syari’ah.Intinya adalah bahwa dengan
sunnatullah ini, akuntansi syari’ah hanya dibangun berdasarkan pada tata-aturan atau
hukum-hukum Tuhan.
Stakeholder kedua dari SET adalah manusia.Di sini dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu direct-stakeholders dan indirect–stakeholders.Direct-stakeholders
adalah pihak-pihak yang secara langsung memberikan kontribusi pada perusahaan, baik
dalam bentuk kontribusi keuangan (financial contribution) maupun non-keuangan (non-
financial contribution).Karena mereka telah memberikan kontribusi kepada perusahaan,
maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan.
Sementara, yang dimaksud dengan indirect-stakeholders adalah pihak-pihak yang sama
sekali tidak memberikan kontribusi kepada perusahaan (baik secara keuangan maupun
non-keuangan), tetapi secara syari’ah mereka adalah pihak yang memiliki hak untuk
mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan.Golongan stakeholder terakhir dari SET
adalah alam.Alam adalah pihak yang memberikan kontribusi bagi mati-hidupnya
perusahaan sebagaimana pihak Tuhan dan manusia.
Secara implisit SET tidak mendudukkan manusia sebagai pusat dari segala
sesuatu sebagaimana dipahami oleh antroposentrisme. Tapi sebaliknya, SET
menempatkan Tuhan sebagai pusat dari segala sesuatu. Tuhan menjadi pusat tempat
kembalinya manusia dan alam semesta. Oleh karena itu, manusia di sini hanya sebagai
wakilNya (khalituLlah fil ardh) yang memiliki konsekuensi patuh terhadap semua
hukum-hukum Tuhan. Kepatuhan manusia (dan alam) semata-mata dalam rangka
kembali kepada Tuhan dengan jiwa yang tenang. Proses kembali ke Tuhan memerlukan
proses penyatuan diri dengan sesama manusia dan alam sekaligus dengan hukum-hukum
yang melekat di dalamnya. Dengan demikian, dengan mengaitkan SET dalam
pembiayaan Murabahah non-tunai diharapkan dapat menjelasakan tentang
kebijakan/usaha untuk mengurangi transaksi non-syariah di masa mendatang dengan
dasar Tuhan sebagai pusat dari segala sesuatu. Hal ini karena banyaknya penelitian yang
mengungkapkan bahwa transaksi yang terdapat di perbankan syariah hampir sama
dengan transaksi di bank konvensional.
B. Suku Bunga
Menurut Kasmir (2001: 101) dalam Hamid (2008) Suku bunga adalah sebagai
balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada
nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai
harta yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang
harus dibayar oleh nasabah (nasabah yang memperoleh pinjaman).Ketika terjadi
peningkatan bunga kredit yang tinggi, nilai usaha nasabah sudah tidak sebanding
lagi dengan pembiayaan yang diberikan. Apabila nasabah sudah mulai keberatan
dengan adanya suku bunga yang tinggi maka akan menaikkan kemungkinan kredit
macet (Wibowo dan Syaichu, 2013). Kenaikan tingkat suku bunga akan menaikkan
nilai uang di masa yang mendatang, maka hal ini akan menjadikan nilai return
saham menjadi kurang berharga maka semakin lama harga saham akan semakin jatuh.
Tingkat suku bunga mempengaruhi penentuan pemberian kebijakan kredit secara
mikro dan kebijakan moneter secara makro, yang realitanya berkembang menjadi
salah satu unsur yang penting dalam pertimbangan layak tidaknya setiap keputusan
investasi sebagai pembanding dari investasi bebas risiko atau lebih dikenal dengan
pertimbangan opportunity risk.
Perubahan tingkat suku bunga yang diberikan oleh Bank Umum (Konvensional)
memberikan pengaruh pada tingkatImbal-jasa yang diberikan oleh Bank
Syariah.Pengaruh ini menyebabkan Bank Syariah pada prinsipnyajuga memiliki resiko
tingkat suku bunga.Mayoritasproduk Bank Syariah di Malaysia yang memiliki tingkat
pendapatan tetap (fixed rate) seperti Murabahahdan Bai Bithamin Ajil terkena pengaruh
sangat besaratas perubahan suku bunga (Ardiansyah, 2015). Seperti halnya yang
diungkapkan oleh Wicaksono (2015) bahwa pertumbuhan pembiayaan Murabahah di
bankIslam sesungguhnya tidak dipengaruhi oleh nilaimargin yang ditetapkan oleh bank
Islam sendiri,melainkan lebih dipengaruhi oleh tingkat suku bungabank Indonesia dan
tingkat suku bunga kredit bankkonvensional (khususnya kredit investasi).
Pengaruhnegatif atas tingkat suku bunga bank Indonesia dantingkat suku bunga kredit
terhadap pembiayaan Murabahahini juga menunjukkan bahwa perpindahannasabah
karena adanya perubahan suku bunga kreditbank konvensional tidak terjadi. Hal ini
lebih dimungkinkan karena perubahan tingkat suku bunga bankIndonesia, yang diikuti
oleh perubahan suku bungakredit bank konvensional, mampu menggerakkanmasyarakat
secara umum untuk menggunakan (atautidak menggunakan) fasilitas kredit/pembiayaan
dariperbankan.
Menurut Sari dan Syafitri (2014) bunga bank dapat diartikan sebagai :“Balas jasa
yang diberikan olehbank yang berdasarkan prinsipkonvensional kepada nasabah
yangmembeli atau menjual produknya. Bungabagi bank juga dapat diartika sebagai
hargayang harus dibayar kepada nasabah (yangmemiliki simpanan) dan harga yang
harusdibayar oleh nasabah kepada bank (nasabahyang memperoleh pinjman)”. Namun,
PadaBank Syariah penetapan bunga tidakdiberlakukan karena menurut konsepSistem
Ekonomi Islam penetapan bungadalam transaksi pembiaayaannya bersifatharam, hal ini
dipertegas dalam Al-Qur'anSurah Al-Baqarahayat 275 : ...padahalAllah telah
menghalalkan jual beli danmengharamkan riba.... Oleh karenanyakonsep keuntungan
perbankan syariah bagipenabung didapat dari sistem bagi hasil(pendanaan) dan margin
keuntungan(pembiayaan) bukan dengan bunga sepertipada bank konvensional, karena
menurutsebagian pendapat (termasuk MajelisUlama Indonesia), bunga bank termasuk
kedalam riba.
C. Konsep Time Value of Money
Konsep ini dikemukakan oleh Von Bhom-Bawerk, sekitar abad 19 M,
dalambukunya Positif Theory of Capital.Time Value of Money (TVM) merupakan
konsep yang telah hangat diperdebatkan oleh para sarjana Islam dan ekonom. Ekonom
konvensional berpendapat bahwa nilai sekarang dari apa pun lebih besar dari nilai masa
depan, berdasarkan preferensi manusia yang luas untuk saat ini kepemilikan aset lebih
dimilikinya di masa depan. Pada perusahaan, menurut Chen (2009) Time Value of
Money(TVM) adalah bagian terpenting dalam praktek keuangan dasar
perusahaan.Dengan demikian, keuangan konvensional menekankan bahwa sejumlah
uang yang dipinjamkan kepada seseorang harus dibayar dengan kenaikan kontrak yang
ditetapkan. Demikian pula, harga ditangguhkan dari komoditas harus lebih tinggi dari
harga spot untuk mengkompensasi perbedaan antara nilai sekarang dan masa depan
(Khir, 2013). Konsep Time Value of Moneypada dasarnya lahir dari adanya ekses
(pengadopsian) kajian biologi dalam bidang kajian ekonomi, di mana konsep ini muncul
karena adanya anggapan bahwa uang disamakan dengan barang yang hidup (sel hidup)
yang dapat menjadi lebih besar dan berkembang seiring berjalannya waktu (Rahmawati,
2014).
Konsep Time Value of Moneyatau juga disebut ekonom sebagai positive
timepreference menyebutkan bahwa nilai komoditi pada saat ini lebih tinggi nilainya
biladibandingkan di masa mendatang (Purnama, 2014).Istilah ini diciptakan oleh
ekonom Austria Eugene Von Bohm-Bawerk (1851-1914), dalam bukunya Positif Teori
Capital. Dia menyatakan, “As a rule present goods have a higher subjective value than
future goods of like kind and number. And since the resultant of subjective valuations
determines objective exchange value, present goods, as a rule, have a higher exchange
value and price than future goods of like kind and number (Bohm-Bawerk,
1888)”.Meskipun teori ini menjadi pengaruh, ada beberapa kritik yang berusaha
membantahnya dengan dua konsep yang bertentangan: zero time preference dan
negative time preference. Beberapa sarjana berpendapat bahwa PTP dibangun di atas
sifat manusia intrinsik, yang mendorong orang untuk selalu lebih memilih gratifikasi
hadir untuk kepuasan masa depan (al-Masri, 1990; dalam Khir, 2013).
Khan (1991) berpendapat bahwa preferensi waktu adalah sebuah konsep yang
kompatibel dengan ajaran Islam sebagai panjang nilai waktu tidak ada tetap dan
ditentukan sebelumnya ditugaskan untuk uang. Namun, ide Khan waktu preferensi telah
dikritik oleh Kahf, yang berpendapat bahwa preferensi waktu adalah investasi Fenomena
daripada preferensi belaka konsumsi sekarang uang lebih masa depan Konsumsi:
“Hukum dan keadilan mengharuskan nilai waktu dari uang berkaitan dengan hasil
investasi, berisiko dan tidak pasti meskipun dalam kehidupan nyata”.
Nilai waktu dari uang bukanlah konsep baru dalam hukum Islam; para ahli
hukum klasik semua sekolah hukum dibahas secara tidak langsung dalam banyak kasus,
terutama dalam transaksi keuangan seperti Murabahah, penetapan periode tangguhan
pada pinjaman, dan zakat. Konsep tersebut berdasarkan hadis larangan mempertukarkan
uang emas dan sejenisnya secara sejenis dengan pelebihan dan penundaan (utang) agar
tidak terjebak pada prilaku riba, sebagaimana dalam hadis berikut ini:
“Dari Sulaiman bin Ali bahwa Abu al-Mutawalli melewati orang-orang di pasar
kemudian beberapa orang datang kepadanya dan saya termasuk di antara mereka.
Sulaiman mengatakan, kami berkata: Kami mendatangimu untuk bertanya tentang sarf.
Ia menjawab: Saya mendengar Abu Sa‟id al-Khudri (bahwa) orang laki-laki itu berkata
kepadanya, apakah tidak ada orang antara engkau dan Rasulullah saw selain Abu Sa‟id
al- Khudri? Abu al-Mutawalli berkata: Tidak ada orang antara saya dengan Rasulullah
saw selain dia. Ia berkata: Sesungguhnya emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma dan garam
dengan garam secara sama sejenis, barang siapa menambah atau minta tambahan maka
ia telah melakukan riba, orang yang mengambil dan yang memberi adalah sama.” (HR.
al-Nasa‟i)
Berdasarkan hadis tersebut, para fukaha telah membahas secara detail mengenai
pelarangan tukar menukar dua benda komoditas sejenis (uang dan makanan) secara
pelebihan dan utang atau disebut riba fadhl.Riba fadhl menurut para fukaha adalah
kelebihan yang terdapat pada tukar menukar antara benda-benda sejenis, seperti emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan
garam dengan garam. Tujuan mempertukarkan benda sejenis sebagaimana tersebut tidak
akan dirasakan perlunya kecuali jika berbeda bentuk dan mutunya (Mujibatun, 2016).
D. Pembiayaan Murabahah
Secara bahasa Murabahah berasal dari kata “ar-ribhu” yang berarti ‫( النَّ َما ُء‬an-
namaa’) yang berarti tumbuh dan berkembang atau Murabahah juga berarti “al-irbaah”
karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang
lainnya.Secara hukum, Murabahah adalah hukum penjualan tertentu kepercayaan di
mana komoditas dijual dengan harga pembelian awal ditambah dengan keuntungan yang
telah disepakati. Sebagai alternatif, dapat digambarkan sebagai "transaksi penjualan
dengan biaya plus keuntunganDasar(farid, 2013). Menurut PSAK No. 102, Murabahah
adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan
yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan hargaperolehan barang tersebut
kepada pembeli (Rahma, 2016).
Secara khusus transaksi Murabahah tidak pernah secara langsung dibahas dalam
Al-Qur’an maupun hadits Rasulullahsaw. Namun dalam Al-Qur’an dan hadits terdapat
penjelasan tentang jual beli secara umum, laba-rugi, perdagangan sertajual beli secara
angsur yang lazim dilaksanakan oleh NabiMuhammad saw dan para sahabatnya.Jual-
beli Murabahahinihanya dibahas dalam kitab-kitab fiqih dan itupun sangat sedikitdan
sepintas saja.Para ilmuwan, ulama, dan praktisi perbankansyari’ah agaknya
menggunakan rujukan/dasar hukum jualbelisebagai rujukannya, karena mereka
menganggap bahwaMurabahahtermasuk jual-beli. Landasan hukum Murabahahantara
lain ayat 275 surat al-Baqarah yang artinya: “... padahalAllah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba.” (QS. AlBaqarah: 275)Selain itu Allah swt juga berfirman
yanga artinya: “Haiorang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
hartasesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaanyang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlahkamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah MahaPenyayang kepadamu”.(QS. An-Nisa’: 29)Sedangkan
dari dalil hadis, ada sebuah hadis dari riwayatIbnu Majah dari Syuaib, Rasulullah saw
bersabda: “Tiga perkarayang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan
pembayaran secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah),
danmencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidakuntuk dijual”
(HR. Ibnu Majah). Selain itu, DSN MUI juga telah menetapkan beberapafatwa tentang
Murabahah, diantaranya adalah Fatwa DSN MUINo.
04/DSN-MUI/IV/2000.tentangMurabahah. (Rahmawati dan Rokhman, 2015).
Berdasarkan pasal 1 ayat 12 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan,
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah: “penyediaan uang tau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imblan tau bagi hasil”. Menurut
(Muhammad, 2002) secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan,
seperti bank syariah kepada nasabah.

E. Analisis Kritis Time Value of Money Dalam Pandangan Syariah


Dalam konteks perekonomian konvensional, ada banyak hal yang dapat kita
bandingkan secara teknik evaluasi proyek, artinya perbandingan itu harus dilakukan dari
persepsi Islam tatkala secara teknik dan konsep tidak dapat kita temukan solusi yang
memadai dalam sistem perekonomian kapitalis. Salah satu dari hal tersebut adalah
konsep nilai waktu dari uang (Time Value of Money).Konsep Time Value of Money telah
diklaim oleh sebagian besar ahli ekonomi Islam sebagai sesuatu yang diharamkan karena
adanya unsur riba didalamnya. Walaupun pemahaman secara lumrah tentang konsep ini
terefleksikan dalam beberapa akad muamalah Islam yang justru dibolehkan secara
hukum syariah, sebagai contoh adalah prinsip jual beli salam, jual beli secara tangguh
bayar (bai bitsaman al ajil), ijarah, dan konsep ujrah atau upah dalam Islam, dimana
semua hal tersebut tidak dapat terlepas dari dimensi waktu yang secara inheren sangat
terkait dengan transaksi yang ada.Analisis kritis tentang konsep Time Value of Money
dalam perspektif Syariah menurut Purnamasari(2014) meliputi:
1. Positive time prefference merupakan pola yang irasional dengan melihat
latarhistoris, karena adanya kemungkinan terjadi positive maupun negative
timepreference bahkan zero time prefference dan juga karena
ketidakpastian(uncertainty) di masa depan. Sebagaimana Firman Allah yang
artinya: "Dan tiadaseorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang
akan diusahakannyabesok". (QS 31:34)
Itu sebabya dalam teori keuangan, selalu dikenal hubungan antara risk-return.
Ada
dua alasan dari ekonomi konvensional terhadap teori Time Value of Money,
yaitu: a)
Presence of inflation b) Preference present consumption to future
consumption.Alasan pertama tidak dapat diterima karena tidak lengkap
kondisinya.Dalam setiapperekonomian selalu ada keadaan inflasi dan keadaan
deflasi. Alasan mengenaiketidakpastian return dalam usaha. Bila unsur
ketidakpastian return ini dimasukkan,ekonomi konvensional menyebut
kompensasinya sebagai discoun rate. Jadi istilahdiscount rate lebih bersifat
umum dibandingkan istilah interst rate.Jadi dalamekonomi konvensional,
ketidakpastian return dikonversi menjadi suatu kepastian
melaluipremium for uncertainty.
2. Pandangan Islam uang bukanlah komoditi melainkan sebagai alat penukar dan
danalat pengukur nilai atau harga (Economic Added Value).Dan ini
bertentangandengan konsep Time Value of Moneyyang menerapkan adanya
bunga.
3. Implikasi konsep Time Value of Moneyadalah adanya bunga. Sedangkan bunga
eratkaitannya dengan riba, dan riba adalah haram serta Zulm.Dan agama
melarangnya.Sehinga dianggap tidak sesuai dengan keadilan dimana “al-al-
qhumu bi qhurni”(mendapatkan hasil tanpa mengeluarkan resiko), dan “al-khraj
bil adhaman”(memperoleh hasil tanpa mengeluarkan biaya).
4. Dalam pendapat Azzarqa yang menyamakan pembolehan discount rate
padainvestasi atau pada evaluasi proyek pada bayar tangguh adalah beda.
Dalamekonomi Islam, Islam memberikan pengeculian penggunaan discount rate
dalam hal
menentukan harga membayar tangguh (bai’ muajjal). Adapun asumsi
pembenaranini adalah berlandaskan pada argumentasi, antara lain jual beli dan
sewa menyewaadalah sektor riil yang menimbulkan nilai tambah ekonomis
(economic value ofadded).
5. Dalam pandangan Islam, nilai bagi semua orang itu sama kuantitas dan
nilaiwaktunya, namun akan berbeda dari sisi kualitasnya. Maka faktor yang
menentukanwaktu itu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan nilai suatu
waktu. Sehinggabagi siapa saja yang melakukan kegiatan bisnisnya secara
maksimal (efektif danefesien), tentu ia akan mengais Profit sesuai dengan yang
diharapkannya. Jadi uangbukan modal/capital (jika uang sebagai flow concept,
sedangkan modal sebagaistock concept).
Kritis tentang konsep TMV juga dijelaskan oleh Rahmawati (2014) yakini
pertama, Selama ini hanya ada satu kondisi saja (inflasi) yang di akomodasi oleh teori
Time Value of Money, sedangkan kondisi deflasi diabaikan. Kedua, ketidak-pastian
return dalam usaha, di dalam ekonomi konvensional, penerapan time value of money
tidak senaif yang dibayangkan misalnya dengan mengabaikan ketidak-pastian, pendapat
yang akan diterima. Bila unsur ketidak-pastian return ini dimasukkan, ekonomi
konvensional menyangkut kompensasinya sebagai discount rate.
F. Time Value of Money dalam Murabahah
Legitimasi Time Value of Money menandakan bahwa Time Value of Money
berkaitan erat dengan Riba, khususnya dikeuangan Islam kontemporer di mana
keuangan Islam beroperasi di lingkungan perbankan. Karenanya, untuk menghindari
substansi serta kecurigaan dari Riba, setiap moneter selisih yang dihasilkan dari
pertukaran waktu dari uang di secara non-tunai yang melibatkan nilai waktu harus
terkait dengan harga komoditas dikontrak. Parameter ini signifikan untuk menghindari
Riba al nasi'ah, yang terletak di sebuah selisih yang dihasilkan dari bertukar waktu untuk
uang mandiri tanpa menghubungkan ke komoditas yang ditransaksikan. Kenaikan terkait
dengan komoditas yang ditransaksikan, seperti transaksi di Murabahah , dianggap
sebagai keuntungan yang sah daripada Riba karena ini transaksi tidak berjumlah uang
memperanakkan uang, yang merupakan inti dari Riba dan Tujuan akhir dari larangan
tersebut.
Peningkatan dalam kontrak pinjaman karena pembayaran ditangguhkan hanyalah
tanggung jawab utang didirikan pada kewajiban dari debitur ( Thabit fi al-dhimmah )
sedangkan kenaikan dalam penjualan tangguhan yang timbul dari pembayaran
ditangguhkan bukan hanya kewajiban utang ( dayn ) dengan sendirinyaadalah harga
komoditas dikontrak untuk pembeli bertanggung jawab dalam pertukaran untuk
kepentingan penundaan bahwa ia menikmati saat pelaksanaan kontrak. Sebaliknya,
kenaikan dalam kontrak pinjaman pada rekening penundaan tidak terkait atau melekat
pada apa-apa; berdiri sendiri, sedangkan kenaikan dalam penjualan ditangguhkan adalah
tambahan untuk harga komoditas dikontrak (Khir, 2013).

G. Sudut Pandang Syariah tentang konsep Time Value of Money Dalam


Murabahah
Salah satu bidang perhatian utama dalam operasi bank syariah saat ini telah
diidentifikasi sebagai perdagangan pembiayaan atau dalam bentuk Islam khususnya
Murabahah. Dalam beberapa tahun terakhir Murabahah telah ditantang sebagai
tersangka dari perspektif hukum Islam dengan pemegang saham dan dewan syariah.
Transaksi Murabahah, pada dasarnya bentuk penjualan pembayaran ditangguhkan, telah
digambarkan sebagai “bunga” karena nya Tersirat penerimaan nilai waktu uang. Tentu
saja, ini merupakan aspek menarik dari Murabahah sebagai transaksi Islam, terutama
mengingat larangan terkenal dalam hukum Islam dari riba, atau bunga.
Diperkirakan bahwa kontrak Murabahah merupakan hampir 70% dari seluruh
pembiayaan di bank syariah. Namun, meskipun popularitas dan utilitas, Murabahah
masih kontroversial di kalangan keuangan Islam karena tampaknya selaras adanya
konsep Time Value of Money, yang akan menjadi bentuk riba yang dilarang atau, lebih
tepatnya, riba al nasi'ah. Jika alasan perbankan syariah berawal dari keinginan untuk
membuat layanan yang diberikan oleh bank tersedia untuk berlatih Muslim melalui
praktek-praktek perbankan yang menghindari riba, berikut bahwa Murabahah harus
dieliminasi dari garis penalaran yang telah menyebabkan banyak Syariah ulama,
investor, dan pemegang saham di Islam bank untuk mempertanyakan transaksi
Murabahah. Sementara beberapa membela Murabahah sebagai konsesi untuk yang
modern urgensi perbankan, meniarap pertahanan mereka dalam hal hukum seperti
darurat atau kebutuhan, (DeLorenzo, 1999).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suharto (2014), ia berpendapat bahwa
Kompensasi untuk Time Value of Money dalam bentuk pinjaman atau Piutang tidak
diijinkan, sedangkan untuk penjualan kredit diperbolehkan. Waktu saja tidak dapat
menjadi dasar untuk kompensasi dan kontra-nilai.Hal yang hampir sama dikemukakan
oleh Kassim (2012) bahwa dalam Islam adalah Time Value of Money diterima
sehubungan dengan harga aset dan hak pakai hasil mereka, itu tidak bisa diterima
berkenaan dengan setiap selain pokok pinjaman atau utang. Pembiayaan konsumen
berjangka waktu merupakan isu penting.Namun, memungkinkan teluk muajjal dan
Murabahah seperti saat ini dipraktekkan, bukanlah solusinya.Efeknya mirip dengan
bunga. Nabi tidak akan membiarkannya melihat sifat eksploitatifnya. Seseorang dengan
pendapatan dan kekayaan yang relatif sedikit akhirnya membayar lebih untuk komoditi
yang sama bahkan jika kita memberi tunjangan inflasi (Siddiqui, 2006).
H. Rerangka Fikir

Syariah islam merupakan pandangan hidup yang seimbang dan terpadu, diciptakan
untuk mengantarkan manusia menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat (falah) melalui
penegakan berbagai seruan yang telah ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Aturan yang
terdapat dalam al-Qura’an dan as-Sunnah tersebut mengatur manusia dalam berbagai
aspek. Dalam aspek ekonomi atau biasanya disebut ekonomi islam, islam mengatur
manusia dalam menjalankan aktivitasnya supaya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Prinsip-prinsip syariah antara lain prinsip perbankkan non riba, prinsip perniagaan halal
dan tidak haram, prinsip keridhaan para pihak yang berkontrak, prinsip pengurusan dana
yang amanah, jujur dan bertanggungjawab
Gambar 1.1

Syariah Enterprise Theory


(SET)

Konsep Time Value Of Money

Bank syariah

Murabah Suku Bunga

Sudut Pandang Nilai Syariah


III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian study
kasus dengan melibatkan data kualitatif, serta menggunakan analitik logika. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi
dan sebagainya kemudian di deksprisikan sehingga dapat memberikan kejelasan
terhadap kenyataan atau realitas. Menurut Bachri (2010) penelitian kualitatif adalah
suatu penelitian yang yang ditujukan untuk mendeskpripsikan dan menganalisis
“fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang
secara individual, maupun kelompok” . Lokasi penelitian dilakukan di Bank Syariah
Kota Makassar.

B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Paradigma
yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretif. Paradigma Interpretif
merupakan cara pandang pengembangan ilmu pengetahuan dengan karakteristik umum untuk
memahami (to understand) dan menjelaskan (to explain) dunia sosial dari sudut pandang aktor
yang secara langsung terlibat dalam proses sosial. Amirya, dkk (2012) Paradigma interpretif
lebih menekankan pada makna atau interpretasi seseorang terhadap sebuah simbol. Tugas teori
dalam paradigma ini adalah memaknai (to interpret atau to understand).Dalam penelitian ini,
data dikumpulkan dari sumber primer yaitu data yang didapatkan langsung dari informan
dilapangan, serta sumber sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, tulisan.
Paradigma interpretif dimaksudkan untuk memahami dunia sebagaimana adanya,
memahami sifat fundamental dunia sosial pada level pengalaman subyektif. Menyusun
bangunan (merekontruksi) ilmu ideografik, yaitu memberikan deskripsi atas fenomena
berdasar realitas yang ada dan tidak ada pretensi untuk mencari generalisasi. Razak, dkk
(2011) Paradigma Interpretif bertujuan untuk mengetahui aktualisasi, realitas sosial dan
persepsi manusia melalui pengakuan mereka yang mungkin tidak dapat diungkapkan
dalam penonjolan pengukuran formal atau pertanyaan penelitian yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu.
C. Jenis dan Sumber Data Penelitian

1. Jenis Data
Dalam melaksnakan penelitian, diperlukan data yang akan digunakan sebagai
dasar untuk melakukan pembahasan dan analisis terkait tujuan penelitian. Data di bgi
menjadi dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kunlitatif adalah data
yang tidak dapat diukur atau dinilai dengan angka-angka secara langsung sedangkan
data kuantitatif adalah data yang dapat diukur atau dinilai dengang angka secara
langsung.
2. Sumbrer Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau
perseorangan seperti hasil dari wawancara yang dilakukan peneliti (Umar, 2014: 42).
Peneliti dapat mengontrol data tersebut, dapat mengatasi kesenjangan waktu antara saat
dibutuhkan data itu dengan yang tersedia, dan peneliti lebih leluasa dalam
menghubungkan masalah penelitiannya dengan kemungkinan ketersediaan data di
lapangan. Sementara data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut
dan disajikan baik oleh peneliti (Umar, 2014: 42). Data sekunder diperoleh dari buku-
buku, dokumen/catatan, tulisan-tulisan karya ilmiah dari berbagai media, arsiparsip
resmi yang dapa mendukung kelengkapan data primer.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara


yaitu:

1. Metode wawancara (interview Methods), data yang akan diperolh dengan cara
mewawancarai (interview) responden secara langsung. Untuk memperoleh data
yang relavan dengan masalah yang dibahas, penelitian menggunakan metode
pengumpulan data penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang
data dan informasinya diperoleh dari kegiatan di kancah lapangan kerja
penelitian. Dalam penelitian ini penulis mrnggunakan teknik pengumpulan data
dilapangan berupa wawancara.
2. Studi dokumentasi, yaitu prosedur pengumpulan data berupa data-data sekunder
yang berupa dokumen-dokumen sosial perusahaan yaitu yang mengandung
narrative text, foto, table dan grafik yang memuat penjelasan mengenai data
pendapatan bank.
3. Studi pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan,
membaca dan mempelajari literature referensi darijrnal, makalah, dan buku-buku
yang relevan dengan permasalahan yang dikaji untuk mendapatkan kejelasan
konsep dalam upaya penyusunan dalam teori yang berguna dalam pembahasan.
4. Internet Sercing yait penelitian yang dilakukan dengan mengumpulakan berbagai
tambahan referansi yang bersumber daeri intrnet guna melengkapi refensi
penulis berkaitan dengan masalah yang diteliti.

E. Instrumen penelitian

Penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif menggunakan instrument


penelitian berupa pedoman wawancara atau draft wawancara, karena dalam proses
pengumpulan data menekankan pada wawancara mendalam terhadap informan.
Pedoman wawancara adalah lembar acuan yang sudah disiapkan oleh peneliti
sebelumnya berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan inti masalah atau
variable-variabel pertanyaan. Biasanya isi pertanyaan yang akan di jawab oleh informan
mencakup sebuah data, presepsi, pendapat, fakta, konsep, pengetahuan ataupun evaluasi
terhadap informan.

Selain pedoman wawancara, media yang digunakan peneliti ini adalah sebuh
telepon genggam atau telepon seluler (ponsel) atau handphone (HP) yang merupakan
perangakat telekomunikasi elektronik dengan alasan untuk menjaga untuk menjaga
kenyamanan informan agar tidak terlihat kaku pada saat diwawancarai dan juga untuk
merekam wawancara dengan informan.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan secara induktif atau kualitatif, yaitu dimulai dari lapangan
atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan kemudian mempelajari fenomena
yang ada dilapangan. Menurut Vredenbregt (1987), studi kasus adalah suatu pendekatan
yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data
yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang
terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan yang
mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studikasus harus
disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif. Ada beberapa tahap dalam
aktivitas analisis data, yaitu: (1). Tahap reduksi data (2). Tahap penyajian data (3).
Tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi data.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data dilakukan dengan jalan memfokuskan perhatian dan pencarian


materi penelitian dari berbagai literatur yang digunakan sesuai dengan pokok masalah
yang telah diajukan pada rumusan masalah. Reduksi data ini dapat dilakukan dengan
cara merangkum, memilih dan mecermati data yang relevan sesuai dengan pokok
masalah yang diteliti, sementara data yang kurang relevan disisihkan

2. Penyajian data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Dalam
penyajian data, penulis menggunakan tahap interperatif, yaitu dimulai dengan
menngidentifikasi data yang telah direduksi sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan
menjelaskan data yang memilki hubungan dengan pembiayaan berbasis bagi hasil, dan
disajikan dalam bentuk narasi.

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Data (Conclusion Drawing/verification

Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi.


Dari pengumpulan data dan analisa yang telah dilakukan, peneliti mencari makna dari
setiap gejala yang diperolehnya dalam proses penelitian, mencatat keterbatasan yang
dihadapi dalam penelitian ini, dan implikasi positif yang diharapkan bisa diperoleh dari
penelitian ini.

G. Pengujian Keabsahan Data

Peneliti dalam menjamin keakuran data, maka peneliti melakukan keabahan data
untuk menapatkan kesahihan hasil sebuah penelitian, pertama kali sebelum menentukan
dan memutuskan analisis data, dilakukan pemeriksaan kesahihan untuk mengetahui
kebenaran dan keakuratan data yang diperoleh dalam penelitian ini. Penelitian ini
menggunakan dua validasi data yaitu.

a. Uji Credibility (Validitas internal)

Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain peneliti dengan hasil
yang dicapai Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan “perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam peneliti, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis, kasus
negatif, menggunakan bahan referensi dan member check”. Sugiyono (2013: 297).
Perpanjangan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui
maupun yang baru. Meningkatkan ketakutan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat
memberikan deskrisi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
Sedangkan triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagi sumber dengan berbagai waktu kasus negatif adalah kasus yang tidak
sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Analisis kasus
kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan
dengan data yang telah ditemukan. Sementara yang dimaksud dengan member check
adalah proses pengecekan data yang diperoleh penelitit kepada pemberi data. Tujuan
member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai
dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

b. Transferability (Validitas Eksternal)


Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian
dapat diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil. Dalam validitas
eksternal menggunkana pengujian transferability. Transferability merupakan validitas
eksternal dalam penelitian kepada popu;asi temp[at sampel penelitian diperoleh. Nilai
transfer ini berkenan dengan pertanyaan sejauh mana hasil penelitian dapat digunakan
dalam situasi yang lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai tramnsfer bergantung pada
pemakai. Kriteria transfebility merujuk pada timgkat kemampuan hasil penelitian
kualitatif dapat digeneralisasikan atau ditransfer. Penelitian kualitatif dapat
meningkatkan transferabilitas denagn melakukan suatu pekerjaan mendikskripsikan
konteks penelitian dan asumsi-asumsi yang menjadi sentral pada penelitian tersebut.
Agar orang lain memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan
untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, peneliti dalam mebuat laporannya harus
memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian,
pembaca menjadi jelas dalam memahami hasil penelitian tersebut sehingga ia dapat
memutuskan dapat atau tidaknya mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Muhammad Akhyar dan Nuroh Shobah Hanum. 2014. Pemahaman dan
Akseptansi Para Bankir Bank Syariah dan Manajemen Lembaga Keuangan
Syariah Terhadap Pendekatan Economic Value Of Time untuk Produk
Murabahah. Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi, 23(2): 31-51
Afif, Zaim Nur dan Imron Mawardi. 2014. Pengaruh Pembiayaan Murabahah Terhadap
Laba Melalui Variabel Intervening Pembiayaan Bermasalah Bank Umum
Syariah Di Indonesia Periode 2009-2013. JESTT, 1(8): 565-580.
Afrida, Yenti. 2016. Analisis Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah. JEBI
(Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam). 1(2): 155-168
Amirya, Mirna., Alidjamhuri., dan Unti Ludigno. 2012. Pengembangan Sistem
Anggaran Akuntansi Badan Layanan Umum Universitas Brawijaya: Prespektik
Institusionalis. JAMAL, 3(3): 334-501.
Ardiansyah, Vicki. 2015. Resiko Perubahan Tingkat Suku Bunga pada BankSyariah dan
Bank Konvensional dalam KerangkaDual-Banking System: studi kasus Negara
Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM), 13(3): 457-462.
Ascarya. 2007. Akad & produk bank syariah. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Bachri. B. S. 2010. Meyakikannkan validitas data melalui triangulasi Pada penelitian
Bustami, Yuserizal. 2016. Studi Penerapan Nilai-Nilai Syariah PadaPelaksana Lembaga
Keuangan Syariah(Studi Pada Bmt Serambi Madinah ). Al-Qishthu, 14(2): 278-
292.
Cahyono, Bayu Ilham., Darminto., dan Nila Firdausi Nuzula. 2015. Analisis Sistem Dan
Prosedur Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Syariah (KPRS) Murabahah
Untuk Mendukung Pengendalian Intern(Studi Pada Pt. BtnSyariah Cabang
Jombang). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 25(1): 1-8.
Chen, Jeng-Hong. 2009. Time Value of MoneyAnd Its ApplicationsIn Corporate
Finance: A TechnicalNote OnLinking Relationships Between Formulas.
American Journal of Business Education, 2(6): 77-88.
DeLorenzo, Yusuf Talal. 1999. Murabaha, Sales of Trust, and the Money-value of
Time. Proceedings of the Second Harvard University Forum on Islamic
Finance: Islamic Finance into the 21st CenturyCambridge, Massachusetts
Center for Middle Eastern Studies, Harvard University. 2(1): 145-150.
Faisal. 2011. Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Dalam Mendukung Manajemen
Resiko Sebagai Implementasi Prudential Principle Pada Bank Syariah Di
Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 11(3): 480-489.
Hamid, Mudasetia. 2008. Pengaruh Suku Bunga Deposito Dan Kurs Terhadap Harga
Saham Pada Industri Perbankan. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 5(2): 154-170.
Hariyanto, Muhsin. 2011. Time Value of Money Dalam Perdebatan. Dalam
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/time-value-of-money-dalam-perdebatan/.
Diakses pada tanggal 3 april 2017.
Ilyas, Rahmat. 2015. Konsep Pembiayaan Dalam Perbankan Syari’ah. Jurnal Penelitian,
9(1): 183-204.
Kassim, Salina HJ. 2012. Time Value of Money in IslamicPerspective and the Practice in
IslamicBanking Implications.MPRA Munich Personal RePEc Archive Paper,
46818: 1-29.
Khan, M. Fahim. 1991. Time Value of Money and Discounting in Islamic Perspective.
Review of Islamic Economics, 1(2):1-35.
Khir, Mohamed Fairooz Abdul. 2013. The Concept Of The Time Value of Money: A
Shari‘Ah Viewpoint. International Journal of Islamic Banking & Finance, 3(2):
1-15.
kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan. 10(1):46-62.
Kusnasari, Sintia Devi dan Lintang Venusita. 2014. Pelaksanaan Corporate Social
Responsibility yangterdapat pada Perbankan Syariah dalam Prespektif Shari’ah
EnterpriseTheory Studi kasus pada Bank BRI Syariah dan Bank Mandiri
Syariah.Jurnal Akuntansi Unesa, 3(1): 1-23.
Muhamad, (2002) “Manajemen Bank Syariah”,penerbit UPP AMPYKPN, Yogyakarta
Mujibatun, Siti. 2016. Inkonsistensi Prinsip Time Value of Money Dalam Operasional
Transaksi Keuangan Syariah Dan Solusinya.Economica, 7(2): 155-180.
Purnama, S. 2014. Time Value of Money Perspektif Syariah. Jurnal Ekonomi Syariah
dan Hukum Ekonomi Syariah, 1(1): 36-49.
Purnamasari, S. 2014. Time Value of Money Perspektif Syariah. AL IQTISHADIYAH,
jurnal ekonomi syariah dan hukum ekonomi syariah, 1(1): 36-49.
Rahma, Yusro. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Margin MurabahahBank
Syariah Di Indonesia. Akuntabilitas Jurnal Ilmu Akuntansi, 9(1): 43-54.
Rahmawati, Fithria Aisyah dan Wahibur Rokhman. 2015. Analisis Faktor Yang
MempengaruhiPenetapan Margin Pada PembiayaanMurabahah Di Bmt Se-
KabupatenJepara. EQUILIBRIUM, 3(2): 238-253.
Rahmawati, Naili. 2014. Konsep Time Value of MoneyPerspektif
Islam.IqtishadunaJurnal Ekonomi Islam, 5(1): 40-48.
Rakhmat, Agung. 2011. Syariah Enterprise Theory Dan Perbedaanya Dengan Entity
Theory. Dalam https://agungrakhmat04.wordpress.com/2011/05/13/syariah-
enterprise-theory-dan-perbedaanya-dengan-entity-theory/. Diakses pada tanggal
17 Mei 2017.
Rimadhani dan Osn Erza. 2011. Analisi Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi
Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Periode 2008.01-2011.12.
Media Ekonomi, 19(1): 27-52.
Sari, Liana Purnama dan Lili Syafitri. 2014. Pengaruh Pembiayaan Murabahah dan
Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia terhadap Pendapatan Margin Murabahah
pada PT Bank Syariah Mandiri.STIE MDP, 1(1): 1-9.
Setiady, Tri. 2014. Pembiayaan Murabahah Dalam Perspektif Fiqh Islam, Hukum
Positif Dan Hukum Syariah. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, 8(3): 517-530.
Siddiqui, Shamim Ahmad. 2006. The Controversy over Time Value of Money
amongContemporary Muslim Economists.Journal of Management and Social
Sciences, 2(2): 144-153.
Sugiyono, 2013. Metodelogi Penelitian Kuantitatif,Kualitatif, Dan R&D
(Bandung: ALFABETA)
Suharto, Ugi. 2014. Analysis Of The Concept Of Islamic Choice(Ikhtiyór) On
Opportunity Cost And Time Value of Money In IslamicEconomics And
Finance.International Journal of Economics, Management and Accountin,
22(2): 1-20.
Sulistya, Kadek Ari dan Made Gede Wirakusuma. 2013. PengaruhDana Pihak Ketiga,
Capital Adequacy Ratio,Dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap
Penyaluran Kredit Bank BumnDi Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, 2(2): 335-344.
Umar, Husein. 2014. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Rajawali Pers.
Wibowo, Edhi Satriyo dan Muhammad Syaichu. 2013. Analisis Pengaruh Suku Bunga,
Inflasi, Car, Bopo, Npf Terhadap Profitabilitas Bank Syariah. Diponegoro
Journal Of Management, 2(2): 1-10.
Wicaksono, Rianto Anugerah. 2015. Pengaruh Perubahan Tingkat Suku Bunga
KreditBank Konvensional dan Tingkat Suku BungaBank Indonesia terhadap
Pembiayaan Bank Islamberbasis Murabahah.Jurnal AplikasiManajemen
(JAM), 13(3): 494-501.
Yunita, Ani. 2015. Kajian Akad Pembiayaan Murabahah Terhadap Penerapan Prinsip
Syariah Pada Bank Syariah Di Indonesia. Jurnal Media Hukum, 22(1): 156-
172.
Yusuf, Muhammad. 2013. Analisis Penerapan Pembiayaan Murabahah Berdasarkan
Pesanan Dan Tanpa Pesanan Serta Kesesuaian Dengan Psak 102. BINUS
BUSINESS REVIEW, 4(1): 15-29.
Manuskrip

Hari /Tanggal : Jumat, 13 juli 2018

Tempat penelitian : Bank Syariah Kota Makassar

Informan : Nasabah Bank Syariah

Waktu : 10.00-11.30 PM

Terima kasih sebelumnya kepada Bapak/Ibu, karena telah meluangkan waktunya


di tengah rutinitas dan kesibukan hari ini. Mengenai Syariah Islam merupakan
pandangan hidup yang seimbang dan terpadu, diciptakan untuk mengantarkan manusia
menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat (falah) melalui penegakan berbagai seruan
yang telah ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Aturan yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah tersebut mengatur manusia dalam berbagai aspek. Dalam aspek
ekonomi atau biasanya disebut ekonomi islam, islam mengatur manusia dalam
menjalankan aktivitasnya supaya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Prinsip-prinsip
syariah antara lain prinsip perbankan non riba, prinsip perniagaan halal dan tidak haram,
prinsip keridhaan para pihak yang berkontrak, prinsip pengurusan dana yang amanah,
jujur dan bertanggungjawab.

1. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu mengenai hal ini?


2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terhadap adanya bank syarian dan bank
konvesional?
3. Apakah dengan adanya bank syariah dapat menghindari Bapak/Ibu dari riba?

Perbankan dengan konsep syariah berkembang sangat pesat khususnya di negara

Anda mungkin juga menyukai