Anda di halaman 1dari 7

7.

Langkah pembelajarannya
8. Contoh penerapan pembelajarannya
Penerapan teknologi pembelajaran dalam penjas

Pengertian Penerapan Teknik Pembelajaran Jasmani

Langkah-langkah yang ditempuh seorang guru sebagai upaya penerapan gaya pembelajaran
dalam pendidikan jasmani melalui program penyetaraan dapat menguasai berbagai gaya
pembelajaran pendidikan jasmani.Ketepatan memilih dan menggunakan perlakuan gaya
pembelajaran dan kesesuaiannya dengan materi ajar pembelajaran pendidikan jasmani, terutama
yang berhubungan dengan pembelajaran gerak.Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan
yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk
mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perceptual, kognitif,
dan emosional, dalam kerangka system pendidikan nasional. ( Depdiknas, 2003 )

Tujuan dan fungsi pendidikan jasmani antara lain adalah :

a. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan
demokratis, melalui aktivitas jasmani.

b. Mengembangkan ketrampilan gerak dan ketrampilan teknik serta strategi berbagai permainan
dan olahraga, aktivitas pengembangan, senam, aktivitas ritmik, akuatik (aktivitas air) dan pendidikan
luar kelas (out door education)

Perlunya seorang guru menerapkan pembelajaran yang sesuai Dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran guru harus berpedoman pada kurikulum yang di sesuaikan, sehingga diharapkan siswa
akan dapat mencapai standar kompetensi pada masing-masing mata pelajaran, dan tujuan dari
pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan baik.Agar tercapai tujuan tersebut guru dituntut
untuk kreatif dan inovatif dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam penggunaan media maupun
dalam strategi dan pendekatan pembelajaran itu sendiri.Dengan strategi dan pendekatan
pembelajaran yang tepat, guru akan dapat menciptakan suasana belajar yang bermakna dan
menyenangkan bagi siswa.Belajar akan lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa bila siswa
mengalami apa yang dipelajarinya. Agar siswa dapat mengalami apa yang dipelajarinya, diperlukan
pendekatan yang tepat. Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan secara keseluruhaan bertujuan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran
jasmani, ketrampilan berpikir kritis, stabilitas emosional, ketrampilan sosial, penalaran dan tindakan
moral melalui aktivitas jasmani dan olahraga.

Untuk dapat mencapai tujuan siswa dapat mengembangkan ketrampilan gerak dan ketrampilan
teknik, dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, guru harus memiliki dan menerapkan
berbagai strategi pembelajaran maupun pendekatan, serta mampu menggunakan alat-alat
pembelajaran yang tersedia, maupun menciptakan atau memodifikasi bentuk-bentuk permainan
yang menarik siswa dalam mengikuti pembelajaran.Dalam proses pembelajaran Pendidikan Jasmani,
guru diharapkan mengajarkan berbagai ketrampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan dan
olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur, kerjasama, dan lain-lain) serta pembiasaan hidup
sehat. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru dapat memberikan berbagai cara agar siswa
termotivasi dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Cara pelaksanaan pembelajaran kegiatan
dapat dilakukan dengan latihan, menirukan, permainan, perlombaan, dan pertandingan,sehingga
siswa dapat memperoleh situasi dan pengalaman pembelajaran yang lebih konkret, bermakna serta
menyenangkan.

Macam-macam strategi pemebelajaran dengan metode pendekatan antara lain Pendekatan


konstektual,Pendekatan modifikasi,Pendekatan analisa gerak,Pendekatan bermain.

Pengertian Pembelajaran dengan Cara Pendekatan Kontekstual

*Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

*Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata dan mendorong pembelajar membuat hubungan antara materi yang
diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat .Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada
hasil.

Guru dituntut untuk dapat mengkaitkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa,dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka. Pendekatan ini disebut juga Contextual Teaching and Learning (CTL). Ada
kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.dalam kelas kontektual, tugas guru adalah
membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi
daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari
menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
pendekatan kontekstual.

*Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan
kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup
mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini:
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya

 Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topic


 kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
 Ciptakan masyarakat belajar.
 Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
 Lakukan refleksi di akhir pertemuan
 Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

Sumber : https://ikadam23.wordpress.com/2009/11/06/penerapan-teknologi-pembelajaran-dalam-
penjas/

9. Pentingnya penerapan pembelajaran dengan teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam abad ke 21 mempunyai ciri eksponensial
perkembangan teknologi semakin lama semakin cepat tidak terkendali, karena hasil dari suatu tahap
menjadi dasar dan alasan bagi tahap selanjutnya yang menjadikan perubahan lebih cepat.
Dilihat dari peran pendidikan teknologi merupakan pendorong utama bagi penciptaan nilai tambah
untuk kemudahan dalam pendidikan. Nilai tambah ini dinikmati oleh para pelaku pendidikan yang
harus memiliki kualitas yang baik, sehingga menaikkan kualitas pendidikan di daerahnya. Dengan
naiknya kualitas kehidupan maka semakin besar pula dorongan untuk penciptaan pendidikan yang
modern dan lebih memudahkan yang akan menerima pendidikan tersebut.
Tidak mengherankan nantinya bahwa bukan saja perkembangannya yang akan semakin cepat, akan
tetapi peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam lingkup masyarakat modern lama-kelaman
bertambah penting.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan aktif di segala bidang dalam hal ini pada
bidang pendidikan yang berada di Indonesia. Menurut Redhana(2019) Abad 21 dapat dikatakan
sebagai abad pengetahuan dengan yang mengedepankan hasil riset ditandai dengan terjadinya
transformasi besar-besaran dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri modern dan
berlanjut pada masyarakat yang berpengetahuan tinggi Proses perubahan ini juga ditandai dengan
adanya seperangkat perubahan sosial dan budaya masyarakat yang diakibatkan munculnya
globalisasi dan derasnya arus informasi yang semakin bebas.
Di tengah ketat dan ketidakpastian serta tantangan yang akan dihadapi setiap orang ini, dibutuhkan
perubahan paradigma berfikir dalam system pendidikan yang harus dapat menyediakan dengan
seperangkat keterampilan abad 21 yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam pendidikan guna
menghadapi setiap aspek kehidupan global dan secara luas.
Pada Laporan BSNP(2011) Di Indonesia kesadaran tentang pentingnya keterampilan pada abad 21
sendiri dapat ditemukandan dijelaskan dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Nasional
Standar Pendidikan tahun 2010 dengan menyatakan bahwa “Pendidikan Nasional abad XXI
bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera
dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global,
melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu
pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya”.
Kemudian Juga BNSP (2011) merumuskan paradigma pendidikan nasional abad 21 yang meliputi: (1)
pendidikan yang berorientasi pada lmu pengetahuan dengan keseimbangan yang wajar,(2)
pendidikan harus dibarengi dengan penanaman sikap-sikap luhur,(3) Pendidikan setiap jenjang harus
memenuhi frontliner ilmu; (4) perlu ditanamkan jiwa kemandirian,(5) perlu konvergensi ilmu,(6)
perlu memperhatikan aspek kebhinekaan,(7) pendidikan untuk semua, (8) perlu monitoring dan
evaluasi pendidikan.
Menurut Muslich dan Zainal, (2011) Pendidikan karakter adalah sesuatu yang harus dilakukan dalam
upaya menghadapi berbagai tantangan pendidikan dengan pergeseran karakter yang dihadapi saat
ini. Pendidikan karakter memiliki tujuan pengembangan kemampuan seseorang untuk memberikan
keputusan yang memilih dengan keputusan yang tepat, memelihara apa yang baik dan terbaik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehar-hari dengan sepenuh hati tanpa mengedepankan
timbal balik dalam pengorbanan.
Menurut Redhana(2019)Persiapan dalam menjadikan sumber daya manusia yang menguasai
keterampilan abad ke-21 akan lebih efektif jika ditempuh melalui jalur Pendidikan dari setiap tingkat
dengan kemampuan yang dibekali. Perubahan kurikulum telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Pada jenjang sekolah menengah ke bawah telah diterapkan Kurikulum 2013 dengan berbagai
perbaikannya yang memakan waktu lama. Kurikulum 2013 sesungguhnya telah sebagian besar
mengakomodasi keterampilan abad ke-21, yang dilihat dari standar isi, standar proses, maupun
standar penilaian. Pada standar proses,misalnya pendidik diharuskan menerapkan pembelajaran
dengan pendekatan saintifikhal itu juga dilakukan dalam pembelajaran Penjasorkes khususnya.
Masalah yang dihadapi kebanyakan pembelajaran yang dilaksanakan adalah pembelajaran yang
masih berpusat pada pendidik (teacher-centered)atau dalam arti pembelajaran dengan metode
ceramah. Akibatnya, peserta didik tidak dapat menguasai keterampilan abad ke-21 secara optimal.
Oleh karena itu, SD N 1 Semarang melakukan reformasi pembelajaran khususnya pada Mata
pelajaran PJOK. Pembelajaran yang dirancang diharapkan dapat menggeser dari pembelajaran yang
berpusat pada pendidik ke pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Hal ini sejalan dengan upaya untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 pada peserta didik
yang pada kehidupan sekarang sudah mengetahui pengetahuan dan teknologi lebih dini. Karena
adanya teknologi yang memudahkan mengakses dan mengetaui segala hal yang ada. Pemanfaatan
ICT dalam hal ini adalah internet telah dimulai di sejumlah institusi pendidikan. Secara konsep
pembelajaran dengan ICT bisa di lakukan dengan kelas maya atau dalam arti Virtual learning
memiliki potensi yang tidak sederhana dalam meningkatkan kualitas.
Menurut Yusuf(2010) Pemanfaatan tekonologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan mutlak
dilakukan untuk menjawab permasalahan di bidang pendidikan terutama akses dan pemerataan
serta mutu pendidikan. Kebijakan dan standarisasi mutu pendidikan menjadi pondasi yang harus
dibangun untuk mendukung pendidikan berbasis ICT yang efektif dan efisien.

Sumber : https://poskita.co/2021/10/06/pemanfaatan-media-pembelajaran-pjok-berbasis-ict/

10. Perkembangan

Pada dasarnya teknologi dinilai dapat diterapkan untuk membantu guru Pendidikan Jasmani dalam
proses pembelajaran yang meliputi: persiapan rencana pengajaran, manajemen kelas, komunikasi
dengan orang tua dan siswa, pembuatan instruksi dan umpan balik, serta penilaian (Adkins, Bice,
Worrell, & Unruh, 2017). Secara umum sudah dikenal teknologi yang digunakan dalam membantu
guru Pendidikan Jasmani mulai dari stopwatch hingga alat yang canggih seperti heart rate monitors.
Selain itu, sebagaimana mata pelajaran lain, dalam persiapan mengajar guru Pendidikan Jasmani
dapat memanfaatkan internet, kemudian dalam pengarsipan data dan nilai menggunakan piranti
lunak dalam komputer, serta menggunakan media pembelajaran video dalam penyajian materi
pembelajaran. Pengunaan teknologi dengan cara seperti ini dalam Pendidikan Jasmani relatif tidak
berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Penelitian Krause, Franks, & Lynch (2017) menunjukkan
bahwa topik teknologi yang paling sering dibahas dalam Pendidikan jasmani di Amerika Serikat
adalah pengukuran aktivitas (activity monitors), gawai (mobile devices) dan media sosial.
Pengukuran aktivitas bisa dikatakan sebagai salah satu topik khas yang dimiliki oleh Pendidikan
Jasmani. Sementara itu tema-tema utama yang muncul pada pembahasan teknologi dalam
Pendidikan Jasmani meliputi berjaringan dan berbagi sumber daya (networking and sharing
resources), mengimplementasikan teknologi untuk mengajar, pemilihan teknologi, serta solusi atas
pengumpulan dan manajemen data. Menariknya, penelitian ini menunjukkan bahwa para pendidik
profesional sadar dan tertarik untuk mengimplementasikan berbagai teknologi ke dalam proses
pembelajaran, namun mereka masih tidak yakin dalam bagaimana memilih, mengelola, dan
mengimplementasikannya. Situasi yang hampir sama muncul pada studi Brenner dan Brill (2016)
yang menunjukkan bahwa para calon guru merasa cukup mahir dengan teknologi dasar, tetapi tidak
memiliki pengalaman yang cukup dengan teknologi yang lebih maju, meskipun mereka menunjukkan
pandangan yang positif terhadap integrasi teknologi dalam pengajaran. Persoalan inilah yang
kemudian diangkat oleh Mishra dan Koehler (2006) ketika muncul kecenderungan dalam pendidikan
untuk melihat hanya pada teknologi namun kurang menyentuh aspek bagaimana teknologi tersebut
digunakan. Mereka berargumen perlunya sebuah kerangka secara teori dan konsep untuk
memahami bagaimana menggunakan (infusing) teknologi dalam pendidikan. Kerangka yang saat ini
berkembang dan diminati oleh para peneliti dan pendidik adalah technological pedagogical content
knowledge (TPACK). Kerangka TPACK dikembangkan dari pedagogical content knowledge (PCK) yang
dicetuskan oleh Lee Shulman. Ketika PCK pertama kali dikembangkan, isu-isu teknologi bukannya
tidak dianggap penting, namun kehadirannya tidak seperti saat ini. Ruang kelas tradisional pada
dasarnya menggunakan berbagai teknologi mulai dari buku teks, mesin ketik, tabel periodik di
dinding laboratorium sampai proyektor. Hanya saja sebagian besar teknologi terebut sudah menjadi
hal yang biasa dan bahkan tidak dianggap sebagai teknologi. Berbeda dengan saat ini, di mana
semakin umum ditemui penggunaan teknologi yang mengacu pada komputer digital dan perangkat
lunak komputer dengan mekanisme yang kadang sama sekali baru dan belum pernah ditemui
sebelumnya. Pertanyaan utama yang mendorong lahirnya kerangka TPACK adalah bagaimana guru
dapat mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran mereka. Upaya integrasi ini harus secara
kreatif dirancang atau terstruktur untuk dapat digunakan sesuai dengan karakteristik (baik materi
maupun metode pengajaran) mata pelajaran tertentu dalam konteks situasi kelas yang spesifik.
Dalam inti pembelajaran menggunakan teknologi yang baik terdapat tiga komponen pokok: konten,
pedagogi, dan teknologi, ditambah hubungan di antara ketiga komponen. Interaksi antara ketiga
komponen, menunjukkan perbedaan yang beragam dalam berbagai konteks yang menggambarkan
kualitas integrasi teknologi pendidikan. Ketiga basis pengetahuan ini (konten, pedagogi, dan
teknologi) membentuk inti dari kerangka TPACK (Koehler & Mishra, 2009).

Sumber : file:///C:/Users/Ridwan/Downloads/PROCEEDING%20SEMNAS-113-122%20(2).pdf

11. Kendala

proses pembelajaran PJOK dengan menggunakan metode daring (dalam jaringan) masih kurang
maksimal hal itu dikarenakan proses pembelajaran dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan
komunikasi masih banyak menemui beberapa kendala seperti : letak geografis yang kurang
mendukung proses pembelajaran menggunakan metode daring dengan memanfaatkan teknologi
khususnya pemanfaatan internet masih terkendala oleh faktor geografis sekolah yang berada di
kawasan perbukitan. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran PJOK pada masa pandemi dengan
menggunakan metode daring saat ini sudah cukup baik namun masih banyak peserta didik yang
masih belum memiliki kesadaran pentingnya pembelajaran meski pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan metode daring dengan memanfaatkan media internet. Data hasil observasi dan
wawancara menunjukan bahwa ketersediaan sarana prasarana penunjang proses pembelajaran
belum memadai karena masih banyak peserta didik yang belum memiliki sarna prasarana sebagai
penunjang proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran masih kurang maksimal. Selain itu
terdapat beberapafaktor yang menghambat penguasan teknologi sebagai sarana prasarana
penunjang proses pembelajaran PJOK saat ini yaitu : faktor jaringan, faktor sarana prasarana, faktor
letak geografis, dan motivasi dan sikap guru. Harapanya dengan memanfaatkan teknologi dalam
proses pembelajaran saat ini siswa tidak hanya terbatas pada media atau penggunaan aplikasi
tertentu. Disamping itu langkah pembelajaran daring harus seefektif mungkin. Guru bukan
membebani murid dalam tugas-tugas yang dihantarkan dalam belajar di rumah. Guru bukan hanya
memposisikan sebagai pentransfer ilmu, tetapi tetap saja mengutamakan ing ngarso sung tulada, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani. Dengan adanya kesadaran pentingnya kolaborasi guru,
orang tua dan siswa maka akan menciptakan kerja sama yang baik untuk mencapai kesuksesan
dalam pendidikan. Kerja sama, saling melengkapi dan memberikan kontribusi sesuai dengan
kapasitas, batasan dan ranah masingmasing

sumber : file:///C:/Users/Ridwan/Downloads/153-806-1-PB.pdf

12. Contoh kasus-kasus

Guru mempunyai peran dan kedudukan penting dalam bidang pendidikan.guru


mempunyai tugas ganda seperti
mendidik,mengajar,mengarahkan,melatih,membimbing dan mengevaluasi peserta
didik untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dimasa
depan.dimasa pandemik  menyebabkan keresahan bagi masyrakat
dunia.mewabahnya virus..Sejak kasus covid -19 meningkat.sekolah saat ini tidak
lagi melakukan aktivitas seperti biasanya ,karena pemerintah memberlakukan
system dirumah saja(stay home),maka kegiatan belajar mengajar dilakukan oleh
guru dan peserta didik semua harus dilakukan dirumah saja.salah satu langkah yang
diambil oleh sekolah adalah pembelajaran lewat online (daring).

Namun melalui system pembelajaran daring akhir-akhir ini banyak menimbulkan


keluhan dari peserta didik maupun orangtua.khusus untuk peserta didik sy yang
berada diwilayah yang memiliki jarak tempuh antara rumah dan sekolah terbilang
cukup jauh dan juga yang tinggal diwilayah yang sulit dijangkau signal.selain itu cara
mengaskes jaringan internet disana sangat sulit bahkan mereka kadang harus naik
kegunung untuk mencari signal agar dapat menyelesaikan tugas dari guru
tersebut ,selain itu ada beberapa peserta didik mengeluh mengenai keterbatasan
biaya dalam hal membeli kuota internet,bahkan ada siswa yang tidak memiliki
handpone android.

Dengan adanya penulisan artikel ini ada beberapa permasalahan yang saya
dapatkan didalam proses kegiatan belajar mengajar.Seperti kita ketahui bersama
pola pembelajaran dirumah pastinya memiliki tantangan tersendiri bagi kami guru
penjas yang mana aktivitasnya dominan dilakukan melalui aktivitas fisik diluar
ruangan.adapun  metode pembelajaran yang sy gunakan adalah secara daring
(WhatsApp) dan penilaian yang saya lakukan dengan cara mengamati keaktifan
siswa dalam mengamati materi yang di sugguhkan (video atau gambar yang
berhubungan dengan materi) melalui whatsapp .atau wa dengan mengamati
komentar anak didik setelah diberikan waktu untuk bertanya pada grup.Namun
didalam proses pembelajaran daring ada beberapa siswa yang tidak memiliki
handpone android dan kuota internet.adapun metode yang digunakan yaitu dengan
melakukan kunjungan kerumah peserta didik tersebut.Banyak pelajaran saya
dapatkan ditengah mewabah covid-19 dan saya merasa termotivasi untuk
melakukan yang terbaik kepada peserta didik didalam menjalankan proses
pembelajaran (Srifayanti,S.Pd guru Man Donggala desa surumana )

Sumber : https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/tantangan-pembelajaran-pjok-pasca-
pandemic-covid-19/

13. Bentuk pembelajaran secara teori maupun praktek

Anda mungkin juga menyukai