Anda di halaman 1dari 19

Laporan Hasil

Pengembangan Kurikulum Pelatihan Mengelola E-learning Secara Efektif


dan Efisien
Dosen Pengampu : Dra. Suprayekti, M.Pd

Disusun oleh:
Achdiyaka Muttaqin Utbah 1101618061
Aditya Yulianto 1101618074
Akram Ziyad Chairullah 1101618080
Andika Karuniawan Rhamadani 1101618068
Andreas Hariyo Pamungkas Songo 1101618057
Muhammad Ferdiansyah 1101618056

Program Studi Teknologi Pendidikan


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Untuk memajukan bangsa diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni dan
berdaya saing. Oleh karena itu diperlukan langkah strategis untuk mencapai hal tersebut.
Salah satu langkah strategis tersebut ialah pendidikan. Hal tersebut dikarenakan
pendidikan merupakan usaha yang secara sengaja dilakukan dengan sistematis untuk
memotivasi, membina, membantu, dan membimbing seseorang untuk mengembangkan
potensinya sehingga mencapai kualitas diri yang lebih baik (Salahudin, 2011). Dalam
pendidikan dilakukan kegiatan pembelajaran sebagai wujud pelaksanaan untuk
mengembangkan kualitas peserta didik melalui pembelajaran. Dalam kegiatan
pembelajaran tentu tidak akan terlepas dari peran seorang pembelajar yang biasa disebut
guru. Seorang guru memiliki tugas untuk memfasilitasi belajar peserta didik sehingga
mereka dapat mengembangkan dirinya melalui belajar. Oleh karena hal tersebut guru
harus memiliki kompetensi-kompetensi yang dibutuhkannya untuk menjadi guru yang
profesional.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang


Guru dan Dosen pada Bab 1 pasal 10 dinyatakan bahwa kompetensi guru terdiri
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi-kompetensi tersebut
dapat dikembangkan melalui pendidikan keprofesian dan pelatihan-pelatihan profesi.
Guru harus mampu memenuhi seluruh kompetensi yang harus mereka miliki untuk
menjadi guru yang profesional. Saat ini profesionalisme guru sedang diuji oleh
diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dalam rangka penanggulangan
pandemi Covid-19. Kondisi pendidikan Indonesia saat ini dihadapkan pada situasi yang
belum pernah terjadi sebelumnya secara nasional. Guru dan peserta didik harus terpisah
oleh jarak dan dihubungkan dengan teknologi komunikasi serta informasi. Hal tersebut
menjadi tantangan tersendiri bagi guru sebab guru harus mampu mengelola online
learning secara daring baik pada pembelajaran secara sinkronus dan asinkronus. Online
learning menjadi bagian terpenting dalam proses pembelajaran jarak jauh sebab hal
tersebutlah peserta didik mempunyai sumber bagi mendapatkan pengalaman belajar
yang baik. Namun pada SMA 17 Agustus 1945 masih terdapat guru yang mengalami
kesulitan dalam menerapkan online learning yang baik atau memberikan pengalaman
belajar untuk peserta didik. Kesulitan guru dalam mengelola online learning tersebut tentu
akan menghambat kinerja belajar peserta didik dan menghambat pencapaian kurikulum
sekolah.

Tujuan Pengembangan

Berdasarkan pada permasalahan yang muncul di latar belakang, maka


pengembangan kurikulum pelatihan ini memiliki tujuan untuk mengembangkan
kompetensi guru di SMA 17 Agustus 1945 untuk mengelola e-learning / online learning
dalam rangka melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara efektif dan efisien.
Dengan mengembangkan kompetensi guru dalam mengelola online learning untuk PJJ
maka diharapkan juga akan memberikan pengalaman belajar yang baik sehingga tujuan
pembelajaran akan tercapai.
BAB II
RANCANGAN KURIKULUM
Landasan Kurikulum

Filosofis
Meninjau tujuan pendidikan nasional Indonesia menurut Undang – Undang No. 20
Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Kemudian, berdasarkan visi misi
sekolah yakni visinya adalah terbentuknya manusia Indonesia yang memiliki sikap juang,
iman, taqwa, moral luhur, dan ilmu pengetahuan untuk mempertahankan kemerdekaan
dan kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang
- Undang Dasar 1945, dan misinya adalah membentuk insan akademis yang profesional
dan idealis dengan semangat nasionalisme dan patriotisme sejati.

Tentu dalam upaya mewujudkan tujuan dan cita-cita tersebut, tenaga pengajar
atau kependidikan di lingkungan SMA 17 Agustus 1945 harus selalu sadar akan
pentingnya nilai dan manfaat pengembangan diri dalam dunia akademik. Apalagi di masa
pandemi COVID-19 yang mengharuskan pembelajaran diselenggarakan secara jarak
jauh atau dalam jaringan (daring), perlu adaptasi kembali bagi para akademisi untuk
mampu melaksanakan pembelajaran jarak jauh yang mampu menyalurkan pemahaman
dan pengetahuan secara efektif bagi para siswa sesuai dengan visi dan misi sekolah.

Berdasarkan tinjauan dari Undang-Undang yang mengatur tujuan pendidikan


nasional, visi dan misi sekolah, disimpulkan bahwa guru SMA 17 Agustus 1945
diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara aktif dalam pelatihan ini.
Psikologis

Melihat dari latar belakang pengembangan kurikulum ini peserta pelatihan dari
kurikulum ini adalah guru – guru SMA 17 Agustus 1945, dimana guru – guru tersebut
sudah dikatakan sebagai orang dewasa. Tentu dalam mengembangkan kurikulum
pelatihan, kami sebagai pengembang dalam mengembangkan kurikulum harus
menyesuaikan pembelajaran yang diberikan dengan karakteristik belajar orang dewasa
yang mana berbeda dengan karakteristik belajar anak – anak.

Pendidikan orang dewasa atau pembelajaran untuk orang dewasa disebut sebagai
pedagogi. Menurut UNESCO (Townsend Coles 1977 dalam Lanundi, 1982), Pendidikan
orang dewasa adalah keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan apa pun isi,
tingkatan, metodenya, baik formal atau tidak, yang melanjutkan maupun menggantikan
pendidikan semula di sekolah, akademi dan universitas serta latihan kerja, yang
membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan
kemampuannya, memperkarya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau
profesuonalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam
perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam
pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas. Dari pernyataan
diatas menunjukkan bahwa :

• Orang dewasa memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri


• Orang dewasa memiliki beragam pengalaman
• Orang dewasa dipersiapkan untuk belajar sebagai konsekuensi dari posisi mereka
dalam transisi pembangunan
• Orang dewasa lebih menyenangi belajar yang bersifat problem-centered atau
performance-centered
• Orang dewasa memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri
• Orang dewasa mempunyai pengalam yang banyak dan fungsi pengalaman bagi
orang dewasa sebagai sumber belajar
• Orang dewasa siap mempelajari sesuatu yang ia perlukan dan pengalaman
terbangun dari pemecahan masalah atau menyelesaikan tugas sehari – hari
• Orientasi belajar: pendidikan merupakan suatu proses pengembangan
kemampuan diri, ilmu dan keterampilan akan diterapkan untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik, orientasi belajar terpusat pada kegiatan

Selain itu, adapula karakteristik atau ciri – ciri belajar orang dewasa lainnya menurut
Soedomo (1989) sebagai berikut :

• Memungkinkan timbulnya pertukaran pendapat, tuntutan, dan nilai-nilai


• Memungkinkan terjadinya komunikasi timbal balik
• Suasana belajar yang diharapkan adalah suasana yang menyenangkan dan
menantang
• Mengutamakan peran peserta didik
• Orang dewasa akan belajar jika pendapatnya dihormati
• Belajar orang dewasa bersifat unik
• Perlu adanya saling percaya antara pembimbing dan peserta didik
• Orang dewasa umumnya mempunyai pendapat yang berbeda
• Orang dewasa memiliki kecerdasan yang beragam
• Kemungkinan terjadinya berbagai cara belajar
• Orang dewasa belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangannya
• Orientasi belakar orang dewasa terpusat pada kehidupan nyata
• Motivasi dari dirinya sendiri

Tidak hanya memiliki karakteristik, pendidikan orang dewasa atau andragogi juga
memiliki beberapa prinsip. Prinsip – prinsip ini dapat menciptakan suasana lingkungan
belajar yang efektif dan efisien. Berikut ini beberapa prinsip tersebut :

• Prinsip kemitraan: Prinsip kemitraan menjamin terjalinnya kemitraan di antara


fasilitator dan peserta. Dengan demikian peserta tidak diperlakuan sebagai siswa
tetapi sebagai mitra belajar sehingga hubungan yang mereka bangun bukanlah
hubungan yang bersifat memerintah, tetapi hubungan yang bersifat membantu,
yaitu pengajar akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu proses
belajar peserta pelatihan.
• Prinsip pengalaman nyata: Prinsip pengalaman nyata menjamin berlangsungnya
kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa terjadi dalam situasi kehidupan
yang nyata. Kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa tidak berlangsung
di kelas atau situasi yang simulatif, tetapi pada situasi yang sebenarnya.
• Prinsip kebersamaan: Prinsip kebersamaan menuntut digunakannya kelompok
dalam kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa untuk menjamin adanya
interaksi yang maksimal di antara peserta dengan difasilitasi fasilitator.
• Prinsip partisipasi: Prinsip partisipasi adalah untuk mendorong keterlibatan
peserta secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran orang dewasa, dengan
fasilitas dari peserta. Dalam kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa
semua peserta harus terlibat atau mengambil bagian secara aktif dari seluruh
proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran.
• Prinsip kemandirian: Prinsip ini mendorong peserta untuk memiliki kebebasan
dalam mencari tujuan pembelajaran. Pembelajaran orang dewasa berusaha untuk
menghasilkan manusia independen mampu memainkan peran subjek atau aktor,
kebutuhan untuk prinsip kemandirian.
• Prinsip kesinambungan: Prinsip yang menjamin adanya kesinambungan dari
materi yang dipelajari sekarang dengan materi yang telah dipelajari di masa yang
lalu dan dengan materi yang akan dipelajari di waktu yang akan datang. Dengan
prinsip ini maka akan terwujud konsep pendidikan seumur hidup dalam pendidikan
orang dewasa.
• Prinsip manfaat: Prinsip manfaat menjamin bahwa apa yang dipelajari dalam
pendidikan orang dewasa adalah sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh
peserta. Orang dewasa akan siap untuk belajar manakala dia menyadari adanya
kebutuhan yang harus dipenuhi. Kesadaran terhadap kebutuhan ini mendorong
timbulnya minat untuk belajar, dan karena rasa tanggung jawabnya sebagai orang
dewasa maka timbul kesiapan untuk belajar.
• Prinsip kesiapan: Prinsip kesiapan menjamin kesiapan mental maupun kesiapan
fisik dari peserta untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran. Orang dewasa
tidak akan dapat melakukan kegiatan pembelajaran manakala dirinya belum siap
untuk melakukannya, apakah itu karena belum siap (fisiknya atau belum siap
mentalnya).
• Prinsip lokalitas: Prinsip lokalitas menjamin adanya materi yang dipelajari bersifat
spesifik local. Generalisasi dari hasil pembelajaran dalam pendidikan orang
dewasa akan sulit dilakukan. Hasil pendidikan orang dewasa pada umumnya
merupakan kemampuan yang spesifik yang akan dipergunakan untuk
memecahkan masalah peserta pada tempat mereka masing-masing, pada saat
sekarang juga. Kemampuan tersebut tidak dapat diberlakukan secara umum
menjadi suatu teori, dalil, atau prinsip yang dapat diterapkan dimana saja, dan
kapan saja. Hasil pembelajaran sakarang mungkin sudah tidak dapat lagi
dipergunakan untuk memecahkan masalah yang sama dua atau tiga tahun
mendatang. Demikian pula hasil pembelajaran tersebut tidak dapat diaplikasikan
dimana saja, tetapi harus diaplikasikan di tempat peserta sendiri karena hasil
pembelajaran tersebut diproses dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh
peserta.
• Prinsip keterpaduan: Prinsip keterpaduan menjamin adanya integrasi atau
keterpaduan materi pendidikan orang dewasa. Rencana pembelajaran dalam
pendidikan orang dewasa harus meng-cover materi-materi yang sifatnya
terintegrasi menjadi suatu kesatuan materi yang utuh, tidak partial atau terpisah-
pisah.

Dalam menentukan strategi pembelajaran untuk pendidikan orang dewasa perlu


didasarkan dari tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Secara umum, ada dua
strategi belajar berdasarkan tujuan yang dirumuskan, yakni :

• Proses penataan pengalaman/penataan kembali: Strategi ini diperuntukkan bagi


peserta pelatihan yang sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang
apa yang akan dilatihkan. Untuk itu peran fasilitator disini membantu peserta untuk
membuat generalisasi dengan memancing pegalaman yang sudah dimiliki dan
memberi umpan balik. Sedangkan peserta harus berperan banyak untuk
mengungkapkan data mengenai pengalaan dan pendapatnya, menganalisa
pengalamannya, menggali alternatif dan manfaatnya. Hal ini akan terjadi apabila
ada suasana yang bebas dari ancaman, rasa kebutuhan dari peserta untuk
menemukan pendekatan baru dalam mengatasi masalah lamanya.
• Proses perluasan pengalaman: Strategi ini diperuntukkan bagi peserta pelatihan
yang belum memiliki pengetahuan atau keterampilan tentang apa yang akan
dilatihkan. Peran fasilitator disini adalah memberikan data dan konsep yang baru,
sedangkan peran peserta pelatihan adalah memperoleh data dan konsep baru,
mempraktikkannya. Dalam hal ini diperlukan kejelasan penyajian baru dan
memotivasi peserta untuk mengetahui relevansi bahan baru tersebut dalam
kehidupan.

Secara umum pembelajaran orang dewasa diharapkan menggunakan pembelajaran


partisipatif, yaitu keterlibatan atau peran serta peserta pelatihan dan pengaturan lainnya
yang menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Pada
prinsipnya pada pembelajaran partisipatif fasilitator tidak menggurui dan selalu
berceramah, tetapi selalu melibatkan peserta dalam kegiatan. Strategi yang dimaksud
antara lain sebagai berikut :

• Pembelajaran yang praktis dan berpusat pada masalah Orang dewasa menyukai
pembelajaran yang mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman-
pengalaman mereka
• Orang dewasa menyukai pembelajaran yang meningkatkan harga diri mereka
• Orang dewasa menyukai pembelajaran yang menunjukkan perhatian secara
individual

Kemudian yang terakhir adalah evaluasi pendidikan orang dewasa. Evaluasi atau
penilaian adalah suatu kegiatan untuk menetapkan seberapa jauh program pembelajaran
dapat diimplementasikan sesuai harapan. Dengan demikian penilaian atau evaluasi
difokuskan pada kegiatan untuk menentukan seberapa jauh keberhasilan program
(mikro: fasilitator, makro: lembaga). Menurut Fajar, A., (2002), penilaian dapat diartikan
sebagai suatu usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala,
berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar, pertumbuhan
serta perkembangan sikap dan perilaku yang dicapai peserta. Pengetian di atas
menunjukkan bahwa evaluasi dilakukan selama program pelatihan, tidak dilakukan di
akhir pelatihan saja. Evaluasi merupakan suatu proses untuk menggambarkan
perubahan dari diri peserta setelah pelatihan. Proses memberi arti bahwa evaluasi
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, dengan cara tertentu sehingga
mendapat hasil sesuai yang diharapkan. Di sana juga digambarkan bahwa dalam
penilaian dilakukan dengan mengumpulkan kenyataan secara sistematis. Hal ini
memperlihatkan bahwa di dalam evaluasi diperlukan pengambilan data atau disebut
pengukuran.

Teori evaluasi di atas sebenarnya sama antara pedagogi dan andragogi, hanya saja
cara mengevaluasinya yang berbeda. Dalam pendidikan orang dewasa metode
evaluasinya harus mencerminkan kebebasan, artinya evaluasinya harus datang dari
yang belajar dan bukan dipaksakan dari luar. Pengertian di atas menunjukkan bahwa
orang dewasa harus dapat menilai dirinya sendiri. Sehingga istilah “ujian” atau tes bagi
orang dewasa lebih tepat digunakan istilah uji diri. Contoh metode evaluasi yang cocok
untuk orang dewasa adalah sebagai berikut.

• Umpan balik: Setiap peserta diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran dan
perasaan mengenai pelajaran yang baru berlangsung.
• Refleksi: Peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan refleksinya. Refleksi
bersifat subjektif yang khas pribadi, sehingga tidak perlu ditanggapi oleh fasilitator.
• Diskusi kelompok: Peserta diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil evaluasi
masing-masing dan menuangkannya dalam sebuah laporan.
• Questionnaire: Penilaian dengan disiapkan formulir pertanyaan yang telah
disiapkan dan diisi oleh peserta pelatihan.
• Tim pengelola: Diantara peserta dibentuk sebuah tim yang terdiri dari moderator,
pencatat, dan evaluator. Tim ini bertugas untuk membuat laporan singkat padat
dan menyusun evaluasi dari acara seharian.

Cara di atas dapat dibantu dengan Penilaian Unjuk Kerja/Performance. Penilaian


Unjuk Kerja mengamati kegiatan peserta dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok
digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta melakukan
tugas tertentu seperti: praktek dan simulasi. Penilaian unjuk kerja perlu
mempertimbangkan hal-hal berikut:
• Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta untuk menunjukkan
kinerja dari suatu kompetensi.
• Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
• Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
• Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua
dapat diamati.
• Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.

Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan
tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk mengamati unjuk kerja peserta dapat
menggunakan alat atau instrumen berikut:

• Daftar Cek/Check-list : Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan


menggunakan daftar cek (ya-tidak). Penilaian unjuk kerja yang menggunakan
daftar cek, peserta mendapat nilai bila kriteria penguasaan kompetensi tertentu
dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta tidak memperoleh
nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak,
misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan demikian tidak
terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek
dalam jumlah besar.
• Skala Penilaian/Rating Scale : Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala
penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan
kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan
kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai
sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 =
kompeten dan 4 = sangat kompeten.

Berdasarkan penjelasan diatas pendidikan orang dewasa atau andragogi sangat


tepat untuk diterapkan dalam pengembangan kurikulum pelatihan ini. Karena seperti
yang telah dikatakan diatas bahwa peserta pelatihan adalah guru – guru SMA 17 Agustus
1945 yang sudah dikatakan dewasa. Jadi akan sangat sesuai apabila konsep andragogi
ini dimasukan kedalam landasan psikologis dari pengembangan kurikulum ini.
Landasan Yuridis

Landasan yuridis mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14


Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 1 : “Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Dari ayat tersebut dapat dikatakan bahwa
guru memiliki peran penting dalam terlaksananya proses kegiatan pembelajaran sebagai
pendidik untuk memberikan wawasan dan keterampilan kepada peserta didik.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 4 Ayat 2 pada bab 3 Prinsip


Penyelenggaran Pendidikan yang berisi “Pendidikan diselenggarakan sebagai satu
kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna”. Isi dari ayat undang-
undang ini mengisaratkan bahwa hakikat pendidikan diselenggarakan menjadi satu
kesatuan yang sistemik yang menjadikan pendidikan sebagai implementasi agar
terciptanya pembelajaran dengan sistem terbuka yang artinya tidak adanya pembatasan
usia, masa belajar dan meminimalisir kendala tempat dan waktu untuk mewujudkan
belajar sepanjang hayat serta mewujudkan belajar yang multimakna. Proses
pengimplementasian itu berasal dari dikembangnya sebuah kurikulum.

Di dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Guru


mengenai memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan
diri. Pada situasi pembelajaran jarak jauh guru dituntut untuk beradaptasi dengan
teknologi informasi dan komunikasi guna menunjang terjadinya kegiatan pembelajaran.
Salah satu kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru terkait teknologi
informasi dan komunikasi saat pembelajaran jarak jauh ialah dapat mengelola online
learning secara daring baik pada pembelajaran secara sinkronus ataupun asinkronus.

Kurikulum pelatihan ini dapat digunakan untuk pelaksanaan program pelatihan


pengembangan kompetensi guru SMA dalam mengelola online learning sebagai salah
satu pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dalam penyelenggaraan
pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang efektif dan efisien.
Model Pengembangan Kurikulum
Model Pengembangan akan menggunakan Model Pengembangan Hilda Taba.
Model Hilda Taba merupakan model yang telah berkembang sejak tahun 1962. Dalam
model Taba, kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar peserta didik,
sangatlah penting untuk mendiagnosis berbagai kebutuhan peserta didik. Hal ini
merupakan langkah penting pertama tentang apa yang peserta didik inginkan dan
perlukan untuk belajar. Informasi ini kemudian menjadi berguna dengan langkah
keduanya, yaitu formulasi yang jelas dan tujuan-tujuan komprehensif untuk membentuk
dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya yaitu menentukan jenis pelajaran apa
yang perlu untuk diikuti. Model Hilda Taba menekankan pada tahapan-tahapan yang
harus dilalui untuk mengembangkan sebuah kurikulum. Terdapat delapan langkah utama
yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum dalam model Hilda Taba. Gambar
Ilustrasi langkah-langkah pengembangan terdapat di bawah ini.

Langkah-langkah pengembangan di atas dijelaskan dalam tabel di bawah ini;


Komponen
Isi
Pengembangan
Diagnosis of needs Pada bagian ini pengembangan kurikulum diawali dengan
mendiagnosis masalah yang ada, diagnosis dilakukan dengan
melakukan analisis aspek tertentu, seperti analisis masalah,
analisis lingkungan, analisis sumber daya, dan hal lainnya yang
berkaitan dengan masalah belajar yang dialami. Diagnosis
dilakukan untuk menemukan tujuan yang akan dikembangkan
pada kurikulum ini. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan melihat
kesenjangan dari keadaan ideal dan keadaan realita yang ada di
lapangan, selanjutnya dapat dilakukan wawancara dan juga
penyebaran kuestioner untuk memastikan diagnosis yang
dilakukan dapat tepat dengan kebutuhan yang ada sehingga
kurikulum yang disusun memiliki nilai tepat guna.
Formulation of Bagian ini merupakan lanjutan dari komponen diagnosis of needs.
objectives
Hasil diagnosis yang telah terkumpul akan dipilih diagnosis mana
yang sesuai dengan kebutuhan dari organisasi atau instansi
tersebut. Diagnosis yang telah terkumpul akan dirumuskan
menjadi tujuan pembelajaran. Menurut Taba, pembelajaran yang
kaya dihasilkan dari area tujuan yang komperhensif yang
mencakup hal-hal berikut :
• Konsep atau ide yang harus dipelajari
• Sikap, kepekaan, dan perasaan yang harus dikembangkan
• Cara berpikir yang harus ditingkatkan, diperkuat dan diinisiasi
• Kebiasaan dan keterampilan yang harus dikuasai.
Selection of content Dari tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, pada langkah ini
dilakukan pemilihan isi konten. Isi konten harus berlandaskan dari
tujuan pembelajaran yang telah dianalisis, isi konten merupakan
jabaran materi yang akan disampaikan kepada peserta pelatihan.
Organization of Konten yang telah dipilih akan diatur untuk memudahkan
content
penysunan kurikulum. Pengaturan konten tersebut akan
menentukan alur dari penyampaian materi, seperti apakah konten
tersebut bersifat prosedural, jika konten tersebut bersifat
prosedural maka konten harus disusun secara berurutan.
Selection of Pemilihan pengalaman belajar disusun sebagai kegiatan yang
learning akan dilakukan untuk penyampaian bahan belajar. Pengalaman
experiences
belajar akan memberikan dampak seberapa peserta didik
memahami materi tersebut dengan baik, tentunya untuk
menentukan learning experience harus memperhatikan materi
yang akan disampaikan, kemampuan peserta didik, teknologi
serta lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap pengalaman
belajar yang akan diterima oleh peserta didik.
Organization of Pengalaman belajar yang telah disusun harus diorganisir agar
learning activities
peserta didik dapat mengikuti setiap tahapan kegiatan belajar
yang telah ditentukan, setiap tahapan yang diorganisir akan
menghantarkan peserta didik yang mengikuti kegiatan belajar
menuju tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Evaluation and Tahap terakhir dari pengembangan kurikulum ini adalah
means of
mengukur hasil dari capaian belajar yang telah ditentukan.
evaluation
Evaluasi juga berguna untuk mengukur keberhasilan tiap
kegiatannya dan dapat menjadi pertimbangan dalam
pembentukan kurikulum selanjutnya.

Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum untuk kegiatan pelatihan guru di SMA 17 Agustus


1945 kami menggunakan model Hilda Taba sebagai model pengembangan kurikulum.
Oleh sebab itu dilakukan langkah-langkah sebagaimana model Hilda Taba telah
tentukan.
1. Diagnosis of Need (Diagnosis Kebutuhan)

Diagonosis kebutuhan dilakukan dengan mengidentifikasi kesenjangan kinerja atau


gap antara kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh guru dengan keadaan yang ada
atau realitas di SMA 17 Agustus 1945. Dalam melakukan diagnosis kebutuhan ini,
dilakukan kegiatan berupa penyebaran angket dan wawancara dengan guru yang
mengajar pada sekolah tersebut. Penyebaran angket dilakukan dengan menggunakan
platform Google Form dan pada wawancara dilakukan dengan menggunakan platform
Zoom Meeting. Berikut di bawah ini merupakan instrumen angket yang disebarkan
kepada guru-guru di SMA 17 Agustus 1945.

Pernyataan Iya Tidak Alasan


Saya membutuhkan pelatihan untuk dapat
menyelenggarakan kelas online dengan baik

Saya memiliki kendala dalam menentukan tujuan


pembelajaran untuk kelas online

Saya mengetahui indikator dalam melaksanakan


pembelajaran synchronous

Saya dapat menyusun pembelajaran asynchronous


menggunakan lima model aktifitas belajar

Apakah anda ingin menguasai kemampuan


berkomunikasi secara lisan dan tulisan

Saya dapat menentukan media yang digunakan saat


pembelajaran online

Saya dapat memilih teknologi yang dapat


memndukung aktifitas pembelajaran online
Berikut di bawah ini merupakan instrumen wawancara yang dengan salah satu guru di
SMA 17 Agustus 1945.

Nama Guru : Ibu Nia Marali

Mata Pelajaran : Sejarah

Jabatan : Penanggung jawab dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh

Pertanyaan Jawaban Responden


Bagaimanakah kondisi kegiatan Saat awal pandemi cukup kurang siap
Pembelajaran Jarak Jauh di SMA 17 dengan kegiatan pembelajaran. Tetapi
Agustus 1945 ? saat ini mulai membaik dan mulai
terstruktur.
Media pembelajaran apa saja yang Media yang digunakan saat pembelajaran
digunakan saat pembelajaran daring? online adalah bacaan dan video, lalu ada
tugas untuk membuat pertanyaan lalu di
bahas di google meet/zoom
Apakah guru sudah menggunakan Belum ada yang menggunakan fitur
platform pembelajaran secara maksimal? tersebut, seperti untuk absen
menggunakan peraturan tertentu untuk
melakukan chat
Apakah ada kemungkinan untuk membuat lebih untuk mengubah suasananya,
E-learning untuk sekolah? seperti cara belajarnya (masuk ke teori
belajar, alur belajar, dll) agar siswa tidak
jenuh
Bagaimana interaksi yang dilakukan saat Sejauh ini ada interaksi, guru menunjuk
meeting? Apakah ada hal interaktif lainnya siswa secara acak untuk menjawab
yang dilakukan oleh guru? pertanyaan yang akan diberikan setelah
mempelajari materi dengan maksud siswa
agar lebih siap dan konsentrasi dengan
belajar, maka dari itu siswa disuruh baca
agar orang tua tau sedang ada kegiatan
belajar dan juga adanya ujian secara lisan
Apakah ada regulasi untuk menyusun Kepala sekolah memberikan wewenang
kegiatan tatap maya? kepada guru, guru menggunakan kegiatan
meeting minimal sebulan dua kali
Apakah saat PJJ ini ada motivasi yang Guru tidak langsung memantau siswa, jadi
diberikan guru ke siswa? membutuhkan bantuan orang tua dan wali
kelas untuk memotivasi siswa. dari 20
siswa hanya 10 siswa yang join, jika ada
siswa yang alfa maka akan disampaikan
nama-namanya ke guru BK dan ada tindak
lanjut seperti pemanggilan orang tua atau
pengancaman nilai yang membuat siswa
menjadi takut sehingga diharapkan dapat
termotivasi untuk belajar
Apakah ada kegiatan evaluasi secara rutin Ada, penanggung jawab PJJ untuk
terkait kegiatan pembelajaran daring yang sekolah 17 Agustus menerima laporan
diselenggarakan pihak sekolah? mengenai kegiatan pembelajaran yang
berlangsung, seperti apakah ada guru
yang belum menggunakan google meet
untuk kegiatan pembelajrannya,
selanjutnya akan diberikan ke kepala
sekolah
Apakah ada guru yang masih kesulitan Ada, pastinya guru-guru senior yang
mengoperasikan laptop atau bahkan sudah berumur. Contohnya jika guru
hanphone? terbiasa melakukan google meet lewat
handphone maka akan bingung jika harus
melakuakan google meet melalui laptop
Apakah guru senior bertanya kepada guru iya, guru lainnya bertanya jika ada kendala
lainnya? kepada guru lainnya
Durasi waktu kelas daring dan kelas luring Ada penguranganjam, seperti saat tatap
berbeda tentunya, bahkan ketercapaian muka menggunakan waktu 40-45 menit
belajar juka dapat dikurangi jika namun pada saat tatap maya sekitar 30-
dibutuhkan, apakah hal tersebut 35 menit, dalam satu hari terdapat 4-5
diimplementasikan di sekolah? pelajaran
Bagaimana kegiatan interaktif yang Kegiatan berjalan diawali dengan
dilakukan? melakukan absen, selanjutnya guru
memberi video atau bahan belajar untuk
dipelajari terlebuh dahulu, namun hal
tersebut menjadi membuat siswa menjadi
kurang antusias dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai