Anda di halaman 1dari 6

PROFESI KEPENDIDIKAN

Dirangkum dari buku Profesi Kependidikan karya Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd.
Oleh: Komarudin Tasdik

Rangkuman:
Pengantar Profesi Kependidikan
Di dalam manajemen pendidikan kita harus melihat seberapa jauh kekuasaan pembuatan
kebijaksanaan pendidikan itu tersentralisasi atau terdesentralisasi.
Demikian juga kita harus mengamati seberapa jauh masyarakat terlibat dan ikut berperan
dalam pendidikan berarti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengontrol
pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian, pengontrolan ini pendidikan tidak akan dikebiri
prosesnya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pelaksanaan pendidikan selama ini banyak diwarnai oleh pendekatan sarwa negara (state
driven). Di mana yang akan datang pendidikan harus berorientasi pada aspirasi masyarakat
(putting customers first). Pendidikan harus mengenali siapa pelanggannya, dan dari
pengenalan ini pendidikan memahami apa aspirasi dan kebutuhannya (need assessment).
Setelah mengetahui aspirasi dan kebutuhan mereka, baru ditentukan sistem pendidikan,
macam kurikulumnya, dan persyaratan pengajarnya.
Pendekatan sarwa negara mengakibatkan terjadinya sentralisasi sistem pendidikan. Untuk
masa depan, visi pendidikan tidak lagi berorientasi pada sentralisasi kekuasaan, melainkan
desentralisasi dan memberikan otonomi kepada satuan di bawah atau kepada daerah.
Visi pendidikan masa depan menuntut kita agar mampu hidup dalam suasana schooling and
working in democratic state dan meletakkan information technology.
Mengingat masih banyaknya lulusan lembaga pendidikan formal, baik dari tingkat sekolah
menengah maupun perguruan tinggi, terkesan belum mampu mengembangkan kreativitas
dalam kehidupan mereka. Lulusan sekolah menengah sukar untuk bekerja di sektor formal,
karena belum memiliki keahlian khusus. Bagi sarjana, mereka yang dapat berperan secara
aktif dalam bekerja di sektor formal terbilang hanya sedikit. Keahlian dan profesionalisasi
yang melekat pada lembaga pendidikan tinggi terkesan hanyalah simbol belaka, lulusannya
tidak profesional. Penguasaan bahasa Inggris, keterampilan komputer, dan pengalaman kerja
merupakan persyaratan utama yang diminta perusahaan-perusahaan. Sementara ijazah yang
diperoleh selama 20 atau 25 tahun dari lembaga pendidikan formal terabaikan.
Memperhatikan berbagai kondisi pendidikan dewasa ini, maka hal yang perlu dikedepankan,
yaitu (1) bagaimana memberdayakan lembaga pendidikan agar menjadi lembaga human
investment? (2) hal-hal apakah yang perlu dilakukan agar otonomisasi penyelenggaraan
pendidikan dapat dilakukan dengan baik?

Sepuluh Perubahan Pendidikan untuk Peningkatan Sumber Daya Manusia


Seberapa jauh pendidikan mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) kita dan jati
diri bangsa dalam mengembangkan demokrasi dan memupuk persatuan bangsa? Hal ini dapat
terlihat dengan menganalisis beberapa paradigme pendidikan, di antaranya: (1) pendidikan
sebagai proses pembebasan. (2) pendidikan sebagai proses pencerdasan. (3) pendidikan
menjunjung tinggi hak-hak anak. (4) pendidikan menghasilkan tindak perdamaian. (5)
pendidikan sebagai proses pemberdayaan potensi manusia (6) pendidikan anak berwawasan
integratif. (7) pendidikan membangun watak persatuan. (8) pendidikan menghasilkan
manusia demokratis. (9) pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan.
(10) Sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan.

Profesionalisme Guru
Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar,
dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki
kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas
agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan
sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan. Guru merupakan suatu profesi, yang berarti
suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang pendidikan.
Untuk seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar
ia dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut:
1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang
diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
2. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta
mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
3. Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan
penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam
memahami pelajaran yang diterimanya.
5. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat
menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi
jelas.
6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaan
dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan
kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan
pengetahuan yang didapatnya.
8. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik
dalam kelas maupun di luar kelas.
9. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat
melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
Guru dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk
mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan
pengembangan.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian pesat, guru tidak lagi
hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai
fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, keahlian
guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar
saja.
Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukkan oleh peserta
didiknya. Untuk itu, apabila seseorang ingin menjadi guru yang profesional maka sudah
seharusnya ia dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis melalui
jalur pendidikan berjenjang ataupun upgrading dan/atau pelatihan yang bersifat in service
training dengan rekan-rekan sejawatnya.
Perubahan dalam cara mengajar guru dapat dilatihkan melalui peningkatan kemampuan
mengajar sehingga kebiasaan lama yang kurang efektif dapat segera terdeteksi dan perlahan-
lahan dihilangkan. Untuk itu, maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar
guru yang diharapkan akan berpengaruh pada cara belajar siswa, di antaranya sebagai
berikut:
1. Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas
dalam mengajar apabila banyak menyajikan informasi (ceramah) dan terlalu mendominasi
kegiatan belajar peserta didik.
2. Guru hendaknya berperan sebagai pengarah, pembimbing, pemberi kemudahan dengan
menyediakan berbagai fasilitas belajar, pemberi bantuan bagi peserta yang mendapat
kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta untuk
berpikir dan bekerja (melakukan).
3. Mengubah dari sekadar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih
relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru
merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi (diceramahi)
guru, atau baru belajar kalau ada guru.
4. Guru hendaknya mampu menyiapkan berbagai jenis sumber belajar sehingga peserta didik
dapat belajar secara mandiri dan berkelompok, percaya diri, terbuka untuk saling memberi
dan menerima pendapat orang lain, serta membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri
informasi.
Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki
oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Adapun
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari 3 (tiga), yaitu kompetensi
pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Agar lebih jelas tentang kompetensi profesional, dijelaskan bahwa peran guru sebagai
pengelola proses pembelajaran, harus memiliki kemampuan:
1) Merencanakan sistem pembelajaran

Merumuskan tujuan

Memilih prioritas materi yang akan diajarkan

Memilih dan menggunakan metode

Memilih dan menggunakan sumber belajar yang ada

Memilih dan menggunakan media pembelajaran.

2) Melaksanakan sistem pembelajaran


Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat

Menyajikan urutan pembelajaran secara tepat

3) Mengevaluasi sistem pembelajaran

Memilih dan menyusun jenis evaluasi

Melaksanakan kegiatan evaluasi sepanjang proses

Mengadministrasikan hasil evaluasi.

4) Mengembangkan sistem pembelajaran

Mengoptimalkan potensi peserta didik

Meningkatkan wawasan kemampuan diri sendiri

Mengembangkan program pembelajaran lebih lanjut

Sedangkan kompetensi guru yang telah dibakukan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas (1999)
sebagai berikut:
1) Mengembangkan kepribadian
2) Menguasai landasan kependidikan
3) Menguasai bahan pelajaran
4) Menyusun program pengajaran
5) Melaksanakan program pengajaran
6) Menilai hasil dalam PBM yang telah dilaksanakan
7) Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
8) Menyelenggarakan program bimbingan
9) Berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat
10) Menyelenggarakan administrasi sekolah.

Merekonstruksi Masyarakat dan Kebudayaan Melalui Pengubahan Sistem Pengelolaan


Pendidikan di Sekolah
Perananan sekolah dalam merekonstruksi masyarakat berarti sekolah merekonstruksi
berbagai tata nilai yang telah ada dalam masyarakat, yang oleh Malindoski disebutkan
sebagai upaya mengembangkan kebudayaan. Ada tujuh sistem nilai atau kebudayaan yang
secara universal dikembangkan, yaitu (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem mata
pencaharian hidup dan ekonomi, (4) organisasional, (5) sistem pengetahuan, (6) religi, dan
(7) kesenian.

Jabatan Profesional dan Tantangan Guru dalam Pembelajaran


Jabatan guru merupakan jabatan profesional yang menghendaki guru harus bekerja secara
profesional. Bekerja sebagai seorang yang profesional berarti bekerja dengan keahlian, dan
keahlian hanya dapat diperoleh melalui pendidikan khusus.
Kondisi dan asas untuk bealajar yang berhasil meliputi: persiapan sebelum mengajar, sasaran
belajar, susunan bahan ajar, perbedaan individu, motivasi, sumber pengajaran, keikutsertaan,
balikan, penguatan, latihan dan pengulangan, urutan kegiatan belajar, penerapan, sikap
mengajar, penyajian di depan kelas.

Kompetensi Profesionalisme Guru


Kompetensi guru adalah kecakapan atau kemampuan yang dimiliki guru, yang diindikasikan
dalam tiga kompetensi, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan tugas profesionalnya
sebagai guru (profesional), kompetensi yang berhubungan dengan keadaan pribadinya
(personal), dan kompetensi yang berhubungan dengan masyarakat atau lingkungannya
(sosial).
Kompetensi guru profesional menurut pakar pendidikan seperti Soediarto menuntut dirinya
sebagai seorang guru agar mampu menganalisis, mendiagnosis, dan memprognosis situasi
pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain: (a)
disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran, (b) bahan ajar yang diajarkan, (c)
pengetahuan tentang karakteristik siswa, (d) pengetahuan tentang filsafat dan tujuan
pendidikan, (e) pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar, (f) penguasaan
terhadap prinsip teknologi pembelajaran, (g) pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu
merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan.

Reformasi Pendidikan
Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik
dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan
keunggulan pendidikan di tanah air. Mengapa demikian? Karena sistem birokrasi selalu
menempatkan kekuasaan sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan
keputusan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) muncul sebagai paradigma baru pengelolaan
pendidikan. MBS bermaksud mengembalikan sekolah kepada pemiliknya, yaitu
masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.
Paradigma MBS beranggapan bahwa satu-satunya jalan masuk yang terdekat menuju
peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas
pendidikan. Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan terdepan dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai penanganan
persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi ketiga pihak
tersebut.
Untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan pendidikan
di setiap satuan pendidikan, diperlukan program yang sistematis dengan melakukan capacity
building. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan setiap satuan pendidikan
secara berkelanjutan, baik untuk melaksanakan peran-peran manajemen pendidikan maupun
peran-peran pembelajaran. Namun, kegiatan capacity building tersebut perlu dilakukan
secara sistematis melalui penahapan sehingga menjadi proses yang dilakukan secara
berkesinambungan arahnya menjadi jelas (straight foreward) dan terukur (measurable).
Terdapat empat tahapan pokok yang perlu dilalui dalam melaksanakan capacity building bagi
setiap satuan pendidikan, yaitu: tahap praformal, tahap formalitas, tahap transisional, dan
tahap otonomi.

Peran Teknologi dalam Perkembangan Pendidikan di Indonesia


Salah satu komponen pendidikan yang perlu dikembangkan adalah kurikulum yang berbasis
pendidikan teknologi di jenjang pendidikan dasar. Kemampuan-kemampuan seperti
memecahkan masalah, berpikir secara alternatif, dan menilai sendiri hasil karyanya dapat
dibelajarkan melalui pendidikan teknonologi. Untuk itu, pembelajaran pendidikan teknologi
perlu didasarkan pada empat pilar proses pembelajaran, yaitu learning to know, learning to
do, learning to be, dan learning to live together.

Peran Guru dalam Pengembangan Media Pembelajaran di Era Teknologi Komunikasi


dan Informasi
Klasifikasi media pembelajaran sebagai berikut:
1. Media yang tidak diproyeksikan (non projected media), jenis media: Realita, model, bahan
grafis (graphical material), display.
2. Media yang diproyeksikan (projected media), jenis media: OHT, slide, opaque.
3. Media audio (Audio), jenis media: Audio kaset, audio vision, active audio vision.
4. Media video (video), jenis media: video.
5. Media berbasis komputer (computer based media), jenis media: Computer Assisted
Instruction (CIA), Computer Managed Instruction (CMI).
6. Multimedia Kit, jenis media: perangkat praktikum.

Benang Kusut Pendidikan di Era Otonomi Pendidikan


Pada saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang
menonjol: (1) masih rendahnya pemerataan untuk memperoleh pendidikan, (2) masih
rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan (3) masih lemahnya manajemen
pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan
dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi di
antarwilayah geografis, yaitu antara perkotaan dan pedesaan, serta antara Kawasan Timur
Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk
ataupun atargender.
Kondisi yang sangat memprihatinkan tentang kualitas pendidikan di Indonesia tercermin pada
hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan oleh
organisasi International Education Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa SD
di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP), studi untuk kemampuan matematika siswa SMP di
Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara peserta.

Sumber: http://komarudintasdik.wordpress.com/2011/02/15/profesi-kependidikan

Anda mungkin juga menyukai