Anda di halaman 1dari 89

MULTIPLIKASI PLANLET KENTANG

GRANOLA L. (Solanum tuberosum L.) PADA BERBAGAI


KONSENTRASI HARA MAKRO SECARA IN VITRO
DI BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN LEMBANG

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Ujian Mata Kuliah Praktik Kerja Lapangan
pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Majalengka

Oleh:
MILA KARMILA
20.07.1.0020

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MAJALENGKA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, karunia,

dan hidayah-Nya, penulis diberikan kemudahan serta kelancaran dalam

menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Kultur

Jaringan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang yang berjudul

“Multiplikasi Planlet Kentang Granola L (Solanum tuberosum L.) pada Berbagai

Konsentrasi Hara Makro secara In Vitro”. Laporan ini sebagai salah satu syarat

ujian Mata Kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada Program Studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Majalengka.

Selama penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini, penulis

banyak menerima bimbingan, saran, serta dukungan dari semua pihak. Oleh

karena itu perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ajat Jatnika, M.Sc., selaku kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian

(BBPP) Lembang.

2. Umar Dani, S.P., M.P., selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas

Majalengka.

3. Acep Atma Wijaya, S.P., M.P., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Majalengka.

4. Dadan Ramdani Nugraha, S.P., M.P., selaku Dosen Pembimbing Praktik

Kerja Lapangan (PKL) yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan

pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan Praktik Kerja

Lapangan (PKL).

5. Abd. Rohim, S.P., M.P., selaku Pembimbing Widyaiswara, yang telah

memberikan bimbingan, motivasi, dan pengarahan kepada penulis dalam

iv
menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

6. Yuli Yulinawati, S.P., selaku Pembimbing Lapangan, yang telah memberikan

bimbingan, motivasi, dan pengarahan kepada penulis selama kegiatan di

lapangan.

7. Ateng Jaelani, selaku Pembimbing Lapangan, yang telah memberikan

bimbingan, motivasi, dan pengarahan kepada penulis selama kegiatan di

lapangan.

8. Orang tua saya yang selalu memberikan do’a, motivasi dan dukungan moril

maupun materil kepada Penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan

Laporan Praktik Kerja Lapangan ini.

9. Teman-teman seperjuangan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar

Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang yang telah berjuang bersama.

10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis

selama kegiatan PKL berlangsung.

Dalam kesempatan ini Penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan

laporan ini masih banyak kata-kata dan tutur bahasa yang kurang baik. Untuk itu

penulis memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca

demi perbaikan penyusunan laporan ini. Semoga laporan Praktik Kerja Lapangan

(PKL) ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Lembang, 26 Agustus 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan ......................................................... 9

1.2.1 Tujuan Umum ............................................................................... 9

1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 10

1.3 Keadaan Umum Instansi .................................................................. 10

1.3.1 Sejarah BBPP Lembang .............................................................. 10

1.3.2 Visi dan Misi ............................................................................... 12

1.3.3 Struktur Organisasi ..................................................................... 13

1.3.4 Tugas Pokok dan Fungsi ............................................................. 13

1.3.5 Sistem Tata Kelola Tenaga Kerja ............................................... 15

BAB II. PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN ................... 18

2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL ............................................. 18

2.2 Materi dan Metode PKL .................................................................. 18

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 21

3.1. Hasil ................................................................................................. 21

3.1.1 Tahapan Multiplikasi kentang Granola L. ................................... 22

vi
3.1.1 Hasil Pengamatan ........................................................................ 40

3.2. Pembahasan ..................................................................................... 44

3.2.1 Tinggi Planlet .............................................................................. 44

3.2.2 Jumlah Nodus .............................................................................. 45

3.2.3 Diameter Batang.......................................................................... 46

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 49

4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 49

4.2 Saran ................................................................................................ 49

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 50

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 53

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kantor BBPP Lembang ................................................................ 10


Gambar 3.1 Gedung Laboratorium Kultur Jaringan BBPP Lembang.............. 22
Gambar 3.2 Denah Laboratorium Kultur Jaringan ........................................... 22
Gambar 3.3 Bahan Sterilisasi Ruangan Laboratorium Kultur Jaringan ........... 23
Gambar 3.4 Pembuatan Aquadest .................................................................... 24
Gambar 3.5 Larutan Stok ................................................................................. 26
Gambar 3.6 Bahan-Bahan Pembuatan Media MS............................................ 34
Gambar 3.7 Komposisi Media MS (250 mL)................................................... 36
Gambar 3.8 Perlakuan Konsentrasi Hara Makro (a) Terbaik dan (b) Terendah
pada Tinggi Planlet ........................................................................ 44
Gambar 3.9 Perlakuan Konsentrasi Hara Makro (a) Terbaik dan (b) Terendah
pada Jumlah Nodus........................................................................ 46
Gambar 3.10 Perlakuan Konsentrasi Hara Makro (a) Terbaik dan (b) Terendah
pada Diameter Batang ................................................................... 47

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Komposisi Media Dasar Murashige and Skoog (MS) ..................... 27

Tabel 3.2 Komposisi Media MS (250 mL) ...................................................... 37

Tabel 3.3 Rata-Rata Tinggi Planlet .................................................................. 41

Tabel 3.4 Rata-Rata Jumlah Nodus .................................................................. 42

Tabel 3. 5 Rata-Rata Diameter Batang ............................................................. 43

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi-umbian dan

tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya menyemak dan menjalar serta

memiliki batang berbentuk segi empat atau segi lima. Tidak berkayu dan

bertekstur agak keras dengan permukaan batang halus, umumnya lemah hingga

mudah roboh bila terkena angin kencang. Daun tanaman kentang berfungsi

sebagai tempat proses asimilasi dalam rangka pembentukan karbohidrat, lemak,

protein, vitamin, dan mineral. Kentang memiliki perakaran tunggang dan

serabut, akar berwarna keputih-putihan dan berukuran sangat kecil. Bunga

kentang tumbuh dari ketiak daun, dan bunga yang telah mengalami penyerbukan

akan menghasilkan buah dan biji (Sumadi, 2007).

Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman

hortikultura yang berpotensi untuk dijadikan sebagai alternatif sumber

karbohidrat. Kentang salah satu tanaman penunjang program diversifikasi

pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Sebagai bahan makanan,

kandungan nutrisi umbi kentang dinilai cukup baik, yaitu mengandung nilai gizi

yang cukup tinggi, mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial,

mineral, dan elemen-elemen mikro, disamping itu juga merupakan sumber

vitamin C (asam askorbat), vitamin B (tiamin, niasin, dan vitamin B6), dan

mineral P, Mg, dan K (Andry,2010). Nilai gizi yang terkandung dalam 100 g

kentang adalah kalori sebanyak 347 kal, protein sebanyak 0,3 g, lemak 0,1 g,

karbohidrat 85,6 g, kalsium (Ca) sebanyak 20 g, fosfor (P) sebanyak 30 mg dan

1
2

vitamin B sebanyak 0,04 mg (Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan

dan UMKM, 2011).

Komoditas kentang potensial dikembangkan karena memiliki nilai

ekonomis yang tinggi dibandingkan komoditas hortikultura lainnya. Nilai

ekonomis tersebut dilihat dari harga yang relatif stabil, potensi bisnisnya tinggi,

segmen usaha dapat dipilih sesuai dengan modal, pasar terjamin dan pasti, selain

itu memiliki daya simpan lebih lama daripada tanaman hortikultura lain (Pratiwi

dkk., 2016).

Menurut Badan Pusat Statistik (2021), produksi kentang di Indonesia

mencapai 1,36 juta ton pada tahun 2021. Produksi kentang mengalami

peningkatan 6,1% dari tahun sebelumnya sebesar 1,28 juta ton. Provinsi dengan

produksi kentang terbesar yaitu Jawa Timur dengan produksi kentang mencapai

324,34 ribu ton, Jawa Tengah dengan produksi kentang mencapai 277,73 ton,

dan Jawa Barat dengan produksi kentang mencapai 240,48 ribu ton.

Di Jawa Barat, komoditas sayuran yang utama (prioritas) salah satunya

yaitu kentang. Areal pertanaman kentang di Jawa Barat tersebar di 10 kabupaten

dan yang terluas adalah di Kabupaten Bandung (13.184 ha), kemudian Garut

(4.932 ha) dan Majalengka (1165 ha). Sebagian besar petani kentang di Jawa

Barat sampai saat ini masih menggunakan benih yang berasal dari hasil panen

sendiri atau diperoleh dari petani konsumsi dengan mutu yang rendah (Bachrein,

n.d, 2004).

Varietas tanaman kentang yang dibudidayakan di Indonesia sangatlah

beragam, semenjak tahun 2000 sampai dengan 2014 Balai Penelitian Tanaman

Sayuran (BALITSA) telah melepaskan kentang Varietas Unggul Baru (VUB)


3

diantaranya adalah varietas Medians, Andina, Amabile, Granola L., dan Maglia

(Sofiari dkk., 2015).

Kentang (Solanum tuberosum L.) varietas Granola L. adalah jenis kentang

yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Varietas ini merupakan kentang yang

paling banyak ditanam oleh petani. Prabaningrum dkk. (2015), menyatakan

bahwa varietas Granola L. telah ditanam di Indonesia mencapai 80% - 90% dari

keseluruhan lahan. Varietas ini pertama kali dikembangkan di Jerman. Varietas

Granola L. memiliki ketahanan terhadap Potato virus, Potato virus A, PLRV,

penyakit layu bakteri (Pseudomonas solanacearum) dan penyakit busuk daun

(Phytophthorainfestans) (BALITSA, 2018). Granola L. memiliki nilai bobot

satuan yang tinggi, sehingga memiliki harga jual yang tinggi. (Zulkarnain dkk.,

2017).

Karakteristik tanaman kentang Granola L. adalah sebagai berikut, tinggi

tanaman sekitar 65 cm, batang berwarna hijau dengan urat daun utama berwarna

hijau muda, umbi berbentuk oval, kulit umbi berwarna kuning dan daging umbi

berwarna kuning (Pitojo, 2004). Susunan daun kentang Granola L. terbuka

berwarna hijau muda. Granola L. dapat berbunga apabila ditanam pada

ketinggian >1700 m dpl (Hidayat, 2014). Menurut Purwito dkk. (2008), Granola

L. memiliki keunggulan berupa umur tanam yang pendek yaitu 100-115.

Potensi produktivitas varietas Granola L. sekitar 38 hingga 50 ton/ha.

Namun sampai saat ini potensi produksi kentang hanya 17 ton/ha. Hal tersebut

salah satunya dikarenakan penggunaan dan ketersediaan benih berkualitas dalam

proses budidaya belum tercukupi. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perbaikan

teknik budidaya tanaman kentang, salah satunya dengan penggunaan benih


4

berkualitas. Penggunaan benih berkualitas akan mempengaruhi hasil yang

diperoleh dan dapat menunjukkan sifat-sifat unggul tanaman dan mutu tanaman,

pertumbuhan cepat dan seragam, terhindar dari penyakit serta produktivitas

tinggi (Dinas Pertanian Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat, 2014).

Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2017), produksi kentang

hanya mampu memenuhi kebutuhan benih kentang nasional sebesar 15% dari

total lahan produksi, sedangkan selebihnya menggunakan benih seleksi sendiri

yang belum terjamin mutu dan kualitasnya. Perbanyakan tanaman kentang

umumnya dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan umbi, namun

perbanyakan ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya produksi benih

rendah, rentan terserang hama dan penyakit, serta bergantung kepada musim.

Menanggapi hal tersebut, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

melakukan perbanyakan benih kentang dengan teknologi kultur jaringan.

Kultur jaringan merupakan salah satu teknologi perbanyakan tanaman

dengan cara mengisolasi bagian tertentu dari tanaman (organ, sel, jaringan,

anther, dan lainnya) yang ditumbuhkan dalam media tumbuh steril yang

mengandung nutrisi makro dan mikro, yang berdiferensiasi menjadi individu

yang sempurna kembali. Kultur jaringan dapat diperoleh dari bagian atau

potongan akar, batang, atau daun yang disebut planlet yang masih hidup

(Rudiyanto dkk. 2016). Kultur jaringan, dikenal juga dengan sebutan in vitro,

merupakan salah satu teknologi perbanyakan.

Kultur in vitro adalah suatu metode atau teknik untuk mengisolasi bagian

dari tanaman berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik atau steril

sehingga bagian tanaman tersebut dapat regenerasi dan berdiferensi menjadi


5

tanaman utuh atau lengkap (Zulkarnain, 2017). Prinsip dasar kultur in vitro

menggunakan dasar teori Totipotensi sel. Totipotensi sel merupakan suatu

peristiwa kemampuan sel yang dapat berdiferensi menjadi tanaman baru yang

lengkap.

Tujuan penggunaan teknik kultur jaringan adalah untuk memperbanyak

tanaman dengan waktu yang lebih singkat (Yuliarti, N., 2010). Keuntungan

menggunakan teknik kultur in vitro antara lain tidak tergantung oleh musim,

benih dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu relatif singkat,

benih memiliki sifat yang relatif sama dengan induknya, dan benih bebas

penyakit. Kultur in vitro dapat menjadi salah satu alternatif dalam pemuliaan

tanaman serta menghasilkan jenis tanaman yang diinginkan. Berbagai jenis

tanaman dapat dibudidayakan melalui kultur in vitro diantaranya kentang

Granola L.

Salah satu tahap perbanyakan tanaman secara in vitro ialah multiplikasi

atau subkultur. Multiplikasi yaitu kegiatan memperbanyak planlet pada media

tumbuh baru. Multiplikasi merupakan bagian tahap dari pertumbuhan tanaman

melalui teknik in vitro yang mengalami proses perkembangan (diferensiasi sel)

dan membentuk tunas maupun organ lain. Multiplikasi kentang Granola L.

menggunakan nodus pada planlet yang sudah dipilih untuk dipindahtanamkan

pada media baru. Dengan subkultur juga akan diketahui waktu yang tepat untuk

menginisiasi planlet baru, yaitu ketika tingkat multiplikasi tunas in vitro

menurun dan morfologi berubah akibat variasi genetik atau penurunan fisiologis

(Azizi dkk., 2017).


6

Multiplikasi planlet kentang Granola L. secara in vitro menggunakan

tahapan meliputi, sterilisasi, pembuatan media, penanaman planlet (proses

pindah tanam planlet ke media baru) untuk mendapatkan benih yang terbaik

dalam periode waktu tertentu. Dengan subkultur juga akan diketahui waktu yang

tepat untuk menginisiasi tunas baru, yaitu ketika tingkat multiplikasi tunas in

vitro menurun dan morfologi biakan berubah akibat variasi genetik atau

penurunan status fisiologis (Azizi dkk. 2017).

Keberhasilan kultur in vitro salah satunya yaitu media kultur. Media kultur

mengandung berbagai garam mineral yang terdiri dari makro, mikro, sumber

karbon, vitamin, asam-asam amino, dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Salah satu

media yang sering digunakan dalam teknik kultur in vitro adalah Murashige and

Skoog (MS). Medium MS merupakan media yang banyak digunakan untuk

mengkulturkan berbagai jenis tanaman (Hendrayono dkk., 2012). Media ini

merupakan media yang memiliki unsur hara makro dan mikro yang lebih

lengkap dibandingkan dengan media jenis lainnya. Lestari dkk. (2018),

menjelaskan bahwa multiplikasi planlet kentang pada media MS mampu

meregenerasi kembali planlet dan dapat langsung memunculkan tunas dan

cabang.

Media tumbuh dalam kultur in vitro merupakan tempat untuk tumbuh

planlet. Menurut Dwiyani (2015), menyatakan bahwa komponen yang

terkandung dalam media kultur in vitro meliputi hara makro, hara mikro, gula,

vitamin, myio-inositol, dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Hara makro sebagai

salah satu komponen penyusun media kultur memiliki peranan yang sangat

penting. Dalam proses kultur jaringan, tanaman memerlukan unsur hara yang
7

cukup untuk pertumbuhan batang, daun, dan buah atau biji. Unsur hara makro

terdiri dari unsur N, P, K, Ca, Mg, dan S. Dalam bentuk senyawa, komposisi

unsur hara makro terdiri dari KNO3, NH4NO3, CaCl3 2H2O, MgSO4 7H2O, dan

KH2PO4.

Unsur Nitrogen (N) sebagai salah satu unsur penyusun hara makro sangat

efektif dalam memberikan respon pertumbuhan kultur kalus, organogenesis,

embriogenesis. Nitrogen pada hara makro diberikan dalam bentuk amunium

nitrat (NH4NO3). Fosfor (P) yang diberikan pada media biasanya dalam bentuk

KH2PO4 yang berperan dalam pembentukan akar, umbi, dan buah. Kalium (K)

pada media diberikan dalam bentuk KNO3 yang berperan dalam proses

perakaran (Rudiyanto dkk., 2018). Sulfur (S) berupa MgSO4 berperan penting

dalam pembentukan zat hijau daun pada tanaman. Magnesium (Mg) berupa

MgSO4 berperan dalam pembentukan klorofil, karbohidrat dan lemak yang

dibutuhkan tanaman. Kalsium (Ca) dalam bentuk CaCl2 berperan menjaga

permeabilitas differensial, menjaga turgor dinding sel dan berperan dalam

pembentukan stomata. Selain itu dapat mencegah terjadinya nekrosis pada

eksplan dan dapat meningkatkan kualitas eksplan menjadi lebih vigor

(Pantjaningtyas, 2012).

Media yang optimal adalah media yang dapat menumbuhkan eksplan

menjadi planlet vigor, dan siap diaklimatisasi. Vigor merupakan karakteristik

tanaman yang baik berupa akar tanman kokoh, daun, dan jumlah yang banyak.

Setiap fase pertumbuhan tanaman memerlukan kebutuhan unsur hara yang

berbeda baik jenis maupun kuantitasnya. Modifikasi hara makro sebagai salah

satu komponen dalam media dasar kultur jaringan yang perlu dilakukan untuk
8

mendapatkan formula yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman (Alireza dkk.,

2011).

Dalam perbanyakan tanaman secara in vitro terdapat faktor eksternal yang

mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan yaitu suhu, kelembapan, dan

intensitas cahaya ruang inkubasi. Umumnya suhu yang digunakan dalam kultur

in vitro konstan yaitu berkisar 20-25o C. Kelembapan relatif berkisar antara 40-

65%. Pada perbanyakan tanaman secara in vitro, kultur umumnya diinkubasikan

pada ruang penyimpanan dengan tunas-tunas umumnya dirangsang

pertumbuhannya dengan penyinaran. Sumber cahaya pada ruang kultur ini

umumnya adalah lampu flourescent (TL). Intensitas cahaya yang optimum untuk

tanaman pada tahap kultur tahap multiplikasi 1.000- 10.000 lux. Kultur yang

kurang cahaya biasanya menunjukan gejala etiolasi dan vitrifikasi. Etiolasi

dengan ciri panjangnya ruas tanaman yang terbentuk, vitrifikasi ditandai dengan

sukulensi, batang bening, dan lemas, karena banyak mengandung air (Sandra,

2018).

Hasil identifikasi masalah yang dilakukan di Laboratorium Kultur

Jaringan BBPP Lembang ditemukan respon karakteristik dari tanaman kentang

Granola L. yang tidak sesuai kebutuhan pasar atau konsumen karena memiliki

diameter batang ramping, tinggi planlet yang kurang optimal, daun tidak lebar,

dan jumlah nodus yang sedikit. Berdasarkan fakta tersebut diperlukan solusi

penyediaan benih yang sesuai dengan keinginan konsumen, agar produksi

kentang dapat mencukupi nilai ekonomis masyarakat. Dengan demikian, maka

pada kesempatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini penting melakukan

pengkajian untuk memberikan solusi terkait permasalahan yang ada di lapangan,


9

yaitu mampu menghasilkan komponen penyusun media kultur yang dapat

menghasilkan planlet dengan karakteristik diameter batang besar, batang yang

kokoh, tinggi planlet yang optimal, dan jumlah nodus yang banyak agar planlet

menjadi vigor.

Semakin banyak unsur hara yang diserap dalam tanaman maka semakin

optimal pertumbuhan tanaman. Untuk mendapatkan media kultur yang tepat

perlu dilakukan kajian konsentrasi hara makro yang ditambahkan atau

ditingkatkan dari yang seharusnya. Konsentrasi hara makro berpengaruh

terhadap produksi planlet vigor dalam peningkatan pertumbuhan kultur kentang.

(Luthfiani, 2021). Dalam hal tersebut penulis mencoba memberikan solusi

terkait permasalahan yang ada di Laboratorium Kultur Jaringan BBPP Lembang

dengan membahas mengenai “Multiplikasi Kentang Granola L. (Solanum

tuberosum L.) dengan Berbagai Konsentrasi Hara Makro secara In Vitro”.

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Adapun tujuan dari Praktik Kerja Lapangan (PKL) yaitu:

1.2.1 Tujuan Umum

1. Mengetahui keadaan umum Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)

Lembang.

2. Melaksanakan tugas yang diberikan pihak Balai Besar Pelatihan

Pertanian (BBPP) Lembang dengan tekun, teliti, dan penuh tanggung

jawab.

3. Mendapatkan pengalaman kerja sebelum memasuki dunia kerja.


10

4. Melihat, memahami, dan melaksanakan secara langsung teknik kultur

jaringan pada tanaman kentang Granola L. di Laboratorium Kultur

Jaringan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang.

5. Membuat laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dengan baik sesuai

tata cara penulisan ilmiah.

6. Mempertanggung jawabkan laporan PKL melalui seminar Praktik

Kerja Lapangan (PKL).

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tahapan multiplikasi planlet kentang Granola L. secara in

vitro.

2. Memperoleh konsentrasi hara makro yang memberikan respon terbaik

terhadap tinggi planlet, jumlah nodus, dan diameter batang.

1.3 Keadaan Umum Instansi

1.3.1 Sejarah BBPP Lembang

Gambar 1.1 Kantor BBPP Lembang

Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang berdiri sejak tahun

1962, yang pada awalnya bernama Pusat Latihan Pertanian (PLP) milik Pemda

Provinsi Jawa Barat. Kemudian pada tanggal 28 Januari 1978 berdasarkan SK


11

Menteri Pertanian No. 52/Kpts/Org/1/1978 pengelolaannya diambil alih oleh

Badan Pendidikan dan Latihan Penyuluhan Pertanian dan berubah menjadi Balai

Latihan Pegawai Pertanian (BLPP) Kayuambon dengan tingkatan Eselonering

IIIB meliputi wilayah kerja Jawa Barat Bagian Timur dan DKI Jakarta.

Pada tahun 2000, dengan keluarnya SK Menteri Pertanian nomor

84/Kpts/OT.210/2/2000, tanggal 29 Januari 2000 berubah menjadi Balai Diklat

Pertanian (BDP) Lembang. Dengan keluarnya SK Mentan Nomor:

355/Kpts/OT.210/5/2002, tanggal 8 Mei 2002 BDP mendapatkan kenaikan

Eselon menjadi IIIA dan berganti nama menjadi Balai Diklat Agribisnis

Hortikultura (BDAH). Dengan adanya perkembangan IPTEK dan era globalisasi

serta kebutuhan dari wilayah binaan yang semakin kompleks secara nasional,

berdasarkan SK Mentan No. 487/Kpts/OT.160/10/2003 tanggal 14 Oktober

2003 BDAH Lembang berkembang menjadi tingkatan Eselon II dengan nama

Balai Besar Diklat Agribisnis Hortikultura (BBDAH) yang mempunyai tugas

melaksanakan diklat keahlian dan pengembangan teknik diklat dibidang

Agribisnis hortikultura dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia

pertanian.

Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna pelaksanaan

pelatihan di bidang pertanian, dilakukan penataan kembali Organisasi dan Tata

Kerja dengan perubahan nama lembaga menjadi Balai Besar Pelatihan Pertanian

(BBPP) Lembang berdasarkan Peraturan Mentan No.

15/Permentan/OT.140/2/2007 dengan tugas melaksanakan dan mengembangkan

teknik pelatihan teknis, fungsional dan kewirausahaan di bidang pertanian bagi

aparatur dan non aparatur pertanian. Kini, dengan adanya Peraturan baru Menteri
12

Pertanian tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja BBPP Lembang, melalui

Peraturan Menteri Pertanian No. 101/Permentan/OT.140/10/2013 tanggal 9

Oktober 2013, bahwa tugas BBPP Lembang yaitu melaksanakan pelatihan

fungsional bagi aparatur, pelatihan teknis dan profesi, mengembangkan model

dan teknik pelatihan fungsional dan teknis di bidang pertanian bagi aparatur dan

non aparatur pertanian.

1.3.2 Visi dan Misi

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun

2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN )

2020-2024, ditetapkan Visi Presiden dan Wakil Presiden RI 2020-2024 adalah

"Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian

berlandaskan Gotong Royong "Untuk mendukung Visi tersebut, maka

Kementerian Pertanian menetapkan Visi Pertanian Tahun 2020-2024, yakni"

Pertanian yang Maju, Mandiri dan Modern untuk Terwujudnya Indonesia Maju

yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong"

Dalam rangka mewujudkan visi ini maka misi Kementerian Pertanian adalah :

1. Mewujudkan ketahanan pangan

2. peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Pertanian

3. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan prasarana Kementerian

Pertanian

Sebagai penjabaran dari Visi dan Misi Kementerian Pertanian, maka tujuan

pembangunan pertanian periode 2020-2024 yang ingin dicapai yaitu :

1. Meningkatknya Pemantapan Ketahanan Pangan

2. Meningkatkan Nilai Tambah dan Daya Saing Pertanian


13

3. Terwujudnya Reformasi Kementerian Pertanian

4. Meningkatkan kualitas pelayanan kepegawaian dan rumah tangga,

keuangan. perlengkapan dan instalasi BBPP Lembang.

1.3.3 Struktur Organisasi

STRUKTUR ORGANISASI BALAI BESAR PELATIHAN

PERTANIAN (BBPP) LEMBANG


KEPALA BALAI

KEPALA BAGIAN UMUM

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL:


- Perencana Ahli Madya (Koordinator Program dan Evaluasi)
- Perencana Ahli Muda (Sub Koordinator Evaluasi dan Pelaporan)
- Pranata Humas Ahli Muda (Sub Koordinator Program dan Kerjasama)
- Widyaiswara Ahli Madya (Koordinator Penyelenggaraan Pelatihan)
- Widyaiswara Ahli Muda (Sub Koordinator Pelatihan Aparatur)
- Widyaiswara Ahli Muda (Sub Koordinator Pelatihan Non Aparatur)
- Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Muda (Sub Koordinator
Keuangan)
- Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Muda (Sub Koordinator
Perlengkapan dan Instalasi)
- Analis Kepegawaian Ahli Muda (Sub Koordinator Kepegawaian dan
rumah Tangga)
- Kelompok Jabatan Fungsional Widyaiswara (Widyaiswara Utama,
Widyaiswara Madya, Widyaiswara Muda, Widyaiswara Pertama)
- Fungsional Khusus lainnya: Analis Kepegawaian, Arsiparis, Pranata
Humas, Pranata Komputer, Pustakawan
- Fungsional Umum

1.3.4 Tugas Pokok dan Fungsi

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 45

Tahun 2020 tanggal 23 Desember 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT

Pelatihan lingkup BPPSDMP, maka tugas pokok dan fungsi Balai Besar

Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang adalah melaksanakan pelatihan fungsional

bagi aparatur, pelatihan teknis dan profesi, mengembangkan model dan teknik
14

pelatihan fungsional dan teknis dibidang pertanian bagi aparatur dan non

aparatur pertanian.

Adapun Fungsi dari BBPP Lembang meliputi:

1. Penyusunan program, rencana kerja, anggaran, dan pelaksanaan kerjasama;

2. Pelaksanaan identifikasi kebutuhan pelatihan;

3. Pelaksanaan penyusunan bahan Standa Kompetensi Kerja (SKK) di bidang

pertanian;

4. Pelaksanaan pelatihan fungsional di bidang pertanian bagi aparatur;

5. Pelaksanaan pelatihan teknis di bidang hortikultura;

6. Pelaksanaan pelatihan profesi di bidang hortikultura bagi aparatur dan non

aparatur;

7. Pelaksanaan uji kompetensi di bidang pertanian;

8. Pelaksanaan penyusunan paket pembelajaran dan media pelatihan fungsional

dan teknis di bidang pertanian;

9. Pelaksanaan pengembangan model dan teknik pelatihan fungsional dan teknis

di bidang hortikultura;

10. Pelaksanaan pengembangan kelembagaan pelatihan pertanian swadaya;

11. Pelaksanaan pemberian konsultasi di bidang pertanian;

12. Pelaksanaan bimbingan lanjutan pelatihan di bidang pertanian bagi aparatur

dan non aparatur;

13. Pelaksanaan pemberian pelayanan penyelenggaraan pelatihan fungsional

bagi aparatur, pelatihan teknis dan profesi, pengembangan model dan teknik

pelatihan fungsional dan teknis di bidang pertanian bagi aparatur dan non

aparatur pertanian;
15

14. Pengelolaan unit inkubator usaha tani;

15. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pelatihan di bidang pertanian;

16. Pelaksanaan pengelolaan data dan informasi pelatihan serta pelaporan;

17. Pelaksanaan pengelolaan sarana teknis;

18. Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga, perlengkapan,

dan instalasi BBPP Lembang.

1.3.5 Sistem Tata Kelola Tenaga Kerja

Tata kelola organisasi yang baik (good organization governance – GOG)

dibutuhkan untuk mengatur dan mengendalikan hubungan antara pihak

manajemen organisasi dengan seluruh pihak yang berkepentingan terhadap

organisasi mengenai hak-hak dan kewajiban mereka sesuai dengan visi-misi

organisasi. Hal ini bertujuan menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang

berkepentingan serta tercapainya tujuan dan program kerja organisasi secara

efektif.

Agar organisasi dapat berjalan dengan baik maka seluruh pihak perlu

melaksanakan prinsip dasar tata kelola organisasi yang baik. Prinsip-prinsip tata

kelola organisasi disusun secara fleksibel sehingga dapat diimplementasikan

bagi segala bentuk organisasi. Prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang

dimaksud, antara lain sebagai berikut:

1. Kewajaran (fairness)

Organisasi yang menjunjung tinggi prinsip Kewajaran (Fairness) akan

membuat seluruh pihak dalam organisasi terjamin dalam memperoleh hak

dan kewajibannya, terhindar dari praktik tercela yang dilakukan sesama

pihak dalam organisasi, serta mendapatkan perlakuan adil dari organisasi,


16

tanpa perbedaan perlakuan atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan

(SARA).

2. Keterbukaan (transparency)

Suatu organisasi harus menerapkan prinsip keterbukaan atas informasi

pencapaian kinerja organisasi secara umum dengan tepat dan akurat. Prinsip

ini meliputi kondisi keuangan internal, kinerja organisasi, kepemilikan, dan

pengelolaan organisasi. Agar dapat mengakomodasi prinsip keterbukaan

ini, suatu organisasi harus melakukan pengauditan/pemeriksaan internal

agar dapat menjalankan proses audit terkait kinerja organisasi secara

independen. Dengan iklim keterbukaan informasi ini, masing-masing pihak

dalam organisasi akan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kinerja

organisasi serta meningkatkan posisi tawar organisasi pada lingkup

eksternal.

3. Akuntabilitas (accountability)

Prinsip akuntabilitas dalam organisasi berkaitan dengan pencatatan

laporan kinerja organisasi yang dikeluarkan secara resmi oleh jajaran

pimpinan (top level management) yang valid menyangkut sumber/input,

proses yang dilakukan, hingga hasil/output yang didapatkan dalam suatu

organisasi secara terperinci dan siap dipertanggungjawabkan secara hukum.

4. Pertanggung jawaban (responsibility)

Prinsip ini menuntut pimpinan (top level management) organisasi

menjalankan kegiatan secara bertanggung jawab. Pengelola organisasi

hendaknya menghindari segala kebijakan yang bukan saja dapat merugikan


17

organisasi secara kolektif, tapi juga berpotensi merugikan pihak eksternal

dari segi morel maupun materiel.

5. Kemandirian (independency)

Prinsip kemandirian menuntut pengelola organisasi agar bertindak

secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan-

tekanan dari pihak mana pun yang tidak sesuai dengan Standar Operasional

Prosedur (SOP). Namun, pengelola organisasi harus tetap memberikan

pengakuan terhadap hak-hak pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku.

Dalam praktiknya prinsip tata kelola organisasi yang baik harus

dibangun dan dikembangkan secara bertahap dengan melibatkan semua

pihak yang berkepentingan. Organisasi harus membangun sistem dan

pedoman tata kelola organisasi yang terintegrasi. Karyawan pun harus

dibekali pemahaman dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip tata kelola

organisasi yang baik sesuai dengan apa yang akan dijalankan organisasi.

Selain itu, perlu dilakukan pengawasan secara kontinyu terhadap proses-

proses yang terjadi dalam sistem tata kelola yang sudah dibuat.
BAB II

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL

Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) bertempat di Balai

Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang, Jl.Kayu Ambon No.82, Kecamatan

Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Praktik Kerja Lapangan

(PKL) ini dilaksanakan selama 40 hari, dimulai pada hari Senin tanggal 18 Juli

2022 dan berakhir pada hari Sabtu tanggal 27 Agustus 2022. Kegiatan ini

dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan selama lima hari kerja, dengan

waktu kerja pada setiap hari Senin-Kamis yaitu pukul 07.30-16.00 WIB, hari

Jum’at mulai pukul 07.30-16.30 WIB, dan pada hari Sabtu dilakukan bakti

kampus dengan waktu kerja pukul 07.30-12.00 WIB.

2.2 Materi dan Metode PKL

Materi merupakan sesuatu yang menjadi bahan untuk diuji, dipikirkan,

dibicarakan, dan sebagai wawasan untuk mahasiswa yang melakukan Praktik

Kerja Lapangan (PKL). Materi yang digunakan penulis dalam Praktik kerja

Lapangan (PKL) ini bersumber dari diskusi dan sharing dengan pembimbing

lapangan serta rekan kerja kelompok, dan mengikuti kegiatan di Balai Besar

Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang serta membaca panduan Praktik Kerja

Lapangan dari akademik, menggali informasi dari literatur baik itu jurnal, buku

maupun contoh laporan PKL sebelumnya. Materi yang didapatkan dan

didiskusikan meliputi keseluruhan kegiatan khususnya di laboratorium mulai

dari sterilisasi ruangan, sterilisasi alat dan media, pembuatan larutan stok,

18
19

pembuatan media, penanaman planlet, dan pemeliharaan. Adapun metode yang

dilakukan dalam Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini sebagai berikut:

A. Observasi

Observasi atau pengamatan berupa teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan pengamatan secara sistematis dan terarah terhadap gejala pada objek

yang diamati dan diteliti secara langsung di lapangan. Observasi yang dilakukan

di Laboratorium Kultur Jaringan BBPP Lembang dengan melakukan identifikasi

masalah sebelum kegiatan berlangsung.

B. Wawancara

Wawancara merupakan metode atau teknik mengumpulkan data untuk

mendapatkan informasi yang digunakan dengan cara tanya jawab antara

pewawancara dengan responden atau narasumber. Wawancara yang dilakukan

dengan pembimbing lapangan untuk memenuhi data dan informasi yang

dibutuhkan dalam Praktik kerja lapangan (PKL). Adapun yang menjadi

narasumber yaitu Yuli Yulinawati, S.P., dan Ateng Jaelani selaku pembimbing

lapangan unit Laboratorium Kultur Jaringan BBPP Lembang.

C. Diskusi

Diskusi dilakukan secara berkala yang dilakukan bersama pihak pegawai

BBPP yang terlibat seperti pembimbing lapang dan asisten ahli yang terlibat

dalam kegiatan lapangan. Kegiatan diskusi dilakukan dengan memperhitungkan

pembuatan media dengan berbagai konsentrasi yang akan digunakan agar media

tepat dan sesuai.


20

D. Praktik Langsung

Praktik langsung dalam kegiatan perusahaan bertujuan untuk menambah

wawasan serta keterampilan dalam bekerja. Kegiatan yang dilakukan di Balai

Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang Bandung, Jawa Barat, yaitu

terkhusus di laboratorium kultur jaringan, yakni melakukan subkultur kentang

Granola L.

E. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara yang dilakukan untuk mengumpulkan atau

menyediakan dokumen-dokumen dan data dengan menggunakan bukti yang

akurat dari pencatatan dan perekaman berupa gambar atau video. Dokumentasi

yang dilakukan yaitu mengambil foto pada setiap kegiatan yang dilakukan.

F. Studi Literatur

Studi literatur adalah pencarian sumber-sumber dari buku, jurnal, internet,

laporan ilmiah lainnya guna melengkapi dan menunjang data dan informasi yang

diperlukan.

G. Seminar Akhir PKL

Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) wajib dipresentasikan dalam

sebuah seminar Praktik Kerja lapangan (PKL). Seminar akhir PKL dilakukan

setelah kegiatan PKL selesai dengan mendapat persetujuan dari pembimbing

Praktik Kerja Lapangan (PKL). Seminar akhir PKL bertujuan untuk

mempresentasikan semua hasil yang didapatkan selama kegiatan PKL. Seminar

akhir PKL diikuti oleh peneliti pembimbing, asisten, mahasiswa dari universitas

lain baik yang melakukan PKL ataupun magang.


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di Laboratorium Kultur

Jaringan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang Bandung, Jawa Barat

yang berlokasi di Jl. Kayuambon 82 Lembang, Bandung Barat. BBPP Lembang

terletak pada wilayah sentra produksi sayuran dan tanaman hias yang subur dan

juga merupakan daerah agrowisata, ketinggian tempat sekitar 1.200-1.300 mdpl,

dengan curah hujan sekitar 100-200 mm/bulan serta kelembapan nisbi 84% -

89%. Sangat ideal bagi BBPP Lembang menjadi pusat tempat pelatihan,

lokakarya atau seminar bagi pengembangan SDM pertanian serta sebagai pusat

informasi teknologi pertanian khususnya sayuran, tanaman hias dan buah buahan

dengan scope nasional dan internasional.

Laboratorium Kultur Jaringan BBPP Lembang memiliki suhu ruangan

dengan rata-rata 20,50 C, dengan kelembapan rata-rata 51% dan intensitas

cahaya rata-rata 2106,14 Cd. Laboratorium kultur jaringan BBPP Lembang

memiliki luas 288 m2 yang terdiri dari 9 ruangan, yaitu ruang penyimpanan

sendal dan jas lab, ruang pembibitan jamur, toilet, ruang persiapan/pencucian,

ruang staf, ruang inkubasi, ruang tanam/transfer, ruang pembuatan media dan

ruang kelas.

Adapun tahapan-tahapan Praktik Kerja Lapangan (PKL) mengenai

“Multiplikasi Planlet Kentang Granola L. (Solanum tuberosum L.) pada

Berbagai Konsentrasi Hara Makro secara in vitro” yang dilaksanakan di Balai

Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang meliputi: (1) Persiapan Ruangan

21
22

Kultur Jaringan, (2) Persiapan Media, (3) Pembuatan Media, (4) Penanaman

Planlet, dan (5) Pemeliharaan di Ruang Inkubasi.

Gambar 3.1 Gedung Laboratorium Kultur Jaringan BBPP Lembang

Gambar 3.2 Denah Laboratorium Kultur Jaringan

3.1.1 Tahapan Multiplikasi kentang Granola L.

A. Persiapan Ruangan Kultur Jaringan

Persiapan ruang kultur jaringan dilakukan sebelum memulai seluruh

aktivitas di laboratorium kultur jaringan. Persiapan ruangan meliputi, kegiatan

membersihkan, merapikan dan sterilisasi ruangan. Sterilisasi adalah proses

untuk mematikan atau menonaktifkan spora dan mikroorganisme sampai ke

tingkat yang tidak memungkinkan lagi berkembang biak atau menjadi sumber

kontaminan selama proses perkembangan berlangsung.

Sterilisasi ruangan laboratorium merupakan sebuah prosedur untuk

memisahkan benda (atau bahan) dari segala bentuk kehidupan (hingga ukuran
23

mikroorganisme) tujuannya agar peralatan, bahan, serta ruangan yang digunakan

tidak terkontaminasi, dan dalam keadaan aseptik. Sterilisasi ruangan di

Laboratorium Kultur Jaringan BBPP Lembang dilakukan sebanyak minimal 3

kali dalam seminggu (setiap hari senin, rabu dan jum’at). Tahap sterilisasi yang

pertama yaitu menyapu seluruh ruang kultur jaringan lalu dilanjutkan dengan

mengepel menggunakan tambahan bahan Clorox 10% pada ruangan inkubasi,

ruang pembuatan media, dan ruang penanaman (ruangan yang di bagian dalam).

Clorox berfungsi untuk mematikan organisme dan mencegah terjadinya risiko

kontaminasi. Sedangkan mengepel ruangan bagian luar seperti ruang persiapan

media, ruang staff menggunakan SOS atau Super Pell. Semua kegiatan

dilakukan secara aseptik, baik bahan, alat maupun ruangan yang akan digunakan.

Gambar 3.3 Bahan Sterilisasi Ruangan Laboratorium Kultur Jaringan

Sterilisasi dilakukan juga pada tempat penanaman atau pada ruang kultur

dengan mensterilisasi Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), sebelum digunakan

LAFC terlebih dahulu lampu UV dan blower dinyalakan. LAFC disterilisasi

dengan mengelap meja LAFC menggunakan kapas yang telah disemprot alkhol

70%. Sebelum dan sesudah pemakaian LAFC, blower dalam LAFC selalu

dinyalakan untuk menghindari adanya kontaminan yang masuk ke dalam botol

kultur ketika penanaman. Sterilisasi LAFC dilakukan setiap hari untuk menjaga

kondisi tetap steril saat akan digunakan untuk proses penanaman maupun tidak.
24

B. Persiapan Media

1. Pembuatan Aquadest

Air murni diperoleh dengan cara penyulingan (destilasi), tujuan dari

destilasi yaitu memperoleh cairan murni dari cairan yang telah tercemari zat

terlarut, atau bercampur dengan cairan lain yang berbeda titik didihnya. Cairan

yang dikehendaki, dididihkan hingga menguap kemudian uap diembunkan

melalui kondensor, sehingga uap mencair kembali. Cairan hasil destilasi ini

disebut destilat.

Gambar 3.4 Pembuatan Aquadest

Aquadest merupakan pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan hampir

semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang segera melarut di dalam

aquadest mencakup berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus

fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton. Kelarutannya

disebabkan oleh kecenderungan molekul aquadest untuk membentuk ikatan

hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol atau gugus karbonil aldehida

dan keton (Lehninger, 1982). Aquadest merupakan air hasil penyulingan yang

bebas dari zat-zat pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium.

Aquadest berwarna bening, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Aquadest
25

biasa digunakan untuk membersihkan alat-alat laboratorium dari zat pengotor

(Petrucci, 2008).

Adapun langkah-langkah pembuatan aquadest sebagai berikut:

a. Alat yang digunakan:

1) Botol

2) Destilator

3) Jerigen

4) Autoclave

b. Bahan yang digunakan:

1) Air keran

2) Plastik tahan panas

3) Karet gelang

c. Cara pembuatan:

1) Destilator dihidupkan dan di setting untuk digunakan pada

pembuatan aquadest

2) Keran yang menuju destilator dibuka dan tunggu sampai tetesan air

masuk pada destilator

3) Keran destilator dibuka dan ditadahi dengan menggunakan jerigen

(ketika sudah ada air yang tertampung) isi sampai penuh

4) Jerigen yang sudah diisi, kemudian air dimasukkan ke dalam botol,

lalu di tutup dengan plastik tahan panas dan karet gelang, agar tidak

ada udara masuk.

5) Botol yang telah berisi air disterilisasi dengan menggunakan

autoclave selama 30-60 menit pada suhu 121o.


26

6) Simpan dalam keadaan suhu ruang setelah di autoclave dan dalam

keadaan suhu ruang, simpan pada tempat penyimpanan aquadest

2. Pembuatan Larutan Stok

Larutan stok adalah suatu formulasi yang di buat untuk digunakan dalam

pembuatan media. Larutan stok atau larutan yang dibuat beberapa kali lebih

pekat (misalnya 10 kali, 20 kali, 50 kali, 100 kali, atau 1000 kali) daripada

konsentrasinya dalam suatu formulasi media, artinya sesuai kebutuhan.

Pembuatan larutan stok bertujuan untuk menghindari penimbangan yang

berulang-ulang setiap kali membuat media. Media tumbuh untuk in vitro terdiri

dari beberapa komponen, yaitu hara makro, hara mikro, Fe (besi), vitamin, dan

hormon-hormon lainnya. Sebelum membuat media kultur terlebih dahulu

dilakukan pembuatan larutan stok. Larutan stok sebaiknya disimpan di tempat

yang bersuhu rendah dan gelap. Larutan stok merupakan larutan yang tersusun

dari senyawa-senyawa kimia pada media yang dipekatkan atas komposisi media

MS (tabel 3.1).

Gambar 3.5 Larutan Stok


27

Tabel 3.1 Komposisi Media Dasar Murashige and Skoog (MS)

Nama Bahan Kimia Kebutuhan Kepekatan Bahan Jumlah


Stok (mg/L) yang yang
ditimbang dipipet
(gr/L) MS Full
(mL/L)
Makro NH4NO3 1650 10 KALI 16,5 100
KNO3 1900 19
CaCl2.2H2O 440 4,4
MgSO4.7H2O 370 3,7
KH2PO4 170 1,7

Mikro 1 MnSO4.4H2O 16,9 100 KALI 1,69


ZnSO4.7H2O 8,6 0,86
H3BO3 6,2 0,62
Kl 0,83 0,083 10
Na2MoO4.2H2O 0,25 0,025
CoCl2.6H2O 0,025 0,0025
CuSO4.5H2O 0,025 0,0025

Mikro 2 FeSO4.7H2O 27,8 10 KALI 0,278 100


Na2EDTA 37,3 0,373

Vitamin Thiamin 1 100 KALI 0,1


Nicotinic Acid 5 0,5
Glycine 20 2 10
Pyridokalicine 5 0,5

Gula 40 gr/L
Agar powder 7 gr/L
pH 5,8

Tahapan-tahapan pembuatan larutan stok makro, stok mikro, Fe-EDTA,

dan vitamin sebagai berikut:

a. Larutan Stok Makro

Senyawa- senyawa sumber unsur hara makro diperlukan dalam jumlah

yang cukup besar. Larutan stok media dasar Murashige and Skoog (MS) dibuat

untuk 4L untuk kultur jaringan.

(a) Alat yang digunakan:

1) Gelas beaker
28

2) Magnetic stirrer

3) Cawan petri

4) Timbangan analitik

5) Spatula

(b) Bahan yang digunakan:

1) Aquadest

2) KNO3

3) NH4NO3

4) CaCl3 2H2O

5) MgSO4 7H20

6) KH2PO4

(c) Cara pembuatan:

1) Semua bahan ditimbang dengan berat masing-masing: KNO3 (19

gr/L), NH4NO3 (16,5 gr/L), CaCl3 2H2O (4,4 gr/L), MgSO4 7H20 (3,7

gr/L, dan KH2PO4 (1,7 gr/L) untuk membuat 1 Liter larutan stok

10kali MS.

2) Gelas beaker (kapasitas 1000 mL) disiapkan dan diisi aquadest steril

sebanyak 500 mL, yang diletakkan di atas hotplate magnetic stirrer.

3) Bahan yang telah ditimbang dimasukkan satu persatu dan dilarutkan

dengan rotasi hotplate dihidupkan pada magnetic stirrer

4) Aquadest steril dtambahkan kedalam gelas beaker hingga volume

menjadi 1 Liter.

5) Larutan stok diaduk hingga homogen sampai beberapa komponen

hara makro di atas terlarutkan, kemudian masukkan ke dalam botol


29

reagent dan beri label berisi informasi tanggal pembuatan, jenis

larutan dan kebutuhan per liter media.

6) Larutan stok disimpan di suhu yang rendah (kulkas atau lemari es)

b. Larutan Stok Mikro

(a) Alat yang digunakan:

1) Gelas beaker

2) Magnetik stirrer

3) Cawan petri

4) Timbangan analitik

5) Spatula

(b) Bahan yang digunakan:

1) Aquadest

2) MnSO4. 4H2O

3) ZnSO4. 7H2O

4) H3BO3

5) Kl

6) Na2MOO4. 7H2O

7) COCl2. 6H2O

8) CuSO4. 5H2O

(c) Cara pembuatan

1) Semua bahan ditimbang dengan berat masing-masing: MnSO4.H2O

(0,0169 gr/L), ZnSO4.7H2O (0,0086 gr/L), H3BO3 (0,0062 gr/L), KI

(0,00083 gr/L), Na2MoO4.7H2O (0,00025 gr/L), CoCl2.6H2O

(0,000025 gr/L), CuSO4.5H2O (0,000025 g/L) untuk membuat 1 Liter


30

larutan stok 100kali MS.

2) Gelas beaker (kapasitas 1000 mL) disiapkan dan diisi aquadest steril

sebanyak 500 mL, yang diletakkan di atas hotplate magnetic stirrer.

3) Bahan yang telah ditimbang dimasukkan satu persatu dan dilarutkan

dengan rotasi hotplate dihidupkan pada magnetic stirrer

4) Aquadest steril dtambahkan kedalam gelas beaker hingga volume

menjadi 1 Liter.

5) Larutan stok diaduk hingga homogen sampai beberapa komponen

hara makro di atas terlarutkan, kemudian masukkan ke dalam botol

reagent dan beri label berisi informasi tanggal pembuatan, jenis

larutan dan kebutuhan per liter media.

6) Larutan stok disimpan di suhu yang rendah (kulkas atau lemari es)

c. Larutan Stok Fe-EDTA

(a) Alat yang digunakan:

1) Gelas beaker

2) Magnetic stirrer

3) Cawan petri

4) Timbangan analitik

5) Spatula

(b) Bahan yang digunakan:

1) Aquadest

2) FeSO4.7H2

3) Na2 EDTA

4) Alumunium foil
31

(c) Cara pembuatan

1) Semua bahan ditimbang dengan berat masing-masing: FeSO4.7H2O

(0,0287 gr/L), dan Na2EDTA ( 0,0373 gr/L) untuk 1 Liter larutan stok

10 kali MS.

2) Gelas beaker (kapasitas 1000 mL) disiapkan dan diisi aquadest steril

sebanyak 500 mL, yang diletakkan di atas hotplate magnetic stirrer.

3) Bahan yang telah ditimbang dimasukkan satu persatu dan dilarutkan

dengan rotasi hotplate dihidupkan pada magnetic stirrer

4) Aquadest steril dtambahkan kedalam gelas beaker hingga volume

menjadi 1 Liter.

5) Larutan stok diaduk hingga homogen sampai beberapa komponen

hara makro di atas terlarutkan, kemudian masukkan ke dalam botol

reagent dan beri label berisi informasi tanggal pembuatan, jenis

larutan dan kebutuhan per liter media.

6) Botol yang sudah berisi larutan stok Fe-EDTA di lapisi alumunium

foil dan disimpan di suhu yang rendah (kulkas atau lemari es).

d. Larutan Stok Vitamin

(a) Alat yang digunakan

1) Gelas beaker

2) Magnetik stirrer

3) Cawan petri

4) Timbangan analitik

5) Spatula
32

(b) Bahan yang digunakan

1) Aquadest

2) Glycine

3) Thymine-HCL

4) Nicotinic Acid

(c) Cara pembuatan

1) Semua bahan ditimbang dengan berat masing-masing: Glycine ( 0,002

g/L), Thyamine-HCl (0,0004), Nicotinic Acid ( 0,0005 g/L).

2) Gelas beaker disiapkan dan diisi aquadest steril sebanyak 500 mL,

gelas beaker diletakkan di atas hotplate magnetict stirrer.

3) Bahan yang telah ditimbang dimasukkan satu per satu dan dilarutkan

dengan rotasi hotplate dihidupkan

4) Aquadest steril ditambahkan kedalam gelas beaker hingga volume

menjadi 1 Liter

5) Larutan stok diaduk hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol

reagent kemudian beri label berisi informasi tanggal pembuatan, jenis

larutan dan kebutuhan per liter media (100 ml/L)

6) Larutan stok vitamin disimpan di suhu yang rendah (lemari es)

C. Pembuatan Media

Media yang biasa disebut media kultur adalah media tumbuh planlet yang

berada dalam wadah kaca dengan komposisi penyusun media berupa unsur hara

makro, unsur hara mikro, Fe-EDTA, vitamin, gula, dan agar powder (Gambar

3.5). Media kultur yang digunakan pada multiplikasi planlet kentang Granola L.

adalah media dasar Murashige and Skoog (MS). Pada tahapan pembuatan media
33

MS dibuat perlakuan terhadap salah satu komposisi penyusun medianya, yaitu

unsur hara makro. Normalnya, unsur hara makro per 1 liter media dasar MS

sebanyak 100 mL dengan kepekatan 10 kali. Dalam kegiatan PKL mengenai

multiplikasi planlet kentang Granola L. ini dibuat perlakuan konsentrasi unsur

hara pada media dasar MS. Konsentrasi unsur hara dibuat sebanyak 4 perlakuan

yang terdiri dari: MS0 (hara makro standar) sebagai kontrol, MS1 dengan

konsentrasi hara makro ditingkatkan 0,5 kali dari hara makro standar, MS2

dengan konsentrasi hara makro 1 kali dari hara makro standar, MS3 dengan

konsentrasi hara makro 1,5 kali dari hara makro standar. Media MS dibuat

sebanyak 1 liter, dengan masing-masing perlakuan dibuat sebanyak 250 ml.

Berikut ini tahapan pembuatan media dasar MS untuk multiplikasi planlet

kentang Granola L. dengan masing-masing perlakuan:

a. Alat yang digunakan:

1) Oven

2) Timbangan Analitik

3) Hotplate + Magnetic stirrer

4) Gelas beaker 1000 ml

5) Gelas ukur 100 ml

6) Gelas ukur 50 ml

7) Gelas ukur 10 ml

8) Pipet 5 ml

9) Pipet tetes

10) Botrol kultur

11) Autoclave
34

12) Penjepit dan sarung tangan

13) Sendok

14) Spatula

b. Bahan yang digunakan:

Gambar 3.6 Bahan-Bahan Pembuatan Media MS

1) Larutan stok hara makro, stok hara mikro, Fe-EDTA, dan Vitamin

2) Gula 40 gr/L

3) Agar Powder 5 gr/L

4) Aquadest

5) NaOH

6) HCl

7) pH-Indikator

8) Plastik tahan panas

9) Kertas label

10) Tissue

11) Karet gelang

c. Cara Pembuatan:

1) Alat dan bahan yang dibutuhkan disiapkan di meja kerja pembuatan

media

2) Pastikan botol kultur telah disterilkan di dalam oven minimal 30 menit


35

dengan suhu minimal 1450 C

3) Menimbang gula dan agar powder dengan ketentuan dapat dilihat pada

tabel 3.2

4) Gelas beaker 1000 ml disiapkan untuk membuat 4 media MS dengan

perlakuan konsentrasi hara makro yang berbeda-beda, dan masukkan

magnetic stirrer pada gelas beaker

5) Komposisi larutan stok yang telah diperhitungkan dimasukkan ke dalam

gelas ukur dengan ketentuan sebagai berikut:

(a) Stok makro dengan komposisi meliputi

- MS0 sebanyak 25 ml (dapat dilihat pada tabel 3.2)

- MS1 sebanyak 37,5 ml (dapat dilihat pada tabel 3.2)

- MS2 sebanyak 50 ml (dapat dilihat pada tabel 3.2)

- MS3 sebanyak 62,5 ml (dapat dilihat pada tabel 3.2)

(b) Stok mikro sebanyak 2,5 ml

(c) Stok Fe-EDTA sebanyak 25 ml

(d) Stok vitamin sebanyak 2,5 ml

6) Larutan stok yang telah di ukur dimasukkan ke dalam gelas beaker lalu

diberi aquadest untuk melarutkan larutan stok, lalu komponen

dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer di atas hotplate

7) Gula yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas beaker

8) Setelah semua komponen terlarut secara homogen, tambahkan aquadest

sampai dengan volume 250 ml

9) Selanjutnya dilakukan pengukuran keasaman larutan media

menggunakan pH-indikator dengan pH optimum untuk pertumbuhan


36

kentang yaitu 5,8 (jika pH <5,8 maka ditetesi dengan NaOH, sedangkan

jika pH >5,8 ditetesi dengan HCl)

10) Agar powder yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas beaker

11) Agar powder yang telah ditambahkan ke larutan media, dipanaskan

hingga mendidih di atas hotplate dengan suhu 4000 C dan putar tombol

rotasi pada hotplate (tunggu sampai terlarut dan mendidih)

12) Media yang telah mendidih, selanjutnya dimasukkan ke dalam botol

kultur sebanyak 20 ml setiap botol

13) Botol kultur yang telah berisi larutan media ditutup dengan plastik tahan

panas, lalu ikat dengan karet gelang, dan beri label (kode perlakuan dan

tanggal pembuatan media)

14) Botol kultur disterilkan dalam autoclave dengan 1210 C dan tekanan 1

atm, dengan waktu 20 menit

15) Media yang telah di autoclave disusun di rak-rak penyimpanan media

selama 3 hari sebelum dilakukan tahap penanaman planlet (untuk melihat

ketahanan dan kontaminasi pada media)

16) Alat yang telah digunakan dibersihkan kembali, dan susun dengan rapi

pada tempatnya

Gambar 3.7 Komposisi Media MS (250 mL)

Kebutuhan
dalam
Kebutuhan Volume
konsentrasi hara
Larutan Perlakuan baku (1 L) untuk media
makro (setelah
(gram) (250 mL)
ditingkatkan
konsentrasinya)
MS0 100 ml 100 ml 25 ml
MS1 100 ml 150 ml 37,5 ml
Makro
MS2 100 ml 200 ml 50 ml
MS3 100 ml 250 ml 62,5 ml
Mikro 10 ml 2,5 ml
37

Fe 100 ml 25 ml
Vitamin 10 ml 2,5 ml
Gula 40 gr 10 gr
Agar powder 7 gr 1, 75 gr

Dalam proses pembuatan media kultur terlihat adanya endapan di dasar

botol 1 hari setelah pembuatan media pada perlakuan MS1, MS2, dan MS3.

Endapan terindikasi dengan adanya bercak putih di bawah permukaan media.

Tabel 3.2 Komposisi Media MS (250 mL) berbeda dengan media MS0 yang

tidak terjadi endapan. Hal ini diduga karena konsentrasi hara makro yang

diberikan pada media MS1, MS2, dan MS3 kepekatannya lebih tinggi atau

ditingkatkan dari konsentrasi standar media dasar MS. Media MS1 dan MS2

terlihat memadat sempurna, sedangkan pada media MS3 terkesan lunak.

Kemudian dilakukan pembuatan media ulangan pada media MS3 dengan

memperhatikan pH yang optimal, yang hasilnya menunjukkan tidak terjadi

endapan. Media yang telah dibuat disimpan di ruang penyimpanan media dengan

waktu minimal 3 hari sebelum dilakukan proses penanaman.

D. Penanaman Planlet

Penanaman planlet dilakukan dengan menyiapkan planlet yang berkualitas

baik, yang dicirikan dengan terdapat pertumbuhan normal dan sehat. Seleksi

planlet merupakan langkah pertama sebelum dilakukan penanaman di dalam

Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) secara aseptik. Planlet kentang Granola L.

yang digunakan pada penanaman subkultur adalah yang telah di subkultur

sebanyak 3 kali. Satu botol kultur berisi 10 planlet, sehingga jumlah planlet yang

digunakan untuk 24 botol kultur sebanyak 240 nodus.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penanaman planlet meliputi,


38

Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), pinset panjang, gunting, scapel, mata pisau,

pinset bayonet, pinset dental, bunsen, karet gelang, plastik, cawan petri, siller,

alkohol 70%, handsprayer, spirtus, plastik tahan panas, karet gelang, tissue,

media tanam, dan planlet kentang Granola L.

Sebelum dilakukan penanaman LAFC harus sudah disterilkan terlebih

dahulu minimal 1 jam. Saat akan melakukan penanaman Laminar Air Flow

Cabinet (LAFC), lampu dan blower nya dalam keadaan on. Semprot LAFC

dengan alkohol 70% dan lap dengan tissue sebelum semua alat dan bahan

dimasukkan ke dalam LAFC. Bunsen dinyalakan agar LAFC dalam keadaan

aseptik atau keseterilan nya terjaga. Kemudian alat dan bahan disemprot dengan

menggunakan alkohol 70% saat dimasukan ke dalam LAFC. Lampu bunsen

dihidupkan, dan alat yang akan digunakan dalam penanaman di panaskan.

Planlet dari dalam botol dimbil dengan menggunakan gunting dan pinset,

dan diletakkan di dalam petridish. Planlet kentang Granola L. dipotong pada

bagian batang sepanjang 1 cm dengan minimal 1 nodus di atas petridish dengan

bantuan pinset dan pisau skalpel yang telah disetrilkan. Saat melakukan

pemotongan, planlet dianjurkan untuk tidak terlalu lama terpapar udara dari

blower karena akan mempercepat layunya planlet. Pada saat penanaman planlet

pada media yang sudah disiapkan terlebih dahulu pinset yang akan digunakan di

sterilkan diatas api bunsen. Saat melakukan penanaman pinset dianjurkan tidak

dalam keadaan panas, karena memungkinkan dapat menyebabkan planlet

menjadi kering dan layu.

Planlet yang digunakan adalah tunas kentang yang berasal dari subkultur

ketiga kentang Granola L. Penanaman planlet dilakukan dengan posisi bagian


39

abaksial menyentuh media pada botol kultur. Planlet kentang Granola L ditanam

pada media MS setiap perlakuan dengan menggunakan pinset, sampai mencapai

10 planlet yang terdapat dalam botol kultur. Setelah itu botol kultur ditutup di

dalam LAFC dengan menggunakan plastik tahan panas diikat oleh karet gelang,

dan dilapisi dengan siller atau plastic wrap. Kemudian diberi label jenis

tanaman, tanggal penanaman, dan perlakuan. Botol-botol yang telah berisi

planlet diletakkan di rung inkubasi pada rak-rak kultur yang diberi lampu, agar

terkena intensitas cahaya untuk membantu pertumbuhan tanamanan, dan

dipelihara selama 3 minggu.

E. Pemeliharaan di Ruang Inkubasi

Pemeliharaan di ruang inkubasi dilakukan dengan memastikan planlet

tumbuh baik dalam kondisi lingkungan yang terjaga. Pengamatan planlet

dilakukan setiap hari dengan memeriksa planlet tetap tumbuh baik, yang

diindikasikan tidak terdapat infeksi oleh cendawan maupun bakteri. Kondisi

lingkungan diperiksa setiap hari dengan cara mengukur suhu, kelembapan, dan

intensitas cahaya tetap berada pada kondisi yang sesuai dengan syarat tumbuh

tanaman secara in vitro. Pengukuran suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya

dilakukan setiap hari pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB, dan 16.00 WIB.

Inkubasi kultur adalah proses penyimpanan kultur dalam botol setelah

ditanam. Planlet yang telah ditanam di dalam botol yang telah diberi label seperti

jenis planlet, tanggal penanaman, dan perlakuan disimpan di ruang inkubasi,

yaitu di ruang dengan suhu rata-rata 20,50 C, dengan kelembapan rata-rata 51%

dan intensitas cahaya rata-rata 2106,14 Cd. Botol-botol kultur yang berisi planlet

tersusun dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada rak-rak kultur didalam
40

ruang inkubasi yang disinari lampu philips jenis tornado sebesar 24 watt. Lampu

philips tornado tersusun pada rak kultur dengan jarak antar lampu 1,5 m dan

jarak antara lampu dan botol kultur 30 cm.

Planlet yang telah ditanam dan disimpan di ruang kultur, dilakukan

pengamatan terkait perubahan morfologi selama inkubasi. Pengamatan tanaman

dilakukan setiap 3 hari sekali mulai dari 3 HST sampai dengan 15 HST dengan

mengamati tinggi planlet, jumlah nodus, dan dimeter batang dari setiap

perlakuan. Alat yang digunakan dalam pengamatan ini meliputi penggaris,

jangka sorong, tali goni, alat tulis dan handphone. Bahan yang digunakan untuk

pengamatan adalah alkohol 70%.

3.1.1 Hasil Pengamatan

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan selama 40 hari di

Laboratorium Kultur Jaringan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang

berfokus pada kegiatan multiplikasi planlet kentang Granola L. secara in vitro.

Pengamatan planlet kentang Granola L. dilakukan terhadap tinggi planlet,

jumlah nodus, dan diameter batang dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Tinggi Planlet, diamati setiap 3 hari sekali pada umur 3 HST, 6 HST, 9 hst,

12 HST, dan 15 HST yang diukur dari pangkal planlet bagian bawah

hingga ujung planlet menggunakan tali goni yang diukur dari luar tabung

menyesuaikan dengan bentuk planlet, kemudian tali tersebut di ukur

menggunkan penggaris bersatuan cm.

2. Jumlah Nodus, diamati setiap 3 hari sekali pada umur 3 HST, 6 HST, 9

hst, 12 HST, dan 15 HST yang dihitung secara manual sesuai dengan titik

tumbuh daun dari pangkal planlet bagian bawah hingga ujung planlet.
41

3. Diameter Batang, diamati pada pengamatan terakhir umur 15 HST yang

diukur menggunakan jangka sorong, dengan mengukur pada bagian

pangkal batang bawah, bagian tengah, dan pangkal batang atas yang

kemudian dijumlah dan dibagi 3.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 3 parameter tersebut, maka

diperoleh hasil dengan rincian sebagai berikut:

1. Tinggi Planlet

Berdasarkan hasil pengamatan tinggi planlet kentang Granola L. pada

berbagai konsentrasi hara makro secara in vitro umur 3 HST, 6 HST, 9 HST, 12

HST, dan 15 HST diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.3 Rata-Rata Tinggi Planlet


Rata-Rata Tinggi Planlet Kentang Granola
L. (cm)
No. Perlakuan Rata-Rata
12 15
3 HST 6 HST 9 HST
HST HST
1. MS0 0,8 1,8 2,8 4,4 6,6 3,3
2. MS1 1,3 1,8 2,7 4,4 6,7 3,4
3. MS2 1,1 2,2 2,4 3 4,9 2,7
4. MS3 1,4 2,4 3 3,9 5,6 3,2

Tabel 3.3 menunjukkan bahwa hasil rata-rata tinggi planlet pada setiap

perlakuan media MS0, MS1, MS2, dan MS3 yaitu 3,3 cm, 3,4 cm, 2,7 cm, dan

3,2 cm. Pada perlakuan MSO secara berurutan umur 3 HST, 6 HST, 9 HST, 12

HST, dan 15 HST adalah 0,8 cm, 1,7 cm, 2,7 cm, 4,4 m, dan 6,6 cm. Pada

perlakuan MS1 secara berurutan umur 3 HST, 6 HST, 9 HST, 12 HST, dan 15

HST adalah 1,3 cm, 1,8 cm, 2,7 cm, 4,4 cm, dan 6,7 cm. Pada perlakuan MS2

secara berurutan umur 3 HST, 6 HST, 9 HST, 12 HST, dan 15 HST adalah 1,1

cm, 2,1 cm, 2,4 cm, 3 cm, dan 5 cm. Pada perlakuan MS3 secara berurutan umur
42

3 HST, 6 HST, 9 HST, 12 HST, dan 15 HST adalah 1,4 cm, 2,4 cm, 3 cm, 3,9

cm, dan 5,6 cm.

Dari hasil pengamatan pada tabel 3.3 dapat dilihat untuk rata-rata tinggi

planlet kentang Granola L. selama 15 HST, tertinggi yaitu pada perlakuan media

MS1 sebesar 3,4 cm dan untuk tinggi planlet terendah yaitu pada perlakuan

media MS2 yaitu 2,7 cm.

2. Jumlah Nodus

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah nodus kentang Granola L. pada

berbagai konsentrasi hara makro secara in vitro pada umur 3 HST, 6 HST, 9

HST, 12 HST, dan 15 HST memiliki hasil sebagai berikut:

Tabel 3.4 Rata-Rata Jumlah Nodus

Rata-Rata Jumlah Nodus Kentang Granola L. Rata-


No. Perlakuan
3 HST 6 HST 9 HST 12 HST 15 HST Rata

1. MS0 1,7 2,5 3,3 4,7 5,3 3,5


2. MS1 1,5 2,5 4 5,3 7,1 4,1
3. MS2 1,3 2,3 4 4,8 5,3 3,6
4. MS3 1,3 2,5 4 4,8 6,8 3,9

Tabel 3.4 menunjukkan bahwa hasil rata-rata jumlah nodus pada setiap

perlakuan media MS0, MS1, MS2, dan MS3 yaitu 3,5 helai, 4,1 helai, 3,6 helai,

3,9 helai. Pada perlakuan MSO secara berurutan umur 3 HST, 6 HST, 9 HST,

12 HST, dan 15 HST adalah 1,7 helai, 2,5 helai, 3,3 helai, 4,7 helai, dan 5,3 helai.

Pada perlakuan MS1 secara berurutan umur 3 HST, 6 HST, 9 HST, 12 HST, dan

15 HST adalah 1,5 helai, 2,5 helai, 4 helai, 5,3 helai, dan 7,1 helai. Pada

perlakuan MS2 secara berurutan umur 3 HST, 6 HST, 9 HST, 12 HST, dan 15

HST adalah 1,3 helai, 2,3 helai, 4 helai, 4,8 helai, dan 5,3 helai. Pada perlakuan
43

MS3 secara berurutan umur 3 HST, 6 HST, 9 HST, 12 HST, dan 15 HST adalah

1,3 helai, 2,5 helai, 4 helai, 4,8 helai, dan 6,8 helai.

Dari hasil pengamatan pada tabel 3.4 dapat dilihat untuk rata-rata jumlah

nodus kentang Granola L. terbanyak yaitu pada perlakuan media MS1 sebesar

4,1 helai dan untuk jumlah planlet paling sedikit yaitu pada perlakuan media

MS0 yaitu 3,5 helai.

3. Diameter Batang

Berdasarkan hasil pengamatan diameter batang kentang Granola L. pada

berbagai konsentrasi hara makro secara in vitro pada umur 15 HST memiliki

hasil sebagai berikut:

Tabel 3. 5 Rata-Rata Diameter Batang

Rata-Rata Diameter Batang (mm)


No. Perlakuan
Kentang Granola L. (15 HST)
1. MS0 0,4
2. MS1 0,5
3. MS2 0,6
4. MS3 0,7

Tabel 3.5 menunjukkan bahwa hasil rata-rata diameter batang setiap

perlakuan media MS0, MS1, MS2, dan MS3 umur 15 HST adalah 0,4 mm, 0,5

mm, 0,6 mm, dan 0,7 mm. Dari hasil pengamatan pada tabel 3.5 dapat dilihat

untuk rata-rata diameter batang kentang Granola L. terbesar yaitu pada perlakuan

media MS3 sebesar 0,7 mm dan untuk diameter batang terkecil yaitu pada

perlakuan media MS0 sebesar 0,4 mm.


44

3.2. Pembahasan

3.2.1 Tinggi Planlet

Tinggi planlet merupakan parameter untuk pengamatan pertumbuhan

tanaman. Tinggi planlet merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai

indikator pertumbuhan maupun parameter yang digunakan untuk mengukur

pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan, Sitompul dan Bambang

(1995) menyampaikan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan

yang mudah dilihat.

Tinggi planlet diamati dari 3 Hari Setelah Tanam sampai dengan 15 Hari

Setelah Tanam. Pertumbuhan dan perbandingannya dapat dilihat setiap interval

3 HST ada yang stabil, dan ada yang meningkat. Berdasarkan hasil pengamatan

di atas di peroleh konsentrasi hara makro terbaik untuk tinggi planlet kentang

Granola L. pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 kali menghasilkan planlet

tertinggi sebesar 3,4 cm (Tabel 3.3). Hal tersebut dikarenakan kandungan hara

makro pada media telah tercukupi untuk pertumbuhan tinggi planlet kentang.

(a) MS1 (b) MS2

Gambar 3.8 Perlakuan Konsentrasi Hara Makro (a) Terbaik dan (b) Terendah
pada Tinggi Planlet
45

Keefektifan hara makro akan berbeda-beda tergantung dari kondisi

lingkungan, dosis yang tepat, dan fase pertumbuhan yang tepat. Semakin lama

masa kultur semakin banyak fotosintat yang diperoleh, selanjutnya fotosintat

tersebut digunakan untuk menambah jumlah sel di seluruh tubuh planlet,

hasilnya planlet bertambah tinggi. Hara makro yang mempengaruhi

pertumbuhan tinggi planlet kentang adalah unsur Nitrogen (N) yang bersumber

dari senyawa NH4NO3, dikarenakan penggunaan unsur Nitrogen dapat memacu

pertumbuhan tinggi planlet tanaman kentang (Nuraini, Rizky & Susanti, 2014).

3.2.2 Jumlah Nodus

Nodus merupakan ruas pada batang tanaman dimana akan tumbuh daun,

tunas, dan cabang. Berfungsi sebagai tempat melekatnya daun dan untuk

mempercepat impuls saraf tumbuhan. Nodus pada planlet kentang setara dengan

pertumbuhan daun pada planlet kentang. Setiap nodus pada planlet kentang

memiliki mata tunas yang nantinya akan terbentuk tunas baru.

Jumlah nodus kentang Granola L. diamati setiap 3 hari sekali sampai

dengan umur 15 HST. Pertumbuhan dan perbandingannya dapat dilihat setiap

interval 3 hari sekali. Berdasarkan hasil pengamatan di atas diperoleh

konsentrasi hara makro terbaik untuk jumlah nodus kentang Granola L. pada

perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 kali (MS1) yang menghasilkan jumlah

nodus terbanyak yaitu 4,1 helai (Tabel 3.4). Hal tersebut dikarenakan kandungan

hara makro pada media telah tercukupi untuk pertumbuhan jumlah nodus.
46

(a) MS1 (b) MS0

Gambar 3.9 Perlakuan Konsentrasi Hara Makro (a) Terbaik dan (b) Terendah
pada Jumlah Nodus

Jumlah nodus yang terbentuk akan mempengaruhi jumlah daun pada

tanaman. semakin banyak jumlah nodus yang terbentuk maka semakin banyak

daun yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada media kultur dengan

penambahan unsur Nitrogen (N) dan unsur Sulfur (S) dalam bentuk senyawa

NH4NO3 dan MgS04 pada konsentrasi 0,5 kali dari konsentrasi normal media MS

akan menghasilkan jumlah nodus lebih banyak. Penggunaan unsur Nitrogen

dalam media berperan dalam pembentukan daun (Nuraini, Rizky & Susanti,

2014) dan penggunaan unsur sulfur dalam jumlah tinggi pada media tanam akan

menghasilkan nodus dalam jumlah banyak.

3.2.3 Diameter Batang

Pengukuran diameter batang dilakukan untuk mengetahui perkembangan

batang bersamaan dengan pertumbuhan tanaman. Pengukuran diameter batang

dilakukan di batang utama, pengukuran diameter batang ini dilakukan pada

batang bagian pangkal bawah, bagian tengah, dan pangkal bagian atas dengan

batas ketinggian 2 cm dari setiap bagian. Pengukuran diameter batang ini

dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.


47

Diameter batang dapat dijadikan indikasi bahwa planlet yang dihasilkan

merupakan planlet yang vigor dengan kondisi batang besar dan kokoh.

Pemberian konsentrasi hara makro yang ditingkatkan memungkinkan terjadinya

proses pembesaran batang. Berdasarkan hasil pengamatan di atas diperoleh

konsentrasi hara makro terbaik untuk diameter batang kentang Granola L. yaitu

konsentrasi hara makro 1,5 kali (MS3) yang menghasilkan rata-rata diameter

batang terbesar yaitu 4,1 helai (Tabel 3.5). Hal tersebut dikarenakan kandungan

hara makro pada media telah tercukupi untuk pertumbuhan.

(a) MS3 (b) MS0

Gambar 3.10 Perlakuan Konsentrasi Hara Makro (a) Terbaik dan (b) Terendah
pada Diameter Batang

Diduga penggunaan konsentrasi hara makro mempengaruhi bagian batang,

semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin besar diameter batang

planlet. Diameter batang diamati pada saat pengamatan terakhir yaitu umur 15

HST. Diameter batang pada perlakuan konsentrasi tersebut telah tercukupi

dengan adanya unsur Kalium (K) berupa KNO3 pada media dengan konsentrasi

yang ditingkatkan menjadi 1,5 kali dari konsentrasi standar media dasar MS.

Karakteristik planlet dengan batang besar, dan kokoh menunjukkan bahwa

jumlah Kalium yang terkandung merupakan konsentrasi yang tepat untuk

menghasilkan planlet dengan vigor yang diinginkan. Unsur kalium pada media
48

mampu meningkatkan diameter batang planlet sehingga terjadi pembesaran pada

bagian batang planlet kentang (Siallagan dkk., (2017).


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL)

di Laboratorium BBPP Lembang mengenai “Multiplikasi Planlet Kentang

Granola L. (Solanum tuberosum L.) pada Berbagai Konsentrasi Hara Makro

secara In Vitro” dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tahapan multiplikasi planlet kentang Granola L. (Solanum tuberosum L.)

secara in vitro meliputi, persiapan ruangan kultur jaringan, persiapan

media, pembuatan media, penanaman planlet, dan pemeliharaan di ruang

inkubasi.

2. Konsentrasi hara makro yang memberikan respon terbaik meliputi,

konsentrasi hara makro 0,5 kali memberikan respon terbaik pada

pertumbuhan tinggi planlet dan jumlah nodus, sedangkan konsentrasi hara

makro 1,5 kali memberikan respon terbaik pada diameter batang.

4.2 Saran

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL)

mengenai “Multiplikasi Planlet Kentang Granola L. (Solanum tuberosum L.)

pada Berbagai Konsentrasi Hara Makro secara In Vitro” di Laboratorium Kultur

Jaringan BBPP Lembang, perlu direkomendasikan saran yaitu, perlu dilakukan

percobaan lanjutan perlakuan kombinasi hara makro dan paclobutrazol untuk

memperbesar diameter batang sekaligus mempercepat tinggi planlet.

49
DAFTAR PUSTAKA

Adani, S. I., & Pujiastuti, Y. A. (2018). Pengaruh Suhu dan Waktu Operasi pada
Proses Destilasi untuk Pengolahan Aquades di Fakultas Teknik Universitas
Mulawarman.

Alfaris, M. R., Rineksane, I. A., & Genesiska. (2020). Induksi Tunas Kentang (
Solanum tuberosum L .) Varietas Granola pada Berbagai Medium dengan
Penambahan BAP (Benzyl Amino Purine). Proceedings The 1st
UMYGrace 2020 (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate
Conference) Mengandung, 1, 204–213.

Andri. (2010). Budidaya tanaman kentang (Solanum tuberosum. L.) di luar


musim tanam.

Alireza, I., M. Ebadi & Z. zare. 2011. Effect of Nitrogen and Potasium on in
vitro Microtuberization of Potato (Solanum tuberosum L. var Agria.)
Australian Journal of Basic and Applied Scieence 5 (12): 442-448.

Azizi, A. A. A., Tambunan, I. R., & Efendi, D. (2017). Multiplikasi Tunas In


Vitro Berdasarkan Jenis Eksplan Pada Enam Genotipe Tebu (Saccharum
officinarum L.) / The In Vitro Shoots Multiplication Based on Ekaliplants
Type on Sikali Sugarcane (Saccharum officinarum L.) Genotypes. Jurnal
Penelitian Tanaman Industri, 23(2), 90.
https://doi.org/10.21082/littri.v23n2.2017.90-97

Bachrein, S. (n.d.). (2004). Kebijaksanaan pembangunan pertanian seperti


halnya dalam distribusi bibit kentang di Jawa Barat merupakan
kebijaksanaan yang sa- ngat penting , rumit , rentan terhadap penyalah-
gunaan kepentingan pribadi atau kelompok , dan menimbulkan dampak
multi dimen. Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 7,
NO.2(80), 125–138.

Badan Pusat Statistik 2022. Statistik Indonesia 2022. BPS. Jakarta.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. (2017). Teknologi ekali-vitro


BPPT, Solusi atasi permasalahan bibit kentang (Solanum tuberosum L.).

Dinas Pertanian dan Ketahan Pangan. (2014). Sertifikasi Benih.(Dinas Pertanian


dan Ketahanan Pangan Kota Malang).

50
51

Dwiyani, Rindang. (2015). Kultur jaringan Tanaman. Bali: Pelawa Sari.

Hendrayono, D. P. S. & Wijayani. (2012). Teknik Kultur Jaringan dan Petunjuk


Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif Modern. Yogyakarta: Kanisius

Hidayat, S. Y. (2014). Karakteristik morfologi beberapa genotipe kentang


(Solanum tuberosum L.) yang dibudidayakan di Indonesia (Skripsi). Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Lestari, F. W., Suminar, E. 7 Mubarok, S. (2018). Pengujian Berbagai Eksplan


Kentang (Solanum tuberosum L.) dengan Konsenrasi Benzylamino Purin
dan Indolebutyric Acid. J. Agroland, 24(3), 181-189.

Luthfiani, Alma. (2021). Pertumbuhan Eksplan Kentang ( Solanum Tuberrosum Var.


Granola ) Dengan Perlakuan Hara Makro Dan Calsium Pantothenate (Cap) Secara
In Vitro

Nuraini, A., Rizky, W. H., & Susanti, D. (2014). Pemanfaatan pupuk daun
sebagai media alternatif dan bahan organik pada kultur in vitro kentang
(Solanum tuberosum L.) kultivar granola. Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Teknologi Pertanian Polinela, 189-196.

Pantjaningtyas, S. (2012). Keefektivan Penambahan Kalsium Klorida untuk


Mengurangi Nekrosis pada Perbanyakan Kakao (Theobroma cacao L.)
secara In Vitro. Pelita Perkebunan 28(1):23-31

Petrucci, Ralph H. 2008. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi
Keempat Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Pratiwi, L. F. L., Hardyastuti, S., & Waluyati, L. R. (2016). Profitability and


Farmers Conservation Efforts on Sustainable Potato Farming in Wonosobo
Regency. Ilmu Pertanian (Agricultural Science), 1(1), 31–36.

Pitojo, S. (2004). Benih kentang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Pitojo, Setijo,. Purwantoyo, Eling. 2003. Deteksi Pencemar Air Minum.


Semarang: CV. Aneka Ilmu.

Purwito, A., & Wattimena, A. G. (2008). Kombinasi persilangan dan seleksi in


vitro untuk mendapatkan kultivar unggul kentang. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 13 (3), 140-149.
52

Rudiyanto, Rantau, D., & Ermayanti, T. (2016). Pertumbuhan Kultur Tunas


Kentang Merah (Solanum tuberosum) pada Media Ms (murashige & skoog)
dengan Perlakuan Konsentrasi dan Jenis Sitokinin. Prosiding Seminar
Nasional KALIKALIV, November, 103–112.

Sandra, E. 2018. Buku Pelatihan Kultur Jaringan Esha Flora. Bogor. 105 hal.

Siallagan, C. Y., Nurhidayah, T., & Nurbaiti. (2017). Pengaruh kompos limbah
sayur-sayuran terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta (Coffea canephora
Pierre). Jom Faperta, 4(1), 1-8.

Sitompul, S. M. Dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta, hal. 24.

Sofiari, E., Handayani, T., Kurniawan, H., Kusmana, Prabaningrum, L., 7


Gunadi, N. (2015). Komoditas kentang sumber karbohidrat bergizi dan
ramah lingkungan. Inovasi Hortikultura Pengungkit Peningkatan
Pendapatan rakyat, 78-90.

Sumadi, B. 2007. Kentang dan analisis usaha tani. Yogyakarta (ID): Kanisium.
115 hal.

Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM. (2011). Pola


pembiayaan usaha kecil: Budidaya kentang industri. Jakarta: Bank
Indonesia.

Yuliarti, Nurheti. (2010). Kultur jaringan tanaman skala rumah tangga.


Yogyakarta: Andi.

Zulkarnain. (2017). Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: PT Bumi Aksara


LAMPIRAN-LAMPIRAN

53
Dokumentasi Praktik Kerja Lapangan (PKL)

1. Sterilisasi Ruangan

2. Sterilisasi alat dan bahan pada Autoclave dan oven

3. Pembuatan Larutan Stok


4. Pembuatan Media

5. Penanaman Planlet

6. Pemeliharaan di Ruang Inkubasi


➢ Pengukuran Suhu, Kelembapan, dan Intensitas Cahaya

➢ Pengamatan di Ruang Inkubasi

7. Penyiraman Tanaman di Screen House Aklimatisasi

8. Subkultur Kentang Merah


9. Team Laboratorium Kultur jaringan

10. Kedatangan penugasan PKL

11. Bakti Kampus (memberi pakan ternak, sanitasi jagung, polinasi melon, dan

penanaman pohon)

12. Kunjungan anak SD Kayuambon Lembang (Sosialisasi Kultur Jaringan)


13. Kegiatan Memperingati HUT RI

14. Seminar Akhir PKL

15. Penyerahan Plakat dan Evaluasi PKL


Tabel Pengamatan Suhu, Kelembapan, dan Intensitas Cahaya di Laboratorium

Kultur Jaringan BBPP Lembang

Intensitas Cahaya Rata-


Suhu Rata- Kelembaban Rata- (Cd) Rata
Tanggal
08.00 12.00 16.00 Rata 08.00 12.00 16.00 Rata 08.00 12.00 16.00
WIB WIB WIB WIB WIB WIB WIB WIB WIB
26/07/2022 20 20 21 20,3 66% 42% 42% 50% 1062 1958 1775 1598
27/07/2022 21 20 20 20,3 68% 50% 43% 54% 1436 1591 1315 1447
28/07/2022 20 21 20 20,3 63% 42% 42% 49% 1456 1581 1371 1469
29/07/2022 20 22 21 21 62% 41% 42% 48% 1473 1396 1381 1417
01/08/2022 21 21 21 21 60% 42% 43% 48% 1320 1368 1324 1337
02/08/2022 20 21 20 20,3 62% 44% 49% 52% 1353 1573 1471 1467
03/08/2022 20 21 21 20,6 63% 41% 41% 48% 1451 1346 1339 1378
04/08/2022 20 21 20 20,3 65% 42% 41% 49% 1348 1480 1366 1398
05/08/2022 21 20 20 20,3 60% 44% 47% 50% 1367 1435 1447 1416
08/08/2022 20 20 20 20 62% 41% 44% 49% 1347 2004 2447 1933
09/08/2022 20 21 21 20,6 60% 41% 41% 47% 2115 2894 2820 2610
10/08/2022 20 20 20 20 63% 58% 58% 60% 2713 2774 2712 2733
11/08/2022 20 22 22 21,3 60% 44% 46% 50% 2759 2739 2735 2744
12/08/2022 21 21 21 21 64% 41% 52% 52% 2763 2737 2726 2742
15/08/2022 21 20 21 20,6 61% 42% 49% 51% 2765 2757 2778 2767
16/08/2022 21 21 21 21 63% 41% 43% 49% 2907 2844 2950 2900
18/08/2022 21 20 21 20,6 62% 40% 41% 48% 2967 2832 2849 2882
19/08/2022 21 20 21 20,6 65% 49% 40% 51% 2926 2821 2874 2873
22/08/2022 21 21 21 21 59% 46% 56% 54% 2975 2843 2897 2905
Tabel Pengamatan Tinggi Planlet pada 3 HST- 15 HST

Tinggi Planlet Kentang Granola L. (cm)


No. Ulangan Rata-Rata
3 HST 6 HST 9 HST 12 HST 15 HST
1. MS0 (1) 0,8 2 3,6 4,1 5,5 3,2
2. MS0 (2) 0,5 0,8 1,8 3,7 4,4 2,2
3. MS0 (3) 1,5 2,1 2,9 5,2 8,5 4,0
4. MS0 (4) 0,4 2,9 3,6 4,5 8,3 3,9
5. MS0 (5) 0,9 1,7 3 5 7,5 3,6
6. MS0 (6) 0,8 1 1,8 3,9 5,6 2,6
Rata-Rata 0,8 1,8 2,8 4,4 6,6 3,3
7. MS1 (1) 1,6 1,8 2,5 4,2 5,3 3,08
8. MS1 (2) 1,2 1,6 2,6 5 6,5 3,38
9. MS1 (3) 1 1,7 2,7 5,4 7,6 3,68
10. MS1 (4) 2,3 2,8 3,3 4,4 5,2 3,6
11. MS1 (5) 1,2 1,8 2,6 3,7 8,6 3,58
12. MS1 (6) 0,7 1,1 2 3,5 7,2 2,9
Rata-Rata 1,3 1,8 2,7 4,4 6,7 3,4
13. MS2 (1) 1,5 3 3,1 3,2 3,2 2,8
14. MS2 (2) 2 2,5 3 3,3 5,5 3,2
15. MS2 (3) 0,7 1,7 1,8 2,1 4,4 2,1
16. MS2 (4) 0,8 1,6 1,8 1,9 3,6 1,9
17. MS2 (5) 1,4 2,4 2,6 4,1 6,6 3,4
18. MS2 (6) 0,4 1,7 2,3 3,7 6,5 2,9
Rata-Rata 1,1 2,2 2,4 3,0 4,9 2,7
19. MS3 (1) 1,9 2,2 3,2 3,7 8,1 3,8
20. MS3 (2) 1,1 3,1 3,2 5,3 5 3,5
21. MS3 (3) 1,6 2,5 3,3 3,5 5,6 3,3
22. MS3 (4) 1,3 2,3 3 3,8 5,5 3,1
23. MS3 (5) 1,2 2 2,6 3,6 5,1 2,9
24. MS3 (6) 1 2,5 2,8 3,7 4,5 2,9
Rata-Rata 1,4 2,4 3,0 3,9 5,6 3,2
Tabel Pengamatan Jumlah Nodus pada 3 HST – 15 HST

Jumlah Nodus Kentang Granola L.


No. Perlakuan Rata-Rata
3 HST 6 HST 9 HST 12 HST 15 HST
1. MS0 (1) 2 3 4 6 6 4,2
2. MS0 (2) 1 2 2 4 4 2,6
3. MS0 (3) 2 3 4 6 7 4,4
4. MS0 (4) 2 3 3 4 5 3,4
5. MSO (5) 2 3 4 4 5 3,6
6. MSO (6) 1 1 3 4 5 2,8
Rata-Rata 1, 7 2,5 3,3 4,7 5,3 3,5
7. MS1 (1) 1 2 3 6 8 4
8. MS1 (2) 1 2 4 6 7 4
9. MS1 (3) 2 3 4 6 7 4,4
10. MS1 (4) 2 3 4 5 7 4,2
11. MS1 (5) 2 3 5 5 7 4,4
12. MS1 (6) 1 2 4 4 7 3,6
Rata-Rata 1,5 2,5 4 5,3 7,1 4,1
13. MS2 (1) 1 2 3 3 3 2,4
14. MS2 (2) 1 2 4 5 5 3,4
15. MS2 (3) 2 3 4 7 9 5
16. MS2 (4) 2 3 4 3 3 3
17. MS2 (5) 1 2 5 6 6 4
18. MS2 (6) 1 2 4 5 6 3,6
Rata-Rata 1,3 2,3 4 4,8 5,3 3,6
19. MS3 (1) 1 3 4 5 7 4
20. MS3 (2) 2 3 4 5 7 4,2
21. MS3 (3) 1 2 3 4 7 3,4
22. MS3 (4) 2 3 5 6 8 4,8
23. MS3 (5) 1 2 3 4 6 3,2
24. MS3 (6) 1 2 5 5 6 3,8
Rata-Rata 1, 3 2,5 4 4,8 6,8 3,9
Tabel Pengamatan Diameter Batang pada 15 HST

Diameter Batang Kentang Granola L.


No. Perlakuan
(mm)
1. MS0 (1) 0,5
2. MS0 (2) 0,5
3. MS0 (3) 0,4
4. MS0 (4) 0,5
5. MS0 (5) 0,5
6. MS0 (6) 0,5
Rata-Rata 0,4
7. MS1 (1) 0,7
8. MS1 (2) 0,6
9. MS1 (3) 0,5
10. MS1 (4) 0,6
11. MS1 (5) 0,6
12. MS1 (6) 0,5
Rata-Rata 0,5
13. MS2 (1) 0,6
14. MS2 (2) 0,7
15. MS2 (3) 0,6
16. MS2 (4) 0,6
17. MS2 (5) 0,6
18. MS2 (6) 0,5
Rata-Rata 0,6
19. MS3 (1) 0,9
20. MS3 (2) 1
21. MS3 (3) 0,6
22. MS3 (4) 0,6
23. MS3 (5) 0,8
24. MS3 (6) 0,7
Rata-Rata 0,7

Anda mungkin juga menyukai