Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI I

MODUL 4
PENGUKURAN WAKTU KERJA

Oleh
kelompok 3 A

Anggota :
Rima Rofifah Putri (1810931024)
Muhammad Dhaffa A. (1810933021)
Shafhan (1810933032)

Asisten Pembimbing :
Resya Kumar

Laboratorium Sistem Produksi dan Laboratorium Perancangan Sistem


Kerja dan Ergonomi
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik
Universitas Andalas
2020
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri I
Modul 4 Pengukuran Waktu Kerja

Praktikum Perancangan Teknik Industri I Modul 4 dilakukan pada 28


September 2020 sampai dengan 11 Oktober 2020. Praktikum Modul 4
pengukuran waktu kerja dilaksanakan selama dua minggu. Minggu pertama
pelaksanaan praktikum, praktikan diminta untuk membuat sebanyak 15 produk
kemudian mencatat waktu masing-masing elemen kerja pada setiap produk dan
membuat kurva belajar dari operator selama proses latihan perakitan produk. Pada
saat pengambilan data waktu kerja, kelompok 3A melakukan pengukuran waktu
kerja dengan metode jam henti yaitu menggunakan stopwatch. Pembuatan
sebanyak 15 produk tidak dilakukan secara keseluruhan dalam 1 hari, melainkan
membuat 3 produk dalam 1 hari. Pembuatan produk dilakukan dari proses
produksi sampai dengan perakitan. Perakitan dilakukan berdasarkan dengan
precedence diagram yang telah dirancang.

Praktikum minggu kedua Modul 4 yaitu melakukan perhitungan dari


waktu kerja masing-masing elemen kerja pada 15 produk yang telah diperoleh
pada praktikum minggu pertama. Perhitungan waktu kerja yang dilakukan adalah
perhitungan waktu siklus perakitan produk masing-masing stasiun kerja, waktu
standar (waktu baku) perakitan produk untuk masing-masing stasiun kerja,
perhitungan rata-rata waktu menganggur perakitan produk, dan menganalisis
waktu standar yang diperoleh dari berbagai perspektif.

Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam pengukuran


waktu kerja :

1. Membuat Precedence Diagram dari Proses Perakitan Produk

Presedence diagram merupakan sebuah lambang segi empat karena letak


kegiatan ada dibagian noda sehingga sering disebut juga Activity On Node (AON)
(Fauzan, 2016). Precedence diagram menggambarkan hubungan antara aktivitas
yang satu dengan aktivitas yang lain. Precedence dijadikan pedoman dalam
melakukan proses perakitan, akan tetapi precedence diagram dari produk 1 sampai
dengan produk 15 lama kelamaan terjadi sedikit perubahan, hal ini dikarenakan
operator terus melakukan perbaikan selama proses perakitan produk. Perakitan
produk pertama operator masih beradaptasi dengan urutan perakitan, sehingga
semakin banyak produk yang telah dirakit operator maka operator semakin
terbiasa. Pada produk awal perakitan operator masih menghafal urutan perakitan,
sedangkan pada produk akhir operator sudah terbiasa, sehingga pada produk ke 15
hasil perakitan semakin maksimal dan cepat. Berikut merupaka presedence
diagram yang dapat dilihat pada Lampiran A.

2. Waktu Siklus dan Kurva Belajar

Waktu siklus setiap elemen kerja diperlukan untuk menghitung waktu


normal masing-masing elemen kerja pada setiap stasiun kerja. Waktu normal ini
diperlukan untuk menghitung waktu baku setiap elemen kerja. Selama proses
pembuatan produk, operator menghitung waktu yang digunakan menggunakan
stopwatch dan melakukan pencatatan waktu. Waktu siklus diperlukan untuk
pembuatan kurva belajar pada masing-masing stasiun kerja. Kurva belajar dibuat
berdasarkan total waktu seluruh elemen kerja pada masing-masing stasiun kerja
untuk setiap produk (15 produk). Kurva belajar masing-masing stasiun kerja dapat
dilihat pada Lampiran B.

Kurva belajar yang didapatkan seharusnya membentuk trend yang


semakin lama semakin menurun kebawah, hal ini berdasarkan waktu yang
dibutuhkan pada saat pertama kali bekerja lebih lama dibandingkan pekerjaan
yang dilakukan kedua kali, ketiga kali, dan seterusnya. Pengulangan suatu
pekerjaan yang sama biasanya akan menghasilkan waktu yang lebih singkat dari
pada pekerjaaan yang dikerjakan pertama kali. Hal ini terjadi karena berbagai
faktor salah satunya pada saat pekerjaan pembuatan produk pertama operator
masih belum terbiasa dan melakukan adaptasi serta harus menghafal urutan dari
pekerjaan. Pada pekerjaan kedua dan seterusnya operator sudah mulai terbiasa,
maka dari itu seharusnya kurva belajar yang didapatkan semakin lama semakin
menurun kebawah.

Kurva belajar yang didapatkan oleh kelompok 3A pada stasiun kerja 1


yaitu proses produksi, didapatkan kurva belajar yang mendekati dengan teori,
yaitu kurva belajar yang menurun. Proses produksi yang dilakukan pada produk 1
memakan banyak waktu, akan tetapi proses produksi yang dilakukan pada produk
2 menurun tajam, dan kemudian kurva tersebut naik turun pada produk 3 sampai
dengan 15, tetapi perubahan tersebut tidak terlalu signifikan. Waktu yang
dihasilkan seharusnya semakin cepat, akan tetapi naik turun nya kurva disebabkan
oleh pada saat melakukan proses produksi menggunakan kardus sebagai material,
kardus tersebut memiliki ketebalan yang tidak konstan, ada kardus yang cukup
tipis dan ada kardus yang terlalu tebal, sehingga mengalami kesulitan pada saat
memotongnya, hal ini yang mengakibatkan kurva belajar yang didapatkan tidak
cenderung turun. Hal ini juga terjadi pada kurva belajar stasiun kerja 2,3 dan 4.
Semakin besar waktu yang diperlukan untuk pembuatan produk pada masing-
masing stasiun kerja, maka kardus yang digunakan semakin tebal, sehingga
mengalami kesulitan pada saat memotong, dan membentuk kardus.

Faktor lainnya pada stasiun kerja perakitan, kurva yang didapatkan tidak
sesuai dengan teori yaitu selain ketebalan kardus, juga pemberian lem. Pemberian
lem dilakukan pada proses perakitan, lem yang diberikan kadang jumlahnya tidak
konstan, ada lem yang diberikan pada suatu produk cukup, dan ada lem yang
diberikan kurang, sehingga rakitan 1 dengan yang lainnya tidak lengket, dan
pemberian lem diulang kembali. Hal ini cukup menambah waktu, sehingga waktu
yang didapatkan besar. Begitu seterusnya untuk kurva belajar stasiun kerja 2,3,
dan 4.
3. Waktu Siklus (Ws) Perakitan Produk untuk Masing-masing Stasiun
Kerja
Waktu siklus adalah waktu pekerja menyelesaikan pekerjaannya saat
diamati pada waktu itu juga. Waktu ini merupakan waktu dasar pekerja
menyelesaikan pekerjaannya dalam kondisi yang ia terima di lapangan dan dalam
situasi yang wajar (Hilma, 2015). Artinya pekerja tersebut tidak dalam kondisi
yang ia terima di lapangan dan dalam situasi yang wajar. Berikut merupakan
rumus yang digunakan untuk menghitung waktu siklus :

Dimana :
Ws = Waktu siklus
Xi = Waktu pengamatan ke-i
N = Jumlah pengamatan

Contoh perhitungan waktu siklus pada stasiun kerja 1, elemen kerja


membuat pola rangka truk, berdasarkan rumus diatas adalah sebagai berikut :

͵͵ ݁
͵ ǡ ݁

Waktu siklus untuk masing-masing elemen kerja pada masing-masing


stasiun kerja dapat dilihat pada Lampiran C. Waktu siklus yang sudah
didapatkan diperlukan untuk menghitung waktu normal, dimana waktu normal ini
diperlukan untuk menghitung waktu baku (waktu standar).
4. Waktu Standar (Wb) Perakitan Produk untuk Masing-masing Stasiun
Kerja

Waktu siklus telah didapatkan selanjutnya dihitung penyesuaian.


Penyesuaian diberikan jika pengamat (pengukur) meyakini bahwa waktu siklus
yang didapat tidak wajar karena terdapat kondisi yang tidak wajar seperti kondisi
yang termotivasi, grogi karena merasa diamati dan hal lainnya sehingga waktu
yang didapat tidak sesuai dengan kondisi seharusnya (bisa lebih lambat atau cepat)
(Hilma, 2015). Faktor penyesuaian dalam pengukuran waktu kerja dibutuhkan
untuk menentukan waktu normal dari operator yang berada dalam sistem kerja
tertentu (Hilma, 15). Terdapat 3 metode yang digunakan untuk menentukan faktor
penyesuaian yaitu metode schumard, metode westinghouse dan metode objektif.
Kelompok 3A menggunakan metode westinghouse karena pada metode ini
mengarahkan penilaian kepada empat faktor yang dianggap menentukan
kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja sehingga nilai penyesuaian yang
didapatkan akan lebih valid. Faktor dan nilai penyesuaian pada metode
westinghouse dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1 Faktor Penyesuaian


Berdasarkan tabel di atas, maka perhitungan untuk menentukan faktor
penyesuaian adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Faktor Penyesuaian Stasiun Kerja 1

Berdasarkan kelas yang telah dipilih yang sesuai dengan kemampuan dan
keadaan operator saat bekerja, maka didapatkan nilai penyesuaian adalah sebagai
berikut:
P=1+0=1

Selanjutnya menghitung faktor penyesuaian untuk stasiun kerja 2, stasiun


kerja 3, dan stasiun kerja 4. Faktor penyesuaian stasiun kerja ini berbeda dengan
stasiun kerja 1, hal ini karenakan kondisi kerja pada stasiun kerja 2, stasiun kerja 3
dan stasiun kerja 4 berbeda dengan stasiun kerja 1.

Tabel berikut merupakan faktor penyesuaian untuk stasiun kerja 2, stasiun


kerja 3 dan stasiun kerja 4, berdasarkan metode Westinghouse :

Tabel 3 Faktor Penyesuaian Stasiun Kerja 2, Stasiun Kerja 3 dan Stasiun Kerja 4

Berdasarkan kelas yang telah dipilih yang sesuai dengan kemampuan dan
keadaan operator saat bekerja, maka didapatkan nilai penyesuaian adalah sebagai
berikut:
P = 1 + 0,06 = 1,06

Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan


faktor penyesuaian, yaitu waktu siklus rata-rata dikalikan dengan faktor
penyesuaian (Hilma, 2015). Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja
adalah semata-mata menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi
baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan kerja yang normal
(Hilma, 2015). Rumus untuk menghitung waktu normal dapat dilihat sebagai
berikut:

Dimana:
Wn = Waktu normal
Ws = Waktu siklus
P = faktor penyesuaian

Contoh perhitungan waktu normal pada stasiun kerja 1, elemen kerja


membuat pola rangka truk, berdasarkan rumus diatas adalah sebagai berikut :

͵͵
͵͵ ݁
͵ ǡ ݁

Waktu normal untuk masing-masing elemen kerja pada masing-masing


stasiun kerja dapat dilihat pada Lampiran D.

Setelah didapatkan waktu normal seperti pada perhitungan diatas, maka


selanjutnya adalah menentukan kelonggaran. Pemberian kelonggaran ini
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada operator untuk melakukan hal-
hal- hal yang harus dilakukannya, sehingga waktu baku yang diperoleh dapat
dikatakan data waktu yang lengkap dan mewakili sistem kerja yang diamati
(Hilma, 2015).

Kelonggaran yang diberikan antara lain:


a) Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
b) Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah
c) Kelonggaran yang tidak dapat dihindarkan

Untuk menentukan faktor-faktor kelonggaran dapat dilihat pada tabel


berikut ini:

Tabel 4 Faktor Kelonggaran


Tabel 4 Faktor Kelonggaran (Lanjutan)

Berdasarkan tabel di atas, kelonggaran yang didapatkan adalah sebagai


berikut:

Tabel 5 Faktor Kelonggaran Terpilih

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa total kelonggaran yang


didapatkan adalah sebesar 20%. Total kelonggaran ini digunakan untuk
menentukan waktu baku.
Waktu baku (standar) adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh
seorang operator normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (Hilma, 2015).
Waktu baku merupakan waktu untuk satu siklus lengkap dari suatu operasi dengan
metode yang dianjurkan setelah dikombinasikan dengan faktor penyesuaian yang
tepat dan kelonggaran yang masih dalam batas kontrol operasi (Hilma, 2015).
Penentuan waktu baku didapat sebagai berikut:

ܾ 쀀䖖

Dimana:
Wb = Waktu baku
Wn = Waktu normal
L = Kelonggaran

Contoh perhitungan waktu baku pada stasiun kerja 1, elemen kerja


membuat pola rangka truk, berdasarkan rumus diatas adalah sebagai berikut :

ܾ ͵͵ 쀀
ܾ ǡ ǡ ǡ ݁
ܾ ͵ ݁

Waktu baku untuk masing-masing elemen kerja pada masing-masing stasiun kerja
dapat dilihat pada Lampiran D.

5. Waktu Rata-rata Menganggur

Waktu menganggur perakitan produk terjadi akibat tidak seimbangnya


lintasan perakitan. Hal ini akan menyebabkan operator pada stasiun kerja tertentu
menunggu pekerjaan dari operator sebelumnya. Akibat dari waktu menganggur ini
adalah dapat memperlama proses perakitan. Rumus untuk menghitung waktu
menganggur :
Idle Time = Wb max – Wb st

Tabel 6 Idle Time Stasiun kerja 1

Rata-rata waktu menganggur stasiun kerja 2 (merakit rangka truk) adalah


496,51 detik

Tabel 7 Idle Time Stasiun kerja 2

Rata-rata waktu menganggur stasiun kerja 2 (merakit rangka truk) adalah


27,26 detik.
Tabel 8 Idle Time Stasiun kerja 3

Rata – rata waktu menganggur stasiun kerja 3 (merakit kepala truk) adalah
0,75 detik.

Tabel 9 Idle Time Stasiun kerja 4

Rata – rata waktu menganggur stasiun kerja 4 (assembly akhir) adalah 7,21
detik.

6. Analisis waktu standar yang diperoleh dari berbagai perspektif

Waktu standar merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh


seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (Hilma, 2015).
Waktu standar (baku) nantinya juga bisa digunakan untuk menghitung waktu
menganggur selama perakitan. Waktu baku maksimum stasiun kerja 1 yaitu pada
elemen kerja memotong pola rangka truk, hal ini dikarenakan pada saat
memotong pola truk untuk 15 produk diperlukan waktu yang lama, karena karton
yang cukup tebal, dan pola yang banyak. Waktu baku maksimum stasiun kerja 2
yaitu terdapat pada elemen kerja merakit rangka dengan pelindung roda, hal ini
dikarenakan pelindung roda dibuat dari lapisan-lapisan karton, sehingga
diperlukan waktu yang cukup lama untuk memberikan lem pada komponen
tersebut. Waktu baku maksimum stasiun kerja 3 yaitu terdapat pada merakit
bumper dengan kepala truk, akan tetapi, waktu baku maksimum pada stasiun kerja
3 pendek dikarenakan pekerjaan yang terdapat pada stasiun kerja 3 cukup mudah,
sehingga memakan sedikit waktu. Waktu baku maksimum stasiun kerja 4 yaitu
terdapat pada elemen kerja merakit rangka truk dengan kepala truk, hal ini
dikarenakan kepala truk yang cukup besar dan desain yang agak rumit
dibandingkan komponen lain sehingga memerlukan waktu yang lumayan banyak
untuk memberikan lem pada komponen.

Total waktu baku secara keseluruhan untuk stasiun kerja 1 adalah 3797, 36
detik, stasiun kerja 2 adalah 274,58 detik, stasiun kerja 3 adalah 47,49 detik, dan
stasiun kerja 4 adalah 103,46 detik. Total waktu baku yang terbesar terdapat pada
stasiun kerja 1 hal ini dikarenakan pada stasiun kerja 1 dalam melakukan proses
produksi memakan banyak waktu, dimana pada proses tersebut terdapat kegiatan
menggunting dan memberikan lem. Kegiatan seperti menggunting tergantung
pada ketebalan kardus yang digunakan, semakin tebal kardus yang digunakan
maka waktu yang dibutuhkan semakin banyak dan stasiun kerja 1 juga memakan
banyak waktu pada saat membuat pola dengan ukuran yang besar. Total waktu
baku yang terkecil terdapat pada stasiun kerja 3, hal ini dikarenakan pada stasiun
kerja 3 kegiatan yang dilakukan sedikit dan pada stasiun kerja 3 komponen-
komponen yang akan dirakit berukuran kecil, hal ini memberikan kemudahan
dalam proses memberikan lem, sehingga memakan waktu yang sedikit.

Dalam menentukan waktu baku juga dipengaruhi oleh faktor penyesuaian


dan faktor kelonggaran yang terdapat pada masing-masing stasiun kerja, hal ini
dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang dialami pada saat melakukan pekerjaan.
Faktor penyesuaian dipengaruhi oleh kondisi psikologis dan emosional pekerja
yang tidak konstan. Psikologis dan emosional pekerja juga dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan pekerja saat melakukan pekerjaan seperti faktor pencahayaan
yang terang akan membuat pekerja lebih bersemangat dalam melakukan pekerjaan,
atau sebaliknya pencahayaan yang gelap dapat mengurangi motivasi pekerja
dalam menyelesaikan pekerjaan. Faktor kelonggaran dipengaruhi oleh tingkat
kelelahan yang dialami, membutuhkan waktu untuk menyelesaikan berbagai
kebutuhan pribadi seperti kebutuhan untuk ke kamar mandi sehingga
membutuhkan kelonggaran waktu untuk membangkitkan motivasi saat melakukan
pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA

Zadry, Hilma Raimona. dkk. 2015. Analisis dan Perancangan Sistem Kerja.
Padang : Andalas University Press.
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
PRESEDENCE DIAGRAM

Gambar L.A.1 Presedence Diagram

Keterangan :

1. Rangka Truk

2. Pelindung Roda

3. Assembly 1 (Rangka truk + pelindung roda)

4. Pelindung Roda

5. Penghubung roda depan

6. Assembly 2 (penghubung roda depan+pelindung roda)

7. Penghubung roda depan

8. Penghubung roda belakang

9. Roda
10. Assembly 3 (Penghubung roda depan + penghubung roda belakang+roda)

11. Rangka truk

12. Kepala truk

13. Bumper truk

14. Assembly 4 (Kepala truk + bumper truk)

15. Lampu truk

16. Kepala truk

17. Assembly 5 (Lampu truk + kepala truk)

18. Dump truk

19. Mini Truk


LAMPIRAN B
KURVA BELAJAR

Gambar L.B.1 Kurva Belajar Stasiun Kerja 1 (Proses Produksi)

Gambar L.B.2 Kurva Belajar Stasiun Kerja 2 (Merakit Rangka Truk)


Gambar L.B.3 Kurva Belajar Stasiun Kerja 3 (Merakit Kepala Truk)

Gambar L.B.4 Kurva Belajar Stasiun Kerja 4 (Assembly Akhir)


LAMPIRAN C
WAKTU SIKLUS

Tabel L.C.1 Waktu Siklus Stasiun Kerja 1

Tabel L.C.2 Waktu Siklus Stasiun Kerja 2


Tabel L.C.3 Waktu Siklus Stasiun Kerja 3

Tabel L.C.4 Waktu Siklus Stasiun Kerja 4


LAMPIRAN D
WAKTU NORMAL DAN WAKTU BAKU

Tabel L.D.1 Waktu Normal dan Waktu Baku Stasiun Kerja 1

Tabel L.D.2 Waktu Normal dan Waktu Baku Stasiun Kerja 2

Tabel L.D.3 Waktu Normal dan Waktu Baku Stasiun Kerja 3


Tabel L.D.4 Waktu Normal dan Waktu Baku Kerja 4
LAMPIRAN E
DOKUMENTASI PRODUK

Gambar L.E.1 Produk Mini Truk

Anda mungkin juga menyukai