Anda di halaman 1dari 2

Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia), bahan baku
dan produk jadinya sudah distandarisasi.

Fitofarmaka memenuhi kriteria :

 aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.


 klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik (pada hewan) dan klinik (pada manusia).
 telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
 Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.

Contoh fitofarmaka: Stimuno, Tensigard, Xgra, Nodiar, Inlacin, VipAlbumin plus, Rheumaneer.

Memang fitofarmaka merupakan obat herbal yang diresepkan oleh para dokter mengingat sudah
teruji baik pada hewan maupun manusia.

Sesuai peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan
Keamanan dan Mutu Obat Tradisional maka apa pun bentuk sediaan yang dibuat dan didaftarkan
sebagai obat tradisional, OHT atau fitofarmaka harus memenuhi parameter uji persyaratan
keamanan dan mutu obat jadi yaitu : organoleptik, kadar air, cemaran mikroba (E.coli,
Clostridia, Salmonella, Shigella), aflatoksin total, cemaran logam berat (Arsen, Timbal,
Kadmium dan Merkuri), ditambah dengan keseragaman bobot, waktu hancur, volume
terpindahkan serta kadar alkohol/pH tergantung bentuk sediaannya. Selain itu untuk OHT dan
fitofarmaka harus memenuhi uji kualitatif dan kuantitatif dalam hal bahan baku (bagi OHT) dan
bahan aktif (bagi fitofarmaka), serta residu pelarut (jika digunakan pelarut selain
etanol). Pengujian semua parameter harus dilakukan di laboratorium terakreditasi atau
laboratorium internal industri/usaha obat tradisional yang diakui oleh BPOM. Pada ketentuan
peralihan dinyatakan bahwa izin edar obat tradisional yang telah ada sebelum berlakunya
Peraturan Badan ini, tetap berlaku dan harus menyesuaikan dengan Peraturan Badan ini paling
lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Badan ini diundangkan. Jadi memang bukan BPOM
yang melakukan pengujian tersebut.

Untuk menjamin keamanan obat tradisional, BPOM memberikan daftar bahan apa saja yang
dilarang untuk diproduksi dalam obat tradisional antara lain : biji saga, biji kecubung, herba
efedra, gandarusa, daun tembelekan, daun kratom, daun/buah Nerium oleander, daun komfre,
hewan kodok kerok serta mineral sulfur, arsen dan merkuri. Sulfur boleh dibuat untuk obat luar.
Di dalam lampiran Peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 terdapat bahan tambahan yang
diperbolehkan untuk ditambahkan dalam obat tradisional dan pada kadar berapa (bahan
pengawet, bahan pemanis alami dan buatan, bahan pewarna alami dan sintetik, bahan
antioksidan, bahan lain-lain missal pengemulsi, penstabil dll).

Berhati-hatilah untuk menggunakan obat herbal, pastikan logo yang tertera dan pastikan obat
herbal tersebut telah terdaftar secara resmi di BPOM dengan cara cek kebenaran obat herbal pada
website pom.go.id — daftar produk — cek produk BPOM (masukkan nomor regristasi atau
nama produk atau merk). BPOM juga mendorong masyarakat untuk menjadi konsumen yang
cerdas dengan cara melakukan cek atas : Kemasan, Label, Izin edar dan Kadaluwarsa (KLIK). 

Perlu diketahui pula bahwa pada obat tradisional (jamu dan obat tradisional impor atau lisensi),
terdapat ketentuan iklan agar tidak menyesatkan masyarakat yaitu sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman periklanan: obat bebas, obat
tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan-
minuman. Di dalamnya tertera ketentuan larangan mengiklankan obat tradisional yang
dinyatakan berkhasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker, tuberculosis,
poliomyelitis, penyakit kelamin, impotensi, tifus, kolera, tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit
hati serta penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Semua iklan obat tradisional
hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai dengan tujuan penggunaan yang yang disetujui
dalam pendaftaran oleh BPOM. Iklan obat tradisional tidak boleh mencantumkan kata-kata:
tokcer, cespleng, manjur; tidak boleh memberikan garansi kesembuhan dan tidak boleh memuat
pernyataan atau testimoni dari profesi kesehatan, pakar, peneliti, panutan atau sesepuh.
Masyarakat jangan mudah percaya pada obat tradisional yang dapat mengobati semua penyakit
dan terdapat testimoni dari seseorang atau sekelompok orang.

Anda mungkin juga menyukai