Anda di halaman 1dari 26

KARYA TULIS ILMIAH

IDENTIFIKASI BAKTERI UDARA DI LABORATORIUM KAMPUS STIKes


SYADZA SAINTIKA PADANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan pada Program Studi
Diploma Empat Teknologi Laboratorium Medis
STIKes Syedza Saintika Padang

Oleh
JULIAN PUTRI
1905011

PROGRAM STUDI DIPLOMA EMPAT TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA PADANG
PADANG 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencemaran udara adalah masuknya komponen lain dalam udara baik dari alam
maupun kegiatan manusia secara langsung dan tidak langsung. Pencemaran udara dapat
terjadi di tempat terbuka (outdoor air pollution) dan di dalam ruang (indoor air pollution)
(Chandra, 2007). Seiring dengan perkembangan saat ini pencemaran udara semakin
meningkat. Menurut WHO, pencemaran udara dalam ruangan 1000 kali lebih berbahaya
daripada pencemaran udara di luar ruangan karena langsung terpapar pada manusia dan
berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (Aditama, 2002).

Kualitas udara merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi kesehatan


manusia. Kalwasinska et al. (2012) menyatakan bahwa kualitas udara dipengaruhi oleh
keanekaragaman bioaerosol yang ada pada sistem sirkulasi dalam suatu ruangan. Bioaerosol
adalah mikroorganisme atau partikel, gas, substansi dalam gas atau organisme hidup yang
hidup atau terdapat dalam udara (Pudjiastuti, 1998). Contoh bioaerosol di udara bakteri
(Legionella, Actinomycetes), jamur (Histoplasma, Alternaria, Pencillium, Aspergillus,
Stachybotrys, aflatoxins), protozoa (Naegleria, Acanthamoeba), virus (Influenza). Pada
jumlah terbatas, keberadaan bioaerosol tidak akan menimbulkan efek apapun, akan
tetapi dalam jumlah tertentu dan terhirup akan menimbulkan infeksi pernapasan misalnya
asma, alergi (PEOSH, 1994).

Menurut Sekulska et al. (2007), sebagian besar manusia menghabiskan waktu dan
beraktifitas di dalam ruangan, baik di rumah, kantor dan sekolah. Kontak udara melalui
aktifitas bernafas merupakan salah satu cara penyebaran penyakit terhadap pengguna
ruangan. Sumber pencemar udara dalam ruangan dapat berupa fisik, kimia dan biologi.
Pencemaran biologi dalam ruangan berupa mikroorganisme, polen, dan endospora
(Karwowska et al. 2005). Menurut hasil penelitian dari Badan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Amerika Serikat atau National Institition for Occupational Safety and Health
(NIOSH), menemukan bahwa mikroorganisme merupakan salah satu sumber berbahaya
pencemaran udara di dalam ruangan (Kemenkes RI, 2002). Mikroorganisme di udara
merupakan unsur pencemaran yang sangat berarti sebagai penyebab gejala berbagai penyakit
antara lain iritasi mata, kulit, saluran pernapasan (ISPA) dan beberapa penyakit yang menular
melalui udara diantaranya difteri, tuberculosis, pneumonia, batuk rejan (Irianto,2007;
Rachmatanri, 2015). Mikroorganisme dapat berupa, kapang, fungi, protozoa, virus dan
bakteri (Fitria dkk, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ayoutunde dkk (2012) di kota metropolis


Zaria, Nigeria. Dari lima zona (Hanwa, Samaru, Zango, Zaria City dan Kwangila) total 35
sampel. Sebanyak enam bakteri patogen yang terdiri dari Salmonella sp, Shigella sp,
Escherichia coli, Klebsiella sp, Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis diisolasi.
Escherichia coli memiliki persentase kejadian tertinggi yaitu 29,2% diikuti oleh Salmonella
spp (20,8%). Shigella sp memiliki 16,7% sedangkan Klebsiella sp dan Pseudomonas
aeruginosa masing- masing memiliki 12,5% dan paling sedikit Bacillus subtilis (8,3%).
Sedangkan hasil dari identifikasi bakteriologis dalam perumahan di desa Uttarakhand, India
oleh Joshi & Srivastava (2013) ditemukan Brevibacillus brevis, Arthrobacter sp. bakteri
Bacillus cereus dan Neosartorya fischeri, Aspergillus clavatus dan spesies jamur
Trichoderma reesei di udara dalam ruangan.

Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban,


pencahayaan, kepadatan hunian dan sistem ventilasi (Rachmatanri, 2015). Suhu tinggi pada
rugan dapat menaikkan suhu air sehingga memudahkan proses penguapan air dan
meningkatkan partikel air yang dapat memindahkan sel-sel kecil seperti debu yang berada di
permukaan, sedangkan bakteri bisa terbawa oleh angin bersama debu. Kontaminasi bakteri
dalam ruangan seringkali merupakan akibat dari terbentuknya kelembaban. Bila
kelembaban ruangan di atas 60% akan menyebabkan berkembangnya organisme patogen
maupun organisme yang bersifat alergen. Sumber kelembapan dalam ruangan dapat berasal
dari air hujan, genangan air dalam sistem pengatur udara ruang, tandon air, bak air kamar
mandi dan pendingin ruang (Aditama, 2002; Slamet, 2002). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1405 tahun 2002, peryaratan suhu dalam ruangan adalah 18 – 28ᴼC,
kelembaban dalam ruangan 40-60%, dan di dalam ruangan bebas terhadap kuman patogen.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri dalam ruangan adalah
pencahayaan. Cahaya dari sinar matahari dapat menghambat pertumbuhan bakteri dalam
pembelahan sel. Kepadatan hunian juga mempengaruhi mikroorganisme dalam ruangan,
karena mikroorganisme selain tersebar melalui media udara juga bisa karena terbawa atau
dikeluarkan oleh penghuni ruangan melalui batuk, bersin dan bicara (Chan, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Fithri dkk (2015) di ruang kuliah Universitas
EsaUnggul. Ada dua mikroorganisme yang berhasil diidentifikasi yaitu bakteri dalam genus
Micrococcussp dan Jamur di genus Aspergillus sp. Berdasarkan uji korelasi ada hubungan
antara suhu dengan jumlah bakteri (r = -0,22), ada hubungan antara kelembaban dengan
jumlah bakteri (r = 28 ), dan ada hubungan antara pencahayaan dengan jumlah bakteri.

Penelitian lain yang dilakukan di ruang operasi Instalasi Bedah Sentral (Ibs) Rsup
Rof. Dr. R. D. Kandou Manado Staphylococcus Albus ditemukan di media spesifik Agar
Nutrient (NA) dan Agar Darah (AD) sedangkan Bacillus Subtilis ditemukan di media
spesifik Agar Darah (AD) (Palawe, Kountul, & Waworuntu, 2015). Sedangkan penelitian
yang dilakukan di ruang rawat inap mata IRINA F RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
ditemukan bakteri yaitu Bacillus subtilis, Lactobacillus sp., Coccus Gram negatif,
Enterobacter agglomerans, Enterobacter cloacae, dan Staphylocccus epidermidis yang
berpotensi mengakibatkan infeksi nosokomial (Japanto, Soeliongan, & Rares, 2016).

Sistem ventilasi berperan dalam pertukaran udara dan kualitas udara di dalam
ruangan. Sistem ventilasi dibedakan menjadi dua yaitu ventilasi alami seperti jendela dan
ventilasi buatan seperti AC (Air Conditioning). Ventilasi alami merupakan tempat
pertukaran udara dari luar ke dalam ruangan tanpa bantuan alat, mesin maupun listrik
sehingga tidak memiliki saringan udara, sedangkan ventilasi buatan merupakan pertukaran
udara dengan bantuan alat, mesin ataupun listrik (Prawira, 2011).

Air Conditioning (AC) umumnya dilengkapi dengan saringan udara untuk


mengurangi atau menghilangkan kemungkinan masuknya zat berbahaya dalam ruangan,
namun AC yang jarang dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi bakteri untuk
berkembang biak. AC sebagai pendingin ruangan dianggap dapat meningkatkan kenyamanan
dan produktivitas belajar serta mengurangi pencemaran udara dalam ruangan dibandingkan
dengan ventilasi alami seperti jendela. AC yang tidak terawat dengan baik bisa menjadi
sarang dari sumber penyakit berbahaya (Moerdjoko, 2004).

Hasil identifikasi yang dilakukan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Syiah Kuala diperoleh lima jenis bakteri. Jenis bakteri teridentifikasi di ruangan
menggunakan AC adalah Staphylococcus, Streptococcus, Micrococcus, dan Pseudomonas,
sedangkan pada ruangan menggunakan kipas angin ditemukan Staphylococcus,
Streptococcus, Micrococcus,dan bakteri Spl (Iswadi, Samingan, & Yulisman, 2014).

B. Rumusan Masalah

Pencemaran udara dalam suatu ruangan lebih beresiko dibandingkan pencemaran


udara di luar ruangan. Salah satu faktor yang berperan dalam pencemaran udara dalam
ruangan adalah keberadaan bakteri. STIKes SYEDZA SAINTIKA PADANG adalah salah
satu instansi pendidik yang ada di Padang berbasis kesehatan. Faktor pendukung dalam
proses belajar mengajar adalah kesehatan dan lingkungan tempat belajar. Hampir setiap hari
mahasiswa menggunakan ruang kuliah untuk belajar sehingga memiliki potensi dalam
tercemarnya kualitas udara dalam ruang berupa mikroorganisme udara khususnya bakteri.
Faktor lain yang berpotensi dalam pertumbuhan bakteri dalam ruang selain dari aktivitas
dalam ruangan adalah kualitas suhu ruangan, pencahayaan, kelembaban, dan perawatan AC.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti hubungan kondisi fisik ruangan
terhadap keberadaan bakteriologis udara di ruang kuliah laboratorium mahasiswa STIKes
SYEDZA SAINTIKA.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dilaksanakan adalah:
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberadaan bakteriologis udara di ruang kuliah
Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA SAINTIKA.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan suhu dengan keberadaan bakteriologis udara di ruang kuliah
Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA SAINTIKA.
b. Mengetahui hubungan pencahayaan dengan keberadaan bakteriologis udara di
ruang kuliah Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA SAINTIKA.
c. Mengetahui hubungan kelembaban dengan keberadaan bakteriologis udara ddi
ruang kuliah Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA SAINTIKA.
d. Mengetahui hubungan perawatan Air Conditioning (AC) dengan keberadaan
bakteriologis udara di ruang kuliah Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA
SAINTIKA.
e. Mengetahui jenis bakteriologis udaradi ruang kuliah Laboratorium mahasiswa
STIKes SYEDZA SAINTIKA.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan terhadap
hubungan suhu, pencahayaan, kelembaban, dan perawatan AC terhadap keberadaan
bakteri dalam ruangan sekaligus sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Penulis
Menjadi pengalaman berharga bagi peneliti dalam menyusun karya tulis serta
penelitian secara ilmiah. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan
suhu, pencahayaan, kelembaban, dan perawatan AC terhadap keberadaan bakteri dalam
ruangan.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberi wawasan kepada masyarakat agar dapat melakukan
tindakan pencegahan terhadap pencemaran udara terkhusus pada bakteri dalam suatu
ruangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Pencemaran Udara


Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 mengenai Pengendalian
Pencemaran udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau
dimaksukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan
manusia sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
udara ambient tidak memenuhi fungsinya.

Definisi yang lain tentang pencemaan udara menurut keputusan Menteri Kesehatan
RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara,
pencemaran udara adalah kegiatan manusia yang mengakibatkan masuknya komponen lain
ke udara yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Pencemaran udara diartikan sebagai
adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan
susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di
dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama,
akan dapat mengganggu kehidupan manusia. Bila keadaan seperti itu terjadi maka udara
dikatakan telah tercemar.

Pencemaran udara dibagi menjadi dua yaitu pencemaran udara luar ruangan dan
pencemaran udara dalam ruangan (Effendi 2009). Pencemaran udara dalam ruang tidak
berhubungan langsung dengan kondisi emisi global namun berdampak untuk keterpajanan
seseorang.

Pencemaran udara dalam ruangan adalah masuknya zat, energi dan atau komponen
lain ke dalam udara pada ruangan baik berupa bahan padat, gas dan cair (Effendi, 2009).
Masalah pencemaran udara dalam ruangan ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan
karena manusia cenderung berada di dalam ruangan (Chan, 2008). WHO menyatakan bahwa
pencemaran udara dalam ruangan 1000 kali lebih dapat mencapai paru dibandingkan dengan
pencemaran udara luar ruangan (Samadi, 2007). Setiap tahun ada sekitar 3 juta orang
meninggal akibat polusi udara, 2.800.000 di antaranya akibat pencemaran udara dalam
ruangan dan 200.000 lainnya akibat pencemaran udara luar ruangan (Wasetiawan, 2008).

Pencemaran udara dapat terjadi dimana-mana, misalnya di dalam rumah, kantor


sekolah, dan lain – lain (Pongtuluran, 2015). Sekolah adalah tempat dimana individu
mengikuti proses pendidikan formal untuk belajar dan berlatih siswa sebagai bekal
kehidupannya di kemudian hari (Notoadmojo, 2012). Lingkungan sekolah adalah tatanan
yang dapat melindungi peserta didik dan staf sekolah dari kecelakaan dan penyakit serta
dapat meningkatkan kegiatan pencegahan dan mengembangkan sikap terhadap faktor resiko
yang dapat menyebabkan penyakit. Lingkungan fisik sekolah harus memenuhi kriteria salah
satunya mampu melindungi insan sekolah dari ancaman biologis dan ancaman penyakit
sesuai dengan peraturan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
(Kemenkes RI, 2002).
Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena hampir
90% hidup manusia berada dalam ruangan (Susanna, 1998). Faktor yang mempengaruhi
kualitas udara dalam ruangan adalah aktivitas penghuni ruangan, material bangunan,
furnitre, suhu, kelembaban, peralatan yang ada dalam ruangan serta ventilasi udara (Anjani,
2011).

B. Tinjauan Umum tentang Sumber Pencemaran Udara


Sumber pencemar udara dapat diartikan setiap usaha atau kegiatan yang
mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya (Peraturan Pemerintah RI, 1999). Sumber pencemar udara biasa
disebut dengan polutan udara. Menurut Samadi (2007) ada beberapa klasifikasi sumber
pencemar antara lain berdasarkan asal sumber, letak, gerak, bentuk fisik, pola emisinya, dan
sifat polutan. Sumber pencemaran udara terbagi menjadi 2 bagian yaitu sumber alamiah dan
antropogenik. Sumber alamiah berasal dari fenomena alam yang terjadi seperti letusan
gunung berapi (Irwan, 2009). Pencemaran yang diakibatkan oleh gunung berapi bersifat
racun karena mengandung gas belerang H2S dan partikel debu yang mengakibatkan
gangguan kesehatan pada saluran pernafasan dan mata. Sedangkan sumber antropogenik
bersumber dari segala macam kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas buang
terutama akibat kegiatan transportasi, kebakaran hutan danpembuangan gas industri.
Emisi gas tersebut memiliki sifat racun yang berikatan dengan hemoglobin sehingga
menggangu peredaran darah dalam tubuh (Sumardi dkk, 2009).

Pencemaran udara dalam ruang dan pencemaran udara di luar ruangan merupakan
sumber pencemaran udara berdasarkan letak. Pencemaran udara dalam ruang dapat terjadi
akibat kegiatan manusia dalam ruangan seperti asap rokok, pestisida, bahan pembersih
ruangan. Pencemar udara di luar ruang dapat mencemari udara dalam ruang seperti
masuknya gas buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang
terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang
udara yang tidak tepat (Aditama, 2002). Gangguan ventilasi udara yang berupa kurangnya
udara segar dalam ruangan, pertukaran udara yang buruk dan kurangnya perawatan sistem
ventilasi juga menjadi salah satu faktor dalam pencemaran udara dalam ruang. Sedangkan
pencemaran yang terjadi di luar ruangan, cenderung akibat kegiatan di luar ruangan seperti
kegiatan transportasi, gas dari cerobong asap (Chandra, 2009).

Sumber pencemaran udara menurut Irwan (2009) dilihat dari pergerakannya dibagi
menjadi sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Contoh sumber bergerak pencemar
udara ialah emisi kendaraan bermotor yang mengandung zat timbal yang tinggi, oksida
nitrogen, hidrokarbon dan karbon monoksida. Sedangkan sumber tidak bergerak pencemar
udara contohnya seperti pabrik dan tempat pembakaran sampah yang menghasilkan
banyak debu (Irwan, 2009).

Penggolongan pencemaran udara ditinjau dari bentuk fisik pencemar dan susunan
kimianya terbagi menjadi 2 yaitu gas dan partikulat. Pencemaran udara dalam bentuk gas
dapat berupa gasorganik dan anorganik (Sumardjo, 2009). Gasorganik seperti hidrokarbon,
benzene, etilen, alkohol, formaldehida dan lain – lain (Chandra 2007). Gas anorganik berupa
persenyawaan karbon (pembakaran mesin motor, pembakaran mesin diesel dan pembakaran
sampah), persenyawaan nitrogen, persenyawaan belerang, persenyawaan oksigen dan
halogen. Sedangkan contoh untuk polutan partikulat adalah TSP dan debu. Partikel yang
berukuran lebih besar 0,0002 mikron, tetapi lebih kecil dari 500 mikron. Partikel di udara
menyebabkan gangguan pengelihatan dan pernafasan (Sumardjo, 2009).

Pencemaran udara berdasarkan pola emisinya terdiri atas titik, garis, dan area.
Sumber pencemaran berdasarkan titik contohnya bersumber dari 1 titik saja seperti cerobong
asap, industri dan kegiatan rumah tangga. Sedangkan untuk pola garis seperti pada jalan
raya dengan volume kendaraan cukup tinggi seperti kendaraan bermotor dan kereta dan pola
emisi area dapat bersumber dari pola titik dalam jumlah banyak pada satu batasan area
(Samadi, 2007).

Klasifikasi pencemaran udara berdasarkan sifat polutan terbagi atas 3 yaitu fisik,
kimia, dan biologi. Bentuk fisik dari sumber pencemar biasanya berbentuk partikel. Partikel
menyebabkan iritasi mukosa, bronchitis, dan menimbulkan fibrosis paru (Sumardjo, 2009).

Partikel di udara di klasifikasikan menjadi partikel padatan (aerosol padat) dan


partikel cair (aerosol cair). Partikel padat terdiri dari debu (dust), fiber, fume dan asap
(Smoke). Ukuran debu 0,1 – 25 mikron. Debu di udara bersumber dari debu vulkanik
gunung meletus, debu kosmik yang berasal dari luar angkasa, serbuk tanaman dan badai
pasir. Debu yang berukuran kurang dari 5 mikron dapat masuk ke dalam paru – paru atau
alveoli. Debu dihasilkan dari proses penghancuran, pengamplasan dan peledakan. Contoh
debu antara lain debu silica, debu batubara, debu tepung dan lain – lain. Fiber merupakan
partikel berbentuk serat yang mempunyai ukuran antara 3 – 5 mikron. Fiber dibagi menjadi
fiberorganik maupun anorganik. Fiberorganik contohnya kapas sedangkan fiber anorganik
berupa silica dan asbestos. Fume terbentuk dari uap padatan yang mengkondensisasi udara
yang berukuran kurang dari 1 mikron. Sumber fume berasal dari kegiatan peleburan logam,
pengelepasan dan pengecoran logam. Smoke terdiri karbon dan partikel yang berukuran
kurang dari 0,1 mikron. Smoke terbentuk dari pembakaran yang tidak sempurna dari
material mengandung karbon. Contoh Smoke yaitu asap rokok dan emisi dari pemanas batu
bara (Lestari, 2010).

Padatan cair (aerosol cair) terdiri dari mist dan fog. Mist dihasilkan karena kondensasi
uap menjadi cairan atau karena pemecahan cairan menjadi uap di udara karena
penyemprotan dan atomisasi. Contohnya berasal dari penyemprotan minyak, mist spray cat
dalam pengecatan. Sedangkan Fog memiliki ukuran lebih kecil daripada mist. Fog disebut
juga dengan kabut yang berupa campuran butiran air di udara (Lestari, 2010)

Bahan kimia yang menjadi sumber pencemar dalam udara ialah karbon monoksida,
karbon dioksida, nitrogen oksida, timbal, Volatile Organik Compound (VOC), dan
formaldehida. Gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau
tetapi berdampak buruk bagi kehidupan karena mengandung racun (Harrington, 2005).
Karbon monoksida merupakan gas yang mampu mengkontaminasi darah dan menghambat
asupan oksigen paru – paru (Sugito, 2007). Karbon monoksida terbanyak bersumber dari
proses pembakaran antara lain emisi gas buang kendaraan, asap industri dan pembakaran
sampah (Muchtaridi, 2007). Sedangkan karbon dioksida (CO2) dapat menimbulkan
gangguan konsentrasi, gangguan otot, gangguan jantung dan efek sistematik karena
meracuni tubuh pada organ vital yang dapat mengakibatkan kematian.

Gas nitrogen oksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
(Harrington, 2005). Nitrogen oksida terdiri dari gas nitrit dioksida (NO) dan nitrogen
dioksida (NO2). Nitrogen oksida (NOx) berdampak pada organ paru – paru. Pada
konsentrasi tinggi NOx menggangu sistem saraf dan berdampak kelumpuhan. Jumlah NOx
dipengaruhi kegiatan manusia seperti pembakaran minyak, emisi kendaraan bermotor,
peleburan besi dan proses industri (Rahmah, 2015).

Pembakaran tidak sempurna oleh kendaraan dan industri dapat menghasilkan bahan
kimia lain seperti timbal. Timbal adalah logam berat berwarna kelabu atau kebiruan. Fungsi
timbal digunakan sebagai pelindung kabel, pembuatan baterai, panci pemanas dan lain –
lain.. Masuknya timbal dalam tubuh melalui pernafasan dan absorsi kulit. Partikel timbal
yang kecil dapat masuk ke paru – paru sedangkan yang berukuran besar mengendap di
saluran nafas (Anies, 2006). Sedangkan Snyawa Volatile Organik Compound (VOC)
memiliki bau yang tajam berasal dari perabot – perabot rumah tangga. Sumber senyawa
organik antara lain cat, pernis, pelarut dan lain – lain (Muchtaridi, 2007).
Bahan kimia lain yang dapat mencemari udara adalah gas formaldehida . Gas
formaldehida tidak memiliki warna dan berbau sangat tajam. Pada konsentrasi rendah
formaldehida menyebabkan iritasi mata, iritasi tenggorokan dan iritasi kulit sedangkan pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan gangguan pencernaan yang dapat berakibat kematian
(Rodwell, 2009). Peralatan dalam rumah tangga yang mengandung formalin salah satunya
yaitu pengharum ruangan, pembasmi serangga, pelapis kayu dan lain-lain (Widmer, 2007).

Sifat pencemar selanjutnya ialah sifat biologi. Mikroorganisme di udara merupakan


salah satu pencemar dalam udara. Mikroorganisme merupakan jasad renik berukuran kecil
sebagai uniseluler maupun multi seluler (Harti, 2015). Mikroorganisme terdiri dari beberapa
golongan antara lain bakteri, virus, jamur dan parasite (Joyce & Helen, 2008). Dampak yang
diakibatkan oleh mikroorganisme antara lain iritasi mata, iritasi kulit gangguan saluran
pernapasan (ISPA) dan lain – lain (Moerdjoko, 2004).

C. Tinjauan Umum Tentang Bakteri Pada Udara


Bakteri adalah makhluk hidup yang bersifat unisel (bersel tunggal) tapi memiliki
beragam bentuk dan ukuran. Bakteri berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan
sel. Habitat bakteri tersebar luas di alam, di dalam tanah, di atmosfer dan di air. Bakteri
bersifat bebas, parasitic, saprofitik, pathogen terhadap makhluk hidup khususnya manusia
(Sumarsih, 2003).

Sekitar 50% sepesies bakteri bersifat patogenik (menimbulkan penyakit). Adapula


bakteri yang hidup dalam tubuh tanpa menimbulkan kerugian. Bakteri ini menimbulkan
flora normal. Beberapa bakteri ada yang menguntungkan bagi penjamu dengan menekan
mikroorganisme yang dapat menimbulkan potensi bahaya. Akan tetapi apabila mendapat
akses ke lokasi anatomis yang berbeda, bakteri dapat menyebabkan infeksi.
Susunan kimia dalam bakteri ialah 85% air, zat hidrat arang, protein, lemak, garam
(Na, K, Ca, Mg, Fe, Zn, P, dan sebagainya), enzim, dan vitamin (Gould & Brocker, 2003).
Bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan deskripsi sifat morfologi dan fisiologi.
Berdasarkan morfologinya bakteri termasuk dalam golongan prokariotik. Bakteri merupakan
organisme yang sangat kecil rata-rata lebarnya berukuran 0,5 – 1 mikron dan panjang 1 – 10
mikron. Bakteri ini sagat tipis sehingga tembus cahaya, akibatnya pada mikroskop sulit
untuk melihatnya, sehingga perlu dilakukan pewarnaan (Syahrurachman dkk, 2010).
Sedangkan untuk klasifikasi dibedakan berdasarkan bentuk bakteri yaitu, berbentuk bola
(kokus), berbentuk batang (basil), dan berbentuk melilit (spiral) (Irianto, 2006).

Udara pada dasarnya bukan tempat pertumbuhan dan reproduksi bakteri karena
komposisi udara yang tidak sesuai. Di udara terbuka, kebanyakan bakteri berasal dari tanah
(Irianto, 2007). Bakteri pada udara kemungkinan terbawa oleh debu, uap air, angin dan
penghuni ruangan. Bakteri di udara biasanya menempel pada permukaan tanah, lantai,
ruangan, perabot ruangan maupun penghuni ruangan. Bakteri tersebut sebagian besar adalah
saprofit dan bersifat non patogenik, tetapi dengan bertambahnya bakteri non patogenik
dalam jumlah yang relatif besar dapat berpotensi sama seperti bakteri patogenik (Chan,
2008). Droplet dapat mempengaruhi jumlah bakteri pada udara. Bakteri disebarkan oleh
droplet yang dikeluarkan melalui hidung atau mulut selama batuk, bersin, dan bicara.
Droplet dalam ukuran kecil tetap tersuspensi di udara untuk periode waktu yang lama,
sedangkan yang lebih besar jatuh dengan cepat sebagai debu. Selama ada aktivitas dalam
ruangan, debu kembali melayang-layang sebagai akibat adanya gerakan udara (Waluyo,
2009).

Menurut Burge (2001) terdapat tipe dari beberapa bakteri yang banyak ditemukan di
dalam ruang, antara lain :
1. Micrococcus sp
Spesies bakteri ini terdapat pada kulit tubuh manusia. Bakteri ini ditemukan pada
area dengan okupansi tinggi atau pada area dengan ventilasi yang tidak baik.
Micrococcus adalah jenis bakteri yang tidak berbahaya. Dalam keadaan normal,
bakteri ini dapat dibasmi dengan sistem ventilas yang baik dan proses pembersihan
dengan penyedot debu atau sejenisnya.

2. Bacillus sp

Bakteri yang tidak berbahaya ini umumnya diasosiasikan dengan tanah dan
debu. Keadaan temperatur dan kadar air yang tepat pada permukaan yang berdebu dan
keras adalah media yang baik bagi pertumbuhan bakteri ini.

3. Staphylococcus sp

Staphylococcus juga terdapat pada permukaan kulit tubuh manusia. Diantara


spesies Staphylococcus yang paling umum terdapat di dalam ruang adalah
Staphylococcus aureus, yaitu patogen yang penting dalam lingkungan rumah sakit,
karena mempunyai kemampuan memecah sel darah merah.

4. Batang gram-positif

Batang gram-positif merupakan tipe bakteri yang juga diasosiasikan dengan


tanah dan debu. Meskipun tergolong jenis patogen yang tidak berbahaya, bakteri ini
tumbuh di area yang basah dan lembab seperti pada karpet, dinding, dan perabot.
Bakteri ini dapat dihilangkan dengan cara pembersihan dan sistem ventilasi yang
memadai.

5. Batang gram-negatif

Organisme ini jarang ditemui di lingkungan dalam ruang. Bila ditemukan dalam
konsentrasi yang tinggi, berarti ada keterkaitan dengan bioaerosol dari air yang
terkontaminasi atau sumber-sumber kontaminan lainnya, seperti permukaan yang
basah dan lembab, tumpahan air pembuangan, banjir, atau dari sistem Air
Handling Unit (AHU) yang meningkat. Beberapa bakteri gram-negatif dapat
menyebabkan demam. Terkadang pertumbuhan bakteri ini pada AHU dapat memicu
terjadinya gejala-gejala seperti pneumonia akut. Pembersihan dengan menggunakan
desinfektan merupakan cara yang paling mudah untuk membunuh bakteri jenis ini.

D. Tinjauan Umum tentang Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau habitatnya. Beberapa


faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri ialah nutrien, suhu, pencahayaan,
kelembaban, dan perawatan Air Conditioning (AC). Bakteri membutuhkan nutrien untuk
kehidupan dan pertumbuhannya. Nutrien dibutuhkan bakteri sebagai sumber karbon, sumber
nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan (Waluyo, 2007). Nutrien yang diperlukan
oleh mikroorganisme secara keseluruhan mengandung : sumber karbon (karbohidrat),
sumber nitrogen (protein, amoniak), ion-ion anorganik tertentu (Fe, K), metabolit penting
(vitamin, asam amino), dan air (Harti, 2015).

Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi


pertumbuhan bakteri hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Kondisi tidak
bersih dan higienis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi
pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti
ini. Media pertumbuhan bakteri dapat ditambahkan beberapa nutrisi faktor pertumbuhan
yang disesuaikan dengan kebutuhan bakteri. Media nutrient agar merupakan media
berbentuk padat yangmengandung sumber nitrogen untuk perhitungan bakteri (Harti,
2015). Komposisi nutrient agar terdiri dari ekstrak daging sapi, pepton, NaCl, dan agar.
Pada pembuatan media NA ini ditambahkan pepton agar mikroba cepat tumbuh, karena
mengandung banyak N2 (gasnitrogen) (Harmita, 2008).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri selanjutnya adalah suhu. Setiap


bakteri mempunyai suhu optimum. Pada suhu optimum ini, pertumbuhan bakteri
berlangsung dengan cepat. Suhu mempengaruhi pembelahan sel bakteri pada suhu yang
tidak sesuai dengan kebutuhan bakteri dapat menyebabkan kerusakan sel (Waluyo, 2009).
Suhu lingkungan yang lebih tinggi dari suhu yang dibutuhkan bakteri akan menyebabkan
denaturasi protein dan komponen sel esensial lainnya sehingga sel akan mati. Demikian pula
bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran sitoplasma tidak akan
berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan terhambat dan proses kehidupan sel akan
terhenti (Purnawijayanti, 2006). Menurut Frick (2008) beberapa sumber yang
mempengaruhi suhu ruangan adalah penggunaan bahan bakar biomassa, ventilasi yang tidak
memenuhi syarat, kepadatan hunian, bahan dan struktur bangunan, kondisi Geografis, dan
Kondisi Topografi.

Mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan suhu


pertumbuhan yang diperlukannya yaitu:
1. Psikrofil (organisme yang suka dingin) dapat tumbuh baik pada suhu dibawah
20°C, kisaran suhu optimal adalah 10°C sampai 20°C.
2. Mesofil (organisme yang suka pada suhu sedang) memiliki suhu pertumbuhan
optimal antara 20°C sampai 45°C.
3. Termofil (organisme yang suka pada suhu tinggi) dapat tumbuh baik
pada suhu diatas 45°C, kisaran pertumbuhan optimalnya adalah 50°C sampai
60°C. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu ruang yaitu termometer.
Termometer suhu ruang merupakan salah satu termometer yang cukup peka
(Umar, 2008). Termometer suhu ruang berskala - 50°C sampai dengan
+50°C (Arisworo, 2006). Penelitian pengaruh penggunaan ventilasi AC
dan Non AC terhadap pertumbuhan mikroorganisme di perpustakaan
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada pertumbuhan
mikroorganisme yaitu suhu.

Cahaya dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Adanya sumber


cahaya dalam ruangan dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pencahayaan
harus cukup baik waktu siang maupun malam hari. Pada malam hari pencahayaan
yang ideal adalah penerangan listrik sedangkan pada waktu pagi hari sinar
matahari dapat menjadi sumber utama penerangan dalam ruangan (Waluyo,
2007). Paparan cahaya dengan intensitas sinar ultraviolet (UV) tinggi dapat
berakibat fatal bagi pertumbuhan bakteri (Pommerville, 2007). Bakteri akan
mengalami iradiasi yang berdampak pada kelainan dan kematian bakteri
(Sherieve, 2011). Pengukuran pencahayaan pada ruangan menggunakan alat
luxmeter (Subaris, 2011).
Kelembaban dalam pertumbuhan bakteri pada umumnya membutuhkan
kelembaban yang tinggi, kelembaban yang dibutuhkan di atas 85 % (Anies,
2006). Sumber kelembaban dalam ruangan berasal dari konstruksi bangunan yang
tidak baik seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak kedap
air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupu alami. Kelembaban relatif
udara yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Fitria,
2008). Pengurangan kadar air atau kelembaban dari protoplasma menyebabkan
kegiatan metabolisme terhenti. Alat mengukur kelembaban ruangan
menggunakan hygrometer (Hadjat dkk, 2004). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui hubungan lingkungan fisik dan angka kuman di
ruangan rumah sakit umum haji makasar tahun 2011 menyimpulkan bahwa
kelembaban ruangan berhubungan langsung dengan angka kuman udara
(Abdullah, 2011).
AC merupakan peralatan elektronik yang mengatur sirkulasi udara
dalam ruangan yang memberikan kenyamanan manusia maupun makhluk hidup
lain di ruangan. AC adalah tempat sirkulasi udara yang menangkap udara panas
hingga hingga udara dalam ruang bertemperatur rendah sehingga AC dapat
mempengaruhi suhu dalam ruangan dan kelembaban dalam ruangan. Prinsip kerja
AC udara panas di dalam ruangan diserap oleh kipas sentrifugal yang terdapat
pada evaporator, kemudian udara di pompa oleh kompresor, lalu bersentuhan
dengan pipa coil yang di dalamnya ada gas pendingin atau freon sehingga udara
yang dikeluarkan dalam ruangan menjadi dingin (Handoko, 2008).

E. Dampak Pencemaran Bakteri Bagi Kesehatan


Dampak langsung pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh yang kontak
langsung dengan udara tercemar bakteri sebagai berikut (Aditama, 2002) :
1. Iritasi selaput lendir : iritasi mata, mata pedih, mata merah serta berair
2. Iritasi hidung : bersin dan gatal pada area hidung.
3. Iritasi tenggorokan : sakit menelan, gatal dan batuk kering.
4. Gangguan neurotoksik : sakit kepala, lemah, capek, mudah tersinggung, sulit
berkonsentrasi.
5. Gangguan paru dan pernafasan : batuk, nafas berbunyi, sesak nafas, rasa berat di dada.
6. Gangguan kulit : kulit kering dan gatal.
7. Gangguan saluran cerna : diare.
8. Lain – lain seperti gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar.

Dampak lain yang ditimbulkan dari pencemaran udara antara lain beberapa
gangguan kesehatan akibat bakteri patogen di udara antara lain dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit seperti alergi, asma serta kanker. Penyakit yang ditimbulkan bersifat tidak
langsung tetapi akan diakumulasikan sedikit demi sedikit dan membebani tubuh sehingga
menyebabkan penyakit kronis (Widmer, 2010).
Bakteri penyebab penyakit dapat disebarkan melalui udara. Penyakit yang
disebarkan melalui media udara berasal dari aktivitas manusia seperti batuk, bersih atau
meludah atau sering disebut dengan droplet. Droplet berperan sebagai sumber bakteri
patogen di udara (Irianto, 2007). Droplet adalah partikel air kecil (seperti hujan rintik-rintik)
dengan ukuran sekitar 1-5 micrometer (MPH, 2003). Karena ukurannya yang sangat kecil,
bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama dan dapat diisap pada
waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan. Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk
oleh bersin, batuk dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat
berisi ribuan mikroorganisme. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin
berkisar antara 10.000 sampai 100.000 (MAKB, 2005; Waluyo,2009).
Tabel 2.1 Penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Jenis Mikroba Agen Penyakit

Infeksi telinga yang berat, infeksi


1. Pseudomonas mata

2. Salmonella, Shigella
dan Vibrio Enteritis enterokolitis dan diare

3. Klebsiella Pneumonia
4. Proteus Infeksi saluran kemih
5. Brucella Bruselosis
Batang gram 6. Bordetella Batuk rejan
negatif
7. Bacteroides fragilis
dan Escherichia coli Abses hati

Epiglottitis, Sinusitis,
8. Haemophilus
Laringotrakheitis, Otitis,
Meningitis
9. Legionella Legionnaire's disease
1. Bacillus fragilis Kholesistitis
2. Clostridium Diare

3. Corynebacterium
Batang gram
positif diphtheriae Diphtheriae

4. Mycobacterium
tuberculosis Tuberculosa

Sumber : Irianto, 2007


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi cross sectional yang bertujuan untuk
mengidentifikasi bakteri yang ingin diteliti serta mengetahui hubungan antara suhu,
pencahayaan, kelembaban, dan perawatan AC terhadap bakteri yang ditemukan. Penelitian
ini menggunakan studi cross sectional karena mempelajari korelasi antar variabel sebab
akibat dengan pendekatan sekaligus pada saat bersamaan (Budiarto, 2004).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di … dan dilaksanakan pada bulan …. Uji laboratorium dan
pemeriksaan sampel di .

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ruang kuliah STIKes SYEDZA
SAINTIKA. Jumlah populasi sebanyak … ruang .
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah exhaustive sample.
Exhaustive sample adalah teknik sampling dengan cara pengambilan sampel secara
keseluruhan populasi.
D. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. MacConkey Agar yaitu salah satu medium pertumbuhan bakteri untuk
mengidentifikasi bakteri gram negatif.
2. Lembar observasi dan wawancara, untuk mengetahui suhu, pencahaayaan
kelembaban, dan perawatan AC dalam ruangan.
E. Alat dan Bahan
Alat dan bahan dalam pengambilan sampel dalam ruang adalah:
1. Alat
a. 4 in 1 Environment Tester LT Lutron LM-8000
b. Autoclave
c. Bulb
d. Bunsen
e. Cawan Petri
f. Erlenmeyer
g. Inkubator
h. Pipet ukur
i. Rak tabung reaksi
j. Tabung reaksi
k. Tabung ukur

2. Bahan
a. Akuades
b. Alkohol
c. Handscoon
d. Label
e. MacConkey Agar (MCA)

F. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pemeriksaan sampel bakteri pada udara ruang Laboratorium
kampus STIKes SYEDZA SAINTIKA yang diperiksa di laboratorium untuk mengetahui
kandungan bakteriologisnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian
terdahulu berupa skripsi, jurnal ilmiah nasional, dan jurnal internasional yang berkaitan
dengan penelitian ini.

G. Cara Pengumpulan Data


1. Data suhu di dalam ruangan
Pengumpulan data suhu ruangan diukur menggunakan 4 in 1 Environment Tester
LT Lutron LM-8000 dengan meletakan 4 in 1 Environment Tester LT Lutron LM-8000
selama beberapa menit sampai menunjukkan angka yang stabil dalam ruang kelas
pada 5 titik sampel di setiap ruang. Pengukuran suhu dilakukan secara
bersamaan dengan pengambilan sampel bakteri dalam satu ruangan yang
sama setelah kegiatan belajar mengajar.

2. Data pencahayaan di dalam ruangan


Pengumpulan data pencahayaan ruangan diukur menggunakan 4 in 1
Environment Tester LT Lutron LM-8000 dengan meletakan 4 in 1 Environment Tester
LT Lutron LM-8000 selama beberapa menit sampai menunjukkan angka yang stabil
dalam ruang kuliah pada 9 titik sampel di setiap ruang. Pengukuran pencahayaan
dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan sampel bakteri dalam satu ruangan
yang sama setelah kegiatan belajar mengajar.

3. Data kelembaban di dalam ruangan


Pengumpulan data kelembaban ruangan diukur menggunakan 4 in 1
Environment Tester LT Lutron LM-8000 dengan meletakan 4 in 1 Environment Tester
LT Lutron LM-8000 selama beberapa menit sampai menunjukkan angka yang stabil
dalam ruang kelas pada 5 titik sampel di setiap ruang. Pengukuran kelembaban
dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan sampel bakteri dalam satu ruangan
yang sama setelah kegiatan belajar mengajar.

4. Teknik Pengambilan Sampel Ruangan


Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara menyilang atau
diagonal dalam suatu ruangan (Sahani dkk, 2010). Pada setiap ruangan dipaparkan 2
media pertumbuhan. Pemaparan dilakukan selama 1 jam paling lama dan diletakkan
sekitar 80-100 cm di atas lantai (Stryjawkowska- Sekulksa dkk, 2007), hal ini berfungsi
untuk menghindari rusaknya medium pertumbuhan bakteri oleh partikel lain.
Pemaparan media pertumbuhan bakteri dilakukan 1 kali dalam sehari setelah aktivitas
belajar mengajar berakhir.
Contoh titik pengambilan sampel:

Keterangan:
I

II = Ruangan

I , II = Titik pengambilan sampel

H. Prosedur Penelitian
1. Cawan petrin terlebih dahulu disterilisasi selama 1 jam dengan suhu 100ᴼC.
2. Selama proses sterilisasi dilakukan pembuatan medium agar (MacConkey).
3. Setelah pembuatan medium agar dan proses sterilisasi selesai, medium agar dituang
ke dalam cawan petrin kemudian ditutup dengan penutup petrin steril.
4. Diamkan sampai medium agar memadat, kemudian siap untuk digunakan di
lapangan.
5. Disiapkan media MacConkey masing-masing 2 buah untuk 1 ruangan
6. Masing-masing petrin yang berisi medium agar kemudian diletakkan di titik
pengambilan sampel yang telah ditentukan
7. Penutup petrin dibiarkan terbuka agar medium agar terpapar oleh udara ruangan.
8. Dibiarkan selama 1 jam sambil melakukan pengukuran kualitas fisik ruangan Setelah 1
jam petrin kemudian ditutup dan dibungkus dengan cling wrap.
9. Dilakukan pengukuran yang sama pada masing-masing ruangan.
10. Setelah petrin dibungkus, kemudian siap untuk di inkubasi di lab.

I. Metode Pemeriksaan Sampel Bakteri


Sampel yang telah diinkubasi selama 1 × 24 jam kemudian diidentifikasi jenis
bakterinya dengan melakukan beberapa tahap yaitu identifikasi bakteri dengan pewarnaan
gram untuk mengetahui jenis bakteri yang tumbuh dalam cawan petrin setelah mengetahui
jenis bakteri kemudian dilakukan identifikasi bakteri dengan uji biokimia untuk mengetahui
spesies bakteri yang tumbuh pada cawan petri.

Identifikasi bakteri dengan pewarnaan gram


1. Alat
a. Pembakar Bunsen + pemantik api
b. Ose
c. Set tempat pewarnaan
d. Mikroskop
e. Pipet ukur

2. Bahan
a. NaCl
b. Air bersih
c. Cristal violet
d. Lugol
e. Alcohol 96%
f. Fuchsin Alkali
g. Immersion oil

3. Prosedur Pemeriksaan
Nyalakan bunsen, untuk mensterilkan alat yang digunakan (ose dan object glass).
Object glass diberihkan dengan menggunakan tissue dan diberi label. Ambil masing-
masing 1 loop ose NaCl dan diletakkkan pada object glass (4 bagian). FIksasi ose
terlebih dahulu kemudian ambil 1 koloni bakteri yang terdapat pada cawan petrin
kemudian diratakan pada object glass yang telah terdapat NaCl. Lakukan sampai semua
jenis koloni yang terdapat pada cawan petrin.. Fiksasi bagian bawah object glass pada
Bunsen untuk merekatkan bakteri terhadap object glass.

Warnai preparat (object glass yang berisi sampel) dengan menggunakan Crystal
violet hingga permukaan preparat tertutup dan didiamkan selama 2-3 menit, setelah itu
dibilas dengan air bersih yang mengalir, dilanjutkan dengan pemberian lugol selama 20
detik, setelah itu dibilas dengan air bersih yang mengalir, dilanjutkan dengan alcohol
96% hingga warnanya memudar, setelah itu dibilas dengan air bersih yang mengalir,
dan terakhir warnai dengan menggunakan fuchsin alkali selama 2 menit, setelah itu
dibilas dengan air bersih yang mengalir. Preparat yang telah diwarnai kemudian
dikeringkan di atas kertas saring. Preparat yang sudah kering siap untuk diperiksa
pada mikroskop. Tetesi preparat dengan immercial oil kemudian identifikasi morfologi
sel bakteri pada mikroskop.
Identifikasi bakteri dengan uji biokimia
1. Alat
a. Pembakar Bunsen + pemantik api
b. Ose
c. Rak tabung reaksi
d. Tabung reaksi

2. Bahan
a. TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
b. SIM agar (Sulfida Indole Motility)
c. MR-VP agar (Methyl red – Vogues Proskauer)
d. Sitrat agar
e. Urea agar
f. Glukosa agar
g. Laktosa agar
h. Sukrosa agar
i. Sampel

3. Prosedur Pemeriksaan
Bakteri diambil menggunakan ose yang telah disterilkan dengan
Bunsen kemudian ditusukkan dan digoreskan ke dalam TSA agar,
ditusukkan lagi ke dalam SIM agar, dicelupkan ke dalam media MRVP,
setelah itudigoreskan kembali pada sitrat agar dan urea agar. Ambil lagi
bakteri menggunakan ose kemudian dicelupkan ke dalam glukosa,
laktosa, dan sukrosa secara berurutan. Setelah selesai diletakkan dalam
rak tabung dan diberi label kemudian diinkubasi di incubator selama 1 ×
24 jam pada suhu 37ºC.
Setelah diinkubasi kemudian diamati perubahan yang terjadi pada
kesembilan agar.tabung reaksi yang terkontaminasi bakteri (tumbuh
bakteri) kemudian dicatat. Hasil pencatatan tabung reaksi yang positif
ditumbuhi bakteri kemudian dicocokkan dengan pedoman identifikasi
bakteri.

J. Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel laboratorium dikumpulkan
kemudian diolah dengan menggunakan alat bantu komputer. Data yang telah terkumpul
kemudian dilakukan analisis univariat dan analisis bivariat dalam hal ini menggunakan uji
Chi Square untuk mengetahui hubungan antar variabel independent dengan variabel
dependent.

K. Penyajian Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi dan pemeriksaan laboratorium disajikan
dalam bentuk tabel disertai narasi atau penjelasan mengenai variabel yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai