Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan pada Program Studi
Diploma Empat Teknologi Laboratorium Medis
STIKes Syedza Saintika Padang
Oleh
JULIAN PUTRI
1905011
A. Latar Belakang
Pencemaran udara adalah masuknya komponen lain dalam udara baik dari alam
maupun kegiatan manusia secara langsung dan tidak langsung. Pencemaran udara dapat
terjadi di tempat terbuka (outdoor air pollution) dan di dalam ruang (indoor air pollution)
(Chandra, 2007). Seiring dengan perkembangan saat ini pencemaran udara semakin
meningkat. Menurut WHO, pencemaran udara dalam ruangan 1000 kali lebih berbahaya
daripada pencemaran udara di luar ruangan karena langsung terpapar pada manusia dan
berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (Aditama, 2002).
Menurut Sekulska et al. (2007), sebagian besar manusia menghabiskan waktu dan
beraktifitas di dalam ruangan, baik di rumah, kantor dan sekolah. Kontak udara melalui
aktifitas bernafas merupakan salah satu cara penyebaran penyakit terhadap pengguna
ruangan. Sumber pencemar udara dalam ruangan dapat berupa fisik, kimia dan biologi.
Pencemaran biologi dalam ruangan berupa mikroorganisme, polen, dan endospora
(Karwowska et al. 2005). Menurut hasil penelitian dari Badan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Amerika Serikat atau National Institition for Occupational Safety and Health
(NIOSH), menemukan bahwa mikroorganisme merupakan salah satu sumber berbahaya
pencemaran udara di dalam ruangan (Kemenkes RI, 2002). Mikroorganisme di udara
merupakan unsur pencemaran yang sangat berarti sebagai penyebab gejala berbagai penyakit
antara lain iritasi mata, kulit, saluran pernapasan (ISPA) dan beberapa penyakit yang menular
melalui udara diantaranya difteri, tuberculosis, pneumonia, batuk rejan (Irianto,2007;
Rachmatanri, 2015). Mikroorganisme dapat berupa, kapang, fungi, protozoa, virus dan
bakteri (Fitria dkk, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Fithri dkk (2015) di ruang kuliah Universitas
EsaUnggul. Ada dua mikroorganisme yang berhasil diidentifikasi yaitu bakteri dalam genus
Micrococcussp dan Jamur di genus Aspergillus sp. Berdasarkan uji korelasi ada hubungan
antara suhu dengan jumlah bakteri (r = -0,22), ada hubungan antara kelembaban dengan
jumlah bakteri (r = 28 ), dan ada hubungan antara pencahayaan dengan jumlah bakteri.
Penelitian lain yang dilakukan di ruang operasi Instalasi Bedah Sentral (Ibs) Rsup
Rof. Dr. R. D. Kandou Manado Staphylococcus Albus ditemukan di media spesifik Agar
Nutrient (NA) dan Agar Darah (AD) sedangkan Bacillus Subtilis ditemukan di media
spesifik Agar Darah (AD) (Palawe, Kountul, & Waworuntu, 2015). Sedangkan penelitian
yang dilakukan di ruang rawat inap mata IRINA F RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
ditemukan bakteri yaitu Bacillus subtilis, Lactobacillus sp., Coccus Gram negatif,
Enterobacter agglomerans, Enterobacter cloacae, dan Staphylocccus epidermidis yang
berpotensi mengakibatkan infeksi nosokomial (Japanto, Soeliongan, & Rares, 2016).
Sistem ventilasi berperan dalam pertukaran udara dan kualitas udara di dalam
ruangan. Sistem ventilasi dibedakan menjadi dua yaitu ventilasi alami seperti jendela dan
ventilasi buatan seperti AC (Air Conditioning). Ventilasi alami merupakan tempat
pertukaran udara dari luar ke dalam ruangan tanpa bantuan alat, mesin maupun listrik
sehingga tidak memiliki saringan udara, sedangkan ventilasi buatan merupakan pertukaran
udara dengan bantuan alat, mesin ataupun listrik (Prawira, 2011).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dilaksanakan adalah:
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberadaan bakteriologis udara di ruang kuliah
Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA SAINTIKA.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan suhu dengan keberadaan bakteriologis udara di ruang kuliah
Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA SAINTIKA.
b. Mengetahui hubungan pencahayaan dengan keberadaan bakteriologis udara di
ruang kuliah Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA SAINTIKA.
c. Mengetahui hubungan kelembaban dengan keberadaan bakteriologis udara ddi
ruang kuliah Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA SAINTIKA.
d. Mengetahui hubungan perawatan Air Conditioning (AC) dengan keberadaan
bakteriologis udara di ruang kuliah Laboratorium mahasiswa STIKes SYEDZA
SAINTIKA.
e. Mengetahui jenis bakteriologis udaradi ruang kuliah Laboratorium mahasiswa
STIKes SYEDZA SAINTIKA.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan terhadap
hubungan suhu, pencahayaan, kelembaban, dan perawatan AC terhadap keberadaan
bakteri dalam ruangan sekaligus sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Penulis
Menjadi pengalaman berharga bagi peneliti dalam menyusun karya tulis serta
penelitian secara ilmiah. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan
suhu, pencahayaan, kelembaban, dan perawatan AC terhadap keberadaan bakteri dalam
ruangan.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberi wawasan kepada masyarakat agar dapat melakukan
tindakan pencegahan terhadap pencemaran udara terkhusus pada bakteri dalam suatu
ruangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi yang lain tentang pencemaan udara menurut keputusan Menteri Kesehatan
RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara,
pencemaran udara adalah kegiatan manusia yang mengakibatkan masuknya komponen lain
ke udara yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Pencemaran udara diartikan sebagai
adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan
susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di
dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama,
akan dapat mengganggu kehidupan manusia. Bila keadaan seperti itu terjadi maka udara
dikatakan telah tercemar.
Pencemaran udara dibagi menjadi dua yaitu pencemaran udara luar ruangan dan
pencemaran udara dalam ruangan (Effendi 2009). Pencemaran udara dalam ruang tidak
berhubungan langsung dengan kondisi emisi global namun berdampak untuk keterpajanan
seseorang.
Pencemaran udara dalam ruangan adalah masuknya zat, energi dan atau komponen
lain ke dalam udara pada ruangan baik berupa bahan padat, gas dan cair (Effendi, 2009).
Masalah pencemaran udara dalam ruangan ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan
karena manusia cenderung berada di dalam ruangan (Chan, 2008). WHO menyatakan bahwa
pencemaran udara dalam ruangan 1000 kali lebih dapat mencapai paru dibandingkan dengan
pencemaran udara luar ruangan (Samadi, 2007). Setiap tahun ada sekitar 3 juta orang
meninggal akibat polusi udara, 2.800.000 di antaranya akibat pencemaran udara dalam
ruangan dan 200.000 lainnya akibat pencemaran udara luar ruangan (Wasetiawan, 2008).
Pencemaran udara dalam ruang dan pencemaran udara di luar ruangan merupakan
sumber pencemaran udara berdasarkan letak. Pencemaran udara dalam ruang dapat terjadi
akibat kegiatan manusia dalam ruangan seperti asap rokok, pestisida, bahan pembersih
ruangan. Pencemar udara di luar ruang dapat mencemari udara dalam ruang seperti
masuknya gas buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang
terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang
udara yang tidak tepat (Aditama, 2002). Gangguan ventilasi udara yang berupa kurangnya
udara segar dalam ruangan, pertukaran udara yang buruk dan kurangnya perawatan sistem
ventilasi juga menjadi salah satu faktor dalam pencemaran udara dalam ruang. Sedangkan
pencemaran yang terjadi di luar ruangan, cenderung akibat kegiatan di luar ruangan seperti
kegiatan transportasi, gas dari cerobong asap (Chandra, 2009).
Sumber pencemaran udara menurut Irwan (2009) dilihat dari pergerakannya dibagi
menjadi sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Contoh sumber bergerak pencemar
udara ialah emisi kendaraan bermotor yang mengandung zat timbal yang tinggi, oksida
nitrogen, hidrokarbon dan karbon monoksida. Sedangkan sumber tidak bergerak pencemar
udara contohnya seperti pabrik dan tempat pembakaran sampah yang menghasilkan
banyak debu (Irwan, 2009).
Penggolongan pencemaran udara ditinjau dari bentuk fisik pencemar dan susunan
kimianya terbagi menjadi 2 yaitu gas dan partikulat. Pencemaran udara dalam bentuk gas
dapat berupa gasorganik dan anorganik (Sumardjo, 2009). Gasorganik seperti hidrokarbon,
benzene, etilen, alkohol, formaldehida dan lain – lain (Chandra 2007). Gas anorganik berupa
persenyawaan karbon (pembakaran mesin motor, pembakaran mesin diesel dan pembakaran
sampah), persenyawaan nitrogen, persenyawaan belerang, persenyawaan oksigen dan
halogen. Sedangkan contoh untuk polutan partikulat adalah TSP dan debu. Partikel yang
berukuran lebih besar 0,0002 mikron, tetapi lebih kecil dari 500 mikron. Partikel di udara
menyebabkan gangguan pengelihatan dan pernafasan (Sumardjo, 2009).
Pencemaran udara berdasarkan pola emisinya terdiri atas titik, garis, dan area.
Sumber pencemaran berdasarkan titik contohnya bersumber dari 1 titik saja seperti cerobong
asap, industri dan kegiatan rumah tangga. Sedangkan untuk pola garis seperti pada jalan
raya dengan volume kendaraan cukup tinggi seperti kendaraan bermotor dan kereta dan pola
emisi area dapat bersumber dari pola titik dalam jumlah banyak pada satu batasan area
(Samadi, 2007).
Klasifikasi pencemaran udara berdasarkan sifat polutan terbagi atas 3 yaitu fisik,
kimia, dan biologi. Bentuk fisik dari sumber pencemar biasanya berbentuk partikel. Partikel
menyebabkan iritasi mukosa, bronchitis, dan menimbulkan fibrosis paru (Sumardjo, 2009).
Padatan cair (aerosol cair) terdiri dari mist dan fog. Mist dihasilkan karena kondensasi
uap menjadi cairan atau karena pemecahan cairan menjadi uap di udara karena
penyemprotan dan atomisasi. Contohnya berasal dari penyemprotan minyak, mist spray cat
dalam pengecatan. Sedangkan Fog memiliki ukuran lebih kecil daripada mist. Fog disebut
juga dengan kabut yang berupa campuran butiran air di udara (Lestari, 2010)
Bahan kimia yang menjadi sumber pencemar dalam udara ialah karbon monoksida,
karbon dioksida, nitrogen oksida, timbal, Volatile Organik Compound (VOC), dan
formaldehida. Gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau
tetapi berdampak buruk bagi kehidupan karena mengandung racun (Harrington, 2005).
Karbon monoksida merupakan gas yang mampu mengkontaminasi darah dan menghambat
asupan oksigen paru – paru (Sugito, 2007). Karbon monoksida terbanyak bersumber dari
proses pembakaran antara lain emisi gas buang kendaraan, asap industri dan pembakaran
sampah (Muchtaridi, 2007). Sedangkan karbon dioksida (CO2) dapat menimbulkan
gangguan konsentrasi, gangguan otot, gangguan jantung dan efek sistematik karena
meracuni tubuh pada organ vital yang dapat mengakibatkan kematian.
Gas nitrogen oksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
(Harrington, 2005). Nitrogen oksida terdiri dari gas nitrit dioksida (NO) dan nitrogen
dioksida (NO2). Nitrogen oksida (NOx) berdampak pada organ paru – paru. Pada
konsentrasi tinggi NOx menggangu sistem saraf dan berdampak kelumpuhan. Jumlah NOx
dipengaruhi kegiatan manusia seperti pembakaran minyak, emisi kendaraan bermotor,
peleburan besi dan proses industri (Rahmah, 2015).
Pembakaran tidak sempurna oleh kendaraan dan industri dapat menghasilkan bahan
kimia lain seperti timbal. Timbal adalah logam berat berwarna kelabu atau kebiruan. Fungsi
timbal digunakan sebagai pelindung kabel, pembuatan baterai, panci pemanas dan lain –
lain.. Masuknya timbal dalam tubuh melalui pernafasan dan absorsi kulit. Partikel timbal
yang kecil dapat masuk ke paru – paru sedangkan yang berukuran besar mengendap di
saluran nafas (Anies, 2006). Sedangkan Snyawa Volatile Organik Compound (VOC)
memiliki bau yang tajam berasal dari perabot – perabot rumah tangga. Sumber senyawa
organik antara lain cat, pernis, pelarut dan lain – lain (Muchtaridi, 2007).
Bahan kimia lain yang dapat mencemari udara adalah gas formaldehida . Gas
formaldehida tidak memiliki warna dan berbau sangat tajam. Pada konsentrasi rendah
formaldehida menyebabkan iritasi mata, iritasi tenggorokan dan iritasi kulit sedangkan pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan gangguan pencernaan yang dapat berakibat kematian
(Rodwell, 2009). Peralatan dalam rumah tangga yang mengandung formalin salah satunya
yaitu pengharum ruangan, pembasmi serangga, pelapis kayu dan lain-lain (Widmer, 2007).
Udara pada dasarnya bukan tempat pertumbuhan dan reproduksi bakteri karena
komposisi udara yang tidak sesuai. Di udara terbuka, kebanyakan bakteri berasal dari tanah
(Irianto, 2007). Bakteri pada udara kemungkinan terbawa oleh debu, uap air, angin dan
penghuni ruangan. Bakteri di udara biasanya menempel pada permukaan tanah, lantai,
ruangan, perabot ruangan maupun penghuni ruangan. Bakteri tersebut sebagian besar adalah
saprofit dan bersifat non patogenik, tetapi dengan bertambahnya bakteri non patogenik
dalam jumlah yang relatif besar dapat berpotensi sama seperti bakteri patogenik (Chan,
2008). Droplet dapat mempengaruhi jumlah bakteri pada udara. Bakteri disebarkan oleh
droplet yang dikeluarkan melalui hidung atau mulut selama batuk, bersin, dan bicara.
Droplet dalam ukuran kecil tetap tersuspensi di udara untuk periode waktu yang lama,
sedangkan yang lebih besar jatuh dengan cepat sebagai debu. Selama ada aktivitas dalam
ruangan, debu kembali melayang-layang sebagai akibat adanya gerakan udara (Waluyo,
2009).
Menurut Burge (2001) terdapat tipe dari beberapa bakteri yang banyak ditemukan di
dalam ruang, antara lain :
1. Micrococcus sp
Spesies bakteri ini terdapat pada kulit tubuh manusia. Bakteri ini ditemukan pada
area dengan okupansi tinggi atau pada area dengan ventilasi yang tidak baik.
Micrococcus adalah jenis bakteri yang tidak berbahaya. Dalam keadaan normal,
bakteri ini dapat dibasmi dengan sistem ventilas yang baik dan proses pembersihan
dengan penyedot debu atau sejenisnya.
2. Bacillus sp
Bakteri yang tidak berbahaya ini umumnya diasosiasikan dengan tanah dan
debu. Keadaan temperatur dan kadar air yang tepat pada permukaan yang berdebu dan
keras adalah media yang baik bagi pertumbuhan bakteri ini.
3. Staphylococcus sp
4. Batang gram-positif
5. Batang gram-negatif
Organisme ini jarang ditemui di lingkungan dalam ruang. Bila ditemukan dalam
konsentrasi yang tinggi, berarti ada keterkaitan dengan bioaerosol dari air yang
terkontaminasi atau sumber-sumber kontaminan lainnya, seperti permukaan yang
basah dan lembab, tumpahan air pembuangan, banjir, atau dari sistem Air
Handling Unit (AHU) yang meningkat. Beberapa bakteri gram-negatif dapat
menyebabkan demam. Terkadang pertumbuhan bakteri ini pada AHU dapat memicu
terjadinya gejala-gejala seperti pneumonia akut. Pembersihan dengan menggunakan
desinfektan merupakan cara yang paling mudah untuk membunuh bakteri jenis ini.
Dampak lain yang ditimbulkan dari pencemaran udara antara lain beberapa
gangguan kesehatan akibat bakteri patogen di udara antara lain dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit seperti alergi, asma serta kanker. Penyakit yang ditimbulkan bersifat tidak
langsung tetapi akan diakumulasikan sedikit demi sedikit dan membebani tubuh sehingga
menyebabkan penyakit kronis (Widmer, 2010).
Bakteri penyebab penyakit dapat disebarkan melalui udara. Penyakit yang
disebarkan melalui media udara berasal dari aktivitas manusia seperti batuk, bersih atau
meludah atau sering disebut dengan droplet. Droplet berperan sebagai sumber bakteri
patogen di udara (Irianto, 2007). Droplet adalah partikel air kecil (seperti hujan rintik-rintik)
dengan ukuran sekitar 1-5 micrometer (MPH, 2003). Karena ukurannya yang sangat kecil,
bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama dan dapat diisap pada
waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan. Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk
oleh bersin, batuk dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat
berisi ribuan mikroorganisme. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin
berkisar antara 10.000 sampai 100.000 (MAKB, 2005; Waluyo,2009).
Tabel 2.1 Penyakit yang disebabkan oleh bakteri
2. Salmonella, Shigella
dan Vibrio Enteritis enterokolitis dan diare
3. Klebsiella Pneumonia
4. Proteus Infeksi saluran kemih
5. Brucella Bruselosis
Batang gram 6. Bordetella Batuk rejan
negatif
7. Bacteroides fragilis
dan Escherichia coli Abses hati
Epiglottitis, Sinusitis,
8. Haemophilus
Laringotrakheitis, Otitis,
Meningitis
9. Legionella Legionnaire's disease
1. Bacillus fragilis Kholesistitis
2. Clostridium Diare
3. Corynebacterium
Batang gram
positif diphtheriae Diphtheriae
4. Mycobacterium
tuberculosis Tuberculosa
2. Bahan
a. Akuades
b. Alkohol
c. Handscoon
d. Label
e. MacConkey Agar (MCA)
F. Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pemeriksaan sampel bakteri pada udara ruang Laboratorium
kampus STIKes SYEDZA SAINTIKA yang diperiksa di laboratorium untuk mengetahui
kandungan bakteriologisnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian
terdahulu berupa skripsi, jurnal ilmiah nasional, dan jurnal internasional yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Keterangan:
I
II = Ruangan
H. Prosedur Penelitian
1. Cawan petrin terlebih dahulu disterilisasi selama 1 jam dengan suhu 100ᴼC.
2. Selama proses sterilisasi dilakukan pembuatan medium agar (MacConkey).
3. Setelah pembuatan medium agar dan proses sterilisasi selesai, medium agar dituang
ke dalam cawan petrin kemudian ditutup dengan penutup petrin steril.
4. Diamkan sampai medium agar memadat, kemudian siap untuk digunakan di
lapangan.
5. Disiapkan media MacConkey masing-masing 2 buah untuk 1 ruangan
6. Masing-masing petrin yang berisi medium agar kemudian diletakkan di titik
pengambilan sampel yang telah ditentukan
7. Penutup petrin dibiarkan terbuka agar medium agar terpapar oleh udara ruangan.
8. Dibiarkan selama 1 jam sambil melakukan pengukuran kualitas fisik ruangan Setelah 1
jam petrin kemudian ditutup dan dibungkus dengan cling wrap.
9. Dilakukan pengukuran yang sama pada masing-masing ruangan.
10. Setelah petrin dibungkus, kemudian siap untuk di inkubasi di lab.
2. Bahan
a. NaCl
b. Air bersih
c. Cristal violet
d. Lugol
e. Alcohol 96%
f. Fuchsin Alkali
g. Immersion oil
3. Prosedur Pemeriksaan
Nyalakan bunsen, untuk mensterilkan alat yang digunakan (ose dan object glass).
Object glass diberihkan dengan menggunakan tissue dan diberi label. Ambil masing-
masing 1 loop ose NaCl dan diletakkkan pada object glass (4 bagian). FIksasi ose
terlebih dahulu kemudian ambil 1 koloni bakteri yang terdapat pada cawan petrin
kemudian diratakan pada object glass yang telah terdapat NaCl. Lakukan sampai semua
jenis koloni yang terdapat pada cawan petrin.. Fiksasi bagian bawah object glass pada
Bunsen untuk merekatkan bakteri terhadap object glass.
Warnai preparat (object glass yang berisi sampel) dengan menggunakan Crystal
violet hingga permukaan preparat tertutup dan didiamkan selama 2-3 menit, setelah itu
dibilas dengan air bersih yang mengalir, dilanjutkan dengan pemberian lugol selama 20
detik, setelah itu dibilas dengan air bersih yang mengalir, dilanjutkan dengan alcohol
96% hingga warnanya memudar, setelah itu dibilas dengan air bersih yang mengalir,
dan terakhir warnai dengan menggunakan fuchsin alkali selama 2 menit, setelah itu
dibilas dengan air bersih yang mengalir. Preparat yang telah diwarnai kemudian
dikeringkan di atas kertas saring. Preparat yang sudah kering siap untuk diperiksa
pada mikroskop. Tetesi preparat dengan immercial oil kemudian identifikasi morfologi
sel bakteri pada mikroskop.
Identifikasi bakteri dengan uji biokimia
1. Alat
a. Pembakar Bunsen + pemantik api
b. Ose
c. Rak tabung reaksi
d. Tabung reaksi
2. Bahan
a. TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
b. SIM agar (Sulfida Indole Motility)
c. MR-VP agar (Methyl red – Vogues Proskauer)
d. Sitrat agar
e. Urea agar
f. Glukosa agar
g. Laktosa agar
h. Sukrosa agar
i. Sampel
3. Prosedur Pemeriksaan
Bakteri diambil menggunakan ose yang telah disterilkan dengan
Bunsen kemudian ditusukkan dan digoreskan ke dalam TSA agar,
ditusukkan lagi ke dalam SIM agar, dicelupkan ke dalam media MRVP,
setelah itudigoreskan kembali pada sitrat agar dan urea agar. Ambil lagi
bakteri menggunakan ose kemudian dicelupkan ke dalam glukosa,
laktosa, dan sukrosa secara berurutan. Setelah selesai diletakkan dalam
rak tabung dan diberi label kemudian diinkubasi di incubator selama 1 ×
24 jam pada suhu 37ºC.
Setelah diinkubasi kemudian diamati perubahan yang terjadi pada
kesembilan agar.tabung reaksi yang terkontaminasi bakteri (tumbuh
bakteri) kemudian dicatat. Hasil pencatatan tabung reaksi yang positif
ditumbuhi bakteri kemudian dicocokkan dengan pedoman identifikasi
bakteri.
K. Penyajian Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi dan pemeriksaan laboratorium disajikan
dalam bentuk tabel disertai narasi atau penjelasan mengenai variabel yang diteliti.