Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TIN JAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

1. Udara

Udara merupakan campuran banyak komponen yang terdiri

dari gas, partikel padat, partikel cair, energi, ions, zat organik yang

terdistribusi acak dan bebas mengikuti volume bentuk ruang.

Komposisi udara sangat fluktuatif dinamis, daerah komposisi udara

di dataran tinggi berbeda dengan dataran rendah, daerah pada

khatulistiwa berbeda dengan daerah kutub, daerah banyak vegetasi

berbeda dengan daerah industri, daerah rural berbeda dengan

daerah urban. Secara umum komposisi udara kering dan bersih

pada homosfera antara lain nitrogen, oksigen, argon,

karbondioksida, neon, helium, methan, kripton, nitrous oksida,

hidrogen, xenon, ozon (Cahyono, 2017).

Udara adalah atmosfer yang ada di sekeliling bumi yang

fungsinya sangat penting untuk kehidupan di muka bumi ini, dalam

udara terdapat oksigen (O2) untuk bernafas, karbon dioksida (CO 2)

untuk proses fotosintesis oleh khlorofil daun, dan ozon (O 3) untuk

menahan sinar ultraviolet dari matahari. Komposisi udara terutama

uap air (H2O) sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu udara,

tekanan udara, dan lingkungan sekitarnya. Komposisi udara bersih


dan kering, pada umumnya yaitu Nitrogen (N 2) = 78,09 %, Oksigen

(O2) = 20,94 %, Argon (Ar) = 0,93 %, dan Karbon dioksida (CO 2) =

0,032 % (Khairiah dkk, 2012).

Udara adalah campuran gas yang terdapat pada lapisan

yang mengelilingi bumi. Komponen yang konsentrasinya paling

bervariasi yaitu uap air dan CO2. Kegiatan yang berpotensi

menaikkan konsentrasi CO2 seperti pembusukan sampah tanaman,

pembakaran atau sekumpulan massa manusia di dalam ruangan

terbatas yaitu karena proses pernapasan (Karunia, 2019).

1. Pencemaran Udara

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan Udara

dalam Ruang menyebutkan bahwa upaya penyehatan terhadap

sumber pencemar biologi terdiri dari parameter jamur, bakteri

patogen dan angka kuman. Kualitas udara yang tidak memenuhi

persyaratan biologi akibat faktor risiko dapat menimbulkan dampak

kesehatan dan perlu dilakukan upaya penyehatannya.

a. Dampak

1) Penyakit yang berhubungan dengan bioaerosol dapat

berupa penyakit infeksi seperti flu, hipersensitivitas (asma,

alergi), dan juga toxicosis yaitu toksin dalam udara di

ruangan yang terkontaminasi sebagai penyebab gejala Sick

Building Syndrome/SBS. Gejala SBS antara lain sakit


kepala, kehilangan konsentrasi, tenggorokan kering, iritasi

mata dan kulit.

2) Beberapa bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS

yaitu iritasi mata dan hidung, kulit dan lapisan lendir yang

kering, kelelahan mental, sakit kepala, Infeksi Saluran

Pernapasan Akut/ISPA, batuk, bersin-bersin, dan reaksi

hipersensitivitas.

3) Gejala fisik yang biasa dijumpai akibat kontaminan biologis

adalah batuk, dada sesak, demam, menggigil, nyeri otot, dan

reaksi alergi seperti iritasi membran mukosa dan kongesti

saluran napas atas. Salah satu bakteri kontaminan udara

dalam ruang yaitu Legionella sp., menyebabkan

Legionnaire’s disease.

b. Pencemaran Udara dalam Ruangan

Pencemaran udara adalah masuknya atau

dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen

lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.

Polusi udara dalam ruangan merupakan masalah

kesehatan yang serius karena menjadi penyebab 4,5 juta

kematian tahunan secara global akibat pneumonia (12%),

stroke (34%), penyakit jantung iskemik (26%), penyakit paru


obstruktif kronik (22%), dan kanker paru-paru (6%). Polusi

udara dalam ruangan telah dipelajari secara ekstensif di rumah,

rumah sakit, perkantoran, restoran dan kereta api. Namun,

polusi udara dalam ruangan terus menjadi masalah global,

terutama di negara berkembang. Studi penelitian telah

menunjukkan bahwa sekitar 90% waktu dihabiskan di

lingkungan dalam ruangan, 5 kali lebih tinggi dari rata – rata

waktu yang dihabiskan di lingkungan luar ruangan yang

menunjukkan besarnya risiko kesehatan manusia yang

ditimbulkan oleh polutan udara dalam ruangan. Polutan udara

dalam ruangan ini umumnya berasal dari lingkungan sekitar

(Amoatey et al., 2019).

Polusi udara dalam ruangan terdiri dari debu, kotoran

atau gas di udara di dalam gedung seperti rumah atau tempat

kerja yang merugikan kita jika kita menghirupnya. Jenis polusi

udara meliputi : PM (partikel mikroskopis dari debu dan kotoran

di udara), gas CO, NO dan SO. Polusi udara dalam ruangan

bisa disebabkan oleh banyak hal diantaranya: cara

menghangatkan ruangan, cara yang digunakan untuk

memasak, ventilasi yang buruk, kelembaban, penggunaan

bahan kimia kimia dalam produk pembersih, beberapa bahan

bangunan (British Lung Foundation, 2021).

3. Laboratorium
a. Pengertian Umum Laboratorium

Laboratorium pendidikan merupakan unit penunjang

akademik pada lembaga pendidikan, untuk kegiatan pengujian,

kalibrassi, dan/atau produksi dalam skala terbatas, dengan

menggunakan peralatan dan bahan berdasarkan metode

keilmuan tertentu, dalam rangka pelaksanaan pendidikan,

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Badan PPSDM,

2017).

Di laboratorium mikrobiologi terdapat bermacam –

macam bahan infeksius serta reagen yang berbahaya, sehingga

seseorang yanh bekerja di laboratorium mikrobiologi harus

memahami prosedur keamanan dan keselamatan kerja di

laboratorium mikrobiologi (Harson Setio, 2015)

Di kampus Jurusan Teknologi Laboratorium Medis

Poltekkes Kemenkes Makassar sendiri terdapat laboratorium

mikrobiologi dan kimia yang masih belum sesuai dengan

standar laboratorium yang telah di tetapkan oleh Badan

Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun

2017, baik dilihat dari segi tata ruang laboratorium yang tidak

memiliki ruang pengelola laboratorium, dan ruang kerja dan

persiapan dosen. Sedangkan di laboratorium Kimia Klinik

Hematologi, dan Imunoserologi belum tersedia ruangan khusus


pengambilan spesimen darah, padahal dalam melakukan

praktikum pada laboratorium tersebut memerlukan perlakuan

pengambilan spesimen sebagai bahan sampel praktikum dan

memerlukan ruangan khusus.

b. Laboratorium Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes

Kemenkes Makassar

1) Laboratorium Mikrobiologi

2) Laboratorium Kimia Klinik

3) Laboratorium Hematologi

4) Laboratorium Imunoserologi

5) Laboratorium Parasitologi

6) Laboratorium Kimia

4. Mikroorganisme

a. Pengertian Mikroorganisme

Mikroorganisme berbeda satu sama lain tidak hanya

dalam ukuran, tetapi juga dalam struktur, habiatat, metabolism,

dan banyak karakteristik lainnya. Meskipun kita biasanya

menganggap mikroorganisme sebagai uniseluler, ada juga

banyak mikroorganisme multiseluler yang terlalu kecil untuk

dilihat tanpa mikroskop. Beberapa mikroba, seperti virus,

bahkan aseluler (tidak terdiri dari sel) (Mayasari Ulfiani, 2022)

Sebgaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme

adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga


tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme

dapat ditemukan di semua tempat yang memungkinkan

terjadinya kehidupan, di segala lingkungan hidup manusia.

Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer

(udara) serta makanan, dan karena beberapa hal

mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam

tubuh manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau

hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini dapat

menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat

juga menimbulkan penyakit (Irianto, 2014)

Mikroorganisme ada pada debu dan uap air di udara.

Mereka tidak tumbuh di debu, namun hanya berada sementara

di debu. Jumlah mikroorganisme di udara tergantung pada

kelembapan udara, ukuran dan banyaknya partikel debu, suhu,

kecepatan udara, dan ketahanan mikroorganisme pada kondisi

kering. Secara umum udara kering dengan kandungan debu

yang rendah serta suhu yang lebih tinggi memiliki jjumlah

mikrobia yang lebih rendah. Spora Baccilus spp., Clostridium

spp., jamur dan beberapa bakteri Gram positif (misalnya

Micrococcus spp. dan Sarcina spp.) serta sel yeast dapat

berada pada udara. Jika pada lingkungan terdapat sumber

pathogen misalnya peternakan, maka beberapa jenis bakteri

pathogen, bakteriofag, dan virus dapat berada di udara.


Kontaminasi mikrobia dari udara pada makanan dapat

diturunkan dengan mengendalikan partakel debu di udara

(misalnya dengan menggunakan penyaring udara), menurunkan

kelembapan udara, dan menggunakan sinar penyaring ultra

violet (UV) (Lily Arsanty dkk, 2018)

Udara merupakan media penuralan infeksi oleh

mikroorganisme di udara, sebagian besar mikroorganisme

terkandung dalam droplet nuclei (droplet adalah partikel besar 5

mm atau lebih besar) yang bersumber dari batuk, bersin, atau

bentuk aerosolisasi, partikel debu, kulit yang membawa

mikroorganisme pathogen dan spora jamur yang melayang di

udara (C B Beggs, 2003) ada dalam buku ini

b. Mikroogranisme Udara

Pencemaran mikroorganisme di udara dipenngaruhi oleh

kecepatan aliran udara, mikroorganisme yang berasal dari

lingkungan atau yang dikenal dengan flora normal oleh adanya

aliran udara akan tersuspensi dalam udara dan bergabung

dengan partikel udara lain. Pemantauan lingkungan untuk

parameter Biologi yang dianalisa adalah total bakteri/jamur dan

identifikasi bakteri/jamur patogen, sebaiknya dilakukan minimal

2 (dua) kali setahun (Berliana, 2019)

Flora mikroorganisme yang ada di udara bersifat

sementara dan beragam. Udara bukan merupakan habitat


mikroorganisme, namun sel – sel mikroorganisme yang terdapat

di udara merupakan kontaminan terbesar. Mikroorganisme yang

paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur,

dan mikroalga. Kelompok mikroorganisme yang ditemukan

sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya di

udara, umumnya disebut jasad kontaminan. Suatu benda atau

substrat (padat ataupun cair) yang ditumbuhinya disebut

sebagai benda atau substrat yang terkontaminasi (Cahyono,

2017)

Mikroorganisme merupakan makhluk yang ukurannya

sangat kecil dan hanya bisa dilihat dibawah mikroskop. Salah

satu jenis mikroorganisme yaitu bakteri. Bakteri adalah

organisme uniselular yang berkembangbiak dengan cara

pembelahan biner yaitu satu sel yang membelah secara

simetris. Koloni bakteri yaitu sekelompok atau kumpulan dari

bakteri-bakteri yang sejenis yang menjadi satu serta

membentuk suatu koloni (Putri dkk., 2017).

c. Jamur

Pencemar udara mikrobiologis terdiri dari jamur dan

bakteri. Jamur adalah polutan udara dalam ruangan yang paling

penting dan sedikit dimengerti kebanyakan orang. Jamur ada

dimana-mana pada lingkungan manusia. Sporanya melimpah –

limpah di udara, pada permukaan, di dalam debu, dan dalam


air. Jamur dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan

sangat penting sebagai sumber pathogen. Jamur dikonsumsi

dalam makanan dan metabolismenya digunakan untuk obat-

obatan, antibiotik misalnya (Izzah, 2015)

Spora jamur diproduksi oleh jamur secara aseksual dan

seksual. Reproduksi secara aseksual yang membentuk sel

tunggal. Spora seksual adalah hasil rekombinasi dari dua sel.

Kebanyakan jamur yang mencari udara dalam ruangan berasal

dari reproduksi aseksual, dengan adaptasi terhadap lingkungan

yang berubah menjadi hifa yang menyatu. Tahap aseksual

dengan cepat menghasilkan spora yang menjadi koloni jamur.

Pada tahap seksual terjadi ketika kondisinya menguntungkan,

dan menghasilkan spora yang lebih tahan lama dan dapat

menyebar ke lingkungan dengan jarak yang sangat jauh (Izzah,

2015)

d. Faktor yang Mempengaruhi Angka Kuman

Menurut Tri Cahyono (2017) secara spesifik kondisi yang

menyebabkan kuman di udara jumlahnya banyak karena kondisi

parameter fisik dan kimia udara seperti radiasi, suhu,

kelembaban, pencahayaan, dan desinfektan atau antiseptic;

kondisi mikroorganisme; antropogenik meliputi kegiatan,

kepadatan hunian, dan personal hygiene; serta sarana dan

prasaran bangunan meliputi ventilasi, AC, linen, dan perabot.


1) Suhu

Karena semua proses pertumbuhan bergantung pada

reaksi kimiawi dank arena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi

oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri sangat dapat

dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi laju

pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme.

Keragaman suhu dapat juga mengubah proses-proses

metabolic tertentu serta morfologi sel (Lukman, 2020)

Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi

pertumbuhan jamur (Gunawan, 2008). Sebagian besar fungi,

termasuk jamur bersifat mesofili. Artinya, jamur tumbuh pada

kisaran suhu 10 – 40°C dengan pertumbuhan optimum pada

kisaran suhu 25 – 35°C (Achmad et al., 2011). Suhu

ekstrem, yaitu suhu minimum dan maksimum merupakan

faktor yang menentukan pertumbuhan jamur sebab di bawah

batas suhu minimum dan di atas suhu maksimum jamur

tidak akan hidup. Suhu ekstrem sangat penting dalam

menentukan lintasan dan distribusi suatu spesies jamur di

jagat raya ini (Gunawan, 2008)

Berdasarkan pada kisaran suhu, jamur dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu jamur psikrofil, jamur

mesofil, dan jamur termofil. Kelompok psikrofil merupakan


jamur yang mempunyai suhu minimum di bawah 0°C, suhu

optimum antara 0 – 17°C, dan pada suhu di atas 20°C jamur

ini tidak dapat hidup. Kelompok kedua yaitu jamur mesofil

memiliki suhu minimum di atas 0°C, suhu maksimum di

bawah 50°C, dan suhu optimum antara 15 – 40°C.

Kelompok ketiga yaitu kelompok termofil yang mempunyai

suhu minimum di atas 20°C, suhu maksimum 50°C atau

lebih, dan suhu optimum sekitar 35°C atau lebih. Kisaran

suhu untuk pertumbuhan miselium pada umumnya lebih luas

dibandingkan untuk pertumbuhan tubuh buah jamur. Suhu

optimum yang diperlukan untuk pembentukan tubuh buah

umumnya lebih rendah dari pada untuk pertumbuhan

miselium (Gunawan, 2008).

Suhu ialah alat ukur panas dan dinginnya suatu

benda, dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu

adalah termometer. Namun dalam penelitian ini peneliti

menggunakan peralatan Thermo Hygro. Alat ini

menggabungkan dua fungsi antara termometer dan

higrometer. Higrometer adalah alat yang digunakan untuk

mengontrol suhu dan kelembaban ruangan tertutup dan

terbuka atau udara luar (Wakhdatul Mukaromah, 2017)

2) Kelembaban
Kelembaban yang di persyaratkan sesuai baku mutu

adalah 40% - 60% (Kemenkes RI, 2019) jika tidak sesuai

maka akan memicu perindukan jamur sehingga mengalami

potensial infeksi. Kelembaban dalam ruang juga dapat

disebabkan kurangnya cahaya yang masuk secara langsung

kedalam ruangan, sehingga area ruangan yang tersinari oleh

matahari terbatas dan tidak cukup untuk mengurangi

kelembaban. Tingginya kelembaban suatu ruangan

diakibatkan rendahnya suhu suatu ruangan tersebut.

Lingkungan dalam ruangan dengan kelembaban yang tinggi

dapat meningkatkan keberadaan jamur dan bakteri yang

lebih tinggi dalam ruangan tersebut (Hou dkk., 2021).

Salah satu persyaratan keadaan udara dalam

ruangan adalah kondisi kelembaban. Untuk menjaga

kelembaban maka diperlukan udara segar untuk

menggantikan udara ruangan yang telah terpakai.

Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh

melalui udara, selain itu kelembaban yang tinggi dapat

menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering

sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme

(Kepmenkes, 1999).

Secara umum jamur memerlukan kelembaban relatif

yang cukup tinggi. Kelembaban relatif sebesar 95% – 100%


menunjang pertumbuhan yang maksimum pada kebanyakan

jamur (Gunawan, 2008).

3) Pencahayaan

Cahaya tidak terlampau diperlukan untuk

pertumbuhan fungi secara keseluruhan. Namun, cahaya

menjadi sangat penting dalam pembentukan tubuh buah

atau pembentukan spora atau pelepasan spora untuk fungi

yang bersifat fototropisme positif (Achmad dkk, 2011).

Kebanyakan jamur, kecuali Agaricus, memerlukan cahaya

untuk awal pembentukan tubuh buah dan perkembangannya

yang normal. Untuk pembentukan tubuh buah, jamur

Flammulia velutipes memerlukan cahaya yang efektif

dengan panjang gelombang 435 – 470 nm (nano meter).

Namun, untuk kebanyakan jamur kebutuhan cahaya ini

secara tepat belum diketahui. Satu hal penting yang

diketahui yaitu hanya sejumlah kecil panjang gelombang

tertentu yang diperlukan, tetapi cahaya putih diperlukan

dalam jumlah relatif besar (Gunawan, 2008).

Pencahayaan adalah Intensitas cahaya yang

berasal dari sinar matahari, berfungsi untuk mengatasi

perkembangan bibit penyakit, namun jika terlalu

menyilaukan akan dapat merusak mata. Pengukuran

menggunakan alat Lux Meter. Pencahayaan ruangan diukur


mengarah ke sumber cahaya yang sebelumnya titik

pengambilan pencahayaan telah ditentukan pada masing –

masing ruangan. Jika hasil pengukuran menunjukkan

pencahayaan 300 – 500 lux dikatakan memenuhi syarat

menurut Permenkes RI No 7 Tahun 2019. Jika hasil

pengukuran menunjukkan pencahayaan <300 dan >500 lux

dikatakan tidak memenuhi syarat menurut Permenkes RI No

7 Tahun 2019.

4) Kandungan Air (Pengeringan)

Setiap mikroba memerlukan kandungan air bebas

tertentu untuk hidupnya, biasanya diukur dengan parameter

aw (water activity) atau kelembaban relatif. Mikroba

umumnya dapat tumbuh pada aw 0,998 – 0,6. Bakteri

umumnya memerlukan aw 0,90 – 0,999. Mikroba yang

osmotoleran dapat hidup pada aw terendah (0,6) misalnya

khamir Saccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus dan jamur

benang lain dapat tumbuh pada aw 0,8. Mikroba yang tahan

kekeringan adalah yang dapat membentuk spora, konidia

atau dapat membentuk kista (suryani dkk, 2021)

Table 2.1 Daftar aw yang diperlukan oleh beberapa jenis

bakteri dan jamur

Nilai aw Jamur

0,90 Fusarium
Mucor

Nilai aw jamur

0,85 Debaromyces

0,80 Penicillum

0,75 Aspergillus

0,60 Xeromyces

Sumber: Hanum dkk., 2019

5) Nutrisi

Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi

jamur. Nutrien – nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah

jamur mengekskresi enzim – enzim ekstraselular yang dapat

mengurai senyawa – senyawa kompleks dari substrat

tersebut menjadi senyawa – senyawa yang lebih sederhana.

Misalnya, apabila substratnya nasi atau singkong, atau

kentang, maka jamur tersebut harus mampu

mengekskresikan enzim α-amilase untuk mengubah amilum

menjadi glukosa. Senyawa glukosa tersebut yang kemudian

diserap oleh jamur (Gandjar, 2006).

Nutrisi sangat dibutuhkan jamur untuk kehidupan dan

pertumbuhannya, yaitu sebagai sumber karbon, sumber

nitrogen, sumber energi, dan faktor pertumbuhan (mineral

dan vitamin). Nutrisi tersebut dibutuhkan untuk membentuk

energi dan menyusun komponen – komponen sel. Kapang


dapat menggunakan berbagai komponen sumber makanan

dari materi yang sederhana hingga materi yang kompleks.

Kapang mampu memproduksi enzim hidrolitik, seperti

amilase, pektinase, proteinase dan lipase. Maka dari itu

kapang mampu tumbuh pada bahan yang mengandung pati,

pektin, protein atau lipid (Waluyo, 2007).

6) Oksigen

Hampir semua fungi memerlukan oksigen untuk

hidupnya (aerob). Namun, ada pula fungi yang mampu hidup

dalam kondisi kekurangan oksigen atau dengan kadar

karbondioksida tinggi (Achmad dkk, 2011). Dua komponen

penting dalam udara yang berpengaruh pada pertumbuhan

jamur, yaitu O2 (oksigen) dan CO2 (karbon dioksida).

Oksigen merupakan unsur penting dalam Digital Repository

Universitas Jember 42 respirasi sel. Sumber energi di dalam

sel dioksida menjadi karbon dioksida dan air sehingga energi

menjadi tersedia. Karbon dioksida dapat berakumulasi

sebagai hasil dari respirasi oleh jamur sendiri atau respirasi

oleh organisme lainnya. Akumulasi karbon dioksida yang

terlalu banyak dapat mengakibatkan salah bentuk pada

tubuh buah jamur. Pada Agaricus bisporus pengaruh karbon

dioksida dapat menyebabkan tangkai menjadi sangat

panjang dan pembentukan paying tidak normal. Adanya


karbon dioksida sebanyak 5% dapat mengakibatkan

Schizophyllum commune tidak membentuk tubuh buah. Oleh

karena itu, ventilasi sangat diperlukan dalam fase

pembentukan tubuh buah (Gunawan, 2008)

Mikroba di lingkungan habitat alamiah membutuhkan

berbagai jenis gas – gas seperti oksigen, karbondioksida,

nitrogen, dan metana. Untuk mengkultivasi mikroba di

laboratorium, maka harus diperhatikan kebutuhan akan

sejumlah gas – gas atmosfer. Berdasarkan atas respon

terhadap oksigen, maka mikroba dibagi atas 4 kelompok,

yaitu:

a) Mikroba aerob : mikroba yang mempersyaratkan oksigen

untuk tumbuh

b) Fakultatif anaerobik : mikroba yang dapat tumbuh pada

suasana udara bebas atau tanpa udara.

c) Mikroba anaerob : mikroba yang mati bila kontak dengan

oksigen, dan tidak dapat tumbuh dalam udara terbuka

serta tidak menggunakan oksigen untuk menghasilkan

energi dari reaksi-reaksi biokimia.

d) Mikroba mikroaerofil : mikroba yang tumbuh baik bila ada

sedikit oksigen seperti halnya mikroba aerob dapat

menggunakan oksigen dan menghasilkan energi dari

proses reaksi kimiawi tersebut. Tidak seperti mikroba


aerob, maka mikroba mikroaerofil tidak dapat tahan pada

level oksigen antara 1-15%.

7) Kadar Ion Hidrogen (pH)

Pengaruh pH terhadap pertumbuhan jamur tidak

dapat dinyatakan secara umum karena bergantung pada

beberapa faktor, seperti ketersediaan ion logam tertentu,

permeabilitas membran sel yang berhubungan dengan

penukaran ion, produksi CO2 atau NH3, dan asam organik. Di

laboratorium umumnya jamur akan tumbuh pada kisaran pH

yang cukup luas yaitu 4,5-8,0 dengan pH optimum antara

5,5-7,5 atau bergantung pada jenis jamurnya. Kisaran pH

untuk pertumbuhan miselium yang optimum umumnya

berbeda dengan yang diperlukan untuk pembentukan tubuh

buah jamur (Gunawan, 2008). Namun, ada beberapa jamur

yang juga lebih menyukai kondisi media masam (Achmad

dkk, 2011).

e. Gravik Pertumbuhan Jamur

Jamur mempunyai kurva pertumbuhan. Kurva tersebut

diperoleh dari menghitung massa sel pada kapang atau

kekeruhan media pada khamir dalam waktu tertentu.

Kurva pertumbuhan jamur menurut Gandjar (2006) dapat

dilihat pada Gambar 2.1.


Gambar 2.1 Kurva Pertumbuhan Fungi
(Sumber : Gandjar, 2006)

Menurut Gandjar (2006) kurva pertumbuhan mempunyai

beberapa fase antara lain :

1) Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan

lingkungan, pembentukan enzim-enzim untuk mengurai

substrat;

2) Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan

fase lag menjadi fase aktif;

3) Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah

sel yang sangat banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan

fase ini merupakan fase yang penting dalam kehidupan

fungi. Pada awal dari fase ini kita dapat memanen enzim-

enzim dan pada akhir dari fase ini atau;

4) Fase deselerasi (Moore-Landecker, 1996 dalam Gandjar,

2006), yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah.


5) Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan

jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini

merupakan garis lurus yang horizontal. Banyak senyawa

metabolit sekunder dapat dipanen pada fase stasioner;

6) Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau

tidak aktif sama sekali lebih banyak daripada sel-sel yang

masih hidup.

f. Media Pertumbuhan Jamur

Media pertumbuhan jamur diklasifikasikan menjadi

beberapa macam berdasarkan kategori yang berbeda – beda

antara lain :

1) Media Berdasarkan Penyusunannya

Media biasanya tersusun atas kandungan air,

kandungan nitrogen (baik berasal dari protein, asam amino,

maupun senyawa lain yang mengandung nitrogen),

kandungan sumber energi/karbon (baik berasal dari

karbohidrat, lemak, protein, ataupun senyawa – senyawa

lain), ion – ion makro maupun mikro, serta vitamin dan asam

amino.

Berdasarkan penyusunannya, media dibedakan

menjadi 3 yaitu :
a) Media Alami

Media alami merupakan medium yang komposisi

dan takarannya tidak diketahui secara pasti. Bahan

makanan merupakan medium alami karena mikroba

dapat tumbuh pada bahan makanan dan tidak diketahui

seberapa kadar C, H, O, N, dan lain – lain. Tersusun atas

bahan – bahan alami seperti kentang, tepung, kacang

hijau, telur, ikan, umbi.

b) Media Sintetik

Seluruh komposisi penyusunannya telah diketahui

dengan pasti karena dibuat oleh manusia dan tersusun

oleh senyawa kimia. Contohnya adalah media untuk

pertumbuhan Chlostridium, Saboraud Agar dan

Czapeksdox Agar.

c) Media Semi Sintetik

Medium yang sebagian komposisi dan takarannya

diketahui secara pasti tersusun oleh campuran bahan –

bahan alami dan bahan – bahan sintetis. Contohnya

adalah NA (Nutrient Agar) yang kandungan utamanya

adalah ekstrak daging sapi, dan PDA (Potato Dextrose

Agar) yang kandungan aslinya adalah ekstrak kentang

(Saputri, 2018).
2) Media Potato Destrose Agar (PDA)

Potato Dextrose Agar (PDA) adalah media yang

umum untuk pertumbuhan jamur di laboratorium karena

memilki pH yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6) sehingga

menghambat pertumbuhan bakteri yang membutuhkan

lingkungan yang netral dengan pH 7,0 dan suhu optimum

untuk pertumbuhan antara 25-30° C (Cappucino, 2014).

Berdasarkan komposisinya PDA termasuk dalam

media semi sintetik karena tersusun atas bahan alami

(kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar). Kentang

merupakan sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energi,

dextrose sebagai sumber gula dan energi, selain itu

komponen agar berfungsi untuk memadatkan medium PDA.

Masingmasing dari ketiga komponen tersebut sangat

diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakkan

mikroorganisme terutama jamur (Octavia dan Wantini,

2018). Kandungan nutrisi yang dimiliki media PDA berupa

karbohidrat, air dan protein berasal dari kentang dan

glukosa. Dalam 100 g kentang mengandung 19,1 g

karbohidrat, 2 g protein, 0,1 g lemak, 11mg kalsium, 56 mg

fosfor, 1 mg besi, 0,11 mg vitamin B dan 17 mg vitamin C

(Depkes RI,2010). Komposisi media PDA adalah 200 gram


kentang, 20 gram dextrose, 15 gram agar, dan 1000 ml

akuades (Aryal, 2019)

5. Persyaratan Sanitasi Lingkungan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1077 Tahun 2011, standar kualitas udara adalah sebagai

berikut:

a. Persyaratan Fisik

Tabel 2.2 Persyaratan Fisik

Kadar yang
No Jenis Parameter Satuan
dipersyaratkan

1. Suhu ºC 18 – 30

2. Pencahayaan Lux Minimal 60

3. Kelembaban % Rh 40 – 60

4. Laju Ventilasi m/dtk 0,15 – 0,25

5. PM2,5 µg/ m3 35 dalam 24 jam

6. PM10 µg/ m3 ≤ 70 dalam 24 jam

Sumber : Permenkes RI, 2011

b. Persyaratan Kontaminan Biologi

Tabel 2.3 Persyaratan Kontaminan Biologi

No. Jenis Parameter Satuan Kadar maksimal

1. Jamur CFU / m3 0 CFU / m3

3. Angka kuman CFU / m3 < 700 CFU / m3

Sumber : Permenkes RI, 2011


6. Teknik Isolasi Jamur

Untuk memperoleh jamur dari berbagai habitat baik dari

lingkungan maupun penderita dilakukan teknik isolasi untuk

mendapatkan mikroorganisme, adapun teknik isolasi sebagai

berikut (Pujiati, 2018) :

a. Metode Perangkap

Dengan menggunakan metode perangkap ini jamur dari

udara dapat diketahui bentuk koloni dan morfologi dari jamur

tersebut. Metode ini sangat mudah untuk dilakukan hanya

dengan membuka sedikit cawan petri yang sudah berisi media

pada tempat yang terlihat ditumbuhi jamur, biasanya metode

perangkap ini dilakukan untuk mendapatkan spora dari

lingkungan terutama udara.

b. Metode Pengenceran

Dengan metode pengenceran dapat diketahui bentuk

koloni dan morfologi jamur, biasanya sampel yang digunakan

bersal dari minuman, atau apapun sesuatu yang berbentuk cair

c. Metode Semai atau Tabur

Dengan cara metode tabur dari sampel dari media SDA

dapat ditemukan morfologi dan spesies jamur, metode ini

banyak digunakan untuk 15 memperoleh bermacam-macam

jamur dari tanah, tepung, dan sampel penderita.


d. Metode Tanam Langsung

Dengan cara metode tanam langsung dapat diketahui

bentuk koloni dan morfologi jamur yang ditanam pada media

SDA, sampel yang biasa digunakan untuk metode ini yaitu

kerokan kulit, atau rambut.

B. Kerangka Konsep

Udara merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh makhluk

hidup, karena kehidupan tergantu pada udara layaknya kualitas udara

mempengaruhi kualitas kesehatan. Udara yang tercemar dapat dapat

mempengaruhi tingkat kesehatan manusia, baik tercemar secara

kimiawi dan tercemar secara biologi. Mikroorganisme dapat

mencemari udara walaupun udar bukanlah habitat asli dari

pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme baik virus, bakteri

maupun jamur. Sebagian besar manusia menghabiskan waktunya

lebih lama di dalam ruangan dibandingkan di luar ruangan. Salah satu

ruangan dengan tingkat kontaminasi tertinggi adalah laboratorium, baik

laboratorium mikrobiologi, heamtologi, dan parasitologi karena adanya

aktivitas mahasiswa dengan spesimen infeksius yang dengan

mudahnya dapat menyebar ke udara dan dapat menjadi kontaminan.

Maka dari itu perlu adanya pemeriksaan angka kuman udara, dengan

perlakuan, setelah digunakannya laboratorium dengan

mempertimbangkan pengaruh faktor lingkungan seperti suhu,


kelembaban dan pencahayaan terhadap jenis jamur pada setiap

laboratorium.

Udara

Pencemaran Udara

Mikroorganisme di Udara

Virus Jamur Bakteri

Dalam Ruangan Luar Ruangan

Laboratorium

Mikrobiologi
Parasitologi
Hematologi

Faktor Lingkungan

Pencahayaan Suhu kelembaban

Isolasi

Tanam langsung Pengenceran Tabur Perangkap

Identifikasi

Keterangan :

: Variable yang diteliti


: Variable yang tidak diteliti

Gambar 2.2 Skema Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat beberapa

jenis jamur di udara pada laboratorium Jurusan Teknologi

Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Makassar.

Anda mungkin juga menyukai