Anda di halaman 1dari 8

A.

TUJUAN
Tujuan dari praktikum tentang Mikroba Udara adalah
untuk mengetahui metode isolasi mikroba dari udara dan mengetahui Teknik
analisis mikroba udara

B. DASAR TEORI
Praktikum Mikroba Udara memiliki beberapa hal yang dibutuhkan dalam
berlangsungnya praktikum

2.1 Mikroba Udara


Komponen penyusun udara meliputi bakteri, air, polen, debu, senyawa
organik maupun senyawa anorganik. Mikroorganisme yang paling banyak
memenuhi komponen udara bebas adalah bakteri, jamur dan mikro alga, dalam
bentuk vegetatif atau generatif, umumnya berbentuk spora. Udara bukan
merupakan medium tempat bakteri tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan
partikulat, debu, tetesan air yang semua dapat sebagai tempat tumbuh bakteri
Kandungan udara dalam ruangan akan berbeda dengan luar ruangan. Bakteri dalam
ruangan dipengaruhi oleh laju ventilasi, padatnya orang, taraf kegiatan orang yang
menempati ruangan tersebut. Flora bakteri yang terdapat di udara bersifat sementara
dan beragam (Waluyo, 2005).
Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri,
adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering
ataupun terhembus oleh tiupan angin. Bakteri yang berasal dari udara biasanya akan
menempel pada permukaan tanah, lantai, maupun ruangan. Mikroorganisme yang
berasal dari udara yang terutama mengakibatkan infeksi di rumah sakit misalnya
Bacillus sp., Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pneumococcus, Coliform, virus
hepatitis, Clostridium sp. (Lay dkk, 1992). Bakteri dapat tersuspensikan sementara
dalam bahan partikulat atau terbawa oleh partikel debu dan tetesan cairan baik yang
berukuran besar ataupun kecil. Jumlah dan tipe bakteri yang mengkontaminsai
udara ditentukan oleh sumber kontaminan, misalnya dari orang yang batuk atau
bersin. Organisme yang terbawa oleh udara dapat terangkut sejauh beberapa meter
atau beberapa kilometer, ada sebagian yang mati dalam hitungan detik sedangkan
yang lain dapat bertahan hidup lama. Ketahanan hidup yang berbeda-beda dari
suatu bakteri di udara ditentukan oleh keadaan lingkungan seperti keadaan
atmosfer, kelembaban, cahaya, suhu, ukuran partikel pembawa mikroorganisme
tersebut serta ciri-ciri mikroorganisme itu sendiri terutama ketahanan terhadap
keadaan fisik di atmosfer. Beberapa metode penangkapan bakteri udara antara lain
dengan cara sedimentasi dan alat penangkap udara (air sampler) (Pelczar, 1988).

2.2 Jenis – Jenis Mikroba yang Ada di Udara


2.2.1 Bakteri
Bakteri yang banyak ditemukan di dalam ruang, antara lain :
a. Micrococcus sp
Spesies bakteri ini terdapat pada kulit tubuh manusia. Bakteri ini ditemukan
pada area dengan okupansi tinggi atau pada area dengan ventilasi yang tidak baik.
Micrococcus adalah jenis bakteri yang tidak berbahaya. Bakteri ini keadaan normal
dapat dibasmi dengan sistem ventilasi yang baik dan proses pembersihan dengan
penyedot debu atau sejenisnya. Bentuk sel bakteri ini bulat dengan diameter koloni
1-2 µm. Koloni muncul di atas permukaan media NA berwarna kuning. Permukaan
koloni mengkilat. Micrococcus termasuk ke dalam bakteri gram positif. Suhu
pertumbuhan optimum 25-37°C. Kebutuhan terhadap oksigen termasuk aerob dan
anaerob. Termasuk pada bakteri yang tidak mampu bergerak. Katalase, oksidase
dan produksi H2S bersifat positif. Mampu tumbuh baik pada media dengan salinitas
7,5% NaCL.
b. Bacillus sp
Bakteri yang tidak berbahaya ini umumnya diasosiasikan dengan tanah dan
debu. Keadaan temperatur dan kadar air yang tepat pada permukaan yang berdebu
dan keras adalah media yang baik bagi pertumbuhan bakteri ini. Bentuk selnya
batang dengan diameter koloni berkisar 0,5-2 µm. Koloni muncul di atas
permukaan media NA berwarna kuning. Termasuk ke dalam gram positif. Motil
dan katalase negative dapat tumbuh pada media yang diberi 5 % NaCL, tidak dapat
tumbuh pada 50°C, sitrat negatif, dan glukosa positif. Suhu optimum untuk
pertumbuhannya 26-28°C, dapat tumbuh pada kondisi aerobik dan anaerobik.
c. Staphylococcus sp
Staphylococcus juga terdapat pada permukaan kulit tubuh manusia. Diantara
spesies Staphylococcus yang paling umum terdapat di dalam ruang adalah
Staphylococcus aureus, yaitu patogen yang penting dalam lingkungan rumah
sakit, karena mempunyai kemampuan memecah sel darah merah. Bentuk sel bulat
dengan dimeter koloni 0,5-1,5 µm. Koloni muncul di atas permukaan media NA
berwarna putih. Permukaan koloni mengkilat. Staphylococcus termasuk ke dalam
bakteri gram positif. Kebutuhan terhadap oksigen termasuk aerob. Staphylococcus
termasuk pada bakteri yang tidak mampu bergerak. Katalase, oksidase dan
produksi H2S bersifat positif (Burge, 2001).

2.2.2 Jamur
Jamur dapat membahayakan kesehatan manusia dengan penyebaran spora di
udara dan terhirup melalui proses inhalasi. Beberapa jenis jamur dapat bersifat
patogen dan menimbulkan efek toksik pada manusia dan vertebrata lainnya.
Paparan material berjamur yang berulang sampai kuantitas tertentu dapat
menyebabkan iritasi saluran pernafasan atau alergi pada beberapa individu (Bush,
et al, 2006). Kelembaban pada substrat termasuk di udara adalah merupakan salah
satu faktor utama dalam pertumbuhan jamur. Sebagian besar jamur dapat tumbuh
pada kondisi lingkungan yang lembab. Air membantu proses difusi dan pencernaan.
Air juga mempengaruhi substrat pH dan osmolaritas dan merupakan sumber dari
hidrogen dan oksigen, yang dibutuhkan selama proses metabolisme. Pertumbuhan
suatu jamur ditentukan oleh water activity (aw), yaitu kandungan air dari suatu
substrat (Robbins, et al, 2000).
Suhu di dalam ruangan dalam rentang 18-24 oC adalah suhu optimal bagi
pertumbuhan kebanyakan jamur, meskipun beberapa jenis jamur dapat hidup juga
di rentang suhu yang luas. Sedikit jamur yang mempunyai temperatur optimal
diatas 30 oC yaitu Aspergillus fumigatus. Jamur di dalam lingkungan tidak tumbuh
jika suhu di atas 30 oC. Spora jamur lebih tahan panas daripada miselia (mycelia)
dan pada umumnya bertahan lebih lama pada suhu yang lebih luas rentangnya.
(Gutarowska & Piotrowska, 2007).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Mikroba di Udara


Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu
atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain. Temperatur dan
kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari
mikroorganisme dalam aerosol. Studi dengan Serratia marcesens dan E. coli
menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udara terkait erat dengan suhu. Ada
peningkatan yang progresif di tingkat kematian dengan peningkatan suhu dari -18°
C sampai 49 oC. Virus dalam aerosol menunjukkan perilaku serupa. Partikel
influenza, polio dan virus vaccinia lebih mampu bertahan hidup pada temperatur
rendah, 7-24 °C. tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity) optimum untuk
kelangsungan hidup mikroorganisme adalah antara 40 sampai 80%. Kelembaban
relatif yang lebih tinggi maupun lebih rendah menyebabkan kematian
mikroorganisme. Hampir semua virus mampu bertahan hidup lebih baik pada RH
17 sampai 25%. Namun, virus poliomyelitis bertahan lebih baik pada RH 80 – 81%.
Kemampuan mikroba bertahan hidup lebih ditentukan oleh RH dan suhu. Pada
semua temperatur, kemampuan mereka untuk bertahan hidup adalah pada RH
ekstrem. Terlepas dari RH, peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu
bertahan (Budiyanto, 2005).
Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada
udara yang tenang, partikel cenderung turun oleh gravitasi. Tapi sedikit aliran udara
dapat menjaga mereka dalam suspensi untuk waktu yang relatif lama. Angin
penting dalam penyebaran mikroorganisme karena membawa mereka lebih jauh.
Arus juga memproduksi turbulensi udara yang menyebabkan distribusi vertikal
mikroba udara. Pola cuacaglobal juga mempengaruhi penyebaran vertikal.
Ketinggian membatasi distribusi mikroba di udara. Semakin tinggi dari permukaan
bumi, udara semakin kering, radiasi ultraviolet semakin tinggi, dan suhu semakin
rendah sampai bagian puncak troposfer. Hanya spora yang dapat bertahan dalam
kondisi ini, dengan demikian, mikroba yang masih mampu bertahan pada
ketinggian adalah mikroba dalam fase spora dan bentuk-bentuk resisten lainnya
(Budiyanto, 2005)

2.4 Bahan yang Digunakan


Bahan yang digunakan dalam praktikum tentang mikroba udara adalah sebagai
berikut:
2.4.1 Media Nutrient Agar
NA (Nutrient Agar) merupakan suatu medium yang berbentuk padat, NA
(Nutrient Agar) dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan
menggunakan agar sebagai pemadat. Media NA (Nutrient Agar) berdasarkan
bahan yang digunakan termasuk dalam kelompok media semi alami, media semi
alami merupakan media yang terdiri dari bahan alami yang ditambahkan dengan
senyawa kimia. Berdasarkan kegunaanya media NA (Nutrient Agar) termasuk
kedalam jenis media umum, karena media ini merupakan media yang peling
umum digunakan untuk pertumbuhan sebagian besar bakteri. Berdasarkan
bentuknya media ini berbentuk padat, karena mengandung agar sebagai bahan
pemadatnya. Media padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau
morfologi koloni bakteri (Muslim,2011).

Gambar 2.1 Nutrient Agar (NA)


(Sumber: Muslim, 2011)

2.4.2 Media Potato Dextrose Agar (PDA)


Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan media yang sangat umum yang
digunakan untuk mengembangbiakkan dan menumbuhkan jamur dan khamir.
Komposisi PDA ini terdiri dari bubuk kentang sebanyak 40 gram, dextrose
sebanyak 20 gram dan juga agar sebanyak 15 gram. Bubuk kentang dan dextrose
merupakan sumber makanan untuk jamur dan khamir. PDA juga bisa digunakan
untuk menghitung jumlah mikroorganisme menggunakan metode Total Plate
Count. Industri makanan, industri produk susu dan juga kosmetik menggunakan
PDA untuk menghitung jumlah mikroorganisme pada sample mereka. PDA
berfungsi untuk mengembangbiakkan jamur, sehingga PDA dapat digunakan untuk
membudidayakan jamur tiram. Budidaya jamur tiram menggunakan pH yang
rendah (sekitar 3,5) untuk memaksimalkan pertumbuhan bibit jamur dan
menambahkan asam atau antibiotik untuk menghambat terjadinya pertumbuhan
bakteri (Sugianto, 2012).
Gambar 2.2 Potato Dextrose Agar
(Sumber : Winda, 2008)

2.5 Alat yang digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum tentang Mikroba udara adalah
sebagai berikut:
2.5.1 Pembakar Bunsen
Alat yang berfungsi untuk menciptakan kondisi yang steril adalah pembakar
bunsen. Api yang menyala dapat membuat aliran udara karena oksigen dikonsumsi
dari bawah dan diharapkan kontaminan ikut terbakar dalam pola aliran udara
tersebut. Untuk sterilisasi jarum ose atau yang lain, bagian api yang paling cocok
untuk memijarkannya adalah bagian api yang berwarna biru (paling panas).
Perubahan bunsen dapat menggunakan bahan bakar gas atau indikator (Oxtoby,
2001).

Gambar 2.3 Bunsen


(Sumber: Oxtoby, 2001)

2.5.2 Tabung Reaksi


Tabung reaksi adalah peralatan gelas yang terbuat dari kaca atau ndicat.
Bentuknya kira kira sebesar jari tangan manusia. Tabung reaksi tersedia dalam
berbagai macam ukuran. Namun pada umumnya memiliki ukuran berdiameter 10-
20 dengan panjang 50-200 mm. Fungsi tabung reaksi adalah untuk mencampur,
menampung dan memanaskan bahan-bahan kimia cair atau padat, utamanya untuk
uji kualitatif (Abdullah 2009).

Gambar 2.4 Tabung reaksi


(Sumber: Abdullah, 2009)

2.5.3 Pipet Volume


Pipet volume (sering disebut juga pipet gondok) merupakan alat gelas yang
berbentuk mirip pipa akan tetapi terdapat cembung pada tengah-tengah batang pipa
tersebut. Pipet volume dapat mengambil larutan tertentu dengan volume yang tepat.
Pipet gondok mempunyai skala 25 mL dan batas tera menggunakan bola hisap.
Pipet ini digunakan untuk pengambilan sampel dengan volume yang akurat
(Abdullah,2009).

Gambar 2.5 Pipet Volume


(Sumber: Abdullah, 2009)

2.5.4 Cawan Petri


Kegiatan di laboratorium kita sangat membutuhkan alat laboraturium seperti
halnya dalam hal mempelajari mikroorganisma seperti bakteri dan virus kita
membutuhkan alat untuk mengisolasi terhadap gangguan spesies lain dan untuk itu
kita memerlukan tempat/wadah untuk menempatkan mikroorganisma tersebut. Alat
yang paling tepat adalah Cawan petri (petri dish), alat ini berbentuk bulat bisa
terbuat dari kaca atau ndicat dan memiliki ukuran bervariasi biasanya berdiameter
6 cm; 7,5 cm atau 10 cm dengan tinggi 1,5 cm. Alat lab ini dinamakan cawan petri
(petri dish) karena diambil dari nama penemunya seorang ahli bakteri dari Jerman
bernama Julius Richard Petri dan sejak itu petri dish (cawan petri) menjadi bagian
penting dari sebuah penemuan untuk peralatan laboratorium (Abdullah, 2009).

Gambar 2.6 Cawan Petri


(Sumber: Abdullah, 2009)

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajudin. 2009. Pengantar Nanosains. Bandung: Penerbit ITB
Oxtoby, D. W. 2001. Kimia Modern. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai