Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BAHAN PERKERASAN JALAN

DISUSUN OLEH

ANDI MUH GIFFARI

03120180247

C1

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN SIPIL

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sarana transportasi darat yang paling penting adalah jalan raya. Sejalan
dengan perkembangan teknologi, maka kebutuhan akan jalan yang memenuhi
persyaratan guna meningkatkan kekuatan konstruksi sangat penting.
Kekuatan konstruksi jalan sangat dipengaruhi oleh jenis perkerasan jalan
tersebut.

Di Indonesia kontruksi perkerasan yang paling banyak digunakan adalah


perkerasan lentur, ada berbagai jenis/tipe dalam perkerasan lentur. Kualitas
dari konstruksi perkerasan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah
satunya sangat tergantung pada bahan perkerasan yang akan digunakan.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, “dalam proses perancangan


perkerasan jalan, bahan perkerasan jalan merupakan bahan yang diutamakan
didalam pertimbangan analisis parameter perancangan, karena salah satu
parameter kekuatan konstruksi jalan, terletak pada pemilihan material yang
tepat dari material yang akan digunakan didalam suatu rancangan perkerasan
jalan” (Soedang,2005;151).

Untuk menunjang pengetahuan mahasiswa mengenai penyiapan bahan


material perkerasan jalan yang baik, makan untuk itu disusunlah makalah ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatasn dapat diambil rumusan masalah


sebagai berikut.

1.2.1 Apa saja bahan material perkerasan jalan?


1.2.2 Bagaimana karakteristik setiap bahan material perkerasan jalan?
1.2.3 Bagaimana standar bahan material perkerasam jalan
agar didapatkan material yang baik?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari disusunnya makalah ini meliputi:
1.3.1 Untuk mengetahui jenis-jenis bahan material perkerasan jalan.
1.3.2 Untuk mengetahui karakteristik setiap jenis material perkerasan
jalan.
1.3.3 Untuk mengetahui persyaratan bahan material perkerasan jalan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahan Material Perkerasan Jalan


2.1.1 Bahan Tanah

A. Persyaratan Tanah

Soedang (2005;152) menyatakan, ”Tanah dasar (Subgrade) akan


selalu menjadi pondasi dari suatu perkerasan jalan baik struktur perkerasan
lentur maupun perkerasan kaku.” Tanah dasar ini dapat berupa batuan
keras, batuan lunak atau tanah asli. Batuan kerasn atau batuan lunak
biasanya secara teknis tidak memerlukan suatu pemilihan atau perbaikan
kekuatan material yang berarti. Hanya dari sei pengerjaan yang relatif
sedikit lebih sulit dari pengerjaan tanah biasa. Yang lebih memerlukan
perhatian adalah subgrade yang terbentuk dari tanah.

 Gambar 1.1 Pekerjaan tanah dasar (Solar chart)

Tanah dasar ialah jalur tanah baguan dari jalan yang terletak
dibawah perkerasan jalan. Kekuatan dan keawetan pengerasan jalan itu
sangat tergantung pada sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Oleh
karena itu, maka pada perencanaan pembuatan jalan baru harus diadakan
pemeriksaan tanah yang teliti ditempat- tempat yang akan dijadikan tanah
dasar yang berfungsi untuk mendukung pengerasan jalan.
Ada tiga kondisi yang akan ditemui di lapangan untuk penyiapan
tanah dasar, yaitu:
- kondisi tanah asli
- tanah dasar berasal dari timbunan,atau
- tanah dasar berasal dari galian

Ketiga kondisi ini akan memberikan Penanganan pelaksanaan yang


berbeda satu sama lain. Untuk kondisi tanah asli, pemilihan hanya pada
lokasi yang memberikan jenis tanah yang menyumbangkan kekuatan yang
memenuhi persyaratan konstruksi tanah berasal dari timbunan disamping
pemilihan tersebut diatas, juga perlu ditinau kembang susut tanah
(sweeling), masa konsolidasi, dan pemadatan.

Sedangkan untuk kondisi tanah dasar berupa hasil galian,


disamping pemilihan jenis tanah yang memadai, harus juga
memperhatikan faktor kelongsoran dan pertimbangan teknis lainnya
dalam menghadapi pekerjaan tanah. Beberapa aspek yang menjadi
perhatian khusus dalam menyiapkan bahan tanah dasar untuk konstruksi
jalan yaitu:

- nilai CBR yang sesuai persyaratan dan rencana


- potensi kembang susut tanah (sweeling)
- sifat permeabilitas tanah
- tigkat kepadatan
- kapileritas tanah (untuk tanah ekspansif)
B. Bahan tanah Lapis Pondasi Bawah dan Bahu

Secara umum karakteristik tanah untuk lapisan pondasi bawah


(bila digunakan tanah campur pasir) dan bahu hampir sama.

Sifat utama seperti Indeks Plastis berkisar 4/10 dan lolos saringan
No. 200, maksimum 200%

Tabel 1.1. Pendekatan kekuatan CBR

Sumber: Soedang (2005,153)

Tabel 1.2. Sifat umum bahan tanah untuk lapis pondasi bawah

Sumber: Soedang (2005,154)

C. Contoh Bahan

Contoh bahan yang digunakan untuk lapis pondasi bawah harus


diserahkan kepada Direksi Teknik untuk mendapatkan persetujuan paling
sedikit 14 hari sebelum pekerjaan dimulai, dan harus disertai dengan hasil-
hasil data pengujian sesuai dengan persyaratan spesifikasi untuk kualitas
dan bahan-bahan seperti diuraikan dalam spesifikasi LPB dibawah.
D. Syarat Bahan

 Persyaratan umum
 Bahan-bahan yang dipilih dan digunakan untuk pembangunan LPB
terdiri dari bahan-bahan berbutir dipecah (A), bahan berbutir
dibelah dan kerikil (B), kerikil, pasir dan lempung alami (C).
1) LPB kelas A, berupa agregat batu pecah disaring, digradasi dan
semuanya lolos saringan 3” atau 75.00 mm, memenuhi tabel 1.3
dibawah ini.
2) LPB kelas B, terdiri dari campuran batu belah dengan kerikil, pasir
dan lempung yang lolos saringan 2,5” atau 62.50 mm, memenuhi
tabel
2.1 dibawah ini.
3) LPB kelas C, terdiri dari kerikil, pasir dan lempung yang lolos
saringan 1,5” atau 37.50 mm, memenuhi tabel 1.3 dibawah ini.

 Bahan untuk pekerjaan lapis pondasi bawah harus bebas debu, zat
organic, serta bahan-bahan lain yang harus dibuang, dan harus
memiliki kualitas, bila bahan tersebut telah ditempatkan akan siap
saling mengikat membentuk satu permukaan yang stabil dan mantap.

 Bila perlu dan sesuai dengan perintah Direksi Teknik, bahan-bahan


dari berbagai sumber atau pemasokan dapat disatukan (dicampur)
dalam perbandingan yang diminta oleh Direksi Teknik atau seperti
yang ditunjukan dengan pengujian-pengujian, untuk dapat memenuhi
persyaratan Spesifikasi bahan lapis pondasi bawah
 Gradasi lapis pondasi bawah (LPB)
Tabel 1.3. Syarat Spesifikasi Bahan

UKURAN % LOLOS ATAS BERAT


SARINGAN KELAS A KELAS B KELAS C
Mm ( <75 mm ) ( < 62,5 mm )
75.0 100 -
62.5 - 100
37.5 60 - 90 67 - 100 Maks. 100
25.0 46 - 78 -
10.0 40 - 70 40 - 100
9.5 24 - 56 25 - 80
4.75 13 - 45 16 - 66
2.30 6 - 36 10 - 55 Maks. 80
1.18 - 6 - 45
0.60 2 - 22 -
0.125 2 - 18 3 - 33
0.075 0 - 10 0 - 20 Maks. 15
Sumber : https://www.academia.edu/15500234/Spektek_Umum_LPA_dan_LPB

 Syarat-syarat kualitas
Bahan yang digunakan untuk lapis pondasi bawah harus memenuhi
syarat- syarat kualitas berikut yang diberikan pada Tabel 1.4

Tabel 1.4. Syarat Kualitas Material Lapis Pondasi Bawah


URAIAN BATAS TEST
Batas Cair Maksimum 35%
Indeks Plastisitas 4% - 12%
Ekivalen Pasir (Bahan Halus Plastis) Minimum 25
CBR terendam Minimum 30%
Kehilangan berat karena Abrasi (500 putaran) Maksimum 40%
Sumber : https://www.academia.edu/15500234/Spektek_Umum_LPA_dan_LPB
2.1.2 Pasir

A. Persyaratan Pasir

Material pasir juga seringkali digunakan sebagai bahan


material perkerasan jalan. Baik digunakan sebagai lapis pondasi bawah,
lapis antara tanah dasar yang lunak dengan lapis pondasi bawah atau
sebagai bahan material pencampur hot-mix, terutama pasir halus sampai
sedang yang bersih.

Adapun persyaratan dari bahan material pasir yang digunakan


dalam bahan perkerasan jalan harus memliki kriteria sebagai berikut:

- Dapat berupa pasir sungai , pasir laut atau pasir vulkanis,


dengan syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan perkerasan
- Pasir harus bergradasi baik
- Batas maksimum 30% dari total campuran

Menurut Direktorat Jendral Bina Marga (2009) menjelaskan


bahwa, agregat halus adalah agregat yang berupa pasir atau pengayakan
batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan no.8 (2.36 mm).
Adapun gradasi yang ditentukan sebagai berikut :

Tabel 1.5. Persyaratan Material Pasir

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga 2009


2..1.3 Bahan Agregat

A.) Klasifikasi Agregat (Sub Base dan Base Course)

1.) Klasifikasi berdasarkan sumber bahan (resource)

Berdasarkan cara didapatkannya bahan, agregat terdiri dari agregat


alam dan agregat buatan. Agregat alam diperoleh secara alamiah dialam
ini, dengan sedikit pengolahan seperti pasir dan kerikil. Sedangkan agregat
buatan adalah agregat yang memerlukan proses pemecahan batu dengan
alat pemecah batu, untuk dijadikan material yang memnuhi syarat sebagai
bahan perkerasan jalan. Bermacam-macam ukuran butir dari hasil
pemecahan batu ini sesuai dengan kebutuhan gradasi komponen
perkerasan. Residu dari hasil pemecahan berupa abu batu yang dapat
digunakan sebagai bahan filler campuran dari bahan-bahan agregat dan
aspal tersebut. Sumber lain bahan filler berasal dari produksi semen dan
kapur,berupa abu semen dan abu kapur. Masing-masing harus dicermati
sifat absorbsi (penyerapan) aspal. Secara spesifik berikut adalah
penjelasan klasifikasi agregat berdasarkan sumber bahan dan proses
pengolahannya.

a.) Agregat alam

Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam


atau dengan sedikit proses pengolahan, dinamakan agregat alam.Dua
bentuk agregat alam yang sering dipergunakan yaitu: kerikil dan pasir.
Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel >¼ inch (6,35 mm), Pasir
adalah agregat dengan ukuran partikel < ¼ inch tetapi lebih besar dari
0,075 mm (saringan no.200).

b.) Agregat yang melalui proses pengolahan

Digunung- gunung atau di bukit- bukit sering ditemui agregat


masih berbentuk batu gunung sehingga diperlukan proses pengolahan
terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi
perkerasan jalan.

Agregat ini harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu supaya


diperoleh:

 Bentuk partikel bersudut diusahakan berbentuk kubus.


 Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.
 Gradasi sesuai yang diinginkan.

Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu


(Crusher stone) sehingga ukuran partikel yang dihasilkan dapat terkontrol
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

c.) Agregat buatan

Agregat yang merupakan mineral filler/ pengisi (partikel dengan


ukuran <0,075>

Pengendalian mutu agregat didapatkan dari angka abrasi yang


diperoleh dari hasil Los Angeles Abrasion test. Indikasinya bila abrasi
memberikan keausan lebih dari 50%,agregat dinyatakan tidak baik untuk
dijadikan bahan perkerasan jalan.

2.) Ditinjau dari asal kejadiannya

a.) Batuan beku

Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku.


Dibedakan atas, batuan beku luar (extrusive igneous rock) dan batuan
beku dalam (intrusive igneous rock).

b.) Batuan sedimen

Sedimen berasal dari campuran partikel mineral, sisa- sisa hewan


dan tanaman.
Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat
ddibedakan atas:

 Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik seperti


breksi, konglomerat, batu pasir dan batu lempung.
Batuan ini banyak mengandung silica.
 Batuan sedimen yang di bentuk secara organis seperti
batu gamping, batu-bara, opal.
 Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi seperti
batu gamping, garam, gips dan flint.

c.) Batuan metamorf

Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami


proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan temperature
dari kulit bumi.

3.) Klasifikasi berdasarkan dimensi butiran

Berdasarkan ukuran besar butiran dibedakan sebagai agregat kasar


dengan ukuran butiran > ¼ inchi (6,35 mm) yaitu bahan yang tertahann
saringan No.4 dan agregat halus, bahan yang lolos saringan No.4 dan
tertahan pada saringan No.200 (0,075mm). Yang lolos saringan No.200
dikategorikan sebagai abu batu. Secara spesifik dimensi butiran, pasir
termasuk agregat halus.

a.) Agregat berbutir kasar


 Sifat -sifat agregat berbutir

kasar i). Kekuatan dan keawetan

Agregat adalah merupakan elemen perkerasan jalan yang


mempunyai kandungan 90-95% acuan berat,dan 75-85% acuan volume
dari komposisi perkerasan,sehingga otomatis menyumbangkan faktor
kekuatan utama dalam perkerasan jalan. Berfungsi sebagai penstabil
mekanis,agregat harus mempunyai suatu kekuatan dan kekerasan,untuk
menghindarkan terjadinya kerusakan akibat beban lalu lintas.

Sifat kekuatan dan keawetan dipengaruhi oleh:

- gradasi
- kompak dan keras
- ukuran maksimum
- kadar lempung
- bentuk butir, dan
- tekstur permukaan

Gradasi seragam (uniform graded), dari komposisi butiran akan


menghasilkan suatu kepadatan yang bervariasi akibat kontak butir
sebagian, sedangkan stabilitas pada sifat penyekatan (confined).

Gradasi baik (well graded), memberikan suatu keadaan kepadatan


stabilitas yang baik akibat kontak butir yang hampir menyeluruh pada
bidang permukaan

Gradasi Jelek (poor graded), kondisi yang terburuk karena kontak


butir buruk megakibatkan kepadatan rendah dan mempunyai stabilitas
yang kecil

Adapun kriteria agregat yang baik adalah mempunyai karakteristik


sebagai berikut:

- memiliki tingkat keausan <50%


- mempunyai ukuran butiran maksimum 1/2 – 1/3 tebal lapisan.
Karena jika ukuran butiran melebihi tebal dari lapisan
perkerasan, ada sebagian permukaan yang tidak akan
terselimuti oleh aspal.
- bersih dari kandungan lumpur, lempung dan debu dll, agar
mampu menempel pada aspal dengan baik
- Maksimum kandungan bagian lunak 5%
- mempunyai tekstur permukaan yang kasar untuk memperbesar
gaya gesek dan menungkatkan stablitas perkerasan jalan
- porositas yang rendah, agar daya serap agregat terhadap
aspal rendah, sehingga penggunaan material aspal tidak
boros

b.) Agregat berbutir halus

Agregat berbutir halus, adalah bahan yang lewat saringan No.4 dan
tertahan pada saringan No.200. biasanya berupa pasir murni, hasil
screening dari mesin pemecah batu, atau kombinasi dari keduanya.

Agregat halus harus bersih , keras, tahan lama, bebeas dari lumpur
dan berbagai macam bahan organis lainnya. Butiran yang lewat saringan
No. 40, harus non-plastis, atau mempunyai nilai plastis yang masih dalam
batas toleransi. Tidak ada nilai batas gradasi untuk bahan berbutir halus,
kecuali bahwa bahan yang lolos saringan No. 200, agar tahan lama dan
campuran mudah untuk dikerjakan, harus memenhi ketentuan da kriteria
dibawah ini:

Tabel 1.6. Persyaratan Agregat Halus

Sumber: Soedang (2005,157)

Bila pasir berasal dari sumber ala,. Kehilangan soundness pada material
yang tertahan pada saringan No. 50 adalah ≤ 15%. Bila pasir yang mengandung
garam dari sumber di pantai, diyakini tidak mengganggu campuran, bahan
tersebut dapat dipakai.
2..1.4 Mineral Pengisi (Filler)

Menurut Direktorat Jendral Bina Marga (2009), filler adalah bahan


berbutir halus yang berfungsi sebagai butiran pengisi pada pembuatan
campuran aspal. Bahan pengisi yang ditambahakan harus kering dan bebas
dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-
4142-1996 harus mengandung bahan lolos ayakan no. 200 (75 micron)
tidak kurang dari 75%. Adapun gradasi yang tentukan sebagai berikut :

Tabel 1.6. Persyaratan Agregat Halus

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (2009)

Mineral filler, adalah agregat halus yang lolos saringan No. 20O,
berupa abu (dust). Abu kapur atau abu semen diyakini dapat
memperbaiki adhesi antara aspal dan agregat. Untuk persyaratan mineral
filler,apakah abu kapur atau lainnya,gunakan tabel berikut :

Tabel 1.7. Persyaratan Agregat Halus

Sumber: Soedang (2005,157)

Menurut Suprapto (2000), penggunaan filler dalam campuran


beton aspal akan sangat mempengaruhi karakteristik beton aspal, efek
tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :

I. Efek penggunaan filler terhadap karakteristik campuran aspal


a. Efek penggunaan filler terhadap viskositas campuran :
 Efek penggunaan berbagai jenis filler
terhadap viskositas campuran tidak sama.
 Luas permukaan filler yang makin besar akan
menaikkan viskositas campuran dibanding dengan
permukaan kecil
 Adanya daya affinitas, menyebabkan jumlah aspal
yang dapat diserap berbagai filler cukup bervariasi.
Pada keaadaan dimana viskositas naik, jumlah aspal
yag diserap semakin besar.
b. Efek penggunaan filler terhadap daktalitas dan penetrasi
campuran :
 Kadar filler yang semakin tinggi akan
menurunkan daktalitas, hal ini juga terjadi pada
berbagai suhu.
 Jenis filler yang akan menaikkan viskositas aspal akan
menurunkan penetrasi aspal.
c. Efek suhu dan pemanasan :
 Jenis dan kadar filler memberikan pengaruh yang saling
berbeda pada berbagai temperatur.

II. Efek penggunaan filler terhadap karakteristik campuran


aspal beton

Kadar filler dalam campuran akan mempengaruhi dalam proses


pencampuran, penggelaran, dan pemadatan. Disamping itu kadar dan jenis
filler akan berpengaruh terhadap sifat elastis campuran dan sensitifitas
terhadap air. Hasil penelitian pengaruh penggunaan filler terhadap
campuran beton aspal adalah sebagai berikut :

a. Filler diperlukan untuk meningkatkan kepadatan, kekuatan,


dan karakteristik lain beton aspal.
b. Filler dapat berfungsi ganda dalam campuran beton aspal :
 Sebagai bahan dari agregat, filler akan mengisi
rongga dan menambah bidang kontak antar butir
agregat sehingga akan meningkatkan kekuatan
campuran.
 Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk
bahan pengikat yang berkosentrasi tinggi sehingga
mengikat butiran agregat secara bersama-sama.
c. Sifat aspal (Daktalitas,Penetrasi,Viskositas) diubah secara
drastis oleh filler, walaupun kadarnya relatif rendah
dibanding pada campuran beton aspal. Penambahan filler
akan meningkatkan konsistensi aspal.
d. Pada kadar filler yang umum digunakan dalam campuran
beton aspal, daktalitas campuran aspal-filler akan mencapai
nol. Sedangkan pada suhu dan kadar filler yang sama, nilai
penetrasi campuran aspal-filler akan turun sampai < 1/3 dari
penetrasi semula.
e. Viskositas campuran aspal-filler pada suhu tinggi sangat
bervariasi pada kisaran yang lebar, tergantung pada jenis filler
dan kadarnya. Perbedaan ini menjadi kecil apabila pada suhu
rendah.
f. Hasil tes menunjukkan bahwa ada hubungan yang baik antara
viskositas aspal dan usaha pemadatan campuran. Disarankan
suhu perlu dinaikkan bila memadatkan campuran dengan aspal-
filler berkosentrasi tinggi.
g. Hasil tes menunjukkan ada hubungan yang baik antara
stabilitas campuran dan kekentalan aspal pada pemadatan
campuran dengan kadar void yang sama.
h. Sensitivitas campuran terhadap air pada tipe dan kadar filler
yang berbeda menunjukkan variasi yang besar. Hasil tes
menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap air dapat diturunkan
dengan mengurangi kadar filler yang sensitif air.
2..1.5 Bahan Aspal

“Aspal adalah bahan alam dengan komponen kimia utama


hidrokarbon, hasil explorasi dengan warna hitam bersifat plastis hingga
cair,tidak larut dalam larutan asam encer dan alkah atau air,tapi larut
sebagian besar dalam aether, CS, bensol,dan chloroform”
(Soedang,2005;151).

Sejalan dengan pendapat tersebut, “Aspal merupakan material


perekat berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen dan
merupakan material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai
agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai temperatur tertentu dan kembali membeku jika
temperature turun” (Sukirman,1999)

Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi


sebagai :

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan


agregat antara sesama aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-
pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri.

Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka
aspal harus memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat
dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu. Penggunaan aspal
pada perkerasan jalan dapat melalui dicampurkan pada agregat sebelum
dihamparkan (prahampar), seperti lapisan beton aspal atau disiramkan
pada lapisan agregat yang telah dipadatkan dan ditutupi oleh agregat-
agregat yang lebih halus (pascahampar), seperti perkerasan penetrasi
macadam atau pelaburan. Fungsi utama aspal untuk kedua jenis proses
pembentukan perkerasan yaitu proses pencampuran prahampar dan
pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar aspal yang dicampurkan
dengan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir-bitur agregat
mengisi pori antar butir, dan meresap ke dalam pori masing-masing butir.
Pada proses pascahampar, aspal disiramkan pada lapisan agregat yang
telah dipadatkan, lalu di atasnya ditaburi butiran agregat halus. Pada
proses ini aspal akan meresap ke dalam pori-pori abtar butir agregat di
bawahnya. Fungsi utamanya adalah menghasilkan lapisan perkerasan
bagian atas yang kedap air dan tidak mengikat agregat sampai bagian
bawah.

Gambar 1.2 Fungsi aspal pada setiap butir agregat (Sukirman,2003)

Tabel 1.8. Ketentuan-ketentuan aspal Penetrasi 60/70

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga (2009)

Menurut Sukirman (1999) aspal merupakan hasil produksi dari


bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa di
laboratorium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan dapat
dipergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur.

Pemeriksaan aspal tersebut terdiri dari :

a. Pemeriksaan Penetrasi
Nilai penetrasi didapat dari uji penetrasi dari alat penetrometer pada
suhu 25ºC dengan beban 100 gr selama 5 detik, dimana dilakukan
sebanyak 5 kali. ( SNI 062456-1991)
b. Pemeriksaan Titik Lembek
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengukur nilai temperatur
dimana bola-bola baja mendesak turun lapisan aspal yang ada pada
cincin, hingga aspal tersebut menyentuh dasar pelat yang terletak di
bawah cincin pada jarak 1 (inchi), sebagai akibat dari percepatan
pemanasan tertentu. Berat bola baja 3,45-3,55 gr dengan diameter 9,53
mm. (SNI 06-2434-1991)
c. Pemeriksaan titik nyala
Pemeriksaan ini untuk menentukan suhu dimana diperoleh nyala
pertama diatas permukaan aspal dan menentukan suhu dimana terjadi
terbakarnya pertama kali diatas permukaan aspal. Dengan mengetahui
nilai titik nyala dan titik bakar aspal, maka dapat diketahui suhu
maksimum dalam memanaskan aspal sebelum terbakar. (SNI 06-2440-
1991)
d. Pemeriksaan Kehilangan Berat
Pemeriksaan ini berguna dalam pelaksanaan pengujian kehilangan
berat minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu
yang dinyatakan dengan berat semula (SNI 06-2440-1991)
e. Pemeriksaan Daktalitas Aspal
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah mengukur jarak terpanjang yang
dapat ditarik pada cetakan yang berisi aspal sebelum putus pada suhu
25ºC dengan kecepatan tarik 5 cm/menit. Besarnya daktalitas aspal
penetrasi 60/70 disyaratkan min 100 cm ( SNI 06-2432-1991
f. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal Berat jenis aspal merupakan
perbandingan antara berat aspal dengan berat air suling dengan
volume
yang sama. Persyaratan yang ditentukan untuk berat jenis aspal adalah
1 gr/cc (SNI 06-2441-1991).

2.1.6 Pemeriksaan Sifat Agregat dan Aspal

Sifat agregat yang akan digunakan sebagai material pembentuk


campuran beton aspal umumnya dicari disekitar lokasi pekerjaan. Sumber
agregat diperiksa apakah jumlahnya memenuhi kebutuhan, dan
karakteristik agregat seperti yang disyaratkan. Pertimbangan lain yang
perlu pula dilakukan adalah kebutuhan akan mesin pemecah batu, agar
dapat memproduksi agregat dengan ukuran yang dikehendaki. Sedangkan
aspal yang direncanakan akan dipergunakan dalam campuran beton aspal
umumnya didatangkan dari tempat pemasok dan dicek karakteristiknya,
apakah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam spesifikasi
pekerjaan. Pada lampiran diberikan tabel yang menunjukkan rujukan
untuk manual pengujian berdasarkan SNI dan AASHTO.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

 Bahan perkerasan jalan terdiri dari beberapa material, sesuai dengan


dengan bagian lapisannya. Seperti, lapisan pondasi bawah, lapisan
pondasi atas, dan lapisan permukaan. Masing-masing lapisan
memiliki jenis bahan material penyusun sendiri.
 Bahan material inilah yang nantinya akan menentukan kualitas
dan mutu dari perkerasan jalan yang dihasilkan atau dibangun
 Setiap bahan penyusun lapisasn perkerasan jalan mempunyai
karakteristik yang berbeda. Untuk mendapatkan kualitas perkerasan
jalan yang baik, maka harus mengetahui karakteristik setiap bahan
tersebut serta mengetahui persyaratan bahan agar dapat
menyiapkan bahan-bahan perkerasan jalan yang baik dan bermutu

SARAN

Dalam melakukan perencanaan perkerasan jalan, pengenalan karakteristik,


sifat dan syarat bahan material sangat dianjurkan. Karena mutu dan kualitas
perkerasan jalan yang dihasilkan sebanding dengan kualitas material yang
dijadikan bahan perkerasan jalan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Departmen Pekerjaan Umum, 1987. Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton


Laston Untuk Jalan Raya: Jakarta.
Imsippoliban, 2016. Spesifikasi Aspal Keras Berdasarkan Penetrasi (online)
(https://imsippoliban.files.wordpress.com/2016/03/rsni-s-01-2003-
spesifikasi-aspal-keras-berdasarkan-penetrasi.pdf), diakses 01 April 2019
M.Sc. Tm, Suprapto. 2000. Bahan dan Struktur Jalan Raya, Yogyakarta: Penerbit
Biro
Saodang, Hamirhan. 2015. Konstruksi Jalan Raya II, Bandung: Penerbit Nova
Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya, Bandung: Penerbit Nova
Sukirman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas, Jakarta: Penerbit Yayasan
Obor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai