PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi oleh hampir seluruh
negara di dunia ini. Hipertensi ditandai dengan adanya peningkatan abnormal tekanan darah
dalam pembuluh arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Menurut World Health
Organization (WHO), seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik sama
dengan atau di atas 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik sama dengan atau di atas 90
WHO pada tahun 2020 melaporkan bahwa sekitar 1,56 miliar penduduk di dunia
mengalami hipertensi. Hipertensi membunuh hampir 8 miliyar orang setiap tahun di dunia dan
hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan Asia Timur-Selatan. Prevanlensi hipertensi
di beberapa negara berbeda, di negara Amerika Serikat prevalensi hipertensi sebesar 20,5%,
di negara Eropa berkisar antara 10-15%, di Asia Timur sebesar 23,5% dan Asia Tenggara
Jumlah kasus hipertensi di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak 63.309.620 kasus,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebanyak 427.218 kematian (0,7%).
Hipertensi di Indonesia terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun
Jawa Barat tahun 2019 sebesar 34,1% dan tahun 2020 sebesar 35,7%. Sebagian besar kasus
hipertensi di Provinsi Jawa Barat berujung pada penyakit jantung sebesar 40-60% dan stroke
Berdasarkan data Provinsi Jawa Barat tahun 2020, jumlah kasus hipertensi tertinggi
terdapat di Kota Cirebon yaitu sebanyak 31.098 kasus penemuan dan paling rendah terdapat
Jumlah kasus hipertensi di Kabupaten Majalengka pada tahun 2019 sebanyak 15.092
orang (9,2%) dari jumlah 162.881 orang, sebanyak tahun 2020 sebanyak 18.469 orang
(11,0%) dari jumlah 168.577 orang. Kejadian hipertensi paling tinggi di Kabupaten
Majalengka terdapat di UPTD Puskesmas Lemahsugih pada tahun 2020 sebanyak 1.875 orang
(27,3%) dari jumlah sasaran sebanyak 8.745 orang, sedangkan paling rendah di Puskesmas
Cingambul sebanyak 254 kasus (3,9%) dari 6.512 orang (Dinas Kesehatan Kabupaten
Majalengka, 2021).
juga kerena masih banyaknya kasus hipertensi terjadi di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Lemahsugih. Berdasarkan data UPTD Puskesmas Lemahsugih pada tahun 2021 tercatat
kejadian hipertensi sebanyak 2.907 orang (33,2%) dari jumlah sasaran sebanyak 8.745 orang.
Berdasarkan data ini, kejadian hipertensi di UPTD Puskesmas Lemahsugih tahun 2020-2021
mengalami kenaikan dari 27,3% menjadi 33,2%. Menurut data UPTD Puskesmas
Lemahsugih, desa dengan angka kasus hipertensi paling tinggi terdapat di Desa Lemahsugih,
data terbaru pada bulan Januari-Februari 2022 tercatat jumlah kasus hipertensi sebanyak 476
kasus.
Hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat sehingga perlu pencegahan
dan penanganan agar tidak menimbulkan risiko atau komplikasi yang lebih parah seperi
diklasifikasikan menjadi Hipertensi primer atau essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi
primer dengan insiden 80-95% dimana pada Hipertensi jenis ini tidak diketahui penyebabnya.
Sedangkan Hipertensi sekunder akibat adanya suatu penyakit atau kelainan yang mendasari,
Hipertensi juga dapat meningkat karena adanya beberapa faktor seperti faktor yang
tidak terkontrol dan faktor yang terkontrol. Faktor yang tidak dapat dikontrol yaitu jenis
kelamin, umur, dan genetik. Sedangkan faktor yang dapat dikontrol yaitu manajemen diri,
obesitas, kurang olahraga, kebiasaan merokok, mengonsumsi garam berlebih, minum kopi
dan stres. Faktor yang dapat dikontrol menjadi salah satu cara pencegahan yang bisa
dilakukan oleh para penderita hipertensi untuk meringankan atau mengontrol tekanan
Upaya penanganan Hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penanganan secara
farmakologis dan non farmakologis. Penanganan secara farmakologis yaitu dengan cara
secara non farmakologis seperti pengontrolan berat badan, diet rendah garam, diet rendah
lemak, olahraga, berhenti merokok, manajemen stres, seknik relaksasi dan terapi
farmakologis yang dapat dilakukan secara tradisional. Menurut Hitchcock et al. dalam
(Rufaida, 2018), terapi komplementer di bagi menjadi dua yaitu invasif dan non invasif.
Terapi komplementer invasif contohnya adalah akupuntur dan cupping (bekam) yang
menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan non invasif seperti terapi energi (reiki,
chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi aroma, terapi nutrisi, food
combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur,
Terapi bekam termasuk ke dalam jenis terapi komplementer invasif yang artinya dapat
memberikan pengaruh secara langsung pada klien karena menggunakan peralatan bekam.
Terapi bekam adalah salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan dalam menangani
penyakit hipertensi agar tidak terjadi komplikasi yang lebih parah dengan teknik pengeluaran
darah dengan alat tertentu atau alat bekam (Irawan & Ari, 2017).
Terapi bekam terbagi menjadi dua macam yaitu bekam kering dan bekam basah. Pada
metode bekam basah, sehabis terjalin bendungan lokal, prosesnya dilanjutkan dengan
penusukan jarum bekam di permukaan kulit menggunakan pisau bekam atau bisturi agar
darah kotor dapat dikeluarkan. Bekam basah dianggap lebih efektif untuk berbagai penyakit,
terutama penyakit yang berkaitan dengan gangguan pada pembuluh darah. Berbeda dengan
bekam kering yang bisa jadi hanya mengobati penyakit ringan. Bekam basah bisa menolong
menanggulangi penyakit yang lebih parah, kronis ataupun degeneratif, seperti hipertensi
(Mardiah, 2018).
Terapi bekam mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan, salah satunya manfaat
dalam penurunan tekanan darah pada pasien penderita hipertensi. Terapi bekam dapat
menimbulkan reaksi peradangan (rubor, dolor, kalor, funsiolesa), hal ini menunjukkan
terjadinya kerusakan dari mast cell dan lain-lain akibat pembekaman mengeluarkan beberapa
zat seperti serotonin, histamine, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain
yang belum diketahui. Zat-zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol, serta
flare reaction pada daerah yang dibekam dan terjadi pengeluaran faktor pembuat relaksasi
dikenal dengan nama Oksida Nitrat (NO) yang akan berdampak pada relaksasi otot polos
pembuluh darah. Saat dilakukan pembekaman akan keluar zat-zat tersebut yang akan
menyebabkan relaksasi dan vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga menurunkan tahanan
dari pembuluh darah yang akan berdampak pada menurunnya tekanan darah (Irawan & Ari,
2017).
Terapi bekam basah diketahui dapat membersihkan tubuh dari toksik dengan cara
darah dengan alat tertentu. Dengan dilakukannya bekam, tubuh akan mengeluarkan zat seperti
perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah yang akan berefek relaksasi pada otot yang kaku
serta menstabilkan tekanan darah. Penderita hipertensi seletah mendapatkan terapi bekam
Hasil penelitian (Nuridah & Yodang, 2021) mengenai pengaruh terapi bekam terhadap
tekanan darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kolaka dengan metode
pembekaman basah, tekanan darah sistole dan diastole mengalami penurunan secara
terhadap tekanan darah penderita hipertensi di Klinik Master Bekam Way Halim Bandar
Lampung dengan metode eksperimen semu dan jumlah respondennya 40 orang. Hasil
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Susanah dkk., 2017) mengenai pengaruh terapi
bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Poliklinik Trio Husada
Malang dengan metode quasi experimental with one group pretest-posttest design dengan
terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi ( = 0,000).
penderita mengatakan penanganan hipertensi selama ini hanya dilakukan dengan cara berobat
selama ini hanya mengurangi aktifitas fisik yang berat dan mengkonsumsi herbal untuk
menurunkan tekanan darahnya. Dari 10 penderita hipertensi tersebut, belum ada yang pernah
melakukan terapi bekam sebagai cara alternatif untuk mengatasi hipertensi yang dideritanya.
mengenai “Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penyakit
B. Rumusan Masalah
kenaikan dari 27,3% menjadi 33,2% dan desa dengan angka kasus hipertensi paling tinggi
terdapat di Desa Lemahsugih yaitu pada bulan Januari-Juli 2022 tercatat sebanyak 476 kasus,
serta hasil studi pendahuluan di Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih, dari 10 penderita
hipertensi belum ada yang pernah melakukan terapi bekam sebagai cara alternatif untuk
mengatasi hipertensi yang dideritanya, pengobatan yang biasa dilakukan yaitu melakukan
kontrol tekanan darah, mengurangi aktifitas fisik yang berat dan beberapa mengkonsumsi
herbal untuk menurunkan tekanan darahnya. Maka pertanyaan dalam penelitian ini yaitu
“Apakah ada pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penyakit
C Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada
Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sebelum terapi bekam pada penyakit
2022.
b. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sesudah terapi bekam pada penyakit
2022.
c. Untuk mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya tentang penurunan tekanan darah pada
pasien penderita Hipertensi dengan cara non farmakologis yaitu dengan terapi bekam.
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada petugas
terapi bekam.
masa yang akan datang dengan memperhatikan desain atau variabel lain yang diteliti.