Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi oleh hampir seluruh

negara di dunia ini. Hipertensi ditandai dengan adanya peningkatan abnormal tekanan darah

dalam pembuluh arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Menurut World Health

Organization (WHO), seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik sama

dengan atau di atas 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik sama dengan atau di atas 90

mmHg (WHO, 2021).

WHO pada tahun 2020 melaporkan bahwa sekitar 1,56 miliar penduduk di dunia

mengalami hipertensi. Hipertensi membunuh hampir 8 miliyar orang setiap tahun di dunia dan

hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan Asia Timur-Selatan. Prevanlensi hipertensi

di beberapa negara berbeda, di negara Amerika Serikat prevalensi hipertensi sebesar 20,5%,

di negara Eropa berkisar antara 10-15%, di Asia Timur sebesar 23,5% dan Asia Tenggara

sebesar 21,5% (WHO, 2021).

Jumlah kasus hipertensi di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak 63.309.620 kasus,

sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebanyak 427.218 kematian (0,7%).

Hipertensi di Indonesia terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun

(45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%) (Kementerian Kesehatan RI, 2021).

Prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia yaitu Provinsi Kalimantan Selatan (44.1%),

sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Sedangkan prevalensi hipertensi di Provinsi

Jawa Barat tahun 2019 sebesar 34,1% dan tahun 2020 sebesar 35,7%. Sebagian besar kasus
hipertensi di Provinsi Jawa Barat berujung pada penyakit jantung sebesar 40-60% dan stroke

sebesar 15-30% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2021).

Berdasarkan data Provinsi Jawa Barat tahun 2020, jumlah kasus hipertensi tertinggi

terdapat di Kota Cirebon yaitu sebanyak 31.098 kasus penemuan dan paling rendah terdapat

di Kabupaten Pangandaran sebanyak 6.789 kasus penemuan hipertensi (Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Barat, 2021).

Jumlah kasus hipertensi di Kabupaten Majalengka pada tahun 2019 sebanyak 15.092

orang (9,2%) dari jumlah 162.881 orang, sebanyak tahun 2020 sebanyak 18.469 orang

(11,0%) dari jumlah 168.577 orang. Kejadian hipertensi paling tinggi di Kabupaten

Majalengka terdapat di UPTD Puskesmas Lemahsugih pada tahun 2020 sebanyak 1.875 orang

(27,3%) dari jumlah sasaran sebanyak 8.745 orang, sedangkan paling rendah di Puskesmas

Cingambul sebanyak 254 kasus (3,9%) dari 6.512 orang (Dinas Kesehatan Kabupaten

Majalengka, 2021).

Pemilihan lokasi di UPTD Puskesmas Lemahsugih disamping karena situasi pandemi

juga kerena masih banyaknya kasus hipertensi terjadi di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Lemahsugih. Berdasarkan data UPTD Puskesmas Lemahsugih pada tahun 2021 tercatat

kejadian hipertensi sebanyak 2.907 orang (33,2%) dari jumlah sasaran sebanyak 8.745 orang.

Berdasarkan data ini, kejadian hipertensi di UPTD Puskesmas Lemahsugih tahun 2020-2021

mengalami kenaikan dari 27,3% menjadi 33,2%. Menurut data UPTD Puskesmas

Lemahsugih, desa dengan angka kasus hipertensi paling tinggi terdapat di Desa Lemahsugih,

data terbaru pada bulan Januari-Februari 2022 tercatat jumlah kasus hipertensi sebanyak 476

kasus.
Hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat sehingga perlu pencegahan

dan penanganan agar tidak menimbulkan risiko atau komplikasi yang lebih parah seperi

jantung, stroke dan bahkan kematian. Berdasarkan etiologinya, Hipertensi dapat

diklasifikasikan menjadi Hipertensi primer atau essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi

primer dengan insiden 80-95% dimana pada Hipertensi jenis ini tidak diketahui penyebabnya.

Sedangkan Hipertensi sekunder akibat adanya suatu penyakit atau kelainan yang mendasari,

seperti stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, feokromositoma, hiperaldosteronism,

dan sebagainya (Potter & Perry, 2017).

Hipertensi juga dapat meningkat karena adanya beberapa faktor seperti faktor yang

tidak terkontrol dan faktor yang terkontrol. Faktor yang tidak dapat dikontrol yaitu jenis

kelamin, umur, dan genetik. Sedangkan faktor yang dapat dikontrol yaitu manajemen diri,

obesitas, kurang olahraga, kebiasaan merokok, mengonsumsi garam berlebih, minum kopi

dan stres. Faktor yang dapat dikontrol menjadi salah satu cara pencegahan yang bisa

dilakukan oleh para penderita hipertensi untuk meringankan atau mengontrol tekanan

darahnya (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Upaya penanganan Hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penanganan secara

farmakologis dan non farmakologis. Penanganan secara farmakologis yaitu dengan cara

pemberian obat-obatan (farmakologis) meliputi pemberian diuretik, penghambat simpatetik,

betabloker, vasodilator dan penghambat enzim konversi angiostensin. Sedangkan penanganan

secara non farmakologis seperti pengontrolan berat badan, diet rendah garam, diet rendah

lemak, olahraga, berhenti merokok, manajemen stres, seknik relaksasi dan terapi

komplementer (Potter & Perry, 2017).


Terapi komplementer pada pengobatan hipertensi merupakan sebuah penanganan non

farmakologis yang dapat dilakukan secara tradisional. Menurut Hitchcock et al. dalam

(Rufaida, 2018), terapi komplementer di bagi menjadi dua yaitu invasif dan non invasif.

Terapi komplementer invasif contohnya adalah akupuntur dan cupping (bekam) yang

menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan non invasif seperti terapi energi (reiki,

chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi aroma, terapi nutrisi, food

combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur,

pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya.

Terapi bekam termasuk ke dalam jenis terapi komplementer invasif yang artinya dapat

memberikan pengaruh secara langsung pada klien karena menggunakan peralatan bekam.

Terapi bekam adalah salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan dalam menangani

penyakit hipertensi agar tidak terjadi komplikasi yang lebih parah dengan teknik pengeluaran

darah dengan alat tertentu atau alat bekam (Irawan & Ari, 2017).

Terapi bekam terbagi menjadi dua macam yaitu bekam kering dan bekam basah. Pada

metode bekam basah, sehabis terjalin bendungan lokal, prosesnya dilanjutkan dengan

penusukan jarum bekam di permukaan kulit menggunakan pisau bekam atau bisturi agar

darah kotor dapat dikeluarkan. Bekam basah dianggap lebih efektif untuk berbagai penyakit,

terutama penyakit yang berkaitan dengan gangguan pada pembuluh darah. Berbeda dengan

bekam kering yang bisa jadi hanya mengobati penyakit ringan. Bekam basah bisa menolong

menanggulangi penyakit yang lebih parah, kronis ataupun degeneratif, seperti hipertensi

(Mardiah, 2018).

Terapi bekam mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan, salah satunya manfaat

dalam penurunan tekanan darah pada pasien penderita hipertensi. Terapi bekam dapat
menimbulkan reaksi peradangan (rubor, dolor, kalor, funsiolesa), hal ini menunjukkan

terjadinya kerusakan dari mast cell dan lain-lain akibat pembekaman mengeluarkan beberapa

zat seperti serotonin, histamine, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain

yang belum diketahui. Zat-zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol, serta

flare reaction pada daerah yang dibekam dan terjadi pengeluaran faktor pembuat relaksasi

derivat endotel (FBRDE, endhotelium-derived relaxing factor/EDRF) atau sekarang lebih

dikenal dengan nama Oksida Nitrat (NO) yang akan berdampak pada relaksasi otot polos

pembuluh darah. Saat dilakukan pembekaman akan keluar zat-zat tersebut yang akan

menyebabkan relaksasi dan vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga menurunkan tahanan

dari pembuluh darah yang akan berdampak pada menurunnya tekanan darah (Irawan & Ari,

2017).

Terapi bekam basah diketahui dapat membersihkan tubuh dari toksik dengan cara

penyanyatan atau tusukan-tusukan kecil di permukaan kulit kemudian dilakukan pengeluaran

darah dengan alat tertentu. Dengan dilakukannya bekam, tubuh akan mengeluarkan zat seperti

serotonin, histamin, brandkinin, slowreacing substance yang mengakibatkan terjadinya

perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah yang akan berefek relaksasi pada otot yang kaku

serta menstabilkan tekanan darah. Penderita hipertensi seletah mendapatkan terapi bekam

selama 7 hari mengalami penurunan tekanan darah (Asis dkk., 2021).

Hasil penelitian (Nuridah & Yodang, 2021) mengenai pengaruh terapi bekam terhadap

tekanan darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kolaka dengan metode

study quasy eksperimental. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah dilakukan

pembekaman basah, tekanan darah sistole dan diastole mengalami penurunan secara

signifikan pada kelompok intervensi sebesar 0,000.


Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Fatonah, 2019) mengenai pengaruh terapi bekam

terhadap tekanan darah penderita hipertensi di Klinik Master Bekam Way Halim Bandar

Lampung dengan metode eksperimen semu dan jumlah respondennya 40 orang. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa terapi bekam berpengaruh terhadap menurunkan tekanan

darah pada pasien hipertensi dengan  = 0,007.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Susanah dkk., 2017) mengenai pengaruh terapi

bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Poliklinik Trio Husada

Malang dengan metode quasi experimental with one group pretest-posttest design dengan

responden sebanyak 23 orang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi ( = 0,000).

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Desa Lemahsugih Kecamatan

Lemahsugih Kabupaten Majalengka terhadap 10 penderita hipertensi, sebanyak 7 dari 10

penderita mengatakan penanganan hipertensi selama ini hanya dilakukan dengan cara berobat

dan memeriksakan tekanan darah ke petugas kesehatan, sedangkan 3 dari 10 mengatakan

selama ini hanya mengurangi aktifitas fisik yang berat dan mengkonsumsi herbal untuk

menurunkan tekanan darahnya. Dari 10 penderita hipertensi tersebut, belum ada yang pernah

melakukan terapi bekam sebagai cara alternatif untuk mengatasi hipertensi yang dideritanya.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penyakit

Hipertensi di Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka Tahun 2022.

B. Rumusan Masalah

Kejadian hipertensi di UPTD Puskesmas Lemahsugih tahun 2020-2021 mengalami

kenaikan dari 27,3% menjadi 33,2% dan desa dengan angka kasus hipertensi paling tinggi
terdapat di Desa Lemahsugih yaitu pada bulan Januari-Juli 2022 tercatat sebanyak 476 kasus,

serta hasil studi pendahuluan di Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih, dari 10 penderita

hipertensi belum ada yang pernah melakukan terapi bekam sebagai cara alternatif untuk

mengatasi hipertensi yang dideritanya, pengobatan yang biasa dilakukan yaitu melakukan

kontrol tekanan darah, mengurangi aktifitas fisik yang berat dan beberapa mengkonsumsi

herbal untuk menurunkan tekanan darahnya. Maka pertanyaan dalam penelitian ini yaitu

“Apakah ada pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penyakit

hipertensi di Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka Tahun 2022.”

C Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada

penyakit hipertensi di Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka

Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sebelum terapi bekam pada penyakit

hipertensi di Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka Tahun

2022.

b. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sesudah terapi bekam pada penyakit

hipertensi di Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka Tahun

2022.
c. Untuk mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada

penyakit hipertensi di Desa Lemahsugih Kecamatan Lemahsugih Kabupaten

Majalengka Tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengambangan

ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya tentang penurunan tekanan darah pada

pasien penderita Hipertensi dengan cara non farmakologis yaitu dengan terapi bekam.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi UPTD Puskesmas Lemahsugih

Melalui penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada petugas

kesehatan mengenai intervensi non farmakologis kepada penderita hipertensi dengan

terapi bekam.

b. Bagi Universitas YPIB Majalengka

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi kepustakaan di

Universitas YPIB Majalengka mengenai pengaruh terapi bekam terhadap penurunan

tekanan darah pada penyakit hipertensi

c. Bagi Pasien Hipertensi

Melalui penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

penanganan non farmakologis untuk menurunkan tekanan darah pada penderita

hipertensi yaitu dengan terapi bekam.

d. Bagi Peneliti Lain


Dapat dijadikan sebagai dasar atau bahan pertimbangan untuk penelitan sejenis di

masa yang akan datang dengan memperhatikan desain atau variabel lain yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai