Anda di halaman 1dari 78

BUKU AJAR

MANAJEMEN STRATEGI DAN MUTU PELAYANAN


KESEHATAN

Oleh
Dr. Tuti Rohani, SST, M.Kes

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER (S2)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TA. 2020/2021
i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Buku Ajar : Manajemen Strategi Dan Mutu Pelayanan Kesehatan


Mata Kuliah : Manajemen Strategi Dan Mutu Pelayanan Kesehatan
Kode Mata Kuliah :
Nama Penulis : Dr. Tuti Rohani, SST. M.Kes
Program Studi : Kesehatan Masyarakat (S2)

Mengetahui, Bengkulu, September 2020


Wakil Dekan FIKES UNIVED Bengkulu, Penulis

Ns. Berlian Kando Sianifar, S.Kep, M.Kes Darmawansyah, SKM, M.Kes


NIK. 1703211 NIDN. 0203038904

Menyetujui,
Dekan FIKES UNIVED Bengkulu

Dr. Ida Samidah, S.Kp. M.Kes


NIK. 1703238

ii
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASAYARAKAT (S1)
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU

VISI

Menjadi Program Studi yang Menghasilkan Lulusan Sarjana Kesehatan Masyarakat yang
Profesional, Kompetitif, Kredibel serta Memiliki Keunggulan Jiwa Kewirausahaan dalam
Memberikan Pelayanan Kesehatan Masyarakat tahun 2034.

MISI
1. Menyelenggarakan Pendidikan dan Pembelajaran sesuai Standar Nasional
Pendidikan Tinggi dengan Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan.
2. Menyelenggarakan Penelitian untuk Mengembangkan Ilmu dan Teknologi Dibidang
Kesehatan Masyarakat dalam Menunjukkan Pendidikan dan Pengabdian
Masyarakat.
3. Menyelenggarakan dan Mengembangkan Pengabdian Dibidang Kesehatan
Masyarakat sesuai Hasil Rekomendasi Penelitian untuk Menunjang Pendidikan.
4. Menyelenggarakan Tata Kelola Program Studi Kesehatan Masyarakat dengan
Menerapkan Transparansi dan Akuntabel.

TUJUAN
1. Menghasilkan lulusan sarjana kesehatan masyarakat yang memiliki kompetensi
sesuai standar nasional dan memiliki sertifikat kompetensi.
2. Menghasilkan lulusan sarjana kesehatan masyarakat yang memiliki moral, etika,
dan kepribadian yang baik dalam tugasnya secara profesional.
3. Menghasilkan lulusan sarjana kesehatan masyarakat yang menguasai teori dan
konsep ilmu kesehatan masyarakat.
4. Menghasilkan lulusan sarjana kesehatan yang mampu mengaplikasikan ilmu
kesehatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program
kesehatan.

iii
5. Menghasilkan lulusan sarjana kesehatan masyarakat yang memiliki kemampuan
manajerial melaksanakan penelitian secara profesional.
6. Menghasilkan lulusan sarjana kesehatan masyarakat yang mampu memimpin tim
kerja dalam kegiatan Pengabdian masyarakat melalui kerjasama dengan berbagai
pihak dan mempertanggungjawabkan pekerjaanya secara professional.

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya
sehingga Buku Ajar Manajemen Strategi Dan Mutu Pelayanan Kesehatan dapat
diterbitkan sesuai dengan kebutuhan kurikulum pendidikan kesehatan masyarakat
khususnya bidang kajian pelayanan kesehatan. Buku ajar ini disusun secara sistematis
agar mudah dipahami. Materi dalam buku ajar ini sangat cocok untuk dibaca oleh
mahasiswa di bidang kesehatan masyarakat. Buku ajar ini membahas tentang dasar
epidemiologi yang sangat dibutuhkan untuk menunjang referensi bagi mahasiswa.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
menginspirasi penyusunan buku ajar ini. Penulis menyadari keterbatasan dalam
penyusunan buku ajar ini. Untuk itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak demi penyempurnaan buku ajar berikutnya yang akan datang. Semoga buku ajar
ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan yang membacanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Penulis,

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
VISI MISI TUJUAN ................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1


1. Tujuan Intruksional Khusus ......................................................................... 1
2. Pentingnya Mempelajari Materi ................................................................. 1
3. Petunjuk Mempelajari Isi Buku Ajar ......................................................... 1

BAB II MENGANALISIS SISTEM PELAYANAN KESEHATAN...................... 2


1. Upaya Kesehatan................................................................................................ 2
2. Pembiayaan Kesehatan................................................................................... 3
3. Sumber Daya Kesehatan………………………………………………………….. 9

BAB III PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN......................... 11


1. Upaya Pelayanan Kesehatan Primer.......................................................... 11
2. Upaya Pelayanan Kesehatan Sekunder..................................................... 13
3. Upaya Pelayanan Kesehatan Tersier ........................................................ 14

BAB IV MENGAUDIT PEMBIAYAAN KESEHATAN ...................................... 16


1. Tujuan Pembiayaan Kesehatan.................................................................... 16
2. Prinsip Pembiayaan Kesehatan................................................................... 18
3. Penyelenggara Pembiayaan Kesehatan……………………………………. 19
4. Masalah Pembiayaan Kesehatan……………………………………………… 21

BAB V MENGEVALUASI MASALAH PELAYANAN KESEHATAN .............. 23


1. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 23
2. Penentuan Prioritas Masalah…………………………………………………... 24
3. Penentuan Penyebab Masalah…………………………………………………. 25
4. Pengumpulan Data Penyebab Masalah…………………………………….. 29
5. Penentuan Alternatif Pemecahab Masalah……………………………….. 29
6. Penentuan Pemecahan Masalah Terpilih………………………………….. 30
7. Penyusunan Rencana Pemecahan……………………………………………. 30
8. Pemantauan Dan Evaluasi Hasil……………………………………………… 30

BAB VI MENYAMPAIKAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN................... 32


1. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan........................................................... 32
2. Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan......................................................... 33
3. Dimensi Pelayanan Kesehatan…………………………………………………. 33

BAB VII MENERAPKAN DESAIN MUTU ......................................................... 35


1. Program Pengawasan Mutu atau Quality Control Program............ 35

vi
2. Programa Peningkatan Mutu atau Quality Improvement…………. 38
3. Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management……... 39
4. Peningkatan Mutu Berkesinambungan ……………………………………. 39

BAB VIII MENGUKUR BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU.................. 40


1. Quality Assurance Ditimjau Dari Pelaksanaannya.............................. 40
2. Ditinjau Dari Kedudukan Organisasi………………………………………... 41
3. Ditinjau Dari Kegiatan Pelayanan Kesehatan……………………………. 41

BAB IX MEMBUAT ASPEK KUANTITATIF MUTU........................................ 43


1. The Seven Simpel Quality Control.............................................................. 43
2. Pengertian dan Konsep Aspek Kuantitatif………………………………… 45

BAB X MERENCANAKAN KONSEP AKREDITASI PELAYANAN KES ....... 49


1. Pengertian dan Konsep akreditasi RS ...................................................... 49
2. Tujuan dan manfaat akreditasi RS…………………………………………… 50
3. Tahapan Penyelenggaraan Akreditasi…………………………………… 50
4. Standar akreditasi Rumah Sakit………………………………………………. 50
5. Proses dan Hasil Penelitian Akreditasi Kampus……………………….. 51

BAB XI MENGURAIKAN KONSEP DAN PENERAPAN BUDAYA................ 56


1. Pengertian dan Konsep Keselamatan Pasien......................................... 56
2. Budaya Keselamatan Pasien……………………………………………………. 57
3. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien……………………………. 59
4. Pencatatan dan Pelaporan Insiden Keselamatan……………………… 59
5. Monitoring dan Evaluasi Keselamatan Pasien…………………………. 63

BAB XII MEMBUAT LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RS.............................. 67


1. Gambaran Pengelolaan (Manajemen Mutu) .......................................... 67
2. Program Mutu………………………………………………………………………... 68
3. Hambatan dan Kendala Program Mutu Rs………………………………... 68

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 96

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mempelajari buku ajar diharapkan mahasisma mampu memahami :
1. System pelayanan kesehatan di indonesia
2. Konsep manajemen mutu pelayanan kesehatan
3. Standar mutu pelayanan kesehatan
4. Indikator mutu pelayanan kesehatan
5. Metode mutu pelayanan kesehatan
6. Pengukuran dan penilaian mutu pelayanan
7. Pengukuran kepuasan pelanggan
8. Konsep akreditasi pelayanan kesehatan
9. Tahapan dan prosesnya pada pelayanan kesehatan
10. Konsep Penerapan budaya keselamatan pasien (patient safety)
11. Pelayanan kesehatan laporan hasil kunjungan rumah sakit (seminar/presentasi
mutu)
B. Pentingnya Mempelajari Materi
Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang Sistem pelayanan Kesehatan di
Indonesia, Konsep manajemen mutu pelayanan Kesehatan, Standar mutu pelayanan
Kesehatan, Indikator mutu pelayanan Kesehatan, Metode mutu pelayanan kesehatan,
Pengukuran dan penilaian mutu prlayanan, Pengukuran keputusan pelanggan, Konsep
akreditasi pelayanan Kesehatan, Tahapan dan prosesnya pada pelayanan Kesehatan,
Konsep Penerapan budaya keselamatan pasien (patient safety), Pelayanan Kesehatan
laporan hasil kunjungan rumah sakit (seminar/presentasi mutu).

C. Petujuk Mempelajari Isi Buku Ajar


1. Bacalah tujuan mempelajari isi buku ajar ini dan kemampuan yang harus dicapai
2. Baca dan pahami setiap isi BAB
3. Tanyakan pada dosen pengampu dan atau ahli epedemiologi bila ada hal-hal yang
perlu diklarifikasi atau memerlukan pemahaman lebih lanjut
4. Buatlah ringkasan tiap sub BAB agar melatih kemampuan memahami hal hal yang
penting

1
BAB II
MENGANALISIS SISTEM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA DAN
DUNIA
A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
1. Upaya Kesehatan
2. Pembiayaan Kesehatan
3. Sumber Daya Kesehatan

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

C. Materi Pembelajaran
1. Upaya Kesehatan
Adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional,regional
dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan
derajat kesehatan masyarakat.Upaya ini terdiri dari: Upaya Promosi
Kesehatan,Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta
Keluarga Berencana,Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat,Upaya Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Menular.[1]
 Promosi Kesehatan (PROMKES)

 Kesehatan Lingkungan

 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak Serta Keluarga Berencana

2
 Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

 Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)

 Surveilans dan Imunisasi


2. Pembiayaan Kesehatan
Di Indonesia pembiayaan kesehatan merupakan sub sistem dalam SKN.
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan pengelolaan upaya-upaya
penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Pembiayaan kesehatan merupakan dasar dari kemampuan sistem
kesehatan suatu negara untuk memelihara dan meningkatkan kesejahteraan
penduduknya. Dana/uang yang terkumpul digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan seperti membayar para tenaga kesehatan, obat-obatan dan
juga membiayai kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif. Dengan
dideklarasikannya universal health coverage (UHC) maka pembiayaan kesehatan
saat ini ditujukan pula untuk memberikan perlindungan resiko keuangan
penduduk yang artinya adalah pembiayaan kesehatan juga digunakan untuk
membantu masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan akibat menderita
suatu penyakit tanpa harus mengalami resiko finansial yang berakibat
kemiskinan. Dapat disimpulkan bahwa pembiayaan kesehatan mempunyai dua
hal tujuan yaitu mengumpulkan dana yang cukup dan memberikan perlindungan
risiko keuangan kepada penduduk.
Salah satu subsistem dalam kesehatan nasional adalah subsistem
pembiayaan kesehatan. Pembiayaan kesehatan sendiri merupakan besarnya dana
yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan
berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok,
dan masyarakarat. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan
pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil, dan termanfaatkan. Secara umum, sumber biaya kesehatan

3
dapat dibedakan menjadi pembiayaan yang bersumber dari anggaran pemerintah
dan pembiayaan yang bersumber dari anggaran masyarakat.
Biaya kesehatan merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Azrul A, 1996).
Adanya sektor pemerintah dan sektor swasta dalam penyelenggaraan
kesehatan sangat mempengaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu
negara. Total biaya dari sektor pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana
yang dikeluarkan oleh pemakai jasa, tapi dari besarnya dana yang dikeluarkan
oleh pemerintah (expense) untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Sumber Biaya Kesehatan


Pelayanan kesehatan dibiayai dari berbagai sumber, yaitu :

a. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi


dan kabupaten/kota) dengan dana berasal dari pajak (umum dan
penjualan), deficit, financial (pinjaman luar negeri) serta asuransi sosal.
b. Swasta, dengan sumber dana dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta,
sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help.

Berikut Alur Dana Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah

4
Macam-macam Sistem Pembiayaan Kesehatan Nasional Sistem pembiayaan
kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu: 1. Fee for Service
( Out of Pocket ) Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran
berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar
kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit)
mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin
banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Sebagian
besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan
kesehatan secara Fee for Service ini.

Dari laporan World Health Organization di tahun 2006 sebagian besar


(70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada system Fee for Service dan
hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009).
Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi
pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency Relationship,
dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang
diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi.
Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang
akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara

5
tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada
pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak. 2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga
atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health
insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group
(DRG system). Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa
pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per
peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran
bagi PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu
lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka
sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unicost) tertentu.
Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related
Group) tidak berbeda jauh dengan system kapitasi di atas. Pada system ini,
pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien.
PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu
dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang
diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien,
sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK. Kelemahan dari system Health
Insurance adalah dapat terjadinya underutilization dimana dapat terjadi
penurunan kualitas dan fasilitas yang diberikan kepada pasien untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak
bergabung dalam system ini, maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan.
Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan system ini berupa PPK mendapat
jaminan adanya pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal
periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya
multidrug dan multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kearah
preventif dan promotif kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai,
pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien
menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan
layanan ( Fee for Service) yang selama ini berlaku. Hal ini belum dapat dilakukan
sepenuhnya oleh Indonesia. Tentu saja karena masih ada hambatan dan

6
tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan
asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan
dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi
dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar
rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya
pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana
penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka
yang beresiko tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar
lebih akan membantu mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang
masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan Indonesia. Memang harus
kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan
pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun sistem pembayaran
pelayanan kesehatan ini harus bergerak dengan pengawasan dan aturan dalam
suatu sistem kesehatan yang komprehensif, yang dapat mengurangi dampak
buruk bagi pemberi dan pencari pelayanan kesehatan sehingga dapat terwujud
sistem yang lebih efektif dan efisien bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.

Telah kita ketahui bersama bahwa sumber pembiayaan untuk penyediaan


fasilitas-fasilitas kesehatan melibatkan dua pihak utama yaitu pemerintah
(public) dan swasta ( private). Kini masih diperdebatkan apakah kesehatan itu
sebenarnya barang public atau private mengingat bahwa fasilitas-fasilitas
kesehatan yang dipegang oleh pihak swasta ( private) cenderung bersifat
komersil. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi
penyediaan fasilitas kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia
merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk
pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya
sekitar 10 persen). Hal ini tentunya akan menjadi kendala terutama bagi
masyarakat golongan menengah ke bawah. Tingginya biaya kesehatan yang
harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-fasilitas kesehatan swasta tidak
sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia

7
yang tergolong menengah ke bawah. Sebelum desentralisasi alokasi anggaran
kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model
negosiasi ke provinsi-provinsi. Ketika sifat big-bang kebijakan desentralisasi
mengenai sektor kesehatan, tiba-tiba menjadi alokasi anggaran pembangunan
yang disebut dana alokasi umum (DAU). Dan yang mengejutkan bahwa anggaran
kesehatan eksplisit tidak dimasukan di dalam formula DAU. Akibatnya, dinas
kesehatan berjuang mendapatkan anggaran untuk sektor kesehatan sendiri.
Pemerintah di sektor kesehatan harus merencanakan dan menganggarkan
program kesehatan, dan bersaing untuk mendapatkan dana dengan sektor lain.
Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
 Bersumber dari anggaran pemerintah Pada sistem ini, biaya dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh
pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah
sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan
oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik,
sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
Anggaran yang bersumber dari pemerintah ini dibagi juga menjadi :
 Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi
BBM dan ABT
 Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)
 Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten atau
kota (PAD ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota dan
DAK kabupaten atau kota
 Keuntungan badan usaha milik daerah
 Penjualan aset dan obligasi daerah
 Hutang pemerintah daerah
 Bersumber dari anggaran masyarakat Dapat berasal dari individual ataupun
perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan
aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal
ini memberikan dampak adanya pelayananpelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat
8
berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau
penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut.
Contohnya CSR atau (Corporate Social Reponsibility) dan pengeluaran rumah
tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui sistem asuransi. Dana yang
bersumber dari swasta anatara lain :
 Perusahaan swasta
 Lembaga swadaya masyarakat
 Dana kemanusiaan (charity)
 Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri Sumber pembiayaan kesehatan,
khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu cukup sering
diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh organisasi sosial
ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar negeri
untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada
negaranegara berkembang (termasuk Indonesia).

 Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat Sistem ini banyak diadopsi


oleh negaranegara di dunia karena dapat mengakomodasi kelemahan-
kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya.
Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh
pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini
juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang
dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan. Dengan ikut sertanya
masyarakat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, maka ditemukan
pelayanan kesehatan swasta. Selanjutnya dengan diikutsertakannya
masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka pelayanan
kesehatan tidaklah cuma-cuma. Masyarakat diharuskan membayar pelayanan
kesehatan yang dimanfaatkannya. Sekalipun pada saat ini makin banyak saja
negara yang mengikutsertakan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan,
namun tidak ditemukan satu negara pun yang pemerintah sepenuhnya tidak
ikut serta. Pada negara yang peranan swastanya sangat dominan pun peranan
pemerintah tetap ditemukan. Paling tidak dalam membiayai upaya kesehatan

9
masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang menyangkut
kepentingan masyarakat yang kurang mampu.
3. Sumber Daya Kesehatan
Sumber daya manusia  kesehatan adalah tenaga kesehatan (termasuk
tenaga kesehatan strategis) dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang
terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan
manajemen kesehatan.
Bidang Sumber Daya Kesehatan membawahi :
 Seksi Sarana, Prasarana dan Alat Kesehatan;
 Seksi Farmasi, Makanan Minuman dan Perbekalan Kesehatan;
 Seksi Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan dan Sistem
Informasi Kesehatan (SIK).

D. Soal-Soal Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan upaya Kesehatan?
2. Sebutkan dan Jelaskan apa saja upaya Kesehatan di Indonesia!
3. Jelaskan bagaimana sistem pembiayaan di Indonesia!
4. Apasaja sumber pembiayaan Kesehatan di Indonesia?
5. Jelaskan yang dimaksud dengan sumber daya Kesehatan!

10
BAB III
MENYIMPULKAN PENYELENGGARAAN UPAYA PELAYANAN
KESEHATAN
A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
1. Upaya Pelayanan Kesehatan Primer
2. Upaya Pelayanan Kesehatan Sekunder
3. Upaya Pelayanan Kesehatan Tersier

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

11
C. Materi Pembelajaran
1. Upaya Pelayanan Kesehatan Primer
Pelayanan kesehatan primer adalah rangkaian pelayanan kesehatan dasar
terintegrasi yang dimulai dari upaya promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis
penyakit, sampai kepada upaya penanganan dan rehabilitasi.
Pelayanan kesehatan primer atau tingkat pertama merupakan pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) yang
meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap (Permenkes No. 71 Tahun 2013).
Layanan kesehatan primer atau primary health care (PHC) adalah kegiatan
pelayanan kesehatan esensial dan universal yang berdasar kepada metode dan
teknologi praktis, ilmiah dan sosial, yang dapat diakses secara adil oleh individu,
keluarga maupun masyarakat, dengan partisipasi dan pembiayaan yang terjangkau
oleh masyarakat dan negara sehingga memungkinkan cakupan pelayanan
kesehatan semesta dan tercapainya tujuan kesehatan untuk semua warga (WHO,
1978; Murti, 2012) PHC pertama kali di perkenalkan oleh WHO pada tahun 1978,
sebagai strategi global atau pendekatan untuk mencapai “Kesehatan bagi Semua di
tahun 2000”. Tujuan dari PHC adalah untuk meningkatkan akses individu dan
keluarga dalam komunitas terhadap layanan kesehatan yang esensial dan
berkualitas.
Di Indonesia, PHC memiliki 3 (tiga) strategi utama, yaitu: kerjasama
multisektoral, partisipasi masyarakat, serta penerapan teknologi sesuai kebutuhan
masyarakat (Kemenkes RI, 2011) Dalam deklarasi Alma Ata di Genewa, PHC adalah
kontak pertama individu, keluarga atau masyarakat dengan sistem pelayanan.
Pengertian ini sesuai dengan definisi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun
2009, yang menyatakan bahwa upaya kesehatan primer adalah upaya kesehatan
dasar dimana terjadi kontak pertama perorangan atau masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan sebagai proses awal pelayanan kesehatan langsung meaupun
pelayanan kesehatan penunjang, dengan mekanisme rujukan timbalbalik
(Kemenkes RI, 2011) Penyelenggaraan PHC di Indonesia, dilaksanakan oleh
Pemerintah dan Swasta.[2]
Di Jajaran Pemerintah, PHC dilaksanakan Puskesmas dan jaringan yang berbasis
komunitas dan partisipasi masyarakat, seperti Poskesdes dan Posyandu yang ada

12
disetiap wilayah kecamatan dan kelurahan. Sedangkan di kalangan swasta, PHC
dilaksanakan oleh klinik kesehatan, dokter praktik serta bidan praktik (Kemenkes
RI, 2011) Sesuai dengan konferensi Alma Ata, prinsip PHC yang diterapkan antara
lain:
a. Pemerataan Upaya Kesehatan PHC menekankan pentingnya akses yang adil
terhadap kesehatan individu dan masyarakat. Distribusi layanan kesehatan
harus diberikan sama kepada semua orang yang memerlukan, tanpa
memandang status sosial demografi, ekonomi, maupun budaya untuk
memproduksi kesehatan.
b. Penekanan pada Upaya Preventif\ Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang
meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan guna memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan dengan peran serta individu agar berperilaku
sehat serta mencegah terjangkitnya penyakit.
c. Penggunaan Teknologi Tepat Guna dalam Upaya Kesehatan Teknologi tepat guna
disediakan untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan dasar yang
menyeluruh terhadap masyarakat. Teknologi medis harus dapat diakses,
terjangkau, layak dan sesuai budaya masyarakat, sehingga dapat meningkatkan
kepuasan dan performance layanan kesehatan.
d. Peran Serta Masyarakat dalam Semangat Kemandirian Upaya pemeliharaan
kesehatan komunitas tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan dan
partisipasi dari masyarakat. Partisipasi masyarakat adalah proses dimana setiap
individu dan keluarga memiliki kesadaran dan bertanggung jawab terhadap
kesehatan mereka sendiri serta lingkungan mereka, serta berkontribusi dalam
pembangunan kesehatan
e. Kerjasama Lintas Sektoran dalam Pembangunan Kesehatan Kesehatan tidak
dapat diperbaiki oleh intervensi sektor kesehatan saja. Sektor lain juga memiliki
peran untuk mempromosikan kesehatan dan mendukung upaya kesehatan,
seperti sektor pendidikan, pertanian, komunikasi, infrastruktur, pekerjaan
umum, pembangunan desa, industri, organisasi masyarakat, dan lain-lain.
Terdapat 8 (delapan) elemen dasar dalam pelaksanaan PHC, antara lain
(Martini, 2009)

13
a. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
pengendaliannya
b. Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
c. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
d. Kesehatan ibu anak serta KB
e. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama
f. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemi setempat
g. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa
h. Penyediaan obat-obat esensial.
2. Upaya Pelayanan Kesehatan Sekunder
Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan, yang
terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan sekunder &pelayanan kesehatan masya-
rakat sekunder.
Pelayanan kesehatan sekunder atau tingkat kedua ini ditujukan kepada
masyarakat atau kelompok yang membutuhkan pelayanan jalan
atau pelayanan rawat inap.

Ada pun kriteria sasaran pelayanan kesehatan sekunder ini adalah pasien yang


tidak lagi dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.

Pelayanan kesehatan sekunder (secondary health care) bersifat spesialis atau


subspesialis yang dilakukan oleh dokter spesialis dan dokter subspesialis terbatas.

Pelayanan kesehatan sekunder atau tingkat kedua ini ditujukan kepada


masyarakat atau kelompok yang membutuhkan pelayanan jalan atau pelayanan
rawat inap.

Ada pun kriteria sasaran pelayanan kesehatan sekunder ini adalah pasien yang
tidak lagi dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.

Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan sekunder ini


seperti rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D seperti RSUD atau rumah sakit swasta.

3. Upaya Pelayanan Kesehatan Tersier

14
Pelayanan kesehatan tersier (tertiary health care) mengutamakan pelayanan
subspesialis dan subspesialis luas yang dilakukan oleh dokter subspesialis dan dokter
subspesialis luas.
Pelayanan kesehatan tingkat tiga ini ditujukan kepada masyarakat yang
membutuhkan pelayanan jalan maupun pelayanan rawat inap (rehabilitasi) pada
kelompok atau masyarakat.
Ada pun kategori pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan tersier ini
adalah mereka yang tidak dapat ditangani pada pelayanan kesehatan sekunder.
Fasiltias kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tersier atau
tingkat ketiga ini adalah rumah sakit tipe A, rumah sakit tipe B seperti RSUD, RSUP
ataupun rumah sakit swasta.

D. Soal-Soal Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan upaya pelayanan Kesehatan!
2. Apa yang dimaksud dengan upaya pelayanan Kesehatan primer dan berikan
contohnya!
3. Apa yang dimaksud dengan upaya pelayanan Kesehatan sekunder dan berikan
contohnya!
4. Apa yang dimaksud dengan upaya pelayanan Kesehatan tersier dan berikan
contohnya
5. Coba bandingkan dari ketiga upaya pelayanan Kesehatan tersebut dan bandingkan!

15
BAB IV
MENGAUDIT PEMBIAYAAN KESEHATAN

A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


1. Tujuan Pembiayaan Kesehatan
2. Prinsip Pembiayaan Kesehatan
3. Penyelenggaraan Pembiayaan Kesehatan
4. Masalah Pembiayaan Kesehatan

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

16
C. Materi Pembelajaran
1. Tujuan Pembiayaan Kesehatan
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan
dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara
berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Tujuan pembiayaan kesehatan adalah untuk membuat dana yang tersedia,
serta untuk mengatur hak insentif keuangan untuk penyedia, untuk memastikan
bahwa semua individu memiliki akses ke kesehatan masyarakat yang efektif dan
perawatan kesehatan pribadi (WHO, 2008).
Menurut UU. No 36 Tahun 2009 pembiayaan kesehatan bertujuan untuk
penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang
mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya
guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Pembiayaan kesehatan yang kuat,
stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting
dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan
kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas
(assured quality).[3]
Sebuah sistem pembiayaan pelayanan kesehatan haruslah bertujuan untuk
(Setyawan FEB., 2018):
 Risk spreading, pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran
risiko biaya sepanjang waktu, sehingga besaran tersebut dapat dijangkau oleh
setiap rumah tangga. Artinya suatu sistem pembiayaan harus mampu
memprediksikan risiko kesakitan individu dan besarnya pembiayaan dalam
jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun). Kemudian besaran tersebut
dibuat rata-rata atau disebarkan dalam tiap bulan sehingga menjadi premi
(iuran, tabungan) bulanan yang harus dibayarkan oleh pemakai jasa
kesehatan.

17
 Risk pooling, beberapa jenis pelayanan kesehatan (meskipun risiko rendah
dan tidak merata) dapat sangat mahal misalnya hemodialisis, operasi spesialis
(jantung koroner) yang tidak dapat ditanggung oleh tabungan individu (risk
spreading). Sistem pembiayaan harus mampu menghitung dengan
mengakumulasikan risiko suatu kesakitan dengan biaya yang mahal antar
individu dalam suatu komunitas sehingga kelompok masyarakat dengan
tingkat kebutuhan rendah (tidak terjangkit sakit, tidak membutuhkan
pelayanan kesehatan) dapat mensubsidi kelompok masyarakat yang
membutuhkan pelayanan kesehatan. Secara sederhana, suatu sistem
pembiayaan akan menghitung risiko terjadinya masalah kesehatan dengan
biaya mahal dalam satu komunitas, dan menghitung besaran biaya tersebut
kemudian membaginya kepada setiap individu anggota komunitas. Sehingga
sesuai dengan prinsip solidaritas, besaran biaya pelayanan kesehatan yang
mahal tidak ditanggung dari tabungan individu tapi ditanggung bersama oleh
masyarakat.
 Connection between ill-health and poverty, karena adanya keterkaitan antara
kemiskinan dan kesehatan, suatu sistem pembiayaan juga harus mampu
memastikan bahwa orang miskin juga mampu pelayanan kesehatan yang layak
sesuai standar dan kebutuhan sehingga tidak harus mengeluarkan
pembiayaan yang besarnya tidak proporsional dengan pendapatan. Pada
umumnya di negara miskin dan berkembang hal ini sering terjadi. Orang
miskin harus membayar biaya pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh
penghasilan mereka dan juga memperoleh pelayanan kesehatan di bawah
standar.
 Fundamental importance of health, kesehatan merupakan kebutuhan dasar
dimana individu tidak dapat menikmati kehidupan tanpa status kesehatan
yang baik.
2. Prinsip Pembiayaan Kesehatan
 Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama
pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari
pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran
pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah, sekurang-kurangnya 5%

18
dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap
tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu
merupakan tanggung jawab pemerintah. Dana kesehatan diperoleh dari
berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang
harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin
kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara
adil, transparan, akuntabel, berhasilguna dan berdayaguna, memperhatikan
subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya
ekuitas.
 Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya
diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan dan
keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan
terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program
kesehatan yang mempunyai daya ungkittinggi terhadap peningkatan derajat
kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai. Dalam menjamin efektivitas dan
efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem pembayaran pada
fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran
prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui
kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas
manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan
kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan.
 Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan
dan masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial,
sehingga dapat menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Setiap dana kesehatan
digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan
kepemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu
pada peraturan perundangan yang berlaku.
 Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan
melalui penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana

19
sehat) atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal:
dana sosial keagamaan) untuk kepentingan kesehatan.
 Pada dasarnya penggalian, pengalikasian, dan pembelanjaan pembiayaan
kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun
untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana
perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang mampu.
Penyelenggaraan Pembiayaan Kesehatan.
3. Penyelenggaraan Pembiayaan Kesehatan
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan
kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya
meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang
preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari
penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada
pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah
upaya-upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif).
Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas atau balkesmas
saja, tetapi juga bentukbentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak
langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan. (Juanita, 2002).
Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yaitu :
 Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan
kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang
pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami
ganggunan kesehatan atau kecelakaan.
 Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health
care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih
lanjut atau rujukan. Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit,
mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan Rumah sakit kelas A. (Juanita,
2002).
Untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kesehatan
banyak hal yang harus dilakukan, salah satunya adalah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Secara umum dapat dibedakan 9 (sembilan) syarat

20
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik, yakni tersedia (available),
menyeluruh (comprehensive), berkesinambungan (countinues), terpadu
(integrated), wajar (appropiate), dapat diterima (acceptable), bermutu (quality),
tercapai (accessible) serta terjangkau (affordable). (Azwar Azrul ,1999).
Dampak krisis ekonomi di Indonesia sampai saat ini meluas ke seluruh
bidang kehidupan, termasuk bidang pelayanan kesehatan. Dilema yang dihadapi
pelayanan kesehatan, disatu pihak pelayanan kesehatan harus menjalankan misi
sosial, yakni merawat dan menolong yang sedang menderita tanpa memandang
sosial, ekonomi, agama dan sebagainya. Namun dipihak lain pelayanan kesehatan
harus bertahan secara ekonomi dalam menghadapi badai krisis tersebut. Oleh
sebab itu pelayanan kesehatan harus melakukan reformasi, reorientasi dan
revitalisasi. (Juanita, 2002).
Reformasi kebijakan pembangunan kesehatan telah selesai dilakukan
sebagaimana telah tertuang dalam Visi, Misi, Strategi dan Paradigma baru
pembangunan kesehatan yang populer dengan sebutan Indonesia Sehat.
Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah memberi arah baru
pembangunan kesehatan di Indonesia. Jika diperhatikan kebijakan dan sistem
baru hasil reformasi tersebut tampak banyak perubahan yang akan dilakukan,
dua diantaranya yang terpenting adalah perubahan pada subsistem upaya
kesehatan dan perubahan pada subsistem pembiayaan kesehatan. (Gotama I,
Pardede D, 2010).
Penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya keuangan dalam
subsistem pembiayaan kesehatan dilakukan untuk membiayai UKM dan UKP
penduduk miskin dengan mobilisasi dan dari masyarakat, pemerintah dan
public-private mix. Sedangkan untuk penduduk mampu, pembiayaan kesehatan
masyarakat terutama dari masyarakat itu sendiri dengan mekanisme jaminan
kesehatan baik wajib maupun sukarela. (Gotama I, Pardede D, 2010).[4]
4. Masalah Pembiayaan Kesehatan
Masalah pokok pembiayaan kesehatan antara lain seperti kurangnya dana
yang tersedia, penyebaran dana yang tidak sesuai, pemanfaatan dana yang tidak
tepat, pengelolaan dana yang belum sempurna serta biaya kesehatan yang makin
meningkat.

21
Adapun berbaagai masalah kesehatan yang ditinjau dari sudut pandang
pembiayaan kesehatan, secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
 Kurangnya dana yang tersedia
Di negara berkembang, dana yang disediakan untuk kesehatan bukanlah
mencukupi. Rendahnya alokasi anggaran ini saling terkait dengan masih
kurangnya kesadaran pengambilan keputusan akan menjadi arti penting
kesehatan. Kebanyakan keputusan pengambilan menganggap bahwa pelayanan
kesehatan tidak bersifat produktif melainkan konsumtif, karena itu kurang
diprioritaskan. Contohnya di Indonesia, jumlah dana yang disediakan hanya
rawan 2-3% dari total anggaran belanja negara setahun.
 Penyebaran dana yang tidak sesuai
Penyebaran dana yang tidak sesuai dikarenakan dana tersebut kebanyakan
justru beredar di daerah perkotaan. Padahal jika ditinjau dari penyebaran
penduduk, terutama di negara berkembang, kkebanyakan penduduk bertempat
tinggal di pedesaan.
 Pemanfaatan dana yang tidak tepat
Banyak negara yang ternyata biaya pelayanan kedokterannya jauh lebih tinggi
daripada biaya pelayanan kesehatan masyarakat. Padahal semua pihak telah
mengetahui bahwa pelayanan kedokteran dipandang kurang efektif daripada
pelayanan kesehatan masyarakat.
 Pengolahan dana yang belum sempurna
 Biaya kesehatan yang makin meningkat
D. Soal-Soal Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan tujuan pembiayaan kesehatan!
2. Sebutkan dan jelaskan prinsip pembiayaan kesehatan!
3. Sebutkan dan jelaskan penyelenggaraan pembiayaan kesehatan!
4. Sebutkan dan jelaskan masalah pembiayaan kesehatan!

22
BAB V
MENGEVALUASI MASALAH PELAYANAN KESEHATAN

A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


1. Identifikasi Masalah
2. Penentuan Prioritas Masalah
3. Penentuan Penyebab Masalah
4. Pengumpulan Data Penyebab Masalah
5. Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah
6. Penentuan Pemecahan Masalah Terpilih
7. Penyusunan Rencana Pemecahan
8. Pemantauan dan Evaluasi Hasil

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.

23
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

C. Materi Pembelajaran
1. Identifikasi Masalah
Masalah atau topik yang diangkat dalam penelitian sangat berpengaruh terhadap
hasil dari penelitian yang dilakukan. Sehingga masalah penelitian yang
teridentifikasi dengan matang di awal akan menentukan penelitian yang
dihasilkan. Identifikasi terhadap masalah juga menentukan apakah penelitian bisa
dilanjutkan atau tidak.
Pada umumnya identifikasi masalah adalah pernyataan yang mempertanyakan
sesuatu atau beberapa variabel yang ada dalam suatu fenomena. Variabel
merupakan konsep yang memiliki muatan nilai bervariasi, menjadi pembeda
antara sesuatu dengan yang lainnya. Dalam alur berpikir deduktif biasanya
ditampilkan definisi operasional variabel.
Identifikasi masalah juga diartikan sebagai upaya dalam menjelaskan masalah dan
membuat penjelasan yang bisa diukur. Identifikasi dilakukan sebagai langkah awal
penelitian, sehingga dapat dikatakan identifikasi merupakan cara mendefinisikan
masalah dalam penelitian. Selain itu juga disebut sebagai proses dan hasil dari
pengenalan masalah.
Identifikasi masalah merupakan bagian dari proses penelitian yang dapat
dipahami sebagai upaya mendefinisikan problem serta membuat definisi tersebut
menjadi lebih terukur atau measurable sebagai suatu langkah awal penelitian.
Sebelum melakukan identifikasi penelitian, peneliti harus melakukan beberapa hal
dengan tujuan agar proses identifikasi mengenai masalah yang didapat bisa secara
matang. Berikut ini beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membuat
identifikasi terhadap suatu masalah sebelum dijadikan bahan dalam proses
penelitian.
 Memahami teori, fakta dan ide mengenai bidang atau topik tertentu yang akan
dipilih oleh peneliti, peneliti harus mengetahui bidang yang akan diteliti dengan
cara mengulas literatur.

24
 Memiliki keingintahuan yang membuat peneliti mempunyai minat dalam
melakukan penelitian terhadap suatu topik atau masalah tertentu.
 Adanya hubungan dan kehidupan yang dibangun dalam penelitian dan oleh
peneliti harus terikat dengan kemajuan teknologi dan informasi.
 Pengetahuan yang didapat oleh peneliti dalam melakukan penelitian harus
diperoleh melalui jurnal, majalah dan buku yang kredibel.
 Peneliti bisa menyusun survei saran yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut
dan diberikan di akhir laporan penelitian dan tinjauan proyek dalam penelitian
tersebut.
2. Penentuan Prioritas Masalah
Delbech Technique Penetapan prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan
sekelompok orang yang tidak sama keahliannya. Sehingga diperlukan penjelasan
terlebih dahulu untuk meningkatkan pengertian dan pemahaman peserta tanpa
mempengaruhi peserta.
Langkah-langkah Prioritas Masalah menurut Delbeq :
• Tetapkan kriteria yang disepakati bersama oleh para pakar
• Tentukan dahulu bobot masing-masing kriteria (nilai 0-10)
• Tentukan skor untuk tiap kriteria. Besarnya skor tidak boleh melebihi bobot yang
telah disepakati. Bila ada perbedaan pendapat dalam menentukan besarnya
bobot dan skor yang dipilih reratanya.
• Isi setiap kolom dengan hasil perkalian antara bobot dengan skor masing-masing
masalah.
• Jumlahkan nilai masing-masing kolom dan tentukan prioritasnya berdasarkan
jumlah skor yang tertinggi sampai terendah.
3. Penentuan Penyebab Masalah
Sebagai contoh, misalkan identifikasi masalah yang telah dilakukan didasarkan atas 9
topik yakni:

 Penyusunan perangkat pembelajaran (RPP, Media, Asesmen, Bahan ajar, LKPD &
lainnya)
 Penerapan Model, pendekatan, metode, teknik, strategi pembelajaran inovatif
 Penggunaan Media Pembelajaran
 Penggunaan LKPD
25
 Teknik dan strategi asesmen pemahaman siswa
 Penerapan pembelajaran dan asesmen berbasis HOTS
 Integrasi literasi dan numerasi, HOTS dan kecakapan hidup abad 21 (4C) dalam
pembelajaran
 Profil atau karakteristik siswa seperti kemampuan awal, minat atau gaya belajar.
 Pencapaian belajar PD.

4. Pengumpulan Data Penyebab Masalah

Secara umum, pengumpulan data adalah langkah yang strategis dalam penelitian
yang disebabkan karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan
data untuk memenuhi standar yang sudah ditetapkan dalam menjawab rumusan
permasalahan yang diungkapkan di dalam penelitian.  Tidak hanya memiliki
pengertian secara umum, para ahli juga memiliki pandangannya masing-masing
mengenai apa itu pengertian dan teknik pengumpulan data. Berikut adalah
pengertian dari teknik pengumpulan data menurut para ahli.

 Djaman Satori dan Aan Komariah (2011: 103)


Pengertian teknik pengumpulan data menurut Djaman Satori dan Aan Komariah
merupakan pengumpulan data dalam penelitian ilmiah adalah prosedur
sistematis untuk memperoleh data yang diperlukan.
 Ridwan (2010: 51)
Ridwan menyatakan pengertian dari teknik pengumpulan data sebagai teknik
atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.
 Sugiyono (2013)
Sugiyono mengungkapkan teknik pengumpulan data sebagai langkah yang paling
strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian tersebut adalah
untuk mendapatkan data. Dari pengertian yang didapatkan secara umum dan juga
menurut pandangan para ahli, dapat diketahui bahwa teknik pengumpulan data
memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah penelitian yang ingin
dipecahkan.  Di dalamnya terdapat masalah yang akan memberi arah dan juga
mempengaruhi bagaimana penentuan teknik pengumpulan data yang dilakukan
di dalam suatu penelitian. Sehingga, teknik pengumpulan data ini menjadi langkah

26
yang sangat penting dalam melakukan penelitian agar peneliti bisa mendapatkan
data yang sesuai dengan yang diharapkan dan sesuai dengan yang ada di
lapangan.
Teknik pengumpulan data
Ada berbagai metode pengumpulan data yang dapat dilakukan dalam sebuah
penelitian. Metode pengumpulan data ini dapat digunakan secara sendiri-sendiri,
namun dapat pula digunakan dengan menggabungkan dua metode atau lebih.
Beberapa metode pengumpulan data antara lain:
 Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka
dan tanya jawab langsung antara peneliti dan narasumber.  Seiring
perkembangan teknologi, metode wawancara dapat pula dilakukan melalui
media-media tertentu, misalnya telepon, email, atau video call melalui Zoom atau
skype. Wawancara terbagi atas dua kategori, yakni wawancara terstruktur dan
tidak terstruktur.
- Wawancara terstruktur
Dalam wawancara terstruktur, peneliti telah mengetahui dengan pasti
informasi apa yang hendak digali dari narasumber. Pada kondisi ini, peneliti
biasanya sudah membuat daftar pertanyaan secara sistematis. Peneliti juga
bisa menggunakan berbagai instrumen penelitian seperti alat bantu recorder,
kamera untuk foto, serta instrumen-instrumen lain.
- Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas. Peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan
spesifik, namun hanya memuat poin-poin penting dari masalah yang ingin
digali dari responden.
 Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang kompleks karena melibatkan
berbagai faktor dalam pelaksanaannya.  Metode pengumpulan data observasi
tidak hanya mengukur sikap dari responden, namun juga dapat digunakan untuk
merekam berbagai fenomena yang terjadi.  Teknik pengumpulan data observasi

27
cocok digunakan untuk penelitian yang bertujuan untuk mempelajari perilaku
manusia, proses kerja, dan gejala-gejala alam. Metode ini juga tepat dilakukan
pada responden yang kuantitasnya tidak terlalu besar. Metode pengumpulan
data observasi terbagi menjadi dua kategori, yakni :
- Participant observation
Dalam participant observation, peneliti terlibat secara langsung dalam
kegiatan sehari-hari orang atau situasi yang diamati sebagai sumber data.
- Nonparticipant observation
Berlawanan dengan participant observation, nonparticipant observation
merupakan observasi yang penelitinya tidak ikut secara langsung dalam
kegiatan atau proses yang sedang diamati.
- Angket (kuesioner)
Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab.  Kuesioner merupakan metode pengumpulan data
yang lebih efisien bila peneliti telah mengetahui dengan pasti variabel yag
akan diukur dan tahu apa yang diharapkan dari responden.  Selain itu,
kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan
tersebar di wilayah yang luas. Berdasarkan bentuk pertanyaannya, kuesioner
dapat dikategorikan dalam dua jenis, yakni kuesioner terbuka dan kuesioner
tertutup.  Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang memberikan kebebasan
kepada objek penelitian untuk menjawab. Sementara itu, kuesioner tertutup
adalah kuesioner yang telah menyediakan pilihan jawaban untuk dipilih oleh
objek penelitian.  Seiring dengan perkembangan, beberapa penelitian saat ini
juga menerapkan metode kuesioner yang memiliki bentuk semi terbuka.
Dalam bentuk ini, pilihan jawaban telah diberikan oleh peneliti, namun objek
penelitian tetap diberi kesempatan untuk menjawab sesuai dengan kemauan
mereka.
 Studi Dokumen
Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung
kepada subjek penelitian. Studi dokumen adalah jenis pengumpulan data yang

28
meneliti berbagai macam dokumen yang berguna untuk bahan analisis. 
Dokumen yang dapat digunakan dalam pengumpulan data dibedakan menjadi
dua, yakni:
- Dokumen primer
Dokumen primer adalah dokumen yang ditulis oleh orang yang langsung
mengalami suatu peristiwa, misalnya: autobiografi.
- Dokumen sekunder
Dokumen sekunder adalah dokumen yang ditulis berdasarkan oleh
laporan/ cerita orang lain, misalnya: biografi.

5. Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah


Brainstorming adalah suatu teknik yang efektif untuk membantu melakukan
identifikasi masalah, menentukan penyebab masalah dan mencari cara
pemecahan masalah.

. Manfaat :

a) Dapat digunakan secara efektif untuk memperoleh ide untuk menentukan


masalah, identifikasi masalah, memilih prioritas masalah serta mengajukan
alternatif pemecahan masalah.
b) Untuk memperoleh ide atau pemikiran baru dari sekelompok orang dalam
waktu singkat dengan menggunakan dua kemampuan (kreatif dan intuitif).
c) Memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk memberikan
konstribusi dan keterlibatan dalam memecahkan suatu masalah.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Brainstorming

Kelebihan:

a. Mendapatkan masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah


dengan cepat
b. Merupakan data primer karena sumber data dapat langsung diperoleh
c. Dapat digunakan bila tidak mempunyai data sekunder
d. Menghasilkan ide atau pemikiran baru yang kreatif dan inovatif dengan cepat

29
Kelemahan:

a. Tidak dapat digunakan pada sampel atau peserta yang besar


b. Risiko terjadinya subyektivitas bila tidak ditunjang dengan data-data yang
ada.
6. Penentuan Pemecahan Masalah Terpilih
Awal Siklus Pembentukan Kelompok pemecah Masalah Pernyataan Masalah
 Prioritas Masalah
 Memahami proses lokasi masalah
 Identifikasi Masalah
 Awal Siklus
 Penentuan penyebab masalah
 Pemantauan & Evaluasi
 Pengumpulan data penyebab masalah
 Penerapan pemecahan masalah
 Penentuan penyebab masalah terpilih
 Penyusunan rencana pemecahan masalah
 Penentuan pemecahan masalah terpilih
 Penentuan alternatif pemecahan masalah terpilih.
7. Penyusunan Rencana Pemecahan
Perencanaan yang merupakan bagian dari manajemen merupakan suatu proses
penyusunan yang sistematis mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai cara bagaimana mencapai
tujuan sebaik-baiknya dengan sumber daya yang ada supaya lebih efisien dengan
memperhatikan lingkungan sosial budaya, fisik dan biologik (Litbangkes Depkes RI,
2002).

8. Pemantauan dan Evaluasi Hasil


Monitoring bersifat spesifik program. Sedangkan evaluasi tidak hanya dipengaruhi
oleh program itu sendiri, melainkan varibel-varibel dari luar. Tujuan

30
dari Evaluasi adalah evalausi efektifitas dan cost effectiveness. Inputs, Process dan
output merupakan suatu monitoring.
Pemantauan (monitoring) adalah prosedur penilaian yang secara deskriptif
dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan/atau mengukur pengaruh dari kegiatan
yang sedang berjalan (on-going) tanpa mempertanyakan hubungan kausalitas.
(Wollman, 2003:6) PP No.39/2006 ttg Tatacara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan: Pemantauan adalah kegiatan mengamati
perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta
mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil
tindakan sedini mungkin.
Evaluasi: proses analitis menggunakan metodologi sosial-ilmiah untuk melihat
apakah sebuah intervensi kebijakan (program, kegiatan) mengakibatkan output atau
hasil tertentu. (King et al, 1987:17) PP No.39/2006: Evaluasi: rangkaian kegiatan
membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output) dan hasil (outcome)
terhadap rencana dan standar.
Tiga jenis evaluasi, yaitu :
 Ex-ante (Evaluasi pd tahap perencanaan): evaluasi sebelum ditetapkannya
rencana pembangunan; Tujuan: memilih & menentukan skala prioritas dari
berbagai alternatif, kemungkinan cara mencapai tujuan yg telah ditetapkan
sebelumnya.
 On-going (Evaluasi pd tahap pelaksanaan, pemantauan); Tujuan: mengetahui
tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan rencana.
 Ex-post (Evaluasi setelah pelaksanaan berakhir); Tujuan: mengetahui apakah
pencapaian (keluaran, hasil, dampak) program mampu mengatasi masalah
pembangunan yg ingin dipecahkan. Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai
efisiensi, efektivitas, dan kemanfaatan dari suatu program.
D. Soal-Soal Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan pengertian Identifikasi Masalah
2. Sebutkan dan jelaskan pengertian Penentuan Prioritas Masalah
3. Sebutkan dan jelaskan pengertian Penentuan Penyebab Masalah
4. Sebutkan dan jelaskan pengertian Pengumpulan Data Penyebab Masalah
5. Sebutkan contoh Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah

31
6. Apa yang dimaksud dengan Penentuan Pemecahan Masalah Terpilih
7. Bagaimana cara Penyusunan Rencana Pemecahan
8. Apa yang dimaksud dengan Pemantauan dan Evaluasi Hasil

BAB VI
MENYIMPULKAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN

A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


1. Syarat pokok pelayanan kesehatan
2. Presepsi mutu pelayanan kesehatan
3. Dimensi pelayanan kesehatan

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

C. Materi Pembelajaran
1. Syarat pokok pelayanan kesehatan
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1996) adalah :

32
 Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut
harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan
(continuous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.

 Dapat diterima dan wajar


Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat
diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya
pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat,
kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
 Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai
(accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini
terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
 Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau
(affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari
sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan
biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan
pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
 Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality).
Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak
dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan.

2. Presepsi mutu pelayanan kesehatan

33
3. Dimensi pelayanan kesehatan
Beda halnya dengan buku quality of care oleh WHO tahun 2006 bahwa ada enam
(6) dimensi mutu dalam pelayanan kesehatan yaitu: efektif, efisien, dapat diakses,
dapat diterima/berfokus pada pasien, adil, dan aman.

Mutu layanan kesehatan bersifat multidimensi, antara lain :

 Dimensi Kompetensi Teknis

 Dimensi Keterjangkauan atau Akses

 Dimensi Efektivitas

 Dimensi Efisiensi

 Dimensi Kesinambungan

 Dimensi Keamanan

 Dimensi Kenyamanan

 Dimensi Informasi

D. Soal-Soal Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan Syarat pokok pelayanan kesehatan
2. Sebutkan dan jelaskan Presepsi mutu pelayanan kesehatan
3. Sebutkan dan jelaskan Dimensi pelayanan kesehatan
4. Berikan contoh study kasus pelayanan kesehatan

34
BAB VII
MENERAPKAN DESAIN MENJAGA MUTU PELAYANAN KESEHATAN
A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
1. Program pengawasan mutu (PMM) atau quality control program
2. Program peningkatan mutu (PPM) atau quality improvement program
3. Manajemen mutu terpadu (MMT) atau total quality management
4. Peningkatan mutu berkesinambungan (PMB) atau continuous quality improvement

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

C. Materi Pembelajaran
1. Program pengawasan mutu (PMM) atau quality control program

35
Dalam sebuah perusahaan, sangat penting untuk memastikan setiap produk yang
dibuat atau diproduksinya memenuhi standar maupun kriteria yang telah
ditentukan perusahaan. Dengan melakukan pengendalian mutu atau yang lebih
dikenal dengan quality control. 
Melalui quality control itu sendiri kamu juga dapat memastikan dan memberikan
kepastian kepada klien maupun pelanggan. Melalui pengendalian mutu yang
dilakukan juga dapat mengetahui kualitas atau mutu yang ada dari sebuah
produk sebelum disebarkan atau dijual ke khalayak umum sebagai calon
konsumen. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dari quality control atau
pengendalian mutu ini, beserta berbagai jenis, dampak, serta contohnya. Simak
informasi berikut.
Quality control atau yang sering disebut juga dengan kendali mutu merupakan
sebuah proses penelitian produk yang dilakukan perusahaan selama proses
produksi yang berlangsung guna menjaga serta memperoleh kualitas produk
yang telah ditentukan kriteria serta standarnya.
Berbagai kegiatan dilakukan dalam proses quality control ini seperti melakukan
pengawasan, melakukan pengujian ataupun pengetesan sebuah produk, serta
memeriksa setiap langkah proses produksi yang dilakukan dalam membuat atau
menciptakan sebuah produk.
Assauri (2004) menyatakan definisi pengendalian mutu sebagai suatu aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan dalam menjamin segala proses produksi serta
operasi yang ada dalam menciptakan sebuah produk berjalan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat dan jika terjadi suatu kesalahan maka dapat diperbaiki
agar rencana yang ada tetap dapat dilaksanakan.
Menurut Gaspersz (2005) pengendalian mutu merupakan sebuah metode serta
mobilitas operasional yang dapat digunakan dalam menciptakan sebuah produk
yang memiliki standar mutu yang diinginkan.
Ginting (2007) juga mendefinisikan pengendalian kualitas sebagai sebuah teknik
pembenaran serta pengawasan yang dilakukan untuk menjaga kualitas suatu
produk maupun prosedur yang dilakukan pada perencanaan proses produksi
yang telah dibuat, penggunaan alat yang sesuai, pengawasan yang dilakukan
secara konstan serta melakukan korektif jika memang dibutuhkan.

36
Prawirosentono (2007) juga mengungkapkan pengendalian kualitas adalah
sebuah aktivitas sistematis yang dimulai dari adanya standar mutu bahan, yang
kemudian berlanjut ke proses produksi serta pengelolaan barang yang awalnya
setengah jadi dan kemudian menjadi barang atau produk jadi yang dapat
dipasarkan, selanjutnya berbagai standar distribusi yang digunakan untuk
memasarkan barang maupun jasa ke konsumen.
Dalam prosesnya, quality control atau kendali mutu ini sendiri dapat dilakukan
oleh sebuah perusahaan baik secara manual maupun modern. Untuk manual
sendiri, seringkali perusahaan membentuk sebuah tim kendali mutu yang
bertugas untuk memastikan segala proses produksi yang berjalan sesuai dengan
standar yang ada. Sedangkan, proses modern seringkali menggunakan teknologi
yang lebih efisien karena menggunakan alat. Berikut ini beberapa tanggung
jawab sebagai tim quality control atau kendali mutu di dalam sebuah perusahaan.
 Tanggung jawab pertama adalah mampu memantau segala perkembangan
suatu produk yang sedang berada dalam tahap produksi sehingga kualitas
serta kriteria yang ada tetap terjaga dan produk dapat selesai dengan tepat
waktu dan sesuai keinginan.
 Tanggung jawab kedua adalah mampu bertanggung jawab dalam memantau,
menganalisis, melakukan penelitian, dan juga melakukan uji coba suatu
produk yang sudah dihasilkan.
 Tanggung jawab ketiga adalah mampu memverifikasi atau mengkonfirmasi
kualitas produk yang sudah dihasilkan melalui berbagai kriteria dan
penilaian yang dimiliki perusahaan.
 Tanggung jawab keempat adalah mampu mengawasi atau memonitor segala
proses produksi pada setiap tahapnya dalam penciptaan sebuah produk.
 Tanggung jawab kelima adalah mampu mengetahui jika produk yang
diciptakan memiliki kualitas yang rendah dan dapat meminta tim produksi
untuk melakukan pengolahan ulang.
 Tanggung jawab keenam adalah mampu memastikan bahwa produk yang
diciptakan dalam proses produksi tersebut memenuhi standar perusahaan
yang ada serta memenuhi mutu ISO.

37
 Tanggung jawab ketujuh adalah mampu mengidentifikasi segala
permasalahan maupun isu yang terjadi yang berhubungan dengan kualitas
produk yang diciptakan sehingga dapat mencari solusi yang baik untuk
perusahaan.
 Tanggung jawab kedelapan adalah mampu membuat catatan atau melakukan
dokumentasi segala produk yang sudah dibuat sebelumnya agar dapat
menjadi referensi di kemudian hari bagi perusahaan.
Sebuah perusahaan dalam melakukan kendali mutu memiliki berbagai
tujuan. Berikut beberapa tujuan adanya quality control pada sebuah
perusahaan.
 Tujuan pertama untuk mengawasi proses produksi sebuah barang maupun
jasa sebuah perusahaan.
 Tujuan kedua untuk mengawasi setiap tahapan yang ada dalam kaitannya
dengan proses produksi barang atau jasa tersebut.
 Tujuan ketiga untuk memastikan setiap barang maupun jasa yang dibuat
oleh perusahaan tersebut terjaga kualitasnya.
 Tujuan keempat adalah mampu merekomendasi pengolahan ulang terhadap
produk maupun jasa yang memiliki kualitas rendah.
 Tujuan kelima adalah mampu memberikan rekomendasi kepada pimpinan
perusahaan agar produk yang diciptakan dapat maksimal.
 Tujuan keenam adalah mampu membuat catatan berupa analisis segala hal
maupun langkah yang dilakukan dalam proses produksi sehingga dapat
dijadikan referensi di kemudian hari.
 Tujuan ketujuh adalah mampu mencatat atau mendata segala tes maupun
hasil inspeksi yang dilakukan terhadap produk dari perusahaan tersebut.
 Tujuan kedelapan adalah mampu memastikan segala produk yang
diproduksi dapat memenuhi standar. Salah satu contohnya adalah mutu ISO.
 Tujuan kesembilan adalah mampu bertanggung jawab kepada perusahaan
untuk dapat menciptakan sebuah produk dengan kualitas yang baik.
 Tujuan kesepuluh adalah mampu melakukan verifikasi terhadap kualitas
dari sebuah produk yang sesuai dengan standar dan kriteria yang ada yang
sudah ditentukan oleh perusahaan.

38
 Tujuan kesebelas adalah mampu menjaga serta mendata segala proses
inspeksi serta protokol yang digunakan dalam proses produksi.
 Tujuan kedua belas adalah mampu bertanggung jawab dalam
mengidentifikasi segala masalah maupun isu yang terjadi dalam proses
produksi serta menemukan solusi yang tepat.
2. Program peningkatan mutu (PPM) atau quality improvement program
Quality Improvement Program merupakan salah satu cara untuk mengingkatkan
kualitas secara berkelanjutan, metode ini menitik beratkan pada mencari akar
penyebab dari suatu masalah yang ada di perusahaan.
Umumnya pendekatan kaizen menggunakan metodologi yang terstruktur dalam
proses perbaikan kualitas sesuai langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan dan menganalisis masalah.

2. Mengembangkan ide dan alternatif solusi masalah.

3. Mengevaluasi ide dan memilih solusi alternatif terbaik.

4. Melaksanakan solusi masalah.

3. Manajemen mutu terpadu (MMT) atau total quality management


Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa Total Quality
Management (TQM)atau Manajemen Mutu Terpadu (MMT) adalah suatu pendekatan
atau manajemen untuk meningkatkan kualitas, kompetitif, efektivitas, serta
fleksibilitas dari seluruh organisasi dan berorientasi pada kepuasan pelanggan.
4. Peningkatan mutu berkesinambungan (PMB) atau continuous quality
improvement
Continuous Quality Improvement (CQI) atau disebut juga Perbaikan mutu
berkesinambungan atas kinerja oraganisasi secara menyeluruh hendaknya di jadikan
sebagai patokan tetap dari oraganisasi. Proses berkesinambungan merupakan prinsip
dasar yang paling fundamental di mana mutu adalah sebagai pusatnya.
D. Soal-Soal Latihan
1. Jelaskan yang dimaksud dengan Program pengawasan mutu (PMM) atau quality
control program
2. Jelaskan yang dimaksud dengan Program peningkatan mutu (PPM) atau quality
improvement program
39
3. Jelaskan yang dimaksud dengan Manajemen mutu terpadu (MMT) atau total
quality management
4. Jelaskan yang dimaksud dengan Peningkatan mutu berkesinambungan (PMB) atau
continuous quality improvement

BAB VIII
MENGUKUR BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY
ASSURANCE)

A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


1. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari Pelaksanaannya
2. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari kedudukan
organisasi
3. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari kegiatan pelayanan
kesehatan

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

40
C. Materi Pembelajaran
1. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari
Pelaksanaannya
Pelayanan bermutu atau berkualitas sering dikaitkan dengan biaya. Rosemary E.
Cross mengatakan bahwa secara umum pemikiran tentang kualitas sering
dihubungkan dengan kelayakan, kemewahan, kecantikan, nilai uang, kebebasan
dari rasa sakitdan ketidaknyamanan, usia harapan hidup yang panjang, rasa
hormat, kebaikan.
Pelayanan kesehatan adalah Setiap upaya yang di selenggarakan secara sendiri
atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan
untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis
dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan kebidanan, oleh karena
itu peningkatan mutu kinerja setiap bidan perlu dilakukan terus menerus.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak
upaya yang dapat dilaksanakan.
Upaya tersebut jika dilaksanakan secara terarah dan terencana ,dalam ilmu
administrasi kesehatan dikenal dengan nama program menjaga mutu pelayanan
kesehatan (Quality Assurance Program ).
Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan
kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas,
menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga
mutu pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali.oleh karena
itu,para petugas kesehatan harus tetap menjaga program mutu,termasuk
program prospektif,konkuren dan retrospektif serta internal dan eksternal.
2. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari
kedudukan organisasi

41
Quality Assurance bertanggung jawab untuk memastikan sebuah produk yang
akan dilepas ke pasaran sudah memenuhi semua standar kualitas untuk setiap
komponennya. Untuk itu, seorang staf QA akan secara aktif melakukan
monitoring dan serangkaian uji dalam upaya memberi jaminan kualitas pada
pembeli.
3. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari kegiatan
pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian
sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan
kesehatan mengurangi kerugian dari penyandang dana.
D. Soal-Soal Latihan
1. Jelaskan Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari
Pelaksanaannya
2. Jelaskan Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari
kedudukan organisasi
3. Jelaskan Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Ditinjau Dari kegiatan
pelayanan kesehatan

42
BAB IX
ASPEK KUANTITATIF MUTU DI PELAYANAN KESEHATAN MELIPUTI
PARETO DIAGRAM, HISTROGRAM, SCATTER DIAGRAM

A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


1. The Seven Simple Quality Control Tools
2. Pengertian dan konsep aspek kuantitatif mutu meliputi: Pareto diagram,
Histogram, Scatter diagram

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

C. Materi Pembelajaran
1. The Seven Simple Quality Control Tools

43
Seven Tools (Tujuh Alat Pengendalian Kualitas) – QC Seven Tools adalah 7 (tujuh)
alat dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh
produksi, terutama pada permasalahan yang berkaitan dengan kualitas (Mutu). 7
alat dasar QC ini pertama kali diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun
1968.Ketujuh alat tersebut adalah Check Sheet, Control Chart, Cause and Effect
Diagram, Pareto Diagram, Histogram, Scatter Diagram dan Stratification.

 Lembar Periksa (Lembar Periksa)

Check Sheet atau Lembar Periksa merupakan tools yang sering dipakai dalam
Industri Manufakturing untuk pengambilan data pada proses produksi yang
kemudian diolah menjadi informasi dan hasil yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan.

 Diagram Pareto

Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan


banyaknya jumlah kejadian. Urutannya mulai dari jumlah permasalahan yang
paling banyak terjadi hingga permasalahan yang frekuensi terjadinya paling
sedikit. Dalam Grafik, ditunjukkan dengan batang grafik tertinggi (paling kiri)
hingga grafik terendah (paling kanan).

 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)

Cause and Effect Diagram adalah alat QC yang dipergunakan untuk meng-
identifikasikan dan menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat agar dapat
menemukan akar penyebab dari suatu permasalahan. Cause and Effect Diagram
dipergunakan untuk menunjukkan Faktor-faktor penyebab dan akibat kualitas
yang disebabkan oleh Faktor-faktor penyebab tersebut.Karena bentuknya
seperti Tulang Ikan, Cause and Effect Diagram disebut juga dengan Fishbone
Diagram (Diagram Tulang Ikan).

 Histogram

44
Histogram merupakan tampilan bentuk grafis untuk menunjukkan distribusi
data secara visual atau seberapa sering suatu nilai yang berbeda itu terjadi
dalam suatu kumpulan data. Manfaat dari penggunaan Histogram adalah untuk
memberikan informasi mengenai variasi dalam proses dan membantu
manajemen dalam membuat keputusan dalam upaya peningkatan proses yang
berkesimbungan (Continous Process Improvement).

 Peta Kendali (Peta Kendali)

Control chart (Peta Kendali) merupakan salah satu dari alat dari QC 7 tools yang
berbentuk grafik dan dipergunakan untuk memonitor/memantau stabilitas dari
suatu proses serta mempelajari perubahan proses dari waktu ke waktu. Control
Chart ini memiliki Upper Line (garis atas) untuk Upper Control Limit (Batas
Kontrol tertinggi), Lower Line (garis bawah) untuk Lower control limit (Batas
control terendah)  dan Central Line (garis tengah) untuk Rata-rata (Average).

 Diagram Tebar (Diagram Tebar)

Scatter Diagram adalah alat yang berfungsi untuk melakukan pengujian


terhadap seberapa kuatnya hubungan antara 2 variabel serta penentu jenis
yang diperlemah. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan Positif, hubungan
Negatif ataupun tidak ada hubungan sama sekali. Bentuk dari Scatter Diagram
adalah gambaran grafis yang terdiri dari kumpulan titik-titik dari nilai sebuah
variabel (Variabel X dan Variabel Y). Dalam Bahasa Indonesia, Scatter Diagram
disebut juga dengan Diagram Tebar.

 Stratifikasi (Stratifikasi)

Yang dimaksud dengan Stratifikasi dalam Manajemen Mutu adalah Pembagian


dan Pengelompokan data ke kategori-kategori yang lebih kecil dan memiliki
karakteristik yang sama. Tujuan dari penggunaan Stratifikasi ini adalah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab pada suatu permasalahan.[5]

45
2. Pengertian dan konsep aspek kuantitatif mutu meliputi: Pareto diagram,
Histogram, Scatter diagram
 Pareto diagram
Diagram Pareto merupakan salah satu tools (alat) dari QC 7 Tools yang sering
digunakan dalam hal pengendalian Mutu. Pada dasarnya, Diagram Pareto adalah
grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya jumlah
kejadian. Urutannya mulai dari jumlah permasalahan yang paling banyak terjadi
sampai yang paling sedikit terjadi. Dalam Grafik, ditunjukkan dengan batang
grafik tertinggi (paling kiri) hingga grafik terendah (paling kanan).

Dalam aplikasinya, Diagram Pareto  sangat bermanfaat dalam menentukan dan


mengidentifikasikan prioritas permasalahan yang akan diselesaikan.
Permasalahan yang paling banyak dan sering terjadi adalah prioritas utama kita
untuk melakukan tindakan.

Sebelum membuat sebuah Diagram Pareto, data yang berhubungan dengan


masalah atau kejadian yang ingin kita analisis harus dikumpulkan terlebih
dahulu. Pada umumnya, alat yang sering digunakan untuk pengumpulan data
adalah dengan menggunakan Check Sheet atau Lembaran Periksa.

Cara Membuat Diagram Pareto

Langkah-langkah dalam membuat Diagram Pareto adalah sebagai berikut :

 Mengidentifikasikan permasalahan yang akan diteliti dan penyebab-penyebab


kejadian.
(Contoh Permasalahan : Tingginya tingkat Cacat di Produksi Perakitan PCB, 
Penyebabnya : Solder Short, No Solder, Missing, Solder Ball dan Solder Crack)
 Menentukan Periode waktu yang diperlukan untuk analisis (misalnya per
Bulanan, Mingguan atau per harian)
 Membuat catatan frekuensi kejadian pada lembaran periksa (check sheet)
 Membuat daftar masalah sesuai dengan urutan frekuensi kejadian (dari tertinggi
sampai terendah).

46
 Menghitung Frekuensi kumulatif dan Persentase kumulatif
 Gambarkan Frekuensi dalam bentuk grafik batang
 Gambarkan kumulatif Persentase dalam bentuk grafik garis
 Intepretasikan (terjemahkan) Pareto Chart tersebut
 Mengambil tindakan berdasarkan prioritas kejadian / permasalahan
 Ulangi lagi langkah-langkah diatas meng-implementasikan tindakan
improvement (tindakan peningkatan) untuk melakukan perbandingan hasil.

 Histrogram
Dalam Statistik, Histogram merupakan tampilan bentuk grafis untuk
menunjukkan distribusi data secara visual atau seberapa sering suatu nilai yang
berbeda itu terjadi dalam suatu kumpulan data. Histogram juga merupakan salah
satu alat dari 7 alat pengendalian kualitas (QC 7 Tools). Manfaat dari penggunaan
Histogram adalah untuk memberikan informasi mengenai variasi dalam proses
dan membantu manajemen dalam membuat keputusan dalam upaya peningkatan
proses yang berkesimbungan (Continous Process Improvement).
Berikut ini adalah Langkah-langkah yang diperlukan dalam membuat Histogram 
:
 Mengumpulkan data pengukuraan
 Menentukan besarnya range
 Menentukan banyaknya kelas interval
 Menentukan lebar kelas interval, bata skelas, dan nilai tengah kelas
 Menentukan frekuensi dari setiap kelas interval
 Membuat grafik histrogram
 Scattrer diagram

Scatter diagram atau scatter plot merupakan salah satu dari 7 alat kualitas (7


tools of quality) yang digunakan untuk menginvestigasi korelasi antara dua
variabel; apakah arah korelasi keduanya positif, negatif, atau tidak ada
korelasinya sama sekali? Kedua variabel ini dinyatakan sebagai variabel X dan
variabel Y, nilai dari kedua variabel ini digambarkan dalam bentuk titik-titik
(points) pada sumbu koordinat X dan Y.

47
Scatter Diagram sering disebut juga dengan Scatter Chart, Scatter plot,
Scattergram dan Scatter graph. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, Diagram
Scatter ini sering disebut juga dengan Diagram Tebar atau Diagram Pencar.

Langkah-Langkah Membuat Scatter Diagram (Diagram Tebar)

Berikut ini merupakan Langkah-langkah yang diperlukan dalam membuat Scatter


Diagram (Diagram Pencar) :

 Pengumpulan data

 Pembuatan sumbu vertical dan sumbu horizontal

 Penebaran (Plotting) data

 Pemberian Informasi

D. Soal-Soal Latihan
1. Jelaskan yang dimaksud dengan The Seven Simple Quality Control Tools
2. Jelaskan Pengertian dan konsep aspek kuantitatif mutu meliputi: Pareto diagram,
Histogram, Scatter diagram

48
BAB X
MERENCANAKAN KONSEP AKREDITASI PELAYANAN KESEHATAN DAN TAHAPAN
DAN PROSESNYA PADA PELAYANAN KESEHATAN

A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


1. Pengertian dan konsep akreditasi RS
2. Tujuan dan manfaat akreditasi RS
3. Tahapan penyelenggaraan akreditasi
4. Standar Akreditasi RS
5. Proses dan Hasil Penilaian Akreditasi RS

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

49
C. Materi Pembelajaran
1. Pengertian dan konsep akreditasi RS
Akreditasi rumah sakit merupakan sebuah proses penilaian dan penetapan
kelayakan rumah sakit berdasarkan standar pelayanan yang telah ditetapkan
oleh lembaga independen akreditasi Kementerian Kesehatan. Untuk
melaksanakan proses akreditasi rumah sakit, Kementerian  Kesehatan kemudian
menetapkan Komisi Akreditasi Rumah Sakit atau disingkat dengan KARS. Pada
awalnya standar akreditasi rumah sakit mulai ditetapkan pada tahun 1995.
Seiring berjalannya pekembangan dalam dunia kesehatan, standar akreditasi
rumah sakit kemudian diperbaharui  menjadi standar akreditasi versi 2012 yang
disusun dan ditetapkan pada tahun 2012. Dengan melihat pola tuntutan
pelayanan rumah sakit yang semakin meningkat dan potensi pengembangan
standar akreditasi yang diberlakukan untuk nasional, maka pada akhir tahun
2017 KARS telah menetapkan kebijakan baru mengenai  Standar Akreditasi
Rumah Sakit (SNARS) edisi 1.
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Akreditasi Rumah
Sakit yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu
pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah
memenuhi Standar Akreditasi.
Pelaksanaan Akreditasi meliputi survei Akreditasi dan penetapan status
Akreditasi. Survei Akreditasi merupakan penilaian untuk mengukur pencapaian
dan cara penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, dilakukan oleh surveior
Akreditasi dari lembaga independen pelaksana Akreditasi (Komisi Akreditasi
Rumah Sakit). Surveior Akreditasi merupakan tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi dan kewenangan dalam bidang Akreditasi untuk melaksanakan
survei Akreditasi.
Penetapan status Akreditasi nasional dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) berdasarkan rekomendasi dari surveior Akreditasi. Selain
memberikan rekomendasi penetapan status Akreditasi nasional, surveior
Akreditasi harus memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan yang harus
dilakukan oleh Rumah Sakit untuk pemenuhan Standar Pelayanan Rumah Sakit.
Rumah Sakit yang telah mendapatkan status Akreditasi nasional diwajibkan

50
membuat perencanaan perbaikan strategis sesuai dengan rekomendasi surveior
untuk memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang belum tercapai.
2. Tujuan dan manfaat akreditasi RS
Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit; Meningkatkan keselamatan
pasien Rumah Sakit; Meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat,
sumber daya manusia Rumah Sakitdan Rumah Sakit sebagai institusi;
Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.
3. Tahapan penyelenggaraan akreditasi
Tahapan yang perlu diselenggarakan dalam akreditasi Rumah Sakit yaitu:
 Pembinaan akreditasi oleh Kementrian Kesehatan dan Dinas Kesehatan
 Bimbingan akreditasi oleh surveyor pembimbing
 Survei akreditasi oleh surveyor akreditasi dan pendampingan pasca
akreditasi oleh tim pendampingan yang terdiri dari Kemenkes, KARS
(Komite Akreditasi Rumah Sakit), PERSI Daerah dan Dinas Kesehatan.
4. Standar akreditasi Rumah Sakit
SNARS merupakan standar nasional akreditasi rumah sakit yang telah ditetapkan
oleh KARS dan sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2018 di seluruh
Indonesia. Mengacu pada pada beberapa pedoman yang terdiri dari konsep dan
prosedur akreditasi internasional yang ditetapkan oleh ISQua atau The
International Society for Quality in Health, perundang-undangan dan peraturan
pemerintah mengenai profesi di Indonesia, standar akreditasi JCI edisi 4 dan
edisi 5, standar akreditasi rumah sakit KARS versi 2012, serta mengacu pada
kajian hasil survey standar dan element yang belum diterapkan di rumah sakit
Indonesia,  KARS kemudian menetapkan standar penilaian akreditasi rumah sakit
dalam SNARS 2018 yang telah disesuaikan dengan kondisi rumah sakit di
Indonesia. Proses penyempurnaan standart akreditasi SNARS 2018 dilakukan
melalui berbagai macam diskusi dan kesepakan yang melibatkan  berbagai
stakeholder dari Kementerian  Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Himpunan
Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (HIPPI), dan Persatuan
Pengendalian Infeksi (Perdalin).

51
Adapun perbedaan penyempurnaan dari sistem akreditasi sebelumnya yang
ditetapkan pada tahun 2012 adalah adanya tambahan Bab yang ada pada SNARS
2018. Jika sebelumnya standar akreditasi hanya berjumlah 15 bab, SNARS 2018
kemudian menambah 1 bab dalam standar akredirtasi rumah sakit sehingga
menjadi 16 Bab. Selain itu ada penambahan standar dalam SNARS 2018 yang
terdiri dari standar pengendalian resistensi antimikroba (PRA) dan juga standar
integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan rumah sakit.  Adapun kajian
seluruh bab yang tertuang dalam SNARS 2018 edisi 1 adalah sebagai berikut:

 Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)


 Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)
 Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
 Asesmen Pasien (AP)
 Pelayanan Asuhan Pasien ( PAP)
 Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
 Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
 Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
 Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
 Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
 Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
 Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKF)
 Manajemen Informasi dan Rekam Medik (MIRM)
 Program Nasional (menurunkan kematian KIA, menurunkan keskitan HIV/AIDS
dan TB, pengendalian resistensi mikroba dan pelayanan geriatri)
 Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)

Seluruh bab yang tertuang dalam SNAR 2018 edisi 1 merupakan rincinan dari
pengelompokan fungsi-fungsi standar akreditasi yang terdiri dari:

 Standar keselamatan pasien


 Standar pelayanan berfokus pasien

52
 Standar manajemen rumah sakit
 Program nasional, dan
 Integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan di rumah sakit

Data yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit  menunjukan bahwa
hingga awal januari 2018, dari 2787 rumah sakit yang ada di Indonesia, jumlah
rumah sakit yang sudah terakreditasi adalah 1553 rumah sakit, hal ini
menunjukan bahwa jumlah rumah sakit yang sedang beroperasional dan belum
terkareditasi masih sangat banyak di Indonesia. Dengan melihat realita ini,
rumah sakit di Indonesia seharusnya lebih mempersiapkan berbagai macam
prosedur dan ketentuan dalam proses akreditasi rumah sakit. Melihat standar
yang telah ditetapkan di SNARS 2018, potensi peningkatan pelayanan kesehatan
di rumah sakit harusnya sudah memiliki standar yang kurang lebih sama seperti
standar internasional, karena penetapan standar dalam SNARS edisi 1 2018
diadopsi melalui konsep ISQua atau The International Society for Quality in
Health. Dengan mempelajari dan memahami setiap  standar yang telah
ditetapkan dalam SNARS 2018, diharapkan rumah sakit dapat mempersiapkan
proses akreditasi secara optimal.[6]

5. Proses dan Hasil Penilaian Akreditasi RS


Proses atau cara penilaian akreditasi Rumah sakit yang
berhasil medianers himpun dari berbagai sumber, sebagai berikut :

Mengumpulkan Sumber Data

1. Wawancara : Pada pimpinan Rumah Sakit - Pada staf Rumah Sakit - Pada pasien
dan keluarga (minimal 4)
2. Observasi : Fasilitas, alat, prosedur tindakan, dll
3. Kelengkapan dokumen : Kebijakan / SK, pedoman, Standar Prosedur Operasional
(SOP) / Protap, bukti pelaksanaan kegiatan, program kerja, laporan harian,
laporan bulanan/harian, dll.

53
Cara Penilaian Akreditasi Rumah Sakit

1. Tim penilai (surveyor) akan berada di Rumah Sakit selama kurang lebih 3 hari,
yang terdiri dari 3 orang (manajemen, medis dan keperawatan)
2. Pimpinan Rumah Sakit mempresentasikan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien Rumah Sakit
3. Dilanjutkan telaah dokumen, telaah rekam medik tertutup dan telaah rekam
medik terbuka serta survey lapangan
4. Penilaian lapangan ditekankan pada telusur pasien untuk di wawancarai/
observasi langsung atas pelayanan kesehatan yang telah/sedang/akan diterima
pasien.
5. Dalam waktu yang bersamaan, kelengkapan dokumen akreditasi juga di
observasi dan ditanyakan pada jajaran staf dan pimpinan Rumah Sakit.
6. Temuan atas ketidaklengkapan dokumen/ kekurangan mutu pelayanan harus
diperbaiki saat itu setelah mendapat rekomendasi surveyor.
7. Telusur lingkungan terhadap fasilitas Rumah Sakit
8. Telusur KPS
9. Presentasi FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), Pedoman Praktik
Klinis / Clinical Pathways, Risk Manajemen Dan IKP (Insiden Keselamatan
Pasien)
10. Wawancara Pimpinan
11. Exit Conference

Hasil Penilaian Akreditasi Rumah Sakit

Ada 4 kriteria hasil penilaian terhadap Elemen Penilaian (EP), diantaranya :

A. Tercapai penuh ( skor 10)

 Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan jawaban “ya”
atau “selalu”, atau dapat menjawab sesuai dengan konteks pertanyaan
 Melalui observasi dokumen, ditemukan minimal 9 dari 10 dokumen yang diminta
atau 90 % dokumen lengkap
 Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan minimal
4 bulan terakhir dari masa penilaian

54
B. Tercapai sebagian  (skor 5)

 Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan jawaban


“tidak selalu” atau “kadang-kadang”,
 Melalui observasi dokumen, ditemukan 50 sampai 89 % dokumen yang diminta
 Bukti dipenuhinya persyaratan  hanya  dapat ditemukan di sebagian  daerah/unit
kerja dimana persyaratan harus ada
 Kebijakan/prosedur dapat dilaksanakan tetapi tidak dapat dipertahankan
 Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan 1 - 3
bulan terakhir dari masa penilaian.

C. Tidak tercapai (skor 0)

 Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan jawaban


“jarang” atau “tidak pernah”
 Melalui observasi dokumen, ditemukan < 50% dari dokumen yang diminta
 Bukti dipenuhinya persyaratan  tidak   dapat ditemukan di daerah/unit kerja
dimana persyaratan harus ada
 Kebijakan / proses  ditetapkan tetapi tidak dilaksanakan
 Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan hanya ≤ 1
bulan terakhir dari masa penilaian
 Tidak dapat diterapkan

D. Soal-Soal Latihan
1. Jelaskan Pengertian dan konsep akreditasi RS
2. Jelaskan Tujuan dan manfaat akreditasi RS
3. Jelaskan Tahapan penyelenggaraan akreditasi
4. Jelaskan Standar Akreditasi RS
5. Jelaskan Proses dan Hasil Penilaian Akreditasi RS

55
BAB XI
MAMPU MENGURANGI KONSEP DAN PENERAPAN BUDAYA
KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY) PELAYANAN KESEHATAN
DI RS

A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


1. Pengertian dan konsep keselamatan pasien (patient safety) di RS
2. Budaya Keselamatan Pasien (patient safety)
3. Tujuh Langkah menuju keselamatan pasien (patient safety)di RS
4. Pencatatan dan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di RS
5. Monitoring dan Evaluasi Keselamatan Pasien (patient safety)di RS

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.

56
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

C. Materi Pembelajaran
1. Pengertian dan konsep keselamatan pasien (patient safety) di RS
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan
pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambi.
Konsep keselamatan pasien (patient safety) secara mendasar diartikan sebagai
“freedom from accidental injury” oleh Institute Of Medicine (IOM). Sejalan dengan
batasan tersebut, Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS)
mendefinisikan keselamatan pasien sebagai bebas dari cedera (harm) yang
seharusnya tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari pelayanan kesehatan
yang disebabkan error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai
rencana yang salah dalam mencapai tujuan (Wardhani, 2017 : 2).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien, keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
Menurut Vincent (2008) dalam Tutiany, dkk (2017 : 2) menyatakan bahwa
keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran, pencegahan, dan
perbaikan dari hasil yang buruk atau injury yang berasal dari proses perawatan
kesehatan. Definisi ini membawa beberapa cara untuk membedakan keselamatan
pasien dari kekhawatiran yang lebih umum mengenai kualitas layanan kesehatan.
Berdasarkan beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
keselamatan pasien merupakan suatu sistem untuk melakukan pencegahan serta
perbaikan yang diakibatkan dari kesalahan pelayanan kesehatan terhadap pasien.

57
2. Budaya Keselamatan Pasien (patient safety)
Budaya keselamatan merupakan faktor penting untuk memahami upaya dalam
memajukan perawatan pasien yang aman. Hasil ini memberikan implikasi kualitas
pelayanan untuk seluruh petugas pelayanan kesehatan di rumah sakit Ketika para
pemimpin memprioritaskan budaya keselamatan, resiko terhadap pasien mungkin
telah diperbaiki dengan pergantian staf dan peningkatan produktivitas.
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistim dimana Rumah Sakit
memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera
akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan
suatu tindakan yang seharusna diambil.
Budaya Patien Safety sangat penting. Hal tersebut dikarenakan budaya
mengandung dua komponen yaitu nilai dan keyakinan, dimana nilai mengacu pada
sesuatu yang diyakini oleh anggota organisasi untuk mengetahui apa yang benar
dan apa yang salah, sedangkan keyakinan mengacu pada sikap tentang cara
bagaimana seharusnya bekerja dalam Dengan adanya nilai dan keyakinan yang
berkaitan dengan keselamatan pasien yang ditanamkan pada setiap anggota
organisasi, maka setiap anggota akan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan
dalam penerapan keselamatan pasien. Dengan demikian, perilaku tersebut pada
akhirnya menjadi suatu budaya yang tertanam dalam setiap anggota organisasi
berupa perilaku budaya keselamatan pasien.
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistim dimana Rumah Sakit
memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera
akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan
suatu tindakan yang seharusna diambil. System tersebut meliputi pengenalan
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubunga dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dari
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah
sepatutnya memberi dampak positif dan tidak merugikan pasien. Oleh karena itu,
harus ada standard tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Standard ini bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan

58
kesehatan ynag baik serta merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan kepada pasien.
Keselamatan (Safety) telah menjadi isu global termaasuk juga untuk Rumah Sakit.
Keselamatan Pasien merupakan prioritas utama untuk dialakukan di rumah sakit
dan hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Membangun budaya
keselamatan pasien merupakan langkah awal dalam pengembangan keselmatan
pasien.
Budaya Keselmatan pasien di Rumah Sakit terkait langsung dengan sikap dan
motivasi individu untuk melaporkan setiap insiden keselamatan pasien.Sikap
keterbukaan dalam melaporkan setiap kejadian merupaka salah satu indicator
budaya keselamatan pasien dalam internalisasi perilaku individu. Sikap yang tidak
mendukung pelaporan kejadian, khususnya perawat, akan menghambat upaya
terciptanya pelayanan yang aman karena tidak adanya laporan kejadian akan
berdampak, aitu Rumah Sakit tidak menyadari adanya potensi peringatan akan
adanya bahaa yang dapat menimbulkan kesalahan.
3. Tujuh Langkah menuju keselamatan pasien (patient safety)di RS
Tujuh Langkah Keselamatan Pasien :

 Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.

 Memimpin dan mendukung staf.

 Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.

 Mengembangkan sistem pelaporan.

 Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien.

 Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

4. Pencatatan dan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di RS


INSIDEN Keselamatan pasien masih menjadi masalah utama dirumah sakit
dimana berbagai macam pelayanan memiliki resiko yang mengancam
keselamatan pasien di rumah sakit.Keselamatan Pasien (Patient Safety) Rumah
Sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan kepada pasien
lebih aman, yaitu meliputi : Assessment / Pengkajian risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis

59
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan untuk hal ini
Pemerintah sudah berupaya  mengutamakan Keselamatan pasien di pelayanan
rumah sakit.
Apa saja usaha pemerintah agar Program pelaksanaan keselamatan pasien di
rumah sakit terlaksana sesuai Standar, di antaranya adalah : Mengeluarkan
Undang – undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, di keluarkannya
Permenkes No.1691 th 2011 tentang keselamaan pasien di  rumah sakit, di
keluarkannya Permenkes No 11 th 2017 tentang keselamatan pasien di rumah
sakit, Mentri Kesehatan bersama Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) & Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) telah
mencanangkan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada Seminar Nasional
PERSI  pada tanggal 21 Agustus 2005, Pembentukan Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) oleh PERSI  pada tanggal 01 juni 2005 dan Tahun 2015 di
terbitkan buku pedoman pelaporan insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) kejadian keselamatan
pasien merupakan media  belajar dari proses kesalahan dalam pelayanan di
rumah sakit.
Insiden keselamatan pasien adalah kejadian atau situasi yang dapat
menyebabkan atau berpotensi mengakibatkan cidera yang seharusnya tidak
terjadi. Insiden Keselamatan Pasien di rumah sakit memiliki jenis-jenis yang
berbeda terdiri dari: Kejadian Potensial Cedera (KPC), Kejadian Nyaris Cidera
(KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau
adverse event dan Kejadian Sentinel atau sentinel event (Kementerian Kesehatan,
2017). Rumah sakit memiliki Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang
tergabung di Komite Mutu dan Keselamatan Pasien ya itu organisasi
non=Struktural dan bertanggung jawab  melaksanakan tugas salah satunya
adalah melapor kepada Direktur Rumah Sakit secara langsung. TKP-RS
melaksanakan tugas salah satunya adalah melakukan  pencatatan, pelaporan
Insiden, analisis insiden termasuk melakukan Root Cause Analysis (RCA) /
Analisis Akar Masalah dan mengembangkan solusi untuk meningkatkan
keselamatan pasien.

60
Pada pelaksanaannya bila terjadi insiden keselamatan pasien TKP-RS mengikuti
alur penanganan insiden keselamatan pasien sebagai berikut :
(1) Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada Tim Keselamatan
Pasien (TKP) dalam waktu paling lambat 2×24 (dua kali dua puluh empat)
jam dengan menggunakan format laporan
(2) Laporan diverifikasi oleh TKP-RS untuk memastikan kebenaran adanya
insiden
(3) Setelah melakukan verifikasi laporan TKP – RS melakukan investigasi dalam
bentuk wawancara dan pemeriksaan dokumen
(4) Berdasarkan hasil investigasi tim keselamatan pasien menentukan derajat
insiden (grading) dan melakukan Root Cause Analysis (RCA) dengan metode
baku untuk menentukan akar masalah
(5) Tim keselamatan pasien harus memberikan rekomendasi keselamatan pasien
kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hasil Root Cause
Analysis (RCA).
Berbagai negara melaporkan angka kejadian keselamatan di rumah sakit pada
setiap tahunnya dengan detail angka pada setiap rumah sakit. National Patient
Safety Agency 2017 melaporkan dalam rentang waktu Januari – Desember 2016
angka kejadian Keselamatan pasien yang dilaporkan dari negara inggris sebanyak
1.879.822 kejadian. Ministry Of Health Malaysia 2013 melaporkan angka insiden
keselamatan pasien dalam rentang waktu Januari – Desember  sebanyak 2.769
kejadian dan untuk negara Indonesia dalam rentang waktu 2006 – 2011 KPPRS
melaporkan terdapat 877  kejadian keselamatan pasien. Faktor rendahnya
pelaporan insiden keselamatan pasien menurut  hasil penelitan Iskandar et al
2014, Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya pelaporan insiden
keselamatan pasien yaitu :
(1) takut disalahkan
(2) komitmen kurang dari manajemen dan unit terkait
(3) tidak ada reward dari rumah sakit jika melaporkan
(4) tidak tahu batasan mana atau apa yang harus dilaporkan
(5) sosialisasi insiden keselamatan pasien belum menyeluruh ke semua staf

61
(6) belum ikut pelatihan tentang keselamatan pasien untuk semua staf RS dan
menurut penelitian Widodo & Harijanto 2015 yang dilakukan di Rumah Sakit di
Jawa Tengah yang menyebabkan rendahnya pelaporan Insiden, yaitu :
(1) kurangnya pemahaman petugas untuk melaporkan insiden keselamatan
pasien
(2) kurang optimalnya pelaksanaan sistem pelaporan Insiden keselamatan
pasien
(3) ketakutan untuk melapor dan tingginya beban kerja SDM.
Laporan data insiden keselamatan pasien sangat penting karena  insiden
keselamatan pasien yang valid dan akurat akan menentukan evaluasi program
dan pelayanan kesehatan selanjutnya yang berbasis keselamatan serta mendasari
perbaikan sistem pelayanan dan pencegahan terjadinya insiden keselamatan
pasien berulang (Hwang,Lee & Park,2012).
Tidak semua insiden keselamatan pasien dilaporkan, umumnya insiden
keselamatan pasien keselamatan luput dari perhatian petugas kesehatan karena
yang dilaporkan hanya insiden keselamatan pasien yang ditemukan secara
kebetulan saja. Tantangan yang dihadapi Adanya komitmen untuk menegakkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan
di fasilitas pelayanan kesehatan, menuntut pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan rumah sakit negeri maupun swasta bertanggung jawab memastikan bahwa
pasien memiliki hak untuk mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan dan
mendapatkan tindakan yang komprehensif dan responsif terhadap kejadian yang
tidak diinginkan di fasilitas pelayanan kesehatan serta tuntutan dari masyarakat
tentang pelayanan kesehatan yang aman hal ini sudah menjadi perhatian publik
dan merupakan isu kebijakan yang mendesak, termasuk kebutuhan untuk
meninjau ulang Peraturan Menteri Kesehatan untuk memastikan didalam
pelayanan kesehatan di rumah sakit terdapat pelayanan kesehatan berdasarkan
keselamatan pasien.

Alternatif Pilihan Kebijakan Untuk menjawab tantangan tersebut maka


diperlukan adanya kebijakan publik program peningkatan kualitas pelaporan

62
insiden keselamatan pasien di rumah sakit. Alternatif kebijakan dapat berupa,
membuat paraturan turunan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien, yang dikhususkan
tentang pelaporan insiden keselamatan pasien, Seperti membuat peraturan
untuk melindungi pelapor dengan tidak mempublikasikan data diri pelapor
insiden keselamatan pasien, selanjutnya Mengembangkan modul pelaporan
untuk insiden keselamatan pasien agar dapat menjadi panduan SDM kesehatan
dalam melakukan pelaporan inisden keselamatan pasien, dapat juga dengan
Membuat peraturan pemberian reward bagi SDM kesehatan yang mampu
melakukan asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Rekomendasi Melakukan kajian Peraturan Menteri Kesehatan dan modul yang


sudah ada terkait pelaporan insiden keselamatan pasien perlu dilakukan
selanjutnya mewajibkan sosialisasi dan evaluasi oleh Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit terhadap semua SDM kesehatan terkait analisis, penanganan dan
tata cara tekhnis pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit ini sangat
membantu untuk terlaksananya pelaporan insiden keselamatan pasien dan
dengan sosialisasi juga dapat meningkatkan kemampuan SDM kesehatan dalam
menganalisa,  menangani dan melaporkan insiden keselamatan pasien,
memberikan reward  pada SDM kesehatan yang mampu menganalisa, menangani
dan melaporkan insiden keselamatan pasien dengan baik serta melindungi
pelapor dengan tidak mencantumkan nama dan data diri pelapor ini akan
menjadi motivasi untuk melaporkan semua insiden keselamatan pasien di rumah
sakit. sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang
berkesinambungan dan menjadi proses pembelajaran bagi perbaikan pelayanan
yang berorientasi kepada  keselamatan pasien.

5. Monitoring dan Evaluasi Keselamatan Pasien (patient safety)di RS

63
Mengukur keselamatan bagaimanapun bukan semata-mata mengukur bahaya.
Menilai keselamatan dengan apa yang telah terjadi di masa lalu, meski informatif,
tidak dengan sendirinya memberitahu betapa bahagianya saat ini atau akan
berada di masa depan. Keselamatan berkaitan dengan berbagai cara dimana
sistem dapat gagal berfungsi, yang tentunya jauh lebih banyak daripada mode
fungsi yang dapat diterima. Beberapa kegagalan ini mungkin sudah tidak asing
lagi, bahkan bisa diprediksi, namun sistem ini mungkin juga tidak berfungsi
dengan cara yang tidak terduga. Keselamatan sebagian dicapai dengan waspada
terhadap gangguan, merespon dengan cepat untuk menjaga agar tetap berjalan
lancar. Dokter perawat dan manajer keperawatan melakukan sepanjang waktu
dalam perawatan kesehatan, mungkin lebih besar daripada industri lainnya.
 Dimensi Pengukuran dan Pemantauan Keselamatan Vincent, Burnett, & Cartney
(2013) mengelompokkan menjadi 5 dimensi :
a. Kerusakan masa lalu: mencakup tindakan psikologis dan fisik
b. Keandalan: mencakup ukuran perilaku dan sistem
c. Sensitifitas terhadap operasi: informasi dan kapasitas untuk memantau
keselamatan setiap jam atau setiap hari
d. Antisipasi dan kesiapan: kemampuan mengantisipasi, dan bersiap menghadapi
masalah
e. Integrasi dan pembelajaran: kemampuan untuk merespon dan memperbaiki,
informasi keselamatan
 Sistem Pelaporan
Sistem pelaporan dalam perawatan kesehatan pada awalnya ditujukan untuk
menyediakan sarana pengukuran dan pembelajaran baik dari kejadian buruk
maupun masalah keselamatan lainnya. Hasil penelitian Vincent, Burnett &
Cartney (2013) menunjukkan bahwa sistem pelaporan rutin yang diterapkan di
rumah sakit melewatkan sebagian besar insiden keselamatan pasien yang
diidentifikasi berdasarkan catatan kasus dan hanya mendeteksi 5% insiden yang
mengakibatkan kerusakan pada pasien.
 Pelaporan Kejadian yang Ditargetkan
Beberapa organisasi menggunakan laporan kejadian prospektif atau tertarget,
seringkali untuk jangka waktu tertentu, untuk mengatasi masalah keamanan
64
yang diketahui. Misalnya, dalam beberapa praktik keperawatan primer ada
minggu-minggu tertentu ketika Setiap kejadian buruk dicatat. Dari sini, tak
mungkin diminta untuk melaporkan masalah spesifik seperti kehilangan hasil tes
berdasarkan target untuk bulan berikutnya (Australian Commission on Safety
and Quality in Helathcare, 2010).
 Pelaporan Wajib ‘Tidak Pernah Kejadian
Beberapa kejadian keselamatan jarang terjadi namun memiliki konsekuensi
tragis misalnya kematian karena menyuntikkan obat intravena ke sumsum
tulang belakang. Adalah peristiwa keselamatan yang paling menonjol dan paling
mengganggu yang sesuai dengan kecelakaan dominan lainnya. Peristiwa-
peristiwa tersebut dituangkan dalam daftar 28 ‘tidak pernah kejadian’ yang
disusun oleh forum mutu nasional Inggris pada tahun 2004 dan sejak diadopsi
oleh banyak organisasi sebagai target keselamatan. Identifikasi kejadian langka
namun mengerikan ini selalu bergantung pada pelaporan, setidaknya sampai
cara yang dapat diandalkan untuk mencari rekam medis elektronik muncul.
 Monitoring dan Evaluasi Dilakukan Oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

- Monitoring 6 sasaran keselamatan pasien menggunakan indikator mutu,


yang mana pengambilan data dilakukan oleh petugas pengambil data mutu
unit, yang kemudian dimasukkan dalam sismadak.
- Monitoring tujuh langkah menuju keselamatan pasien dan 12 dimensi
keselamatan pasien dengan menggunakan survei pada seluruh ruang lingkup
penerapan budaya keselamatan pasien.
- Petugas penyiapan kebutuhan Survei adalah komite mutu dan keselamatan
pasien.
- Petugas monitoring atau Survei adalah penanggung jawab pengambil data di
setiap unit.
- Petugas analisa data adalah komite mutu dan keselamatan pasien.
- Petugas pembuat laporan pelaksanaan kegiatan komite mutu dan
keselamatan pasien.
- Survey budaya keselamatan pasien menggunakan kuesioner dari HSOPC
(Hospital Survey on Patient Safety Culture) yang dikembangkan oleh AHRQ

65
(Agency for Healthcare Research and Quality) 2016 dan disesuaikan dengan
kondisi rumah sakit.

 Waktu Pelaksanaan

- Analisa 6 sasaran keselamatan pasien dilakukan setiap 3 bulan


- Analisa 12 dimensi budaya keselamatan pasien dilakukan, setiap dimensi
budaya keselamatan pasien
- Analisa dibuat menggunakan grafik
- Analisa mencakup analisa pencapaian dan permasalahan
- Hasil pengumpulan data dan analisa dilaporkan pada pimpinan atau
direktur rumah sakit

 Melakukan Tindak Lanjut Perbaikan

Data yang telah dianalisa, apabila sudah baik dipertahankan atau ditingkatkan,
Namun apabila masih kurang dilakukan perbaikan.

D. Soal-Soal Latihan

1. Jelaskan Pengertian dan konsep keselamatan pasien (patient safety) di RS


2. Jelaskan Budaya Keselamatan Pasien (patient safety)
3. Jelaskan Tujuh Langkah menuju keselamatan pasien (patient safety)di RS
4. Jelaskan Pencatatan dan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di RS
5. Jelaskan Pengertian Monitoring dan Evaluasi Keselamatan Pasien (patient safety)di
RS

66
BAB XII
MEMBUAT LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH SAKIT (SEMINAR/PRESENTASI
MUTU)
A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
1. Hasil kunjungan RS meliputi: Gambaran pengelolaan (manajemen mutu), program
mutu, hambatan dan kendala program mutu RS

B. Waktu Pembelajaran Mata Kuliah


1. Kegiatan Pembelajaran dengan Tatap Muka 50 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS X
50 Menit x 14 Minggu = 1.400 Menit/14 Minggu = 100 Menit/Minggu.
2. Kegiatan Pembelajaran dengan Penugasan Terstruktur 60 Menit/Minggu/
Semester. 2 SKS X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120
Menit/Minggu.
3. Kegiatan Pembelajaran dengan Belajar Mandiri 60 Menit/Minggu/Semester. 2 SKS
X 60 Menit x 14 Minggu = 1.680 Menit/14 Minggu = 120 Menit/Minggu.

C. Materi Pembelajaran
1. Hasil kunjungan RS meliputi: Gambaran pengelolaan (manajemen mutu),
program mutu, hambatan dan kendala program mutu RS
 Gambaran pengelolaan manajemen mutu
Manajemen mutu adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menjaga tingkat
kualitas yang diinginkan oleh perusahaan. Tindakan ini mencakup rangkaian
aktivitas lain seperti menentukan standar kualitas, peraturan yang diperlukan,
dan aspek lain yang dapat menentukan kualitas produk atau jasa.

67
Untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan proses perencanaan dan strategi yang
matang agar keputusan-keputusan yang diambil dapat lebih terarah dan sesuai.
Hal ini juga berlaku di dalam dunia bisnis. Untuk melaksanakan, harus diawali
dengan perencanaan yang baik. rencana dan strategi yang dibuat pun juga harus
memiliki struktur tahapan atau proses yang tepat. Hal ini dilakukan agar kualitas
mutu yang diinginkan dapat tercapai dan memenuhi standar yang berlaku.

Selain itu, di dalam tahap perencanaan strategi ini juga perlu dilakukan analisis
untuk mengetahui kebutuhan dari konsumen atau pelanggan agar membantu
meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap produk maupun jasa yang
dihasilkan.
Setelah melakukan perencanaan strategi yang matang, implementasi mutu
diperlukan untuk mengaplikasikan hasil rancangan yang sudah dibuat. Di dalam
proses implementasi mutu, ada hal yang perlu diperhatikan, seperti standar
pengerjaan atau pembuatan produk, dan pengecekan kualitas mutu. Jika sudah
sesuai dengan standar mutu yang digunakan oleh perusahaan, barulah produk
maupun hasil akan diberikan dan disebarluaskan kepada para konsumen di luar.
 Program Mutu
Program Mutu adalah dokumen penjaminan mutu terhadap pelaksanaan proses
kegiatan dan hasil kegiatan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kontrak
pekerjaan. Program mutu harus sudah disahkan oleh Penanggung Jawab
Kegiatan sebelum Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi pengawasan memulai
pekerjaannya.
 Hambatan dan Kendala Program Mutu di Rumah Sakit
Hambatan dalam penyelenggaraan program mutu disebabkan oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Beberapa hal diantaranya adalah :
(1) program keselamatan pasien belum menjadi agenda prioritas
(2) tidak adanya tenaga penggerak
(3) Dilakukan dengan kondisi yang terpaksa, seperti hanya karena tuntutan dari
atasan.
(4) masih adanya resistensi yang kuat dari sejumlah elemen rumah sakit
(5) adanya kendala karena kurangnya pemahaman implementasi dari program
keselamatan pasien
68
(6) tidak adanya rasa kesadaran dalam diri terhadap budaya keselamatan pasien;
(7) pelaporan insiden yang tidak optimal.

D. Soal-Soal Latihan

1. Jelaskan dari Gambaran Pengelolaan (Manajemen Mutu)

2. Jelaskan tentang Program Mutu

3. Jelaskan tentang Hambatan dan Kendala Program Mutu Rs

69
DAFTAR PUSTAKA
[1] U. K. M. (UKM) Esensial, “No Title”, [Online]. Available:
https://dinkes.nunukankab.go.id/pkmseitaiwan/upaya-kesehatan-masyarakat-
ukm-esensial/
[2] Y. Kristiani, “Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Penggunaan Layanan
Kesehatan Primer pada Ibu dan Anak di Puskesmas Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Utara,” pp. 9–40, 2018, [Online]. Available:
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/63122/Faktor-Sosial-Ekonomi-yang-
Mempengaruhi-Penggunaan-Layanan-Kesehatan-Primer-pada-Ibu-dan-Anak-di-
Puskesmas-Kabupaten-Nunukan-Kalimantan-Utara
[3] R. Fauzi, “Pembiayaan dan penganggaran kesehatan,” Buku Kesehat. Masy. Teor.
dan Apl., no. 0801173303, p. 370, 2019.
[4] P. R. Johns, M. G. Yoon, and B. W. Agranoff, “Directed outgrowth of optic fibres
regenerating in vitro,” Nature, vol. 271, no. 5643, pp. 360–362, 1978, doi:
10.1038/271360a0.
[5] “QC Seven Tools (Tujuh Alat Pengendalian Kualitas)”, [Online]. Available:
https://ipqi.org/qc-seven-tools-tujuh-alat-pengendalian-kualitas/
[6] “Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS)”, [Online]. Available:
http://rsudpameungpeuk.id/detailberita-6-standar-nasional-akreditasi-rumah-
sakit-snars.html

70
71

Anda mungkin juga menyukai