Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Theory of Constraint (TOC)

Konsep Theory of Constraint (TOC) dituangkan dalam system

drum-buffer-rope (DBR), yang tujuannya adalah menjaga tingkat output

sistem melalui pengadaan inventori input pada titik yang menjadi

bottleneck. Titik yang menjadi bottleneck inilah yang menjadi perhatian

utama untuk ditingkatkan produktivitas atau efisiensinya, karena

peningkatan produktivitas bottleneck akan meningkatkan produktivitas

seluruh sistem.

Secara umum, ada tiga jenis constraints (hambatan), yaitu sebagai

berikut.

a. Internal resource constraints

Muncul karena sumber daya organisasi yang terbatas,

contohnya: keterbatasan kapasitas.

b. Market constraints

Muncul ketika tingkat permintaan konsumen (market) lebih

kecil dari tingkat output organisasi sehingga terjadi penumpukan

ketersediaan barang jadi.

6
7

c. Policy constraints

Muncul karena kebijakan, misalnya: larangan kerja lembur

sehingga perusahaan tidak bisa meningkatkan output melalui

penambahan jam kerja.

2. Konsep Dasar Teori Constraint

Teori constraint berfokus pada tiga ukuran kinerja

pengorganisasian, yaitu: throughput, persediaan, dan biaya operasi.

a. Throughput adalah laba yang dihasilkan melalui penjualan. Secara

operasional, throughput adalah perbedaan antara penjualan dengan

biaya variabel level unit (unit-level variable costs), seperti bahan baku

dan tenaga listrik. Tenaga kerja langsung dipandang sebagai biaya

level unit tetap (fixed unit-level expenses) dan biasanya tidak

dimasukkan dalam definisi throughput. Berdasarkan pemahaman ini

throughput berhubungan dengan margin kontribusi.

b. Persediaan adalah semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk

mengubah bahan baku menjadi throughput.

c. Biaya operasional didefinisi sebagai semua uang yang dibelanjakan

organisasi untuk mengubah persediaan menjadi throughput.

Berdasarkan pada ketiga ukuran tersebut, tujuan manajemen

adalah meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan, dan

mengurangi biaya operasi.

Peningkatan throughput, minimalisasi persediaan, dan

pengurangan biaya operasi akan memengaruhi tiga ukuran kinerja


8

keuangan yaitu peningkatan laba bersih, return on investment, dan arus

kas. Peningkatan throughput dan pengurangan biaya operasi biasanya

lebih ditekankan sebagai elemen-elemen kunci dalam memperbaiki

ketiga ukuran keuangan tersebut. Namun, peran minimalisasi persediaan

dalam mencapai perbaikan kinerja secara tradisional dianggap kurang

penting daripada throughput dan biaya operasi.

Teori constraint menyatakan bahwa manajemen persediaan

mempunyai peranan yang lebih besar daripada yang diasunisikan dalam

sudut pandang tradisional. Teori constraint mengakui bahwa penurunan

persediaan akan menurunkan biaya penyimpanan, yang kemudian

menurunkan biaya operasi, dan meningkatkan laba bersih. Teori

constraint berpendapat bahwa penurunan persediaan akan menimbulkan

keunggulan kompetitif dengan mempunyai produk yang lebih baik, lebih

murah, dan lebih cepat dalam merespons kebutuhan pelanggan.

3. Tahap-Tahap Teori Constraint

Teori constraint mempunya lima tahap untuk mencapai tujuan

perbaikan kinerja pengorganisasian.

a. Tahap I: Indentifikasi Batasan Organisasi.

Batas-batasan yang dapat diklasifikasi menjadi:

1) Batasan eksternal adalah faktor-faktor yang membatasi

perusahaan yang bersumber dari luar perusahaan, misalnya

permintaan pasar terhadap produk perusahaan, dan


9

2) Batasan internal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan

yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan

kapasitas mesin.

Walaupun sumber ekonomi dan permintaan mungkin terbatas,

bauran produk tertentu mungkin tidak memenuhi semua permintaan

atau menggunakan semua sumber ekonomi yang tersedia. Batasan

yang mempunyai sumber ekonomi yang tidak sepenuhnya digunakan

oleh suatu bauran produk disebut batasan langgar (loose constraint).

Batasan mengikat (binding constraint) adalah batasan yang

mempunyai semua sumber ekonomi dimanfaatkan secara penuh.

Batasan-batasn eksternal maupun internal seharusnya diidentifikasi.

Bauran produk optimal diidentifikasi sebagai bauran produk

perusahaan. Bauran produk optimal menunjukkan banyaknya sumber

ekonomi pada setiap batasan yang digunakan dan batasan-batasan

yang mengikat organisasi.

Keputusan bauran produk dapat mempunyai pengaruh

signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Setiap bauran produk

merupakan suatu alternatif yang mempunyai laba tertentu. Serorang

manajer harus memilih bauran produk yang memaksimalkan laba

total. Pendekatan yang biasanya digunakan adalah dengan

mengasumsikan bahwa hanya biaya variabel berdasarkan unit yang

relevan untuk pembuatan keputusan bauran produk. Jadi, pendekatan

ini mengasumsikan bahwa level nonunit adalah sama di antara bauran


10

produk yang berbeda. Bauran produk yang optimal adalah bauran

produk yang memaksimalkan margin kontribusi total.

Seseorang manajer harus memilih bauran produk optimal

dengan batasa-batasan tertentu yang dihadapi perusahaan. Misalnya,

perusahaan memproduksi suku cadang X dan Y, dengan margin

kontribusi per unit masing masing adalah Rp900 dan Rp1.800. Jika

perusahaan mampu menjual semua suku cadang tersebut, seseorang

mungkin berpendapat bahwa hanya suku cadang Y yang seharusnya

diproduksi dan dijual karena mempunyai margin kontribusi terbesar.

Namun, solusi ini belum tentu solusi terbaik. Pemilihan bauran

optimal dapat secara signifikan dipengaruhi oleh hubungan antara

sumber-sumber ekonomi yang terbatas dengan masing-masing produk

secara individual. Hubungan ini akan mempengaruhi kuantitas setiap

produk yang dapat diproduksi, dan kemudian akan mempengaruh

margin kontribusi margin kontribusi total yang dapat dihasilkan.

Satu batasan Internal Mangikat. Apabila diasumsikan bahwa

setiap suku cadang harus dibor dengan menggunakan suatu mesin

khusus. Perusahaan mempunyai 3 mesin bor dengan waktu

pengeboran total per minggu selama 120 jampengeboran untuk ketiga

mesin. Suku cadang X per unit membutuhkan 1 jam pengeboran, dan

suku cadang Y per unit membutuhkan 3 jam pengeboran. Tidak ada

batasan lain selain mesin pengeboran tersebut. Oleh karena setiap unit

X membutuhkan 1 jam pengeboran, maka 120 unit X dapat dihasilkan


11

per minggu. Jika margin kontribusi X per unit adalah Rp900, maka

suku cadang X akan menghasilkan margin kontribusi total Rp180.000

(Rp900 x120 unit) per minggu. Di pihak lain, suku cadang Y per unit

membutuhkan 3 jam pengeboran, maka 40 unit Y dapat dihasilkan per

minggu. Apabila margin kontribusi Y per unit Rp1.800, maka margin

kontribusi total yang dihasilkan adalah Rp72.000 (Rp1.800 x 40 unit)

per minggu. Jika perusahaan memproduksi suku cadang X akan

menghasilkan margin kontribusi total lebih tinggi dari pada jika

perusahaan hanya memproduksi suku cadang Y, walaupun margin

kontribusi per unit suku cadang Y dua kali lipat suku cadang X.

Margin kontribusi per unit untuk setiap produk tidak penting

Margin kontribusi per unit sumber ekonomi merupakan faktor

penentu. Produk yang menghasilkan margin kontribusi per unit jam

pengeboran yang tertinggi seharusnya dipilih. Suku cadang X

menghasilkan margin kontribusi per jam pengeboran Rp900 (Rp900/1

jam pengeboran), sedangkan suku cadang Y hanya menghasilkan

margin kontribusi Rp600 per jam pengeboran (Rp1.800/3 jam

pengeboran). Jadi bauran optimal adalah 120 unit suku cadang X dan

tidak memproduksi suku cadang Y akan menghasilkan margin

kontribusi total Rp108.000 per minggu. Perhatikan bahwa bauran

produk ini menggunakan seluruh kapasitas 120 jam pengeboran

sehingga batasan jam pengeboran ini merupakan batasan yang

mengikat.
12

Batasan Mengikat Internal dan Batasan Mengikat Eksternal.

Margin kontribusi per unit sumber ekonomi juga dapat digunakan

untuk mengidentifikasi bauran produk optimal ketika terdapat batasan

mengikat eksternal. Misalnya, diasumsikan dengan batasan internal

yang sama yaitu 120 jam pengeboran, tetapi perusahaan juga

menghadapi batasan eksternal yaitu hanya dapat menjual 30 unit suku

cadang X dan 100 unit suku cadang Y. batasan internal

memungkinkan perusahaan memproduksi 120 suku cadang X, tetapi

hal ini bukan lagi pilihan yang menguntungkan karena perusahaan

memproduksi 120 unit suku cadang X, tetapi hal ini bukan lagi pilihan

yang menguntungkan karena perusahaan hanya dapat menjual suku

cadang X ke luar sebanyak 30 unit. Jadi perusahaan menghadapi suatu

batasan eksternal mengikat yang memengaruhi keputusan sebelumnya

yaitu hanya memproduksi dan menjual suku cadang X. Oleh karena

margin kontribusi per unit sumber ekonomi yaitu Rp900 untuk suku

cadang X dan Rp600 untuk suku cadang Y, maka masih masuk akal

untuk memproduksi dan menjual suku cadang Y. perusahaan

seharusnya memproduksi lebih dulu 30 unit suku cadang X dengan

menggunakan 30 jam pengeboran dan sisanya 90 jam pengeboran

digunakan untuk memproduksi 30 unit suku cadang Y (1 Unit Y

membutuhkan 3 jam pengeboran). Jadi, bauran produk optimal adalah

30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y yang menghasilkan


13

margin kontribusi total Rp81.000 per minggu ((Rp900 x 30 unit X) +

(Rp1.800 x 30 unit Y)).

b. Tahap II: Eksploitasi Batasan Mengikat

Salah satu cara penggunaan terbaik batasan mengikat adalah

untuk menjamin bahwa bauran produk optimal diproduksi. Namun,

pemanfaatan terbaik batasan mengikat lebih ekstensif daripada hanya

menjamin memproduksi bauran produk yang optimal. Tahap ini

adalah inti filosofi teori constraint pada manajemen batasan jangka

pendek dan secara langsung berhubungan dengan tujuan teori

constraint untuk mengurangi persediaan dan memperbaiki kinerja.

Dalam kebanyakan organisasi hanya terdapat beberapa batasan

sumber ekonomi yang mengikat. Batasan mengikat utama didefinisi

sebagai drummer (penabuh genderang). Apabila hanya terdapat satu

batasan mengikat internal dalam perusahaan maka batasan ini menjadi

drummer. Tingkat produksi batasan drummer akan menentukan

tingkat produksi seluruh pabrik. Proses produksi hilir akan mengikuti

batasan drummer. Penjadwalan untuk proses produksi hilir adalah

mudah. Ketika suatu suku cadang diselesaikan dalam proses drummer,

maka proses produksi berikutnya dimulai. Demikian juga, setiap

operasi berikutnya dimulai ketika operasi sebelumnya telah selesai.

Proses produksi hulu yang memberikan masukan bagi batasan

drummer dijadwal untuk memproduksi dalam tingkat yang sama

dengan batasan drummer. Penjadwalan pada tingkat drummer


14

mencegah proses produksi hulu mempunyai persediaan barang dalam

proses yang berlebihan.

Penjadwalan proses produksi hulu terdapat dua fitur tambahan

yang digunakan teori constraint dalam mengatur batasan untuk

merendahkan jumlah persediaan dan memperbaiki kinerja organisasi

yaitu buffer (cadangan) dan ropes (pengikat). Pertama, suatu buffer

persediaan ditentukan di muka untuk batasan mengikat utama. Buffer

persediaan disebut sebagai time buffer. Time buffer adalah persediaan

yang dibutuhkan untuk memelihara batasan sumber ekonomi

digunakan selama interval waktu tertentu. Tujuan suatu time buffer

adalah untuk melindungi throughput organisasi dari gangguan yang

dapat diatasi dalam interval waktu tertentu. Misalnya, jika

memerlukan waktu satu hari untuk mengatasi kebanyakan interupsi

yang terjadi di proses hulu sebelum batasan drummer, maka buffer

dua hari adalah waktu yang seharusnya cukup untuk melindungi

throughput dari interupsi macam apa pun. Jadi, dalam penjadwalan,

operasi sebelum batasan drummer seharusnya memproduksi suku

cadang yang dibutuhkan batasan drummer untuk dua hari di muka dari

penggunaan yang dijadwalkan. Setiap operasi yang mendahului

dijadwal lebih awal sehingga suku cadang tiba pada waktu dibutuhkan

oleh operasi berikutnya.

Ropes adalah tindakan yang dilakukan untuk mengikatkan

tingkat bahan baku yang dimasukkan ke operasi pertama di pabrik


15

dengan tingkat produksi pada batasan drummer. Tujuan suatu rope

adalah untuk menjamin bahwa persediaan barang dalam proses tidak

melebihi yang dibutuhkan untuk time buffer. Jadi, tingkat (rate) pada

batasan drummer digunakan untuk membatasi tingkat bahan baku

yang masuk proses pertama dan mengendalikan secara efektif tingkat

pada proses produksi pertama. Tingkat pada proses pertama kemudian

mengendalikan tingkat pada proses berikutnya. Sistem persediaan

pada teori constraint sering disebut drum-buffer-rope (DBR) system.

Berikut ini contoh lanjutan yang mengilustrasikan drum-

buffer-rope (DBR) system. Misalnya, perusahaan mempunyai tiga

proses produksi yang berurutan yaitu penggerindaan, pengeboran, dan

pengkilapan. Setiap proses tersebut mempunyai batasan sumber.

Permintaan untuk suku cadang juga terbatas, yaitu suku cadang X

sebanyak 30 unit dan suku cadang Y sebanyak 100 unit. Kemudian,

diasumsikan bahwa hanya ada satu batasan mengikat internal yaitu

pengeboran sehingga bauran optimal adalah 30 unit suku cadang X

dan 30 unit suku cadang Y untuk per minggu. Dua proses lain yaitu

penggerindaan dan pengkilapan merupakan batasan longgar karena

mampu memproduksi suku cadang lebih banyak daripada bauran

optimal tersebut. Oleh karena proses pengeboran memberikan

masukan kepada proses pengkilapan, maka proses pengeboran dapat

didefinisi sebagai batasan drummer untuk seluruh pabrik.

Diasumsikan bahwa permintaan harian dalam minggu adalah sama


16

yaitu 6 unit untuk setiap suku cadang (satu minggu terdiri atas 5 hari

keija). Time buffer selama 2 hari akan memerlukan 24 unit suku

cadang lengkap dari proses penggerindaan, yaitu 12 unit suku cadang

X dan 12 unit suku cadang Y. Untuk menjamin bahwa time buffer

tidak melebihi tingkat 6 unit per hari untuk setiap suku cadang, bahan

baku yang dimasukkan ke proses penggerindaan seharusnya hanya

sebanyak kebutuhan untuk memproduksi 6 unit untuk setiap suku

cadang per hari. Inilah rope pada proses produksi tersebut yaitu

mengikatkan bahan baku yang dimasukkan ke proses pertama ke

tingkat pada batasan drummer.

c. Tahap III: Mengesampingkan Hal Lain untuk Pembuatan Keputusan

pada Tahap II

Batasan drummer pada dasarnya menentukan kapasitas untuk

keseluruhan pabrik. Semua departemen lainnya seharusnya diatur

untuk kebutuhan batasan drummer. Cara ini meminta perusahaan

untuk mengubah cara pandang mereka. Misalnya, penggunaan ukuran

efisiensi pada tingkat departemen mungkin tidak lagi sesuai. Sebagai

kelanjutan dari contoh berikutnya, usaha untuk memaksimalkan

efisiensi produktif pada departemen penggerindaan dapat

mengakibatkan persediaan barang dalam proses yang berlebihan.

Apabila kapasitas departemen penggerindaan adalah 80 unit suku

cadang per minggu, maka departemen penggerindaan akan menambah

produksi 20 unit suku cadang per minggu, di atas bauran optimal 60


17

unit suku cadang yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang

Y berdasar batasan drummer yaitu departemen pengeboran. Oleh

karena itu, dalam periode satu tahun kelebihan persediaan barang

dalam proses adalah 1.000 unit (20 unit x 50 minggu kerja).

Departemen pengkilapan harus berproduksi mengikuti departemen

sebelumnya yaitu departemen penggerindaan yang merupakan batasan

drummer. Oleh karena itu, produksi di departemen pengkilapan dapat

dikendalikan berdasarkan output departemen pengeboran.

d. Tahap IV: Mengurangi Batasan Mengikat

Setelah tindakan-tindakan dilakukan untuk penggunaan terbaik

batasan yang ada, langkah berikutnya adalah memulai suatu program

perbaikan berkelanjutan untuk mengurangi batasan-batasan mengikat

yang dimiliki. Misalnya, apabila perusahaan menambah setengah shift

kerja pada departemen pengeboran, maka kapasitas akan meningkat

dari 120 jam pengeboran menjadi 180 jam pengeboran per minggu.

Adanya tambahan 60 jam pengeboran, perusahaan dapat

meningkatkan produksi suku cadang Y dari 30 unit menjadi 50 unit

atau terdapat produksi tambahan 20 unit suku cadang Y (1 unit Y

membutuhkan 3 jam pengeboran). Oleh karena suku cadang Y

mempunyai margin kontribusi per unit Rp1.800, maka throughput

akan meningkat Rp36.000 per minggu (Rp1.800 x 20 unit), dengan

asumsi bahwa departemen penggerindaan dan pengkilapan dapat

menghasilkan 20 unit suku cadang Y per minggu. Departemen


18

penggerindaan mempunyai kapasitas 80 unit dan setiap unit suku

cadang X dan Y masing-masing membutuhkan 1 jam penggerindaan,

sehingga digunakan 60 jam penggerindaan. Jadi, produksi tambahan

20 unit masih dapat dikerjakan dalam kapasitas yang tersedia.

Jika departemen pengkilapan mempunyai kapasitas 160 jam

dan suku cadang X per unit menggunakan 2 jam dan suku cadang Y

menggunakan 1 jam. Apabila bauran optimal sebelumnya, yaitu 30

unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y, maka 90 jam

pengkilapan digunakan. Penambahan produksi sebanyak 20 unit suku

cadang Y, perusahaan membutuhkan 20 jam pengkilapan tambahan.

Kebutuhan ini dapat terpenuhi karena terdapat kapasitas menganggur

70 jam pengkilapan (160 jam - 90 jam). Jadi, perubahan dari bauran

produk terdiri atas 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y

menjadi bauran produk 30 unit suku cadang X dan 50 unit suku

cadang Y, adalah mungkin dilakukan. Pertanyaannya adalah apakah

penambahan setengah shift kerja akan lebih menguntungkan.

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan membandingkan biaya tambahan

kebijakan penambahan setengah shift kerja dengan penambahan

throughput Rp36.000 per minggu. Jika biaya tambahan untuk

setengah shift kerja adalah Rp 150 per jam, maka biaya tambahan total

adalah Rp9.000 per minggu (Rp150 x 60 jam), dan keputusan

penambahan setengah shift kerja adalah menguntungkan.


19

e. Tahap V: Pengulangan Proses

Akhirnya, batasan sumber berupa aktivitas pengeboran akan

ditinggalkan pada suatu titik yang batasan tersebut tidak mengikat

lagi. Misalnya, jika perusahaan menambah satu shift kerja penuh

untuk operasi pengeboran, maka kapasitas yang tersedia menjadi 240

jam pengeboran. Batasan pengeboran dan pengkilapan mampu

memproduksi lebih banyak suku cadang Y, tetapi proses

penggerindaan tidak dapat menambah produksi karena departemen

penggerindaan mempunyai kapasitas maksimum 80 unit per minggu

untuk kombinasi suku cadang X dan Y. Jadi, batasan drummer yang

baru adalah penggerindaan. Ketika batasan drummer baru

diidentifikasi, maka proses teori constraint diulang. Tujuannya adalah

untuk melakukan perbaikan kinerja secara berkelanjutan dengau

mengelola batasan.
20

B. Kerangka Berfikir

Permasalahan

Permasalahan pada penelitian ini, yaitu Belum


diketahuinya hasil perhitungan stasiun kerja kendala dalam
proses pembuatan mainan kereta api kayu. Belum
diketahuinya hasil perhitungan Buffer Time pada waktu
kerja kendala dalam proses pembuatan mainan kereta api
kayu. Belum diketahuinya hasil perhitungan Lead Time
pada waktu kerja kendala dalam proses pembuatan mainan
kereta api kayu. Belum diketahuinya hasil kesimpulan dari
Drum Buffer Rope cara mengatasi stasiun kerja kendala
pada proses pembuatan mainan kereta api kayu. Data

Data yang
digunakan adalah
data permintaan
aktual terbesar yang
didapatkan dari data
Pengolahan Data
MPS pada modul
Data permintaan aktual terbesar yang didapatkan dari data MRP
MPS pada modul MRP diolah dengan metode Theory Of
Constraint

Analisis Data

Menganalisis data hasil penentuan proses standar stasiun


kerja, menentukan setasiun kerja kendala, menghitung
buffer time pada stasiun kerja kendala, dan drum buffer.

Hasil Yang Diharapkan

Dapat mengetahui hasil perhitungan stasiun kerja kendala


dalam proses pembuatan mainan kereta api kayu. Dapat
mengetahui hasil perhitungan Buffer Time pada waktu
kerja kendala dalam proses pembuatan mainan kereta api
kayu. Dapat mengetahui jumlah Lead Time pada waktu
kerja kendala dalam proses pembuatan mainan kereta api
kayu. Dapat mengetahui hasil kesimpulan dari Drum
Buffer Rope cara mengatasi stasiun kerja kendala pada
proses pembuatan mainan kereta api kayu

Gambar 2.3
Kerangka Berpikir
21

Sumber: Penelitian Kelompok 1

C. Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian kali ini, antara lain:

1. Humala Napitupulu., dkk. 2016. Perencanaan Dan Penjadwalan Produksi

Green Tea Dengan Pendekatan Theory Of Constraint Pada PT. XYZ.

Jurnal Sistem Teknik Industri . 18(1): 23-27. ISSN 1411 – 5247.

Perencanaan produksi dalam proses produksi manufaktur merupakan

salah satu bagian dari sistem produksi. Pengaturan perencanaan produksi

yang tidak baik akan menyebabkan terjadinya penumpukan (bottleneck).

Bottleneck stasiun kerja mengakibatkan perusahaan tidak mampu

memenuhi permintaan. PT. XYZ adalah sebuah perusahaan manufaktur

dalam bidang produksi green tea yang mengalami masalah tidak mampu

memenuhi permintaan akibat adanya bottleneck pada salah satu stasiun.

Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi green tea lebih kecil dari

jumlah permintaan produk green tea. Penelitian ini bertujuan untuk

menghasilkan penjadwalan produksi green tea dengan menggunakan

pendekatan theory of constraint (TOC) untuk menghilangkan kendala

(constraint) yang menghambat aliran produksi. Metode penjadwalan

dengan prinsip-prinsip dasar theory of constraint (TOC) adalah sistem

penjadwalan drum buffer rope (DBR) dengan menggunkan time buffer,

dimana stasiun kerja yang mengalami bottleneck diperbaiki sehingga

menjadi stasiun kerja non bottleneck. Berdasarkan hasil penelitian


22

didapatkan bahwa stasiun kerja IV merupakan stasiun kerja bottleneck.

Penyebab bottleneck pada stasiun kerja IV adalah kurangnya kapasitas

tersedia (CA).

2. Mifthahul Ahyan, dkk. 2021. Usulan Perbaikan Lintasan Produksi

Dengan Menggunakan Metode Theory Of Constraint Dan Metode

Moddie Young. Jurnal Vorteks. 2(1): 66-77. p-ISSN :2746 - 9778, e-

ISSN: 2746 - 976X. PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan

manufaktur yang bergerak di bidang vulkanisir ban di Sumatera Utara.

Pada kondisi aktual, terjadi antrean pada lantai produksi dikarenakan

penumpukan barang yang diproses pada beberapa stasiun kerja atau

sering disebut bottleneck. Oleh karena itu penulis merancang usulan

perbaikan dengan menggunakan penjadwalan stasiun kerja berdasarkan

stasiun kerja dengan upaya untuk mengeliminasi stasiun kerja bottleneck

dan mendapatkan keseimbangan lintasan pada lantai produksi. Dalam

penelitian ini, metode yang dipakai adalah Theory of Constraint (TOC)

dan metode Moodie Young yang dapat menyelesaikan masalah yang ada

sehingga waktu produksi lebih efisien. Perbaikan dilakukan adalah

penjadwalan stasiun kerja dengan bottleneck yang menjadi kendala yaitu

pada stasiun kerja skiving, cementing, repairing, envolving dan finishing,

sehingga diperoleh 7 stasiun kerja dengan nilai smoothing index 709,43

dan efisiensi lintasan 75,44%. Perbaikan dengan metode Moodie Young

terdiri dari dua fase yaitu membuat pengelompokan stasiun kerja dan

melakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase
23

satu. Hasil penyeimbangan dengan menggunakan metode Moodie Young

diperoleh 8 stasiun kerja dengan nilai smoothing index 917,40 dan

efisiensi lintasan 74,70%.

Anda mungkin juga menyukai