Anda di halaman 1dari 19

SAP 6

RINGKASAN MATERI KULIAH


AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

“Penggunaan Informasi Akuntansi


untuk Pengambilan Keputusan Jangka Pendek”

Oleh:

Kelompok 6

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
6.1 Latar Belakang
Salah satu kegunaan utama dari sistem informasi akuntansi manajemen adalah
memberikan informasi yang dapat dipergunakan manajemen untuk mengambil keputusan.
Namun demikian, tidak semua informasi biaya dapat dipergunakan untuk pengambilan
keputusan. Misalkan, jika yang dipergunakan adalah informasi mengenai biaya yang sudah
terjadi (sunk costs), maka pengambilan keputusan yang diambil bisa saja salah. Karena itu,
penting sekali untuk membedakan mana biaya yang dapat dipakai dan yang tidak dapat
dipakai untuk pengambilan keputusan, sehingga manajemen dapat melakukan pengambilan
keputusan yang benar.

6.2 Langkah-Langkah dalam Pengambilan Keputusan


Pada dasarnya terdapat lima langkah yang harus dilakukan dalam melakukan
pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya pengambilan keputusan jangka pendek.
Langkah-langkah tersebut adalah:
1) Menyadari adanya permasalahan dan mendefinisikan permasalahan tersebut.
2) Mengidentifikasikan alternatif-alternatif yang dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah tersebut.
3) Mengidentifikasikan perkiraan biaya yang akan dikeluarkan dan pendapatan yang
akan di terima untuk setiap alternatif yang telah dipilih dan memperbandingkan biaya
dan pendapatan relevan untuk setiap alternatif.
4) Menilai dampak atau faktor kualitatif dari setiap alternatif tersebut terhadap tujuan
perusahaan secara keseluruhan.
5) Memilih alternatif yang paling menguntungkan, tidak bertentangan dengan tujuan
perusahaan.

Contoh dari penerapan kelima langkah tersebut dalam pengambilan keputusan jangka
pendek perusahaan adalah:
1) Perusahaan sedang dalam keadaan lesu, dan beroperasi tidak dalam kapasitas
maksimal. pembeli (yang belum pernah membeli dari perusahaan), yang ingin
membeli produk perusahaan dengan harga yang lebih murah dari harga normal
perusahaan, dan hanya melakukan satu kali transaksi
2) Alternatif yang dapat dipilih perusahaan adalah (1) menerima pesanan tersebut atau
(2) menolak pesanan tersebut
3) Perusahaan akan melakukan perhitungan tambahan pendapatan dan tambahan biaya
jika perůsahaan menerima pesanan tersebut.
4) Salah satu faktor kualitatif yang harus dipertimbangkan perusahaan adalah apakah
harga khusus yang diberikan pada calon pembeli ini akan dapat merusak harga normal
perusahaan
5) Pesanan akan diterima apabila tambahan pendapatan yang diperoleh lebih besar dari
tambahan biaya yang dikeluarkan, serta tidak merusak harga normal perusahaan.

6.3 Konsep-Konsep Blaya dalam Pengambilan Keputusan Jangka Pendek


6.3.1 Sunk Costs
Sunk costs adalah biaya-biaya yang sudah terjadi atau sudah dikeluarkan perusahaan.
Uang yang dikeluarkan perusahaan untuk biaya-biaya tersebut tidak dapat ditarik kembali.
Hampir semua biaya-biaya yang terdapat dalam laporan laba-rugi perusahaan, jika
perusahaan sudah melakukan pembayaran, merupakan sunk costs. Biaya ini tidak relevan dan
seharusnya tidak dipakai sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Namun
demikian, seringkali manajemen melakukan tindakan sebaliknya, yakni memperhitungkan
sunk cost dalam pengambilan keputusan. Hal ini disebut sebagai sunk cost phenomenon.
Contohnya adalah Pesawat Concorde. Dari awal pengembangan pesawat ini, sudah terlihat
jelas bahwa pesawat jenis ini tidak akan menguntungkan. Namun demikian pemerintah
Inggris dan Prancis tetap menanamkan uang untuk proyek ini. Hal ini disebabkan karena
kedua pemerintahan tersebut telah mengeluarkan uang yang banyak pada investasi pesawat
concorde. Menurut psikolog, situasi ini timbul karena perusahaan tidak ingin membuang-
buang uang.

Contoh lain dari sunk costs adalah biaya yang terdapat pada persediaan perusahaan,
baik itu persediaan bahan mentah, persediaan barang dalam proses, maupun persediaan
barang jadi. Misalkan, nilai persediaan barang jadi berasal dari biaya produksi dari barang-
barang yang sudah selesai di produksi. Karena semua biaya-biaya produksi tersebut sudah
dikeluarkan perusahaan, maka biaya - biaya tersebut sudah merupakan sunk cost bagi
perusahaan Implikasinya, biaya produksi tersebut menjadi tidak relevan lagi dijadikan dasar
pengambilan keputusan perusahaan, termasuk didalamnya untuk penentuan harga. Jika
barang sudah terlanjur di produksi perusahaan, maka penentuan harga sepenuhnya ditentukan
oleh konsumen. Perusahaan scharusnya menjual produk tersebut kepada konsumen yang mau
membayar dengan harga lebih tinggi, meskipun harga tersebut masih dibawah biaya per
unitnya.
6.3.2 Opportunity Costs
Opportunity costs adalah kesempatan yang hilang karena perusahaan memilih suatu
alternatif tertentu dibandingkan dengan alternatif lainnya. Kesempatan yang hilang tersebut
dapat berupa pendapatan yang hilang, marjin kontribusi yang hilang, maupun profit yang
hilang. Misalkan PT. XYZ sudah beroprasi dalam kondisi kapasits penuh, dan ada seorang
pembeli baru yang ingin memesan barang dari perusahaan XYZ. Pesanan tersebut, sebut saja
pesanan A, akan menghasilkan marjin kontribusi sebesar Rp30.000. Namun, untuk memenuhi
pesanan tersebut, perusahaan harus mengorbankan salah satu pesanan yang selama ini
dilayaninya, yaitu pesanan B. Pesanan yang dikorbankan tersebut memiliki marjin kontribusi
sebesar Rp20.000.000, Hal ini berarti opportunity costs perusahaan untuk memenuhi pesanan
A adalah Rp20.000.000. Opportunity costs ini harus diperhitungkan dalam aspek
pengambilan keputusan perusahaan, terutama jika perusahaan memiliki keterbatasan
(shortage) dari sumber daya yang dimilikinya, baik itu berupa kapasitas mesin, kapasitas
orang, jumlah bahan mentah, dan sebagainya.

6.3.3 Relevant Costs


Biaya yang dapat dipakai sebagai informasi untuk pengambilan keputusan adalah
biaya relevan (relevant costs). Agar suatu biaya dapat dianggap sebagai biaya relevan, maka
biaya-biaya tersebut harus memenuhi dua persyaratan, yaitu:
1) Biaya tersebut harus belum terjadi, dan biaya tersebut baru akan terjadi apabila
keputusan yang dipilih perusahaan dilaksanakan. Hal ini menjelaskan lagi bahwa
biaya yang sudah terjadi (sunk costs) tidak dapat dipakai untuk pengambilan
keputusan.
2) Biaya tersebut harus berbeda untuk setiap alternatif yang berbeda. Meskipun biaya
tersebut belum dikeluarkan (memenuhi persyaratan pertama), namun jika untuk
setiap alternatif yang ada biayanya adalah sama, maka biaya tersebut juga tidak
relevan dalam pengambilan keputusan. Misalkan, perusahaan memiliki kapasitas
produksi sebanyak 100.000 unit, namun jumlah kapasitas yang terpakai hanya 80.000
unit. Saat ini perusahaan ingin memproduksi tambahan 10.000 unit. Biaya yang
relevan untuk keputusan ini adalah biaya variabel, karena biaya variabel tidak akan
muncul kalau perusahaan tidak memproduksi tambahan 10.000 unit tersebut. Namun,
jika perusahaan memutuskan untuk menambah produksi, maka biaya variabel akan
muncul. Karena nilai biaya variabel akan berbeda untuk keputusan yang berbeda,
maka biaya variabel termasuk dalam kategori biaya relevan. Tidak demikian halnya
dengan biaya tetap, karena keputusan perusahaan untuk memproduksi 80.000 unit
ataupun 90.000 unit akan memiliki total biaya tetap yang sama, sehingga dalam hal
ini biaya tetap bukan merupakan biaya relevan untuk pengambilan keputusan.

6.4 Penerapan Konsep Biaya Relevan dalam Situasi Tertentu


6.4.1 Pesanan Khusus (Special Order)
Kasus pertama dalam pengambilan keputusan jangka pendek adalah mengenai
pesanan khusus. Situasi ini muncul saat perusahaan memproduksi dalam kapasitas dibawah
yang dimiliki perusahaan. Pada saat demikian terdapat calon pembeli yang ingin melakukan
pesanan khusus pada perusahaan dengan harga jual dibawah harga reguler perusahaan.

Contoh Soal:
PT Serasi Selaras adalah perusahaan yang memproduksi berbagai macam furniture.
Saat ini usaha perusahaan sedang mengalami kelesuan. Perusahaan saat ini memiliki
kapasitas produksi sebanyak 100.000 jam mesin, namun yang terpakai hanya 60.000 jam
mesin. Dalam kondisi seperti ini, terdapat seorang calon pembeli yang ingin membeli 5.000
buah kursi. Untuk memproduksi kursi tersebut dibutuhkan total jam mesin sebanyak 10.000
jam. Biaya bahan mentah langsung untuk membuat satu kursi pesanan adalah Rp20.000.
Sedangkan jam buruh langsung yang dibutuhkan untuk membuat kursi adalah 15 menit per
kursi. Biaya buruh langsung adalah Rp16.000 per jam buruh langsung. Perusahaan
membebankan biaya overhead untuk masing-masing produk berdasarkan jam mesin. Biaya
overhead variabel adalah Rp6.000 per jam mesin. Sedangkan tarif biaya overhead tetap
adalah Rp8.000 per jam mesin. Tarif overhead tetap ini dihitung berdasarkan kapasitas mesin
sebesar 100.000 jam mesin. Tidak ada biaya-biaya lain yang akan dikeluarkan perusahaan
terkait dengan pesanan ini. Selama ini perusahaan menjual kursi tersebut dengan harga
Rp60.000 per kursi.
Pertanyaan:
1) Jika pemesan tersebut memberikan penawaran harga sebesar Rp42.000 per kursi,
menurut anda apakah tawaran tersebut sebaiknya diterima?
2) Dengan penawaran yang sama, apakah pesanan tersebut sebaiknya diterima apabila
perusahaan sudah berproduksi dalam kapasitas penuh?
3) Dengan penawaran yang sama, apakah pesanan tersebut sebaiknya diterima apabila
saat ini perusahaan sudah mempergunakan 95.000 jam mesin untuk pesanan
regulernya?
Jawaban:
Mengacu pada teori mengenai biaya relevan, maka dalam kasus perusahaan saat ini
memproduksi dibawah kapasitas yang ada, maka total biaya tetap bukan merupakan biaya
relevan, karena perusahaan memproduksi dengan kapasitas 60.000 jam mesin maupun
dengan kapasitas 100.000 jam mesin, maka total biaya overhead tetap adalah sama. Yang
merupakan biaya relevan adalah biaya yang berubah kalau perusahaan menerima pesanan
tersebut. Dalam hal ini semua biaya variabel (bahan mentah langsung, buruh langsung dan
overhead pabrik variabel) merupakan biaya relevan. Karena itu untuk menentukan apakah
pesanan tersebut diterima atau tidak, perusahaan harus memperbandingkan antara pendapatan
relevan dan biaya relevan akibat adanya pesanan tersebut. Besarnya pendapatan relevan
adalah harga beli yang diajukan pelanggan, yaitu Rp42.000 per kursi, sedangkan besarnya
biaya relevan adalah Rp20.000 +Rp4.000 + Rp12.000 = Rp36.000 per kursi. Karena
pendapatan relevan lebih besar dari biaya relevan, maka berdasarkan pertimbangan
kuantitatif maka sebaiknya pesanan ini diterima.
Namun, jika perusahaan sudah berproduksi dalam kapasitas penuh, maka perusahaan
memerlukan tambahan kapasitas untuk memproduksi. Tambahan kapasitas tersebut akan
menimbulkan tambahan biaya tetap, sehingga tambahan biaya tetap tersebut merupakan biaya
relevan. Jika perusahaan sudah beroperasi dalam kapasitas penuh, maka terdapat alternatif
lain untuk memenuhi pesanan tersebut, yaitu dengan mengorbankan penjualan yang ada
sekarang. Untuk opsi ini, maka perusahaan harus memperbandingkan antara marjin
kontribusi yang diperoleh dari pesanan tersebut dengan marjin kontribusi yang harus
dikorbankan untuk memenuhi pesanan tersebut. Mengapa yang diperbandingkan adalah
marjin kontribusi? Karena dalam opsi ini total biaya tetap tidak berubah, apakah perusahaan
tetap melakukan penjualan secara reguler atau memenuhi pesanan tersebut. Karena marjin
kontribusi penjualan reguler lebih besar dari marjin kontribusi pesanan, maka sebaiknya
pesanan tersebut ditolak.

Dalam pertanyaan nomor 3, perusahaan memiliki kapasitas menganggur sebanyak


5.000 jam, namun yang dibutuhkan untuk memproses semua pesanan tersebut adalah 10.000
jam (karena calon pembeli tidak mau membeli kurang dari 5.000 kursi). Jika perusahaan
menerima pesanan tersebut, maka total marjin kontribusi yang diperoleh adalah (Rp42.000 -
Rp36.000) x 5.000 kursi = Rp30.000.000. Sedangkan total marjin kontribusi yang harus
dikorbankan adalah (Rp60.000 - Rp36.000) x 2.500 kursi = Rp60.000.000. Karena marjin
kontribusi yang harus dikorbankan lebih besar dari total marjin kontribusi yang akan diterima
dari pesanan itu, maka sebaiknya pesanan tersebut ditolak. Perhitungan secara kuantitatif
bukan merupakan satu-satunya faktor yang harus dipertimbangkan, namun juga faktor
kualitatif. Dalam hal ini apakah transaksi ini akan menghalangi perusahaan untuk mencapai
tujuan stratejiknya. Salah satu faktor kualitatif dari skenario pesanan khusus adalah apakah
pesanan khusus tersebut akan membuat harga reguler perusahaan menjadi rusak. Jika
demikian halnya, walaupun secara kuantitatif pesanan khusus tersebut menguntungkan,
namun pesanan tersebut tetap harus ditolak.

6.4.2 Membuat Sendiri atau Membeli dari Luar (Make or Buy)


Dalam kasus ini, perusahaan biasanya memproduksi komponen yang dipakai pada
produknya didalam perusahaan itu sendiri, namun terdapat penawaran yang lebih murah dari
pemasok diluar perusahaan untuk memasok komponen tersebut. Dalam hal ini, keputusan
yang harus diambil perusahaan adalah tetap memproduksi komponen didalam perusahaan
atau membelinya dari pemasok.

Contoh Soal
PT Indah Abadi adalah perusahaan yang memproduksi kipas angin. Selama ini
perusahaan memproduksi pisau kipas angin didalam perusahaan itu sendiri. Biaya untuk
membuat pisau kipas angin adalah:
Biaya bahan mentah langsung -----------------------------------------------------Rp10.000 per
pisau
Biaya Buruh langsung -----------------------------------------------Rp6.000 per jam buruh
langsung
Biaya Overhead pabrik variabel -----------------------------------Rp4.000 per jam buruh
langsung

Diperlukan waktu 10 menit buruh langsung untuk membuat satu unit pisau,
Perusahaan menyewa satu buah mesin yang dikhususkan untuk membuat pisau, dan biaya
sewa mesin adalah Rp100.000.000 per tahun. Jika produksi pisau dihentikan, maka kontrak
sewa mesin tersebut dapat dibatalkan. Besar biaya penyusutan untuk ruangan pabrik yang
dipergunakan untuk membuat pisau adalah Rp40.000.000 per tahun. Jika pisau tidak
diproduksi, maka ruangan tersebut akan menganggur dan tidak dapat dipergunakan untuk
apapun. Jumlah pisau yang diproduksi adalah 20.000 pisau dalam satu tahun. Saat ini terdapat
pemasok dari luar perusahaan yang menawarkan untuk memasok pisau dengan harga
Rp17.000 per pisau. Menurut anda, apakah sebaiknya perusahaan tetap memproduksi pisau
didalam perusahaan atau membelinya dari luar?

Jawaban:
Untuk kasus ini, maka sekali lagi yang menjadi biaya relevan adalah biaya variabel,
karena biaya ini akan berbeda antara keputusan memproduksi sendiri atau membeli dari luar.
Jika perusahaan memproduksi sendiri, maka biaya variabel akan muncul, namun jika
perusahaan membeli dari luar maka biaya variabel ini dapat dihilangkan. Namun untuk biaya
tetap, perusahaan harus melihat apakah biaya tetap tersebut dapat dihilangkan apabila
perusahaan membeli dari luar. Jika iya, maka biaya tetap tersebut merupakan biaya relevan,
namun bila tidak, maka biaya tetap tersebut bukan merupakan biaya relevan, karena baik
keputusan untuk membeli dari luar atau untuk memproduksi sendiri biayanya akan tetap
sama. Dalam kasus ini, biaya sewa mesin merupakan biaya tetap yang relevan, sedangkan
biaya penyusutan Gedung pabrik bukan merupakan biaya relevan. Dengan demikian biaya
yang relevan dalam kasus ini adalah semua biaya variabel (Rp11.000 per pisau) dan biaya
sewa mesin (Rp100.000.000 per tahun atau Rp5.000 per pisau). Dengan demikian biaya
relevan per pisau adalah Rp16.000 per pisau. Jika dibandingkan dengan penawaran dari
pemasok luar, maka opsi memproduksi sendiri masih lebih murah.
Namun, jika penawaran dari pemasok luar lebih murah, maka terdapat faktor
kualitatif yang juga harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan. Faktor-faktor
tersebut antara lain, kualitas dari bahan baku atau komponen yang akan dipasok, kontinuitas
pasokan, ketepatan waktu kedatangan pasokan, dan sebagainya. Sekali lagi, meskipun harga
pasokan dari luar lebih murah, namun jika faktor kualitatif tidak mendukung, maka sebaiknya
perusahaan tetap memproduksi komponen tersebut sendiri.

6.4.3 Mempertahankan atau Menghentikan (Keep or Drop)


Salah satu contoh dari masalah ini adalah apabila perusahaan memiliki beberapa jenis
produk, dan ada beberapa produk yang tidak menguntungkan perusahaan. Dalam hal ini,
perusahaan harus memutuskan apakah akan tetap mempertahankan produk tersebut ataukah
menghentikan penjualan dan produksi dari produk tersebut. Hal yang sama juga bisa
diberlakukan untuk evaluasi cabang, pelanggan, dan sebagainya.

Contoh Soal:
PT Bagus Hijau memproduksi dan menjual tiga jenis produk, yaitu produk A, B, dan C. Hasil
kinerja perusahaan pada tahun 20X4 adalah:
A B C TOTAL
Penjualan 195.000.000 225.000.000 275.000.000 695.000.000
Biaya Bahan Mentah Langsung 36.000.000 28.000.000 60.000.000 124.000.000
Biaya Buruh Langsung 15.000.000 18.000.000 20.000.000 53.000.000
Biaya Overhead Pabrik – Variable 22.000.000 24.000.000 26.000.000 72.000.000
Beban Pemasaran – Variabel 47.000.000 64.000.000 32.000.000 143.000.000
Marjin Kontribusi 75.000.000 91.000.000 137.000.000 303.000.000
Biaya Tetap Langsung 15.000.000 26.000.000 85.000.000 126.000.000
Biaya Tetap Bersama 20.000.000 30.000.000 58.000.000 108.000.000
Laba Netto 40.000.000 35.000.000 (6.000.000) 69.000.000

Dari laporan tersebut terlihat bahwa produk C mengalami kerugian, dan perusahaan
harus memutuskan apakah produk C akan dipertahankan atau dihentikan. Dalam kasus ini,
semua biaya variabel merupakan biaya relevan, karena untuk keputusan mempertahankan
produk maka biaya variabel tetap ada, namun jika produk dihentikan maka biaya variabel
menjadi nol. Dalam tabel terlihat ada dua biaya tetap, yaitu biaya tetap langsung dan biaya
tetap bersama. Biaya tetap langsung merupakan biaya tetap yang dikeluarkan khusus untuk
produk tersebut, sehingga biayanya bisa ditelusuri langsung ke produk. Contoh biaya tetap
langsung adalah biaya sewa atau penyusutan mesin yang dikhususkan untuk memproduksi
satu jenis produk, lalu biaya gaji untuk orang yang bekerja khusus untuk memproduksi satu
produk dan sebagainya. Biaya tetap jenis ini memang tidak otomatis hilang jika suatu produk
dihentikan, namun biaya tetap ini lebih mudah dihilangkan dibandingkan dengan biaya tetap
bersama. Jika biaya tetap ini dapat dihilangkan jika produk dihentikan, maka biaya tetap ini
akan menjadi biaya relevan, namun jika semuanya tidak dapat dihilangkan, maka akan
menjadi biaya tidak relevan.

Biaya tetap bersama merupakan biaya tetap yang dikeluarkan dan dipergunakan untuk
ketiga produk yang dihasilkan perusahaan. Contoh dari biaya tetap bersama adalah biaya
penyusutan gedung pabrik, biaya gaji supervisor yang mengawasi ketiga produk tersebut,
biaya gaji direksi, dan sebagainya. Karena biaya ini dipergunakan untuk semua produk maka
jika satu produk dihentikan, maka biaya tetap bersama biasanya tidak akan hilang, karena
masih dipergunakan untuk produk lainnya. Karena biaya ini akan tetap sama apakah produk
dihentikan atau tidak, maka biaya in merupakan biaya tidak relevan.
Dalam contoh soal, diasumsikan bahwa jika produk C dihentikan, maka semua biaya
tetap langsung dapat dihilangkan, sedangkan biaya tetap bersama tidak dapat dihilangkan
semua. Hasil keputusan tersebut adalah:

A B C TOTAL
Penjualan 195.000.000 225.000.000 - 420.000.000
Biaya Bahan Mentah Langsung 36.000.000 28.000.000 - 64.000.000
Biaya Buruh Langsung 15.000.000 18.000.000 - 33.000.000
Biaya Overhead Pabrik – Variabel 22.000.000 24.000.000 - 46.000.000
Beban Pemasaran – Variabel 47.000.000 64.000.000 - 111.000.000
Marjin Kontribusi 75.000.000 91.000.000 - 166.000.000
Biaya Tetap Langsung 15.000.000 26.000.000 - 41.000.000
Biaya Tetap Bersama 20.000.000 30.000.000 58.000.000 108.000.000
Laba Netto 40.000.000 35.000.000 (58.000.000) 17.000.000

Dari tabel diatas terlihat bahwa keputusan untuk menghentikan produk C merupakan
keputusan yang salah, karena total profit perusahaan akan berkurang. Faktor kualitatif yang
dapat mempengaruhi keputusan ini antara lain adalah masalah moral pegawai apabila ada
pegawai yang diberhentikan karena produk dihentikan atau divisi dimana mereka bekerja
ditutup.

6.4.4 Langsung Dijual atau Diproses Lebih Lanjut (Sell or Process Further)

Situasi ini terkait dengan perusahaan yang memproduksi join product. Seperti yang
telah dibahas sebelumnya, join product berasal dari suatu proses produksi yang akan
menghasilkan beberapa jenis produk. Dalam kasus ini, alokasi join cost bukan merupakan
biaya relevan, karena join cost merupakan sunk cost. Hal ini disebabkan keputusan untuk
memilih apakah produk yang dihasilkan dari joint process tersebut akan dijual atau diproses
lebih lanjut dilakukan setelah joint process selesai dilakukan.

Contoh Soal:
PT Kimia Rumit adalah perusahaan yang memproduksi bahan-bahan kimia. Dalam salah satu
proses produksi yang dilakukan, perusahaan menghasilkan tiga jenis produk, yaitu AAA,
BBB, dan CCC. Joint costs yang dikeluarkan untuk melakukan proses produksi adalah
Rp100.000.000. Unit yang diproduksi dari proses tersebut adalah 3.000 kg AAA, 4.000 kg
BBB, dan 4.000 kg CCC. Semua produk tersebut langsung dapat dijual pada saat selesai
diproduksi (pada titik split-off). Harga jual untuk produk AAA adalah Rp20.000 per kg,
produk BBB Rp15.000 per kg, dan produk C Rp10.000 per kg. Produk AAA dapat diproses
lebih lanjut menjadi produk AAA1. Biaya untuk memproses lebih lanjut adalah Rp2.000 per
kg, dan harga jual produk AAA1 adalah Rp23.000 per kg. Apakah produk AAA lebih baik
diproses lebih lanjut atau langsung dijual pada titik split-off?

Jawaban:
Seperti yang telah dijelaskan, alokasi joint costs tidak relevan untuk keputusan ini. Karena itu
yang merupakan biaya dan pendapatan relevan dalam situasi ini adalah tambahan pendapatan
dan tambahan biaya akibat pemrosesan lebih lanjut. Jika produk AAA diproses lebih lanjut,
maka akan ada penambahan pendapatan sebesar Rp3.000 per kg, sedangkan pertambahan
biaya adalah Rp2.000 per kg. Karena pertambahan pendapatan lebih besar dari pertambahan
biaya, maka produk AAA sebaiknya diproses lebih lanjut menjadi produk AAA1

6.4.5 Penentuan Bauran Produk dengan Kendala


Penentuan bauran produk dengan kendala terjadi apabila perusahaan memiliki
kapasitas produksi yang terbatas sehingga tidak dapat memenuhi permintaan yang ada, oleh
karena itu perusahaan harus memprioritaskan produk mana yang harus diproduksinya agar
dapat menghasilkan keuntungan maksimal. Dalam kondisi ini, perusahaan harus
memprioritaskan produk-produk yang memiliki marjin kontribusi per menit constraint yang
paling tinggi. Dasar pemilihan prioritas yang dipakai adalah marjin kontribusi, karena biaya
tetap bukan merupakan biaya relevan. Apapun bauran produk yang dipilih perusahaan biaya
tetap akan sama, sehingga dengan memaksimalkan marjin kontribusi, otomatis akan
memaksimalkan keuntungan perusahaan.

Contoh Soal:
PT Cahaya Gelap memproduksi tiga jenis produk, yaitu produk A1, A2, dan A3. Informasi
yang berkaitan dengan masing-masing produk adalah:
             
  A1 A2 A3  
   
  Harga Jual per Unit (Rp) 10.000 8.000 7.000  
  Biaya Variabel per Unit (Rp) 5.000 4.000 3.500  
  Marjin Kontribusi per Unit (Rp) 5.000 4.000 3.500  
  Permintaan Pasar (Unit) 1.000 2.000 3.000  
  Waktu Produksi per Unit (Menit) 10 4 2 
  Marjin Kontribusi per Menit (Rp) 500 1.000 1.750  
             
Kapasitas produksi perusahaan adalah 3.000 jam atau 18.000 menit per tahun.
Berdasarkan informasi yang diberikan, tentukan bauran produk yang dapat memaksimalkan
keuntungan perusahaan.

Jawaban:
Jika dilihat pada tabel yang diberikan, maka terlihat bahwa produk A1 walaupun memliki
marjin kontribusi per unit yang paling tinggi, namun memiliki marjin kontribusi per menit
yang paling rendah. Hal ini dikarenakan untuk memproduksi produk A1 diperlukan waktu
yang paling lama. Seperti yan telah dijelaskan sebelumnya, maka prioritas pemilihan produk
harus didasarkan pada marjin kontribusi per menit yang paling tinggi, maka prioritas akan
diberikan pada produk A3, lalu A2, baru kemudian Al. Untuk memproduksi produk A3 akan
dibutuhkan total waktu 6.000 menit, A2 8.000 menit, sehingga total waktu yang dibutuhkan
untuk membuat kedua produk tersebut adalah 14.000 menit. Waktu yang tersisa untuk
membuat produk A1 adalah 4.000 menit, sehingga jumlah produk A1 yang dapat dibuat
hanya sebesar 400 unit (4.000 menit/10menit). Total maksimal marjin kontribusi yang dapat
diperoleh perusahaan adalah Rp10.500.000 untuk produk A3, Rp8.000.000 untuk produk A2
dan Rp2.000.000 untuk produk Al, dengan total marjin kontribusi sebesar Rp20.500.000.

6.5 Pengambilan Keputusan Jangka Pendek dengan Activity Based Costing


Salah satu permasalahan yang timbul dalam konsep biaya relevan adalah penggunaan
alokasi tradisional dalam penentuan tarif biaya overhead, baik itu merupakan biaya overhead
tetap maupun biaya overhead variabel. Seperti telah dibahas sebelumnya, penggunaan tarif
overhead tradisional akan menghasilkan perhitungan yang kurang akurat. Oleh karena itu
penggunaan activity-based costing dalam menghitung biaya relevan diharapkan dapat
memperbaiki keakuratan perhitungan yang dilakukan perusahaan. Dalam konsep activity-
based costing, biaya dikeluarkan untuk membayar sumber daya yang dipakai perusahaan
untuk melakukan aktivitas. Oleh karena itu semua biaya-biaya yang dikeluarkan harus
dikaitkan dengan sumber daya yang dipakai. Pada dasarnya terdapat dua sifat sumber daya
yang akan dipakai perusahaan, yaitu flexible resources dan committed resources. Flexible
resources merupakan sumber daya yang diperoleh sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal ini
berarti jika perusahaan akan mengurangi aktivitas, maka sumberdaya fleksibel ini akan
dikurangi, bahkan jika perusahaan akan menghilangkan aktivitas, maka sumberdaya ini juga
akan hilang.
Sementara committed resources adalah semuber daya yang diperoleh sebelum
kegiatan tersebut dilakukan, dan perusahaan sudah melakukan komitmen terhadap sumber
daya tersebut, sehingga ada kegiatan maupun tidak ada kegiatan, sumber daya tersebut tetap
dimiliki perusahaan dan sulit untuk dihilangkan. Konsekuensi dari committed resources
adalah adanya ketidak seimbangan antara sumber daya yang dibutuhkan dengan sumber daya
yang tersedia. Jika sumber daya yang dibutuhkan lebih rendah dari sumber daya yang
tersedia, maka akan terjadi kapasitas menganggur, Kapasitas menganggur tersebut tidak
otomatis dapat dihilangkan.

Contoh Soal:
Untuk lebih memperjelas konsep tersebut, maka akan diberikan contoh penerapannya dalam
khasus pesanan khusus (special order). Darjiman adalah Presiden Direktur dari PT Jelas
Cermat yang bergerak dibidang usaha pembuatan kacamata. Selama ini, perusahaan
dipercaya banyak perusahaan asing, seperti Radenstock, Buacroc, dan lain-lainnya untuk
meproduksi kacamata bagi mereka. Belakangan ini, karena tingkat persaingan yang ketat dari
negara-negara tetangga seperti Vietnam dan China, ditambah lagi dengan semakin tingginya
upah buruh, menyebabkan perusahaan tersebut mulai kehilangan cukup banyak order.
Ditengah kelesuan perusahaan tersebut, ada pesanan dari PT Opportunis sebanyak 10.000
kacamata dengan harga Rp325.000 per kacamata. Pesanan ini nantinya akan dijual oleh PT
Oportunis ke negara-negara Afrika. Pesanan ini bukan merupakan pesanan reguler, dan hanya
merupakan satu kali pemesanan. PT Jelas Cermat telah menerapkan sistem Activity Based
Costing, dan ingin mempergunakan sistem tersebut untuk menganalisis kelayakan pesanan
ini. Informasi yang tersedia untuk memproduksi 10.000 kacamata tersebut adalah:
Pemicu Tarif per Aktivitas
Kapasitas
Aktivitas Jumlah
Biaya Menganggu
(Activity Dibutuhkan Commited Fleksibel
r
Driver)
Bahan Mentah Rangka
- 10.000 - 12.000
Langsung Kacamata
Jam Buruh
Buruh Langsung - 5.000 - 20.000
Langsung
Set-Up Jam Set-Up 45 80 10.000.000 120.000
Inspeksi Jam Inspeksi 400 800 20.000.000 80.000
Pembuatan kacamata Jam Mesin 8.000 6.000 15.000.000 3.000
Peningkatan kapasitas set-up, inspeksi, dan pembuatan kacamata harus dilakukan dalam
kelipatan tertentu. Peningkatan kapasitas set-up dapat dilakukan dalam kelipatan 25 jam.
Untuk aktivitas inspeksi, peningkatan dilakukan dalam kelipatan 2.000 jam dengan
peningkatan biaya tetap sebesar Rp20.000.000 untuk setiap kelipatan tersebut. Mesin untuk
membuat kacamata dapat disewa dengan harga Rp20.000 per jam mesin. Setiap mesin akan
menambah kapasitas produksi sebanyak 2.500 jam mesin. Berdasarkan informasi yang
diberikan, apakah pesanan tersebut lebih baik diterima atau tidak?

Jawaban:
Dari contoh soal tersebut, terdapat dua jenis sumber daya yang bersifat fleksibel, yaitu bahan
mentah langsung dan buruh langsung, Untu kedua jenis sumber daya ini, maka jumlah
sumber daya yang dipakai akan sesuai dengan jumlah sumberdaya yang dipasok. Karena itu
biaya yang akan dikeluarkan akan sesuai dengan jumlah pemakaian. Dalam hal ini total biaya
bahan mentah langsung adalah Rp12.000 x 10.000 rangka kacamata = Rp120.000.000.
Sedangkan untuk biaya buruh langsung besarnya adalah Rp20.000 x 5.000 jam buruh
langsung =Rp100.000.000.
Ketiga aktivitas lainnya, yaitu set-up, inspeksi dan pembuatan kacamata memiliki
komponen sumber daya fleksibel dan sumber daya committed. Untuk sumber daya fleksibel,
maka biaya untuk melakukan aktivitas akan disesuaikan dengan jumlah pemakaian, dimana
sekali lagi jumlah sumber daya yang dipakai sama dengan jumlah sumber daya yang dipasok.
Untuk aktivitas set-up adalah Rp120,000 x 80 = Rp9.600.000, sedangkan untuk aktivitas
inspeksi adalah Rp80.000 x 800 = Rp6.400.000, dan untuk pembuatan kacamata adalah
Rp3.000 x 6.000 jam mesin = Rp18.000.000. Sehingga total biaya fleksibel yang dikeluarkan
untuk pesanan tersebut adalah Rp254.000.000. Untuk sumber daya committed, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, perusahaan akan memperoleh sumber daya tersebut didepan.
Hal in akan mengakibatkan sumber daya yang dipasok akan berbeda dengan sumber daya
yang dibutuhkan. Untuk aktivitas set-up misalnya, perbedaan antara sumber daya yang
dipasok dengan yang dibutuhkan akan menimbulkan kaspasitas menganggur sebanyak 45 jam
set-up. Untuk menganalisis pesanan khusus tersebut, maka perusahaan harus
memperbandingkan antara kapasitas yang dibutuhkan dengan kapasitas yang tersedia. Untuk
aktivitas set-up terdapat 45 jam set-up menganggur, namun yang dibutuhkan adalah 80 jam.
Karena itu, untuk aktivitas set-up terdapat kekurangan sebanyak 35 jam set-up. Untuk
memenuhi pesanan ini, maka perusahaan harus menambah jam set-up. Namun penambahan
tersebut hanya dapat dilakukan dalam kelipatan 25 jam. Oleh karena itu, untuk memenuhi
pesanan tersebut diperlukan tambahan 50 jam set-up dengan total kenaikkan biaya committed
sebesar Rp20.000.000. Sedangkan untuk aktivitas inspeksi, jumlah jam yang harus ditambah
adalah 2.000 jam dengan total tambahan biaya committed sebesar Rp20.000,000. Untuk
aktivitas pembuatan kacamata tidak diperlukan penambahan sumber daya committed, karena
jumlah kapasitas menganggur masih memadai untuk dipergunakan membuat pesanan khusus
tersebut. Dengan demikian total tambahan biaya committed untuk memenuhi pesanan khusus
tersebut adalah Rp40.000.000. Total biaya untuk memenuhi pesanan khusus tersebut adalah
Rp294,000.000 atau Rp294.000 per kacamata. Karena harga pesanan tersebut masih lebih
tinggi dibandingkan dengan biaya relevan untuk memproduksi pesanan khusus ini, maka
secara
perhitungan kuantitatif pesanan tersebut dapat diterima.

6.6 Tori Kendala (Theory of Constraint)


Teori kendala merupakan suatu konsep yang mencoba memaksimalkan keuntungan
perusahaan yang beroperasi dengan kendala-kendala yang dihadapi. Kendala yang dihadapi
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kendala internal dan kendala eksternal. Kendala
internal merupakan kendala yang berasal dari dalam perusahaan, seperti kapasitas perusahaan
yang terbatas untuk memenuhi permintaan pasar. Sedangkan kendala eksternal merupakan
kendala yang berasal dari luar perusahaan, seperti pasokan bahan baku yang tidak
mencukupi, permintaan pasar yang rendah yang menyebabkan kapasitas menganggur
diperusahaan, dan sebagainya. Teori kendala mengatakan bahwa perusahaan harus dapat
mengelola kendala-kendala tersebut sehingga dapat memaksimalkan keuntungannya.
Keuntungan dalam konsep ini didefinisikan sebagai throughput. Throughput adalah penjualan
dikurangi dengan biaya bahan mentah langsung.
Konsep ini mirip dengan konsep marjin kontribusi, hanya dalam konsep throughput
biaya yang dianggap sebagai biaya variabel hanyalah biaya bahan mentah langsung. Semua
biaya-biaya lain, diluar biaya bahan mentah langsung, dianggap sebagai biaya tetap. Dalam
konsep teori kendala ini, bauran produk seperti apapun tidak akan mempengaruhi besarnya
biaya tetap, sehingga dengan memaksimalkan throughput, maka otomatis keuntungan
perusahaan akan maksimal. Ada lima langkah yang harus diterapkan dalam konsep ini, yaitu:
a) Tentukan kendala yang dihadapi perusahaan
b) Manfaatkan (exploit) kendala tersebut dengan semaksimal mungkin
c) Semua keputusan-keputusan lain harus disesuaikan dengan keputusan yang terkait
dengan kendala tersebut
d) Meningkatkan hal yang terkendala
e) Jika kendala sudah terpecahkan, maka kembali lagi pada langkah pertama

Contah Soal
Penjelasan langkah-langkah tersebut akan di ilustrasikan dengan soal berikut ini. PT Cemara
Tinggi adalah perusahaan yang memproduksi tiga jenis produk, yaitu produk ABC, DEF, dan
GHI. Proses produksi untuk ketiga produk tersebut dilakukan melalui lima buah mesin.
Informasi yang berkaitan dengan produk dan mesin tersebut adalah:
           
  ABC DEF GHI  
   
  Pemakaian Mesin 1 per Unit (menit) 10 5 8  
  Pemakaian Mesin 2 per Unit (menit) 12 6 4  
  Pemakaian Mesin 3 per Unit (menit) 4 5 2  
  Pemakaian Mesin 4 per Unit (menit) 8 10 5  
  Pemakaian Mesin 5 per Unit (menit) 4 8 10  
  Harga Jual per Unit (Rp) 10.000 12.000 15.000  
  Biaya Bahan Baku Langsung per Unit (Rp) 6.000 7.000 8.000  
  Throughput per Unit (Rp) 4.000 5.000 7.000  
  Permintaan Pasar (Unit) 800 500 300  
           
Kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan adalah untuk mesin 1 - 15.000 menit, mesin 2 -
12.000 menit, mesin 3 - 8.000 menit, mesin 4 - 15.000 menit, dan mesin 5 - 12.000 menit.
Aplikasikan soal ini dalam lima tahap penerapan theory of constraint.

Jawaban:
Dalam tahap pertama, perusahaan harus menemukan kendala yang dihadapi perusahaan. Hal
ini di lakukan dengan memperbandingkan antara total waktu yang dibutuhkan untuk
memenuhi semua permintaan pasar dengan total kapasitas yang dimiliki perusahaan. Jika
kapasitas yang dimiliki tidak memadai, maka kendala yang dihadapi perusahaan adalah
kendala internal, namun jika kapasitas mencukupi, maka kendala yang dihadapi perusahaan
adalah kendala eksternal. Hasil perhitungan antara waktu yang dibutuhkan dengan waktu
yang tersedia dapat dilihat pada tabel berikut ini:
               
  ABC DEF GHI Total Kapasitas  
   
  Mesin 1 8.000 2500 2.400 12.900 15.000  
  Mesin 2 9.600 3.000 1.200 13.800 12.000  
  Mesin 3 3.200 2.500 600 6.300 8.000  
  Mesin 4 6.400 5.000 1.500 12.900 15.000  
  Mesin 5 3.200 4.000 3.000 10.200 12.000  
               
Pada tabel tersebut terlihat bahwa untuk memenuhi semua permintaan yang ada diperlukan
waktu 12.900 menit pada mesin 1, sedangkan kapasitas mesin 1 adalah 15.000 menit. Hal ini
berarti kapasitas mesin I masih cukup untuk memenuhi permintaan yang sama. Situasi
tersebut juga terlihat pada mesin 3,4, dan 5. Namun demikian, untuk mesin 2, kapasitas
produksi perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Untuk memenuhi semua
permintaan pasar diperlukan 13.800 menit, sedangkan kapasitas yang tersedia hanya 12.000
menit. Karena itu, kendala yang dihadapi perusahaan adalah kendala internal pada mesin 2.

Dalam tahap kedua, maka perusahaan harus memanfaatkan mesin 2 ini dengan sebaik
mungkin. Ada beberapa cara untuk melakukan hal ini, salah satunya adalah dengan
memprioritaskan produk-produk yang memiliki profit yang tinggi (dalam hal ini throughput
yang tinggi) untuk terlebih dahulu di produksi pada mesin 2. Untuk itu, perusahaan harus
memperbandingkan throughput per menit untuk masing-masing produk. Throughput per
menit untuk produk ABC adalah Rp4.000/12 menit = Rp333,33, sedangkan untuk produk
DEF adalah Rp5,000/6 menit = Rp833,33, sedangkan untuk produk GHI adalah Rp7.000/4
menit = Rp1.750. Dari perhitungan tersebut, maka prioritas produksi harus diutamakan pada
produk GHI, lalu DEF, dan terakhir adalah ABC.

Untuk memenuhi semua permintaan pasar untuk produk GHI diperlukan 300 X 4 menit =
1.,200 menit dari mesin 2, lalu untuk memenuhi semua permintaan pasar produk DEF
diperlukan 500 X 6 menit = 3.000 menit dari mesin 2. Total waktu mesin 2 yang dibutuhkan
untuk memproduksi DEF dan GHI adalah 4.200 menit. Jumlah menit mesin 2 yang tersisa
untuk memproduksi ABC adalah 12.000 menit - 4.200 menit = 7.800 menit. Jumlah in hanya
dapat dipakai untuk memproduksi 650 unit produk ABC (7.800 menit/12 menit), Karena itu,
bauran produk yang dapat memaksimalkan throughput perusahaan adalah 650 unit produk
ABC, 500 unit produk DEF, dan 300 unit produk GHI. Total throughput maksimal yang
dihasilkan perusahaan adalah (Rp4.000 x 650) + (Rp5.000 x 500) + (Rp7.000 x 300) =
Rp7.200.000.
Tahap ketiga lebih berkaitan dengan proses produksi dalam perusahaan. Dalam hal ini, semua
keputusan- keputusan yang berkaitan dengan mesin 1, 3, 4, dan 5, misalkan keputusan untuk
scheduling, akan dilakukan dengan mengacu pada keputusan yang diambil untuk mesin 2.
Konsep ini dalam teori kendala disebut dengan drum-buffer-rope (DBR). Dalam konsep
DBR, maka mesin 2 (mesin yang terkendala) akan menjadi irama penentu kerja (drum) untuk
mesin 3,4, dan 5, dan mesin 2 juga akan menjadi tali (rope) yang dipergunakan untuk
membatasi produksi mesin 1.

Tahap keempat berbicara mengenai cara untuk mengatasi kendala yang dihadapi perusahaan.
Dalam hal ini, kendala yang dihadapi perusahaan adalah keterbatasan kapasitas pada mesin 2.
Karena itu, hal yang dapat dilakukan perusahaan adalah meningkatkan kapasitas mesin 2
tersebut, apakah melalui lembur, outsourcing, atau bahkan penambahan mesin baru.
Peningkatan kapasitas dapat dilakukan selama penambahan throughput masih lebih besar dari
penambahan biaya untuk peningkatan kapasitas tersebut.

Tahap kelima, merupakan pernyataan bahwa kendala yang dihadapi perusahaan tidak ada
akhirnya, karena jika perusahaan sudah menambah kapasitas pada mesin 2, maka kendala
akan bergeser pada mesin-mesin lainnya, atau bahkan kendala dapat berpindah ke luar
(external constraint), karena sekarang kapasitas perusahaan melebihi apa yang dapat diserap
pasar. Untuk memecahkan masalah ini, maka perusahaan harus mulai melakukan langkah
pertama lagi.
DAFTAR REFERENSI

Atkinson, Anthony A., Kaplan, Robert S., Matsumura, Ella Mae, and Young S. Mark. 2012.
Management Accounting; Information for Decision Making and Strategy
Execution, 6th edition, Pearson Education.
Ikatan Akuntan Indonesia [IAI]. 2020. Modul Chartered Accountant: Akuntansi
Manajemen. Jakarta: IAI.

Anda mungkin juga menyukai