Disusun Oleh:
Sunk costs
Sunk costs adalah biaya-biaya yang sudah terjadi atau sudah dikeluarkan
perusahaan. Uang yang dikeluarkan perusahaan untuk biaya-biaya tersebut tidak
dapat ditarik kembali. Hampir semua biaya-biaya yang terdapat dalam laporan
laba rugi perusahaan, jika perusahaan sudah melakukan pembayaran, merupakan
sunk cost. Biaya ini tidak relevan dan seharusnya tidak dipakai sebagai
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Namun demikian, seringkali
manajemen melakukan tindakan sebaliknya, yakni memperhitungkan sunk cost
dalam pengambilan keputusan. Hal ini disebut sebagai fenomena biaya hangus
(sunk cost phenomenon). Contohnya adalah pesawat concorde, Dari awal
pengembangan pesawat ini, sudah terlihat jelas bahwa pesawat jenis ini tidak akan
menguntungkan. Namun demikian pemerintah Inggris dan Perancis tetap
menanamkan uang untuk proyek ini. Hal ini disebabkan karena kedua
pemerintaham ersebut telah mengeluarkan uang yang banyak pada investasi
pesawat concorde. Menurut psikolog, situasi initimbul karena perusahaan tidak
ingin membuang-buang uang.
Contoh lain dari sunk costs dalah biaya yang terdapat pada persediaan
perusahaan, baik itu oersediaan bahan mentah, persediaan barang dalam proses,
maupun persediaan barang jadi. Misalkan, nilai persiapan barang jadi dari biaya
produksi dari barang-barang yang sudah selesai diproduksi. Karena semua biaya-
biaya produksi tersebut sudah dikeluarkan perusahaan, maka biaya-biaya tersebut
sudah merupakan sunk cost bagi perusahaan implikasinya, biaya produksi tersebut
menjadi tidak relevan lagi dijadikan dasar pengambilan keputusan perusahaan,
termasuk didalamnya untuk penentuan harga. Jika barang sudah terlanjur
diproduksi perusahaan, maka penentuan harga sepenuhnya ditentukan oleh
konsumen. Perusahaan seharusnya menjual produk tersebut kepada konsumen
yang mau membayar dengan harga lebih tinggi, meskipun harga tersebut masih
dibawah biaya per unitnya.
Opportunity Costs
Biaya peluang (Opportunity Costs) adalah kesempatan yang hilang karena
perusahaan memilih suatu alternatif tertentu dibandingkan dengan alternatif
lainnya. Kesempatan yang hilang tersebut dapat berupa pendapatan yang hilang,
marjin kontribusi yang hilang, maupun profit yang hilang. Misalkan PT. XYZ
sudah beroprasi dalam kondisi kapasitas penuh, dan ada seorang pembeli baru
yang ingin memesan barang dari perusahaan XYZ. Pesanan tersebut, sebut saja
pesanan A, akan menghasilkan marjin kontribusi sebesar Rp30.000.000. Namun,
untuk memenuhi pesanan tersebut, perusahaan harus mengobankan salah satu
pesanan yang selama ini dilayaninya yaitu pesanan B. Pesanan yang dikorbankan
tersebut memiliki marjin kontribusi sebesar Rp20.000.000. Hal ini berarti biaya
kesempatan (Opportunity costs) perusahaan untuk memenuhi pesanan A adalah
Rp20.000.000. Opportunity costs ini harus diperhitungkankan dalam aspek
pengambilan keputusan perusahaan, terutama jika perusahaan memiliki
keterbatasan dari sumber daya yang dimilikinya, baik itu berupa kapasitas mesin,
kapasitas orang, jumlah bahan mentah, dan sebagainya.
Relevant Costs
Biaya yang dapat dipakai sebagai informasi untuk pengambilan keputusan
adalah biaya relevan. Agar suatu biaya dapat dipakai sebagai biaya relevan, maka
biaya-biaya tersebut harus memenuhi dua syarat, yaitu:
a. Biaya tersebut harus belum terjadi, dan biaya tersebut baru akan terjadi
apabila keputusan yang dipilih perusahaan dilaksanakan. Hal ini
menjelaskan lagi bahwa biaya yang sudah terjadi tidak dapat dipakai
untuk pengambilan keputusan.
b. Biaya tersebut harus berbeda untuk setiap alternatif yang berbeda.
Meskipun biaya tersebut belum dikeluarkan (memenuhi persyaratan
pertama), namun jika untuk setiap alternative yang ada biayanya adalah
sama, maka biaya tersebut juga tidak relevan dalam pengambilan
keputusan. Misalkan, perusahaan memiliki kapasitas produksi sebanyak
100.000unit, namun jumlah kapasitas yang terpakai hanya 80.000 unit.
Saat ini perusahaan ingin memproduksi tambahan 10.000 unit. Biaya yang
relevan untuk keputusan ini adalah biaya variabel, karena biaya variabel
tidak akan muncul bila perusahaan tidak memproduksi tambahan 10.000
unit tersebut. Namun, jika perusahaan memutuskan untuk menambah
produksi, maka biaya variabel akan muncul. Karena nilai biaya variabel
akan berbeda untuk keputusan yang berbeda, maka biaya variabel
termasuk dalam kategori biaya yang relevan. Tidak demikian halnya
dengan biaya tetap, karena keputusan perusahaan untuk memproduksi
80.000 unit atau 90.000 unit akan memiliki total biaya tetap sama,
sehingga dalam hal ini biaya relevan untuk pengambilan keputusan.
Mengacu pada teori mengenai biaya relevan, maka dalam kasus perusahaan
saat ini memproduksi dibawah kapasitas yang ada, maka total biaya tetap
bukan merupakan biaya relevan, karena perusahaan memproduksi dengan
kapasitas 60.000 jam mesin maupun dengan kapasitas 100.000 jam mesin,
maka total biaya overhead tetap adalah sama. Yang merupakan biaya relevan
adalah biaya yang berubah kalau perusahaan menerima pesanan tersebut.
Dalam hal ini semua biaya variabel (bahan mentah langsung, buruh langsung,
dan overhead pabrik variabel) merupakan biaya relevan. Karena itu untuk
menentukan apakah pesanan tersebut diterima atau tidak, perusahaan harus
memperbandingkan antara pendapatan relevan dan biaya relevan akibat
adanya pesanan tersebut. Besarnya pendapatan relevan adalah Rp. 20.000+
Rp. 4.000+ Rp. 12.000 = Rp. 36.000 per kursi. Karena pendapatan relevan
lebih besar dari biaya relevan, maka berdasarkan pertimbangan kuantitatif
maka sebaiknya pesanan ini diterima.
PT. Indah Abadi adalah perusahaan yang memproduksi kipas angin. Selama
ini perusahaan memproduksi pisau kipas angin dalam perusahaan itu sendiri.
Biaya untuk membuat kipas angin adalah:
Untuk kasus ini maka sekali lagi yang menjadi biaya relevan adalah biaya
variabel, karena biaya ini akan berbeda antara keputusan memproduksi sendiri
atau membeli dari luar. Jika perusahaan memproduksi sendiri, maka biaya
variabel akan muncul, namun jika perushaan membeli dari luar maka biaya
variabel ini dapatdihilangkan. Namun untuk biaya tetap, perusahaan harus
melihat apakah biaya tetap tersebut dapat dihilangkan apabila perusahaan
membeli dari luar. Jika iya, maka biaya tetap tersebut merupakan biaya relean,
namun bila tidak, maka biaya tetap tersebut bukan merupakan biaya relevan,
karena biak keputusan untuk membeli dari luar atau untuk memproduksi
sendiri biayanya akan tetap sama. Dalam kasus ini, biaya sewa mesin
merupakan biaya tetap yang relevan, sedangkan biaya penyusutan gedung
pabrik bukan merupakan biaya relevan.
Dengan demikian biaya yang relevan dalam kasus ini adalah semua biaya
variabel (Rp 11.000/pisau) dan biaya sewa mesin (Rp 100.000/tahun atau Rp
5.000/pisau). Dengan demikian biaya relevan per pisau adalah Rp
16.000/pisau. Jika dibandingkan dengan penawaran dari pemasok luar, maka
opsi memproduksi sendiri masih lebih murah.
Namun, jika penawaran dari pemasok luar lebih murah, maka terdapat faktor
kualitatif yang juga harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan.
Faktor-faktor tersebut antara lain, kualitas dari bahan baku atau komponen
yang akan dipasok, kontinuitas pasokan, ketepatan waktu kedatangan pasokan,
dan sebagainya. Sekali lagi, meskipun harga pasokan dari luar lebih murah,
namun jika faktor kualitatif tidak mendukung, maka sebaiknya perusahaan
tetap memproduksi komponen tersebut sendiri.
Mempertahankan dan Menghentikan (Keep or Drop)
Keputusan meneruskan atau menghentikan produksi (keep or drop
decision), sering kali manajer harus memutuskan apakah suatu segmen, seperti
lini produk, harus dipertahankan atau dihapus. Laporan segmen yang disusun
atas dasar perhitungan biaya variabel memberikan informasi yang berharga
bagi keputusan meneruskan atau menghentikan ini. Perhitungan biaya relevan
akan membantu menggambarkan bagaimana informasi tersebut harus
digunakan. Dalam memutuskan untuk meneruskan ataumenghentikan suatu
lini produk, manajer juga harus mempertimbangkan berbagai dampak
komplementernya. Harus diperhatikan apakah penghentian suatu produk akan
mempengaruhi penjualan produk lainnya, terutama untuk produk-produk yang
bersifat komplementer, misalnya batu bata dan genteng, kompor dan sumbu,
dan lain-lain. Selain itu, manajer hendaknya berusaha mengumpulkan seluruh
informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan terbaik dan
mengidentifikasi setiap solusi yang layak.
Manajer mungkin tidak mampu untuk melakukannya sehingga
sebaiknya manajer meminta input-input dari orang lain yang memahami
masalah tersebut. Boleh jadi muncul alternatif tambahan dari inputtersebut.
Contoh solusi yang mungkin muncul dalam jenis keputusan ini: (1)
mempertahankan lini produk, (2) menghentikannya, atau (3) menghentikan
lini produk dan menggantikannya dengan produk lain.
Contoh Soal:
Penjelasan langkah-langkah tersebut akan diilustrasikan dengan soal berikut ini. PT
Cemara Tinggi adalah perusahaan yang memproduksi 3 jenis produk, yaitu produk
ABC, DEF, dan GHI. Proses produksi untuk ketiga jenis produk tersebut dilakukan
melalui 5 buah mesin. Informasi yang berkaitan dengan produk dan mesin tersebut
adalah:
Kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan adalah untuk mesin 1 yaitu 15.000
menit, mesin 2 yaitu 12.000 menit, mesin 3 yaitu 8.000 menit, mesin 4 yaitu 15.000,
dan mesin 5 yaitu 12.000 menit. Aplikasikan soal ini dalam lima tahap penerapan
theory of constraint.
Jawaban:
Dalam tahap pertama, perusahaan harus menemukan kendala yang dihadapi
perusahaan. hal ini dilakukan dengan memperbandingkan antara total waktu yang
dibutuhkan untuk memenuhi semua permintaan pasar dengan total kapasitas yang
dimiliki perusahaan. jika kapasitas yang dimiliki tidak memadai, maka kendala yang
dihadapi perusahaan adalah kendala internal, namun jika kapasitas mencukupi, maka
kendala yang dihadapi perusahaan adalah kendala eksternal. Hasil perhitungan antara
waktu yang dibutuhkan dengan waktu yang tersedia dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
ABC DEF GHI Total Kapasitas
Pada tabel tersebut terlihat bahwa untuk memenuhi semua permintaan yang ada
diperlukan waktu 12.900 menit pada mesin 1, sedangkan kapasitas mesin 1 adalah
15.000 menit. Hal ini berarti kapasitas mesin 1 masih cukup untuk memenuhi
permintaan yang sama. Situasi tersebut juga terlihat pada mesin 3,4, dan 5. Namun
demikian, untuk mesin 2, kapasitas produksi perusahaan tidak dapat memenuhi
permintaan pasar. Untuk memenuhi semua permintaan pasar diperlukan 13.800 menit,
sedangkan kapasitas yang tersedia hanya 12.000 menit. Karena itu, kendala yang
dihadapi perusahaan adalah kendala internal pada mesin 2.
Dalam tahap kedua, maka perusahaan harus memanfaatkan mesin 2 ini dengan sebaik
mungkin. Ada beberapa cara untuk melakukan hal ini, salah satunya adalah dengan
memprioritaskan produk-produk yang memiliki profit yang tinggi (dalam hal ini
trhoughput yang tinggi) untuk terlebih dahulu diproduksi pada mesin 2. Untuk itu,
perusahaan harus memperbandingkan throughput per menit untuk masing-masing
produk. Throughput permenit untuk produk ABC adalah Rp. 4.000/12 menit = Rp.
333,35, sedangkan untuk produk DEF adalah Rp. 5.000/6 menit = Rp. 833,33,
sedangkan untuk produk GHI adalah Rp. 7.000/4 menit = Rp. 1.750. Dari perhitungan
tersebut, maka prioritas produksi harus diutamakan pada produk GHI, lalu DEF, dan
terakhir adalah ABC.
Untuk memenuhi semua permintaan pasar untuk produk GHI diperlukan 300 x 4
menit = 1.200 menit dari mesin 2, lalu untuk memenuhi semua permintaan pasar
produk DEF diperlukan 500 x 6 menit = 3.000 menit dari mesin2. Total waktu mesin
2 yang dibutuhkan untuk memproduksi DEF dan GHI adalah 4.200 menit. Jumlah
menit mesin 2 yang tersisa untuk memproduksi ABC adalah 12.000 menit – 4.200
menit = 7.800 menit. Jumlah ini hanya dapat dipakai untuk memproduksi 650 unit
produk ABC (7.800 menit/12 menit). Karena itu, bauran produk yang dapat
memaksimalkan throughput perusahaan adalah 650 unit produk ABC, 500 unit
produk DEF, dan 300 unit produk GHI. Total throughput maksimal yang dihasilkan
perusahaan adalah (Rp. 4.000 x 650)+(Rp. 5.000 x 500)+(Rp. 7.000 x 300) = Rp.
7.200.000.
Tahap ketiga lebih berkaitan dengan proses produksi dalam perusahaan. Dalam hal
ini, semua keputusan-keputusan yang berkaitan dengan mesin 1, 2, 3, 4, dan 5,
misalkan keputusan untuk scheduling, akan dilakukan dengan mengacu pada
keputusan yang diambil untuk mesin 2. Konsep ini dalam teori kendala disebut
dengan drum-buffer-rope (DBR). Dalam konsep DBR, maka mesin 2 (mesin yang
terkendala) akan menjadi irama penentu kerja (drum) untuk mesin 3, 4, dan 5, dan
mesin 2 juga akan menjadi tali (rope) yang dipergunakan untuk membatasi produk
mesin 1.
Tahap keempat berbicara mengenai cara untuk mengatasi kendala yang dihadapi
perusahaan. Dalam hal ini, kendala yang dihadapi perusahaan adalah keterbatasan
kapasitas pada mesin 2. Karena itu, hal yang dapat dilakukan perusahaan adalah
meningkatkan kapasitas mesin 2 tersebut, apakah melalui lembur, outsourcing, atau
bahkan penambahan mesin baru. Peningkatan kapasitas dapat dilakukan selama
penambahan throughput masih lebih besar dari penambahan biaya untuk peningkatan
kapasitas tersebut.
Tahap ke lima, merupakan pernyataan bahwa kendala yang dihadapi perusahaan tidak
ada akhirnya, karena jika perusahaan sudah menambah kapasitas pada mesin 2, maka
kendala akan bergeser pada mesin-mesin lainnya, atau bahkan kendala dapat
berpindah keluar (external constraint), karena sekarang kapasitas perusahaan melebihi
apa yang dapat diserap pasar. Untuk memecahkan masalah ini, maka perusahaan
harus mulai melakukan langkah pertama lagi.