Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman, setelah mengalami pertambahan penduduk dan
perkembangan teknologi secara terus menerus. Situasi kehidupan masyarakat menjadi
berubah. Di lain pihak jenis dan jumlah kebutuhan hidup menjadi makin tidak terbatas.
Barang-barang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak dapat lagi
diambil langsung dari alam, tetapi harus diproduksi lebih dahulu. Memproduksi jagung
yang efisien secara teknis dapat dicapai dengan menggunakan peralatan pertanian
modern. Tetapi biaya per unit baru akan menjadi murah jika skala produksinya minimal
200 hektar. Padahal kemampuan keuangan petani hanya untuk 2,5 hektar. Untuk skala
produksi sekecil itu, menggunakan peralatan pertanian modern walaupun efisien secara
teknis, menimbulkan biaya produksi per kilogram jagung yang sangat tinggi. Petani
lebih memilih teknik produksi dengan peralatan sederhana.
Istilah biaya bisa diartikan dengan sebagai cara dan pengertian yang tepat akan
berubah-ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Biasanya,
biaya berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang harus dibayar. Jika kita
membeli sebuah produk secara tunai dan kemudian segera menggunakan produk
tersebut, maka tidak akan ada masalah yang timbul dalam pendefinisian dan
pengukuran biaya produk tersebut. Namun demikian, jika barang tersebut dibeli lalu
disimpan untuk sementara waktu dan kemudian baru rumit lagi, jika barang tersebut
merupakan aset yang bermacam-macam pada beberapa periode waktu yang tak
terbatas. Lantas berapa biaya penggunaan aset tersebut selama periode tertentu?
Biaya yang akan digunakan untuk suatu penggunaan tertentu disebut biaya
relevan (relevant cost). Pada saat penghitungan biaya yang akan digunakan untuk
melengkapi formulir pajak pendapatan sebuah perusahaan, para akuntan diperlukan

untuk membuat perincian jumlah rupiah yang aktual yang dikeluarkan untuk
membeli tenaga kerja, bahan baku dan peralatan modal yang digunakan dalam
produksi. Dan untuk tujuan-tujuan pembayaran pajak, pengeluaran rupiah historis
adalah biaya relevan yang dimaksudkan di atas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep biaya ?
2. Apa definisi dari biaya peluang (opportunity cost) ?
3. Apa perbedaan biaya eksplisit dan biaya implisit ?
4. Apakah perbedaan biaya incremental dan sunk cost ?
5. Apa hubungan antara produksi, produktivitas dan biaya ?
6. Bagamana konsep biaya jangka pendek dan jangka panjang ?
7. Bagaimana ukuran perusahaan dan pabrik ?
8. Bagaimana ukuran perusahaan dan fleksibilitas ?
9. Bagaimana analisis peluang pokok ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan bagaimana konsep biaya
2. Menjelaskan definisi dari biaya peluang
3. Dapat membedakan biaya eksplisit dan biaya implicit
4. Dapat membedakan biaya incremental dan sunk cost
5. Mengetahui hubungan antara produksi, produktivitas dan biaya
6. Untuk menegtahui konsep biaya jangka pendek dan jangka panjang
7. Untuk mengetahui bagaimana ukuran perusahaan dan pabrik
8. Untuk mengetahui bagaimana ukuran perusahaan dan fleksibilitas
9. Untuk mengetahui bagaimana analisis peluang pokok

II.

PEMBAHASAN

A. Konsep Biaya
Pengertian biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya kesempatan. Konsep ini
dipakai analisis teori biaya produksi. Dalam konsep ini ada biaya eksplisit dan biaya
implisit. Biaya eksplisit adalah biaya-biaya yang secara eksplisit terlihat, terutama
melalui laporan keuangan. Contoh biaya eksplisit adalah biaya listrik, telepon dan air,
pembayaran gaji buruh dan gaji karyawan. Biaya implisit adalah biaya kesempatan,
antara lain biaya tenaga kerja, biaya barang modal dan biaya kewirausahaan. Biaya
barang modal, dalam biaya ekonomi penggunaan barang modal bukanlah berapa besar
uang yang harus dikeluarkan untuk menggunakannya, melainkan berapa besar

pendapatan yang diperoleh bila mesin disewakan kepada perusahaan lain.


Wirausahawan adalah orang yang mengkombinasikan berbagai faktor produksi untuk
ditransformasi menjadi output berupa barang dan jasa. Atas keberanian menanggung
resiko, pengusaha mendapat balas jasa berupa laba. Laba adalah kelebihan pendapatan
yang diperoleh dibanding dengan pengeluaran yang dilakukan.
B. Biaya Peluang (opportunity cost)
Sumber daya ekonomi mempunyai nilai karena sumber daya tersebut bisa
digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa untuk konsumsi. Ketika sebuah
perusahaan menggunakan suatu sumber daya untuk memproduksi sebuah produk
tertentu perusahaan tersebut juga menawarkan sumber daya tersebut kepada para
pemakai alternatif. Oleh karena itu konsep biaya peluang menunjukkan kenyataan
bahwa semua keputusan didasarkan pada pilihan diantara tindakan alternatif. Biaya
peluang sebuah sumber daya ditentukan oleh nilai penggunaan alternatif terbaik dari
sumber daya tersebut.
C. Biaya Eksplisit dan Implisit
Biaya eksplisit adalah pengeluaran-pengeluaran nyata dari kas perusahaan
untuk membeli atau menyewa jasa-jasa faktor produksi yang dibutuhkan dalam
berproduksi. Contoh: biaya tenaga kerja, sewa gedung, dll. Biaya implisit adalah biaya
yang tidak terlihat. Biaya implisit ini tidak dikeluarkan langsung dari kas perusahaan.
Biaya implisit diperhitungkan dari faktor-faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh
perusahaan.
Biaya penggunaan sumber daya mencakup biaya eksplisit dan biaya implisit.
Upah yang dibayarkan, pengeluaran untuk listrik, pembayaran untuk bahan-bahan
baku, bunga yang dibayarkan kepada para pemegang obligasi perusahaan dan sewa
bangunan. Biaya implisit berkenan dengan setiap keputusan yang jauh lebih sulit untuk
dihitung. Biaya-biaya implisit ini tidak memasukkan pengeluaran-pengeluaran tunai

dan oleh karena itu seringkali diabaikan dalam analisis pembuatan keputusan. Sewa
yang bisa diterima seorang petani dari ladang jika la tidak menggunakan ladang
tersebut merupakan biaya implisit dari kegiatan-kegiatan pertaniannya.
D. Biaya Incremental dan Sunk Cost
Incremental cost adalah biaya yang timbul akibat adanya pertambahan atau
pengurangan output (biasanya merupakan hasil dari kegiatan produksi/operasi).
Incremental cost juga merupakan biaya yang terjadi sebagai akibat dari suatu
keputusan. Incremental cost diukur dari berubahnya IC karena suatu keputusan. Oleh
sebab itu sifatnya bisa variabel, bisa juga fixed. Contoh: penambahan biaya total
produksi karena keputusan manajemen untuk penambahan tenaga kerja dan bahan
baku.
Sunk cost adalah biaya yang sudah terlanjur keluar, dan tidak relevan lagi
untuk memperhitungkan biaya maupun imbalan yang didapat. Logika dari definisi
biaya ini adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai alternatif keputusan yang dibuat
untuk melapisi pengeluaran yang ada, pengeluaran tersebut akan tetap ada (keluar).
Contoh, saya tertarik untuk membeli motor sport seharga Rp.200 juta. Saya membayar
uang tanda atau down payment sebesar 2 juta kepada si penjual. Suatu ketika, saya
tertarik untuk membeli motor low rider. Saya harus membayar lunas sebesar Rp.56 juta
untuk bisa mendapatkan motor tersebut. Pilihan dari kedua opsi tersebut, apakah saya
membeli motor sport atau membeli motor low rider, itu tidak akan berpengaruh kepada
uang tanda sebesar 2 juta tadi.
E. Produksi, Produktivitas dan Biaya
Produktivitas yang tinggi menyebabkan tingkat produksi yang sama dapat
dicapai dengan biaya yang lebih rendah. Produktivitas dan biaya mempunyai hubungan
terbalik. Jika produktivitas makin tinggi, biaya produksi akan makin rendah. Begitu
juga sebaliknya. Dalam jangka pendek ada faktor produksi tetap yang menimbulkan

biaya tetap, yaitu biaya produksi yang besarnya tidak tergantung pada tingkat produksi.
Dalam jangka panjang,karena semua faktor produksi adalah variabel artinya biaya
produksi dapat disesuaikan dengan tingkat produksi. Dalam jangka panjang,
perusahaan akan lebih mudah meningkatkan produktivitas dibanding dalam jangka
pendek. Itu sebabnya ada perusahaan yang mampu menekan biaya produksi. Sehingga
setiap tahun biaya produksi per unit makin rendah. Pola pergerakan biaya rata rata ini
berkaitan dengan karakter fungsi produksi jangka panjang.
F. Biaya Jangka Pendek Dan Jangka Panjang
Penggunaan konsep biaya relevan untuk keputusan penentu tingkat output dan
harga secara, tepat membutuhkan suatu pemahaman tentang hubungan antaa biaya
dan output suatu perusahaan atau dengan kata lain fungsi biayanya tergantung
pada fungsi produksi preusahaan dan fungsi penawaran pasar dari input-input yang
digunakan perusahaan tersebut.

1. Kurva Biaya Jangka Pendek


Baik biaya tetap maupun biaya variabel akan mempengaruhi biaya jangka
pendek sebuah perusahaan. Sebuah kurva biaya total jangka pendek ditunjukkan oleh
gambar 6.1.(a). Tampak jelas pada gambar tersebut, biaya total atau total cost (TC)
pada setiap tingkat output adalah jumlah dari biaya tetap total atau fixed cost (TFC) dan
biaya variabel total atau variabel cost (TVC).
Karena biaya-biaya, apakah biaya rata-rata atau biaya marjinal, digunakan hampir
untuk semua tujuan-tujuan pembuatan keputusan operasional, maka akan sangat
bermanfaat bagi kita untak menelaah biaya-biaya ini.

Average Fixed Cost

= AFC =

Average Variabel Cost = AVC =

Average (Total) Cost

Marginal Cost

= AC

TC dTC

Q
dQ

TFC
Q

TFC
Q

TFC
Q

= AFC + AVC

Gambar 6.1. Kurva-kurva biaya jangka pendek


2. Kurva Biaya Jangka Panjang
Dalam jangka panjang, suatu perusahaan tidak mempunyai input tetap, oleh
karena itu semua biaya jangka panjang adalah variabel. Selain itu, sebagaimana kurvakurva biaya jangka pendek mengggunakan kombinasi-kombinasi input yang optimal
(least cost combination) untuk memproduksi setiap tingkat output (pada skala pabrik
tertentu), maka kurva-kurva biaya jangka panjang juga dibuat dengan menggunakan
asumsi bahwa sebuah pabrik yang optimal (pada tingkat teknologi tertentu) digunakan
untuk memproduksi tingkat output tertentu.
Dengan harga-harga input yang konstan dua kali lipat input akan menduakali
lipatkan biaya totalnya yang menghasilkan sebuah fungsi biaya total JQ yang linear,
seperti dilukiskan oleh gambar 6.2. Jika fungsi produksi sebuah perusahaan bersifat
decreasing returns to scale, seperti telah dilukiskan pada gambar 5.10. input harus
lebih dari dua kali lipat untuk menghasilkan output dua kali lipat.

Gambar 6.2. Fungsi Biaya Total (TC) yang menunjukkan sistem produksi yang Constant

Returns to Scale
Selanjutnya dengan menganggap harga-harga input tidak bertambah
(konstan), fungsi biaya yang berkaitan dengan suatu sistem produksi akan meningkat
dengan tingkat kenaikan yang semakin besar, seperti ditunjukkan dalam gambar 6.3.
Fungsi produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns dan kemudian
decreasing returns telah dilukiskan dalam gambar 6.3. fungsi produksi ini ditunjukkan
lagi dalam gambar 6.4. Di sini proporsi kenaikan biaya lebih kecil dari proporsi
kenaikan output pada kisaran decreasing returns to scale, tetapi lebih besar pada saat
terjadi decreasing returns to scale.
Semua hubungan langsung antara fungsi produksi dan fungsi biaya yang
dijelaskan di atas didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga input adalah konstan.
Jika harga-harga input merupakan fungsi dari output, maka fungsi biaya tersebut akan
menunjukkan kenyataan itu. Misalnya, fungsi biaya suatu prusahaan pada keadaan
constant returns input yang dibeli, akan berbentuk seperti ditunjukkan oleh gambar 6.3.
proporsi kenaikan biaya akan lebih besar dari proporsi kenaikan output. Di lain pihak,
potongan kuantitas (pembelian) akan rnenghasilkan sebuah fungsi produksi yang
meningkat pada decreasing return, seperti halnya halnya pada increasing returns dalam
gambar 6.4.
Kemudian, tampak bahwa walupun biaya dan produksi berhubungan, sifat dari
harga-harga input harus ditelaah lebih dahulu sebelum kita mencoba untuk
menghubungkan sebuah fungsi biasa dengan fungsi produksi yang mendasarinya. Hargaharga input dan produktivitas secara bersama-sama menentukan fungsi biaya total
tersebut.

Gambar 6.3. Fungsi Biaya Total (TC) Yang Menunjukkan Sistem Produksi Yang
Increasing Returns to Scale
Return To Scale
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pola produksi di mana mula-mula
increasing returns to scale kemudian decreasing returns to scale. Scale produksi yang
ekonomis (economies of scale), yang menyebabkan biaya rata-rata jangka panjang atau
log-run average cost (LRAC) menurun, terjadi karena hubungan produksi dan
hubungan pasar. Spesialisasi dalam penggunaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor
penting yang menghsilkan economies of scale. Para pekerja disebuah perusahaan kecil
biasanya mempunyai beberapa pekerjaan, dan keahlian mereka untuk suatu jenis pekerjaan
biasanya lebih rendah dari para pekerja yang hanya berspesialisasi dalam satu pekerjaan
saja dan produktivitas tenaga kerja seringkali lebih tinggi dalam suatu perusahaan
yang besar, dimana individu bisa dipekerjakan untuk suatu pekerjaan tertentu. Hal
tersebut akan menurunkan unit biaya produksi untuk skala produksi yang lebih besar.

Gambar 6.4. Fungsi Biaya Total (TC) Yang Menunjukkan Sistem Produksi Yang
Mula-mula Increasing Returns To Scale Kemudian Decreasing Returns To Scale.
Faktor teknologi juga bisa menimbulkan economies of scale. Skala produksi yang
besar biasanya memungkinkan penggunaan peralatan modern yang canggih. Produktivitas
peralatan tersebut seringkali juga meningkatkan jumlah produksi lebih cepat daripada
biaya. Misalnya, pemangkit listrik yang berkekuatan 500.000 kilowatt biasanya
membutuhkan biaya tidak sampai dua-kali dari biaya pembangkit listrik yang
berkekuatan 250.000 kilowatt.
Adanya potongan-potongan kuantitas (pembelian) juga bisa menyebabkan
economies of scale melalui pembelian bahan baku, persediaan dan input-input lainnya
secara besar-besaran. Keadaan yang ekonomis ini meluas sampai biaya kapital. Biasanya,
semakin besar suatu perusahaan maka ia mempunyai akses yang lebih besar pula terhadap
pasar modal dan bisa memperoleh dana dengan tingkat bunga yang lebih rendah. Faktorfaktor tersebut dan yang lain-lainnya bisa menghasilkan increasing returns to scale dan
oleh karena itu akan menurunkan biaya-biaya. Ada beberapa tingkat output, economies to

scale biasanya tidak berlangsung lama, karena kemudian biaya rata-rata atau average cost
(AC) mulai meningkat. Kenaikan AC pada tingkat output yang tinggi seringkali
disebabkan oleh keterbatasan menajemen dalam mengkoordinasi sebuah organisasi pada
saat manajemen tersebut mencapai ukuran yang sangat besar daripada output (yang
menyebabkan kenaikan unit biaya) dan manajemen menjadi kurang efisien yang akhirnya
meningkatkan biaya produksi suatu produk. Walaupun keberadaan diseconomies of scale
seperti itu masih diperdebatkan oleh para peneliti, namun kenyataan menunjukkan bahwa
diseconomies memang terjadi dalam industri-industri tertentu.

Elastisitas Biaya
Walaupun Gambar 6.1., 6.3. dan 6.4. sangat membantu untuk menjelaskan
hubungan antara biaya total (TC) dan output dengan returns to scale, tetapi akan lebih
mudah bagi kita untuk menghitung returns to scale suatu sistem produksi melalui
elastisitas biaya.
Elastisitas biaya, c mengukur persentase perubahan biaya total (TC) yang
disebabkan oleh satu persen perubahan output.
Secara aljabar elastisitas biaya tersebut adalah :
c=

Persentase perubahan biayatotal (TC)


Persentase perubahan output (Q)
=

TC
Q

Q TC

Hubungan antara elastisitas biaya dengan returns to scale adalah sebagai berikut:

Jika

maka

Returns to scale

Persentase ATC < persentase Q

c < I

Increasing

Persentase ATC = persentase Q


Persentase A TC > persentase Q

c = I
c > I

Constant
Decreasing

Pada elastisitas biaya lebih kecil satu (c < 1), biaya akan meningkat lebih lambat
daripada output. Jika harga-harga Input tidak berubah (konstan), maka c < I tersebut
secara tidak langsung menunjukkan rasio output-input yang lebih tinggi dan keadaan
increasing returns to scale c = 1, maka proporsi kenaikan output dan biaya besarnya sama
dan ini menunjukkan constant returns to scale. Jika c > 1, maka setiap kenaikan output
akan menyebabkan kenaikan biaya yang lebih besar, ini menunjukkan keadaan decreasing
returns to scale.
Pengetahuan tambahan mengenai skala produksi yang ekonomis dan hubungan
antara biaya jangka panjang dan jangka pendek bisa diperoleh melalui penelaahan kurva
biaya rata-rata jangka panjang atau long-run average cost (LRAC). Karena kurva-kurva
biaya jangka panjang menunjukkan skala-skala pabrik yang optimal untuk setiap tingkat
produksi, maka kurva LRAC bisa dianggap sebagai amplop dari kurva-kurva biaya rata-rata
jangka pendek atau short-run average cost (SRAC). Konsep ini dilukiskan pada gambar
6.5. dimana 4 kurva SRAC menyajikan 4 skala pabrik yang berbeda. Keempat pabrik
tersebut masing-masing mempunyai kisaran output paling efisien. Misalnya pabrik A,
mempunyai sistem produksi dengan biaya terkecil (least cost) pada kisaran antara 0 dan
Q, unit. Pabrik B pada kisaran antara Q 1 dan Q2, sedangkan pabrik C pada kisaran antara
Q2 dan Q3, dan pabrik D pada kisaran di atas Q3.
Bagian yang bergaris tebal pada sebab kurva dalam gambar 6.5. tersebut
menunjukkan LRAC minimum untuk menghasilkan setiap tingkat output, dengan

mengasumsikan bahwa hanya ada empat kemungkinan skala pabrik. Kita bisa
menggeneralisir hal tersebut dengan menganggap bahwa pabrik-pabrik tersebut
mempunyai berbagai ukuran, dimana masing-masing mempunyai ukuran sedikit lebih besar
dari yang sebelumnya. Seperti ditunjukkan dalam gambar 6.6. kurva SRAC. Pada setiap
titik singgung tersebut, skala pabrik yang terjadi adalah optimal. Sistem biaya yang
dilukiskan dalam gambar 6.5 dan 6.6 mula-mula menunjukkan keadaan increasing
returns to scale kemudian decreasing returns to scale. Pada kisaran output yang
dihasilkan oleh pabrik A, B dan C dalam gambar 7.5 biaya rata-rata (AC) menurun.
Menurunnya biaya tersebut menunjukkan bahwa kenaikan biaya total lebih kecil daripada
output. Karena biaya minimum pabrik D lebih besar daripada pabrik C, maka sistem
tersebut menunjukkan decreasing returns to scale pada tingkat output yang lebih tinggi.

Gambar 6.5. Kurva SRAC untuk empat skala pabrik yang berbeda

Sistem produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns to scale,


kemudian constant returns to scale, dan kemudian dimishing returns to scale akan

menghasilkan kurva LRAC yang berbentuk U seperti ditunjukkan pada gambar 6.6.
perhatikan bahwa dengan kurva LRAC yang berbentuk U, pabrik yang paling effisien untuk
setiap tingkat output biasanya tidak akan beroperasi pada SRAC minimum, seperti yang bisa
dilihat pada gambar 6.5. kurva SRAC pabrik B lebih rendah. Secara umum, pada saat
increasing returns to scale terjadi, pabrik yang mempunyai biaya terkecil untuk
menghasilkan suatu output akan beroperasi lebih rendah dari kapasitas, penuhnya. Hanya
untuk satu tingkat output dimana LRAC minimum (output Q* dalam gambar 6.5. dan
6.6.), sebuah pabrik yang optimal akan beroperasi pada titik minimum dari kurva SRAC-nya.
Pada semua tingkat output dalam kisaran dimana decreasing returns to scale terjadi, yakni
pada setiap output yang lebih besar dari Q*, pabrik yang paling efisien akan beropersi
pada suatu tingkat output yang sedikit lebih besar dari pada kapasitasnya.

Gambar 6.6. Kurva LRAC Sebagai "Amplop" Dari Kurva-kurva SRAC

Biaya Minimum Yang Efesien


Bentuk kurva LRAC tidak hanya penting karena implikasinya bagi penentuan skala
pabrik, tetapi juga karena ia mempengaruhi tingkat persaingan potensial yang akan tejadi
dalam suatu industri, keadaan yang mula-mula increasing returns to scale dan kemudian

constant returns to scale sering dijumpai. Dalam industri-industri seperti itu, kurva
LRAC-nya berbentuk L. Biasanya, persaingan cenderung akan lebih keras di dalam industri
yang mempunyai kurva LRAC yang berbentuk U dan pada yang berbentuk L atau kurva
LRAC yang berslope menurun. Pengetahuan mengenai hal ini bisa diperoleh melalui
penelaahan konsep biaya minimum efficient scale (MES) dari sebuah pabrik. MES ini
didefinisikan sebagai tingkat output dimana LRAC adalah minimum. MES akan terdapat
pada titik minimum kurva LRAC yang berbentuk U (output Q * dalam Gambar 7.5 dan 7.6)
dan pada sudut kurva LRAC yang berbentuk L.
Pada umumnya persaingan cenderung akan lebih keras di dalam industri-industri
dimana MES-nya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan industri secara total
karena kecilnya faktor penghalang untuk memasuki industri tersebut, misalnya persyaratan
investasi modal dan tenaga kerja terlatih. Persaingan tidak akan begitu keras jika MES
cukup besar karena faktor penghalang untuk memasuki pasar cenderung cukup kuat
sehingga membatasi jumlah pesaing potensial. Untuk mengamati pengaruh persaingan pada
suatu tingkat MES tertentu, kita harus selalu memperhatikan ukuran industri secara
keseluruhan. Dalam industri-industri yang cukup besar, jumlah pesaing yang sangat besar
dan efisien bisa muncul. Dalam keadaan seperti itu, walaupun MES cukup besar secara
absolut, tetapi MES tersebut bisa sangat kecil secara relatif, dan persaingan yang keras
masih mungkin terjadi. Lebih jauh lagi, jika kerugian biaya operasi yang kecil dari ukuran
MES pabrik-pabrik itu secara relatif kecil, maka kadang-kadang akan ada akibat-akibat anti
persaingan. Dengan kata lain, pengarah halangan dari MES tersebut tergantung pada ukuran
MES pabrik tersebut dibandngkan dengan permintaan industri secara total.

G. Ukuran Perusahaan Dan Pabrik

Fungsi produksi dan biaya terdapat baik pada tingkat pabrik secara individual,
perusahaan-perusahaan dengan beberapa pabrik (multi-plant firm), maupun pada tingkat
perusahaan secara keseluruhan. Fungsi biaya sebuah perusahaan dengan beberapa pabrik
merupakan penjumlahan fungsi biaya dari pabrik-pabrik secara individual.

Gambar 6.7. Tiga Kemungkinan Kurva LRAC untuk Sebuah Perusahaan


Dengan Beberapa Pabrik
Untuk menjelaskan hal tersebut, anggap bahwa keadaan yang ditunjukkan oleh
gambar 7.6 terjadi yakni sebuah kurva LRAC yang berbentuk U pada tingkat pabrik. Jika
permintaan cukup besar, maka perusahaan tersebut akan menggunakan pabrik sebanyak
N dimana masing-masing ukurannya optimal dan menghasilkan output sebesar Q* unit.

Dalam kasus ini, bagaimanakah bentuk kurva LRAC sebuah perusahaan.


Gambar 6.7 menunjukkan 3 kemungkinan. Pertama, LRAC keadaan yang ekonomis dan
disekonomis dalam pengkombinasian pabrik-pabrik yang ada. Kedua, biaya mengalami
penurunan ada semua kisaran output, seperti ditunjukkan gambar 6.4(b), jika
perusahaan-perusahaan dengan beberapa pabrik (multiplant firm) lebih efisien daripada
perusahaan-perusahaan dengan satu pabrik. Kasus-kasus seperti terjadi disebabkan oleh
ekonomisnya biaya pengoperasian berbagai pabrik. Kemungkinan ketiga, ditunjukkan oleh
gambar 6.7(c) adalah biaya mula-mula menurun (sampai Q * merupakan output dari
pabrik yang paling efisien) dan kemudian menarik. Disini mula-mula terjadi economic of
scale, kemudian biaya koordinasi menjadi lebih besar daripada manfaat yang bisa diperoleh.

H. Ukuran Perusahaan Dan Fleksibilitas


Apakah pabrik yang bisa menghasilkan sejumlah output tertentu pada kemungkinan
biaya terendah juga merupakan pabrik yang optimal untuk menghasilkan tingkat output
yang diharapkan? Jawabnya adalah pasti tidak. Perhatikan keadaan berikut. Misalkan
permintaan aktual akan suatu produk tertentu tidak bisa harapkan sebesar 5.000 unit per
tahun. Dua kemungkinan distribusi probabilitas dan permintaan tersebut ditunjukkan
dalam gambar 6.8. Distribusi L menunjukkan permintaan dengan derajat variabilitas yang
rendah, sedangkan distribusi H menunjukkan variasi permintaan yang lebih tinggi.
Sekarang anggap ada dua pabrik yang bisa digunakan untuk menghasilkan
tingkat output yang dibutuhkan tersebut. Pabrik A sangat terspesialisasi dan dilengkapi
dengan alat-alat tertentu untuk menghasilkan tingkat output yang ditentukan pada tingkat
biaya per unit yang rendah. Namun, jika output yang dihasilkan tersebut lebih atau kurang
dari output yang telah ditentukan itu dalam kasus ini 5.000 unit, maka biaya produksi akan

meningkat dengan cepat. Di lain pihak, pabrik B lebih fleksibel. Output bisa diperbanyak
atau diperkecil tanpa ada kelebihan biaya, tetapi unit biaya tidak tidak serendah pabrik A
pada tingkat output optimalnya. Kedua kasus ini ditunjukkan dalam gambar 6.9.
Pabrik A lebih efisien dari pabrik B untuk output antara 4.500 dan 5.500 unit, tetapi
di luar kisaran tersebut pabrik B mempunyai biaya yang lebih rendah. Manakah pabrik yang
akan dipilih? Jawabnya tergantung pada perbedaan biaya relatif pada tingkat-tingkat
output yang berbeda dan distribusi probabilitas permintaan.

Gambar 6.8. Distribusi Probalibilitas permintaan

Gambar 6.9. Pabrik-pabrik Alternatif Untuk Menghasilkan Output Sebanyak 5.000 Unit
Perusahaan tersebut akan memilih perusahaan berdasarkan total rata -rata yang
diharapkan atau expected total cost ( A Q Q dan varibulitas biaya tersebut ).

Dalam hal ini, jika distribusi probabilitas permintaan dengan variasi yang rendah,
distribusi L adalah tepat, maka fasilitas yang semakin terspesialisasi akan optimal.
Jika distribusi probabilitas H lebih tepat melukiskan keadaan permintaan, maka
biaya minimum yang lebih rendah dari fasilitas yang semakin terspesialisasi
tersebut tidak hanya akan ditutup, oleh kemungkinan biaya produksiyang lebih
tinggi di luar kisaran output 4.500-5.000 unit dan pabrik B bisa memitiki biaya yang
diharapkan lebih rendah atau suatu kombinasi biaya-biaya yang diharapkan yang
lebih menarik dan mempunyai variasi biaya yang potensial.

I. Analisis Peluang Pokok


Analisis peluang-pokok (break enven analysis) atau sering juga disebut
analisis konstribusi laba merupakan teknik analisis penting yang digunakan untuk
mempelajari hubungan-hubungan antara biaya, penerimaan dan laba. Sifat analisis
peluang-pokok ini dilukiskan dalam gambar 6.10 yakni sebuah grafik dasar peluangpokok, yang terbentuk dari kurva biaya total (TC) dan penerimaan
penerimaan total (TR) suatu perusahaan. Volume output

Gambar 6.10. Grafik Peluang-pokok

dan

ditunjukkan oleh sumbu horisontal, sedangkan penerimaan dan biaya


ditunjukkan pada sumbu vertikal. Karena biaya tetap (FQ) selalu konstan tanpa
memandang berapapun jumlah output yang dihasilkan, maka FC tersebut
ditunjukkan oleh garis yang mendatar. Biaya variabel (VQ) pada setiap output
ditunjukkan oleh jarak antara kurva TC dan kurva FC. Kurva TR menunjukkan
hubungan harga/permintaan akan produk perusahaan tersebut dan laba/ kerugian pada
setiap output ditunjukkan oleh jarak antara kurva TR dan kurva TC.
Walaupun gambar 6.10 disebut grafik peluang-pokok dan bisa digunakan untuk
menentukan kuantitas output di mana perusahaan tersebut dimulai memperoleh laba
yang positif, nilai analitisnya bisa juga digunakan untuk menentukan tingkat output
peluang-pokok. Grafik tersebut menggambarkan hubungan penerimaan dan biaya pada
seluruh tingkat output dan oleh karena itu bisa digunakan untuk menganalisis apa
yang terjadi terhadap laba jika volume output berubah-ubah.
Analisis Peluang-pokok Linear
Dalam penerapan analisis peluang-pokok, hubungan yang linier biasanya digunakan
untuk menyederhanakan analisis tersebut. Analisis peluang-pokok nonlinear cukup menarik
secara intelektual karena alasan pokok yaitu: (1) tampaknya masuk akal untuk menduga
bahwa banyak kasus kenaikan penjualan bisa dicapai hanya jika harga diturunkan, dan
(2) analisis fungsi biaya menunjukkan bahwa biaya variabel rata-rata (AVC) akan
turun pada kisaran output tertentu dan kemudian meningkat. Namun demikian, seperti
tampak pada contoh, analisis linear cukup memadai untuk berbagai penggunaan.
Grafik peluang-pokok memungkinkan seseorang memusatkan perhatiannya terhadap
unsur-unsur pokok dari laba seperti: penjualan, biaya tetap (FC), dan biaya variabel (VC).

Selain itu, walaupun grafik peluang-pokok linear dilukiskan mulai dari tingkat output
sama dengan nol sampai dengan tingkat output yang paling tinggi, tetapi tak seorang pun
yang menggunakan analisis ini yang akan memikirkan tingkat output yang tertinggi dan
terendah tersebut. Dengan kata lain, para pengguna grafik peluang-pokok sesungguhnya
hanya memperhatikan kisaran output yang relevan dan di dalam kisaran tersebut fungsi
linear mungkin cukup tepat.
Gambar 6.11 menunjukkan sebuah grafik peluang-pokok yang linear. Biaya tetap
(FQ) sebesar Rp 60 juta ditunjukkan oleh sebuah garis horisontal. Biaya variabel (VC)
dianggap sebesar Rp 1.800,- per unit, maka biaya total (TQ) akan meningkat sebesar Rp
1.800,- per unit untuk setiap satu unit tambahan output yang dihasilkan. Produk tersebut
dianggap dijual dengan harga Rp 3.000,- per unit, jadi penerimaan total (TR) adalah
sebuah garis lurus dari titik origin. Slope dari garis TR tersebut lebih curam daripada
slope TC. Hal tersebut terjadi karena perusahaan tersebut akan menerima penghasilan
sebanyak Rp 3.000,- untuk setiap unit produk yang dihasilkan, tetapi hanya
mengeluarkan sebesar Rp 1.800,- untuk biaya tenaga kerja, bahan-bahan dan input-input
variabel lainnya.

Gambar 6.11. Grafik Peluang-pokok Yang Linear

Sampai titik peluang-pokok, yang ditunjukkan oleh perpotongan antara garis TR dan
garis TC, perusahaan tersebut menderita kerugian. Selain melampaui titik tersebut,
perusahaan itu mulai memperoleh laba. Gambar 7.11 menunjukkan titik peluang-pokok
pada tingkat penjualan dan tingkat biaya sebesar Rp 150 juga yang terjadi pada tingkat
produksi sebanyak 50.000 unit.
Analisis Peluang-pokok Secara aljabar
Walaupun grafik peluang-pokok merupakan flat yang sangat berguna untuk
melukiskan hubungan laba atau output, tetapi teknik-teknik aljabar biasanya merupakan
suatu alat yang lebih efisien untuk menganalisis masalah-masalah pengambilan
keputusan. Teknik aljabar untuk menyelesaikm masalah peluang-pokok bisa
digambarkan dengan menggunakan hubungan-hubungan biaya dan penerimaan yang
ditunjukkan dalam gambar 6.11. Mula-mula, misalkan:
P

= Harga jual per unit

= Kuantitas yang diproduksi dan yang dijual

TFC

= Total Fixed Cost (Biaya tetap Total)

AVC = Average Variable Cost (Biaya variabel Rata-rata)


Kuantitas peluang-pokok, yang didefinisikan sebagai volume output dimana TR
(P.Q) persis sama dengan TC (TFC + AVC.Q). Dalam contoh yang digambarkan oleh
gambar 6.1l, P Rp 3.000,00 AVC = Rp 1.800,00 dan TFC = Rp 60 juta. Kuantitas
peluang-pokok diperoleh sebagai berikut:
Q

60 juta
50.000
3000 1.800

Catatan: P.Q = RFC + AVC.Q


(P-AVC) Q = TFC
Q

TFC
P AVC

III.

KESIMPULAN

Hubungan-hubungan biaya memainkan peran kunci dalam hampir semua keputusan


manajerial. Konsep-konsep biaya menunjukkan hubungan antara fungsi biaya dengan
fungsi produksi dan beberapa hubungan jangka pendek dan jangka panjang. Walaupun
konsep biaya relevan berbeda-beda untuk suatu keadaan dengan keadaan lainnya, tetapi
ada beberapa hubungan yang umum ditemui dalam analisis biaya tersebut. Pertama, biaya
relevan biasanya didasarkan pada konsep penggunaan alternatif. Biaya relevan suatu
sumberdaya ditentukan oleh nilainya dalam penggunaan alternatif yang terbaik. Kedua,
biaya relevan dari sebuah keputusan hanya mencakup biaya-biaya yang dipengaruhi oleh
tindakan yang sedang dilakukan. Inilah yang disebut dengan biaya inkremental. Jika satu
biaya tertentu tidak berubah dengan adanya suatu tindakan, maka biaya inkremental yang
relevan adalah sama dengan nol.
Penggunaan konsep biaya relevan membutuhkan suatu informasi tentang hubungan
biaya atau output dari sebuah perusahaan atau fungsi biayanya. Fungsi biaya tersebut
ditentukan oleh fungsi produksi dan fungsi penawaran input yang digunakan perusahaan
tersebut, di mana fungsi produksi menunjukkan hubungan teknis antara input dan output
dan harga-harga input mengubah hubungan fisik tersebut menjadi fungsi biaya atau output.
Dua fungsi biaya yang utama yang digunakan dalam pembuatan keputusan-keputusan

manajerial adalah fungsi biaya jangka pendek yang digunakan dalam keputusan-keputusan
sehari-hari dan fungsi biaya jangka panjang yang digunakan untuk tujuan-tujuan
perencanaan. Jangka pendek adalah periode waktu di mana beberapa sarana produksi
sebuah perusahaan tidak bisa diubah, dan jangka panjang adalah periode waktu yang cukup
panjang yang memungkinkan perusahaan untuk mengubah sistem produksinya secara
penuh melalui penambahan, pengurangan atau penggantian asset-asetnya.
Bentuk kurva biaya ditentukan oleh adanya economic scale atau diseconomic scale.
Jika terjadi economic scale, maka elastisitas biaya terhadap output akan lebih kecil dari
satu (ec < 1), dan biaya per unit akan turun jika output naik. Jika terjadi diseconomic scale,
maka ec > 1, dan kurva biaya rata-rata (AC) akan menaik. Analisis pulang pokok
merupakan suatu alat yang penting untuk menganalisis hubungan antara biaya tetap (FC),
biaya variabel (VC), penerimaan, dan laba. Penggunaannya mencakup antara lain analisis
pertambhan laba yang digunakan dalam konsep kontribusi laba.

DAFTAR REFERENSI

Salvatore, Dominick. 2005. Managerial Economics = Ekonomi Manajerial Dalam


Perekonomian Global, buku 1. Terjemahan. Dominick Salvatore 2005. Salemba Empat.
Jakarta.
Carter, William
Salemba Empat

2009. Akuntansi Biaya. Edisi 14. Dialihbahasakan oleh Krista. Jakarta:

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/EKONOMIMANAJERIAL/document/Ekonomi_M
anajerial_(.pdf)/BAB_6.pdf?cidReq=EKONOMIMANAJERIAL
http://blog.ub.ac.id/parlist/2013/05/19/makalah-ekonomi-manajerial-teori-biaya/

Anda mungkin juga menyukai