Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stabilitas perekonomian adalah prasyarat dasar untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan
rakyat melalui pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan. Stabilitas
perekonomian sangat penting untuk memberikan kepastian berusaha bagi para pelaku ekonomi.
Stabilitas ekonomi dicapai ketika hubungan variabel ekonomi yang utama berada dalam
keseimbangan, misalnya antara permintaan domestik dengan keluaran nasional, neraca
pembayaran, penerimaan dan pengeluaran fiskal, serta tabungan dan investasi. Hubungan
tersebut tidak selalu harus dalam keseimbangan yang sangat tepat. Ketidakseimbangan fiskal dan
neraca pembayaran misalnya tetap sejalan dengan stabilitas ekonomi asalkan dapat dibiayai
secara berkesinambungan.

Perekonomian yang tidak stabil menimbulkan biaya yang tinggi bagi perekonomian dan
masyarakat. Ketidakstabilan akan menyulitkan masyarakat, baik swasta maupun rumah tangga,
untuk menyusun rencana ke depan, khususnya dalam jangka lebih panjang yang dibutuhkan bagi
investasi. Tingkat investasi yang rendah akan menurunkan potensi pertumbuhan ekonomi
panjang. Adanya fluktuasi yang tinggi dalam pertumbuhan keluaran produksi akan mengurangi
tingkat keahlian tenaga kerja yang lama menganggur. Inflasi yang tinggi dan fluktuasi yang
tinggi menimbulkan biaya yang sangat besar kepada masyarakat. Beban terberat akibat inflasi
yang tinggi akan dirasakan oleh penduduk miskin yang mengalami penurunan daya beli. Inflasi
yang berfluktuasi tinggi menyulitkan pembedaan pergerakan harga yang disebabkan oleh
perubahan permintaan atau penawaran barang dan jasa dari kenaikan umum harga-harga yang
disebabkan oleh permintaan yang berlebih. Akibatnya terjadi alokasi inefisiensi sumber daya.

Mengingat pentingnya stabilitas ekonomi bagi kelancaran dan pencapaian sasaran pembangunan
nasional, Pemerintah bertekad untuk terus menciptakan dan memantapkan stabilitas ekonomi.
Salah satu arah kerangka ekonomi dalam jangka menengah adalah untuk menjaga stabilitas
ekonomi dan mencegah timbulnya fluktuasi yang berlebihan di dalam perekonomian.

Stabilitas ekonomi tidak hanya tergantung pada pengelolaan besaran ekonomi makro semata,
tetapi juga tergantung kepada struktur pasar dan sektor-sektor dan untuk memantapkan stabilitas

1
ekonomi membutuhkan kebijakan ekonomi, melalui kebijakan fiskal dan moneter yang
terkoordinasi baik.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah berjudul fungsi stabilisasi ini adalah apa itu
fungsi stabilisasi ?

C. Tujuan Penyusunan
Tujuan dari pembuatan makalah berjudul fungsi stabilisasi ini adalah untuk mengetahuhi apa itu
fungsi stabiliisasi dan Sebagai media pembelajaran mengenai fungsi stabiliisasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. FUNGSI STABILISASI

Kebijakan Stabilisasi

Di era pasar globalisasi yang semakin terintegrasi, fungsi pemerintah sebagai pengatur
(regulator) semakin dirasakan kebutuhannya. Dalam hubugannya dengan persaingan yang terjadi
pada ekonomi pasar, fungsi pemerintah sebagai regulator tersebut dapat berupa kebijakan yang
mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat seperti adanya praktek monopoli, oligopoly dan
sebagainya. Intervensi pemerintah juga diperlukan guna memberikan perlindungan kepada
konsumen atas barang dan jasa yang disediakan oleh para pelaku usaha yang mungkin
merugikan masayarakat. Pada aspek stabilisasi, kebijakan pemerintah ditujukan untuk menjaga
stabilitas perekonomian seperti mempertahankan atau mencapai kesempatan kerja yang tinggi,
tingkat stabilitas harga yang masih dijangkau rakyat, tersedianya bahan pokok sehari-hari dan
jasa yang mencukupi dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi kesenjangan dan
mengurangi kemiskinan. Kebijakan stabilisasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat berupa
kebijakan fiskal atau kebijakan moneter.

DOKTRIN JOHN MAYNARD KEYNES

Stiglitz (2008) mengatakan bahwa teori ekonomi sudah lama menjelaskan mengapa pasar yang
tidak diregulasi tak akan mampu melakukan koreksi diri, mengapa diperlukan regulasi, mengapa
ada peran penting yang bisa dimainkan pemerintah dalam perekonomian. Tapi banyak kalangan,
terutama diantara mereka yang berkecimpung di pasar keuangan, yang mendorong
“fundamentalisme pasar”. Menurut Keynes, pasar bukan hanya tidak mampu mengoreksi dirinya
sendiri, tetapi juga dalam keadaan downturn ekonomi yang parah seperti juga terjadi pada era
tahun 1920-an, kebijakan moneter saja tidak efektif. Diperlukan kebijakan fiscal. Tapi tidak
semua kebijakan fiscal itu setara.

Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)


Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran

3
pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,
namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai pelaku sektor
publik. Kebijakan fiskal dalam penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk
mengatur mobilisasi dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Di negara yang
sedang berkembang seperti di Indonesia, kebijakan moneter dan kebijakan luar negeri belum
berjalan seperti yang diharapkan. Dengan demikian, peranan kebijakan fisikal dalam bidang
perekonomian menjadi semakin penting.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak
akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi
variabel-variabel berikut:
 Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
 Pola persebaran sumber daya
 Distribusi pendapatan
Dengan kebijakan fiskalnya pemerintah dapat mengusahakan terhindarnya perekonomian
dari keadaan-keadaan yang tidak diinginkan seperti keadaan dimana banyak penganggura,
inflasi, neraca pembayaran internasional yang terus menerus defisit dan sebagainya. Ada analisis
yang dipakai dalam kebijakan fiskal, yaitu:
1. Analisis kebijaksanaan fiskal dalam sistem perpajakan yang sederhana
Dengan adanya tindakan fiskal pemerintah, pengeluaran masyarakata untuk konsumsi tidak
lagi secara langsung ditentukan oleh tinggi rendahnya pendapatan nasional, akan tetapi oleh
tinggi rendahnya pendapatan yang siap untuk di belanjakan atau disposable income.
2. Analisis kebijaksanaan fiskal dalam system perpajakan yang Built-in Flexible
Yang dimaksud dengan system perpajakan yang built-in flexible adalah system pemungutan
pajak pendapatan, maksudnya adalah untuk meratakan distribusi pendapatan agar tidak
terjadi ketegangan – ketegangan social. Dikatakan flexible karena mengikuti pendapatan,
apabila pendapatan besar maka jumlah pajak yang di bayar besar dan begitu sebaliknya.

4
Kebijakan fiskal pemerintah dapat bersifat ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan yang
bersifat ekspansif dilakukan pada saat perekonomian sedang menghadapi masalah pengangguran
yang tinggi. Tindakan yang diakukan pemerintah adalah dengan memperbesar pengeluaran
pemerintah (misalnya menambah subsidi kepada rakyat kecil) atau mengurangi tingkat pajak.
Adapun kebijakan fiskal kontraktif adalah bentuk kebijakan fiskal yang dilakukan pada saat
perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh atau menghadapai inflasi. Tindakan yang
dilakukan adalah mengurangi pengeluaran pemerintah atau memperbesar tingkat pajak.
Kebijakan Anggaran atau Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik
digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif.
Disisi lain, kebijakan deficit anggaran pemerintah juga dapat memainkan peranan yang tidak
kalah penting,, tergantung pada bagaimana deifisit itu dibiayai. Pembiayaan deficit APBN
dapat dilakukan misalnya dengan menggunakan SILPA (Sisa Lebih Pagu Anggaran) tahun
sebelumnya, menggunakan dana cadangan, menjual asset Negara yang disahkan misal
penjualan saham BUMN melalui IPO, atau ditutup dengan pinjaman, baik pinjaman luar
negeri atau dalam negeri.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar
daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk
menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan
pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta
meningkatkan disiplin.

Tujuan Kebijakan Fiskal :


Mencapai atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya :

5
 Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
 Memperluas lapangan kerja dalam rangka mengurangi pengangguran dan menanggulangi
kemiskinan.
 Menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi.
Kebijakan fiskal tersebut dapat dibedakan kedalam :
a. Di bidang Pendapatan Negara, antara lain :
 Pemberian pajak ditanggung pemerintah (DTP); PPh panas bumi dan bunga obligasi
internasional, PPN minyak goring, PPN BM bersubsidi, PPN Impor (PDRI) dan bea
masuk impor (PDRI)
b. Di bidang Belanja Negara, antara lain :
 Peningkatan stimulus melalui pembangunan infrastruktur.
 Pengalokasian anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran untuk menjaga stabilitas hraga
dan perlindungan kesejahteraan masyarakat
 Perlindungan social, diantaranya melalui pendidikan, kesehatan, dan PNPM.
 Peningkatan kesejahteraaan aparatur Negara dan pensiunan.
Dalam UU APBN 2009 stimulus fiskal lebih banyak bersifat tax cut, sementara dalam dokumen
stimulus fiskal lebih banyak bersifat spending increase.

B. SEKITAR KEBIJAKAN BAIL OUT CENTURY


Atas permintaan BI pada tanggal 13 Nopember 2008 dilakukan rapat konsultasi pertama
kali antara BI dengan Menteri Keuangan mendiskusikan permasalahan kesulitan likuiditas Bank
Century. Pada saat inilah Menteri Keuangan untuk pertama kalinya mengetahui adanya
permasalahan di Bank Century.
Pada rapat tersebut sudah terjadi perdebatan sengit tentang berbagai isu yang berkaitan
dengan Bank Century misal, apakah perlu di bail out, dan kalau iya apa kriteria yang bisa
digunakan untuk menyatakan bahwa terjadi krisis perbankan yang sistemik dan kalau tidak
dilakukan apa dampak yang bisa terjadi, apakah bisa seperti yang kita alami sebelumnya pada
tahun 1997?. Namun pengalaman krisis sebelumnya membuat kita trauma sehingga presiden
juga sudah mengingatkan agar diupayakan tidak terjadi krisis dan agar dicegah kita masuk di
bawah program IMF kembali. Dalam ketentuan perundang-undangan emang tidak dirumuskan
krisis perbankan yang sistemik karena dikhawatirkan memunculkan moral hazard pada praktisi

6
perbankan. Namun pengertian yang bisa digunakan adalah bahwa bila kejatuhan suatu bank itu
berdampak kepada kejatuhan bank lain (mempunyai efek domino) maka itu tandanya ada krisis
bank yang sistemik.
Dalam menangani masalah tersebut maka KSSK mempunyai motto dan
mengumpamakan masalah bank Century tersebut sebagai rumah yang terbakar, yang harus kita
padamkan sebelum menjalar kerumah lainnya. Jika ada rumah kecil di perkampungan padat
penduduk yang terbakar, apa yang akan kita lakukan? Tentu kita akan langsung berupaya
memadamkan api dirumah itu. Tanpa Tanya-tanya dulu siapa pemilik rumah itu, apakah penjahat
atau bukan, atau bagaimana rumah itu dibangun. Kepedulian kita hanya satu, padamkan api
secepatnya agar tidak berkobar dan menjalar luas dan membakar seluruh isi kampong. Ini
analogi dari mencegah kerusakan sistemik.
Dalam menyelamatkan kapal yang mungkin karam diperlukan biaya. Namun apabila
dilakukan analisis benefit dan cost, apabila manfaat yang dapat dinikmati lebih besar daripada
biaya yang dikeluarkan dapat diputuskan untuk melakukan tindakan penyelamatan.
Dalam kaitannya dengan langkah penyelamatan bank Century diperlukan ongkos sebesar
Rp. 6,7 triliun berupa injeksi modal. Dari biaya tersebut potensi yang bisa kembali dari asset
yang dimiliki bank Century sebesar Rp. 3 triliun sehingga sisanya sebesar Rp. 3,7 triliun
merupakan biaya yang ditanggung oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Namun dalam
jangka panjang seluruh biaya bisa kembali yaitu apabila kinerja bank tersebut sudah baik dan
bisa terjual nilainya bisa melampaui biaya yang telah dikeluarkan oleh LPS. Dari jumlah biaya
yang dikeluarkan tersebut seluruhnya bisa dibebankan kepada LPS yang mengelola dana sebesar
Rp. 11,7 triliun berasal dari modal pendirian sebesar Rp. 4 triliun dan penerimaan dari premi
perbankan yang mengikuti program penjaminan LPS sebesar Rp. 7,7 triliun.
Manfaat lebih lanjut dari penyelamatan Century adalah bahwa perekonomian kita bisa
dikendalikan tidak mengalami krisis dan masih mampu tumbuh sebesar 4,5% dibandingkan
negara Asean lain yang pertumbuhannya minus. Pendapatan per kapita juga naik dan dengan
stimulus fiskal yang diberikan pemerintah maka PHK dapat dikendalikan dan menciptakan
lapangan kerja dengan penciptaan kesempatan kerja baru yang bersifat padat karya.
Konsekuensinya lebih lanjut adalah pulihnya kepercayaan dengan penguatan nilai rupiah yang
semakin stabil, demikian juga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan yang
pada akhirnya dapat menciptakan stabilitas system keuangan negara kita.

7
Bagaimana kalau langkah penyelamatan Bank Century tidak dilakukan? Pada saat itu
kondisi ekonomi dalam keadaan krisis, dan selain Bank Century ada bank lain yang mengalami
masalah yang sama sehingga apabila tidak dilakukan penyelamatan yaitu membubarkan Bank
Century maka harus dilakukan pembayaran kembali dana nasabah sebesar Rp. 6,4 triliun dengan
Rp. 0,6 triliun diperoleh dari hasil penjualan asset Bank Century sedang sisanya dari dana LPS.
Di samping itu perekonomian kita bisa terkena krisis yang bisa berkepanjangan karena dalam
krisis tahun 1997 biaya yang dikeluarkan mencapai Rp. 660 triliun dan hanya 29% yang bisa
kembali. Apakah krisis itu akan terjadi atau tidak, tidak seorangpun bisa memastikan.

Kebijakan Moneter (Monetary Policy)


Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro
agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar
dalam perekonomian. Usaha tersebut di lakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta
terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat di golongkan menjadi dua,
yaitu:
 Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar.
 Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter,


yaitu antara lain:

a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)


Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah
uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin
jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah
8
SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat
Berharga Pasar Uang.

b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)


Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi
membuat uang yang beredar berkurang.

c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)


Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah
uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio.

d. Himbauan Moral (Moral Persuasion)


Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan
jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang
beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Kebijakan stabilisasi dalam perekonomian merupakan tugas dari pemerintah, seperti yang
dinyatakan oleh Keynes dan pendukungnya.Sistem ekonomi pasar yang mengandalkan respon
individu dan mekanisme pasar yang bertumpu pada supply dan demand sebagai “invisible hand”
ternyata tidak bekerja sebagaimana diharapkan sepenuhnya untuk berlaku dalam perekonomian.
Dalam ekonomi setiap individu pada dasarnya hanya selalu berusaha memaksimalkan
keuntungan dengan mendahulukan kepentingannya sendiri dan tidak peduli terhadap
kepentingan pihak lain dan lingkungannya. Sejarah membuktikan bahwa kepentingan individu
selalu berbenturan dengan kepentingan individu lainnya karena kepentingan pribadilah yang
umumnya selalu mendahului kepentingan bersama. Cara pandang dan kepentingan individual

9
dan kelompoknya yang berbeda akan menimbulkan praktek penguasaan yang kuat terhadap yang
lemah dan menyebarkan praktek rent seeking. Oleh karena itu diperlukan intervensi pemerintah
yang berfungsi sebagai regulator yang diharapkan dapat menjembatani semua kepentingan dan
masalah masyarakat yang timbul dalam kegiatan perekonomian.
Dalam perkembangan terakhir dengan terjadinya krisis ekonomi global yang bertubi-tubi
telah membuktikan bahwa peran pemerintah itu ternyata menjadi semakin vital, yaitu tidak saja
menjadi regulator yang menetralisir distorsi yang terjadi pada perekonomian, bahkan menjadi
penyelamat perekonomian. Dengan stimulus fiskalnya, maka pemerintah telah banyak berperan
dalam menyelamatkan perusahaan privat yang bangkrut, mengendalikan PHK, menyediakan
lapangan kerja, menstabilkan harga-harga termasuk harga BBM, menjaga nilai mata uang dan
neraca perdagangan.

10
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga pemerintah), memiliki
fungsi penting dalam perekonomian yaitu berfungsi sebagai stabilitas, alokasi, dan distribusi.
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,
namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro
agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar
dalam perekonomian. Usaha tersebut di lakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta
terjadinya peningkatan output keseimbangan.

11
DAFTAR PUSTAKA
M.L Jhingan. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta: Rajawali Pers, 2003.
Nopirin. Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE, 1987.
http://rodlial.blogspot.co.id/2014/02/makalah-kebijakan-ekonomi-di-indonesia.html
http://bagkeu-bppk.net/content/mengatasi-dampak-krisis-global-melalui-program-stimulus-fiskal-apbn-
09
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/Tinjauan+Kebijakan+Moneter/
http://www.fiskal.depkeu.go.id

12

Anda mungkin juga menyukai