Anda di halaman 1dari 17

MODUL PERKULIAHAN

Ekonomi
Manajerial

Teori Biaya

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

10
Ekonomi dan Bisnis Manajemen 02510003 Team Teaching Ekonomi Manajerial

Abstract Kompetensi
Modul ini akan menjelaskan tentang Mahasiswa dapat menejlaskan
konsep biaya, biaya jangka pendek konsep biaya dan mampu melakukan
dan jangka panjang, analisis break- analisis terhadap biaya jangka
even dan skala ekonomi pendek dan panjang, serta analisis
break-even dan skala ekonomi.
Teori Biaya

Biaya

1. Konsep Biaya Relevan

Istilah biaya bisa diartikan dengan berbagai cara dan pengertiannya pun berubah-ubah,
tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Umumnya, biaya berkaitan dengan
tingkat harga barang yang harus kita bayar. Jika kita membeli sebuah produk secara tunai
dan kemudian segera menggunakan produk tersebut, maka tidak akan ada masalah yang
timbul dalam pendefinisian dan pengukuran biaya produk tersebut.

Apabila suatu barang dibeli lalu kemudian disimpan untuk sementara waktu, maka akan
muncul masalah dan masalah tersebut akan rumit, jika barang tersebut merupakan aset
yang berumur panjang dan digunakan pada tingkat yang bermacam-macam pada beberapa
periode waktu yang tak terbatas. Berapa biaya penggunaan aset tersebut selama periode
waktu tertentu?

Biaya yang akan digunakan untuk suatu penggunaan tertentu disebut biaya relevan
(relevant cost). Definisi lainnya mengatakan bahwa biaya relevan ialah biaya yang akan
terjadi dimasa datang dan jumlahnya berbeda untuk setiap alternatif yang akan dipilih.

Pada saat penghitungan biaya yang akan digunakan untuk melengkapi formulir pajak
pendapatan sebuah perusahaan, para akuntan perlu untuk membuat perincian jumlah
rupiah aktual yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja, bahan baku dan peralatan
modal yang digunakan dalam produksi, sehingga, Pengeluaran rupiah historis untuk tujuan-
tujuan pembayaran pajak tersebut diatas, dapat kita katakan sebagai biaya relevan. Namun,
untuk keputusan-keputusan manajerial, penggunaan konsep biaya historis tidak tepat,
karena biaya sekarang (current cost) dan biaya yang diproyeksikan untuk masa yang akan
datang (projected cost) adalah lebih relevan dari pada pengeluaran historis tersebut.

Misalnya, sebuah perusahaan konstruksi mempunyai persediaan (inventory) 1.000 ton baja
yang dibeli pada tingkat harga Rp 250.000 per ton. Harga baja saat ini dua kali lipat yaitu
Rp. 500.000 per ton. Jika perusahaan diminta untuk mengerjakan sebuah proyek, maka
biaya yang akan diperhitungkan untuk baja yang akan digunakan pada proyek tersebut
adalah Rp. 500.000 (biaya sekarang)

2. Biaya Peluang (Opportunity Cost)

Sumber daya ekonomi mempunyai nilai, karena sumber daya tersebut dapat digunakan
untuk memproduksi barang-barang dan jasa yang akan di konsumsi. Jika sebuah
perusahaan menggunakan suatu sumber daya untuk memproduksi produk tertentu,
perusahaan tersebut juga dapat menggunakan sumber daya tersebut bagi penggunaan

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


2 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
alternatif. Oleh karena itu, perusahaan harus menetapkan suatu tingkat harga yang
besarnya paling tidak sama dengan nilai sumber daya tersebut untuk dalam penggunaan
alternatif.
Biaya peluang adalah adalah suatu ukuran dari biaya ekonomi yang harus dikeluarkan
dalam rangka memproduksi suatu barang atau jasa tertentu dalam kaitannya dengan
alternatif lain yang harus dikorbankan. Konsep biaya peluang ini menunjukkan kenyataan
bahwa semua keputusan didasarkan pada pilihan diantara tindakan alternatif. Biaya peluang
sebuah sumber daya ditentukan oleh nilai penggunaan alternatif terbaik dari sumber daya
tersebut. Misalnya sebuah perusahaan memiliki peralatan modal yang dapat digunakan
untuk memproduksi barang A atau barang B, jika perusahaan memilih untuk menggunakan
alat tersebut dalam memproduksi barang A, maka dia akan kehilangan kesempatan dalam
memproduksi barang B yang dinilai bukan alternatif terbaik oleh perusahaan tersebut.

3. Biaya Eksplisit Dan Implisit

Biaya penggunaan sumber daya mencakup biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya ekspilist
antara lain meliputi upah yang dibayarkan, pengeluaran untuk listrik, pembayaran untuk
bahan-bahan baku, bunga yang dibayarkan kepada para pemegang obligasi perusahaan
dan sewa bangunan. Sedangkan biaya implisit berhubungan dengan setiap keputusan yang
diambil dan jauh lebih sulit untuk dihitung. Biaya-biaya implisit ini tidak memasukkan
pengeluaran-pengeluaran tunai, sehingga seringkali diabaikan dalam analisis pembuatan
keputusan. Misalnya, sewa yang dapat diterima seorang petani dari lading/sawahnya jika ia
tidak menggunakan ladang/sawah tersebut merupakan biaya implisit dari kegiatan
pertaniannya.

4. Biaya Incremental Dan Sunk Cost

Biaya inkremental adalah biaya yang akan timbul sebagai akibat dari adanya suatu
pengambilan keputusan. Biaya inkremental ini merupakan perubahan biaya total yang
disebabkan oleh adanya suatu keputusan yang dibuat. Oleh karena itu biaya inkremental ini
bisa bersifat tetap dan bisa bersifat variabel, karena sebuah keputusan baru mungkin
mengharuskan pembelian fasilitas modal tambahan, tambahan tenaga kerja, dan bahan-
bahan ekstra lainnya. Jika penerimaan inkremental lebih besar dari biaya inkremental, maka
keputusan yang akan diambil dapat menambah laba total (atau akan mengurangi kerugian
jika penerimaan total yang diperoleh tidak bisa menutup biaya total yang ditanggung).

Biaya inkremental tidak sama dengan biaya marginal (MC), namun pemahaman tentang
biaya marginal penting untuk menghitung biaya inkremental. Biaya marginal adalah
perubahan biaya total (TC) yang disebabkan oleh adanya perubahan output sebesar satu
unit, sedangkan biaya inkremental adalah perubahan biaya secara keseluruhan yang

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


3 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
disebabkan oleh suatu keputusan. Misalnya keputusan untuk mengenalkan teknologi baru
untuk menghasilkan tingkat output yang sama.

Biaya yang telah dikeluarkan untuk pembelian mesin-mesin atau pabrik dan bangunan-
bangunan lainnya dianggap sebagai sunk cost. Sunk cost adalah biaya yang terjadi pada
masa lalu, sudah dibayar dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Misalnya, sebuah perusahaan akan mengambil keputusan untuk melakukan pembangunan
sebuah gedung kesenian. Sadar atau tidak, usulan proyek yang diajukan oleh perusahaan
sudah mempertimbangkan peralatan, kemampuan, potensi dan lain-lain yang telah dimiliki
oleh perusahaan. Usulan tersebut dilakukan karena arsitekturnya telah ada, keseniannya
telah berkembang, tanah untuk lokasi telah tersedia, banyak konsumen menghendaki dan
mampu untuk membayar dan lain-lain. Potensi yang telah ada itulah yang kemudian
berkembang menjadi apa yang disebut sunk cost. Jadi sunk cost merupakan potensi atau
kekayaan yang melatarbelakangi usulan suatu proyek (keputusan).

Biaya Jangka Pendek Dan Jangka Panjang

Penggunaan konsep biaya relevan untuk keputusan penentu tingkat output dan harga
secara, tepat membutuhkan suatu pemahaman tentang hubungan antara biaya dan output
suatu perusahaan atau dengan kata lain fungsi biayanya tergantung pada fungsi produksi
perusahaan dan fungsi penawaran pasar dari input-input yang digunakan perusahaan
tersebut. Fungsi produksi menunjukkan hubungan teknis antara kombinasi penggunaan
input dengan tingkat outputnya, dimana harga-harga input akan menghasilkan fungsi biaya.

Terdapat dua fungsi utama biaya yang digunakan dalam pembuatan keputusan manajerial
yaitu fungsi biaya jangka pendek yang digunakan terutama untuk pembuatan keputusan
operasional sehari-hari dan fungsi biaya jangka panjang yang biasanya digunakan untuk
perencanaan jangka panjang.

Dalam jangka pendek beberapa input bersifat tetap dan keputusan-keputusan perusahaan
terhambat oleh pengeluaran-pengeluaran modal sebelumnya dan komitmen-komitmen
lainnya, sementara dalam jangka panjang perusahaan dapat menambah, menurunkan, atau
mengubah penggunaan faktor-faktor produksi tanpa batasan. Dari penjelasan tersebut
diatas, dapat kita pahami mengapa kurva jangka pendek disebut dengan kurva operasi
(operating curve) dan kurva jangka panjang sering disebut dengan kurva perencanaan
(planning curve).

Biaya tetap (fixed cost/FC) merupakan biaya yang tidak tergantung pada tingkat output.
Misalnya, biaya bunga pinjaman modal, biaya sewa peralatan pabrik, pajak kekayaan, dan
lain-lain. Sedangkan biaya variabel (variable cost/VC) adalah biaya yang berubah-ubah

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


4 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
sesuai dengan perubahan jumlah output. Misalnya, biaya tenaga kerja, komisi-komisi
penjualan, dan lain-lain.

1. Kurva Biaya Jangka Pendek

Baik biaya tetap maupun biaya variabel akan mempengaruhi biaya jangka pendek sebuah
perusahaan sebagaimana terlihat pada gambar 10.1. berikut yang memperlihatkan bahwa
biaya total atau total cost (TC) pada setiap tingkat output merupakan penjumlahan dari biaya
tetap total atau fixed cost (TFC) dengan biaya variabel total atau variable cost (TVC). Kurva
TC tersebut dibuat untuk menunjukkan kombinasi input yang optimal atau least cost
combination untuk memproduksi output pada suatu skala pabrik tertentu.

Dengan menggunakan TC untuk menunjukkan biaya total, TFC untuk biaya tetap total, TVC
untuk biaya variabel total dan Q untuk jumlah output yang dihasilkan, maka berbagai unit
biaya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Berdasarkan gambar 10.1 dibawah terlihat bahwa bentuk kurva TC sepenuhnya ditentukan
oleh kurva TVC, sehingga slope kurva TC pada setiap tingkat output adalah identik dengan
slope kurva TVC. Biaya tetap (FC) hanya menggeser kurva TC ke tingkat yang lebih tinggi
yang berarti bahwa MC sama sekali tidak tergantung pada biaya tetap (FC). MC adalah
perubahan biaya yang disebabkan oleh suatu perubahan output, dan karena FC tidak
tergantung pad output, maka FC tidak dapat mempengaruhi MC. Bentuk kurva TVC sangat
ditentukan oleh produktivitas variabel input yang digunakan. Pada gambar terlihat bahwa
awalnya kurva VC meningkat dengan tingkat kenaikan yang semakin menurun (decreasing
rate) sampai pada tingkat output sebesar Q1 dan kemudian meningkat dengan tingkat
kenaikan yang semakin menaik (increasing rate).

Dengan menganggap bahwa harga-harga input variabel tidak berubah (konstan), berarti
produktivitas marginal dari input-input variabel pada awalnya meningkat, lalu kemudian
menurun. Artinya input-input variabel tersebut memperlihatkan increasing returns pada
kisaran output 0 sampai Q1 unit, kemudian setelah itu terjadi decreasing returns. Dalam

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


5 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
kasus ini berlaku the law of diminishing return dimana presentase kenaikan penggunaan
input variabel akan lebih besar dari pada presentase kenaikan output yang dihasilkan.

Hubungan antara biaya-biaya jangka pendek dengan produktivitas input variabel ditunjukkan
oleh kurva-kurva unit biaya. Awalnya MC menurun pada saat produktivitas meningkat (0 –
Q1), kemudian meningkat. Hal ini menyebabkan kurva AVC dan AC berbentuk U.
Penurunan kurva MC awalnya lebih cepat dibanding kurva AVC dan AC, kemudian menaik
dan memotong kedua kurva tersebut pada titik minimumnya masing-masing.

Gambar 10.1. Kurva-Kurva Biaya Jangka Pendek


2. Kurva Biaya Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, suatu perusahaan tidak mempunyai input tetap, oleh karena itu
semua biaya jangka panjang adalah variabel. Selain itu, sebagaimana kurva-kurva biaya
jangka pendek menggunakan kombinasi-kombinasi input yang optimal (least cost
combination) untuk memproduksi setiap tingkat output (pada skala pabrik tertentu), maka
kurva-kurva biaya jangka panjang juga dibuat dengan menggunakan asumsi bahwa sebuah
pabrik yang optimal (pada tingkat teknologi tertentu) digunakan untuk memproduksi tingkat
output tertentu. Kurva biaya jangka panjang menunjukkan keadaan returna to scale dan

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


6 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
dapat digunakan untuk mengarahkan keputusan-keputusan perencanaan sebuah
perusahaan.

a. Biaya Total Jangka Panjang

Apabila harga input tidak dipengaruhi oleh jumlah sumber daya yang dibeli, maka terjadi
hubungan langsung antara biaya dengan produksi sebagaimana terlihat pada gambar 10.2
dibawah yang menunjukkan keadaan konstan return to scale. Fungsi produksinya linier dan
dua kali lipat input akan menyebabkan dua kali lipat outputnya. Dengan harga-harga input
yang konstan, dua kali lipat input akan menduakali lipatkan outputnya yang menghasilkan
sebuah fungsi TC yang linear.

Gambar 10.2. Fungsi TC yang Menunjukkan Sistem Produksi yang Konstan Returns to
Scale

Jika fungsi produksi sebuah perusahaan bersifat decreasing returns to scale, maka
penggunaan input harus lebih dari dua kali lipat untuk dapat menghasilkan output dua kali
lipat. Selanjutnya dengan menganggap harga-harga input tidak bertambah (konstan), fungsi
biaya yang berkaitan dengan suatu sistem produksi akan meningkat dengan tingkat
kenaikan yang semakin besar, seperti ditunjukkan dalam gambar 10.3 dibawah.

Fungsi produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns dan kemudian decreasing
returns akan ditunjukkan dalam gambar 10.4 dibawah. Dalam hal ini proporsi kenaikan biaya
lebih kecil dari proporsi kenaikan output pada kisaran increasing returns to scale, tetapi lebih
besar pada saat terjadi decreasing returns to scale.

Semua hubungan langsung antara fungsi produksi dan fungsi biaya yang dijelaskan di atas
didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga input adalah konstan. Jika harga-harga input
merupakan fungsi dari output, maka fungsi biaya tersebut akan menunjukkan kenyataan.
Misalnya, fungsi biaya suatu prusahaan yang berada pada keadaan constant returns to

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


7 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
scale, dimana harga-harga input akan meningkat sesuai dengan jumlah input yang dibeli,
akan berbentuk seperti terlihat pada gambar 10.3. Proporsi kenaikan biaya akan lebih besar
dari pada proporsi kenaikan output. Di lain pihak, diskon kuantitas dalam pembelian akan
menghasilkan sebuah fungsi produksi yang meningkat pada keadaan decreasing return to
scale, seperti halnya pada increasing returns yang ditunjukkan gambar 10.4.

Gambar 10.3. Fungsi TC yang Menunjukkan Sistem Produksi Yang Decreasing Returns to
Scale
Return to Scale

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pola produksi di mana awalnya terjadi
increasing returns to scale kemudian decreasing returns to scale sebagaimana terlihat pada
gambar 10.4. Skala produksi yang ekonomis (economies of scale), yang menyebabkan
biaya rata-rata jangka panjang atau log-run average cost (LRAC) menurun, terjadi karena
hubungan produksi dan hubungan pasar.

Spesialisasi dalam penggunaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting yang
menghsilkan economies of scale. Para pekerja disebuah perusahaan kecil biasanya
mempunyai beberapa pekerjaan, dan keahlian mereka untuk suatu jenis pekerjaan biasanya
lebih rendah dari para pekerja yang hanya berspesialisasi dalam satu pekerjaan saja dan
produktivitas tenaga kerja seringkali lebih tinggi dalam suatu perusahaan yang besar,
dimana individu bisa dipekerjakan untuk suatu pekerjaan tertentu. Hal tersebut akan
menurunkan biaya produksi per unit untuk skala produksi yang lebih besar.

Faktor teknologi juga dapat menimbulkan economies of scale. Skala produksi yang besar
biasanya memungkinkan penggunaan penggunaan peralatan modern yang canggih.
Seringkali produktivitas peralatan tersebut meningkatkan jumlah produksi lebih cepat dari
pada biaya.

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


8 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
Gambar 10.4. Fungsi TC yang Menunjukkan Sistem Produksi yang Awalnya Increasing
Return to Scale Kemudian Decreasing Returns to Scale

Economies of scale juga dapat disebabkan oleh diskon kuantitas dalam pembelian misalnya
pembelian bahan baku, persediaan dan input-input lainnya secara besar-besaran, juga bisa
disebabkan oleh biaya modal. Biasanya, semakin besar suatu perusahaan maka ia
mempunyai akses yang lebih besar pula terhadap pasar modal dan bisa memperoleh dana
dengan tingkat bunga yang lebih rendah. Faktor-faktor tersebut dan yang lain-lainnya bisa
menghasilkan increasing returns to scale.

Pada beberapa tingkat output, economies to scale biasanya tidak berlangsung lama, karena
biaya rata-rata atau average cost (AC) mulai meningkat. Kenaikan AC pada tingkat output
yang tinggi seringkali disebabkan oleh keterbatasan menajemen dalam mengkoordinasi
sebuah organisasi pada saat manajemen tersebut mencapai ukuran yang sangat besar
daripada output (yang menyebabkan kenaikan unit biaya) dan manajemen menjadi kurang
efisien yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya produksi suatu produk. Walaupun
keberadaan diseconomies of scale seperti itu masih diperdebatkan oleh para peneliti,
namun kenyataan menunjukkan bahwa diseconomies memang terjadi dalam industri-industri
tertentu.

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


9 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
Elastisitas Biaya

Meskipun gambar 10.2 sampai 10.4 sangat membantu untuk menjelaskan hubungan antara
biaya total (TC) dan output dengan returns to scale, tetapi akan lebih mudah jika dihitung
returns to scale suatu sistem produksi melalui elastisitas biaya.
Elastisitas biaya (εc) mengukur persentase perubahan biaya total (TC) yang disebabkan
oleh satu persen perubahan output.
Secara matematis elastisitas biaya tersebut adalah:

Hubungan antara elastisitas biaya dengan returns to scale terlihat sebagai berikut:

Jika elastisitas biaya lebih kecil dari satu ( εc < 1), biaya akan meningkat lebih lambat
daripada output. Jika harga-harga Input tidak berubah (konstan), maka εc < I menunjukkan
rasio output-input yang lebih tinggi dan keadaan increasing returns to scale. Jika εc = 1,
maka proporsi kenaikan output dan biaya besarnya sama dan ini menunjukkan keadaan
constant returns to scale. Jika εc > 1, maka setiap kenaikan output akan menyebabkan
kenaikan biaya yang lebih besar, ini menunjukkan keadaan decreasing returns to scale.

Biaya Rata-Rata Jangka Panjang

Pengetahuan tambahan mengenai skala produksi yang ekonomis dan hubungan antara
biaya jangka panjang dan jangka pendek bisa diperoleh melalui pemahaman terhadap kurva
biaya rata-rata jangka panjang atau long-run average cost (LRAC). Karena kurva-kurva
biaya jangka panjang menunjukkan skala-skala pabrik yang optimal untuk setiap tingkat
produksi, maka kurva LRAC bisa dianggap sebagai amplop dari kurva-kurva biaya rata-rata
jangka pendek atau short-run average cost (SRAC). Konsep ini ditunjukkan pada gambar
10.5. dimana 4 kurva SRAC menunjukkan 4 skala pabrik yang berbeda. Keempat pabrik
tersebut masing-masing mempunyai kisaran output yang paling efisien. Misalnya pabrik A,
mempunyai sistem produksi dengan biaya terkecil (least cost) pada kisaran antara 0 dan Q1

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


10 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
unit. Pabrik B pada kisaran antara Q1 dan Q2, sedangkan pabrik C pada kisaran antara Q2
dan Q3, dan pabrik D pada kisaran di atas Q3.

Bagian yang bergaris tebal pada setiap kurva menunjukkan LRAC minimum untuk
menghasilkan setiap tingkat output, dengan asumsi bahwa hanya ada empat kemungkinan
skala pabrik. Kita bisa menggambarkan hal tersebut dengan menganggap bahwa pabrik-
pabrik mempunyai berbagai ukuran, dimana masing-masing mempunyai ukuran sedikit lebih
besar dari yang sebelumnya. Seperti ditunjukkan dalam gambar 10.6. kurva SRAC. Pada
setiap titik singgung tersebut, skala pabrik yang terjadi adalah optimal. Sistem biaya
sebagaimana terlihat pada gambar 10.5 dan 10.6 awalnya menunjukkan keadaan increasing
returns to scale kemudian menjadi decreasing returns to scale. Pada kisaran output yang
dihasilkan oleh pabrik A, B dan C dalam gambar 9.5, biaya rata-rata (AC) menurun.
Menurunnya biaya tersebut menunjukkan bahwa kenaikan biaya total lebih kecil daripada
output. Karena biaya minimum pabrik D lebih besar daripada pabrik C, maka sistem tersebut
menunjukkan decreasing returns to scale pada tingkat output yang lebih tinggi.

Gambar 10.5. Kurva SRAC untuk 4 Skala Pabrik yang Berbeda

Sistem produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns to scale,kemudian


constant returns to scale, dan kemudian dimishing returns to scale akan menghasilkan kurva
LRAC yang berbentuk U seperti ditunjukkan pada gambar 10.6. di bawah. Dengan kurva
LRAC yang berbentuk U, pabrik yang paling effisien untuk setiap tingkat output biasanya
tidak akan beroperasi pada SRAC minimum, seperti yang terlihat pada gambar 10.5 diatas.
kurva SRAC pabrik B lebih rendah. Secara umum, pada saat increasing returns to scale
terjadi, pabrik yang mempunyai biaya terkecil untuk menghasilkan suatu output akan
beroperasi lebih rendah dari kapasitas penuhnya. Hanya untuk satu tingkat output dimana
LRAC minimum (output Q* dalam gambar 10.5. dan 10.6.), sebuah pabrik yang optimal akan

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


11 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
beroperasi pada titik minimum dari kurva SRAC-nya. Pada semua tingkat output dalam
kisaran dimana decreasing returns to scale terjadi yaitu pada setiap output yang lebih besar
dari Q*, pabrik yang paling efisien akan beropersi pada suatu tingkat output yang sedikit
lebih besar dari pada kapasitasnya.

Gambar 10.6. Kurva LRAC sebagai “Amplop” dari Kurva-Kurva SRAC

Skala Minimum Yang Efesien

Bentuk kurva LRAC tidak hanya penting karena implikasinya terhadap penentuan skala
pabrik, tetapi juga karena ia mempengaruhi tingkat persaingan potensial yang akan tejadi
dalam suatu industry. Meskipun hubungan biaya yang berbentuk U sangat umum, tetapi
sifatnya tidak universal. Dalam beberapa industri keadaan yang mula-mula increasing
returns to scale dan kemudian constant returns to scale sering dijumpai pada industri-
industri dengan kurva LRAC-nya berbentuk L. Biasanya, persaingannya cenderung lebih
tinggi di dalam industri yang mempunyai kurva LRAC yang berbentuk U dari pada yang
berbentuk L atau kurva LRAC yang berslope menurun. Pengetahuan mengenai hal ini bisa
diperoleh melalui pemahaman terhadap konsep biaya minimum efficient scale (MES) dari
sebuah pabrik. MES ini didefinisikan sebagai tingkat output dimana LRAC adalah minimum.
MES akan terdapat pada titik minimum kurva LRAC yang berbentuk U (output Q* dalam
Gambar 9.5 dan 9.6) dan pada sudut kurva LRAC yang berbentuk L.

Pada umumnya persaingan cenderung akan lebih tinggi di dalam industri-industri yang
memiliki MES-nya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan industri secara total
karena kecilnya faktor penghalang untuk memasuki industri tersebut, misalnya persyaratan
investasi modal dan tenaga kerja terlatih. Persaingan tidak akan begitu tinggi jika MES
cukup besar karena faktor penghalang untuk memasuki pasar cenderung cukup kuat
sehingga membatasi jumlah pesaing potensial.

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


12 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
Ukuran Perusahaan Dan Pabrik

Fungsi biaya sebuah perusahaan dengan beberapa pabrik merupakan penjumlahan fungsi
biaya dari pabrik-pabrik secara individual sebagaimana terlihat pada gambar 10.7 berikut:

Gambar 10.7. Tiga Kemungkinan Kurva LRAC untuk Sebuah Perusahaan dengan
Beberapa Pabrik
Untuk menjelaskan hal tersebut, diasumsikan bahwa keadaan yang ditunjukkan oleh
gambar 10.6 diatas merupakan kurva LRAC yang berbentuk U pada tingkat pabrik. Jika
permintaan cukup besar, maka perusahaan tersebut akan menggunakan pabrik sebanyak N
dimana masing-masing ukurannya optimal dan menghasilkan output sebesar Q 0 unit.

Dalam kasus ini, bagaimanakah bentuk kurva LRAC sebuah perusahaan. Gambar 10.7
menunjukkan 3 kemungkinan. Pertama, LRAC keadaan yang ekonomis dan disekonomis
dalam pengkombinasian pabrik-pabrik yang ada. Kedua, biaya mengalami penurunan ada
semua kisaran output, seperti ditunjukkan gambar 9.7(b), jika perusahaan-perusahaan
dengan beberapa pabrik (multiplant firm) lebih efisien daripada perusahaan-perusahaan
dengan satu pabrik. Kemungkinan ketiga, ditunjukkan oleh gambar 9.7(c) adalah biaya pada
awalnya menurun (sampai Q0 merupakan output dari pabrik yang paling efisien) dan
kemudian menaik. Disini mula-mula terjadi keadaan economic of scale, kemudian biaya
koordinasi menjadi lebih besar daripada manfaat yang bisa diperoleh.

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


13 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
Ukuran Perusahaan Dan Fleksibilitas

Apakah pabrik yang bisa menghasilkan sejumlah output tertentu pada kemungkinan biaya
terendah juga merupakan pabrik yang optimal untuk menghasilkan tingkat output yang
diharapkan? Jawabnya adalah pasti tidak. Perhatikan keadaan berikut. Misalkan permintaan
aktual akan suatu produk tertentu tidak bisa ditentukan, tetapi bisa diharapkan sebesar
5.000 unit per tahun. Dua kemungkinan distribusi probabilitas dan permintaan tersebut
ditunjukkan dalam gambar 10.8 dibawah. Distribusi L menunjukkan permintaan dengan
derajat variabilitas yang rendah, sedangkan distribusi H menunjukkan variasi permintaan
yang lebih tinggi.

Gambar 10.8. Distribusi Probabilitas Permintaan

Sekarang anggap ada dua pabrik yang bisa digunakan untuk menghasilkan tingkat output
yang dibutuhkan tersebut. Pabrik A sangat terspesialisasi dan dilengkapi dengan alat-alat
tertentu untuk menghasilkan tingkat output yang ditentukan pada tingkat biaya per unit yang
rendah. Namun, jika output yang dihasilkan tersebut lebih atau kurang dari output yang telah
ditentukan itu dalam kasus ini 5.000 unit, maka biaya produksi akan meningkat dengan
cepat.

Di lain pihak, pabrik B lebih fleksibel. Output bisa diperbanyak atau diperkecil tanpa ada
kelebihan biaya, tetapi unit biaya tidak serendah pada pabrik A pada tingkat output
optimalnya. Kedua kasus ini ditunjukkan dalam gambar 10.9 berikut:

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


14 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
Gambar 10.9. Pabrik-Pabrik Alternatif untuk Menghasilkan Output Sebanyak 5.000 Unit

Pabrik A lebih efisien dari pabrik B untuk output antara 4.500 dan 5.500 unit, tetapi di luar
kisaran tersebut pabrik B mempunyai biaya yang lebih rendah. Manakah pabrik yang akan
dipilih? Jawabnya tergantung pada perbedaan biaya relatif pada tingkat-tingkat output yang
berbeda dan distribusi probabilitas permintaan tersebut.

Perusahaan tersebut akan memilih perusahaan A atau B berdasarkan total rata-rata yang
diharapkan atau expected average total cost (AC) dan variabilitas biaya tersebut. Jika
distribusi probabilitas permintaan dengan variasi yang rendah, distribusi L adalah tepat,
maka fasilitas yang semakin terspesialisasi akan optimal. Jika distribusi probabilitas H lebih
tepat melukiskan keadaan permintaan, maka biaya minimum yang lebih rendah dari fasilitas
yang semakin terspesialisasi tersebut tidak hanya akan ditutup oleh kemungkinan biaya
produksi yang lebih tinggi di luar kisaran output 4.500-5.000 unit. Pabrik B bisa memiliki
biaya yang diharapkan lebih rendah atau suatu kombinasi biaya-biaya yang diharapkan
yang lebih menarik dan mempunyai variasi biaya yang potensial.

Analisis Peluang-pokok Secara Matematis

Meskipun grafik pulang-pokok merupakan alat yang sangat berguna untuk melukiskan
hubungan laba atau output, tetapi teknik-teknik matematis biasanya merupakan suatu alat
yang lebih efisien untuk menganalisis masalah-masalah pengambilan keputusan. Teknik
matematis untuk menyelesaikm masalah pulang-pokok dapat digambarkan dengan
menggunakan hubungan-hubungan biaya dan penerimaan sebagaimana terlihat pada
gambar 10.11.

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


15 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
Contoh
Misalkan:
P = Harga jual per unit
Q = Kuantitas yang diproduksi dan yang dijual
TFC = Total Fixed Cost (Biaya tetap Total)
AVC = Average Variable Cost (Biaya variabel Rata-rata)
Kuantitas peluang-pokok, yang didefinisikan sebagai volume output dimana TR(P.Q) persis
sama dengan TC (TFC + AVC.Q), diperoleh dengan cara berikut:
P*Q = TFC + AVC * Q
(P – AVC) Q = TFC
Q = TFC/(P – AVC)

Dalam contoh yang ditunjukkan oleh gambar 9.1l, P = Rp 3.000,00 AVC = Rp 1.800,00 dan
TFC =Rp 60 juta. Kuantitas pulang-pokok diperoleh dengan cara sebagai berikut:

Q = 60.000.000/(3.000 – 1.800) = 50.000.

Keterbatasan Analisis Break-Even:

 Tidak memperhitungkan kemungkinan perubahan biaya selama periode waktu yang


dipertimbangkan

 Tdak menyimpan ketentuan apapun atas perubahan harga jual

 Adanya asumsi bahwa apapun yang diproduksi akan terjual

 Tidak mengizinkan adanya perubahan kondisi pasar seperti masuknya perusahaan baru

 Perkembangan dunia yang semakin tinggi dengan layanan dari pada barang, namun
metode ini tidak dapat diterapkan pada sektoe jasa karena seringnya harga layanan
berubah.

Daftar Pustaka

Arsyad, Lincolin. (2018). Ekonomi Manajerial: Ekonomi Mikro Terapan Untuk Manajemen
Bisnis. Edisi 4. BPFE Yogyakarta
Baye. Michael R., dan Jeffrey T. Prince. (2017). “Managerial Economic and Business
Strategy. 9 edition”. Indiana : Mc Graw Hill Education. Indiana University.
Geetika, Ghosh, P., & Choudhury, P., R. (2018). Managerial Economics. Third Edition. India:
McGraw Hill Education Private Limited.
Thomas, C. R., & Maurice S., C. (2013). Managerial Economics: Foundations of Business
Analysis and Strategy. Twelfth Edition. New York: McGraw-Hill Education

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


16 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id
Setiadi, Nugroho, J. (2008). Business Economics and Managerial Decision Making: Aplikasi
Teori Ekonomi dan Pengambilan Keputusan Manajerial Dalam Dunia Bisnis. Edisi
Pertama. Jakarta: Kencana

‘2020 Ekonomi Manajerial Biro Akademik dan Pembelajaran


17 Team Teaching http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai