Anda di halaman 1dari 9

TUGAS RISET OPERASI

PENGENDALIAN PERSEDIAAAN

Disusun oleh :

Muhammad Karimul Ghumam (2018090)


Jecky Like Titi Sanjaya (2018115)
Habib Khoirul Muwahidin (1718091)
Rahmah Nur Hidayanti (2018111)
Sixtus Yoebel Augusto (2018080)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA S-1


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan resume ini guna
persyaratan dalam menempuh mata kuliah Riset Operasi. Resume ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu tentang ”Riset Operasi”.
Resume ini disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber Internet
sehingga resume ini dapat menambah wawasan tidak hanya menguasai teori saja namun
juga memahami serta mengaplikasikannya.
Terwujudnya resume ini, tentunya tidak lepas dari bantuan-bantuan yang telah kami
terima. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat Ibu Emmalia Adriantanti., ST, MM. selaku dosen mata kuliah Riset
Operasi.
Dalam menyusun resume ini, kami menyadari bahwa resume ini masih memiliki
kekurangan, karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan kami nanti demi
perbaikan penyusunan resume selanjutnya. Harapan kami resume ini bermanfaat bagi
penulis sendiri maupun pembaca sekalian

Malang, Desember 2021


PEMBAHASAN
A. Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan adalah merupakan usaha-usaha yang dilakukan
oleh suatu perusahaan termasuk keputusan-keputusan yang diambil sehingga
kebutuhan akan bahan untuk keperluan proses produksi dapat terpenuhi secara
optimal dengan resiko yang sekecil mungkin. Persediaan yang terlalu besar (over
stock) merupakan pemborosan karena menyebabkan terlalu tingginya beban-beban
biaya guna penyimpanan dan pemeliharaan selama penyimpanan di gudang.
Disamping itu juga persediaan yang terlalu besar berarti terlalu besar juga barang
modal yang menganggur dan tidak berputar. Begitu juga sebaliknya kekurangan
persediaan (out of stock) dapat menganggu kelancaran proses produksi sehingga
ketepatan waktu pengiriman sebagaimana telah ditetapkan oleh pelanggan tidak
terpenuhi yang ada sehingga pelanggan lari ke perusahaan lain. Singkatnya
pengendalian persediaan merupakan usaha-usaha penyediaan bahan-bahan yang
diperlukan untuk proses produksi sehingga dapat berjalan lancar tidak terjadi
kekurangan bahan serta dapat diperoleh biaya persediaan yang sekecil-kecilnya.

B. Maksud dan tujuan PEGENDALIAN PERSEDIAAN


Pada dasarnya pengendalian persediaan dimaksudkan untuk membantu kelancaran
proses produksi, melayani kebutuhan perusahaan akan bahan-bahan atau barang
jadi dari waktu ke waktu. Sedangkan tujuan dari pengendalian persediaan adalah
sebagai berikut:
1. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan bahan-bahan sehingga
menyebabkan terhenti atau terganggunya proses produksi.
 2. Menjaga agar keadaan persediaan tidak terlalu besar atau berlebihan sehingga
biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak besar pula.
3. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan
apabila biaya untuk mencari barang/bahan penggantian atau biaya kehabisan bahan
atau barang (stock out) relatif besar.
C. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian (fungsi controlling) adalah fungsi terakhir dari proses
manajemen. Pengendalian ini berkaitan erat sekali dengan fungsi perencanaan dan
kedua fungsi ini merupakan hal yang saling mengisi, karena:
-Fungsi pengendalian harus terlebih dahulu direncanakan;
-Pengendalian hanya dapat dilakukan, jika ada perencanaan rencana;
-Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengendalian dilakukan secara baik;
- Tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah pengendalian
atau pengukuran dilakukan. Dengan demikian peranan pengendalian sangat
menentukan baik/buruknya pelaksanaan suatu rencana. Sebagai bahan
perbandingan pengertian fungsi pengendalian (controlling)
D. Komponen
Komponen Biaya Persediaan Persoalan utama yang ingin dicapai oleh
pengendalian persediaan adalah meminimumkan total biaya operasi perusahaan.
Hal ini berkaitan dengan beberapa jumlah komoditas yang harus dipesan dan kapan
pemesanan itu harus dilakukan. Dalam menentukan jumlah yang dipesan pada
setiap kali pemesanan, pada dasarnya harus dipertemukan dua titik ekstrim yaitu
memesan dalam jumlah yang sebesar-besarnya dan memesan dalam jumlah yang
sekecil-kecilnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jika memesan dalam
jumlah yang besar akan memimimumkan biaya pemesanan, besar diskon dan faktor
teknologi. Dedangkan jika memesan dalam jumlah sekecil-kecilnya akan
meringankan penanganan dan penyimpanan, pajak kepemilikan, bunga pinjaman,
asuransi barang dan penyusutan.
Jenis-jenis biaya yang perlu diperhitungkan dalam pengevaluasi persoalan
persediaan adalah
a. Ordering cost dan procurement cost
b. Holding cost atau carryng cost
c. Shortage cost

Ordering dan procurement cost merupakan total biaya pemesanand an


pengadaan komoditas hingga siap untuk dipergunakan. Biaya ini berkaitan dengan
biaya pengangkutan, pengumpulan, kepemilikan, penyusunan dan penempatan di
gudang sampai kepada biaya-biaya manajerial dan klerikal yang berhubungan
dengan pemesanan. Total biaya pemesanan dikelompokan menjadi dua, pertama
total biaya pemesanan yang bersifat tetap (fixed) yaitu tidak tergantung pada jumlah
barang yang dipesan. Kedua, kelompok biaya pemesan yang bersifat berubah-ubah
(variavariable) yang tergantung pada jumlah barang yang dipesan. Bagian yang
bersidat fixed disebut ordering cost, sedangkan yang bersifat variable disebut
procurement cost.

Holding cost atau carryng cost timbul karena perusahaan menyimpan persediaan.
Sebagan besar merupakan biaya penyimpanan fisik, pajak, asuransi. Disamping itu
ada biaya “opportunity cost” yang peroporsinya cukup besar di banding pajak dan
asuransi barang. Hal ini dikarenakan modal yang ada dalam persediaan barang
kemungkinan akan lebih menguntungkan bila dibunakan untuk investasi yang lain.
Shortage cost terjadi apabila ada permintaan terhadap barang yang kebetulan sedang
tidak tersedia atau stok habis. Untuk barang-barang tertentu yang kebutuhannya tidak
mendesak mungkin pelanggan diminta untuk menunggu atau dengan istilah back
order. Tetapi untuk barang yang bersifat mendesak atau kebutuhan sehari-hari maka
pelanggan tidak akan menunggu dan akan segera mencari dan membeli
penggantiannya di tempat lain. Bila hal ini terjadi maka perusahaan akan kehilangan
pelanggan. Seluruh biaya yang diperhitungkan di atas dalam mengevaluasi persediaan
(relevant cost) perlu diperhatikan. Sedang unsur overhead tidak diperhitungkan dalam
perhitungan biaya persediaan.
Economic Order Quantity (EOQ) Model Persediaan (inventory model) yang
paling sederhana mengandung ciri-ciri sbb;mBarang/bahan mentah yang dipesan dan
disimpan hanya satu macammKebutuhan/permintaannya per periode diketahui
(tertentu)mBarang/mentah yang dipesan segera dapat tersedia dan tidak ada “back
order” Model persediaan yang sederhana memakai parameter sbb;
K = ordering cost per pesanan
A = jumlah barang yang dibutuhkan dalam 1 periode (misalkan 1 tahun)
c = procurement cost per unit barang yang dipesan
h = holding cost per satuan nilai persediaan
T = waktu antara satu pemesanan dengan lainnya
“Tujuan” model ini adalah untuk menentukan jumlah setiap kali pemesanan (Q)
sehingga total annual cost dapat di minimumkan. Total annual cost = Ordering cost +
Holding cost + Procurement cost Secara grafis model persedian yang sederhana
tersebut dapat digambarkan sbb;
Contoh soal;
Sebuah toko minuman mampu menjual 5.200 peti bir setiap tahun (Catatan; untuk
lebih mudahnya, dianggap bahwa tingkat penjualan bir adalah konstan sepanjang
tahun. Setiap peti “menanggung” biaya Rp2 untuk sampai ke gudang. Penyalur
meminta bayaran Rp10 untuk pemesanan, tanpa menghitung berapa jumlah yang
dipesan. Pesanan segera datang sesaat setelah pemesanan dilakukan. Modal kerja
yang dimiliki toko minuman ini semuanya tertanam pada persediaan barang(bir) dan
modal ini dipinjam dari bank dengan bunga 10%/tahun selain itu, pemilik toko harus
membayarkan atas barang yang disimpannya sebesar 5% dari nilai persediaan rata-
rata. Biaya-biaya operrasional lain dalam hal ini bersifat “fixed”, tidak tergantung
pada besarnya pesanan. Biaya-biaya adalah dalam ribuan rupiah.
Toko tersebut ingin meninjau kembali apakah kebijaksanaan pesanan 100 peti per
minggu selama ini sudah betul atau tidak, ditinjau dari sudut biaya yang relevan.
Penyelesaian;
k = Rp10 per pesanan
A = 5.200 peti per tahun
c = Rp2 per peti
h = Rp0,20 per rupiah nilai bir dalam persediaan.
Catatan tentang holding cost:
Dalam persoalan ini holding cost terdiri dari:
-bunga pinjaman pada bank = 10% = 10%
-asuransi barang(bir) dalam persediaan = 5%
-pajak atas barang (bir) dalam persediaan = 5%
20% Pada saat ini, setiap minggu dipesan 100 peti bir, dengan dasar perhitungan:
Q = = 100 peti
Total annual relevant cost bila kebijaksanaan ini tetap dipertahankan adalah:
TC = k + hc (
= 10 + (0,20)(2)()
= 520 +20
= 540 rupiah per tahun.
Catatan :
Perlu diperhatikan, annual ordering cost (Rp520) jauh lebih besar daripada annual
holding cost (Rp20). Hal ini bertentangan dengan syarat optimalisasi, dimana annual
ordering cost sama dengan annual holding cost.
Untuk itu perlu diterapkan Wilson Formula, sbb:
Q* = = 509,9 atau 510 peti.

Jarak (jangka waktu) optimal antara 2 pesanan adalah:


T* =
=
= 0,098 tahun
Apabila 1 tahun adalah 365 hari, maka T* adalah 0,098(365) = 36 hari.
Total Annual Relevant Cost adalah:
TC = ()10 + 0,20(2) ()
Catatan:
Ordering cost dan holding cost berbeda 0,04 rupiah semata-mata karena pembulatan
yang dilakukan terhadap Q*.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kebijaksanaan persediaan selama ini
adalah salah, karena biaya relevan yang timbul jauh lebih besar daripada apabila
perusahaan melakukannya secara optimal.

Contoh Soal;
Selain bir, toko di atas juga berdagang anggur (minuman) setiap tahun toko ini
hanya mampu menjual 1.000 peti, dengan biaya sampai ke gudang kurang Rp20 per
peti. Setiap pesanan dikenakan beban Rp100 untuk sewa truk. Selama ini pesanan
dilakukan setiap 3 minggu (lebih kurang 20 hari) sebanyak masing-masing 50 peti.
Perusahaan ingin menilai apakah kebijaksanaannya dalam hal ini sudah tepat atau
belum, bila holding cost mempunyai unsur-unsur yang sama seperti pada persediaan
bir.
Penjelasan:
k = Rp100 per pesanan.
A = 1.000 peti per tahun.
C = Rp20 per peti.
H = Rp0,20 per dolar nilai anggur dalam persediaan.
Bila kebijaksanaan lama tetap digunakan, maka total annual relevant cost yang
ditanggung adalah:

TC = k + hc (
= 100) + (0,20)(20)()
= 2.000 + 100
= 2.100 rupiah per tahun.
Bila Wilson formula diterapkan maka akan diteruskan Q* sebagai:
Q* = = = 223,6 atau 224 peti.
Jangka waktu optimal (T*) antara dua pemesanan adalah:
T* = = = 0,224 tahun,
Atau lebih kurang 52 hari.
Total annual relevant cost adalah:
TC = (100 + (0,20)(20) (= 894,43 rupiah per tahun.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kebijaksanaan untuk rumusan
setiap 20 hari selama ini adalah salah, karena total annual relevant cost yang
timbulkan lebih besar dari yang optimal.
Titik Pemesanan Kembali dan Persediaan Pengaman (Reorder Point dan
Safety Stock) Saat bilamana pemesanan kembali harus dilakukan aar barang yang
dipesan datang tepat pada saat dibutuhkan disebut titik pemesanan kembali (reorder
point).
Reorder point ditentukan dengan memperhitungkan 2 variabel yakni “lead
time” (L) dan “tingkat kebutuhan per hari(atau perminggu dan lain-lain)” (U). Secara
kasar reorder point merupakan hasil kali L dan U ditambah dengan sejumlah tertentu
sebagai persediaan pengaman (safety stock).
Jadi:
Reorder point = U x L + safety stock

Besarnya safety stock tergantung pada kebijaksanaan manajemen masing-


masing perusahaan, misalnya :
40% dari kebutuhan selama lead time,
Sebesar kebutuhan selama 2 minggu, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://nayorisworld.blogspot.com/2016/12/materi-riset-operasi-pengendalian.html

Google docs:
https://docs.google.com/document/d/1dB_guPA9vgo9EJ013ZUf_BC8O8MEnabTcDH2xnlR
0I0/edit

Anda mungkin juga menyukai