PENGENDALIAN PERSEDIAAAN
Disusun oleh :
Holding cost atau carryng cost timbul karena perusahaan menyimpan persediaan.
Sebagan besar merupakan biaya penyimpanan fisik, pajak, asuransi. Disamping itu
ada biaya “opportunity cost” yang peroporsinya cukup besar di banding pajak dan
asuransi barang. Hal ini dikarenakan modal yang ada dalam persediaan barang
kemungkinan akan lebih menguntungkan bila dibunakan untuk investasi yang lain.
Shortage cost terjadi apabila ada permintaan terhadap barang yang kebetulan sedang
tidak tersedia atau stok habis. Untuk barang-barang tertentu yang kebutuhannya tidak
mendesak mungkin pelanggan diminta untuk menunggu atau dengan istilah back
order. Tetapi untuk barang yang bersifat mendesak atau kebutuhan sehari-hari maka
pelanggan tidak akan menunggu dan akan segera mencari dan membeli
penggantiannya di tempat lain. Bila hal ini terjadi maka perusahaan akan kehilangan
pelanggan. Seluruh biaya yang diperhitungkan di atas dalam mengevaluasi persediaan
(relevant cost) perlu diperhatikan. Sedang unsur overhead tidak diperhitungkan dalam
perhitungan biaya persediaan.
Economic Order Quantity (EOQ) Model Persediaan (inventory model) yang
paling sederhana mengandung ciri-ciri sbb;mBarang/bahan mentah yang dipesan dan
disimpan hanya satu macammKebutuhan/permintaannya per periode diketahui
(tertentu)mBarang/mentah yang dipesan segera dapat tersedia dan tidak ada “back
order” Model persediaan yang sederhana memakai parameter sbb;
K = ordering cost per pesanan
A = jumlah barang yang dibutuhkan dalam 1 periode (misalkan 1 tahun)
c = procurement cost per unit barang yang dipesan
h = holding cost per satuan nilai persediaan
T = waktu antara satu pemesanan dengan lainnya
“Tujuan” model ini adalah untuk menentukan jumlah setiap kali pemesanan (Q)
sehingga total annual cost dapat di minimumkan. Total annual cost = Ordering cost +
Holding cost + Procurement cost Secara grafis model persedian yang sederhana
tersebut dapat digambarkan sbb;
Contoh soal;
Sebuah toko minuman mampu menjual 5.200 peti bir setiap tahun (Catatan; untuk
lebih mudahnya, dianggap bahwa tingkat penjualan bir adalah konstan sepanjang
tahun. Setiap peti “menanggung” biaya Rp2 untuk sampai ke gudang. Penyalur
meminta bayaran Rp10 untuk pemesanan, tanpa menghitung berapa jumlah yang
dipesan. Pesanan segera datang sesaat setelah pemesanan dilakukan. Modal kerja
yang dimiliki toko minuman ini semuanya tertanam pada persediaan barang(bir) dan
modal ini dipinjam dari bank dengan bunga 10%/tahun selain itu, pemilik toko harus
membayarkan atas barang yang disimpannya sebesar 5% dari nilai persediaan rata-
rata. Biaya-biaya operrasional lain dalam hal ini bersifat “fixed”, tidak tergantung
pada besarnya pesanan. Biaya-biaya adalah dalam ribuan rupiah.
Toko tersebut ingin meninjau kembali apakah kebijaksanaan pesanan 100 peti per
minggu selama ini sudah betul atau tidak, ditinjau dari sudut biaya yang relevan.
Penyelesaian;
k = Rp10 per pesanan
A = 5.200 peti per tahun
c = Rp2 per peti
h = Rp0,20 per rupiah nilai bir dalam persediaan.
Catatan tentang holding cost:
Dalam persoalan ini holding cost terdiri dari:
-bunga pinjaman pada bank = 10% = 10%
-asuransi barang(bir) dalam persediaan = 5%
-pajak atas barang (bir) dalam persediaan = 5%
20% Pada saat ini, setiap minggu dipesan 100 peti bir, dengan dasar perhitungan:
Q = = 100 peti
Total annual relevant cost bila kebijaksanaan ini tetap dipertahankan adalah:
TC = k + hc (
= 10 + (0,20)(2)()
= 520 +20
= 540 rupiah per tahun.
Catatan :
Perlu diperhatikan, annual ordering cost (Rp520) jauh lebih besar daripada annual
holding cost (Rp20). Hal ini bertentangan dengan syarat optimalisasi, dimana annual
ordering cost sama dengan annual holding cost.
Untuk itu perlu diterapkan Wilson Formula, sbb:
Q* = = 509,9 atau 510 peti.
Contoh Soal;
Selain bir, toko di atas juga berdagang anggur (minuman) setiap tahun toko ini
hanya mampu menjual 1.000 peti, dengan biaya sampai ke gudang kurang Rp20 per
peti. Setiap pesanan dikenakan beban Rp100 untuk sewa truk. Selama ini pesanan
dilakukan setiap 3 minggu (lebih kurang 20 hari) sebanyak masing-masing 50 peti.
Perusahaan ingin menilai apakah kebijaksanaannya dalam hal ini sudah tepat atau
belum, bila holding cost mempunyai unsur-unsur yang sama seperti pada persediaan
bir.
Penjelasan:
k = Rp100 per pesanan.
A = 1.000 peti per tahun.
C = Rp20 per peti.
H = Rp0,20 per dolar nilai anggur dalam persediaan.
Bila kebijaksanaan lama tetap digunakan, maka total annual relevant cost yang
ditanggung adalah:
TC = k + hc (
= 100) + (0,20)(20)()
= 2.000 + 100
= 2.100 rupiah per tahun.
Bila Wilson formula diterapkan maka akan diteruskan Q* sebagai:
Q* = = = 223,6 atau 224 peti.
Jangka waktu optimal (T*) antara dua pemesanan adalah:
T* = = = 0,224 tahun,
Atau lebih kurang 52 hari.
Total annual relevant cost adalah:
TC = (100 + (0,20)(20) (= 894,43 rupiah per tahun.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kebijaksanaan untuk rumusan
setiap 20 hari selama ini adalah salah, karena total annual relevant cost yang
timbulkan lebih besar dari yang optimal.
Titik Pemesanan Kembali dan Persediaan Pengaman (Reorder Point dan
Safety Stock) Saat bilamana pemesanan kembali harus dilakukan aar barang yang
dipesan datang tepat pada saat dibutuhkan disebut titik pemesanan kembali (reorder
point).
Reorder point ditentukan dengan memperhitungkan 2 variabel yakni “lead
time” (L) dan “tingkat kebutuhan per hari(atau perminggu dan lain-lain)” (U). Secara
kasar reorder point merupakan hasil kali L dan U ditambah dengan sejumlah tertentu
sebagai persediaan pengaman (safety stock).
Jadi:
Reorder point = U x L + safety stock
Google docs:
https://docs.google.com/document/d/1dB_guPA9vgo9EJ013ZUf_BC8O8MEnabTcDH2xnlR
0I0/edit