Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI DI

WILAYAH KELURAHAN MUGARSARI

PROPOSAL LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program


Pendidikan D III Kebidanan di Program Studi DIII Kebidanan Tasikmalaya

Disusun oleh:
HALDA SYAHLA FADHILAH
NIM : P2.06.24.1.18.011

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN
TASIKMALAYA
2021
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR NIFAS

1. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas adalah dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang

berlangsung selama 6 minggu (Wahyuni, 2018)

Masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari menurut

hitungan awam merupakan masa nifas. Masa ini penting sekali untuk terus

dipantau. Nifas merupakan masa pembersihan rahim, sama hal nya seperti

masa haid. (Saleha, 2013)

2. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Menurut (Wahyuni, 2018) tujuan asuhan kebidanan nifas dan menyusui,

sebagai berikut:

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun pisikologis dimana

dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga sangat penting, dengan

pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi

selalu terjaga.

2) Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana bidan

harus melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu masa nifas

secara sistematis yaitu mulai pengkajian, interpretasi data dan analisa


masalah, perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi. Sehingga dengan

asuhan kebidanan masa nifas dan menyusui dapat mendeteksi secara dini

penyulit maupun komplikasi yang (Yanti & Sundawati, 2011) terjadi pada

ibu dan bayi.

3) Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit atau

komplikasi pada ibu dan bayinya, ke fasilitas pelayanan rujukan.

4) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan nifas dan

menyusui, kebutuhan nutrisi, perencanaan pengaturan jarak kelahiran,

menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, perawatan bayi sehat

serta memberikan pelayanan keluarga berencana, sesuai dengan pilihan

ibu.

3. Tahapan Masa Nifas

Tahap masa nifas menurut (Wahyuni, 2018)

a. Periode immediate postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa

ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden perdarahan

postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu

melakukan pemantauan secara kontinu, yang meliputi; kontraksi

uterus, pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu.

b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,

tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui

dengan baik.

c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)

Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan

sehari-hari serta konseling perencanaan KB.

d. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau

komplikasi.

4. Peran dan tanggung jawab bidan

1) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas

sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan

psikologis selama masa nifas.

2) Sebagai promotor yang memfasilitasi hubungan antara ibu dan bayi

serta keluarga.

3) Mendorong ibu untuk menyusui serta meningkatkan rasa nyaman ibu

dan bayi.

4) Mendeteksi penyulit maupun komplikasi selama masa nifas dan

menyusui serta melaksanakan rujukan secara aman dan tepat waktu

sesuai dengan indikasi.

5) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara

mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas

dan menyusui, pemenuhan nutrisi yang baik, serta mempraktekkan

personal higiene yang baik.


6) Melakukan manajemen asuhan dengan langkah-langkah; pengkajian,

melakukan interpretasi data serta menetapkan diagnosa, antisipasi

tindakan segera terhadap permasalahan potensial, menyusun rencana

asuhan serta melakukan penatalaksanaan dan evaluasi untuk

mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi, serta untuk

memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas

7) Memberikan asuhan kebidanan nifas dan menyusui secara etis

profesional. (Wahyuni, 2018)

5. Program Kebijakan Masa Nifas

Paling sedikit 4 kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan


tujuan untuk (Walyani & Purwoastuti, 2015)
1) Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayi
3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa
nifas
4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas dan bayinya

Program dan Kebijakan Teknik Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam setelah a. Mencegah terjadinya perdarahan
persalinan pada masa nifas
b. Mendeteksi dan merawat
penyebab lain perdarahan dan
memberikan rujukan bila
perdarahan berlanjut
c. Memberikan konseling kepada
ibu atau salah satu anggota
keluarga mengenai bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri
d. Pemberian ASI pada masa awal
menjadi ibu
e. Mengajarkan ibu untuk
mempererat hubungan antara ibu
dan bayi baru lahir
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hipotermi
2 6 hari setelah a. Memastikan involusi uteri
persalinan berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal dan tidak ada bau
b. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau kelainan
pascamelahirkan
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui
dengan baikl dan tidak ada tanda-
tanda penyulit
e. Memberikan konseling kepada
ibu mengenai asuhan pada bayi,
cara merawat tali pusat dan
menjaga bayi agar tetap hangat
3 2 minggu setelah a. Memastikan involusi uteri
persalinan berjalan normaluterus
berkontraksi, uterus dibawah
umbilicus tidak ada perdarahan
abnormal dan tidak ada bau
b. Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau kelainan
pasca melahirkan
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak ada tanda-
tanda penyulit
e. Memberikan konseling kepada
ibu mengenai asuhan pada bayi,
cara merawat tali pusat dan
menjaga bayi agar tetap hangat
4 6 minggu setelah a. Menanyakan pada ibu tentang
persalinan penyulit-penyulit yang dialami
atau bayinya
b. Memberikan konseling untuk KB
secara dini

6. Perubahan Tanda-Tanda Vital Masa Nifas (Fitriahadi & Utami, 2018)

1) Dalam 1 hari (24 jam) postpartum, suhu badan akan naik kurang lebih

0,5°C dari keadaan normal (37,5°C-38°C) sebagai akibat kerja keras

sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Pada hari ke-3

masa nifas suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI.
Payudara menjadi bengkak dan berwarna merah karena banyaknya

ASI. Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada

endometrium, mastitis, tractus genitalis, atau sistem lain. (Sulistyawati,

2015)

2) Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali permenit.

Denyut nadi selama jam pertama setelah melahirkan biasanya akan

lebih cepat. Tetapi, denyut nadi yang melebihi 100 kali permenit harus

waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi atau perdarahan postpartum.

Pada minggu ke 8-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke

frekuensi sebelum hamil (Rukiyah & dkk, 2011)

3) Tekanan darah biasanya tidak berubah. Tekanan darah tinggi pada

masa nifas dapat menandakan terjadinya pre-eklamsi postpartum.

(Sulistyawati, 2015) Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan

adanya perdarahan masa nifas (Suherni & dkk, 2009)

4) Pernapasan pada ibu nifas umumnya lambat atau normal. Hal ini

dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi

istirahat. Bila pernapasan pada masa nifas menjadi lebih cepat,

kemungkinan ada tanda-tanda syok. (Rukiyah & dkk, 2011)


7. Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan melalui fase-fase

sebagai berikut (Khasanah, Nurun Ayati; Sulistyawati, Wiwit, 2017):

a. Fase Taking In

Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari

pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus

perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri.

b. Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking

hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung

jawabnya dalam merawat bayi.

c. Fase Letting Go

1) Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap

waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.

2) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus

beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang

menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan

berhubungan sosial.

3) Pada periode ini umumnya terjadi depresi postpartum.

8. Tanda Bahaya Masa Nifas

Ibu nifas dan keluarga harus mendatangi tenaga kesehatan jika ditemukan

tanda- tanda bahaya masa nifas seperti berikut ini (Sriwenda, et al., 2016):

1) Perdarahan pervagina
2) Kesulitan bernafas

3) Sakit daerah abdomen

4) Nyeri kepala hebat

5) Kejang/hilang kesadaran

6) Pengeluaran cairan dari vagina yang berbau busuk

7) Nyeri dan bengkak pada betis

8) Perilaku yang menunjukan keinginan melukai bayi atau halusinasi

B. Proses Laktasi

1. Pengertian ASI

ASI (Air Susu Ibu) adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan

mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan

pertumbuhan dan perkembangan bayi (Mufdillah dkk, 2017)

ASI dengan segala kandungannya sesuai dengan keadaan bayi yang

bersifat alami, Kandungan utama ASI sebanyak 88% adalah air. Jumlah

ini cukup untuk memenuhi kebutuhan cairan pada bayi.


2. Perubahan anatomi dan fisiologi payudara pada masa laktasi (Sukma,

Hidayati, & Jamil, 2017).

a. Anatomi Payudara

Sumber gambar: https://dangstars.blogspot.com/2012/10/struktur-

anatomi-payudara.html?m=1

Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak dibawah

kulit, diatas otot dada dan fungsinya memperoduksi susu untuk nutrisi

bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, dengan berat

kira-kira 200 gram, yang kiri umumnya lebih besar dari yang kanan.

Ada tiga bagian utama payudara, yaitu :

1) Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar

2) Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah

3) Papilla, atau putting, yaitu bagian yang menonjol di puncak

payudara.
Sumber gambar: (Khasanah & Sulistyawati, 2017)

Dalam korpus mammae terdapat alveolus, yaitu unit terkecil yang

memperoduksi susu. Alveolus terdiri dari beberapa sel aciner, jaringan

lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Beberapa

alveolus mengelompok membentuk lobules, kemudian beberapa

lobules berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara. Dari

alveolus ASI disalurkan ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian


beberapa saluran kecil bergabung membentuk saluran yang lebih besar

(duktus laktiferus). Di bawah areola saluran yang besar melebar,

disebut sinus laktiferus. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-

saluran, terdpaat otot polos yang bila berkontraksi memompa ASI

keluar.

b. Fisiologi Laktasi

Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi

dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur

18-19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi. Dengan

terbentuknya hormone estrogen dan progesterone yang berfungsi

untuk maturasi alveoli.

Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi:

1) Refleks Prolaktin

Dalam putting susu terdapat banyak ujung saraf sensorik. Bila

dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya

ke kelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini

mengeluarkan hormone prolactin. Hormone inilah yang berperan

dalam peroduksi ASI di tingkat alveoli.

2) Refleks aliran ( Let Down Reflex)

Rangsang putting susu tidak hanya diteruskan sampai ke

kelenjar hipofisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian

belakang, yang mengeluarkan hormone oksitosin. Hormone ini

berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding


alveolus dan didinding saluran, sehingga ASI di pompa keluar.

(Sukma, Hidayati, & Jamil, 2017)

Beberapa refleks yang memungkinkan bayi baru lahir untuk memproleh

ASI adalah sebagai berikut.

a) Refleks menangkap (rooting refleks)

Refleks ini memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting

susu apabila ia diletakkan di payudara.

b) Refleks mengisap

Yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau pengganti

puting susu sampai ke langit keras dan punggung lidah. Refleks ini

melibatkan lidah, dan pipi.

c) Refleks menelan

Yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga refleks

ini merangsang pembentukan rahang bayi

d) Pengeluaran ASI (Oksitosin)

Oksitosin dilepaskan oleh kelenjar hipofisis anterior dan merangsang

terjadinya kontraksi sel-sel mioepithel di sekeliling alveoli untuk

menyemburkan (ejection) ASI melalui duktus laktiferus. Hal ini

disebut sebagai pelepasan oksitosin (oxcytocine releasing) atau reflek

penyemburan (ejection reflex). Kejadian ini mengakibatkan

memendeknya duktus laktiferus untuk meningkatkan tekanan dalam

saluran mammae dan dengan demikian memfasilitasi penyemburan

(ejection) ASI. (Wahyuni, 2018)


3. Kandungan ASI

1) Kolostrum

Kolostrum adalah ASI yang diproduksi di hari-hari pertama

dan biasanya terjadi selama 4 hari. Bayi perlu sering menyusu untuk

dapat merangsang produksi dan keluarnya ASI. Kolostrum lebih

banyak mengandung protein, terutama Immunoglobulin (IgA, IgG,

IgM). Kolostrum mengandung zat anti infeksi 10 hingga 17 kali lebih

banyak dibanding ASI matur. Kolostrum berwarna kuning dan bisa

juga berguna sebagai imunisasi pertama.

2) ASI Transisi

ASI transisi mulai di produksi pada hari ke 4-10 setelah

kelahiran. Terjadi perubahan komposisi dari kolostrum ke ASI

transisi, kadar protein dan immunoglobulin berkurang sedangkan

kadar lemak dan karbohidrat lebih meningkat dibanding kolostrum.

3) ASI Mature

ASI matur diproduksi setelah hari ke-10 sampai akhir masa

laktasi atau penyapihan. ASI matur berwarna putih kekuningan dan

mengandung casient, riboflanum, dan karotin serta tidak menggumpal

bila dipanaskan, dengan volume 300-850 ml per 24 jam. ASI matur

terus berubah sesuai dengan perkembangan bayi. Pada malam hari,

ASI ini lebih banyak mengandung lemak yang akan membantu

meningkatkan berat badan dan perkembangan otak yang maksimal.

4) Foremilk – Hindmilk (Mufdillah, Subijanto, Sutisna, & Akhyar, 2017)


a) ASI Awal (foremilk)

Bening dan cair, kegunaannya: mengatasi rasa haus bayi

b) ASI Akhir

Lebih keruh, kegunannnya: sumber makanan, untuk

pertumbuhan, memberikan rasa kenyang

4. Manfaat Pemberian ASI

ASI mempunyai banyak manfaat, diantaranya manfaat bagi ibu, keluarga

dan Negara. Manfaat tersebut adalah (Sukma, Hidayati, & Jamil, 2017)

a. Manfaat bagi Ibu

1) Aspek kesehatan ibu

Hisapan bayi pada payudara saat menyusu akan merangsang

terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin

membantu dalam proses involusi uterus dan dapat mencegah

terjadinya perdarahan postpartum. Pencegahan terjadinya

perdarahan postpartum dapat mengurangi prevelensi anemia

defisiensi besi.

2) Aspek Keluarga Berencana

Menyusui secara eksklusif dapat menjadi metode KB yang

alami, karena proses menyusui dapat menjarangkan kehamilan.

Ditemukan rata-rata jarak kelahiran pada ibu menyusui adalah 24

bulan, sedangkan yang tidak menyusui adalah 11 bulan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa pemberian ASI Eksklusif dapat

menjadi KB yang alami.


3) Aspek Psikologis

Proses menyusui dapat memberikan pengaruh psikologis yang

baik bagi ibu. Ibu yang menyusui akan merasa bangga dan merasa

diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia.

b. Manfaat ASI untuk Keluarga

1) Aspek Ekonomi

Menyusui dengan ASI lebih hemat karena ASI tidak perlu

dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli

susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Selain itu,

penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI

lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya pengobatan.

2) Aspek Psikologis

Kebahagiaan keluarga semakin bertambah, karena kelahiran

lebih jarang. Sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat

mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.

3) Aspek Kemudahan

Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja

dan kapan saja. Keluarga tidak perlu menyiapkan air masak, botol,

dan dot yang harus selalu dibersihkan dan juga perlu meminta

tolong kepada orang lain.


c. Manfaat ASI untuk Negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak

Beberapa riset epidemiologis menyatakan bahwa ASI

melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya diare,

otitis media, dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah.

Bayi yang diberi ASI ternyata juga terlindungi dari diare karena

shigela.

2) Mengurangi Subsidi untuk Rumah Sakit

Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung

akan mempersingkat lamanya rawat ibu dan bayi, mengurangi

komplikasi persalinan dan infeksi nosocomial serta mengurangi

biaya yang diperlukan untuk perawatan anak sakit.

5. Masalah-masalah menyusui pada masa pasca persalinan dini.

a. Putting susu nyeri

Menurut Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal

menyusui. Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila

posisi mulut bayi dan putting susu benar, perasaan nyeri akan hilang.

b. Putting susu terasa nyeri bila yidak ditangani dengan benar akan

menjadi lecet. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi

menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh trush

(candidates) atau dermatitis

c. Payudara bengkak
Pada hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan

nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersama

dengan ASI mulai di produksi dalam jumlah banyak

d. Mastitis atau abses payudara

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Kejadian ini terjadi pada

masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan sumbatan

saluran susu yang berlanjut. (Walyani & Purwoastuti, 2015)

Selain masalah diatas adapun penelitian (Seno, 2015) menyebutkan:

Putting susu terbenam adalah putting susu yang tidak dapat menonjol

dan cenderung masuk kedalam, sehingga ASI tidak dapat keluar dengan

lancar, yang disebabkan saluran susu lebih pendek kedalam (tied nipples),

kurangnya perawatan, kurangnya pengetahuan ibu tentang perawatan

payudara. Pada kasus seperti ini biasanya bayi kesulitan dan mungkin tidak

mau untuk menyusu (Seno Eva, 2015). ASI yang tidak dikeluarkan dengan

maksimal akan mengumpul dipayudara dan menyebabkan Bendungan ASI.

C. Bendungan ASI

1. Pengertian Bendungan ASI

Bendungan payudara adalah terjadinya pembengkakan pada payudara

karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan

bendungan ASI dan rasa nyeri di sertai kenaikan suhu badan (Maryunani,

2015)
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 ketika

payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh

pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering

menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan

bayi yang kurang baik, dan dapat pula terjadi akibat pembatasan waktu

menyusui (Suryani, 2016)

Bendungan ASI (Bendungan Payudara) adalah peningkatan aliran

vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk

laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi

(Walyani & Purwoastuti, 2015)

2. Etiologi

Kejadian Bendungan ASI yang disebabkan oleh pengeluaran air susu

yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusu pada ibu nya.

Gangguan ini dapat menjadi lebih parah apabila ibu jarang menyusukan

bayinya, akibatnya bayi tidak mendapatkan ASI secara Eksklusif dan

apabila tidak segera di tangani maka akan menyebabkan Bendungan ASI

pada Payudara, Pembendungan ASI dapat terjadi karena penyempitan

duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan

sempurna atau karena kelainan pada puting susu sehingga terjadinya

pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe

sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan

suhu badan. Dalam penelitian (Juliani & Nurrahmaton, 2020)


3. Patofisiologi

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron

turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang

menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu

hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan

terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan

alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk

mengeluarkannya dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel

mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar

tersebut. Refleks ini timbul jika bayi menyusu.

Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau

kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna,

maka akan terjadi pembendungan air susu. Kadang-kadang pengeluaran

susu juga terhalang sebab duktus laktiferi menyempit karena pembesaran

vena serta pebuluh limfe (Huda, 2017)

4. Tanda Gejala

Dalam (KEMENKES & HOGSI, 2013):

1. Payudara bengkak dan keras

2. Nyeri pada payudara

3. Terjadi 3-5 hari setelah persalinan

4. Kedua payudara terkena


Tanda gejala bendungan ASI berupa payudara bengkak, keras, terasa

panas sampai suhu badan naik sehingga menyebabkan air susu tidak

lancar atau keluar sedikit. Pada kasus bendungan ASI bahaya yang terjadi

jika tidak tertangani akan terjadi peradangan pada payudara yang biasa

disebut mastitis (Suryani, 2016)

Gejala bendungan ASI dapat diketahui dari beberapa tanda, seperti

payudara membengkak, nyeri bila ditekan, warna payudara menjadi

kemerahan, dan suhu tinggi hingga mencapai 38°C. Namun ini bersifat

fisiologis meskipun diikuti penurunan produksi ASI dan menurunkan

refleks let down (Rasjidi, 2015)

5. Faktor-faktor penyebab bendungan ASI

1) Posisi menyusui yang tidak baik

2) Membatasi menyusui

3) Membatasi waktu bayi dengan payudara

4) Memberikan suplemen susu formula

5) Menggunakan pompa payudara tanpa indikasi sehingga menyebabkan

suplai berlebih

6) Implant payudara (KEMENKES & HOGSI, 2013)

6. Cara Mencegah Bendungan ASI

Ada langkah pencegahan meliputi pengetahuan tentang posisi dan

teknik menyusui, pola makan ibu dan pemberian kolostrum yang adekuat

selama hari 1-2 postpartum. Langkah perawatan jika bendungan ASI telah

terjadi dapat dipilih menggunakan teknik akupunktur, kompres dingin,


terapi enzim, perawatan dengan kompres kubis dan beberapa perawatan

lainnya. Untuk diagnosa banding bendungan ASI adalah mastitis dan

gigantomastia (Berens & Brodribb, 2016)

7. Penanganan Bendungan ASI

a. Bila ibu menyusui bayinya

1) Susukan sesering mungklin

2) Kedua payudara disusukan

3) Kompres hangat payudara sebelum disusukan

4) Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar bayi agar payudara

lebih lembek, sehingga lebih mudah memasukkannya kedalam

mulut bayi

5) Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan

atau pompa dan diberikan pada bayi dengan cangkir/sendok

6) Tetap keluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai bendungan

teratasi

7) Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres hangat dan

dingin

8) Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun demam dan

pengurang sakit

9) Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak,

bermanfaat untuk membantu memperlancar pengeluaran ASI

10) Pada saat menyusui, sebaiknya ibu tetap rileks


11) Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan

perbanyak minum

12) Bila diperlukan beri paracetamol 500 mg peroral setiap 4 jam

13) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya

b. Bila ibu tidak menyusui

1) Sangga payudara

2) Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi pembengkakan

dan rasa sakit

3) Bila diperlukan berikan paracetamol 500mg peroral setiap 4 jam

4) Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara

(Walyani & Purwoastuti, 2015)

8. Penatalaksanaan Bendungan ASI

a. Perawatan Payudara

Perawatan payudara merupakan suatu tindakan untuk merawat

payudara terutama pada masa nifas untuk memperlancar pengeluaran

ASI (Kumalasari, 2015) Perawatan payudara dengan kompres hangat

dan dingin sudah dikenal cukup lama guna mengatasi bendungan ASI.

Sebenarnya saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai penelitian

herbal maupun teknik tertentu untuk mencegah atau menangani

bendungan ASI. Academy of Breasfeeding mengeluarkan protokol

untuk bendungan ASI. (wahyuni sri, 2019)


a) Tujuan Breastcare (Astuti, Judistiani, Rahmiati, & Susanti, 2015)

yaitu:

1) Menjaga kebersihan payudara agar terhindar dari infeksi.

2) Mengenyalkan puting susu supaya tidak mudah lecet.

3) Menjaga puting susu agar tetap menonjol.

4) Menjaga bentuk payudara tetap baik.

5) Mencegah terjadinya Penyumbatan.

6) Memperbanyak prokduksi ASI.

7) Melancarkan air susu ibu.

8) Mencegah bendungan ASI.

9) Mengetahui adanya kelainan pada payudara.

b) Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan perawatan payudara postnatal dimulai sedini

mungkin, yaitu 1-2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan

sebanyak 2 kali sehari. Pada saat akan mandi, daerah areola jangan

dibasuh dengan sabun karena dapat menyebabkan kering pada

bagian areola. (Astuti, Judistiani, Rahmiati, & Susanti, 2015)

c) Penatalaksanaan bendungan ASI (Tim Penulis PD IBI Jawa Barat,

2019)

Persiapan alat:

1. Baskom berisi air hangat

2. Baskom berisi air dingin

3. Waslap 2 buah
4. Wadah penampung ASI bila diperlukan

Tindakan:

1. Melepas bra pada payudara ibu

2. Melakukan pijat oksitosin 5-10 menit

3. Melakukan kompres putting susu dengan menggunakan kapas

minyak atau kapas yang dilumuri baby oil selama 3-5 menit

agar epitel yang lepas tidak menumpuk lalu bersihkan kerak-

kerak pada putting susu

4. Mengeluarkan ASI dari payudara menggunkan air hangat

dengan menempelkan waslap yang sudah dibasahi dengan air

hangat pada payudara yang sakit selama 5-10 menit (pastikan

waslap selalu hangat)

5. Mengeluarkan ASI dari payudara setiap kali. Dapat dilakukan

dengan langsung menyusui pada bayi atau dengan memerah

ASI

6. Kompres payudara dengan air dingin selama 5-10 menit

7. Bersihkan payudara menggunakan waslap

8. Memberikan obat paracetamol 500mg, bila terdapat

peningkatan suhu pada ibu

9. Memakai kembali bra, menggunakan bra dianjurkan yang

dapat menopang payudara

10. Mencuci tangan


11. Memberitahu jadwal kunjungan ulang untuk dilakukan

observasi pasca tindakan

Apabila ibu akan mengeluarkan ASI dengan cara memerah ASI:

Persiapan alat:

1. Gelas tertutup yang telah di cuci dengan air mendidih dan

dikeringkan

2. Tempat sampah

Persiapan diri:

1. Anjurkan ibu untuk cuci tangan

2. Bidan mencuci tangan

3. Anjurkan ibu untuk duduk ditempat yang nyaman

Tindakan:

1. Ajarkan ibu melakukannya sendiri. Seijin ibu, sentuh

payudaranya hanya untuk menunjukkan apa yang harus

dilakukan dan lakukan dengan lembut

2. Kompres payudara menggunakan air hangat selama 1 menit

3. Duduk atau berdiri dengan nyaman dan memegang

gelas/wadah dekat payudara

4. Meletakkan ibu jarinya pada payudara diatas putting dan

areola, dan jari telunjuknya pada payudara dibawah putting


dan areola, bersebrangan dengan ibu jari. Ibu menopang

payudara dengan jari-jari lainnya

5. Menekankan ibu jari dan telunjuk agak kea rah dalam menuju

dinding dada. Sebaiknya ibu menghindarkan menekan terlalu

kedalam agar tidak menyumbat saluran ASI

6. Menekan payudara dibelakang putting dan areola diantara jari

telunjuk ibu dan jarinya. Ibu harus menekan pada duktus

laktiferus di bawah areola

7. Kadang payudara ibu yang menyusui dimungkinkan untuk

merasakan adanya duktus tersebut. Bentukanya seperti

polong-polongan atau kacang tanah. Bila ibu dapat

merasakannya, ibu dapat menekan disitu

8. Menekan dan melepaskan, menekan dan melepaskan

9. Menekan areola dengan cara yang sama dari arah samping,

untuk memastikan ASI terperah dari seluruh bagian payudara

10. Memerah satu payudara sekurangnya 3-5 menit hingga

alirannya melambat, kemudian memerah sisi satunya, dan

kemudian mengulangi memerah keduanya, ibu dapat

memakai tiap tangan untuk tiap payudara dan menukarnya

bila kedua tangannya lelah

11. Jelaskan pada ibu bahwa memerah ASI secara memadai

membutuhkan waktu 20-30 menit, khususnya pada hari-hari

pertama ketika ASI yang dihasilkan hanya sedikit. Penting


sekali untuk tidak mencoba memerah dalam waktu singkat

(Tim Penulis PD IBI Jawa Barat, 2019)

Berikut halyang harus diperhatikan dalam memberikan ASI Perah

(Sukma, Hidayati, & Jamil, 2017)

1) ASI harus diberikan dalam keadaan hangat,

2) ASI yang dingin dihangatkan dengan meletakkan wadah ASI ke

dalam wadah berisi air hangat.

3) ASI-P yang sudah dihangatkan tidak dapat didinginkan lagi

4) Jika ASI beku sebelumnya ASI harus dicairkan perlahan dalam

lemari es bagian bawah (bukan freezer).

5) ASI beku yang sudah dicairkan harus digunakan dalam 24 jam,

dan ASI yang sudah cair tidak dapat dibekukan kembali.

6) ASIP dapat diberikan dengan menggunakan botol atau alternatif

media lainnya seperti sendok lunak/spoon feeder, syringe

7) Pemberian dengan cangkir(cup feeding)

3) Teknik Menyusui

Bendungan ASI biasanya sering terjadi pada ibu nifas atau

setelah melahirkan, oleh sebab itu pada masa ini, disebut juga sebagai

masa rawan terjadinya pembengkakan payudara, sehingga ibu diminta

untuk benar – benar melakukan perawatan payudara serta mengetahui

bagaimana cara atau teknik menyusui yang baik dan benar. Dalam

(Rosita, 2017)
Teknik menyusui yang baik dan benar menurut (Tim Penulis PD IBI

Jawa Barat, 2019)

Persiapan:

1. Ruangan yang nyaman

2. Kursi satu buah

Tindakan:

1. Memberitahu tindakan yang akan dilakukan

2. Menjaga privacy ibu

3. Menganjurkan ibu untuk duduk dengan nyaman dan tidak

menggantungkan kaki

4. Mencuci tangan

5. Mengeluarkan sedikit ASI dengan menekan areola dan oleskan

ASI di sekitar putting

6. Mendekatkan bayi dengan menopang kepala dengan lengan ibu

7. Memposisikan bayi dengan sedemikian rupa sehingga perut

bayi menghadap perut ibu dan seluruh badan bayi (kepala dan

tubuh berada dalam garis lurus atau perut bayi bertemu perut

ibu) muka bayi menghadap ke payudara ibu. Seluruh badan

bayi tersangga dengan baik, tidak hanya leher dan bahu saja.

Memegang payudara dengan satu tangan dengan cara

meletakan empat jari dibawah payudara dengan satu tangan


dengan cara meletakan empat jari dibawah payudara dan ibu

jari di atas payudara. Ibu jari dan telunjuk harus membentuk

huruf C

8. Memastikan pelekatan bayi dengan cara: mengamati mulut bayi

saat mencari putting susu. Menunggu sampai mulut bayi

terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut bayi ke putting

susu ibu hingga bibir bayi dapat menangkap putting susu

tersebut. Memastikan bahwa sebagian besar areola masuk ke

dalam mulut bayi. Dagu rapat ke payudara ibu dan hidungnya

menyentuh bagian atas payudara. Bibir bawah bayi

melengkung keluar

9. Mengeluarkan putting dari mulut bayi bila bayi sudah selesai

menyusui, dengan cara memasukkan jari kelingking ibu

diantara mulut dan payudara

10. Menyendawakan bayi dengan menyandarkan bayi di pundak

atau menelungkupkan bayi melintang kemudian menepuk

punggung bayi

D. MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN

1. PENGERTIAN

Manajemen kebidanan adalah metode atau alur yang di gunakan oleh

bidan dalam menentukan, melakukan dan mencari langkah – langkah

pemecahan masalah serta melakukan tindakan untuk melakukan pelayanan

dan menyelamatkan pasien dari gangguan kesehatan. Penerapan


manajemen kebidanan melalui proses yang secara berebutan yaitu

identifikasi masalah, analisis, dan perumusan masalah, rencana dan

tindakan penatalaksanaan serta evaluasi hasil tindakan (Heryani, 2011).

Bidan dalam memberikan asuhan harus menjadikan landasan berpikir

ilmiah sebagai dasar dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsipnya.

Landasan ilmiah yang digunakan merupakan hasil analisis temuan pada

ibu maupun bayi, balita dan anak prasekolah sebagai dasar pertimbangan

asuhan yang akan diberikan (Irianti, 2019)

2. LANGKAH

Hingga saat ini manajemen asuhan kebidanan yang dikenal dengan

manajemen varney merupakan alur berpikir analisis seoran bidan yang

digunakan untuk memberikan asuhan.

Adapun yang dimaksud dengan manajemen varney adalah tujuh

langkah manajemen sebagai berikut (Irianti, 2019)

1) Langkah pertama merupakan pengumpulan data, yaitu merupakan

baik data yang berasal dari hasil anamnesa (bertanya) pada klien

(baik klien langsung maupun anggota keluarga klien) yang dikenal

dengan data subjektif serta data objektif, yaitu data yang didapat

dari hasil pemeriksaan langsung yang dilakukan bidan.

2) Langkah kedua merupakan langkah interpretasi data dan

penegakkan diagnosis sementara. Pada langkah ini seorang bidan

harus mampu merumuskan apa yang menjadi penilaian sementara


berdasarkan data yang didapatkan serta mampu memprediksi

masalah actual/factual yang dialami oleh klien saat itu.

3) Langkah ketiga merupakan langkah kebutuhan pada klien dan

harus dipenuhi. Dengan demikian, keadaannya dapat berjalan

secara normal.

4) Langkah keempat merupakan langkah penentuan diagnosis

masalah dan masalah potensial. Pada langkah ini bidan harus

mampu menentukan masalah potensial yang dialami oleh klien

berdasarkan data yang sudah terkumpulkan serta masalah dan

kebutuhan yang telah dideteksi. Pada langkah ini bidan diharapkan

mampu berpikir kedepan bagaimana asuhan yang paling tepat

sehingga permasalahan potensial yang diprediksi dapat dicegah.

5) Langkah kelima adalah langkan penyusunan perencanaan asuhan.

Pada langkah ini bidan membuat perencanaan asuhan yang akan

diberikan pada klien pada satu siklus manajemen. Perencanaan

yang dibuat merupakan asuhan berdasarkan hasil pengumpulan

dan implementasi data dasar yang didapat. Pada keadaan tertentu,

ketika data yang didapatkan belum mumpuni untuk menentukan

keadaan klien, maka pemeriksaan laboratorium pendukung atau

penunjang lain menjadi salah satu perencanaan yang harus

dilakukan, yaitu sebagai kolaborasi demi kesejahteran klien. Selain

langkah kolaborasi, sikap melakukan rujukan merupakan

perencanaan atau tindakan lain yang dapat dilakukan bidan.


Bahkan pada keadaan kegawatdaruratan hal ini merupakan suatu

keharusan, karena keadaan klien telah melampui batas

kewenangan sehingga diharuskan mengalihkan penatalaksanaan

pada tenaga kesehatan lain yang lebih kompeten dan berwenang

6) Langkah keenam adalah langkah pelaksanaan asuhan yang disebut

sebagai langkah implementasi asuhan berdasarkan seluruh langkah

sebelumnya

7) Langkah ketujuh sebagai langkah penutup satu siklus asuhan

merupakan langkah yang dilakukan bidan untuk mengevaluasi

asuhan yang diberikan pada klien. Langkah ini dimaksudkan untuk

melihat kemajuan dari keadaan klien, apakah dengan asuhan yang

telah kita berikan dapat memenuhi kebutuhannya, dan/atau mampu

menjadi upaya preventif pada masalah potensial yang diramalkan

akan terjadi. Selain itu, langkah evaluasi pun diajadikan langkah

memonitoring penatalaksanaan pada kasus kegawatdaruratan,

apakah tindakan penatalaksanaan awal yang dilakukan mampu

membuat keadaan klien stabil atau lebih baik.

3. PENDOKUMENTASIAN

a. Konsep dasar SOAP

Menurut (Subiyatin , 2017) SOAP merupakan catatan yang

bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Bidan hendaknya

menggunakan dokumentasi SOAP setiap kali bertemu pasien.


Alasan catatan SOAP dipakai dalam pendokumentasian adalah

karena metoda SOAP merupakan kemajuan informasi yang sistematis

yang mengorganisir penemuan dan kesimpulan dalam rencana asuhan,

metoda SOAP dapat dipakai sebagai penyaring inti sari proses

penatalaksanaan kebidanan dalam tujuannya penyediaan dan

pendokumentasian asuhan, dan dengan SOAP dapat membantu bidan

dalam mengorganisir pikiran dan asuhan yang menyeluruh.

1) S= Subjektif

Data subjektif adalah data yang diperoleh dari sudut pandang

pasien atau segala bentuk pernyataan atau keluhan dari pasien.

2) O=Objektif

Data objektif merupakan data yag diperoleh dari hasil pemeriksaan

/ observasi bidan atau tenaga kesehatan lain. Yang termasuk dalam

data objektif meliputi pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan

laboratorium, atapun pemeriksaan diagnostik lainnya.

3) A=Assesment

Assesment merupakan pendokumentasian dari hasil analisa data

subjektif dan data objektif. Analisa yang cepat dan akurat sangat

diperlukan guna pengambilan keputusan / tindakan yang tepat.

4) P=Planning

Planning (Perencanaan) adalah rencana yang dibuat berdasarkan hasil

analisa. Rencana asuhan ini meliputi rencana saat ini dan akan datang.

b. Konsep dasar asuhan kebidanan pada bendungan ASI


1. Subjek

Pada saat melakukan anamnesis, akan didapatkan data berupa data

subjektif dimana ibu akan mengeluhkan payudara bengkak, nyeri,

terasa keras dan ibu akan merasakan demam pada 2-3 hari setelah

persalinan atau pada saat asi mulai diproduksi.

2. Objek

Setelah mendapatkan data subjektif pemeriksaan dilanjutan dengan

pengumpulan data objektif dengan melakukan pemeriksaan fisik

sesuai dengan kebutuhannya yaitu dilakukan inspeksi dan palpasi

pada payudara dan akan didapatkan hasil:

1) pemeriksaan payudara berupa warnanya kemerahan

2) payudara bengkak, teraba penuh, keras dan nyeri bila ditekan.

3) Kemudian pada hasil tanda-tanda vital, pada kasus bendungan

payudara akan didapatkan hasil pemeriksaan dimana suhu

tubuh mencapai 38 0 C.

3. Assesment

Masalah atau diagnose yang ditegakkan berdasarkan data atau

informasi subjektif dan objektif yang dikumpulkan kemudian

disimpulkan . dengan data dasar bendungan ASI dari hasil

pemeriksaan didapati payudara terasa nyeri, keras, panas, terlihat

berwarna merah, tampak bengkak, teraba penuh disertai suhu

tubuh yang meningkat sampai 38 0 C dapat disimpulkan analisa


data menjadi, misalnya: P1A0 hari post partum dengan Bendungan

ASI

4. Planning

Rencana yang dilakukan antara lain: memberitahu/menyampaikan

pada ibu tentang kondisinya sekarang bahwa ibu mengalami

bendungan ASI. Tanda-tanda vital ibu turut di observasi.

Melakukan penatalaksanaan bendungan ASI dan memberi

penjelasan kepada ibu melakukan perawatan payudara, teknik dan

posisi menyusui yang baik dan benar dalam mengatasi keluhan

yang dirasakan. Ibu dianjurkan untuk menyusui bayinya secara

eksklusif/on demand di kedua payudaranya secara bergantian. Ibu

disarankan mengkonsumsi sayuran hijau dan makanan yang

bergizi, serta diharapkan tetap meminum obat sesuai dosis apabila

diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, R. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: MCO.

Astuti, S., Judistiani, R. D., Rahmiati, L., & Susanti, A. I. (2015). Asuhan Kebidanan

Nifas & Menyusui. Jakarta: Erlangga.

Berens, P., & Brodribb, W. (2016). ABM Clinical Protocol #20: Engorgement,

Revised. Breastfeeding Medicine, 159-163.

Fitriahadi, E., & Utami, I. (2018). BUKU AJAR ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN

DAFTAR TILIK. Yogyakarta: Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta.

Heryani, R. (2011). Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.

Huda, I. (2017). KTI Manajemen Asuhan Kebidanan pada NY "K" Postpartum Hari

ke Tiga dengan Bendungan ASI di Puskesmas/RSP 1 Jumpangan Baru

Makassar Tanggal 30 April-03 Mei 2017. Makassar.

Irianti, B. (2019). Asuhan pada Bayi, Balita dan Anak Prasekolah: Manajemen

Asuhan Kebidanan Komprehensif. Jakarta: Salemba Medika.

KEMENKES, & HOGSI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas

Kesehtan Dasar dan Rujukan. Jakarta.


Khasanah, N. A., & Sulistyawati, W. (2017). Buku Ajar Nifas dan Menyusui.

Surakarta: CV Kekata Group.

Khasanah, Nurun Ayati; Sulistyawati, Wiwit. (2017). Buku Ajar Nifas dan Menyusui.

Surakarta: CV Kekata Group.

Kumalasari, I. (2015). Panduan Praktik Laboratori, Bayi Baru Lahir dan

Kontrasepsium dan Klinik Perawatan Antenatal, Intranatal, Postnatal .

Jakarta: Salemba Medika.

Maryunani, A. (2015). Inisiasi Menyusu Dini, Asi Eksklusif dan Manajemen Laktasi.

Jakarta: CV. Trans Info Media.

Mufdillah, Subijanto, A. A., Sutisna, E., & Akhyar, M. (2017). BUKU PEDOMAN

PEMBERDAYAAN IBU MENYUSUI PADA PROGRAM ASI EKSKLUSIF.

Yogyakarta.

Rasjidi, I. (2015). Panduan Kehamilan Muslimah Panduan Ibu Hamil, Melahirkan,

dan Perawatan 2nd ed. Jakarta: Noura Books.

Rukiyah, A. Y., & dkk. (2011). Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: C.V. Trans

Info Media.

Saleha, S. (2013). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Seno, E. (2015). KTI Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas terhadap Ny. N Umur 20

Tahun P1A1 3 Hari Post Partum dengan Putting Susu Terbenam di BPS

Hanifa Hanim Lampung Selatan Tahun 2015 .


Sriwenda, D., Widayani, W., Widaningsih, N., Fatimah, Y. U., Kusyanti, T.,

Hadianti, D. N., et al. (2016). Praktik Klinik Kebidanan III. PUSAT

PENDIDIKAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN.

Subiyatin , A. (2017). Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Suherni, & dkk. (2009). Perawatan Ibu Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Sukma, F., Hidayati, E., & Jamil, S. N. (2017). ASUHAN KEBIDANAN PADA MASA

NIFAS. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta.

Sulistyawati, A. (2015). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta:

Andi Offset.

Suryani, I. (2016). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di

Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. Jurnal Kebidanan, 13.

Tim Penulis PD IBI Jawa Barat. (2019). STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

(SOP) PELAYANAN KEBIDANAN. PT. Islampos Global Media.

Wahyuni, E. D. (2018). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Pusat Pendidikan

Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Walyani, E. S., & Purwoastuti, E. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan

Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.


Yanti, D., & Sundawati, D. (2011). Asuhan Kebidanan Masa Nifas: Belajar Menjadi

Bidan Profesional. Bandung: PT Refika Aditama.

Juliani, S., & Nurrahmaton, N. (2020). Faktor yang Memengaruhi Bendungan ASI

pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Merah Kabupaten

Simalungun. Jurnal Bidan Komunitas, 3(1), 16.

https://doi.org/10.33085/jbk.v3i1.4078

Rosita, E. (2017). Hubungan Perawatan Payudara Pada Ibu Nifas Dengan Bendungan

Asi. Midwifery Journal Of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang Volume,

13(6), 1–7.

wahyuni sri, T. (2019). DOI: http://dx.doi.org/10.33846/2trik9302 Bendungan ASI

pada Ibu Postpartum Tengku Sri Wahyuni. 9, 208–211.

Anda mungkin juga menyukai