Anda di halaman 1dari 4

NAMA: ADILHA AURELIA PUTRI H

NIM: 2102361201201

KELAS:E MANAJEMEN

MATA KULIAH: MANAJEMEN SDM 1

Hubungan Industri

I. Apa itu hubungan industrial


Hubungan industrial adalah hubungan pihak yang berkepentingan atas proses produksi
baik barang maupun jasa di perusahaan.[1] Hubungan industrial mengambil istilah dari "labour
relation" atau hubungan perburuhan. Awalnya istilah ini meliputi hubungan perburuhan,
membahas berbagai masalah yang berhubungan dengan pekerja buruh dan pengusaha. Seiring
dengan perkembangan zaman, bahwa masalah hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha
menyangkut aspek yang luas. Abdul Khakim (2009) menyampaikan bahwa hubungan industrial
tidak terbatas hanya pada hubungan antara pekerja buruh dan pengusaha, tetapi perlu adanya
campur tangan pemerintah.

II. Para pihak yang ada di hubungan industrial


• Pekerja/buruh/karyawan
Pekerja atau buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang
bekerja di dalam hubungan kerja, dibawah perintah pemberi kerja.4 Sedangkan menurut
Undang–undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka (3) menyebutkan bahwa,
”Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain ”. Jadi pekerja/buruh adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan
kerja dibawah perintah pengusaha/pemberi kerja dengan mendapatkan upah atau imbalan
dalam bentuk lain.

• Perusahaan
Menurut ketentuan Undang-undang No 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka (6)
pengertian perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.

• Pemerintah
Berdasarkan Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan fungsi pemerintah dalam melaksanakan hubungan industrial adalah
menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, melakukan
penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
III. Prinsip mendukung hubungan industrial
Hubungan industrial punya sejumlah prinsip serta sarana pendukung. Ia dipakai untuk
acuan agar menciptakan hubungan yang baik antara pekerja dan pengusaha.

Menurut Payaman J. Simanjuntak, beberapa prinsip hubungan industrial di antaranya


sebagai berikut.
• Kepentingan bersama antara pengusaha, pekerja buruh, masyarakat serta pemerintah
• Adanya kemitraan menguntungkan antara pekerja dan pengusah
• Hubungan fungsional serta adanya pembagian tugas
• Memiliki sifat kekeluargaan
• Terciptanya ketenangan serta ketentraman dalam bekerja
• Peningkatan produktivitas
• Peningkatan kesejahteraan bersama.

Kemudian, ada juga sarana-sarana pendukung di mana di antaranya adalah sebagai


berikut.
• Serikat pekerja atau buruh
• Organisasi pengusaha
• Lembaga kerjasama bipartit atau LKS Bipartit).
• Lembaga kerjasama tripartit atau LKS Tripartit
• Peraturan perusahaan
• Perjanjian kerja bersama atau PKB
• Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaaan
• Lembaga pengadilan penyelesaian perselisihan hubungan industrial

IV. Sarana pendukung hubungan industrial


Payaman J. Simanjuntak (2009) [1] menyampaikan sarana-sarana pendukung hubungan
industrial, yaitu sebagai berikut:
• Serikat Pekerja atau Buruh
• Organisasi Pengusaha
• Lembaga Kerjasama bipartit (LKS Bipartit)
• Lembaga Kerjasama tripartit (LKS Tripartit)
• Peraturan Perusahaan
• Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
• Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaaan
• Lembaga penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial

V. Jenis Jenis Perselisihan Hubungan Industrial


Secara harfiah jenis-jenis perselisihan mengenai hubungan industrial yang sering
terjadi di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut :

Perselisihan Hak
Perselisihan hak muncul akibat tidak terpenuhinya hak, serta adanya perbedaan
pelaksanaan maupun penafsiran dari aturan undang-undang, kejanggalan perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja sama.
Perselisihan Kepentingan
Perselisihan kepentingan ini terjadi dalam hubungan kerja yang tidak memiliki
kesesuaian pendapat. Terutama perihal pembuatan, perubahan syarat-syarat tertentu yang
tercantum dalam perjanjian kerja atau PKB (perjanjian kerja bersama) maupun PP
(peraturan perusahaan).

VI. Cara Menyelesaikan Perselisihan Dalam Hubungan Industrial

Berikut adalah penjelasan terkait cara yang digunakan untuk menyelesaikan


perselisihan dalam hubungan industrial.
1. Perundingan bipartit Berdasarkan pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No.
2 Tahun 2004,
perundingan bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja/buruh, atau
antara serikat pekerja/buruh dan serikat pekerja/buruh lainnya di
dalam satu perusahaan yang berselisih. Perundingan bipartit adalah
perundingan yang dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat.
2. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi
Penyelesaian konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa
orang atau badan yang disebut sebagai konsiliator yang wilayah
kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja, dimana konsiliator
tersebut akan menengahi pihak yang berselisih untuk menyelesaikan
perselisihannya secara damai.
3. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi adalah
penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh berada di dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditengahi oleh satu orang atau lebih mediator yang
netral. Hal tersebut tercantum di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun
2004 Pasal 1 Angka 1.
4. Penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI) Menurut Pasal 56 Undang-Undang No. 2
Tahun 2004, Pengadilan Hubungan Industrial mempunyai kompetensi
absolut untuk memeriksa dan memutus hal-hal sebagai berikut.
• Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak.
• Di tingkat pertama dan terakhir mengenai
perselisihan kepentingan.
• Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja.
• Di tingkat pertama dan terakhir mengenai
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai