PERIODE I (2021/2022)
Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042
Abstrak : Agregat Kasar adalah salah satu material penyusun dan sangat penting dalam bidang
konstruksi jalan. Pembuatan perkerasan jalan membutuhkan agregat yang banyak dan dibutuhkan
pada proses pembangunan konstruksi lainnya yang membutuhkan bahan campuran agregat kasar.
Karakteristik agregat kasar juga sangat mempengaruhi kualitas dan daya dukungnya. Dimana
parameter yang mempengaruhi dan diperhatikan dalam penggunaan agregat kasar adalah berat
jenis dari agregat tersebut. Oleh karena itu pengujian kali ini akan membahas mengenai pengujian
berat jenis agregat kasar. Yang bertujuan menentukan berat jenis curah, berat jenis permukaan
kering, berat jenis semu dan menentukan presentase penyerapan dari batu pecah ¾ dan ½. nilai
perhitungan untuk batu pecah ¾ yakni perhitungan berat jenis curah sebesar 2,262, untuk nilai
berat jenis kering permukaan jenuh didapatkan nilai sebesar 2,308 dan perhitungan untuk berat
jenis semu didapatkan nilai sebesar 2,370 dan untuk perhitungan presentase penyerapan
didapatkan nilai sebesar 2%. Untuk percobaan perhitungan batu pecah ½ untuk berat jenis curah
sebesar 2,558, untuk nilai berat jenis kering permukaan jenuh didapatkan nilai sebesar 2,563 dan
perhitungan untuk berat jenis semu didapatkan nilai sebesar 2,571 dan untuk perhitungan
presentase penyerapan didapatkan nilai sebesar 0,2%.
Kata kunci : Agregat, berat jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh, penyerapan, berat
jenis semu.
𝐵𝐾
(𝐵𝐾 − 𝐵𝐴)
(1.3)
penyerapan ialah perbandingan berat air yang dapat diserap quarry
terhadap berat agregat kering, dinyatakan dalam persen.
𝐵𝐽 − 𝐵𝐾
𝑥 100%
𝐵𝐾
(1.4)
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Dalam praktikum berat jenis dan penyerapan agregat kasar ini
bahan yang digunakan adalah agregat yang tertahan di saringan no. 4 (batu
pecah maksimum ukuran ¾ dan ½). Dan alat yang digunakan adalah
keranjang kawat no 6 atau no 8 dengan kapastas 5000 gram, wadah air,
timbangan dengan kapasitas 20.000 gram dengan ketelitian 0,2%, oven,
cawan, saringan ¾” dan ½”, kain lap, kipas angin.
2.2 Cara Kerja
Sebelum pengujian benda uji dicuci agar debu dan bahan lainnya
hilang, benda uji ditaruh di keranjang lalu di gunjang agar mengeluarkan
udara yang tersekap dalam benda uji, lalu ditimbang berat dalam air,
benda uji dikeluarkan dari air lalu dikeringkan dengan kain penyerap lalu
di angin-anginkan sampai kering permukaan jenuh, lalu benda uji kering
permukaan jenuh ditimbang, batu pecah dikeringkan didalam oven pada
suhu 105 celcius sampai berat tidak mengalami perubahan saat
penimbangan. Benda uji yang dikeringkan didalam ovenm ditimbang
dengan ketelitian 0,3 gram.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Hasil Pengamatan Percobaan Batu Pecah ¾”
Percobaan Simbol Nilai data
Berat Kering + Cawan (gram) BK + C 1224
Berat Jenuh + Cawan (gram BJ + C 1244
Berat sample dalam air + keranjang (gram) BA + K 1222
Berat Cawan (gram) C 224
Berat keranjang dalam air (gram) K 644
PERIODE I (2021/2022)
Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042
Abstrak : Agregat halus adalah agregat yang ukuran butirannya lebih kecil dari4,75 mm (Saringan
No.4). Berat jenis dapat dinyatakan dengan berat jenis curah kering, berat jenis curah pada kondisi
jenuh kering permukaan atau
berat jenis semu. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) dan penyerapan air berdasarkan pad
a kondisi setelah (24) jam direndam di dalam air. Menentukan berat jenis curah dari abu batu dan
pasir.Menentukan berat jenis kering permukaan jenuh dari abu batu dan pasir.Menentukan berat
jenis semu dari abu batu dan pasir.Menentukan presentase penyerapan agregat halus dalam
campuran beton aspal tipe AC. hasil praktikum didapatkan nilai perhitungan dari abu batu
diantaranya yaitu pada perhitungan berat jenis curah sebesar 1,34, lalu pada perhitungan berat jenis
kering permukaan jenuh sebesar 1,66, serta pada perhitungan berat jenis semu sebesar 1,99.
Sehingga, didapatkan nilai persentase penyerapan sebesar 24,4%. Sedangkan pada percobaan pasir
didapatkan nilai perhitungan diantaranya pada perhitungan berat jenis curah sebesar 2,06, lalu
pada perhitungan berat jenis kering permukaan jenuh sebesar 2,5, serta pada perhitungan berat
jenis semu sebesar 3,67. Sehingga, didapatkan nilai persentase penyerapan sebesar 21,4%.
Kata kunci : Agregat Halus, Bulk Specific Gravity, Saturated Surface Dry, Apparent Specific
Gravity, Absorption
Abstract : Fine aggregate is an aggregate whose grain size is smaller than 4.75
mm (Sieve No.4). Specific gravity can be expressed by dry bulk density, bulk
density at surface dry saturated conditions or apparent density. Bulk density
(surface dry saturation) and water absorption are based on conditions after (24)
hours of immersion in water. Determining the bulk density of rock ash and sand.
Determining the dry density of saturated surface of rock ash and sand.
Determining the apparent density of rock ash and sand. Determining the
percentage of absorption of fine aggregate in AC type asphalt concrete mix. The
practical results obtained from the calculation value of rock ash including the
calculation of bulk density of 1.34, then the calculation of the dry density of
saturated surface of 1.66, and the calculation of apparent density of 1.99. Thus,
the percentage value of absorption is 24.4%. While in the sand experiment, the
calculation values obtained include the calculation of the bulk density of 2.06,
then the calculation of the saturated surface dry density of 2.5, and the
calculation of the apparent density of 3.67. Thus, the percentage value of
absorption is 21.4%.
Keywords : Fine Aggregates, Bulk Spesific Gravity, Saturated Surface Dry,
Apparent Specific Gravity, Absorption
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dan
massaair dengan volume sama pada suhu yang sama. Sedangkan
penyerapan adalahkemampuan agregat untuk menyerap air dalam kondisi
kering sampai dengankondisi jenuh permukaan kering ( SSD = Saturated
Surface Dry ).
Jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis
agregat halus dalam campuran beton aspal tipe AC sehingga secara
langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran
beton aspal tipe AC. Pengujian berat jenis ini dilakukan agar kami
dapatmengenal tentang pengujian ini dan mengerti tentang berat jenis
danpenyerapan
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan berat jenis curah ?
2. Bagaimana cara menentukan berat jenis kering permukaan jenuh ?
3. Bagaimana cara menentukan berat jenis semu ?
4. Bagaimana cara menentukan presentase penyerapan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menentukan berat jenis curah dari abu batu dan pasir.
2. Menentukan berat jenis kering permukaan jenuh dari abu batu dan
pasir.
3. Menentukan berat jenis semu dari abu batu dan pasir.
4. Menentukan presentase penyerapan agregat halus dalam campuran
beton aspal tipe AC.
1.4 Teori Dasar
Agregat halus adalah agregat yang ukuran butirannya lebih kecil
dari4,75 mm (Saringan No.4). Berat jenis dapat dinyatakan dengan berat
jenis curah kering, berat jenis curah pada kondisi jenuh kering permukaan
atau
berat jenis semu. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) dan penyerap
an air berdasarkan pada kondisi setelah (24) jam direndam di dalam air.
Berat jenis curah kering merupakan perbandingan antara berat dari
satuan volume agregat(termasuk ringga yang impermeable dan permeable
didalam butir partikel, tetapi tidak termasuk rongga antara butiran partikel)
pada suatu temperature tertentu terhadap berat di udara dari air suling
bebas gelembung dalsm volume yang sama pada suatu temperature
tertentu. Dengan rumus :
𝐵𝐾
(𝐵 + 500 − 𝐵𝑡)
(2.1)
Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) merupakan
perbandingan anatara berat dari satuan volume agregat (termasuk berat air
yang terdapat d dalam romngga akibat perendaman selama 24 jam. Tapi
tidak termasuk rongga antara butiran partikel) pada suatu temperature
terhadap berat di udara air suling bebas gelembung dalam volume yang
sama pada suatu temperature tertentu. Dengan rumus :
500
(𝐵 + 500 − 𝐵𝑡)
(2.2)
Berat jenis semu (apparent) merupakan perbandingan antara berat
dari satuan volume suatu bagian agregat yang impermeable pada suatu
temperature tertentu terhadap berat di udara dari air suling bebas
gelembung dalam volume yang sama pada suatu temperature tertentu.
Dengan rumus :
𝐵𝐾
(𝐵 + 𝐵𝐾 − 𝐵𝑡)
(2.3)
Penyerapan air merupakan penambahan berat dari suatu agregat
akibat air yang meresap ke dalam pori-pori, tetapi belum termasuk air
yang tertahan pada permukaan luar partikel, dinyatakan sebagai presentase
dari berat keringnya. Dengan rumus :
500 − 𝐵𝐾
𝑥 100%
𝐵𝐾
(2.4)
Catatan:
• Berat benda uji kering oven (BK)
• Berat erlenmeyer diisi air 25' C (B)
• Berat erlenmeyer + benda uji SSD + air 25'C (Bt)
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Pada praktikum berat jenis dan penyerapan agregat halus bahan
yang digunakan adalah, abu batu (lolos saringan no 4.) 500 gram, pasir
lebih dari 500 gram, dan air. Dan untuk alat yang digunakan adalah
timbangan dengan kapasitas 2610 gr dengan ketelitian 0,1 gram,
Erlenmeyer dengan kapasitas 500 ml, kerucut terpancung (cone) yang
terbuat dari logam tebal, batang penumbuk, dan saringan no 4, oven,kipas
angin, tirplek, nampan, kompor, air.
2.2 Cara Kerja
Benda uji dimasukkan kedalamoven pada suhu 110 celcius, smpai
berat tetap, yakni keadaan berat uji selama 3 kali proses penimbangan dan
pemasangan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak
mengalami perubahan kadar air lebih besar daripada 0,1%, lalu
didinginkan pada suhu ruang dan direndam dalam air selama 24 jam,
buang air rendaman dengan hati hati tidak boleh ada butiran yang hilang.
Lalu sebarkan agregat diatas talam lalu dikeringkan dengan cara
membalik-balikan benda uji.masukkan benda uji kedalam kerucut.
Tumbuk sebanyak 25 kali. Lalu masukkan 500 gram benda uji ke dalam
labu Erlenmeyer, memasukkan suling sampai tidak mencapai 90% isi,
memutar Erlenmeyer sambil diguncang untuk mempercepat proses
gunakan pompa hampa udara, rendam Erlenmeyer dalam air da suhu
diukur untuk penyesuaian perhitungan pada suhu standar 25 celcius.
Tambahkan air sampai tanda batas, timbang Erlenmeyer berisi air dan
benda uji, keluarkan benda uji lalu dikeringkan dengan oven sampai berat
tetap, lalu dinginkan benda uji dengan desskilator, timbang benda uji
dalam kondisi kering oven, ulang proses percobaan untuk abu batu.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Hasil Pengamatan Percobaan Abu Batu
Percobaan Nilai Data
Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD) 434
Berat benda uji kering oven (BK) 402
Berat erlenmeyer diisi air 25' C (B) 1042
Berat erlenmeyer + benda uji SSD + air 25'C
(Bt) 1242
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan nilai perhitungan dari abu
batu diantaranya yaitu pada perhitungan berat jenis curah sebesar 1,34,
lalu pada perhitungan berat jenis kering permukaan jenuh sebesar 1,66,
serta pada perhitungan berat jenis semu sebesar 1,99. Sehingga,
didapatkan nilai persentase penyerapan sebesar 24,4%. Sedangkan pada
percobaan pasir didapatkan nilai perhitungan diantaranya pada
perhitungan berat jenis curah sebesar 2,06, lalu pada perhitungan berat
jenis kering permukaan jenuh sebesar 2,5, serta pada perhitungan berat
jenis semu sebesar 3,67. Sehingga, didapatkan nilai persentase penyerapan
sebesar 21,4%
BAB IV
SIMPULAN
SNI 03-1970-1990, tentang metode pengujian berat jenis dan penyerapan agregat
Halus.
PERIODE I (2021/2022)
Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042
Abstrak : Perkerasan jalan raya merupakan sebuah konstruksi yang mendukung proses
perkembangan jaringan raya, dalam perkerasan jalan raya terdapat bahan penyusun yang saling
diperlukan, yaitu aspal dan agregat. Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian terhadap
agregat yang diberi tumbukan (Impact) untuk dapat mengetahui seberapa kuat agregat dapat
menahan daya tekan. Proses pengujian ini disebut sebagai Aggregate Impact value (AIV), yaitu
perbandingan hasil dari agregat yang telah hancur karena tumbukan dengan berat agregat awal.
Dalam pengujian ini diberikan 2 sampel yang harus diujikan, dimana dari masing-masing sampel
tersebut diperoleh hasil sebesar 6,8% pada sampel 1 dan 10,54% pada sampel 2. Berdasarkan British
Standard kedua hasil AIV yang diperoleh termasuk kedalam kondisi normal, sebab batas maksimum
nilai AIV adalah ≥30%, dan jika nilai AIV >30% makan dikatakan tidak normal dan agregat tersebut
tidak bisa digunakan untuk bahan campuran perkerasan jalan karena tidak mampu menahan beban
tekan dan hancur yang cukup besar.
Kata kunci : Agregat, Aspal, Aggregate Impact Value (AIV), British Standard
3.2 Pembahasan
Pada praktikum modul III kali ini dilakukan pengujian pada 2 sampel
yang tersedia dan menggunakan British Standard sebagai acuan nilai
AIV yang diperoleh. Pada ke 2 sampel yang diberikan masing-masing
sampel diperoleh berat awal sama-sama 500 gram sebagai A, lalu setelah
dilakukan pengujian didapatkan sampel yang tertumbuk dan terlewat
pada saringan ukuran 2.36 mm sebesar 34 gram pada sampel 1 dan 52,7
gram pada sampel 2 sebagai B. kemudiana hasil tersebut dibagi dengan
berat sampel awal dan dikali dengan 100. Maka dari pengujian ini
diperoleh nilai Aggregate Impact Value (AIV) sebesar 6.8 % pada sampel
1 dan 20,54 % pada sampel 2 dan diperoleh juga rata-rata (AIV) sebesar
8,67 %. Berdasarkan British Standard yang dijadikan acuan, maka nilai
AIV yang didapat pada kedua sampel tersebut bisa dikategorikan normal,
sebab hasil AIV yang diperoleh <30% yang mana batas maksimum yang
diperbolehkan adalah ≥30%. Jika melihat dari hasil yang didapat dan di
masukan ke dalam pengklasifikasian yang ada, maka kedua sampel
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai sangat kuat untuk lapisan
permukaan jalan raya.
BAB IV
SIMPULAN
PERIODE I (2021/2022)
Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042
Abstrak : Perkerasan jalan raya merupakan sebuah konstruksi yang mendukung proses
perkembangan jaringan raya, di mana dalam perkerasan jalan raya terdapat bahan penyusun yang
saling diperlukan, yaitu aspal dan agregat. Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian indeks
kepipihan dan kelonjongan yang berguna untuk acuan bahan penyusun perkerasan jalan, yang mana
dalam penyusun perkerasan jalan agregat yang miliki kepipihan dan kelonjongan berlebihan tidak
dapat digunakan karena sifatnya yang akan mudah hancur. Maka dengan adanya praktikum ini
diharapkan akan menghasilkan indeks kepipihan dan kelonjongan yang dapat di kategorikan masih
dapat digunakan atau cocok untuk bahan penyusun perkerasan aspal. Hasil dari pengujian ini
didapatkan nilai indeks pada agregat yang memenuhi syarat yang sesuai atau memiliki persentase
≥5 % yaitu sebesar 11,6% pada indeks kepipihan dan 11,6% pada indeks kelonjongan. Dari kedua
hasil yang diperoleh jika dibandingkan dengan spesifikasi British Standard BSI 812, bagian 3, tahun
1975 yang menyatakan bahwa indeks kepiphan dan kelonjongan maksimum yang diperbolehkan
adalah 25%. Maka kedua hasil pada pengujian tersebut adalah aman atau cocok sebagai bahan
penyusun perkerasan jalan raya karena nilai indeks yang diperoleh <25%.
Kata kunci : Agregat, Aspal, Indeks kepipihan, Indeks Kelonjongan, British Standard.
Perkembangan jalan raya saat ini sedang dalam fase yang cukup
tinggi, beberapa daerah juga sedang gencar-gencarnya melakukan
perbaikan jalan raya bahkan pemerintah sekarang juga sedang melakukan
pembangunan ruas jalan yang cukup panjang dan banyak. Pembangunan
jalan ini didasari sebagai sarana pendukung terhadap kemajuan suatu
wilayah.
Dalam pembentukan perkerasan jalan terdapat bahan penyusun
yaitu aspal dan agregat, di mana kebutuhan bahan agregat yang akan
digunakan sebagai bahan pembentuk lapisan adalah 90-95% dari berat
campuran perkerasan jalan. Maka untuk mendapatkan hasil perkerasan jalan
yang memenuhi mutu kualitas yang diharapkan, diperlukan pengetahuan
tentang sifat-sifat dari agregat. Pengetahuan tentang sifat dari agregat ini
menjadi dasar dalam perencanaan perkerasan jalan. (Sukirman, 2003)
Sebagai bahan campuran dan pembentuk suatu perkerasan jalan,
maka suatu agregat harus memenuhi standar yang berlaku agar kualitas dari
aspal tetap terjaga. Pada penggunaan agregat pipih dan lonjong sebagai
bahan campuran pembentuk aspal, sebenarnya agregat tersebut tidak biasa
digunakan sebagai bahan campuran, karena sifatnya yang mudah hancur
dan mampu meningkatkan porositas. Namun, Bina Marga masih
membolehkan penggunaan agregat pipih dan lonjong dengan adanya
pembatasan penggunaan sebesar maksimal 25%. Agar kualitas dari
perkerasan aspal tetap baik dan mampu bertahan lama.
3.2 Pembahasan
Pada praktikum modul IV kali ini dilakukan pengujian kepipihan
dan kelonjongan terhadap agregat yang lolos pada saringan 3/8 atau 9.8
mm, di mana hasil yang dicari adalah nilai dari indeks kepiphan dan
kelonjongan agregat. Maka dari pengujian tersebut diperoleh indeks
kepipihan agregat sebesar 11,6 % dan indeks kelonjongan sebesar 11,6 %.
Berdasarkan spesifikasi British Standard, BS 812, bagian 3, tahun 1975,
indeks kepipihan dan kelonjongan yang dapat digunakan sebagai bahan
campuran aspal adalah maksimal 25% dan menurut spesifikasi dari ASTM
D-4791-95 batas maksimal indeks kepipihan dan kelonjongan yang
diperbolehkan adalah ≤45%, sedangkan hasil yang diperoleh pada saat
praktikum adalah 11,6% pada uji kepipihan dan 11,6% pada uji
kelonjongan. Kedua hasil tersebut jauh dari batas maksimal yang
ditetapkan oleh kedua acuan yang digunakan. Maka hasil tersebut
menandakan bahwa agregat yang diujikan sangat cocok untuk digunakan
dalam bahan campuran aspal.
BAB IV
SIMPULAN
PERIODE I (2021/2022)
Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042
Abstrak : Perkembangan pembangunan saat ini sangatlah progresif terutama pada sektor
pembangunan proyek jalan raya. Pada pembangunan proyek jalan raya sangat dibutuhkan adanya
agregat sebagai bahan campuran dalam perkersan jalan, sehingga perlu adanya pemeriksaan kondisi
agregat terutama pada tingkat keausan agregatnya. Maka dari itu pada praktikum kali ini akan
dilakukan pengujian keausan pada agregat menggunakan mesin abrasi Los Angeles. Dari pengujian
ini dilakukan dengan menggunakan 2 contoh sampel, dari kedua sampel tersebut didapatkan nilai
persentase keausan dengan cara membandingkan berat awal agregat dengan berat agregat
sesudahnya dan dikalikan 100%. Maka akan diperoleh nilai persentase keausan sebesar 59.16% pada
sampel 1 dan 15.2% pada sampel 2. Namun, berdasarkan SNI 03-2417-1991 tentang uji coba
keausan terhadap agregat menentukan bahwa nilai keausan maksimum ≤40%, maka jika dilihat pada
kedua sampel tersebut hanya pada sampel kedualah nilai keausan dapat dinyatakan baik digunakan
sebagai bahan campuran perkerasan jalan karena nilainya hanya 15.2% jauh di bawah nilai
maksimum yang ditetapkan. Tapi pada sampel 1 nilai keausannya melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan, sehingga sampel 1 tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran pada perkerasan
jalan, jika sampel 1 tetap digunakan maka kualitas campuran perkerasan jalan akan menjadi buruk
dan akan mempercepat kerusakan aspal.
Kata kunci : Keausan Agregat, Mesin Abrasi Los Angeles, SNI 03-2417-1991
3.2 Pembahasan
Pada praktikum modul V kali ini dilakukan pengujian keausan
agregat menggunakan alat abrasi Los Angeles dengan menggunakan 2
sampel agregat kasar yang masing-masing dari sampel telah dilakukan
pemeriksaan gradasi menggunakan saringan sehingga diperoleh kriteria
pada saringan 19 mm terlewat dan 12.7 mm tertahan pada sampel 1. Dan
pada 12.7 mm terlewat dan 9.5 mm tertahan pada sampel 2. Dengan berat
total awal dari kedua sampel tersebut adalah 5000 gram. Setelah dilakukan
pengujian keausan dengan melakukan perbandingan selisih berat semula
dan berat sesudah lalu dikalikan 100% diperoleh nilai keausan pada sampel
1 sebesar 59.16 % dan 15,2 % pada sampel 2. Berdasarkan SK SNI 03-2417-
1991 tentang spesifikasi nilai keausan yang diperolehkan adalah ≤ 40%, dan
hanya pada sampel 2 yang termasuk ke dalam kategori baik untuk
digunakan sebagai bahan campuran perkerasan jalan. Sedangkan pada
sampel 1 nilai keausan melebihi batas maksimum yang diperbolehkan,
sehingga pada sampel 1 tidak baik bila digunakan untuk bahan campuran
perkerasan jalan, jika tetap digunakan sebagai bahan campuran pada
perkerasan jalan maka kualitas perkerasan akan buruk dan mengakibatkan
jalan mudah rusak. Hasil keausan yang tinggi pada sampel 1 ini dapat terjadi
karena kualitas pada agregat yang diujikan sangat buruk terlihat pada tabel
3.1
bahwa jumlah total agregat yang lolos pada saringan sangatlah
sedikit, hal ini membuktikan bahwa sampel 1 memiliki agregat
yang kurang baik.
BAB IV
SIMPULAN
Pada praktikum modul V kali ini disimpulkan bahwa nilai keausan
pada agregat yang dilakukan pengujian berupa 2 sampel agregat, yang
mana nilai keausan pada sampel 1 sebesar 59.16 % dan 15,2 % pada
sampel 2. Berdasarkan SK SNI 03-2417-1991 tentang spesifikasi nilai
keausan yang diperolehkan adalah ≤ 40%, sehingga dari kedua sampel
tersebut yang memenuhi kriteria dari SK SNI 03-24170-1991 adalah
sampel 2 dan dapat digunakan dengan baik sebagai bahan campuran pada
perkerasan jalan. Sedangkan pada sampel 1 nilai keausannya melebihi
batas maksimum yang diperbolehkan sehingga sampel 1 tidak dapat
digunakan sebagai bahan campuran pada perkerasan jalan. Hasil pada
sampel 1 ini dapat terjadi akibat kualitas agregat yang diujikan sangat
buruk, terlihat pada tabel 5.1 di mana jumlah total agregat yang lolos
saringan sangatlah sedikit.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA