Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN


MODUL 1

PERIODE I (2021/2022)

Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS PERTAMINA
2022
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR
Muhamad Irfan Rizqilah11,Mochamad Azzam Ar Rosyid11, Markus Pandiangan11,
Jovovich11, Bintang Rahman11
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan Infrastruktur, Universitas
Pertamina
*Corresponding author : irfanrizkillah12@gmail.com

Abstrak : Agregat Kasar adalah salah satu material penyusun dan sangat penting dalam bidang
konstruksi jalan. Pembuatan perkerasan jalan membutuhkan agregat yang banyak dan dibutuhkan
pada proses pembangunan konstruksi lainnya yang membutuhkan bahan campuran agregat kasar.
Karakteristik agregat kasar juga sangat mempengaruhi kualitas dan daya dukungnya. Dimana
parameter yang mempengaruhi dan diperhatikan dalam penggunaan agregat kasar adalah berat
jenis dari agregat tersebut. Oleh karena itu pengujian kali ini akan membahas mengenai pengujian
berat jenis agregat kasar. Yang bertujuan menentukan berat jenis curah, berat jenis permukaan
kering, berat jenis semu dan menentukan presentase penyerapan dari batu pecah ¾ dan ½. nilai
perhitungan untuk batu pecah ¾ yakni perhitungan berat jenis curah sebesar 2,262, untuk nilai
berat jenis kering permukaan jenuh didapatkan nilai sebesar 2,308 dan perhitungan untuk berat
jenis semu didapatkan nilai sebesar 2,370 dan untuk perhitungan presentase penyerapan
didapatkan nilai sebesar 2%. Untuk percobaan perhitungan batu pecah ½ untuk berat jenis curah
sebesar 2,558, untuk nilai berat jenis kering permukaan jenuh didapatkan nilai sebesar 2,563 dan
perhitungan untuk berat jenis semu didapatkan nilai sebesar 2,571 dan untuk perhitungan
presentase penyerapan didapatkan nilai sebesar 0,2%.
Kata kunci : Agregat, berat jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh, penyerapan, berat
jenis semu.

Abstract : Coarse Aggregate is one of the constituent materials and is very


important in the field of road construction. Making road pavement requires a lot
of aggregate and is needed in other construction processes that require a mixture
of coarse aggregate. The characteristics of coarse aggregate also greatly affect
its quality and bearing capacity. Where the parameter that affects and is
considered in the use of coarse aggregate is the specific gravity of the aggregate.
Therefore, this test will discuss testing the specific gravity of coarse aggregate.
Which aims to determine the bulk density, surface dry density, apparent density
and determine the absorption percentage of crushed stone and . the calculation
value for crushed stone , namely the calculation of bulk density of 2.262, for the
value of dry surface dry density obtained a value of 2.308 and the calculation for
apparent density obtained a value of 2.370 and for the calculation of the
percentage absorption obtained a value of 2%. For the experimental calculation
of crushed stone for bulk density of 2.558, for the value of dry surface dry density
of saturation obtained a value of 2.563 and calculations for apparent density of
2.571 and for calculating the percentage of absorption obtained a value of 0.2%.
Keywords: Aggregate, bulk density, saturated surface dry density, absorption,
apparent density.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agregat Kasar adalah salah satu material penyusun dan sangat
penting dalam bidang konstruksi jalan. Pembuatan perkerasan jalan
membutuhkan agregat yang banyak dan dibutuhkan pada proses
pembangunan konstruksi lainnya yang membutuhkan bahan campuran
agregat kasar. Karakteristik agregat kasar juga sangat mempengaruhi
kualitas dan daya dukungnya. Dimana parameter yang mempengaruhi dan
diperhatikan dalam penggunaan agregat kasar adalah berat jenis dari
agregat tersebut. Oleh karena itu pengujian kali ini akan membahas
mengenai pengujian berat jenis agregat kasar
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan berat jenis curah (bulk)?
2. Bagaimana cara menentukan berat jenis permukaan jenuh (SSD)?
3. Bagaimana cara menentukan berat jenis semu (apparent)?
4. Bagaimana cara menentukan presentase penyerapan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menentukan berat jenis curah (bulk) dari batu pecah ¾ dan ½
2. Menentukan berat jenis permukaan jenuh (SSD) dari batu pecah ¾ dan
½
3. Menentukan berat jenis semu (apparent) dari batu pecah ¾ dan ½
4. Menentukan tingkat penyerapan agregat terhadap aspal
1.4 Teori Dasar
Berat jenis adalah nilai perbandingan antara massa dan volume dari
bahan yang kita uji. Sedangkan penyerapan berarti tingkat atau
kemampuan suatu bahan untuk menyerap air.Jumlah rongga atau pori yang
didapatpada agregat disebut porositas.
Pengukuran berat jenis agregat diperlukan untuk perencanaan
campuran aspal dengan agregat, campuran ini berdasarkan perbandingan
berat karena lebih teliti dibandingkan dengan perbandingan volume dan
juga untuk menentukan banyaknya pori agregat. Berat jenis yang kecil
akan mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat sama akan
dibutuhkan aspal yang banyak dan sebaliknya. Terdapat macam-macam
berat jenis.
Berat Jenis Curah (Bulk Spesific Gravity) adalah perbandingan
antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan
isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25°C;
𝐵𝐾
(𝐵𝐽 − 𝐵𝐴)
(1.1)
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD Spesific Gravity)
adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan
berat air suling yang isinya sama 3enga nisi agregat dalam keadan jenuh
pada suhu 25°C;
𝐵𝐽
(𝐵𝐽 − 𝐵𝐴)
(1.2)
Berat Jenis Semu (Appaent Specifik Gravity) adalah perbandingan
antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama 4enga
nisi agregat dalam keadaan kering pada suhu 25°C;

𝐵𝐾
(𝐵𝐾 − 𝐵𝐴)
(1.3)
penyerapan ialah perbandingan berat air yang dapat diserap quarry
terhadap berat agregat kering, dinyatakan dalam persen.

𝐵𝐽 − 𝐵𝐾
𝑥 100%
𝐵𝐾
(1.4)
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Dalam praktikum berat jenis dan penyerapan agregat kasar ini
bahan yang digunakan adalah agregat yang tertahan di saringan no. 4 (batu
pecah maksimum ukuran ¾ dan ½). Dan alat yang digunakan adalah
keranjang kawat no 6 atau no 8 dengan kapastas 5000 gram, wadah air,
timbangan dengan kapasitas 20.000 gram dengan ketelitian 0,2%, oven,
cawan, saringan ¾” dan ½”, kain lap, kipas angin.
2.2 Cara Kerja
Sebelum pengujian benda uji dicuci agar debu dan bahan lainnya
hilang, benda uji ditaruh di keranjang lalu di gunjang agar mengeluarkan
udara yang tersekap dalam benda uji, lalu ditimbang berat dalam air,
benda uji dikeluarkan dari air lalu dikeringkan dengan kain penyerap lalu
di angin-anginkan sampai kering permukaan jenuh, lalu benda uji kering
permukaan jenuh ditimbang, batu pecah dikeringkan didalam oven pada
suhu 105 celcius sampai berat tidak mengalami perubahan saat
penimbangan. Benda uji yang dikeringkan didalam ovenm ditimbang
dengan ketelitian 0,3 gram.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Hasil Pengamatan Percobaan Batu Pecah ¾”
Percobaan Simbol Nilai data
Berat Kering + Cawan (gram) BK + C 1224
Berat Jenuh + Cawan (gram BJ + C 1244
Berat sample dalam air + keranjang (gram) BA + K 1222
Berat Cawan (gram) C 224
Berat keranjang dalam air (gram) K 644

Tabel 3.1.2 Hasil Perhitungan Data Percobaan Batu Pecah ¾”


Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) 2,262
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD) 2,308
Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) 2,370
Penyerapan (Absorption) 2,0%

Tabel 3.1.3 Hasil Pengamatan Percobaan Batu Pecah ½”


Percobaan Simbol Nilai data
Berat Kering + Cawan (gram) BK + C 1242
Berat Jenuh + Cawan (gram BJ + C 1244
Berat sample dalam air + keranjang (gram) BA + K 1244
Berat Cawan (gram) C 224
Berat keranjang dalam air (gram) K 622

Tabel 3.1.4 Hasil Perhitungan Data Percobaan Batu Pecah ½”


Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) 2,558
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD) 2,563
Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) 2,571
Penyerapan (Absorption) 0,2%

Percobaan Batu Pecah ¾”


𝐵𝐾
• Berat Jenis Curah = (𝐵𝐽−𝐵𝐴)
(1224−224)
= ((1244−224)−(1222−644))
= 2.262
𝐵𝐽
• Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh = (𝐵𝐽−𝐵𝐴)
(1244−224)
= ((1244−224)−(1222−644))
= 2.308
𝐵𝐾
• Berat Jenis Semu = (𝐵𝐾−𝐵𝐴)
(1224−224)
= ((1224−224)−(1222−644))
= 2.370
𝐵𝐽−𝐵𝐾
• Penyerapan = 𝐵𝐾 𝑥 100%
((1244−224)−(1224−224))
= (1224−224)
𝑥 100%
= 2%
Percobaan Batu Pecah ½”
𝐵𝐾
• Berat Jenis Curah = (𝐵𝐽−𝐵𝐴)
(1242−224)
= ((1244−224)−(1244−622))
= 2.558
𝐵𝐽
• Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh = (𝐵𝐽−𝐵𝐴)
(1244−224)
= ((1244−224)−(1244−622))
= 2.563
𝐵𝐾
• Berat Jenis Semu = (𝐵𝐾−𝐵𝐴)
(1242−224)
= ((1242−224)−(1244−622))
= 2.571
𝐵𝐽−𝐵𝐾
• Penyerapan = 𝐵𝐾 𝑥 100%
((1244−224)−(1242−224))
= (1242−224)
𝑥 100%
= 0.2%
3.2 Pembahasan
Berdasarkan data hasil praktikum, didapatkan nilai perhitungan
untuk batu pecah ¾ yakni perhitungan berat jenis curah sebesar 2,262,
untuk nilai berat jenis kering permukaan jenuh didapatkan nilai sebesar
2,308 dan perhitungan untuk berat jenis semu didapatkan nilai sebesar
2,370 dan untuk perhitungan presentase penyerapan didapatkan nilai
sebesar 2%. Untuk percobaan perhitungan batu pecah ½ untuk berat jenis
curah sebesar 2,558, untuk nilai berat jenis kering permukaan jenuh
didapatkan nilai sebesar 2,563 dan perhitungan untuk berat jenis semu
didapatkan nilai sebesar 2,571 dan untuk perhitungan presentase
penyerapan didapatkan nilai sebesar 0,2%.
BAB IV
SIMPULAN
Pada praktikum berat jenis dan penyerapan agregat kasar.
Berdasarkan data hasil praktikum, didapatkan nilai perhitungan untuk batu
pecah ¾ yakni perhitungan berat jenis curah sebesar 2,262, untuk nilai
berat jenis kering permukaan jenuh didapatkan nilai sebesar 2,308 dan
perhitungan untuk berat jenis semu didapatkan nilai sebesar 2,370 dan
untuk perhitungan presentase penyerapan didapatkan nilai sebesar 2%.
Untuk percobaan perhitungan batu pecah ½ untuk berat jenis curah sebesar
2,558, untuk nilai berat jenis kering permukaan jenuh didapatkan nilai
sebesar 2,563 dan perhitungan untuk berat jenis semu didapatkan nilai
sebesar 2,571 dan untuk perhitungan presentase penyerapan didapatkan
nilai sebesar 0,2%.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

SNI.03-1969-1990. tentang metode pengujian berat jenis dan penyerapan agregat


kasar.
bhirawa Agung Wijaya, d. (2016). Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air
Agregat kasar.
Ridho, M. (2012, januari 29). Penyerapan Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat
Kasar (Ag - 01). Retrieved from em-ridho.com.
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN
MODUL 2

PERIODE I (2021/2022)

Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS PERTAMINA
2022
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS
Muhamad Irfan Rizqilah11,Mochamad Azzam Ar Rosyid11, Markus Pandiangan11,
Jovovich11, Bintang Rahman11
11
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan Infrastruktur, Universitas
Pertamina
*Corresponding author : irfanrizkillah12@gmail.com

Abstrak : Agregat halus adalah agregat yang ukuran butirannya lebih kecil dari4,75 mm (Saringan
No.4). Berat jenis dapat dinyatakan dengan berat jenis curah kering, berat jenis curah pada kondisi
jenuh kering permukaan atau
berat jenis semu. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) dan penyerapan air berdasarkan pad
a kondisi setelah (24) jam direndam di dalam air. Menentukan berat jenis curah dari abu batu dan
pasir.Menentukan berat jenis kering permukaan jenuh dari abu batu dan pasir.Menentukan berat
jenis semu dari abu batu dan pasir.Menentukan presentase penyerapan agregat halus dalam
campuran beton aspal tipe AC. hasil praktikum didapatkan nilai perhitungan dari abu batu
diantaranya yaitu pada perhitungan berat jenis curah sebesar 1,34, lalu pada perhitungan berat jenis
kering permukaan jenuh sebesar 1,66, serta pada perhitungan berat jenis semu sebesar 1,99.
Sehingga, didapatkan nilai persentase penyerapan sebesar 24,4%. Sedangkan pada percobaan pasir
didapatkan nilai perhitungan diantaranya pada perhitungan berat jenis curah sebesar 2,06, lalu
pada perhitungan berat jenis kering permukaan jenuh sebesar 2,5, serta pada perhitungan berat
jenis semu sebesar 3,67. Sehingga, didapatkan nilai persentase penyerapan sebesar 21,4%.
Kata kunci : Agregat Halus, Bulk Specific Gravity, Saturated Surface Dry, Apparent Specific
Gravity, Absorption

Abstract : Fine aggregate is an aggregate whose grain size is smaller than 4.75
mm (Sieve No.4). Specific gravity can be expressed by dry bulk density, bulk
density at surface dry saturated conditions or apparent density. Bulk density
(surface dry saturation) and water absorption are based on conditions after (24)
hours of immersion in water. Determining the bulk density of rock ash and sand.
Determining the dry density of saturated surface of rock ash and sand.
Determining the apparent density of rock ash and sand. Determining the
percentage of absorption of fine aggregate in AC type asphalt concrete mix. The
practical results obtained from the calculation value of rock ash including the
calculation of bulk density of 1.34, then the calculation of the dry density of
saturated surface of 1.66, and the calculation of apparent density of 1.99. Thus,
the percentage value of absorption is 24.4%. While in the sand experiment, the
calculation values obtained include the calculation of the bulk density of 2.06,
then the calculation of the saturated surface dry density of 2.5, and the
calculation of the apparent density of 3.67. Thus, the percentage value of
absorption is 21.4%.
Keywords : Fine Aggregates, Bulk Spesific Gravity, Saturated Surface Dry,
Apparent Specific Gravity, Absorption
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dan
massaair dengan volume sama pada suhu yang sama. Sedangkan
penyerapan adalahkemampuan agregat untuk menyerap air dalam kondisi
kering sampai dengankondisi jenuh permukaan kering ( SSD = Saturated
Surface Dry ).
Jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis
agregat halus dalam campuran beton aspal tipe AC sehingga secara
langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran
beton aspal tipe AC. Pengujian berat jenis ini dilakukan agar kami
dapatmengenal tentang pengujian ini dan mengerti tentang berat jenis
danpenyerapan
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan berat jenis curah ?
2. Bagaimana cara menentukan berat jenis kering permukaan jenuh ?
3. Bagaimana cara menentukan berat jenis semu ?
4. Bagaimana cara menentukan presentase penyerapan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menentukan berat jenis curah dari abu batu dan pasir.
2. Menentukan berat jenis kering permukaan jenuh dari abu batu dan
pasir.
3. Menentukan berat jenis semu dari abu batu dan pasir.
4. Menentukan presentase penyerapan agregat halus dalam campuran
beton aspal tipe AC.
1.4 Teori Dasar
Agregat halus adalah agregat yang ukuran butirannya lebih kecil
dari4,75 mm (Saringan No.4). Berat jenis dapat dinyatakan dengan berat
jenis curah kering, berat jenis curah pada kondisi jenuh kering permukaan
atau
berat jenis semu. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) dan penyerap
an air berdasarkan pada kondisi setelah (24) jam direndam di dalam air.
Berat jenis curah kering merupakan perbandingan antara berat dari
satuan volume agregat(termasuk ringga yang impermeable dan permeable
didalam butir partikel, tetapi tidak termasuk rongga antara butiran partikel)
pada suatu temperature tertentu terhadap berat di udara dari air suling
bebas gelembung dalsm volume yang sama pada suatu temperature
tertentu. Dengan rumus :
𝐵𝐾
(𝐵 + 500 − 𝐵𝑡)
(2.1)
Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) merupakan
perbandingan anatara berat dari satuan volume agregat (termasuk berat air
yang terdapat d dalam romngga akibat perendaman selama 24 jam. Tapi
tidak termasuk rongga antara butiran partikel) pada suatu temperature
terhadap berat di udara air suling bebas gelembung dalam volume yang
sama pada suatu temperature tertentu. Dengan rumus :

500
(𝐵 + 500 − 𝐵𝑡)
(2.2)
Berat jenis semu (apparent) merupakan perbandingan antara berat
dari satuan volume suatu bagian agregat yang impermeable pada suatu
temperature tertentu terhadap berat di udara dari air suling bebas
gelembung dalam volume yang sama pada suatu temperature tertentu.
Dengan rumus :

𝐵𝐾
(𝐵 + 𝐵𝐾 − 𝐵𝑡)
(2.3)
Penyerapan air merupakan penambahan berat dari suatu agregat
akibat air yang meresap ke dalam pori-pori, tetapi belum termasuk air
yang tertahan pada permukaan luar partikel, dinyatakan sebagai presentase
dari berat keringnya. Dengan rumus :

500 − 𝐵𝐾
𝑥 100%
𝐵𝐾
(2.4)
Catatan:
• Berat benda uji kering oven (BK)
• Berat erlenmeyer diisi air 25' C (B)
• Berat erlenmeyer + benda uji SSD + air 25'C (Bt)
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Pada praktikum berat jenis dan penyerapan agregat halus bahan
yang digunakan adalah, abu batu (lolos saringan no 4.) 500 gram, pasir
lebih dari 500 gram, dan air. Dan untuk alat yang digunakan adalah
timbangan dengan kapasitas 2610 gr dengan ketelitian 0,1 gram,
Erlenmeyer dengan kapasitas 500 ml, kerucut terpancung (cone) yang
terbuat dari logam tebal, batang penumbuk, dan saringan no 4, oven,kipas
angin, tirplek, nampan, kompor, air.
2.2 Cara Kerja
Benda uji dimasukkan kedalamoven pada suhu 110 celcius, smpai
berat tetap, yakni keadaan berat uji selama 3 kali proses penimbangan dan
pemasangan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak
mengalami perubahan kadar air lebih besar daripada 0,1%, lalu
didinginkan pada suhu ruang dan direndam dalam air selama 24 jam,
buang air rendaman dengan hati hati tidak boleh ada butiran yang hilang.
Lalu sebarkan agregat diatas talam lalu dikeringkan dengan cara
membalik-balikan benda uji.masukkan benda uji kedalam kerucut.
Tumbuk sebanyak 25 kali. Lalu masukkan 500 gram benda uji ke dalam
labu Erlenmeyer, memasukkan suling sampai tidak mencapai 90% isi,
memutar Erlenmeyer sambil diguncang untuk mempercepat proses
gunakan pompa hampa udara, rendam Erlenmeyer dalam air da suhu
diukur untuk penyesuaian perhitungan pada suhu standar 25 celcius.
Tambahkan air sampai tanda batas, timbang Erlenmeyer berisi air dan
benda uji, keluarkan benda uji lalu dikeringkan dengan oven sampai berat
tetap, lalu dinginkan benda uji dengan desskilator, timbang benda uji
dalam kondisi kering oven, ulang proses percobaan untuk abu batu.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Hasil Pengamatan Percobaan Abu Batu
Percobaan Nilai Data
Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD) 434
Berat benda uji kering oven (BK) 402
Berat erlenmeyer diisi air 25' C (B) 1042
Berat erlenmeyer + benda uji SSD + air 25'C
(Bt) 1242

Tabel 3.1.2 Hasil Perhitungan Data Percobaan Abu Batu


Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) 1,340
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD) 1,667
Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) 1,990
Penyerapan (Absorption) 24,4

Tabel 3.1.3 Hasil Pengamatan Percobaan Pasir


Percobaan Nilai Data
Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD) 454
Berat benda uji kering oven (BK) 412
Berat erlenmeyer diisi air 25' C (B) 1142
Berat erlenmeyer + benda uji SSD + air 25'C
(Bt) 1442

Tabel 3.1.4 Hasil Perhitungan Data Percobaan Pasir


Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) 2,060
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD) 2,500
Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) 3,679
Penyerapan (Absorption) 21,4

Percobaan Abu Batu


𝐵𝐾
• Berat Jenis Curah = (𝐵+500−𝐵𝑡)
402
= (1042+500−1242
= 1,340
500
• Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh = (𝐵+500−𝐵𝑡)
500
= (1042+500−1242)
= 1,667
𝐵𝐾
• Berat Jenis Semu = (𝐵+𝐵𝐾−𝐵𝑡)
402
= (1042+402−1242)
= 1,99
500−𝐵𝐾
• Penyerapan = 𝑥 100%
𝐵𝐾
500−402
= 402 𝑥 100%
= 24,4%
Percobaan Pasir
𝐵𝐾
• Berat Jenis Curah = (𝐵+500−𝐵𝑡)
412
= (1142+500−1442
= 2,06
500
• Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh = (𝐵+500−𝐵𝑡)
500
= (1142+500−1442)
= 2,5
𝐵𝐾
• Berat Jenis Semu = (𝐵+𝐵𝐾−𝐵𝑡)
412
= (1142+412−1442)
= 3,679
500−𝐵𝐾
• Penyerapan = 𝐵𝐾 𝑥 100%
500−412
= 412 𝑥 100%
= 21,4%

3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan nilai perhitungan dari abu
batu diantaranya yaitu pada perhitungan berat jenis curah sebesar 1,34,
lalu pada perhitungan berat jenis kering permukaan jenuh sebesar 1,66,
serta pada perhitungan berat jenis semu sebesar 1,99. Sehingga,
didapatkan nilai persentase penyerapan sebesar 24,4%. Sedangkan pada
percobaan pasir didapatkan nilai perhitungan diantaranya pada
perhitungan berat jenis curah sebesar 2,06, lalu pada perhitungan berat
jenis kering permukaan jenuh sebesar 2,5, serta pada perhitungan berat
jenis semu sebesar 3,67. Sehingga, didapatkan nilai persentase penyerapan
sebesar 21,4%
BAB IV
SIMPULAN

hasil praktikum didapatkan nilai perhitungan dari abu batu


diantaranya yaitu pada perhitungan berat jenis curah sebesar 1,34, lalu
pada perhitungan berat jenis kering permukaan jenuh sebesar 1,66, serta
pada perhitungan berat jenis semu sebesar 1,99. Sehingga, didapatkan nilai
persentase penyerapan sebesar 24,4%. Sedangkan pada percobaan pasir
didapatkan nilai perhitungan diantaranya pada perhitungan berat jenis
curah sebesar 2,06, lalu pada perhitungan berat jenis kering permukaan
jenuh sebesar 2,5, serta pada perhitungan berat jenis semu sebesar 3,67.
Sehingga, didapatkan nilai persentase penyerapan sebesar 21,4%. Dapat
disimpulkan bahwa nilai penyerapan yang dihasilkan sangat besar
mencapai nilai maksimalnya yaitu 3% menurut SNI03-1970-1990. Maka,
abu batu dan pasir percobaan tidak memenuhi spesifikasi beton aspal tipe
AC.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

SNI 03-1970-1990, tentang metode pengujian berat jenis dan penyerapan agregat
Halus.

Sukirman, S. (2007). Beton Aspal Campuran Panas, Granit. Bandung.

ASTM C 128.”Spesific Gravity and Absorption of Coarse Aggregat”


LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN
MODUL 3

PERIODE I (2021/2022)

Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS PERTAMINA
2022
PERHITUNGAN AGREGAT TERHADAP TUMBUKAN
Muhamad Irfan Rizqilah11,Mochammad Azzam Ar Rosyid11, Markus
Pandiangan11, Jovovich11, Bintang Rahman11
11
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan Infrastruktur, Universitas
Pertamina
*Corresponding author : irfanrizkillah12@gmail.com

Abstrak : Perkerasan jalan raya merupakan sebuah konstruksi yang mendukung proses
perkembangan jaringan raya, dalam perkerasan jalan raya terdapat bahan penyusun yang saling
diperlukan, yaitu aspal dan agregat. Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian terhadap
agregat yang diberi tumbukan (Impact) untuk dapat mengetahui seberapa kuat agregat dapat
menahan daya tekan. Proses pengujian ini disebut sebagai Aggregate Impact value (AIV), yaitu
perbandingan hasil dari agregat yang telah hancur karena tumbukan dengan berat agregat awal.
Dalam pengujian ini diberikan 2 sampel yang harus diujikan, dimana dari masing-masing sampel
tersebut diperoleh hasil sebesar 6,8% pada sampel 1 dan 10,54% pada sampel 2. Berdasarkan British
Standard kedua hasil AIV yang diperoleh termasuk kedalam kondisi normal, sebab batas maksimum
nilai AIV adalah ≥30%, dan jika nilai AIV >30% makan dikatakan tidak normal dan agregat tersebut
tidak bisa digunakan untuk bahan campuran perkerasan jalan karena tidak mampu menahan beban
tekan dan hancur yang cukup besar.
Kata kunci : Agregat, Aspal, Aggregate Impact Value (AIV), British Standard

Abstract : Highway pavement is a construction that supports the process of


developing the highway network, in highway pavements there are mutually
necessary constituent materials, namely asphalt and aggregate. In this practicum,
we will test the impacted aggregate to find out how strong the aggregate can
withstand compressive strength. This testing process is known as the Aggregate
Impact value (AIV), which is the comparison of the results of the aggregate that has
been destroyed by the collision with the initial weight of the aggregate. In this test,
2 samples are given to be tested, where from each of these samples the results
obtained are 6.8% in sample 1 and 10.54% in sample 2. Based on the British
Standard the two AIV results obtained are included in normal conditions, because
the maximum limit of the AIV value is 30%, and if the AIV value is >30% then it is
said to be abnormal and the aggregate cannot be used for road pavement mixtures
because it is unable to withstand large compressive and crushing loads.
Keyword : Aggregate, Asphalt, Aggregate Impact Value (AIV), British
Standard
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jaringan jalan raya adalah prasarana sebuah transportasi darat yang
memiliki peranan penting dalam sektor perhubungan terutama untuk
kesinambungan dalam pendistribusian barang maupun jasa (Hendarsin,
2000). Perkembangan sistem transportasi darat di Indonesia saat ini sedang
dalam kondisi yang sangat baik, dapat dilihat bagaimana pembangunan
jalan raya yang semakin luas dan hampir di semua daerah sedang gencar-
gencarnya melakukan pembangunan jalan raya.
Untuk mendukung bahan campuran aspal, maka sebuah agregat
harus memiliki daya tahan terhadap adanya perubahan tekanan atau
penurunan mutu yang diakibatkan oleh adanya proses mekanis maupun
kimiawi. Sebuah agregat dapat mengalami kehancuran yang disebabkan
oleh proses mekanis, sehingga pada praktikum kali ini memfokuskan untuk
melakukan penguji cobaan agregat terhadap kehancuran yang terjadi oleh
adanya tumbukan. Penguji cobaan ini sering disebut dengan istilah
Aggregate Impact Value (AIV) yang mana uji coba yang dilakukan untuk
mengetahui besaran nilai tumbukan (Impact) yang dihasilkan, sehingga
akan didaptkan mutu kualitas dari agregat yang digunakan.
Aggregate Impact Value (AIV) adalah besaran hasil perbandingan
dari sebuah agregat yang diujikan. Nilai ini didapat dari membandingkan
berat agregat yang telah dilakukan pengujian tumbukan (Impact) dengan
berat agregat awal. Berdasarkan British Standard nilai AIV yang
diperolehkan maksimal adalah ≥30%. Namun, jika hasil yang diperoleh
melebihi dari batas maksimal yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan
nilai AIV tidak normal yang mana agregat tersebut menujukan kehancuran
yang cukup besar sehingga agregat tidak terlalu kuat dalam menahan beban
tekan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, didapatkan rumusan
masalah berupa berapa besaran nilai Aggregate Impact Value (AIV) yang
akan didapat ?

1.3 Tujuan Penelitian


Pada praktikum modul III yang berjudul “Perhitungan Agregat
Kasar” ini memiliki tujuan agar praktikan dapat mengetahui berapa besaran
nilai dari agregat impact value (AIV).

1.4 Teori Dasar


Dalam pengujian kuat agregat terhadap beban yang diterima,
terlebih pada beban lalu lintas dengan memberikan simulasi beban terhadap
suatu benda uji atau sampel agregat yang mana pengujian ini biasanya
menggunakan beban tumbukan (Impact). Konsep dari pengujian ini adalah
memberikan tumbukan pada benda uji dengan alat yang Bernama Aggregate
impact machine yang akan memberikan tumbukan sebanyak 15 kali
tumbukan dengan rentan waktu tidak lebih dari 1 detik. Sehingga akan
dihasilkan agregat yang telah hancur dan kemudian dilakukan penimbangan
terhadap benda uji lalu dibandingkan dengan berat awal benda uji.
Perbandingan nilai yang didapat tersebut merupakan besaran nilai dari
Aggregate impact value (AIV).
Aggregate impact value (AIV) yang digunakan sebagai
pengklasifikasian agregat ini juga memiliki beberapa klasifikasi yang
berdasarkan pada besaran AIV yang diperoleh. Berikut merupakan
pembagian klasifikasinya (CementConcrete. 2019) :
Aggregate impact value (AIV) klasifikasi
< 10% Sangat kuat
10-20% Kuat
20-30% Cukup baik
>35% Lemah

Untuk praktikum percobaan uji tumbuk agregat atau Aggregate


Impact Value (AIV) didasari oleh British Standard, BS 812, bagian 3, tahun
1975.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Pada praktikum modul III yang berjudul “Perhitungan Agregat
Terhadap Tumbukan”, dapat diketahui bahwa alat yang digunakan antara
lain : Aggregat Impact Machine, Cylindrial Steel cup, palu baja, alat
pengunci palu, saringan dengan diameter 14.0 mm, 10.0 mm, 2.36 mm,
dan timbangan, oven. Sedangkan untuk bahan yang digunakan antara
lain, Agregat yang lolos saringan 14.0 mm, dan yang tertahan di saringan
10.0 mm, dan air.

2.2 Cara Kerja

Untuk praktikum modul III yang berjudul “Perhitungan Agregat


Terhadap Tumbukan”, sampel diambil sekitar setengah dari sampel yang
disediakan, lalu di timbang sebagai A gr. sampel di masukan ke dalam
cup (Cylindrial Steel Cup) dengan diratakan agar tidak melebihi tinggi
cup (50 mm) dan agak ditekan dengan dengan jari. Kemudian sampel tadi
di letakan di mesin Impact Aggregate dengan kondisi mesin berada pada
permukaan yang datar. Lalu ketinggian dari palu penumbuk diatur
ketinggiannya 380±5 mm. Pengunci palu dilepaskan dan dibiarkan jatuh
dengan sendirinya ke sampel tadi sebanyak 15 kali dengan rentan tidak
lebih dari 1 detik. Selanjutnya sampel yang telah ditumbuk disaring
dengan saringan 2.36 mm selama 1 menit dan di timbang beratnya yang
lolos dengan diberi tanda sebagai B dan yang tertahan diberi tanda
sebagai C gr. Dipastikan juga bahwa berat agregat tidak ada yang hilang,
jika sampel awal beratnya berbeda dengan sampel yang telah dilakukan
tumbukan, maka perlu dilakukan pengujian ulang. Dilakukan prosedur
dari awal untuk sisa sampel yang dimiliki.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1 Data Pengamatan
Berat (gram)
Item Pengujian simbol
sampel 1 sampel 2
berat sampel A 500 500
berat sampel setelah penekanan dan lewat
B 34 52,7
saringan 2.36 mm
berat sampel setelah penekanan dan tertahan
C 460 440
saringan 2.36 mm
Aggregate impact value (%) B/A 6,8 10,54
rata-rata AIV (%) 8,67

3.2 Pembahasan
Pada praktikum modul III kali ini dilakukan pengujian pada 2 sampel
yang tersedia dan menggunakan British Standard sebagai acuan nilai
AIV yang diperoleh. Pada ke 2 sampel yang diberikan masing-masing
sampel diperoleh berat awal sama-sama 500 gram sebagai A, lalu setelah
dilakukan pengujian didapatkan sampel yang tertumbuk dan terlewat
pada saringan ukuran 2.36 mm sebesar 34 gram pada sampel 1 dan 52,7
gram pada sampel 2 sebagai B. kemudiana hasil tersebut dibagi dengan
berat sampel awal dan dikali dengan 100. Maka dari pengujian ini
diperoleh nilai Aggregate Impact Value (AIV) sebesar 6.8 % pada sampel
1 dan 20,54 % pada sampel 2 dan diperoleh juga rata-rata (AIV) sebesar
8,67 %. Berdasarkan British Standard yang dijadikan acuan, maka nilai
AIV yang didapat pada kedua sampel tersebut bisa dikategorikan normal,
sebab hasil AIV yang diperoleh <30% yang mana batas maksimum yang
diperbolehkan adalah ≥30%. Jika melihat dari hasil yang didapat dan di
masukan ke dalam pengklasifikasian yang ada, maka kedua sampel
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai sangat kuat untuk lapisan
permukaan jalan raya.
BAB IV
SIMPULAN

Pada praktikum modul III kali ini diperoleh nilai aggregate


impact value (AIV) pada masing-masing sampel uji yaitu sebesar 6.8 %
pada sampel 1 dan 10,54 % pada sampel 2 dan diperoleh juga rata-rata
(AIV) sebesar 8,67 %. Jika dilihat pada British Standard niali AIV
dikatakan tidak normal jika memiliki nilai AIV ≥30%, tetapi pada
pengujian ini diperoleh nilai AIV <30% maka dapat diartikan jika AIV
pada agregat tersebut adalah normal.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. British Standar 812. (1975).


2. koordinator. (2018). Modul Praktikum Rekayasa Jalan. Jakarta:
Universitas Pertamina.
3. Rastono. (2018). Aggregate impact test. Diambil
kembali dari https://bmtdigital.co.id/index.php/alat-
laboratorium/aggregate- test/aggregate-test-1/aggregate-
impact-test
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN
MODUL 4

PERIODE I (2021/2022)

Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS PERTAMINA
2022
PERHITUNGAN INDEKS KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN
AGREGAT
Muhamad Irfan Rizqilah11,Mochammad Azzam Ar Rosyid11, Markus
Pandiangan11, Jovovich11, Bintang Rahman11
11
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan Infrastruktur, Universitas
Pertamina
*Corresponding author : irfanrizkillah12@gmail.com

Abstrak : Perkerasan jalan raya merupakan sebuah konstruksi yang mendukung proses
perkembangan jaringan raya, di mana dalam perkerasan jalan raya terdapat bahan penyusun yang
saling diperlukan, yaitu aspal dan agregat. Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian indeks
kepipihan dan kelonjongan yang berguna untuk acuan bahan penyusun perkerasan jalan, yang mana
dalam penyusun perkerasan jalan agregat yang miliki kepipihan dan kelonjongan berlebihan tidak
dapat digunakan karena sifatnya yang akan mudah hancur. Maka dengan adanya praktikum ini
diharapkan akan menghasilkan indeks kepipihan dan kelonjongan yang dapat di kategorikan masih
dapat digunakan atau cocok untuk bahan penyusun perkerasan aspal. Hasil dari pengujian ini
didapatkan nilai indeks pada agregat yang memenuhi syarat yang sesuai atau memiliki persentase
≥5 % yaitu sebesar 11,6% pada indeks kepipihan dan 11,6% pada indeks kelonjongan. Dari kedua
hasil yang diperoleh jika dibandingkan dengan spesifikasi British Standard BSI 812, bagian 3, tahun
1975 yang menyatakan bahwa indeks kepiphan dan kelonjongan maksimum yang diperbolehkan
adalah 25%. Maka kedua hasil pada pengujian tersebut adalah aman atau cocok sebagai bahan
penyusun perkerasan jalan raya karena nilai indeks yang diperoleh <25%.
Kata kunci : Agregat, Aspal, Indeks kepipihan, Indeks Kelonjongan, British Standard.

Abstract : : Highway pavement is a construction that supports the process of


developing the highway network, where in highway pavements there are mutually
required constituent materials, namely asphalt and aggregate. In this practicum,
we will test the flatness and elongation indices which are useful as a reference for
road pavement constituent materials, which in the aggregate road pavement
compilers that have excessive flatness and elongation cannot be used because they
are easily destroyed. So with this practicum, it is hoped that it will produce an index
of flatness and elongation that can be categorized as still usable or suitable for
asphalt pavement constituent materials. The results of this test obtained an index
value on the aggregate that meets the appropriate requirements or has a percentage
of 5%, which is 11,6% on the flatness index and 11,6% on the elongation index.
From the two results obtained, when compared with the specifications of the British
Standard BSI 812, part 3, 1975 which states that the maximum allowed flat and
tapered index is 25%. So the two results in the test are safe or suitable as a road
pavement constituent material because the index value obtained is <25%.
Keyword : Aggregate, Asphalt, Tha Flatness Index, The Elongation Index,
British Standard
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan jalan raya saat ini sedang dalam fase yang cukup
tinggi, beberapa daerah juga sedang gencar-gencarnya melakukan
perbaikan jalan raya bahkan pemerintah sekarang juga sedang melakukan
pembangunan ruas jalan yang cukup panjang dan banyak. Pembangunan
jalan ini didasari sebagai sarana pendukung terhadap kemajuan suatu
wilayah.
Dalam pembentukan perkerasan jalan terdapat bahan penyusun
yaitu aspal dan agregat, di mana kebutuhan bahan agregat yang akan
digunakan sebagai bahan pembentuk lapisan adalah 90-95% dari berat
campuran perkerasan jalan. Maka untuk mendapatkan hasil perkerasan jalan
yang memenuhi mutu kualitas yang diharapkan, diperlukan pengetahuan
tentang sifat-sifat dari agregat. Pengetahuan tentang sifat dari agregat ini
menjadi dasar dalam perencanaan perkerasan jalan. (Sukirman, 2003)
Sebagai bahan campuran dan pembentuk suatu perkerasan jalan,
maka suatu agregat harus memenuhi standar yang berlaku agar kualitas dari
aspal tetap terjaga. Pada penggunaan agregat pipih dan lonjong sebagai
bahan campuran pembentuk aspal, sebenarnya agregat tersebut tidak biasa
digunakan sebagai bahan campuran, karena sifatnya yang mudah hancur
dan mampu meningkatkan porositas. Namun, Bina Marga masih
membolehkan penggunaan agregat pipih dan lonjong dengan adanya
pembatasan penggunaan sebesar maksimal 25%. Agar kualitas dari
perkerasan aspal tetap baik dan mampu bertahan lama.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, didapatkan rumusan
masalah berupa :
1. Bagaimana indeks kepipihan agregat bisa didapatkan ?
2. Bagaimana indeks kelonjongan agregat bisa diperoleh ?
1.3 Tujuan Penelitian
Pada praktikum modul IV yang berjudul “Perhitungan Indeks
Kepipihan dan Kelonjongan Agregat” memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Praktikan dapat menentukan berapa indeks kepipihan agregat
2. Dapat menentukan indeks kelonjongan agregat

1.4 Teori Dasar


Pada batuan yang tersedia di alam ataupun batuan hasil crushing
plant terdapat beberapa fraksi agregat yang memiliki berbagai macam
bentuk. Berdasarkan spesifikasi British Standard Institution (BSI-1975)
bentuk agregat terbagi kebeberapa kategori, yaitu :
1. Bulat (Rounded)
2. Tidak beraturan (Irreguler)
3. Bersudut (Angular)
4. Pipih (Flaky)
5. Lonjong (Elongated)

Dari ke 5 (lima) bentuk agregat yang tersedia, pada praktikum kali


ini akan dilakukan pengujian agregat yang berbentuk pipih dan lonjong.
Bentuk agregat pipih dan lonjong merupakan bentuk agregat yang memiliki
perbandingan ukuran antara diameter terpendek, terpanjang, dan diameter
rata-rata. (British Standard Institution, 1975)
Pada praktikum modul IV kali ini yang mengenai uji indeks
kepipihan dan kelonjongan agregat, digunakan spesifikasi dari
British Standard, BSI 812, bagian 3, tahun 1975. Yang mana
perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut :
- Perhitungan indeks kepipihan agregat
Indeks kepipihan (%) = 𝑀𝑀3𝐸𝐸 𝑥𝑥 100 ................................... (1)
𝑀𝑀2

- Perhitungan indeks kelonjongan agregat


Indeks kelonjongan (%) = 𝑀𝑀3𝐸𝐸 𝑥𝑥 100 ................................... (2)
𝑀𝑀2

Dimana : M2 : berat total fraksi yang memenuhi syarat (gr)


M3E : berat totak yang lolos alat uji kepipihan (gr)
M3F : berat total yang lolos alat uji kelonjongan (gr)
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Pada praktikum modul IV yang berjudul “Perhitungan Indeks
Kepipihan dan Kelonjongan Agregat”, dapat diketahui bahwa alat yang
digunakan antara lain : alat pengukur kepipihan dan kelonjongan,
saringan dengan diameter 63.0 mm, 5.0 mm, 37.5 mm, 28.0 mm, 20.0 mm,
14.0 mm,10.0 mm, dan 6.3 mm, Timbangan, wadah agregat.
Sedangkan untuk bahan yang digunakan antara lain, Agregat yang
tertahan saringan 63.0 mm, dan yang lolos saringan 6.3 mm.

2.2 Cara Kerja


Untuk praktikum modul IV yang berjudul “Perhitungan Indeks
Kepipihan dan Kelonjongan Agregat” dilakukan penyiapan benda uji
terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian. Dalam penyiapan benda uji,
agregat sampel disaring sebanyak ± 5000 gr dalam urutan saringan yang
tersedia, kemudian sampel dipisahkan berdasarkan yang tertahan pada
saringan 63.0 mm dan yang lolos pada saringan ukuran 6.3 mm. sisa berat
dari sampel diberi nama M1 gr. Lalu setiap sampel yang tertahan pada
masing-masing saringan di letakan pada wadah yang tersedia dan diberi
label pada masing-masing ukuran saringan. Masing-masing sampel tadi
dicuci dan dikeringkan dengan menggunakan oven. Sampel yang tertahan
tadi di timbang dan dihitung persentase terhadap nilai M1. Kepipihan dan
kelonjongan diukur berdasarkan fraksi dan hanya fraksi yang sesuai atau
memiliki persentase ≥5 %. Berat total fraksi yang memiliki jumlah ≥5 %
dinyatakan sebagai M2.
Pengujian pada indeks kepipihan, satu fraksi yang telah memenuhi
syarat diambil dan diuji dengan dilewatkan dengan tangan pada tiap ukuran
alat pengukur kepipihan, untuk agregat yang butirannya sulit terlewat dapat
diukur pada sisi lainnya dengan didorong dan diputar. Butiran yang terlewat
dan tidak terlewat tadi dipisahkan lalu ditimbang. Dicatat jumlah total pada
sampel yang terlewat dan dinyatakan sebagai M3F. Dilakukan pengulangan
pengujian untuk fraksi yang sesuai syarat lainnya.
Pengujian pada indeks kelonjongan satu fraksi yang telah memenuhi syarat
diambil dan diuji dengan dilewatkan dengan tangan pada tiap ukuran alat
pengukur kelonjongan, untuk agregat yang butirannya sulit terlewat dapat
diukur pada sisi lainnya dengan didorong dan diputar. Butiran yang terlewat
dan tidak terlewat tadi dipisahkan lalu ditimbang. Dicatat jumlah total pada
sampel yang terlewat dan dinyatakan sebagai M3E. Dilakukan pengulangan
pengujian untuk fraksi yang sesuai syarat lainnya
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Kepipihan
Simbol Percobaan Satuan Nilai
Weight og aggregat retain
A sieve 3/8 before test Gram 500
Weight og aggregat retain
B sieve 3/8 after test Gram 442
Weight of flaky aggregat Gram 58
FIV Flakiness index value % 11,6

Tabel 3.2 Hasil Pengujian Kelonjongan


Simbol Percobaan Satuan Nilai
Weight og aggregat retain sieve
A 3/8 before test Gram 500
Weight og aggregat retain sieve
B 3/8 after test Gram 442
Weight of flaky aggregat Gram 58
FIV Flakiness index value % 11,6

3.2 Pembahasan
Pada praktikum modul IV kali ini dilakukan pengujian kepipihan
dan kelonjongan terhadap agregat yang lolos pada saringan 3/8 atau 9.8
mm, di mana hasil yang dicari adalah nilai dari indeks kepiphan dan
kelonjongan agregat. Maka dari pengujian tersebut diperoleh indeks
kepipihan agregat sebesar 11,6 % dan indeks kelonjongan sebesar 11,6 %.
Berdasarkan spesifikasi British Standard, BS 812, bagian 3, tahun 1975,
indeks kepipihan dan kelonjongan yang dapat digunakan sebagai bahan
campuran aspal adalah maksimal 25% dan menurut spesifikasi dari ASTM
D-4791-95 batas maksimal indeks kepipihan dan kelonjongan yang
diperbolehkan adalah ≤45%, sedangkan hasil yang diperoleh pada saat
praktikum adalah 11,6% pada uji kepipihan dan 11,6% pada uji
kelonjongan. Kedua hasil tersebut jauh dari batas maksimal yang
ditetapkan oleh kedua acuan yang digunakan. Maka hasil tersebut
menandakan bahwa agregat yang diujikan sangat cocok untuk digunakan
dalam bahan campuran aspal.
BAB IV
SIMPULAN

Pada praktikum modul IV kali ini disimpulkan bahwa agregat


yang disaring menggunakan nomor 3/8 (9.5 mm) diperoleh nilai indeks
kepipihan sebesar 11,6% dan indeks kelonjongan sebesar 11,6%, maka
agregat tersebut cocok digunaka sebagai bahan campuran aspal
dikarenakan nilai indeksnya <25% dari spesifikasi British Standard, BS
812, bagian 3, tahun 1975 dan <45% yang berdasarkan spesifikasi ASTM
D-4791-95.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. ASTM D-4791-95. (1995). Diambil kembali dari Flat Particles,


Elongated Particles, or Flat & Elongated Particles in Coarse
Aggregate.
2. koordinator. (2018). Modul Praktikum Rekayasa Jalan.
Jakarta: Universitas Pertamina.
3. Sukirman. (2003). Beton Aspal Campuran Panas. Bandung: Grafika
Yuana Marga
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN
MODUL 5

PERIODE I (2021/2022)

Kelompok XI
Nama Mahasiswa/NIM : Muhamad Irfan Rizqilah/
104119042

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS PERTAMINA
2022
PERHITUNGAN KEAUSAN AGREGAT
MENGGUNAKAN ALAT ABRASI LOS ANGELES
Muhamad Irfan Rizqilah11,Mochammad Azzam Ar Rosyid11, Markus
Pandiangan11, Jovovich11, Bintang Rahman11
11
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan Infrastruktur, Universitas
Pertamina
*Corresponding author : irfanrizkillah12@gmail.com

Abstrak : Perkembangan pembangunan saat ini sangatlah progresif terutama pada sektor
pembangunan proyek jalan raya. Pada pembangunan proyek jalan raya sangat dibutuhkan adanya
agregat sebagai bahan campuran dalam perkersan jalan, sehingga perlu adanya pemeriksaan kondisi
agregat terutama pada tingkat keausan agregatnya. Maka dari itu pada praktikum kali ini akan
dilakukan pengujian keausan pada agregat menggunakan mesin abrasi Los Angeles. Dari pengujian
ini dilakukan dengan menggunakan 2 contoh sampel, dari kedua sampel tersebut didapatkan nilai
persentase keausan dengan cara membandingkan berat awal agregat dengan berat agregat
sesudahnya dan dikalikan 100%. Maka akan diperoleh nilai persentase keausan sebesar 59.16% pada
sampel 1 dan 15.2% pada sampel 2. Namun, berdasarkan SNI 03-2417-1991 tentang uji coba
keausan terhadap agregat menentukan bahwa nilai keausan maksimum ≤40%, maka jika dilihat pada
kedua sampel tersebut hanya pada sampel kedualah nilai keausan dapat dinyatakan baik digunakan
sebagai bahan campuran perkerasan jalan karena nilainya hanya 15.2% jauh di bawah nilai
maksimum yang ditetapkan. Tapi pada sampel 1 nilai keausannya melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan, sehingga sampel 1 tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran pada perkerasan
jalan, jika sampel 1 tetap digunakan maka kualitas campuran perkerasan jalan akan menjadi buruk
dan akan mempercepat kerusakan aspal.
Kata kunci : Keausan Agregat, Mesin Abrasi Los Angeles, SNI 03-2417-1991

Abstract : The development of current development is very progressive, especially


in the sector of highway project development. In the construction of highway
projects, it is very necessary to have aggregate as a mixture in road pavement, so
it is necessary to check the condition of the aggregate, especially at the level of
wear and tear of the aggregate. Therefore, in this practicum, wear testing will be
carried out on aggregates using a Los Angeles abrasion machine. From this test,
using 2 samples, from the two samples the wear percentage value was obtained by
comparing the initial weight of the aggregate with the weight of the aggregate
afterwards and multiplied by 100%. Then it will be obtained the percentage wear
value of 59.04% in sample 1 and 3.2% in sample 2. However, based on SNI 03-
2417-1991 regarding wear testing on aggregates, it is determined that the
maximum wear value is ≤40%, so if you look at the two samples only in the second
sample the wear value can be stated as good for use as a road pavement mixture
because the value is only 3.2%, far below the maximum value specified. But in
sample 1 the wear value exceeds the maximum allowable limit, so sample 1 cannot
be used as a mixture material on road pavements. if sample 1 is still used, the
quality of the mixture will be bad and will accelerate asphalt damage.
Keyword : Aggregate Wear, Los Angeles Abrasion Machine, SNI 03-2417-1991
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pembentukan perkerasan jalan terdapat bahan penyusun yaitu
aspal dan agregat, di mana kebutuhan bahan agregat yang akan digunakan
sebagai bahan pembentuk lapisan adalah 90-95% dari berat campuran
perkerasan jalan. Maka untuk mendapatkan hasil perkerasan jalan yang
memenuhi mutu kualitas yang diharapkan, diperlukan pengetahuan
tentang sifat-sifat dari agregat. Pengetahuan tentang sifat dari agregat ini
menjadi dasar dalam perencanaan perkerasan jalan. (Sukirman, 2003)
Maka pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian nilai
keausan pada agregat dengan menggunakan alat yang Bernama mesin Los
Angeles. Dari pengujian tersebut akan dihasilkan nilai keausan pada
agregat yang diujikan sehingga nilai tersebut dapat dijadikan sebagai
acuan dalam menentukan bahan campuran agregat tersebut. Praktikum
kali ini menggunakan SK SNI 03-2417-1991 sebagai acuan dalam
menentukan batas maksimum nilai keausan yang diperbolehkan,
berdasarkan hal itu nilai keausan yang diperbolehkan adalah sebesar ≤
40%, sehingga jika didapatkan nilai keausan agregat yang > 40% maka
agregat tersebut dinyatakan tidak baik sebagai bahan campuran pada
perkerasan jalan raya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, didapatkan
rumusan masalah berupa, bagaimana cara menentukan hasil nilai keausan
yang diperoleh pada pengujian agregat kasar tersebut ?

1.3 Tujuan Penelitian


Pada praktikum modul V yang berjudul “Perhitungan Keausan
Agregat Menggunakan Alat Abrasi Los Angeles” memiliki tujuan pratikan
dapat menentukan ketahanan agregat kasar yang lebih kecil dari 37.4 mm
(1.5”) terhadap keausan menggunakan alat Los Angeles.

1.4 Teori Dasar


Keausan merupakan hasil perbandingan antara berat semula bahan
agregat dengan berat hasil saringan yang dinyatakan dalam nilai persentase.
Dan pengujian ini menggunakan alat yang Bernama mesin Los Angeles.
Daya tahan terhadap beban mekanis dapat diperiksa dengan
melakukan pengujian abrasi menggunakan mesin abrasi Los Angeles yang
sesuai dengan SK SNI 03-2417-1991. Secara mekanis pemeriksaan ini
menggunakan bola-bola baja yang di masukkan secara bersamaan dengan
agregat ke dalam mesin Los Angeles.
Berdasarkan SK SNI 2417-1991, nilai keausan agregat
tergolong sebagai berikut :
1. Keausan > 40% tidak baik digunakan sebagai
bahan campuran perkersan jalan
2. Keausan ≤ 40% baik digunakan sebagai bahan
campuran perkerasan jalan.
Pada praktikum modul V kali ini yang mengenai uji keausan agregat
menggunakan mesin Los Angeles dan menggunakan SK SNI 2417-1991
yang dijadikan acuan pada praktikum kali ini.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Pada praktikum modul V yang berjudul “Perhitungan Keausan
Agregat Menggunakan Alat Abrasi Los Angeles”, dapat diketahui bahwa
alat yang digunakan antara lain : mesin Los Angeles yang terdiri dari silinder
baja tertutup di kedua sisinya dengan diameter 71 cm dan Panjang 50 cm,
lalu ada bola-bola baja dengan diameter 4.68 cm dengan berat 400-440
gram, saringan mulai dari ukuran 37.5 mm hingga 2.38 mm, timbangan dan
oven. Sedangkan untuk bahan yang digunakan antara lain, Agregat kasar.

2.2 Cara Kerja


Untuk praktikum modul V yang berjudul “Perhitungan Keausan
Agregat Menggunakan Alat Abrasi Los Angeles” dilakukan penyiapan
benda uji terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian. Yaitu
dibersihkan sampel hingga benar-benar bersih lalu dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 110 ± 5˚C. kemudian sampel yang telah
dibersihkan dipisahkan berdasarkan fraksi yang telah ditentukan.
Dilanjutkan dengan prosedur pengujian berupa dimasukkannya sampel
dan bola baja ke mesin Los Angeles dan diputar dengan kecepatan 30
hingga 33 rpm sebanyak 100 ± 1 putaran. Kemudian sampel dikeluarkan
dan di saring pada saringan 4.47 mm (No. 4) dan 1.7 mm (No. 12). Dan
agregat yang lebih besar dari 1.7 mm atau tertahan pada kedua saringan
tersebut dibersihkan lagi dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu
110± 5˚C hingga beratnya tidak berubah. Dan terakhir ditimbang dan
dicatat hasilnya.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1 Data Pengamatan
Grad pemeriksaan B
Ukuran saringan I II
Berat Berat Berat Berat
Lewat sebelum sesudah sebelum Sesudah
(mm) Tertahan(mm) (a) (b) (a) (b)
19 12.7 2500 2500
12.7 9.5 2500 2500
Jumlah Berat 5000 2042 5000 4240
Keausan(%) 59,16 15,2

3.2 Pembahasan
Pada praktikum modul V kali ini dilakukan pengujian keausan
agregat menggunakan alat abrasi Los Angeles dengan menggunakan 2
sampel agregat kasar yang masing-masing dari sampel telah dilakukan
pemeriksaan gradasi menggunakan saringan sehingga diperoleh kriteria
pada saringan 19 mm terlewat dan 12.7 mm tertahan pada sampel 1. Dan
pada 12.7 mm terlewat dan 9.5 mm tertahan pada sampel 2. Dengan berat
total awal dari kedua sampel tersebut adalah 5000 gram. Setelah dilakukan
pengujian keausan dengan melakukan perbandingan selisih berat semula
dan berat sesudah lalu dikalikan 100% diperoleh nilai keausan pada sampel
1 sebesar 59.16 % dan 15,2 % pada sampel 2. Berdasarkan SK SNI 03-2417-
1991 tentang spesifikasi nilai keausan yang diperolehkan adalah ≤ 40%, dan
hanya pada sampel 2 yang termasuk ke dalam kategori baik untuk
digunakan sebagai bahan campuran perkerasan jalan. Sedangkan pada
sampel 1 nilai keausan melebihi batas maksimum yang diperbolehkan,
sehingga pada sampel 1 tidak baik bila digunakan untuk bahan campuran
perkerasan jalan, jika tetap digunakan sebagai bahan campuran pada
perkerasan jalan maka kualitas perkerasan akan buruk dan mengakibatkan
jalan mudah rusak. Hasil keausan yang tinggi pada sampel 1 ini dapat terjadi
karena kualitas pada agregat yang diujikan sangat buruk terlihat pada tabel
3.1
bahwa jumlah total agregat yang lolos pada saringan sangatlah
sedikit, hal ini membuktikan bahwa sampel 1 memiliki agregat
yang kurang baik.
BAB IV
SIMPULAN
Pada praktikum modul V kali ini disimpulkan bahwa nilai keausan
pada agregat yang dilakukan pengujian berupa 2 sampel agregat, yang
mana nilai keausan pada sampel 1 sebesar 59.16 % dan 15,2 % pada
sampel 2. Berdasarkan SK SNI 03-2417-1991 tentang spesifikasi nilai
keausan yang diperolehkan adalah ≤ 40%, sehingga dari kedua sampel
tersebut yang memenuhi kriteria dari SK SNI 03-24170-1991 adalah
sampel 2 dan dapat digunakan dengan baik sebagai bahan campuran pada
perkerasan jalan. Sedangkan pada sampel 1 nilai keausannya melebihi
batas maksimum yang diperbolehkan sehingga sampel 1 tidak dapat
digunakan sebagai bahan campuran pada perkerasan jalan. Hasil pada
sampel 1 ini dapat terjadi akibat kualitas agregat yang diujikan sangat
buruk, terlihat pada tabel 5.1 di mana jumlah total agregat yang lolos
saringan sangatlah sedikit.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. koordinator. (2018). Modul Praktikum Rekayasa Jalan Jakarta:


Universitas Pertamina.
2. NN. (2017, April 07). Cara Menguji Keausan Agregat Dengan
Mesin Los Angeles. Diambil kembali dari
KITASIPIL.COM: https://www.kitasipil.com/2017/04/cara-
menguji-keausan-agregat- dengan.html
3. Sukirman. (2003). Beton Aspal Campuran Panas.
Bandung: Grafika Yuana Marga.

Anda mungkin juga menyukai