MODUL 1
PERIODE I (2020/2021)
Kelompok VII
Dila Syahda Adiratna7*, Faisal Aziz7, Rafid Shadiq Marwan7, Rifat Santana7,
Muhammad Avila Siddiq Ardian7
Abstrak : Agregat kasar merupakan salah satu komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu
mengandung 90%-95% agregat berdasarkan persentase berat. Maka dari itu, untuk mengetahui sifat
dari agregat sangat lah penting dikarenakan berkaitan dengan analisis perkerasan jalan salah satunya
dengan melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar. Pengujian bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar penyerapan agregat terhadap aspal dalam campuran dan mengevaluasi
nilai tersebut berdasarkan spesifikasi. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, didapatkan besar
penyerapan yaitu 4.149%. Besarnya nilai penyerapan dipengaruhi oleh berat jenis curah (bulk), berat
jenis kering permukaan jenuh (SSD), dan berat jenis semu (apparent). Menurut ASTM G127-68,
daya serap maksimum yang diperbolehkan tidak boleh melebihi 30%, hal ini dikarenakan akan
berpengaruh pada daya ikat aspal dengan agregat.
Kata kunci : agregat kasar, berat jenis curah,berat jenis kering permukaan jenuh, berat jenis
semu,penyerapan.
Abstract : Coarse aggregate is one of the main components of the pavement layer,
which contains 90% -95% aggregate based on weight percentage. Therefore, to
find out the properties of the aggregate is very important because it is related to the
analysis of the pavement, one of which is by testing the density and absorption of
coarse aggregates. The test aims to determine how much aggregate absorption of
the asphalt in the mixture and evaluate this value based on specifications. Based on
the tests that have been carried out, it was found that the absorption rate was
4.149%. The amount of absorption value is influenced by bulk density, saturated
surface dry specific gravity (SSD), and apparent specific gravity. According to
ASTM G127-68, the maximum permissible absorption capacity should not exceed
30%, this is because it will affect the binding capacity of the asphalt with the
aggregate.
Keywords : : coarse aggregate, bulk specific gravity, saturated surface dry specific
gravity, apparent specific gravity, absorption.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkerasan jalan merupakan upaya pelapisan jalan yang berada diatas
permukaan tanah dasar dengan menggunakan berbagai campuran agregat dan
bahan perekat. Menurut Tenriajeng (2002) dalam buku yang berjudul Rekayasa
Jalan Raya-2, bahan untuk perkerasan jalan yaitu agregat berupa batu pecah,
batu kali, hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang digunakan
dapat berupa aspal, semen, atau tanah liat.
Sebelum melaksanakan perkerasan jalan, perlu diperhatikan beberapa hal
salah satunya pada agregat. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan
perkerasan jalan yaitu mengandung 90%-95% agregat berdasarkan persentase
berat, atau 75%-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dikarenakan
pentingnya suatu agregat dalam perkerasan jalan maka perlu diadakannya
pengujian terhadap bahan agregat terutama agregat kasar karena umumnya
berukuran agak besar dan berbentuk pecahan yang tidak rata sehingga
mempunyai berat jenis dan tingkat penyerapan yang berbeda-beda. Hal ini
dapat mempengaruhi dalam pembuatan Job Mix Formula (JMF) pada
perkerasan jalan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
a. Bagaimana menentukan berat jenis curah, berat jenis kering permukaan,
dan berat jenis semu pada agregat kasar?
b. Bagaimana menentukan besar penyerapan yang terjadi pada agregat kasar?
c. Apa yang akan terjadi bila penyerapan tidak memenuhi syarat yang
berlaku?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat ditentukan tujuan dilakukannya
praktikum sebagai berikut:
a. Menentukan berat jenis curah, berat jenis kering permukaan, dan berat
jenis semu pada agregat kasar.
b. Menentukan besar penyerapan yang terjadi pada agregat kasar.
c. Menentukan resiko akibat penyerapan pada agregat kasar terhadap aspal.
1.4 Teori Dasar
Agregat kasar merupakan salah satu komponen penting dalam penyusun
aspal. Menurut Saodang (2005) berdasarkan ukuran besaran butir dibedakan
sebagai agregat kasar dengan ukuran butir > ¼” (6.35 mm) yaitu bahan yang
tertahan saringan no.4. Selain itu, terdapat beberapa parameter yang bisa
dijadikan acuan dalam penyusunan aspal.
Menurut Sukirman (2003), parameter kualitas campuran aspal yang
digunakan untuk mengolah data meliputi:
1. Berat jenis curah (Bulk Spesific Gravity) merupakan berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat kering dan seluruh volume agregat,
dengan menggunakan persamaan:
𝑩𝑲
𝑩𝒖𝒍𝒌 𝑺𝒑𝒆𝒔𝒊𝒇𝒊𝒄 𝑮𝒓𝒂𝒗𝒊𝒕𝒚 = (1.1)
(𝑩𝑱−𝑩𝑨)
2. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) ialah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering permukaan dam
seluruh volume agregat, dengan menggunakan persamaan.
𝑩𝑱
𝑺𝑺𝑫 = (𝑩𝑱−𝑩𝑨) (1.2)
3. Berat jenis semu (Apparent Spesific Gravity) adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume
agregat yang tidak dapat diresapi oleh air, dengan menggunakan
persamaan:
𝑩𝑲
𝑨𝒑𝒑𝒂𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑺𝒑𝒆𝒔𝒊𝒇𝒊𝒄 𝑮𝒓𝒂𝒗𝒊𝒕𝒚 = (1.3)
(𝑩𝑲−𝑩𝑨)
Dengan penentuan berat jenis tersebut, dapat diperoleh besarnya
kemampuan suatu agregat menyerap air (Absorpstion) dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝑩𝑱−𝑩𝑲
𝑨𝒃𝒔𝒐𝒓𝒑𝒔𝒊𝒐𝒏 = 𝑩𝑲 𝒙𝟏𝟎𝟎% (1.4)
Keterangan:
BK = Berat benda uji kering oven (gram)
BJ = Berat benda uji kering permukaan (gram)
BA = Berat benda uji dalam air (gram)
Absorpsion (penyerapan) merupakan persentase berat air yang dapat
diserap pori terhadap berat agregat kering. Menurut ASTM G127-68, syarat
penyerapan maksimum untuk agregat kasar sebesar 3%, jika lebih dari 3%
dapat diartikan bahwa terlalu banyak pori dan akan mengakibatkan terlalu
banyak aspal yang terserap sehingga berakibat lapisan aspal menjadi tipis lalu
akan berpengaruh terhadap keawetan lapisan aspal.
2. Batu pecah ½”
Tabel 1.3 Data Pengamatan Batu Pecah ½”
Percobaan Simbol Data
Berat kering + cawan (gram) BK+C 1259
Berat jenuh+cawan (gram) BJ+C 1299
Berat sampel dalam air+keranjang (gram) BA+K 1299
Berat cawan (gram) C 295
Berat Keranjang dalam air (gram) K 655
3.2 Pembahasan
3.2.1. Hasil
Dari hasil pengujian didapatkan pada setiap batu pecah ½” dan ¾”
memiliki berat jenis yang berbeda. Pada batu pecah ½” berat jenis yang
dihasilkan lebih besar dibandingkan batu pecah ¾”, hal ini dikarenakan
adanya perbedaan berat yang dihasilkan benda uji ketika di dalam air.
Dalam perhitungan untuk mendapatkan masing-masing berat jenis dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.4 Perhitungan Berat jenis dan Penyerapan
Perhitungan Batu pecah ¾” Batu pecah ½”
Berat jenis curah 964 964
= =
(Bulk Specific (1004 − 556) (1004 − 644)
Gravity) = 2.152 = 2.678
𝑩𝑲
(𝑩𝑱 − 𝑩𝑨)
Berat jenis kering 1004 1004
= =
permukaaan (SSD) (1004 − 556) (1004 − 644)
𝑩𝑱 = 2.241 = 2.789
(𝑩𝑱 − 𝑩𝑨)
BAB IV KESIMPULAN
Dari pengujian yang dilakukan, untuk menentukan nilai dari berat jenis curah
yaitu dengan melakukan perbandingan antara berat agregat kering oven dengan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh,
sedangkan berat jenis kering permukaan dengan melakukan perbandingan berat
agregat kering permukaan jenuh dengan berat air suling, dan untuk berat jenis semu
yaitu dengan perbandingan antara berat agregat kering oven dengan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
Setelah didapatkan berat jenis pada setiap sampel, dapat diketahui besarnya
penyerapan yang terjadi sebesar 4.149% untuk kedua jenis material. Menurut
ASTM G127-68 daya serap maksimum sebesar 3%. Jika daya serap agregat sangat
tinggi, agregat akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses
pencampuran aspal. Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada dipermukaan
agregat yang berguna untuk mengikat partikel agregat menjadi lebih sedikit
sehingga akan menghasilkan asoal yang tipis (Toruan,2013).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukirman, Silvia. (2003). Beton Aspal Campuran Panas. Bandung : Grafika
Yuana Marga.
2. Tenriajeng, A.T. (2002). Rekayasa Jalan Raya-2. Jakarta : Gunadarma.
3. Toruan LA., dkk “Pengaruh Porositas Agregat Terhadap Berat Jenus
Maksimum Campuran”. Jurnal Sipil Statik Volume 1 No.3 Edisi 2013.