Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM REKAYASA JALAN

MODUL 4

PERIODE I (2020/2021)

Kelompok VII

Nama Mahasiswa/NIM : Dila Syahda


Adiratna/104118059

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
INDEKS KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN

Dila Syahda Adiratna7*, Faisal Aziz7, Rafid Shadiq Marwan7, Rifat Santana7,
Muhammad Avila Siddiq Ardian7

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan Infrastruktur, Universitas


Pertamina
*Corresponding author: dilasyahda30@gmail.com

Abstrak : Dalam mendesain perkerasan jalan dibutuhkan pemahaman menyeluruh mengenai


karakteristik material utama salah satunya yaitu material agregat. Maka dari itu dilakukan pengujian
indeks kepipihan dan kelonjongan suatu agregat yang bertujuan untuk mengetahui nilai indeks
kepipihan dan kelonjongan dari material agregat. Dari pengujian yang dilakukan didapatkan
besarnya nilai Indeks Kepipihan Aggregat adalah 28.2% begitupula dengan nilai Indeks Kepipihan
Aggregat sebesar 28.2%. Berdasarkan British Standard BS 812 Part 3 tahun 1975 menyatakan
bahwa nilai maksimum untuk Indeks Kepipihan dan Kelonjongan sebesar 25%. Dengan demikian
nilai Indeks kepipihan dan kelonjongan dari benda uji tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga tidak
dapat digunakan sebagai bahan campuran perkerasan jalan.
Kata kunci :.agregat, british standard, indeks kelonjongan, indeks kepipihan, perkerasan jalan

Abstract : In designing a pavement, a thorough understanding of the


characteristics of the main material is needed, one of which is the aggregate
material. Therefore, testing the flakes and gaps index of an aggregate which aims
to determine the value of the flakiness and slope index of the aggregate material.
From the tests conducted, it was found that the value of the Aggregate Flakes Index
was 28.2% as well as the Aggregate Flakes Index value of 28.2%. Based on British
Standard BS 812 Part 3 of 1975, it states that the maximum value for the Flake and
Slope Index is 25%. The value of the flakiness and slope index of the test object is
not in accordance with the specifications so that it cannot be used as a mixture of
road pavement.
Keywords : aggregate, British standard, elongation index value,flakiness index
value, pavement design

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkerasan lentur terdiri atas agregat sebagai material utama dan aspal
sebagai bahan pengikat. Menurut Wright dan Dixton (2004) mengatakan
desain yang tepat dari perkerasan lentur membutuhkan pemahaman
menyeluruh tentang karakteristik material dimana perkerasan harus disusun
dan didirikan secara sistematis. Salah satunya dengan melakukan pengujian
indeks kepipihan dan kelonjongan aggregate. Pengujian ini akan berpengaruh
pada daya tahan dan kelekatan aspal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana menentukan indeks kelonjongan dan kepipihan agregat?
b. Bagaimana aggregate dikategorikan lonjong maupun pipih?
c. Apa pengaruh indeks kelonjongan dan kepipihan suatu agregat terhadap
aspal
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, dapat ditentukan tujuan dari pengujian berikut:
a. Menentukan indeks kelonjongan dan kepipihan agregat
b. Menentukan aggregate dikategorikan lonjong maupun pipih
c. Menentukan pengaruh indeks kelonjongan dan kepipihan suatu agregat
terhadap aspal.
1.4 Teori Dasar
Aggregat adalah bahan keras yang apabila dipadatkan sehingga akan
membentuk struktur pokok bangunan jalan dengan atau tanpa penambahan
bahan pengikat (Sukirman,1999). Aggregat kasar adalah aggregate yang
ukurannya lebih besar dari 2.00 mm (ayakan No.10) dan harus terdiri atas
butiran-butiran atau pecahan-pecahan batu,kerikil atau slag yang keras dan
awet (SNI 03-6388-2000). Untuk mendapatkan aggregat yang memenuhi
spesifikasi dilakukan beberapa pengujian salah satunya yaitu pengujian indeks
kepipihan dan kelonjongan aggregate. Menurut RSNI T 01-2005 mengatakan
aggregate berbentuk lonjong adalah butiran aggregat yang memiliki rasio
panjang terhadap lebar lebih besar dari nilai yang ditentukan dalam spesifikasi.
Sedangkan aggregate berbentuk pipih adalah butiran aggregat yang mempunya
rasio lebar terhadap tebal lebih besar dari nilai yang ditentukan dalam
spesifikasi.

Gambar 4.1.1 Agregat lonjong Gambar 4.1.2 Agregat pipih


Aggregat yang pipih memiliki kelemahan yaitu kurang bisa menerima
beban kejut dari kendaraan serta lemah dalam interlocking satu sama lain.
Ketika aggregat tersebut menerima beban kejut, kemungkinan aggregat itu
menahan beban dibandingkan dengan aggregat tersebut akan lebih besar
kemungkinan aggregat patah terlebih dahulu (Wright dan Dixon, 2004)
Untuk menentukan besarnya indeks kepipihan dan kelonjongan pada suatu
aggregate dapat menggunakan persamaan berikut:
𝑨−𝑩
𝑭𝒍𝒂𝒌𝒊𝒏𝒆𝒔𝒔/𝑬𝒍𝒐𝒏𝒈𝒂𝒕𝒊𝒐𝒏 𝑰𝒏𝒅𝒆𝒌𝒔 = 𝑨 𝒙𝟏𝟎𝟎% (4.1)
Dimana:
A = Weight of Aggregate Retain Sieve 3/8 before test (gram)
B = Weight of Aggregate Retain Sieve 3/8 after test (gram)
BAB II METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Pengujian indeks kepipihan dan kelonjongan agregat menggunakan alat
berikut, yaitu alat pengukur kepipihan dan kelonjongan, saringan dengan
urutan diameter saringan 63.0 mm, 50.0 mm, 37.5 mm, 28.0 mm, 20.0 mm,
14.0 mm, 10.0 mm, dan 6.3 mm, timbangan, wadah agregat sebanyak saringan
yang ada.
Bahan yang digunakan dalam pengujian ini merupakan agregat kasar
dengan berat 500 gram

Gambar 4.1.3 Alat pengukur kepipihan agregat


(Sumber: 123dok.com)

Gambar 4.1.3 Alat pengukur kelonjongan agregat


(Sumber: helm-proyek.blogspot.com)
Gambar 4.1.4 Timbangan
(Sumber: ocean.itb.ac.id)

Gambar 4.1.5 Saringan dan wadah agregat


(Sumber: docplayer.info)

Gambar 4.1.6 Agregat kasar


2.2 Cara Kerja
Agregat disaring terlebih dahulu, lalu dipisahkan agregat yang tertahan pada
saringan 63.0 mm dan yang lolos saringan 6.3 mm. Berat sisa agregat
dinyatakan sebagai M1 (gram). Kemudian agregat yang tertahan disetiap
saringan dimasukkan kedalam masing-masing wadah yang ditandai sesuai
dengan diameter masing-masing saringan, lalu masing-masing sampel dicuci
dan dikeringkan dalam oven kemudian agregat yang tertahan pada tiap
saringan ditimbang dan dihitung persentasenya terhadap M1. Pengukuran
kepipihan dan kelonjongan dilakukan per fraksi dan hanya fraksi yang
memiliki persentase berat lebih besar atau sama dengan 5%. Jumlah berat total
fraksi yang memiliki presentase berat lebih besar atau sama dengan 5%
dinyatakan sebagai M2 (gram). Selanjutnya diambil salah satu fraksi yang
memenuhi syarat (persentase tertahan lebih besar atau sama dengan 5%) dan
dilewatkan menggunakan tangan pada alat penguji kepipihan sesuai dengan
ukurannya dan dipisahkan antara yang dapat lewat dan tidak lewat, tak lupa
ditimbang. Kemudian dilakukan hal yang sama terhadap fraksi lainnya.
Prosedur ini pula digunakan untuk mengujian kelonjongan tetapi alat yang
digunakan berupa alat penguji kelonjongan.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari hasil pengujian yang dilakukan pada agregat didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.1.1 Indeks Kepipihan Agregat
Percobaan Nilai
Weight of Aggregat Retain Sieve 3/8 before test (A) 500 gram
Weight of Aggregat Retain Sieve 3/8 after test (B) 359 gram
Weight of Flaky Agg 141 gram
Flakiness Index Value 28.2%

Tabel 4.1.2 Indeks Kelonjongan Agregat


Percobaan Nilai
Weight of Aggregat Retain Sieve 3/8 before test (A) 500 gram
Weight of Aggregat Retain Sieve 3/8 after test (B) 359 gram
Weight of Elongation Agg 141 gram
Elongation Index Value 28.2%
3.2 Pembahasan
3.2.1. Perhitungan
1. Weight of Flaky Agg
𝑨 − 𝑩 = 𝟓𝟎𝟎 𝒈𝒓𝒂𝒎 − 𝟑𝟓𝟗 𝒈𝒓𝒂𝒎 = 𝟏𝟒𝟏 𝒈𝒓𝒂𝒎
2. Weight of Elongation Agg
𝑨 − 𝑩 = 𝟓𝟎𝟎 𝒈𝒓𝒂𝒎 − 𝟑𝟓𝟗 𝒈𝒓𝒂𝒎 = 𝟏𝟒𝟏 𝒈𝒓𝒂𝒎
3. Flakiness Index Value
𝑨−𝑩 𝟏𝟒𝟏
𝒙𝟏𝟎𝟎% = 𝒙𝟏𝟎𝟎% = 𝟐𝟖. 𝟐%
𝑨 𝟓𝟎𝟎
4. Elongation Index Value
𝑨−𝑩 𝟏𝟒𝟏
𝒙𝟏𝟎𝟎% = 𝒙𝟏𝟎𝟎% = 𝟐𝟖. 𝟐%
𝑨 𝟓𝟎𝟎
3.2.2. Analisis Hasil
Nilai indeks kepipihan dan kelonjongan menunjukkan persentase
jumlah agregat pipih atau lonjong. Semakin besar nilai indeks yang
dihasilkan maka semakin banyak jumlah agregat pipih atau lonjong
dalam perkerasan jalan. Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang
didapat pada praktikum, bahwa nilai Indeks kepipihan dan Indeks
kelonjongan adalah 28.2%. Berdasarkan standar spesifikasi British
Standard, BS 812 Part 3 tahun 1975, agregat yang dipakai termasuk
agregat yang tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran perkerasan
jalan karena nilai maksimal indeks kepipihan dan indeks kelonjongan
agregat adalah 25%. Dalam perkerasan jalan, bentuk pipih dan atau
lonjong tidak diharapkan dalam struktur perkerasan jalan. Hal ini
dikarenakan sifatnya yang mudah patah sehingga akan mempengaruhi
gradasi agregat, interlocking serta menyebabkan peningkatan porositas
perkerasan tidak beraspal.
BAB IV KESIMPULAN
Dari pengujian ini dapat ditentukan indeks kelonjongan dan kepipihan dari
agregat dengan cara selisih berat agregat tertahan di saringan 3/8 sebelum pengujian
dengan sesudah pengujian dibagi dengan berat agregat tertahan saringan 3/8, untuk
mempermudah dapat dilihat pada persamaan 4.1 didapatkan nilai indeks kepipihan
dan kelonjongan sebesar 28.2%. Hasil tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi
dikarenakan nilai indeks kepipihan dan kelonjongan maksimum 25%. Dengan
demikian agregat tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran perkerasan jalan.
Nilai indeks kepipihan dan kelonjongan berguna untuk mengetahui persentase
jumlah agregat pipih atau lonjong. Semakin besar nilai indeks yang dihasilkan maka
semakin banyak jumlah agregat pipih atau lonjong dalam perkerasan jalan. Hal itu
tidak diperbolehkan dikarenakan sifatnya yang mudah patah sehingga akan
mempengaruhi gradasi agregat, interlocking serta menyebabkan peningkatan
porositas perkerasan tidak beraspal.
Agregat dikategorikan lonjong yaitu agregat yang memiliki dimensi lebih besar
dari 1.8 kali rata-rata ukuran lubang saringan yang membatasi ukuran fraksi partikel
tersebut. Sedangkan agregat dikategorikan pipih yaitu agregat yang memiliki
dimensi lebih kecil dari 0.6 kali rata-rata dari lubang saringan yang membatasi
ukuran fraksi dari partikel tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. British Standard Institution, BS 812 Part 3, (1975). Method for Sampling and
Testing of Material Agregates. London : British Standards Institution.
2. Departemen Pekerjaan Umum (2000). Spesifikasi Agregat Lapis Pondasi
Bawah, Lapisan Pondasi Atas dan lapis permukaan SNI 03-6388-2000. Jakarta
: Standar Nasional Indonesia
3. Sukirman, Silvia. (1999). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung : Grafika
Yuana Marga.
4. Sukirman, Silvia. (2003). Beton Aspal Campuran Panas. Bandung : Grafika
Yuana Marga.
5. Wright, P.H., Dixon, K.K. (2004). Highway Engineering Seventh Edition. New
Jersey : John Wiley and Sons.

Anda mungkin juga menyukai