Anda di halaman 1dari 2

*LATIHAN MENULIS CERPEN HARI KE-2*

Mimpi hanyalah bunga tidur, apa benar demikian? Di budaya masyarakat kita, mimpi bukanlah sebatas
bunga tidur. Jika mimpi itu begitu nyata, apalagi tiga kali berturut-turut, itu pasti petanda bakal terjadi
sesuatu, bisa itu petanda baik atau buruk. Terlepas ini mitos atau bukan, tapi itulah realita sosial masyarat
kita.

Menggali ide dari mimpi itu, Sam Edy Yuswanto coba merangkainya dalam cerpen "Kabut Asap" (Jawa
Pos, 09 September 2018). Cerita yang menarik dengan ending sapa sangka.

Silakan dicopas paragraf di bawah ini lanjutkan ceritanya minimal 300 kata.

=============================

Mimpi Tiga Malam


*TELAH tiga kali Meila bermimpi hal serupa. Mimpi yang menurutnya sangat menakutkan sekaligus
mengerikan. Di alam mimpinya, ia melihat asap menggumpal, membubung melalui atap rumahnya.
Bahkan, mimpi-mimpi itu seperti sebuah tayangan sinetron bersambung. Saling berkaitan satu sama lain
dan tampak begitu runtut.*
.......
TELAH tiga kali Meila bermimpi hal serupa. Mimpi yang menurutnya sangat menakutkan sekaligus
mengerikan. Di alam mimpinya, ia melihat asap menggumpal, membubung melalui atap rumahnya.
Bahkan, mimpi-mimpi itu seperti sebuah tayangan sinetron bersambung. Saling berkaitan satu sama lain
dan tampak begitu runtut. Di malam pertama saat mimpi itu muncul terasa sangat menggantung.
Meila seperti baru pulang dari sekolah. Namun, suasana masih sangat cerah dengan awan biru tipis
seperti siang bolong, padahal biasanya Meila pulang sekolah saat jingga di ujung langit sudah
muncul. Tiba-tiba dari atap rumahnya muncul kepulan asap hitam menjulang dari suatu titik sebelah
kiri yang Meila juga tidak yakin. Hawa di depan rumah terasa sangat panas. Buru-buru dia berlari
kalau-kalau Ibu dan adiknya masih di dalam. Seketika dia mendobrak pintu itu sangat keras dan
“BANG!”. Meila terbangun matanya membuka perlahan. Mimpi tak jelas asal dan akhir ceritanya.
Sambil mengosok matanya ia melihat ke arah jam. “Oh jam 6.” Meila turun dari tempat tidur dan
langsung bersiap untuk ke kampus seperti biasa.

Malamnya di hari kedua, mimpi itu muncul lagi dengan awal yang sama, namun akhir tak serupa.
Asap hitam memayungi rumah Meila menjadi lebih besar dari mimpi sebelumnya. “BANG!” pintu
terdobrak. Meila mencari Ibu dan adiknya di setiap sudut rumah hingga ke ujung dapur dia tetap
tidak menemukan Ibu dan adiknya. Meila berlarian di dalam rumah, namun asap hitam mampu
memenuhi seluruh ruangan hingga situasi menjadi sangat gelap mencekam. Meila berusaha mencari
sumber asap, tapi tak berhasil. Dari jendela ruang depan Melia melihat sekelibat siluet cerah dengan
postur wanita tinggi semampai berkerudung syar’i merah muda menggandeng bocah pria dengan
tinggi sepinggang wanita itu yang memakai kaos biru. “Ibu! Ari!” Meila berteriak memanggil. Berlari
Meila ke arah luar untuk menghampiri mereka. Seketika semuanya terasa buram dan Meila
terbangun dengan mata yang sulit untuk dibuka. “Aggrhhh, kok rasanya malas ya kuliah,” sambil
meregangkan tangannya. Seperti biasa ia bersiap ke kampus.

Di malam ketiganya, seperti dugaan mimpi itu berlanjut dengan awal yang serupa dan akhir berbeda.
Kepulan asam hitam mengelilingi suasana mimpi. Saat Meil menghampiri Ibu dan adiknya mereka
tidak menggubris Meila. “Kenapa semua diam?” tangan Meila bergetar saat menyentuh tangan
ibunya. “Ibu, kenapa diam? Ari jawab kakak!” mata Meila bolak-balik tertuju pada Ibu dan adiknya
mempertanyakan kebisuan mereka berdua. Ibu dan adiknya memberikan senyum tipis yang
membuat Meila menitihkan air mata. Meila menunduk terjatuh ke tanah sambil tersedu-sedu
menangis dan ketika dia menengadah kepalanya Ibu dan adiknya sudah tidak ada lagi. Mereka sudah
menghilang. Meila terbangun lagi, tapi kali ini dia terbangun dengan mata yang sudah berlinang dan
tak dapat dibendung lagi. Dia terisak-isak meratapi makna mimpi di tiga malam berturut-turut itu.
Dia sadar seharunya tidak melupakan kepergian Ibu dan adiknya, Ari, yang pergi selamanya akibat
kebakaran rumah masa kecilnya 10 tahun yang lalu. Meila terlalu fokus pada kuliah dan skipsinya
hingga sudah hampir 5 tahun tidak kembali ke kota kelam dimana tragedi itu terjadi. Bahkan, Meila
sudah jarang berziarah ke ke makan Ibu dan adiknya. Semenjak mimpi itu, dia telah tertampar
melakukan kesalahan yang membuat Ibu dan adiknya harus datang ke mimpinya tiga malam
berturut-turut untuk menegur Meila. Sekeras-kerasnya usaha meraih cita-cita hingga melupakan
keluarga adalah hal terburuk apalagi jika keluarga sudah pergi penyesalan akan menghantui seumur
hidup.

Anda mungkin juga menyukai