Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH DHF

DISUSUN OLEH

Ahmad Fadel Akmaludin

Fatimah

Bella

NIM : 060416148

PROGRAM STUDI D-III KPERAWATAN

JAKARTA UTARA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DR.SISMADI

TAHUN AJARAN 2020

1
2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan izinnya,
kami dapat menyelesaikan masalah tentang pendidikan keperawatan di Indonesia.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan Nabi semesta
alam Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis


menyadari bahwa masih banyak kekurangan kesalahan didalam makalah ini. Untuk itu
kami berharap adanya kritik dan saran yang membangunguna keberhasilan penulisan
yang akan datang.

Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang telah
dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT, Amin.

Jakarta, 31Oktober2020

Ahmad Fadel Akmaludin

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................I
DAFTAR ISI................................................................................................................II
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Dhf..................................................................................................2
B. etiologi dari DHF .........................................................................................2
C. Apa patofisiologi dari DHF..........................................................................3
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................5

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
a) Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus,
genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk
dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti (infodatin, 2016). Penyakit DBD dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya
penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat
(Kemenkes RI, 2016).
b) Menurut data WHO (2014) penyakit DBD pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara
pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar ke berbagai Negara. Sebelum
tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD
menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika,
Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka
tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara,dan Pasifik
Barat telah melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di
2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika,
dimana 37.687 kasus merupakan DBD berat. Perkembangan kasusu DBD ditingkat
global semangkin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
yakni dari 980 kasus hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus
dihampir 60 negara tahun 2000-2009 (WHO, 2014).
c) Menurut Soedarto (2012) Indonesia adalah daerah edemis DBD dan mengalami
epidemic sekali dalam 4-5 tahun. Faktor lingkungan dengan banyaknya genangan air
bersih dan menjadi sarang nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi dan cepatnya
transportasi antar daerah, menyebabkan sering terjadinya DBD. Indonesia termasuk
dalam salah satu Negara yang edemik DBD dengan jumlah penderitanya yang terus-
menerus bertambah dan penyebarannya semakin luas.

3
B. Rumusan Masalah
1. Memahami apa pengertian komonikasi
2. Mengetahui faktor faktor komunikasi dalam keluarga
3. Mengetahui faktor penghambat dalam komunikasi keluarga
C. Tujuan
1.      Dapat mengetahui definisi DHF.

2.      Dapat mengetahui etiologi DHF.

3.      Dapat mengetahui epidemiologi DHF .

4.      Dapat mengetahui patofisiologi DHF.

5.      Dapat mengetahui patologi DHF.

6.      Dapat mengetahui patogenesis DHF.

7.      Dapat mengetahui manifestasi klinis DHF.

8.      Dapat mengetahui pencegahan DHF.

9.      Dapat mengetahui penatalaksanaan DHF.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian

1) Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam
atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Resti, 2014).

2) DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk
lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara
efidemik. (PADILA, 2012).

3) Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan
family Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes
aegypti (infodatin, 2016). Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat
menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).

4
B.Etiologi DHF

1.      Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab ib=ni termasuk ke dalam arbovirus (arthropodborn
virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 dari keempat tipe
virus tersebut di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavorivirus ini berdeameter 40 nonometer dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari
sel-sel mamalia misalnya sel BHK(Babby Homsster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus.
2.      Vektor
Virus dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang ditularkan melalui vector yaitu nyamuk sedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesisiensis dan beberapa spesies lain yang
merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype yang
menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada
perlidungan terhadap serotype jenis lainnya. (Arief Mansjoer & Suprohaita;2000;420)

C.Epidemiologi DHF

1) Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang
paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan
atau dengue shock syndrome (DSS),  ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
 

albopictus yang terinfeksi. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah


virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari
4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD
meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negaranegara baru dan,
dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah,
Amerika dan Karibia. 
2) Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah
perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika
Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan
sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan
22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen
populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi
virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat.
3) Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan
cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak 90% di  

antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi
 

KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah
penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun
berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna

5
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang
dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009
sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.
4) Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus
Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus sebagai vektor primer dan Ae.
polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu
juga terjadi penularan transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui
perkawinan serta penularan transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya. Ada juga
penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti terjadi di Singapura pada tahun
2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. Dari beberapa cara penularan
virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan melalui gigitan nyamuk Ae.
aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari,
sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari dan diikuti
dengan respon imun.
5) Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa nyamuk Aedes spp.
berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksi virus dengue di masyarakat; tetapi infeksi
tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada manusia karena masih tergantung pada
faktor lain seperti vector capacity, virulensi virus dengue, status kekebalan host dan lain-
lain. Vector capacity dipengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim mikro
 

dan makro, frekuensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus gonotropik, umur
nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta pemilihan Hospes. Frekuensi
nyamuk menggigit manusia, di antaranya dipengaruhi oleh aktivitas manusia; orang yang
diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih banyak digigit nyamuk Ae.
aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih aktif, dengan demikian orang yang kurang
aktif akan lebih besar risikonya untuk tertular virus dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk
menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia; sehingga
diperkirakan nyamuk Ae. aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi
frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat.
Kekebalan host terhadap infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
usia dan status gizi, usia lanjut akan menurunkan respon imun dan penyerapan gizi. Status
status gizi yang salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan asupan dan penyerapan
gizi, khususnya zat gizi makro yang berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Selain zat
 

gizi makro, disebutkan pula bahwa zat gizi mikro seperti besi dan seng mempengaruhi
respon kekebalan tubuh, apabila terjadi defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka akan
merusak sistem imun.
6) Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi makanan, tubuh manusia dan
lingkungan yang merupakan hasil interaksi antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh
manusia dan penggunaannya. Tanda-tanda atau penampilan status gizi dapat dilihat
melalui variabel tertentu [indikator status gizi] seperti berat badan, tinggi badan, dan lain
lain. Sumber lain mengatakan bahwa status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh
 

status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang
dibutuhkan  [requirement] oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: [pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lain lain].

6
7) Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia karena zat gizi
mempengaruhi fungsi kinerja berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum berpengaruh
pada fungsi vital yaitu kerja otak, jantung, paru, ginjal, usus; fungsi aktivitas yaitu kerja
otot bergaris; fungsi pertumbuhan yaitu  membentuk tulang, otot & organ lain, pada tahap
tumbuh kembang; fungsi  immunitas yaitu melindungi tubuh agar tak mudah sakit; fungsi
perawatan jaringan yaitu mengganti sel yang rusak; serta fungsi cadangan gizi yaitu
persediaan zat gizi menghadapi keadaan darurat.
8) Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur <15 tahun
(95%) dan mengalami pergerseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita pada
kelompok umur 15 -44 tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur
>45 tahun sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64%.
9) Munculnya kejadian DBD, dikarenakan penyebab majemuk, artinya munculnya kesakitan
karena berbagai faktor yang saling berinteraksi, diantaranya agent (virus dengue),
host yang rentan serta lingkungan yang memungkinan tumbuh dan berkembang biaknya
nyamuk Aedes spp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi diantaranya kepadatan
dan mobilitas penduduk, kualitas perumahan, jarak antar rumah,

D. Patogenesis DHF

Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan


keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara,
berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara
anggota – anggota keluarga pun sukar untuk dihindari.Beberapa pola komunikasi yang
dilakukan dalam Interaksi keluarga:
 Model Stimulus – Respons(S-R)
Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses “aksi – reaksi” yang
sangat sederhana. Pola S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan –tulisan)
isyarat-isyarat nonversal, gambar-gambar dantindakan-tindakan tertentu akan
merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena
itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan,
proses ini bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek.
 Model Interaksional
Model Interaksional ini berlawanan dengan model S-R. Sementara model S-R
mengasumsikan manusia adalah pasif, model interaksional menganggap manusia
jauh lebih aktif. Komunikasi di sini digambarkan sebagai pembentukan makna yaitu
penafsiran.
 Hubungan Peran
Komunikasi dalam keluarga dapat pula dipengaruhi oleh pola hubungan antar

7
peran hal ini, disebabkan masing-masing peran yang ada dalam keluarga
dilaksanakan melalui
E. Patofisiologi DHF
1) Pada autopsi, semua pasien yang telah mati karena DHF menunjukkan suatu tingkatan
hemoragi ; berdasarkan frekuensi, hemoragi ditemukan pada kulit dan jaringan
subkutan, pada mukosa saluran gastrointestinal, dan pada jantung serta hati. Hemoragi
gastrointestinal mungkin hebat, tetapi tetapi hemoragi subaraknoid atau serebral jarang
terjadi. Efusi serosa dengan kandungan protein tinggi (kebanyakan albumim)
umumnya terdapat pada rongga pleural dan abdomen, tetapi jarang terjadi pada rongga
pericardial.
2) Mikroskopi cahaya terhadap pembuluh darah tidak menunjukkan adanya perubahan
bermakna pada dinding vaskular. Kapiler dan venula pada sistem organ terkena dapat
menunjukkan perdarahan ekstravaskular oleh diapedisis dan hemoragi perivascular,
dengan infiltrasi perivaskular oleh limfosit dan sel-sel mononuklear. Adanya
morfologis dari pembentukan bekuan intravaskular di pembuluh darah kecil telah
ditemukan pada pasien dengan perdarahan berat.
3) Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan aktivitas
sistem limfosit-B, dengan proliferasi aktif sel-sel plasma dan sel-sel limfoblastoid, dan
pusat germinal aktif. Terdapat bukti yang menunjukkan terjadinya proliferasi
imunoblas besar dan pergantian limfosit yang sangat besar. Pergantian limfosit ini
dimanifestasikan oleh reduksi pulps splenik putih, limfositolisis, dan fagositosis
limfositik nyata.
4) Pada hati, terdapat nekrosis fokal dari sel-sel hepar, pembengkakan, adanya badan
Councilman dan nekrosis hialin dari sel-sel Kupffer. Proliferasi leukosit monoklulear,
dan (jarang terjadi) leukosit polimorfonukleun, terjadi pada sinusoid dan kadang-
kadang pada area portal. Lesi di hepar secara khas menyerupai 72-96 jam setelah
infeksi dengan virus demam kuning, bila sel parenkim yang rusak terbatas.
5) Pada autopsi, antigen virus dengue telah ditemukan terutama dihepar, limpa, timus,
nodus limfa, dan sel-sel paru. Virus juga telah diisolasi pada autopsi dari sumsum
tulang, otak, jantung, ginjal,hati, paru, nodus limfa, dan slauran gastrointestinal.
6) Pemeriksaan patologis terhadap sumsum tulang, ginjal, dan kulit telah dilakukan pada
pasien yang mengalami DHF non-fatal. Pada sumsum tulang, tampak depresi semua
sel-sel hematopoeitik, yang secara cepat membaik dengan penurunan demam. Studi
pada ginjal telah menunjukkan tipe glomerulonefritis kompleks-imun yang ringan,
yang akan membaik setelah kira-kira 3 minggu dengan tidak ada perubahan residual.
Biopsi terhadap ruam kulit telah menunjukkan edema perivaskular dari mikrovaskuler
termial papila dermal dan infiltrasi limfosit dan monosit. Fagosit mononuklear
pembawa antigen telah ditemukan pada sekitar edema ini. Deposisi komplemen serum,
immunoglobulin dan fibrinogen pada dinding pembuluh darah juga telah ditemukan.

8
F. Manifestasi Klinis DHF

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa
inkubasiantara 13 – 15 hari, rata- rata 2-8 hari. Penderita biasanya mengalami:
a.       Deman akut atau suhu meningkat tiba – tiba (selama 2 – 7 hari)
b.      Sering di sertai menggigil.
c.       Perdaran pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta perdarahan lain seperti
epitaksis, hematemesis, hematuria, dan melena.
d.      Keluhan pada saluran pernafasan (batuk, pilek, sakit waktu menelan)
e.       Keluhan pada saluran cerna (mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi)
f.       Keluhan sistem tubuh yang lainnya (nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal – pegal pada seluruh tubuh,
kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan
fotopobia, otot – otot sekitar mata sakit bila di sentuh.
g.      Hepatomegali, splenomegali.

G.Pencegahan DHF

a) Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya (Aedes aegypti) harus


diberantas sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Cara yang tepat dalam
pencegahan penyakit DBD adalah dengan pengendalian vector, yaitu nyamuk aedes
aegypti.
b) Cara yang tepat untuk memberantas nyamuk  aedes aegypti adalah
memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya.
Cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD).  Oleh
karena tempat-tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-
tempat umum maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-DBD secara teratur
sekurang-kurangnya seminggu sekali.

9
Cara Pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1.      Kimia
Dengan cara pemberian abatisasi (abate), pengasapan dan fogging.
2.      Fisik
Dalam sekurang-kurangya seminggu sekali, maka cegahlah dengan cara 3 M plus:
a. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan
air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
lemari es, dan lain-lain.
b.Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum,
kendi, toren air, dan sebagainya.
c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
d.      Plus, adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti:
1)      Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan.
2)      Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.
3)      Menggunakan kelambu saat tidur.
4)      Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.
5)      Menanam tanaman pengusir nyamuk.
6)      Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.
7)      Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi
tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
3. Biologi
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan
cupang), dan bakteri (Bt.H-14) yaitu agen yang aktif mengendalikan nyamuk.
H. Penatalaksanaan DHF
Pengderita DHF memerlukan perawatan yang serius dan bisa berakibat fatal atau kematian
jika terlambat diatasi. Oleh karena itu seharusnya penderita dirawat di rumah sakit (terutama
penderita DHF derajat II, II, IV). Penderita sebaiknya dipisagkan dari pasien penyakit lain dan
diruang yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan penderita dengan DHF menurut
Christantie (1995) adalah sebagai berikut :

a.       Tirah baring atau istirahat baring


b.      Diet makan lunak
c.       Minum banyak (2-2,5 liter/ 24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirop dan beri
penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita
DHF.
d.      Pemberian cairan interval (biasanya ringer laktat, NaCl daali) ringer Laktat
merupakan cairan interval yang paling sering digunakan mengandung Na  130 +

mEq/liter Cl 109 mEq/liter dan Ca  3mEq/liter.


++

e.       Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f.       Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

10
g.      Pemberian obat antiseptic sebaiknya dari golongan aseteminofen, eukinin atau
dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian kompres dingin.
h.      Monitor tanda – tanda pendarahan lebih lanjut.
i.        Pemberian antibiotic bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan
dokter)
j.        Monitor tanda – tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahantanda – tanda
vital, hasil – hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk,
k.      Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter)
Penderita yang mengalami renjatan (DSS) dan penurunan kesadaran biasanya
dirawat di unit perawatan intensif. Pada penderita DSS, cairan diberikan dengan
diguyur dan bila tak Nampak perbaikan, penderita perlu mendapatkan plasma atau
ekspander plasma atau dextran antara 15 – 20 ml/kg BB. Disamping itu penderita
mungkin perlu mendapatkan Na- bikarbonas untuk mengatasi asidosis metabolic.
Pemberian cairan intervena baik berupa plasma maupun elektrolit (untuk menjaga
keseimbangan volume intravascular) dipertahankan 12 -48 jam setelah renjatan
teratasi.
Transfuse darah diberikan penderita yang mengalami pendarahan
yang  membahayakan seperti hementemesis, mellena serta penderitaa yang
menunjukan penurunan kadar HB, HT pada pemeriksaan berkala (curiga adanya
pendarahan intraabdominal). Indikasi pemberiak transfuse pada penderita DHF yaitu
jika ada pendarahan yang jelas secara klinis, dan abdomen yang makin tegang dengan
penurunan Hb yang mencolol. Tujuan pemberian trasnfusi antara lain untuk
mempertahankan jumlah sirkulasi darah, mempertahankan kemampuan pengangkutan
oksigen oleh darah.
Pada penatalaksanaan penderita dengan DHF diperlukan tindakan – tindakan
perawatan invasive seperti pemasangan infuse, pengambilan darah vena dan arteri,
kompres dingin, uji turniket dan pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) atau Sonde
lambung jika perlu

11
12
BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Resti, 2014).
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa
inkubasi antara 13 – 15 hari, rata- rata 2-8 hari. Penderita biasanya mengalami:
a.       Deman akut atau suhu meningkat tiba – tiba (selama 2 – 7 hari)
b.      Sering di sertai menggigil.
c.       Perdaran pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta perdarahan lain seperti
epitaksis, hematemesis, hematuria, dan melena.
d.      Keluhan pada saluran pernafasan (batuk, pilek, sakit waktu menelan)
e.       Keluhan pada saluran cerna (mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi)
f.       Keluhan sistem tubuh yang lainnya (nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal – pegal pada seluruh tubuh,
kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi
dan fotopobia, otot – otot sekitar mata sakit bila di sentuh.
g.      Hepatomegali, splenomegali.
Cara Pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Kimia
Dengan cara pemberian abatisasi (abate), pengasapan dan fogging.
2.      Fisik
Dalam sekurang-kurangya seminggu sekali, maka cegahlah dengan cara 3 M plus:
e. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan
air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
lemari es, dan lain-lain.
f. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum,
kendi, toren air, dan sebagainya.
g.Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
h.Plus, adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti:
1)      Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan.
2)      Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.
3)      Menggunakan kelambu saat tidur.
4)      Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.
5)      Menanam tanaman pengusir nyamuk.
6)      Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.
7)      Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi
tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.

13
3.2  Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat
menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah
ini bagi para pembacanya dan khususnya bagi mahasiswa yang telah menyusun
makalah ini. Semoga makalh ini dapat bermanfaan bagi semua.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.WHO. Demam Berdarah
Dengue Edisi 2. EGC.
http://www.depkes.go.id/article/view/1602900002/controlling-dhf-with-psn-3m-plus.html. Diakses
23 April 2018.
Judith, M. W., & Nancy, R. A. (2012). Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC. Jakarta: EGC.
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.
Suwarsono H. 1997. Berbagai cara pemberantasan jentik Ae. Aegypti. Jakarta : Cermin Dunia
Kedokteran

14

Anda mungkin juga menyukai