Anda di halaman 1dari 111

SKRIPSI

STRESSOR DAN COPING STRATEGY PADA PERAWAT DI IGD RS

BENYAMIN GULUH KOLAKA

Oleh :
Irnawati Dewi
181911711

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

KOLAKA 2022
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Irnawati Dewi

NIM : 181911711

Program Pendidikan : Strata Satu (S1)

Program Studi : Manajemen

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar

merupakan karya sendiri dan bukan hasil plagiasi dari karya orang lain. Tulisan

ini juga mengutip karya orang lain yang sudah sesuai dengan cara yang benar

dengan menyebutkan sumber rujukan dan mencantumkannya dalam daftar

Pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini hasil jiplakan karya orang lain,

maka saya siap menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan peraturan

yang berlaku.

Tanggetada 21 Juli 2022


Yang membuat pernyataan,

Irnawati Dewi

iv
STRESSOR DAN COPING STRATEGY PADA PERAWAT DI IGD RS
BENYAMIN GULUH KOLAKA

Irnawati Dewi
181911711

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana coping strategy


perawat IGD RS Benyamin Guluh Kolaka dalam menghadapi stres. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun informan dalam penelitian ini
terdiri dari informan kunci (kepala ruangan IGD), informan utama (12 perawat
IGD) dan informan pendukung (2 orang pasien). Sedangkan teknik analisis data
menggunakan model interaktif, yang meliputi pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa para perawat IGD mengalami stres kerja, dikarenakan banyaknya beban
kerja yang harus mereka kerjakan, adanya konflik yang terjadi antar rekan kerja,
sarana dan prasarana yang kurang mendukung dalam pelaksanaan kerja perawat,
adanya pasien kritis yang memicu kecemasan perawat, masa kerja yang cukup
lama serta adanya benturan antara urusan keluarga dan urusan pekerjaan. Faktor-
faktor stres kerja ini kemudian berdampak pada kinerja perawat dimana
menurunnya semangat perawat dalam bekerja, fokus kerja menurun, perasaan
tidak nyaman atau tegang serta mengalami kelelahan. Adapun coping strategy
yang digunakan para perawat adalah coping strategy secara simultan, yaitu
emotional-focused coping dan problem-focused coping.

Kata Kunci: Coping Strategy

v
STRESSOR DAN COPING STRATEGY PADA PERAWAT DI IGD RS
BENYAMIN GULUH KOLAKA

Irnawati Dewi
181911711

ABSTRACT

This study aims to determine how the coping strategy of the emergency room urse
at Benyamin Guluh Kolaka Hospital in dealing with stress. This study uses a
ualitative method. Data collection techniques are through observation, interviews
nd documentation. The informants in this study consisted of key informants (head
f the ER), main informants (12 ER nurses) and supporting informants (2 patients).
While the data analysis technique uses an interactive model, which includes data
collection, data reduction, data presentation and drawing conclusions. Based on
the results of the study, it was known that the emergency room nurses experienced
work stress, due to the large workload they had to do, conflicts that occurred
between co-workers, facilities and infrastructure that were less supportive in
carrying out the work of nurses, the presence of critical patients that triggered
nurse anxiety, working period quite a long time and there is a clash between
family matters and work matters. These work stress factors then have an impact
on the performance of nurses where nurses' enthusiasm for work decreases, work
focus decreases, feels uncomfortable or tense and experiences fatigue. The coping
strategy used by the nurses is a simultaneous coping strategy, namely emotional-
focused coping and problem-focused coping.

Keywords: Coping Strategy

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala. atas

segala titipan kenikmatan yang sampai saat ini masih penulis rasakan, dan atas

izin Allah SWT. penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Stressor

dan Coping Strategy pada Perawat di IGD RS Benyamin Guluh Kolaka”.

Shalawat serta salam tak lupa pula kita hantarkan kepada Nabi Muhammad

Shallallahu’alaihi Wasallam, para sahabat, dan para pengikutnya hingga di

Yaumul Qiyamah.

Alhamdulillah, dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah

mendo’akan, membantu dan memberi dukungan serta motivasi kepada penulis.

Oleh karenanya dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam untuk kedua orang tua tercinta,

yaitu Ibu Kasmira dan Bapak Arifin yang selama ini selalu mendo’akan dan

melakukan berbagai macam ikhtiar terbaik demi pendidikan penulis.

Selain itu, ucapan terima kasih juga penulis tujukan untuk beberapa pihak

yaitu kepada:

1. Bapak Dr. Azhari, S,STP.,M.S.i selaku Rektor Universitas Sembilanbelas

November Kolaka

2. Bapak Nursamsir, S.E.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sembilanbelas November Kolaka

3. Ibu Niar Astaginy, S.E.,M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen

vii
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sembilanbelas November

Kolaka

4. Bapak Ismanto,S.Pd.,M.M selaku dosen pembimbing, dimana selama proses

penyusunan skripsi ini, telah begitu banyak memberikan bantuan, arahan-

arahan dan memotivasi penulis salah satunya dengan kalimat “Insya Allah,

kamu bisa”.

5. Kepada Dewan Penguji, Ibu Fitri Kumalasari,SE.,M.Si selaku penguji

utama dan Bapak DR.Almansyah Rundu Wonua,S.Pi.,M.Si.M selaku

penguji I serta Bapak Sudarnice,S.Pd.,M.M.,CHRMP selaku penguji II.

6. Seluruh dosen-dosen Program Studi Manajemen Universitas Sembilanbelas

November Kolaka atas bantuan yang telah diberikan.

7. Seluruh Staf Administrasi di Universitas Sembilanbelas November Kolaka.

8. Pihak RS Benyamin Guluh Kolaka dan Perawat IGD yang telah memberi

ruang kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitiannya

9. Kedua kakak penulis yang telah banyak membantu dan mendo’akan yang

terbaik untuk pendidikan peneliti

10. Sahabat yang sudah seperti saudari penulis, yaitu Ibu Aji Berdaster

diantaranya Alma, kiki, eci, mirna, israh, Nadia dan Novi. Yang sudah

banyak membantu, mendo’akan, memotivasi, dan menghibur penulis saat

penulis merasa lelah ataupun sedih selama proses menyelesaikan skiripsi ini,

dan yang selalu hadir disisi penulis dalam segala kondisi baik suka maupun

duka.

11. Terima kasih kepada semua orang-orang terdekat yang tidak dapat penulis

viii
sebutkan satu persatu yang selama ini telah mendo’akan, membantu dan

menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penelitian ini, penulis menyadari tentunya masih ada kekurangan

baik itu dari segi penulisan maupun dari isi penelitian, sekiranya ada masukan

ataupun kritikan yang bersifat membangun dari para pembaca, maka penulis

dengan senang hati akan menerima. Penulis berharap penelitian ini dapat

bermanfaat bukan hanya bagi penulis tapi juga bagi para pembaca.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala, senantiasa meridhoi kita semua

Aamiin. Akhir kata Wasalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh.

Kolaka, 13 Juli 2022

Penulis

IRNAWATI DEWI

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................ iv

ABSTRAK ..............................................................................................................v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................x

DAFTAR TABEL................................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................6
1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................................6
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................9

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Social Cognitive Theory ...........................................................................8
2.2 Stressor ...................................................................................................12
2.2.1 Pengertian Stressor .......................................................................12
2.2.2 Sifat Dasar Stres ...........................................................................13
2.2.3 Faktor-Faktor Stres (Stressor) ......................................................15
2.2.4 Tingkatan Stres .............................................................................19
2.3 Stres Dalam Pekerjaan ............................................................................19
2.3.1 Pengertian Stres Kerja ..................................................................19
2.3.2 Penyebeb Stres Kerja ....................................................................20
2.3.3 Dampak Stres Kerja ......................................................................20
2.3.4 Indikator Stres Kerja .....................................................................21
2.4 Coping Strategy ......................................................................................21
2.4.1 Pengertian Coping Strategy ..........................................................21
2.4.2 Bentuk-Bentuk Coping Strategy ...................................................22
2.5 Perawat ...................................................................................................27
2.6 Konsep Dasar IGD (Instalasi Gawat Darurat) ........................................28
2.7 Penelitian Terdahulu ...............................................................................29
2.8 Kerangka Pemikiran ...............................................................................32

x
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian .............................................................................33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................33
3.3 Fokus dan Sub-Fokus Penelitian ............................................................34
3.4 Informan Penelitian ................................................................................35
3.5 Jenis dan Sumber Data ...........................................................................36
3.6 Validitas dan Reliabilitas ........................................................................37
3.7 Teknik Pengumpulan Data .....................................................................39
3.7 Teknik Analisis Data ..............................................................................40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum RS Benyamin Guluh .................................................43
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ...........................................................43
4.2.1 Penyebab Stres Perawat IGD RSUD Benyamin Guluh Kolaka ...43
4.2.2 Dampak Stres Perawat Terhadap Kinerja dalam Organisasi ........47
4.2.3 Coping Strategy Perawat IGD RS Benyamin Guluh Kolaka
Dalam Menghadapi Stres .............................................................48

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................................................................56
5.2 Saran .......................................................................................................57

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ..............................................................................29

Tabel 3.1 Daftar Jadwal penelitian.........................................................................34

Tabel 4.1 Summary Stressor Perawat IGD RSUD Benyamin Guluh ....................44

Tabel 4.2 Summary Coping Strategy Perawat dalam Menghadapi stres ...............48

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Model Interaktif Miles dan Hubberman .............................................42

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fenomena stres kerja sudah menjadi masalah di dunia. American National

Association for Occupational Health (ANAOH, 2009) mengungkap bahwa dari

empat puluh kasus stres kerja, stres kerja pada perawat berada di urutan paling

atas dimana perawat memiliki peluang paling tinggi untuk mengalami minor

psychiatric disorder dan depresi. Temuan ini sejalan dengan penelitian National

Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) yang menetapkan perawat

sebagai profesi yang berisiko sangat tinggi terhadap stres karena perawat

mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan

nyawa manusia.

Di Indonesia, perawat yang bekerja pada berbagai organisasi pelayanan

kesehatan juga tidak luput dari stres. Persatuan Perawat Nasional Indonesia

mengungkapkan bahwa 50,9% perawat di Indonesia yang mengalami stres kerja

yang diakibatkan oleh beban kerja yang tinggi, waktu istirahat yang terbatas,

supervisor dan rekan kerja yang kurang kooperatif, serta penghasilan yang tidak

memadai (PPNI, 2006). Data dari PPNI ini juga dikonfirmasi oleh penelitian yang

dilakukan oleh Febriani (2017), yang menemukan bahwa peningkatan stres kerja

yang dialami oleh perawat disebabkan adanya tuntutan pelayanan prima terhadap

pasien serta tuntutan pekerjaan tambahan lain di luar dari asuhan keperawatan

yang dilakukan.

1
2

Selanjutnya, data PPNI (2006) juga mengungkapkan bahwa para perawat

yang mengalami stres menunjukkan gejala seperti sering merasa pusing,

penurunan kinerja karena lelah, serta penurunan kualitas pelayanan akibat emosi

yang tidak stabil. Gejala tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Eleni (2010), yang menemukan bahwa dampak stres kerja bagi perawat di

antaranya dapat menurunkan kinerja keperawatan dan produktifitas organisasi

seperti pengambilan keputusan yang buruk, kurang konsentrasi, apatis, kelelahan,

dan kecelakaan kerja.

Sejalan dengan argumen di atas, penelitian Lozarend & Elnita (2013)

mengenai tingkat stres kerja perawat di Indonesia mengidentifikasi bahwa

terdapat dua kategori tingkat stres kerja yang dialami oleh perawat yaitu stres

pada kategori sedang dengan persentase stres sebanyak 65% dan stres pada

kategori buruk dengan persentase sebanyak 70%. Onasoga dkk (2013)

mengidentifikasi bahwa dampak stres yang paling sering muncul adalah sakit

kepala (49%), diikuti dengan gejala lain seperti kemarahan, turunnya fungsi otak,

coping yang tidak efektif, dan gangguan hubungan terhadap rekan kerja.

Berdasarkan penjelasan mengenai faktor penyebab stres serta dampaknya

terhadap perawat seperti yang dipaparkan di atas maka dapat diidentifikasi bahwa

faktor determinan penyebab stres pada perawat adalah faktor yang datang dari

dalam organisasi tempat para perawat bekerja. Faktor-faktor tersebut di antaranya

seperti beban kerja yang berlebihan, tuntutan kerja untuk menghindari kekeliruan,

ketidakpekaan supervisor, dan rekan kerja yang tidak menyenangkan.


3

Menyadari besarnya pengaruh organizational factors dalam mendorong

munculnya stres pada perawat, maka peran organisasi mutlak dibutuhkan guna

membantu perawat mengatasi stres yang dialaminya. Upaya tersebut dapat

dilakukan melalui pemahaman terkait interaksi perawat dengan lingkungan

organisasnya. Di mana dari sudut pandang teori manajemen dan organisasi dapat

diidentifikasi melalui Social Cognitive Theory. Menurut Miles (2012) premis

utama teori kognitif sosial adalah bahwa tindakan manusia disebabkan oleh tiga

faktor yang saling berinteraksi yaitu perilaku, kognitif dan faktor pribadi, dan

lingkungan eksternal. Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi secara dua

arah, sehingga dianggap bahwa manusia merupakan produsen sekaligus produk

dari lingkungannya sendiri.

Teori kognitif sosial merupakan teori yang menggunakan pendekatan

behavioris yang berpendapat bahwa lingkungan menyebabkan perilaku. Dalam

konteks stres kerja yang dialami perawat seperti yang dijabarkan sebelumnya

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan eksternal di luar dari diri

perawat, dalam hal ini adalah lingkungan organisasi memegang peranan penting

dalam membentuk perilaku. Perilaku ini dapat berupa perilaku negatif maupun

positif, tergantung pada pola interaksi yang terbangun antara individu dan

lingkungan organisasinya. Argumen ini sejalan dengan determinisme timbal balik

yang dikemukakan oleh Bandura (1986) yang menyatakan bahwa lingkungan

tidak hanya menyebabkan perilaku, tetapi perilaku juga membantu membentuk

lingkungan. Bandura (1986) lebih jauh menjelaskan bahwa proses psikologis atau
4

kognisi seseorang serta lingkungan dan perilaku secara timbal balik menentukan

tindakan manusia.

Terkait dengan pengaruh organisasi dalam membentuk stres perawat dan

peran organisasi dalam membantu perawat menghadapi stresnya, penulis

mengidentifikasi adanya fenomena yang terjadi pada RSUD Benyamin Guluh

Kolaka. RSUD Benyamin Guluh Kolaka merupakan pusat pelayanan kesehatan

sekaligus rumah sakit yang menjadi pusat rujukan bagi seluruh masyarakat dari

berbagai daerah yang ada di Kabupaten Kolaka. Berdasarkan observasi dan hasil

wawancara yang penulis lakukan dengan beberapa informan yaitu Bapak

Sulaeman selaku kepala ruangan IGD, Ibu Risma selaku Koordinator

Administrasi dan Bapak Akbar sebagai anggota Tim B, diketahui bahwa perawat

RSUD Benyamin Guluh Kolaka khususnya perawat di bagian IGD mengalami

stres.

Lebih lanjut, berdasarkan ekstraksi informasi dari hasil wawancara awal

yang dilakukan, diidentifikasi bahwa stres yang dialami oleh perawat RSUD

Benyamin Guluh sangat berkaitan dengan pekerjaan yang mereka jalani setiap

harinya seperti beban kerja, termasuk adanya peran ganda dimana selain

menangani pasien perawat juga dituntut mengerjakan beberapa pekerjaan lainnya

seperti membawakan materi dan praktek penanganan pasien, serta mengerjakan

banyak laporan dengan tenggat waktu yang singkat. Selain itu, status perawat

yang rata-rata telah berumah tangga juga mengharuskan mereka untuk membagi

waktu antara keluarga dan pekerjaan yang tidak jarang memunculkan konflik

antara pekerjaan dan keluarga.


5

Stres yang dialami para perawat ini belum mampu diidentifikasi oleh

organisasi dalam rangka menyediakan support system untuk membantu para

perawat menghadapi stres yang mereka hadapi. Meskipun belum terdapat support

yang yang diterapkan oleh organisasi, perawat tetap berusaha melaksanakan

pelayanan kesehatan secara prima. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian kinerja

perawat tiga tahun terakhir yang rata-rata berada pada kateogri penilaian sangat

baik yang terdapat pada Lampiran. Selain itu, berdasarkan indikator komponen

penilaian kinerja yang terdiri atas sikap kerja, kinerja pelayanan, dan mutu

pelayanan, seluruh perawat yang bekerja pada IGD RSUD Benyamin Guluh juga

memenuhi kriteria penilaian pada rentang 4 (baik) dan 5 (sangat baik) yang juga

dapat dilihat pada Lampiran. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang

dilakukan peneliti dengan kepala ruangan IGD dimana ia membenarkan adanya

stres kerja yang dialami oleh para perawat namun secara umum kinerja perawat

tetap baik dan berkompeten.

Fenomena yang terjadi pada RSUD Benyamin Guluh, khususnya pada

cara perawat dalam menghadapi stres kerja tanpa dukungan dari organisasi rumah

sakit sebagai penyedia support system, merupakan isu menarik yang perlu untuk

didalami. Penulis berpendapat bahwa pada dasarnya mengidentifikasi penyebab

stres (stressor) dan cara menghadapi stres (coping strategy) pada perawat itu

sangat penting dan akan berdampak pada organisasi. Meskipun fakta di lapangan

menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami perawat tidak mempengaruhi kinerja

mereka, patut diduga bahwa pada jangka waktu yang lama, stres yang diabaikan

dan tidak segera ditangani oleh organisasi dapat memberikan imbal balik yang
6

buruk bagi organisasi itu sendiri dan memberikan dampak negatif bagi individu

perawat. Oleh karena itu, atas dasar inilah peneliti tertarik untuk mendalami dan

mengeksplorasi tentang ’’Stressor dan Coping Trategy pada Perawat di IGD

RS Benyamin Guluh Kolaka’’.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis akan mengangkat

permasalahan pokok, yakni “Stressor dan Coping Strategy pada Perawat di

IGD RS Benyamin Guluh Kolaka”. Dari permasalahan pokok tersebut, maka

dapat dirumuskan masalah yang akan dijadikan sebagai acuan dan dikembangkan

dalam pembahasan ini yaitu “Bagaimana Coping Strategy Perawat IGD RS

Benyamin Guluh Kolaka dalam Menghadapi Stres?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah “Untuk Mengetahui Bagaimana

Coping Strategy Perawat IGD Benyamin RS Guluh Kolaka dalam Menghadapi

Stres”.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi

perawat mengenai stres kerja.

2. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu

pengetahuan serta sebagai wahana bagi peneliti dalam rangka menambah

wawasan pengetahuan diri khususnya dalam bidang penelitian.


7

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan

bagi pihak RS Khusus Daerah Kolaka Sulawesi Tenggara untuk

meningkatkan kesehatan kerja di masa mendatang.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Social Cognitive Theory

Social Cognitive Theory (SCT) merupakan teori yang didasarkan pada

Social Learning Theory (SLT) (Bandura, 1960). Teori ini mengemukakan bahwa

pembelajaran terjadi dalam konteks sosial dengan interaksi yang dinamis dan

timbal balik dari orang, lingkungan, dan perilaku. Fitur unik dari SCT adalah

penekanan pada pengaruh sosial dan penekanannya pada penguatan sosial

eksternal dan internal. SCT mempertimbangkan cara unik di mana individu

memperoleh dan mempertahankan perilaku, sementara juga mempertimbangkan

lingkungan sosial di mana individu melakukan perilaku tersebut. Teori ini

memperhitungkan pengalaman masa lalu seseorang, yang menjadi faktor apakah

tindakan perilaku akan terjadi. Pengalaman masa lalu ini mempengaruhi

penguatan dan harapan, yang semuanya membentuk apakah seseorang akan

terlibat dalam perilaku tertentu dan alasan mengapa seseorang terlibat dalam

perilaku itu.

Menurut Miles (2012) premis utama teori kognitif sosial adalah bahwa

tindakan manusia disebabkan oleh tiga faktor yang saling berinteraksi yaitu

perilaku, kognitif dan faktor pribadi, dan lingkungan eksternal. Ketiga faktor

tersebut saling mempengaruhi secara dua arah, sehingga dianggap bahwa manusia

merupakan produsen sekaligus produk dari lingkungannya sendiri. Menurut

Bandura (2001) SCT melibatkan tiga mode agensi yang berbeda yaitu agensi

pribadi langsung, agensi proxy, dan agensi kolektif. Pertama, agensi pribadi

8
9

langsung terkait dengan kemampuan individu untuk mengambil kendali dan

mencapai apa yang diinginkan melalui pengambilan keputusan terbaik pada

situasi yang tiba-tiba atau tidak menguntungkan. Kedua, agensi proxy adalah

kemampuan entitas dalam menggunakan atau memanfaatkan akses ke sumber

daya, kekuasaan, pengaruh, atau keahlian yang dimiliki untuk mengubah atau

membentuk perilaku individu. Ketiga, agensi kolektif yaitu cara kerja secara

bersama dengan orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Berhubungan dengan pendapat di atas, Miles (2012) berargumen bahwa

tujuan SCT adalah untuk menjelaskan bagaimana orang mengatur perilaku mereka

melalui kontrol dan penguatan untuk mencapai perilaku yang diarahkan pada

tujuan yang dapat dipertahankan dari waktu ke waktu terdapat 6 konstruk penting

dari SCT yaitu determinasi timbal balik, kemampuan perilaku, pembelajaran

observasi, penguatan, harapan, dan efikasi diri. Pertama, konstruk determinisme

timbal balik mengacu pada interaksi dinamis dan timbal balik orang (individu

dengan seperangkat pengalaman yang dipelajari), lingkungan (konteks sosial

eksternal), dan perilaku (respon terhadap rangsangan untuk mencapai tujuan).

Kedua, konstruk kemampuan perilaku mengacu pada kemampuan aktual

seseorang untuk melakukan perilaku melalui pengetahuan dan keterampilan

penting. Agar berhasil melakukan suatu perilaku, seseorang harus tahu apa yang

harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Orang belajar dari konsekuensi

perilaku mereka, yang juga mempengaruhi lingkungan tempat mereka tinggal.

Ketiga, konstruk pembelajaran observasi yaitu kemampuan individu untuk

menyaksikan dan mengamati perilaku yang dilakukan oleh orang lain, dan
10

kemudian mereproduksi tindakan tersebut. Kosntruk ini biasa dikenal sebagai

pemodelan perilaku. Keempat, konstruk penguatan yaitu mengacu pada respons

internal atau eksternal terhadap perilaku seseorang yang memengaruhi

kemungkinan melanjutkan atau menghentikan perilaku tersebut. Kelima, konstruk

penguatan dapat dimulai dari diri sendiri atau di lingkungan, dan penguatan dapat

bersifat positif atau negatif. Ini adalah konstruksi SCT yang paling erat kaitannya

dengan hubungan timbal balik antara perilaku dan lingkungan.

Konstruk kelima adalah harapan yaitu mengacu pada konsekuensi yang

diantisipasi dari perilaku seseorang. Harapan hasil dapat berhubungan dengan

kesehatan atau tidak berhubungan dengan kesehatan. Orang mengantisipasi

konsekuensi dari tindakan mereka sebelum terlibat dalam perilaku, dan

konsekuensi yang diantisipasi ini dapat mempengaruhi keberhasilan penyelesaian

perilaku. Harapan sebagian besar berasal dari pengalaman sebelumnya. Sementara

harapan juga berasal dari pengalaman sebelumnya, harapan fokus pada nilai yang

ditempatkan pada hasil dan subjektif bagi individu. Konstruk keenam, efikasi diri

mengacu pada tingkat kepercayaan seseorang dalam kemampuannya untuk

berhasil melakukan suatu perilaku. Self-efficacy dipengaruhi oleh kemampuan

spesifik seseorang dan faktor individu lainnya, serta oleh faktor lingkungan

(penghalang dan fasilitator).

Terkait dengan keterkaitan antara SCT dengan stres kerja Schwarzer

(1998) menyatakan bahwa kondisi stress yang dialami oleh individu sangat

berkaitan dengan relasi kognitifnya. Relasi kognitif ini melihat stres sebagai

hubungan tertentu antara orang dan lingkungan yang dinilai oleh orang tersebut
11

membebani atau melebihi sumber dayanya dan membahayakan kesejahteraannya

(Lazarus dan Folkman, 1994). Teori kognitif-relasional stres menekankan sifat

timbal balik yang berkelanjutan dari interaksi antara orang dan lingkungan yang

memunculkan penilaian pada diri individu. Penilaian ini muncul secara bersamaan

dengan memahami tuntutan lingkungan dan sumber daya pribadi. Penilaian ini

dapat berubah dari waktu ke waktu sebagai akibat dari efektivitas koping,

persyaratan yang berubah, atau peningkatan kemampuan pribadi.

Argumentasi yang dikemukakan di atas turut dikuatkan oleh Lazarus

(1991) melalui pendekatan sistem meta-teoritis. Lazarus (1991) berargumen

bahwa dari sudut pandang Social Cognitive, pemahaman terhadap proses

kompleks emosi melalui tiga tahapan penting yang terdiri dari anteseden kausal

(causal antecedent), proses mediasi (mediating process), dan efek (effect).

Pertama, anteseden kausal terdiri atas variabel yang datang dari dalam diri

individu seperti komitmen atau keyakinan, serta variabel lingkungan seperti

tuntutan atau kendala situasional. Kedua, proses mediasi mengacu pada penilaian

kognitif tuntutan situasional dan pilihan coping pribadi serta upaya coping yang

kurang lebih berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Sebagai

konsekuensi dari proses mediasi ini maka individu akan masuk pada tahapan

ketiga yaitu efek. Efek tersebut dapat berupa efek langsung seperti afek atau

perubahan fisiologis dan efek jangka panjang seperti kesejahteraan psikologis

(psychological wellbeing), kesehatan somatik, dan fungsi sosial.


12

2.2 Stressor

2.2.1 Pengertian Stressor

Stressor adalah segala situasi atau pemicu yang menyebabkan

individu merasa tertekan atau terancam (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul).

Stressor dapat pula diartikan sebagai suatu peristiwa atau situasi eksternal

yang secara potensial mengancam atau berbahaya.

Stressor pada makna dasarnya adalah sesuatu yang menyebabkan

timbulnya stres pada diri manusia, namun dapat pula kita artikan sebagai stres

itu sendiri karena penggunaannya yang sama digunakan dalam banyak

linimasi keilmuan karena makna stres adalah didefinisikan dengan kondisi-

kondisi internal dan eksternal yang menciptakan situasi-situasi yang penuh

tekanan, dan gejala-gejalanhya dialami oleh setiap orang yang tertekan

(Febriani, 2017).

Jadi, dapat kita simpulkan stressor merupakan segala sesuatu baik

eksternal maupun internal yang dapat menimbulkan tekanan maupun

ancaman yang berbahaya bagi psikologi dan fisiologi seseorang.

Di dalam suatu lingkungan kerja pasti pernah mengalami yang

namanya stres, yaitu suatu tindakan, situasi, atau peristiwa yang

menempatkan tuntutan khusus terhadap seseorang. Stres yaitu sebagai suatu

respon, stres dilihat sebagai bagian suatu respon terhadap sejumlah stimulus.

Pendapat lainnya mengatakan bahwa stres merupakan konsekuensi

dari interaksi antara suatu stimulus lingkungan (suatu stressor) dan respon

individual (Aji & Ambarini, 2014). Stres adalah gangguan pada tubuh dan
13

pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Donsu &

Amini, 2017). Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan,

gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang

(Fahrizal, 2019).

Ada pula yang berpendapat stres adalah reaksi non-spesifik manusia

terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu

reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stres bagi seseorang

belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain (Donsu & Amini, 2017).

Dari beberapa penjelasan diatas, maka stres dapat kita katakan sebagai

respon atau konsekuensi dari perubahan dan tuntutan kehidupan yang berupa

tekanan, ketegangan, maupun gangguan yang tidak menyenangkan yang

berasal dari luar diri seseorang.

2.2.2 Sifat Dasar Stres

Sifat dasar stress dapat dikelompokkan menjadi empat aspek (Dwi

Ulfa, 2021), yaitu Stress yang disebabkan oleh peluang maupun ancaman,

stres yang berakar dalam persepsi, stres yang berupa ancaman atau peluang

yang dialami dianggap penting oleh seseorang dan stres yang berupa

ketidakpastian.

a. Stress yang disebabkan oleh peluang maupun ancaman; peluang adalah

sesuatu yang memiliki potensi begi keuntungan seseorang, sedangkan

tantangan adalah sesuatu yang memiliki potensi mengancam seseorang.

Peluang dapat berupa pembelajaran keahlian-keahlian baru atau

memperoleh pekerjaan baru yang dapat membuat karyawan merasa


14

tertekan ketika kehilangan keberuntungan diri dan rasa takut yang tidak

akan mampu ditunjukkan pada tingkatan yang dapat diterima. Organisasi

yang mengurangi ukuran kekuatan kerjanya akan membuat karyawan

mengalami stres karena ancaman terhadap kemampuan keuangan,

kesejahtraan psikologi, dan pengembangan karir karyawan.

b. Aspek stres yang berakar dalam persepsi; seseorang mengalami stres

tergantung pada bagaimana seseorang merasakan peluang-peluang dan

ancaman-ancaman potensial, dan bagaimana seseorang merasakan

kecakapan-kecakapan yang berhubungan dengannya. Seseorang mungkin

merasa berubah jabatan atau promosi sebagai suatu peluang untuk belajar

dan kemajuan karier, namun orang lain mungkin merasa perubahan jabatan

atau promosi yang sama sebagai suatu ancaman karena berpotensi menuju

kegagalan.

c. Aspek stres yang berupa ancaman atau peluang yang dialami dianggap

penting oleh seseorang; ancaman atau peluang tersebut dianggap penting

karena memiliki potensi yang mempengaruhi kesejahtraan seseorang atau

muatan yang dapat membuat seseorang bahagia, sehat, dan makmur.

d. Aspek stres yang berupa ketidakpastian; orang yang mengalami peluang

atau ancaman yang penting tidak yakin untuk secara efektif menangani

suatu peluang atau ancaman, bahkan biasanya tidak mengalami stres.


15

2.2.3 Faktor-Faktor Stres (Stressor)

Adapun factor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres pada perawat

ada 6 yaitu factor umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan

terakhir, masa kerja dan beban kerja (Aiska, 2014).

1) Umur

Seseorang yang bersia 30-40 tahun lebih rentan terkena stres karena beban

kerja yang berlebih seperti shift kerja yang tidak teratur, dan masa kerja

yang terlalu lama juga mempengaruhi stres karena semakin lama

seseorang bekerja akan semakin rentan terkena stres dikarenakan merasa

bosan melakukan sesuatu yang hal sama selama bertahun-tahun.

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin juga menjadi salahsatu faktor yang mempengaruhi tingkat

stres pada perawat, perawat wanita cenderung mempunyai kinerja lebih

baik dibanding dengan laki-laki. Tetapi lebih cepat menderita stres

dibanding laki-laki. Wanita lebih cepat menderita stres daripada laki-laki

hal ini disebabkan karena prolaktin wanita lebih tinggi sehingga dapat

meningkatkan trauma emosional dan stres fisik.

3) Status Perkawinan

Seseorang yang berstatus menikah memiliki tingkat stres lebih tinggi

dibanding yang belum menikah. Hal ini dikarenakan apabila seorang telah

menikah dan memiliki keluarga, tentu tanggungjawabnya lebih banyak

dibandingkan dengan yang belum menikah. Terlebih lagi jika ada masalah

dalam rumah tangga dan di Rumah Sakit dihadapkan pula pada kondisi
16

atau beban pekerjaan yang begitu berat, tentunya itu akan lebih

mempengaruhi tingkat stres seorang perawat.

4) Pendidikan Terakhir

Perawat dengan tingkat pendidikan diploma lebih mudah terpapar stres

dibandingkan perawat yang pendidikannya lebih tinggi, hal ini

dikarenakan lebih kurangnya ilmu medis yang dikuasai.

5) Masa Kerja

Perawat dengan masa kerja yang lebih sedikit lebih rentan mengalami stres

dibandingkan masa kerja yang lebih lama yang sudah bisa beradaptasi. Hal

ini karna adanya hubungan antara masa kerja dengan tingkat stres kerja

yaitu perawat dengan masa kerja 1-3 tahun mengalami stres yang lebih

tinggi karena selama masa tersebut mereka membutuhkan waktu yang

banyak untuk upaya pembangunan karir sehingga kadang kebutuhan

personal dan mentalnya terabaikan.

6) Beban Kerja

Sedangkan beban kerja dan rotasi shift kerja akan secara langsung

meningkatkan terganggunya kebutuhan dan jadwal sehari-hari seseorang.

Perawat rumah sakit akan mengalami stres semakin berat, beban kerja

perawat akan meningkatkan stres kerjanya karena mereka lebih sering

terpapar dengan kewajiban untuk mengontrol kebutuhan emosional pasien

sehingga menyebabkan ansietas atau kegelisahan yang akan berkembang

menjadi stres.
17

Fatfi (2010) mengatakan ada 7 stressor pada perawat yaitu beban

kerja, konflik dengan dokter, konflik dengan perawat, keritis dan kematian,

ketidakpastian pengobatan, persiapan yang tidak memadai serta kurangnya

dukungan.

1) Beban Kerja

Beban kerja yang begitu banyak akan memicu timbulnya stres pada

perawat. Pekerjaan yang banyak tentu akan membuat seorang perawat

lelah, ditambah lagi dengan tanggungjawab yang begitu besar dalam

menangani pasien yang banyak tentunya potensi stres dari seorang perawat

semakin besar pula.

2) Konflik dengan Dokter

Konflik dengan dokter tentu akan membuat seorang perawat bisa menjadi

stres seperti perbedaan pendapat antara perawat dan dokter ataupun

konflik lainnya, apalagi jika masing-masing dari mereka tidak professional

dalam bekerja tentu akan membuat suasana canggung sedangkan mereka

harus tetap bertemu dan bekerjasama.

3) Konflik dengan Perawat

Konflik dengan perawat lainnya tentu hampir sama seperti konfik dengan

dokter, karna apabila terjadi konflik dengan rekan kerja kita yang sering

kita jumpai, hal itu akan dapat membuat tingkat stres pada perawat juga

meningkat.

4) Keritis dan Kematian


18

Keritis dan kematian pada pasien yang ditangani oleh perawat tentunya

akan berpengaruh pada stres perawat. Hal ini dikarenakan terkadang

perawat tidak tau bagaimana mengekspresikan dirinya ketika menghadapi

pasien keritis ataupun pasien yang meninggal dalam penanganannya.

5) Ketidakpastian Pengobatan

Ketidakpastian pengobatan bisa menjadi penyebab stres perawat. Dalam

hal ini ketika komunikasi antara perawat dan dokter tidak memadai

tentang kondisi medis pasien kemudian perawat tidak tahu bagaimana

memberi tahu pasien maupun keluarga pasien tentang kondisi medis dan

pengobatannya. Situasi stres lainnya terjadi ketika seorang dokter tidak

hadir dalam keadaan darurat dan perawat harus mengambil alih.

6) Persiapan yang Tidak Memadai

Persiapan yang tidak memadai berhubungan dengan upaya perawat untuk

memenuhi kebutuhan emosional pasien dan keluarganya, pada saat

perawat merasa persiapannya belum memadai hal itulah yang membuatnya

stres.

7) Kurangnya Dukungan

Kurangnya dukungan baik dari rekan seprofesi maupun keluarga dapat

menjadi faktor stres perawat, karna dalam kondisi tertentu setiap orang

tentunya membutuhkan dukungan dalam melakukan pekerjaannya.

Melihat faktor-faktor stres pada perawat di atas, kita dapat

menyimpulkan bahwa stressor pada perawat itu berbeda-beda, karena pada

dasarnya memang setiap individu dalam hal ini perawat berbeda-beda pula.
19

2.2.4 Tingkatan Stres

Febriani (2017) mengklasifikasikan stres menjadi 3 tingkatan, yaitu

stres ringan, stres sedang dan stres berat.

a. Stres ringan; adalah stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur,

seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan.

Situasi seperti ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.

b. Stres sedang; berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa

hari.

c. Stres berat; adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu

sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun.

Makin sering dan makin lama situasi stres, makin tinggi resiko

kesehatan yang ditimbulkan dan stres yang berkepanjangan dapat

mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab

seseorang dalam organisasi.

2.3 Stres Dalam Pekerjaan

Stres dilihat dari cakupannya ternyata dapat dialami dalam setiap

liminasi kehidupan manusia dan berpotensi kepada siapa saja dengan faktor

yang berbeda-beda, terlebih lagi dalam dunia pekerjaan.

2.3.1 Pengertian Stres Kerja

Stres kerja adalah kondisi yang terjadi akibat interaksi antara manusia

dengan pekerjaannya yang ditandai perubahan dalam dirinya yang

mengakibatkan penyimpangan dari fungsi yang normal (Waruwu, 2018).

Sedangkan menurut Yunita (2021), stres kerja merupakan emosi yang di


20

alami seseorang dalam menghadapi pekerjaannya yang akan menyebabkan

berbagai dampak buruk.

Menurut Nuryani (2019), stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan

yang mempengaruhi proses berfikir, emosi, dan kondisi seseorang, hasil stres

yang terlalu berlebihan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk

menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan mengganggu pelaksanaan

tugas-tugasnya.

2.3.2 Penyebab Stres Kerja

Adapun penyebab terjadinya stres kerja menurut Amalia dkk., (2016),

yakni: beban kerja yang dirasakan terlalu berat dan berlebihan melewati

batas; tidak capai target secara terus-menerus; waktu kerja yang mendesak;

adanya tekanan yang tinggi dari perusahaan; kurangnya konsentrasi dalam

pekerjaannya; pengawasan kerja yang tidak cukup; kondisi kerja yang tidak

sehat; konflik dalam perusahaan; perselisihan antara atasan dengan karyawan

yang sedang mengalami frustasi dalam kerja; dan otoritas kerja yang

berkaitan dengan tanggung jawab kurang memadai.

2.3.3 Dampak Stres Kerja

Stres kerja yang dialami anggota organisasi akan bedampak pada:

1) Motivasi kerja menurun

2) Pekerjaan tidak diselesaikan tepat waktu

3) Mudah merasa jenuh

4) Hasil pekerjaan yang buruk

5) Merasa tidak percaya diri (Sodexo, 2021)


21

2.3.4 Indikator Stres Kerja

Irvianti & Verina (2015) mengemukakan indikator stres kerja dapat

dijabarkan menjadi lima skala pengukuran yaitu faktor intrinsik dari

pekerjaan, peran dalam organisasi, hubungan dalam tempat kerja,

pengembangan karir serta struktur dan iklim organisasi.

a. Faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu tuntutan pekerjaan yang berupa

adanya batas waktu kerja, dan harus mengambil keputusan yang terlalu

banyak dan tepat.

b. Peran dalam organisasi, berupa kurangnya kepastian informasi mengenai

peran karyawan mengenai pekerjaannya, tanggung jawab serta harapan

terhadap pekerjaan.

c. Hubungan dalam tempat kerja, berupa komunikasi dengan atasan beserta

rekan kerja.

d. Pengembangan karir, berupa keamanan kerja yang kurang dalam posisi

pekerjaan dan ketidakcocokan status yang tidak sesuai dengan potensi.

e. Struktur dan iklim organisasi, berupa peluang berpartisipasi yang lebih

banyak dalam pengambilan keputusan.

2.4 Coping Strategy

2.4.1 Pengertian Coping Strategy

Menurut Istiani (2014), coping strategy merupakan suatu cara atau

metode yang dilakukan tiap individu atau organisasi untuk mengatasi dan

mengendalikan situasi atau masalah yang dialami dan dipandang sebagai


22

hambatan, tantangan yang bersifat menyakitkan, serta ancaman yang bersifat

merugikan.

Maryam (2017) mengatakan bahwa coping adalah dimana seseorang

yang mengalami stres atau ketegangan psikologik dalam menghadapi masalah

kehidupan sehari-hari yang memerlukan kemampuan pribadi maupun

dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi stres yang dihadapinya.

Menurut Maulida (2021) coping merupakan suatu proses dimana

individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan

(baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal

dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam

menghadapi situasi stressful (situasi penuh tekanan).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka coping strategy dapat

disimpulkan sebagai upaya-upaya yang dilakukan individu dalam

menghadapi situasi penuh tekanan atau yang mengancam dirinya dengan

menggunakan sumber daya yang ada untuk mengurangi tingkat stres atau

tekanan yang dialami.

2.4.2 Bentuk-Bentuk Coping Strategy

Lazarus dan Folkman (1984) juga secara umum membagi strategi

coping menjadi dua macam yakni:

1) Strategi coping berfokus pada masalah. Strategi coping berfokus pada

masalah adalah suatu tindakan yang diarahkan kepada pemecahan

masalah. Individu akan cenderung menggunakan perilaku ini bila dirinya

menilai masalah yang dihadapinya masih dapat dikontrol dan dapat


23

diselesaikan. Perilaku coping yang berpusat pada masalah cenderung

dilakukan jika individu merasa bahwa sesuatu yang kontruktif dapat

dilakukan terhadap situasi tersebut atau ia yakin bahwa sumber daya yang

dimiliki dapat mengubah situasi. Yang termasuk strategi coping berfokus

pada masalah adalah:

a) Planful problem solving yaitu bereaksi dengan melakukan usaha-usaha

tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti pendekatan

analitis dalam menyelesaikan masalah.

b) Confrontative coping yaitu bereaksi untuk mengubah keadaan yang

dapat menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil.

c) Seeking social support yaitu bereaksi dengan mencari dukungan dari

pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan

emosional.

2) Strategi coping berfokus pada emosi adalah melakukan usaha-usaha yang

bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha

mengubah stressor secara langsung. Perilaku coping yang berpusat pada

emosi cenderung dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah

situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut karena

sumberdaya yang dimiliki tidak mampu mengatasi situasi tersebut. Yang

termasuk strategi coping berfokus pada emosi adalah:

a) Positive reappraisal (memberi penilaian positif) adalah bereaksi dengan

menciptakan makna positif yang bertujuan untuk mengembangkan diri

termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius.


24

b) Accepting responsibility (penekanan pada tanggung jawab) yaitu

bereaksi dengan menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam

permasalahan yang dihadapi, dan berusaha mendudukkan segala

sesuatu sebagaimana mestinya.

c) Self controlling (pengendalian diri) yaitu bereaksi dengan melakukan

regulasi baik dalam perasaan maupun tindakan.

d) Distrancing (menjaga jarak) agar tidak terbelenggu oleh permasalahan.

e) Escape avoidance (menghindarkan diri) yaitu menghindar dari masalah

yang dihadapi.

Carver mengembangkan pendapat Lazarus dan Folkman (1984)

dimana ia menyatakan bahwa problem focused coping meliputi beberapa

bentuk yaitu:

1) Coping aktif (active coping), perilaku individu untuk mengatasi masalah

dengan melakukan suatu kegiatan yang aktif, yang bertujuan

memindahkan atau menghilangkan sumber stres serta mengurangi

akibatnya.

2) Perencanaan (planning), individu melakukan strategi perencanaan guna

menelesaikan masalah.

3) Penekanan kegiatan lain (suppression of competing aktivities), membatasi

aktivitas diri yang tidak berhubungan dengan masalah yang sedang

dihadapi.
25

4) Penundaan atau pengendalian perilaku (restraint coping), individu

berlatih untuk mengontrol atau mengendalikan tindakan yang bersifat

langsung sampai menemukan saat yang tepat untuk mengatasi masalah.

5) Mencari dukungan sosial (seeking social support), berupa bantuan, usaha

individu mencari informasi dengan bertanya pada orang lain yang

memiliki pengalaman serupa dan mendiskusikan masalah dengan seorang

ahli yang berkompeten terhadap persoalan yang dihadapi.

Carver juga menjabarkan strategi coping bentuk emotion focused

coping antara lain:

1) Mencari dukungan emosional (seeking emotional support), individu

berbagi perasaan dengan seseorang yang berarti baginya (keluarga, teman)

melalui dukungan moral, simpati atau pengertian.

2) Mencari makna positif, Individu berusaha mencari hikmah atau makna

positif dari setiap kejadian yang dialaminya.

3) Pengingkaran, individu menolak kenyataan sedang mengalami masalah

dan berpura-pura sedang tidak terjadi masalah apapun.

4) Penerimaan (accepting), individu belajar menerima keadaan dan

pasrah atas apa yang menimpanya.

5) Kembali ke agama (turning to region). Individu memilih untuk

menenangkan batin spiritualnya dengan kembali menekuni agamanya dan

memohon pertolongan dari Tuhan atau sikap individu menenangkan dan

menyelesaikan masalah secara agama.


26

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi

coping terbagi menjadi dua bentuk yaitu: problem focused coping dan

Emotional Focused Coping, kedua bentuk tersebut yang nantinya akan

membentuk delapan strategi coping yang dikemukakan oleh Folkman

problem focused coping meliputi: convrontive coping, seeking sosial support,

dan planfull problem solving, Emotional Focused Coping meliputi: self-

control, distancing, positive reappraisal, accepting responsibility, dan

escape/avoidance.

Sementara coping strategy yang dapat dilakukan oleh organisasi

dalam membantu mengatasi stres yang dialami oleh para pengawai atau para

perawat yaitu:

1) Job design, memperjelas peran, mengurangi bahaya ambigu dan konflik

dan memberikan otonomi kepada karyawan dalam struktur yang telah

ditetapkan untuk mengelola tanggung jawab karyawan

2) Target dan standar kinerja, menetapkan target yang masuk akal dan dapat

dicapai, namun tidak menempatkan beban yang tidak mungkin kepada

karyawan

3) Placement yaitu menempatkan karyawan dalam pekerjaan yang masih

dalam kemampuan karyawan tersebut

4) Pengembangan karir, perencanaan karir dana promosi karyawan sesuai

dengan kemampuan karyawan

5) Proses manajemen kinerja, yang memungkinkan komunikasi terjadi antara

atasan dan karyawan mengenai pekejaan yang lalu, masalah dan ambisi
27

6) Konseling, memberi kesempatan kepada karyawan untuk membicarakan

masalah mereka dengan seorang karyawan personalia atau petugas

kesehatan, atau melalui program bantuan karyawan

7) Pelatihan dalam meninjau kinerja dan teknik konseling dan bagaimana

manajer dapat meringankan stres diri sendiri dan orang lain

8) Pekerjaan, keseimbangan hidup dimana menentukan tekanan pada

karyawan yang memiliki tanggung jawab sebagai orang tua, pasangan atau

karir, dan dapat mencakup ketentuan seperti cuti khusus dan jam kerja

yang fleksibel.

2.5 Perawat

Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin nutrix yang berarti

merawat atau memelihara (Nurhaliza, 2019). Menurut Anindita dkk., (2012)

bahwasannya perawat adalah orang yang mempunyai kemampuan dan

wewenangan dalam melakukan tindakan berdasarkan ilmu yang dimilikinya,

yang diperoleh dari pendidikan keperawatan.

Menurut Triani (2019), Perawat adalah seseorang yang telah

menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta

berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan

yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan

penyakit dan pelayanan penderita sakit. Melani (2021) menyatakan bahwa

Perawat merupakan seorang yang berperan dalam memberi pelayanan

keperawatan, membantu memelihara, serta melindungi pasiennya karena

keadaan pasien yang mengalami penurunan dan proses penuaan.


28

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat

adalah tenaga profesional yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan

kewenangan dalam melaksanakan dan memberikan perawatan kepada pasien

yang mengalami masalah kesehatan.

Fungsi perawat yang utama adalah membantu pasien atau klien dalam

kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui

layanan keperawatan (Sianipar, 2020).

2.6 IGD (Instalasi Gawat Darurat)

Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan

pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi

penderita. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit

yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang

menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar

(Nurlina, 2018)

Menurut Queensland Helth ED (2012) menyatakan bahwa IDG adalah unit

pelayanan di rumah sakit yang memberi penanganan awal bagi pasien yang

menderita sakit dan cidera, yang membutuhkan perawatan gawat darurat. IGD

memiliki tujuan utama diantaranya adalah menerima, melakukan triage,

menstabilisasi, dan memberikan pelayanan kesehatan akut untuk pasien, termasuk

pasien yang membutuhkan resusitasi dan pasien dengan tingkat kegawatan

tertentu (Australasian Collage for Emergency Medicine, 2014).

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka kita dapat menyimpulkan

bahwa Instalasi Gawat Darurat (IGD)/Instalasi Emergensi adalah salah satu


29

bagian dalam rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang

menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.

IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien

dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam

membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah (DepKes RI, 2004). Dan

selain sebagai area klinis, IGD juga memerlukan fasilitas yang dapat menunjang

beberapa fungsi-fungsi penting sebagai berikut: kegiatan ajar mengajar,

penelitian/riset, administrasi, dan kenyamanan staf.

2.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Judul/tahun Variabel Hasil dan


penelitian/jurnal Peneliti Penelitian Kesimpulan
1. Workplace Stressor and Achmad 1. Stressor Nurses workplace
Coping Strategies Fathi 2. Coping stressors had a
Among Public Hospital strategies higher correlation
Nurses in Medan, with the use of
Indonesia/ 2010/ emotion-focused
Journal International and dysfunctional
coping strategies
than problem-
focused coping
strategies.
2. Stress and Coping Emad 1. Stressor
Students perceived
Strategies Among Shdaifat, 2. Coping moderate level of
stress, most
Nursing Students/ 2018/ Aysar strategies
commonly
Global Journal of Jamama & attributed to
Health Science; Vol. Mohammed assignments and
30

10, No. 5; 2018 Al-Amer workload, teachers


and nursing staff,
peers and daily
life, and taking
care of patients.
The most
frequently used
coping mechanism
was problem
solving. The study
found that age,
GPA, education
level and residence
are good
predictors of the
use of transference
as a coping
behaviour. A
moderate level of
stress among
students illustrates
the need for stress
management
programs and the
provision of
suitable support
3. Hubungan Tingkat Putri Rezkia 1. Stressor Hasil penelitian
Stressor dengan & Veny 2. Coping menunjukkan
bahwa sebagian
Strategi Koping Elita strategies
besar mahasiswa
Mahasiswa mengalami stres
Keperawatan sedang dan berat
dengan stressor
Universitas Riau dalam
utama yaitu ujian
Mengatasi Stres tindakan dan
Melaksanakan Tahap perbedaan antara
teori dan praktik.
Profesi/ 2011/ Jurnal
Emotional-
Ners Indonesia, Vol 2, focussed coping
No. 1, September 2011 cenderung lebih
31

sering digunakan
oleh mahasiswa.
Dari uji statistik
diketahui bahwa
tidak adanya
hubungan antara
tingkat stressor
dengan strategi
koping mahasiswa
keperawatan dalam
mengatasi stres
melaksanakan
tahap profesi.
4. Analisis Faktor-Faktor Selviani 1. Stres Hasil penelitian
yang Berpengaruh pada Aiska Kerja menunjukkan rata-
rata responden
Tingkat Stres Kerja 2. Stressor
mengalami stres
Perawat di Rumah kerja sedang
Sakit Jiwa Grhasia sebanyak 63 orang
(60,0%) dan hasil
Yogyakarta/ 2014
analisis
menggunakan
regresi linier
berganda
didapatkan hasil
bahwa faktor yang
paling berpengaruh
pada tingkat stres
kerja adalah beban
kerja. Adapun
kesimpulannya,
sebagian besar
perawat mengalami
stres kerja dan
beban kerja
menjadi faktor
utamanya.
32

2.8 Kerangka Penelitian

IGD RSGB

Stressor Dan Coping Strategy pada Perawat


di IGD RS Benyamin Guluh Kolaka

Teori
Social Cognitive Theory

Pengumpulan Data
Observasi
Wawancara
Dokumentasi

Analisis Data Model Interaktif

Kesimpulan Saran
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif

merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami apa yang dialami oleh

subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah

(Moleong, 2017). Penelitian kualitatif mendasarkan diri pada paradigma alamiah

yang menitikberatkan pada usaha untuk menemukan unsur-unsur pengetahuan

baru yang belum ada dalam teori-teori yang berlaku sebelumnya. Dalam

penelitian ini, penulis melakukan penelitian secara mendalam untuk menggali

informasi dalam rangka mengetahui dan memahami secara menyeluruh tentang

penyebab stres dan pemilihan strategi coping stres perawat yang bekerja pada IGD

RSUD Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah, IGD RS Benyamin Guluh

Kolaka. Lokasi ini dipilih menjadi tempat penelitian karena mengingat lokasinya

yang dekat, dan nantinya akan mempermudah peneliti dalam melakukan

penelitian. Sebelum menentukan lokasi penelitian diatas penulis melakukan

penjajakan lapangan untuk melihat dan menilai apakah ada kesesuaian antara

masalah atau latar belakang yang dipikirkan sebelumnya oleh penulis dengan

kenyataan dilapangan. Selain itu juga dengan mengenal segala unsur lingkungan

33
34

sosial, fisik dan keadaan alam, hal ini dilakukan untuk membuat penulis

mempersiapkan diri, mental maupun fisik serta perlengkapan yang diperlukan,

waktu dan biaya tenaga pula menjadi pertimbangan penulis dalam menentukan

lokasi penelitian tersebut. Sedangkan waktu pelaksanaannya mulai Desember

2021 - Oktober 2022. Waktu penelitian dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3.1 Daftar Jadwal Penelitian 2021-2022

Kegiatan 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Observasi awal

Pengumpulan bahan pustaka

Penyusunan proposal penelitian

Mempersiapkan instrumen penelitian


dan analisis kredibilitas,
transferabilitas, dependabilitas dan
konfirmabilitas

Pengumpulan data primer dan


sekunder

Pengolahan data

Analisis data

3.3. Fokus dan Sub-Fokus Penelitian

Adapun fokus dalam penelitian ini adalah untuk menggali secara holistik

coping strategy yang diterapkan oleh perawat pada IGD RSUD Benyamin Guluh

Kabupaten Kolaka dalam menghadapi situasi stres berdasarkan perpektif Social

Cognitive Theory. Berdasarkan fokus penelitian ini maka sub-fokus penelitian

adalah untuk menggali secara komprehensif mengenai:


35

1. Penyebab stres perawat, yaitu berbagai faktor yang mendorong dan

memberikan kontribusi terhadap stres yang dialami oleh perawat pada IGD

RSUD Benyamin Guluh.

2. Dampak stres perawat terhadap organisasi, yaitu berbagai outcome yang

mungkin timbul sebagai konsekuensi dari munculnya stres yang dialami

oleh perawat pada IGD RSUD Benyamin Guluh.

3. Coping strategy perawat, yaitu berbagai upaya yang ditempuh oleh perawat

pada IGD RSUD Benyamin Guluh dilihat dari perspektif Social Cognitive

Behavior.

3.4. Informan Penelitian

Subjek penelitian kualitatif dikenal dengan istilah informan. Penentuan

informan penelitian menggunakan pendekatan purposive sampling atau sampel

bertujuan. Dalam hal ini ada kecenderungan peneliti memilih informan yang

dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat

dipercaya menjadi sumber data terpercaya (Moleong, 2017). Tidak ada ketentuan

untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian kualitatif, namun pada

umumnya sampel berjumlah sedikit agar dapat diperoleh informasi yang lebih

spesifik dan mendalam (Creswell, 2015). Dalam penelitian ini informan yang

dipilih berjumlah 15 orang.

Dalam penelitian ini, informan terdiri atas informan kunci, informan utama

dan informan pendukung yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Informan kunci adalah informan yang memiliki informasi secara menyeluruh

tentang permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Informan kunci bukan


36

hanya mengetahui tentang kondisi/fenomena pada masyarakat secara garis

besar, juga memahami informasi tentang informan utama. Dalam pemilihan

informan kunci tergantung dari unit analisis yang akan diteliti. Misalnya pada

unit sebuah organisasi, informan kuncinya adalah pimpinan organisasi

tersebut. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Bapak Sulaeman,

S.Kep.,Ns, selaku Kepala Ruangan IGD RSBG Kolaka.

2) Informan utama dalam penelitian kualitatif mirip dengan “aktor utama” dalam

sebuah kisah atau cerita. Dengan demikian informan utama adalah orang yang

mengetahui secara teknis dan detail tentang masalah penelitian yang akan

dipelajari. Dalam penelitian ini informan utama adalah para perawat di IGD

RSBG Kolaka.

3) Informan pendukung merupakan orang yang dapat memberikan informasi

tambahan sebagai pelengkap analisis dan pembahasan dalam penelitian

kualitatif. Informan tambahan terkadang memberikan informasi yang tidak

diberikan oleh informan utama atau informan kunci. Informan pendukung

dalam penelitian ini yaitu pasien yang pernah menjalani perawatan di IGD

RSBG Kolaka.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Berbagai macam sumber data yang dapat dimanfaatkan dalam menggali

informasi dalam penelitian kualitatif, antara lain meliputi: (1) dokumen atau arsip,

(2) narasumber (informan), (3) peristiwa atau aktivitas, (4) tempat atau lokasi, (5)

benda, gambar serta rekaman (Farida Nugrahani, 2014:109).


37

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu sumber primer dan

sumber sekunder.

1) Sumber data primer, merupakan sumber data yang memuat data utama yakni

data yang diperoleh secara langsung di lapangan, misalnya dari narasumber

atau informant (Farida Nugrahani, 2014:113). Dalam penelitian ini sumber data

primer yang digunakan adalah hasil dari wawancara dengan para informan.

2) Sumber data sekunder, merupakan sumber data tambahan yang diambil tidak

secara langsung di lapangan, melainkan dari sumber yang sudah dibuat orang

lain, misalnya: buku, dokumen, foto, dan statistik. Sumber data sekunder dapat

digunakan dalam penelitian, dalam fungsinya sebagai sumber data pelengkap

ataupun yang utama bila tidak tersedia narasumber dalam fungsinya sebagai

sumber data primer (Farida Nugrahani, 2014:113). Dalam penelitian ini sumber

data sekunder yang digunakan adalah dokumen tentang kinerja perawat IGD

RSBG Kolaka, seperti absensi, jadwal sift, penilaian kinerja, status dan masa

kerja para perawat.

3.6. Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah salah satu kekuatan penelitian kualitatif dan didasarkan

pada penentuan apakah temuan itu akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan,

atau pembaca suatu laporan (Creswell & Miller, 2000). Sementara itu Kredibilitas

data yang dihasilkan dari penelitian kualitatif menjelaskan tentang derajat ataupun

nilai kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis yang dilakukan.

Hasil penelitian yang memiliki kredibilitas ialah penelitian tersebut dapat dikenali

dengan baik oleh para informan dalam konteks sosialnya (Creswell, 2015). Yin
38

(2009) menyarankan bahwa peneliti kualitatif perlu mendokumentasikan prosedur

studi kasus mereka dan mendokumentasikan langkah-langkah prosedur sebanyak

mungkin. Dalam pengujian validitas pada penelitian kualitatif, Creswell dan

Cresswell (2018) merekomendasikan untuk dilakukan multiple validity procedure

diantaranya adalah penggunaan pengujian yang Triangulasi, dan Member

Checking. Dalam penelitian ini prosedur validitas dan reliabilitas data

menggunakan dua tahapan yaitu:

1) Triangulasi

Proses ini dilakukan dengan mencocokan data yang didapatkan melalui

pembandingan dengan sumber data yang berbeda dalam rangka memastikan

konsistensi bukti dari sumber untuk digunakan sebagai pembangun kebenaran dari

tema penelitian yang dilakukan. Creswell dan Cresswell (2018) menyatakan

bahwa jika data yang didapatkan memenuhi kecocokan berdasarkan konvergensi

beberapa sumber data atau perspektif dari partisipan, maka proses ini dapat

diklaim sebagai penambah validitas penelitian.

2) Member Checking

Member Checking digunakan untuk menentukan keakuratan temuan

kualitatif dengan memberikan laporan akhir atau deskripsi dari penelitian yang

telah dibuat kepada informan untuk mengetahui apakah peserta/informan merasa

bahwa data yang mereka sampaikan telah akurat (Creswell dan Cresswell, 2018).

Prosedur ini disertakan dengan wawancara lanjutan dengan informan penelitian

untuk memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengomentari temuan

penelitian.
39

Dalam hal ini peneliti menguji kredibilitas data dengan member checking

(konfirmasi ulang) untuk memvalidasi hasil temuan dalam penelitian. Peneliti

melakukan member checking dengan cara membuat hasil wawancara yang sudah

didapat dari informan dalam bentuk transkip verbatim. Kemudiaan peneliti

melakukan konfirmasi ulang kepada setiap informan untuk menilai kebenaran dari

temuan data yang diperoleh. Informan diberikan kesempatan untuk membaca

transkip dan diharapkan memberikan tanggapan apakah isi temuan data tersebut

sesuai dengan pengalaman informan.

3) Confirmability

Pada penelitian ini dilakukan dengan cara memvalidasi data, sehingga data

dapat dikonfirmasi (Creswell dan Cresswell, 2018). Data-data penelitian seperti

transkip wawancara, field note dan hasil rekaman suara dibuat serapi mungkin

sehingga dapat dibuktikan bahwa penelitian ini adalah benar. Pada penelitian ini,

peneliti mendiskusikan hasil penelitian dengan pembimbing penelitian sebagai

external reviewer untuk melakukan analisis pembanding terkait analisis data,

penentuan kategori dan tema-tema yang muncul sehingga tercapai pemahaman

yang sama.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti

dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga

dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Pada

umumnya data dalam penelitian kualitatif dapat dikumpulkan melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi (Farida Nugrahani, 2014:121)


40

1) Observasi, merupakan pengamatan secara umum mengenai hal-hal yang

sekiranya berkaitan dengan masalah yang diteliti (Farida Nugrahani,

2014:133). Data yang diperoleh dari observasi langsung berupa perincian atau

data deskritif tentang kegiatan, perilaku, orientasi tindakan orang-orang serta

keseluruhan kemungkinan hubungan bermakna dari interaksi interpersonal dan

proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat

diamati (Farida Nugrahani, 2014:122).

2) Wawancara, merupakan teknik penggalian data melalui percakapan yang

dilakukan dengan maksud tertentu, dari dua pihak atau lebih. Pewawancara

(interviewer) adalah orang yang memberikan pertanyaan, sedangkan orang

yang diwawancarai (interview) berperan sebagai narasumber yang akan

memberikan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan. Teknik wawancara

dipilih peneliti untuk memperoleh data yang lebih banyak, akurat dan

mendalam (Farida Nugrahani, 2014:125).

3) Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang berupa bahan-bahan

tertulis, catatan, surat-surat penting dan lain-lain untuk melengkapi data yang

diperoleh dari hasil wawancara maupun untuk kepentingan yang berhubungan

dengan penelitian (Farida Nugrahani, 2014:143).

3.7. Teknik Analisis Data

Secara keseluruhan, proses analisis dalam penelitian kualitatif meliputi

empat macam sifat, yaitu, (1) analisis induktif; (2) analisis dilakukan bersama

dengan proses pengumpulan data; (3) analisis dalam proses interaktif: (4) analisis

dalam proses siklus (Farida Nugrahani, 2014:214). Dengan memperhatikan


41

permasalahan yang telah ditetapkan dalam penelitian, dan jenis penelitiannya,

maka peneliti dapat memilih jenis dan model analisis data yang akan

diterapkannya.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data model interaktif,

Dalam model analisis interaktif ini, analisis data sudah mulai dilakukan ketika

proses pengumpulan data berlangsung di lapangan dan analisis data dilakukan

dalam bentuk siklus. Analisis data dimulai dengan proses pengumpulan data yang

dilakukan secara terus-menerus hingga peneliti dapat menarik simpulan akhir.

Analisis data model interaktif terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1) reduksi data,

(2) sajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi.

Pada dasarnya proses reduksi data merupakan langkah analis data

kualitatif yang bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

memperjelas, dan membuat fokus, dengan membuang hal-hal yang kurang

penting, dan mengorganisasikan serta mengatur data sedemikian rupa sehingga

narasi sajian data dapat dipahami dengan baik, dan mengarah pada simpulan yang

dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan sajian data adalah sekumpulan informasi yang memberi

kemungkinan kepada peneliti untuk menarik simpulan dan pengambilan tindakan.

Sajian data ini merupakan suatu rakitan organisasi informasi, dalam bentuk

deskripsi dan narasi yang lengkap, yang disusun berdasarkan pokok-pokok

temuan yang terdapat dalam reduksi data, dan disajikan menggunakan bahasa

peneliti yang logis, dan sistematis, sehingga mudah dipahami. Sementara itu,

penarikan simpulan merupakan kegiatan penafsiran terhadap hasil analisis dan


42

interpretasi data. Simpulan perlu diverifikasi selama penelitian berlangsung agar

dapat dipertanggungjawabkan.

Pola analisis interaktif yang telah dikemukakan di atas, dapat dilihat pada

gambar berikut:

Koleksi Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan
Kesimpulan

Gambar 3.1 Model Interaktif Miles Dan Hubberman

Dalam model analisis ini, peneliti dimungkinkan untuk melakukan

pencarian kembali data baru di lapangan, atau menelusuri kembali semua bukti

penelitian yang tersimpan, apabila data yang diperoleh dirasa kurang mantap

sebagai dasar penarikan simpulan. Dengan demikian, selama analisis data

dilakukan dalam proses siklus, secara tidak langsung telah dilakukan triangulasi

data untuk kepentingan penarikan simpulan akhir penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum RS Benyamin Guluh

RS Benyamin Guluh merupakan rumah sakit umum daerah Kab. Kolaka,

Sulawesi Tenggara, yang dibangun pada tahun 1979 dan mulai dioperasikan pada

tahun 1980. Nama Benyamin Guluh sendiri diambil dari nama salah satu tokoh

masyarakat sekaligus mantri kesehatan pertama Kolaka, sebagai bentuk

penghargaan dan apresiasi atas perjuangannya. RS Benyamin Guluh bertempat di

Jl. Dr. Sutomo No. 1 Kab. Kolaka, Sulawesi Tenggara 93511. Namun, sejak

Februari 2022 berpindah tempat di Jl. Mekongga Indah Poros Bypass, Tahoa,

Kolaka 93561. Di rumah sakit ini memiliki banyak fasilitas dan pelayanan, salah

satunya ialah IGD (Instalasi Gawat Darurat). Di IGD sendiri dilengkapi dengan 24

perawat dan 11 dokter yang ahli dan berkompeten dalam menangani pasien.

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.2.1 Penyebab Stres Perawat IGD RSUD Benyamin Guluh Kolaka

Berdasarkan observasi dan hasil wawancara dengan para informan, penulis

mengidentifikasi berbagai faktor yang mendorong munculnya stress yang dialami

oleh para perawat yang bekerja di IGD RSUD Benyamin Guluh. Berbagai faktor

tersebut dijabarkan ke dalam tabel summary seperti yang disajikan pada Tabel 4.1

berikut ini.

43
44

Table 4.1
Summary Stressor Perawat IGD RSUD Benyamin Guluh

Penyebab Deskripsi
Stress

1. Tekanan terhadap pekerjaan asuhan keperawatan


2. Tekanan tambahan beban penyusunan laporan pasien
3. Tekanan tambahan tugas di luar dari tanggung jawab

Beban Kerja sebagai perawat di IGD


4. Tekanan tenggat waktu pada penyelesaian laporan
5. Tekanan dalam menangani complaint pasien dan
keluarga pasien
1. Muculnya ketidaksepahaman dengan dokter yang
bekerja di IGD
Konflik Kerja 2. perbedaan pendapat dengan perawat lain dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaan
3. Kurangnya komunikasi antar rekan kerja

Kurangnya
1. Kurangnya peralatan medis penunjang untuk menangani
fasilitas
pasien kritis
pendukung

1. Pelatihan yang kurang efektif sehingga perawat


Pasien Kritis mengelami kecemasan pada saat menangani pasien kritis
2. Pelatihan tentang penanganan pasien kritis tidak merata
1. Adanya kejenuhan karena melakukan pekerjaan yang
Masa Kerja
sama dalam kurun waktu yang lama

1. Sulitnya membagi waktu antara keluarga dengan tugas


jaga di IGD
Keluarga
2. Adanya benturan antara tugas sebaga perawat dengan
tanggung jawab dalam keluarga
45

Beban kerja merupakan stressor utama yang dirasakan oleh para perawat

di IGD RS Benyamin Guluh Kolaka, kemudian disusul faktor konflik kerja,

fasilitas pendukung, pasien kritis, masa kerja, dan keluarga. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Fathi (2010), dimana faktor penyebab stres kerja diantaranya beban

kerja, dan konflik ditempat kerja. Aiska (2014) juga menambahkan beberapa

faktor penyebab stres kerja, salah satunya yaitu masa kerja.

Beban kerja yang dirasakan oleh para perawat IGD RSBG Kolaka ini

disebabkan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan dan salah satunya karena

memiliki peran ganda, misalnya selain menangani pasien para perawat juga

mengerjakan laporan-laporan administrasi dan tidak jarang ada beberapa perawat

yang diamanahkan untuk membawakan materi atau pelatihan mengenai cara

penanganan pasien. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dan observasi juga

diidentifikasi bahwa beban kerja ini juga terkait dengan keterbatasan jumlah

perawat yang kadang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang harus ditangani.

Berdasarkan data pembagian waktu kerja (shift) diketahui bahwa perawat yang

bekerja pada satu waktu kerja terbatas hanya 4-5 orang perawat. Di mana jumlah

ini kadang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang harus ditangani jika terjadi

lonjakan pada gelombang kedatangan pasien kritis. Sementara itu, jika gelombang

kedatangan pasien berkurang, para perawat juga tetap pada kondisi heavy loading

karena mereka memiliki kewajiban lain untuk membuat laporan yang telah

ditentukan tenggak waktunya.

Dengan kondisi pembagian shift semacam ini di satu sisi memberikan

beban yang cukup berat bagi pasien dalam membagi waktu dan tenaganya.
46

Namun di sisi lain mereka diharuskan untuk tetap mengedepankan asuhan

keperawatan yang optimal di tengah keterbatasan jumlah tenaga dan waktu yang

dimiliki. Kondisi ini juga tidak jarang memunculkan konflik atau ketegangan

dalam lingkup IGD ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara satu

perawat dengan perawat lainnya atau dengan para dokter, yang kemudian tidak

adanya pihak ketiga atau pimpinan yang menengahi dan menyelesaikan konflik

yang terjadi.

Selain itu, sarana dan prasarana yang kurang memadai juga menjadi salah

satu penyebab stres perawat IGD, dimana sarana dan prasarana ini sangat penting

dan dibutuhkan oleh para perawat dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya menangani pasien. Hal ini sejalan dengan faktor-faktor yang

dikemukakan oleh Hasibuan (2007), dimana ia juga mengemukakan bahwa

faktor-faktor yang dapat menyebabkan stres dalam organisasi di antaranya beban

kerja yang terlalu berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan

wajar, waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai, konflik antar pribadi

dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah serta

masalah-masalah keluarga.

Faktor-faktor penyebab stres yang dikemukakan di atas menimbulkan

dampak yang tidak menguntungkan bagi para perawat seperti mengalami

kelelahan yang berlebihan, kesehatan yang terganggu (sakit), kurang nafsu makan,

sulit tidur, gelisah, lebih sensitive seperti mudah tersinggung, marah atau sedih,

semangat kerja menurun. Hal ini sejalan dengan pendapat Yo dkk., (2015) bahwa

dampak ketika seorang karyawan mengalami stres kerja dapat dikelompokkan


47

menjadi tiga yakni dampak fisiologis, dampak psikologis serta dampak perilaku.

Dampak fisiologis seperti mudah lelah secara fisik. Gejalnya antara lain sulit

tidur, kepala pusing, meningkatnya tekanan darah dan detak jantung. Dampak

psikologis seperti ketegangan, kecemasan yang dapat memicu ketidakpuasan

kerja. Sememtara itu dampak perilaku, berkaitan dengan tingkah laku seperti

mengkonsumsi alkohol, merokok, gangguan tidur dan kebiasaan makan yang

terganggu.

4.2.2 Dampak Stres Perawat Terhadap Kinerja dalam Organisasi

Berdasarkan observasi dan hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak

stres pada perawat IGD RS Benyamin Guluh Kolaka, dari masing-masing

informan yang telah diwawancarai mengalami dampak yang berbeda-beda. Salah

satunya mengalami gejala organisasional, yaitu berupa menurunnya semangat

kerja serta adanya perasaan kurang nyaman yang diakibatkan adanya konflik

dengan rekan kerja, dampak lain yang dirasakan oleh informan yaitu fokus kerja

yang menurun yang jika dibiarkan secara terus-menerus akan berisiko atau

berdampak pada penurunan kinerja para perawat.

Sementara beban kerja yang berlebihan dapat memicu kelelahan, namun

kelelahan yang terjadi secara terus menerus akan berdampak pada menurunnya

kinerja perawat dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penurunan

produktivitas organisasi atau rumah sakit. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang

dikemukakan oleh Nanulaitta (2018) yang menyatakan bahwa suasana kerja yang

tidak nyaman karena banyaknya beban kerja, sarana dan prasarana yang tidak

memadai, tidak adanya hubungan baik dengan rekan kerja dan banyak terjadi
48

konflik akan memberikan dampak negatif yang mengakibatkan pemerosotan pada

kinerja seseorang dan akan berdampak terhadap penurunan produktivitas pada

organisasi.

4.2.3 Coping Strategy Perawat IGD RS Benyamin Guluh Kolaka Dalam

Menghadapi Stres

Adapun penerapan coping strategy yang digunakan para perawat IGD RS

Benyamin Guluh Kolaka dalam mengatasi stres disajikan dalam table di bawah

ini.

Table 4.3
Summary Coping Strategy Perawat dalam Menghadapi Stres
Problem-Focused
Deskripsi
Coping

1. Perawat berusaha mencari jalan keluar sendiri atas


berbagai masalah yang dihadapi saat bekerja.
2. Perawat memilih untuk mengatur waktu agar
dapat menyelesaikan pekerjaannya, sehingga tidak
1. Planfull problem
perlu merepotkan orang lain.
solving
3. Ketika seorang perawat overload terhadap
pekerjaannya dalam menangani pasien, perawat
memilih untuk meminta bantuan kepada rekan
kerja.
1. Perawat berusaha menenangkan diri dan kemudian
2. Restraint coping mencari waktu yang tepat untuk menyelesaikan
pekerjaanya yang dirasa sulit untuk dikerjakan
1. Perawat berusaha memilih pekerjaan dengan skala
3. Suppression of
prioritas paling tinggi jika dihadapkan pada
competing aktivities
berbagai tugas yang mendesak untuk dikerjakan
1. Perawat berusaha untuk mencari bantuan kepada
4. Seeking social
rekan kerja ketika menghadapi berbagai tugas
support
yang berbenturan.
Emotional-Focesed Deskripsi
Coping
1. jika perawat mengalami masalah yang cukup
1. Seeking emotional banyak dalam pekerjaannya, maka dia bercerita
support kepada orang teman/sahabat agar mereka merasa
lebih tenang dalam menyelesaikan pekerjaan.
49

2. jika perawat mengalami masalah yang cukup


banyak dalam pekerjaannya, maka dia bercerita
kepada pasangannya agar mereka merasa lebih
tenang dalam menyelesaikan pekerjaan.
2. Positive reappraisal 1. Ketika seorang perawat menghadapi masalah
yang mungkin membuat dirinya merasa tertekan,
tetapi dia merasa bahwa dibalik masalah tersebut
akan ada hikmah yang akan didapatkan
dikemudian hari.
2. Ketika seorang perawat mendapatkan masalah
yang dirasa cukup berat, tetapi berfikir untuk
lebih ikhlas menerima masalah dan berusaha
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
3. Accepting 1. Ketika seorang perawat mendapatkan masalah
responsibility yang dirasa cukup berat, perawat berusaha
menerima masalah tersebut dan menganggapnya
sebagai bagian dari resiko pekerjaan yang harus
diterimanya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi coping stres perawat IGD

RSUD Benyamin Guluh dari coping strategy secara simultan. Artinya, mereka

akan berusaha menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi baik itu dengan

menyusun rencana guna menyelesaikan permasalahan, meminta bantuan kepada

orang lain, mengurangi aktivitas diri yang tidak berhubungan dengan masalah

maupun mencari waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Disisi

lain, mereka juga akan menggunakan coping yang berfokus pada emosi guna

mendapat ketenangan atau mengurangi perasaan stres dalam dirinya seperti

bercerita kepada orang terdekatnya, mencari hikmah dari setiap peristiwa yang

dialami, bersikap baik-baik saja dihadapan orang lain seolah tidak terjadi apa-apa

pada dirinya ataupun belajar menerima keadaan dan pasrah atas apa yang terjadi.

Cara seseorang menyelesaikan masalah tergantung pada kebiasaan standar

kebudayaan dimana ia dibesarkan, tingkat kognitif juga mempengaruhi strategi


50

seseorang dalam mengatasi stres. Bagaimana cara atau strategi yang diambil

seseorang dalam mengatasi stres disebut dengan coping strategy. Beberapa ahli

menyimpulkan bahwa pada dasarnya coping strategy merupakan suatu cara atau

metode yang dilakukan tiap individu untuk mengatasi dan mengendalikan situasi

atau masalah yang dialami dan dipandang sebagai hambatan, tantangan yang

bersifat menyakitkan serta ancaman yang bersifat merugikan (Istiani, 2014).

Sedangkan menurut Maryam (2017) menyatakan bahwa coping adalah

dimana seseorang mengalami stres atau ketegangan spikologik dalam menghadapi

masalah kehidupan sehari-hari yang memerlukan kemampuan pribadi maupun

dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi stres yang dihadapi. Sementara

Maulida (2021) mengatakan bahwa coping merupakan suatu proses dimana

individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik

itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari

lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam

menghadapi situasi stressfull (situasi penuh tekanan). Untuk itu penerapan strategi

coping sangat dibutuhkan oleh para perawat yang mengalami stres dalam

pekerjaannya agar tetap dapat memberikan pelayanan dan penanganan yang

maksimal, strategi yang dibutuhkan yaitu kemampuan perawat dalam mengatasi

atau menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi (problem-focused coping) dan

melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan

diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang

penuh tekanan (emotional-focused coping).


51

Salah satu sumber kekuatan seseorang dalam menghadapi masalahnya

adalah berfikir positif, pikiran kita dapat mengendalikan perilaku kita. Orang yang

memiliki kekuatan pikiran positif akan membentuk kepercayaan diri yang positif,

citra diri yang positif, aktivitas yang penuh dengan kemajuan dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, kenyataan dalam hidup yang kita alami, semua tergantung dari apa

yang kita pikirkan.

Jika ingin menciptakan sebuah kekuatan dalam diri dimulai dengan pikiran

yang baik karena pertahanan terhadap stres sangat tergantung pada kemampuan

seseorang dalam mengelola pikiran secara efektif dan pikiran yang baik akan

menciptakan perasaan serta perilaku yang baik pula sehingga timbul semangat dan

motivasi dalam diri untuk terus melanjutkan pekerjaan, hal inilah yang juga

dilakukan oleh hampir keseluruhan dari informan utama.

Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda antara satu

individu dengan individu lainnya. Individu dengan kepribadian yang lemah bila

dihadapkan pada stres yang kecil sekalipun akan menimbulkan perilaku abnormal,

berbeda dengan individu yang berkepribadian kuat, meskipun dihadapkan pada

stres yang berat kemungkinan besar ia akan mampu mengatasi kondisinya.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa masing-masing individu perawat

mengembangkan cara yang khas dalam memberikan respon bila usahanya untuk

mencapai tujuan terhambat. Ketika menghadapi stres, mungkin seseorang

membutuhkan bantuan orang lain, meminta seseorang membimbing dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi. Perawat membutuhkan dukungan sosial

saat stres dengan pekerjaannya karena dukungan itu membantu meringankan


52

beban yang sedang ia rasakan. Dengan adanya orang lain, informan merasa tidak

sendiri menghadapi beban yang dirasakannya. Sebagai makhluk sosial tentunya

informan membutuhkan bantuan ataupun dukungan dari orang lain ketika

mengalami stres, karena hal tersebut menjadi suatu bentuk dimana seseorang

merasa dicintai oleh orang lain sehingga menciptakan motivasi dan kembali

bersemangat dalam bekerja.

Pada penelitian ini, peneliti berusaha melihat strategi coping perawat

RSUD Benyamin Guluh dari sudut organizational factors dengan cara memahami

keterkaitan interaksi perawat dengan lingkungan organisasnya. Di mana dari sudut

pandang teori manajemen dan organisasi dapat diidentifikasi melalui Social

Cognitive Theory. Menurut Miles (2012) premis utama teori kognitif sosial adalah

bahwa tindakan manusia disebabkan oleh tiga faktor yang saling berinteraksi yaitu

perilaku, kognitif dan faktor pribadi, dan lingkungan eksternal. Ketiga faktor

tersebut saling mempengaruhi secara dua arah, sehingga dianggap bahwa manusia

merupakan produsen sekaligus produk dari lingkungannya sendiri. Teori kognitif

sosial merupakan teori yang menggunakan pendekatan behavioris yang

berpendapat bahwa lingkungan menyebabkan perilaku.

Dalam penelitian ini terlihat bahwa perilaku coping yang dilakukan oleh

perawat, meskipun secara simultan menggunakan dua pendekatan yaitu problem-

focused coping dan emotional-focused coping, tetapi coping yang dilakukan sama

sekali tidak melibatkan organisasi. Maknanya bahwa perawat belum memandang

organisasi sebagai support system sehingga lebih memilih untuk menerima

kondisi yang mereka alami dengan pendekatan sosial dengan rekan kerja atau
53

pendekatan emosional dengan cara ikhlas menerima kondisi yang dihadapinya.

Akibat dari kepasrahan dari perawat ini pada akhirnya organisasi kurang memiliki

sensitifitas terhadap stress yang dialami perawat sehingga terkesan terjadi

pembiaran terhadap kondisi yang mereka alami. Argumen ini sejalan dengan

determinisme timbal balik yang dikemukakan oleh Bandura (1986) yang

menyatakan bahwa lingkungan tidak hanya menyebabkan perilaku, tetapi perilaku

juga membantu membentuk lingkungan.

Selanjutnya, jika dilihat dari pembentukan coping strategy perawat

menurut sudut pandang social cognitive theory, menurut Bandura (2001) SCT

melibatkan tiga mode agensi yang berbeda yaitu agensi pribadi langsung, agensi

proxy, dan agensi kolektif. Pertama, agensi pribadi langsung terkait dengan

kemampuan individu untuk mengambil kendali dan mencapai apa yang diinginkan

melalui pengambilan keputusan terbaik pada situasi yang tiba-tiba atau tidak

menguntungkan. Kedua, agensi proxy adalah kemampuan entitas dalam

menggunakan atau memanfaatkan akses ke sumber daya, kekuasaan, pengaruh,

atau keahlian yang dimiliki untuk mengubah atau membentuk perilaku individu.

Ketiga, agensi kolektif yaitu cara kerja secara bersama dengan orang lain untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

Pada penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa agensi proxy yaitu

kemampuan organisasi atau pimpinan dalam membantu perawat menghadapi stres

melalui kebijakan, sumber daya, atau pengambilan keputusan belum menunjukkan

eksistensinya. Hal ini memaksa perawat untuk berusaha secara menggunakan

agensi pribadi dan agensi kolektif untuk menghadapi stres yang mereka alami.
54

Hal ini sejalan dengan argumen Lazarus dan Folkman (1994) pada teori kognitif-

relasional stres menekankan sifat timbal balik yang berkelanjutan dari interaksi

antara orang dan lingkungan yang memunculkan penilaian pada diri individu.

Penilaian ini muncul secara bersamaan dengan memahami tuntutan lingkungan

dan sumber daya pribadi. Penilaian ini dapat berubah dari waktu ke waktu sebagai

akibat dari efektivitas coping, persyaratan yang berubah, atau peningkatan

kemampuan pribadi.

Lebih jauh Lazarus (1991) berargumen bahwa dari sudut pandang Social

Cognitive, pemahaman terhadap proses kompleks emosi seperti stres melalui tiga

tahapan penting yang terdiri dari anteseden kausal (causal antecedent), proses

mediasi (mediating process), dan efek (effect). Pada tahapan pertama, perawat

mengidentifikasi variabel yang datang dari dalam diri individu seperti komitmen

atau keyakinan, serta variabel lingkungan seperti tuntutan atau kendala

situasional. Dalam hal ini perawat memiliki komitmen yang tinggi terhadap

pekerjaanya dan memiliki kesadaran yang tinggi terhadap resiko yang

dihadapinya sebagai perawat dengan lingkungan kerja yang penuh dengan

tekanan.

Pada tahapan kedua, perawat melalui proses mediasi dengan melakukan

penilaian kognitif terhadap tuntutan situasional dan pilihan coping pribadi serta

upaya coping yang kurang lebih berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi.

Dalam proses ini perawat mengidentifikasi melalui kemampuan kognitifnya

bahwa tuntutan yang dihadapinya dalam bekerja mengharuskan mereka untuk

mencari solusi atas permasalahan yang mereka hadapi termasuk stres kerja yang
55

kerap mereka alami. Pendekatan coping ini sangat bergantung pada penilaian

mereka terhadap lingkungan organisasi di mana mereka berada sehingga strategi

coping yang diterapkan lebih terfokus pada diri pribadi mereka dan interaksi

sosial dengan rekan kerja.

Pada tahapan ketiga, sebagai konsekuensi dari proses mediasi, individu

menunjukkan outcome atau efek dari pilihan coping yang diterapkannya. Menurut

(Lazarus, 1991) efek yang ditimbulkan dapat berupa efek langsung seperti afek

atau perubahan fisiologis dan efek jangka panjang seperti kesejahteraan psikologis

(psychological wellbeing), kesehatan somatik, dan fungsi sosial. Pada konteks

penelitian ini, diidentifikasi bahwa outcome atau efek yang ditunjukkan melalui

strategy coping yang diterapkan lebih bersifat pribadi dan jangka pendek. Hal ini

karena strategy yang diterapkan bersifat berubah-ubah dan perawat tidak

mendapatkan suppport system untuk menjaga kesejahteraan psikologis mereka

pada jangka panjang.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di IGD RSBG

Kolaka, diketahui bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab stres pada perawat

IGD yaitu banyaknya beban kerja serta adanya peran ganda yang harus

dikerjakan, adanya konflik atau ketegangan dikarenakan perbedaan pendapat

antara satu perawat dengan perawat/dokter lainnya, serta sarana dan prasarana

yang kurang memadai juga menjadi penyebab stres para perawat.

Stres kerja yang dirasakan oleh para perawat ini, berdampak pada kinerja

perawat yaitu berupa menurunnya semangat kerja serta adanya perasaan kurang

nyaman yang diakibatkan adanya konflik dengan rekan kerja, dampak lain yang

dirasakan oleh informan yaitu fokus kerja yang menurun yang jika dibiarkan

secara terus-menerus akan berisiko atau berimbas pada penurunan kinerja para

perawat. Sementara beban kerja yang berlebihan dapat memicu kelelahan, namun

kelelahan yang terjadi secara terus menerus akan berdampak pada menurunnya

kinerja perawat dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penurunan

produktivitas organisasi atau rumah sakit. Karena tidak adanya coping strategy

yang diterapkan pihak RS dalam membantu mengatasi stres para perawat

sehingga perawat memiliki coping tersendiri dalam menghadapi stresnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para perawat menggunakan coping

strategy secara simultan. Artinya, mereka akan berusaha menyelesaikan masalah

yang sedang dihadapi baik itu dengan menyusun rencana guna

56
57

menyelesaikan permasalahan, meminta bantuan kepada orang lain, mengurangi

aktivitas diri yang tidak berhubungan dengan masalah maupun mencari waktu

yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Disisi lain, mereka juga akan

menggunakan coping yang berfokus pada emosi guna mendapat ketenangan atau

mengurangi perasaan stres dalam dirinya seperti bercerita kepada orang

terdekatnya, mencari hikmah dari setiap peristiwa yang dialami, bersikap baik-

baik saja dihadapan orang lain seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya ataupun

belajar menerima keadaan dan pasrah atas apa yang terjadi.

5.2 Saran

1. Bagi Perawat

Para perawat harus mempertahankan kinerjanya yang baik serta para

perawat juga harus lebih berani untuk speak up tentang apa yang selama ini

menjadi beban atau keluhan mereka selama bekerja agar pihak rumah sakit

mengetahui dan dapat berupaya mengatasi masalah yang dihadapi para

perawat.

2. Bagi Pihak Rumah Sakit

1) Rumah sakit sebaiknya mengurangi beban kerja dan menghindari adanya

peran ganda perawat di IGD RS Benyamin Guluh Kolaka.

2) Pihak rumah sakit sebaiknya lebih memberi ruang untuk para perawat

speak up tentang apa yang menjadi keluhan, hambatan atau masalah-

masalah yang selama ini mereka hadapi atau mereka rasakan.

3) Pihak rumah sakit juga harus lebih memperhatikan hubungan internal

dan memperbaiki komunikasi para perawat di IGD itu sendiri serta dapat
58

menjadi penengah antar perawat yang terlibat konflik agar tidak terjadi

konflik yang berkepanjangan di tempat keja

4) Pihak rumah sakit sebainya mencari treatment khusus mengenai

pelatihan seperti apa yang disenangi oleh para perawat dan tidak

membuat mereka merasa terbebani dengan pelatihan tersebut.

5) Pihak rumah sakit tak henti-hentinya juga harus memberikan motivasi-

motivasi untuk mengembangkan kemampuan dan kepekaan emosional

perawat serta meningkatkan optimisme para perawat. Didukung pula

dengan menyediakan sarana dan prasarana yang lebih lengkap.

6) Tidak hanya menjaga hubungan baik dengan para perawat, pihak rumah

sakit juga diharapkan mampu membina hubungan baik dengan keluarga

para perawat dengan berbagai cara. Seperti memperbolehkan perawat

wanita untuk membawa anak balitanya kerumah sakit dan memfasilitasi

ruangan khusus untuk beristirahat. Yang mana hal ini diharapkan dapat

membuat perawat yang sekaligus menjadi seorang ibu dapat tetap hadir

ditempat kerja menggerjakan tugasnya namun disisi lain tetap tenang

menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti di bidang lainnya,

seperti di bidang pemerintahan, perusahaan yang berorientasi pada profit maupun

nonprofit. Namun boleh saja melakukan penelitian di bidang yang sama yaitu

bidang kesehatan namun sebaiknya menggunakan informan yang lebih banyak

agar memperoleh informasi dan fenomena-fenomena yang lebih luas.


DAFTAR PUSTAKA

Aiska, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Tingkat Stres


Kerja Perawat Di RSJ Grasia Yogyakarta (Doctoral Dissertation,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).

Aji, A. B., & Ambarwati, T. K. (2014). Coping stress perawat dalam menghadapi
agresi pasien di rumah sakit jiwa dr. radjiman wediodiningrat
lawang. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, 3(1), 54-58.

Amalia, U. R., Suwendra, I. W., & Bagia, I. W. (2016). Pengaruh stres kerja dan
kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Jurnal Manajemen
Indonesia, 4(1).

Anindita, B., Ambarwati, W. N., & Listyorini, D. (2012). Pengaruh teknik


relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pada klien skizofrenia
paranoid di RSJD Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Dewi, C. N. C., Bagia, I. W., & Susila, G. P. A. J. (2018). Pengaruh stres kerja
dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada bagian tenaga
penjualan UD Surya Raditya Negara. BISMA: jurnal manajemen, 4(2),
154-161.

Donsu, J. D., & Amini, R. (2017). Perbedaan Teknik Relaksasi Dan Terapi Musik
Terhadap Kecemasan Pasien Operasi Sectio Caesaria. Jurnal Vokasi
Kesehatan. https://doi. org/10.30602/jvk. v3i2, 113.

Dwi Ulfa, H. (2021). Pengaruh Peran Ganda, Stres Kerja, Dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai Perempuan Bank Bpr Central Artha Kota
Tegal (Doctoral Dissertation, Universitas Pancasakti Tegal).

Eleni, M., Fotini, A., Maria, M., Ioannis, Z. E., Constantina, K., & Theodoros, C.
Κ. (2010). Research in occupational stress among nursing staff-a
comparative study in capital and regional hospitals. Sci J Hell Regul Body
Nurses, 3(3), 79-84.

Fahrizal, A. A. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja Perawat


Anestesi Di Ruang Operasi Alif (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta).

59
Fathi, A. (2010). Workplace stressors and coping strategies among public
hospital nurses in Medan, Indonesia (Doctoral dissertation, Prince of
Songkla University).

Febriani, S. (2017). Gambaran Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Bagian Perawatan Jiwa RSKD Provinsi Sulawesi Selatan (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Hasibuan, M. S. (2007). Manajemen: dasar, pengertian, dan masalah.

Hidayat, T. (2016). Pengaruh Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Dan Disiplin


Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan
Kota Bandung (Doctoral Dissertation, Fakultas Ekonomi Unpas).

Irvianti, L. S. D., & Verina, R. E. (2015). Analisis pengaruh stres kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja terhadap turnover intention karyawan pada PT
XL Axiata Tbk Jakarta. Binus Business Review, 6(1), 117-126.

Istiani, L. N. (2014). Hubungan antara hope dengan problem focused coping


pada mahasiswa penyusun skripsi angkatan 2010 Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Lozarend & Elnita, L.F (2013). Hubungan Stress Kerja Dengan Kinerja Perawat
di Rumah Sakit Panti Panti Waluya Sawahan Malang, Fakultas
Kedokteran Universitas Briwijaya.

Lazarus, R. S. & S. Folkman. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. Springer.


New York
Lazarus, R. S. (1991). Emotion and Adaptation. Oxford University Press. London.
Maryam, S. (2017). Strategi coping: Teori dan sumberdayanya. Jurnal Konseling
Andi Matappa, 1(2), 101-107.

Maulida, Y. (2021). Upaya Coping Stress remaja awal dalam menyikapi


pembelajaran daring di Pasir Biru Rw 02 Cibiru Bandung (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).

Melani, M. F. (2021). Asuhan Keperawatan Tn. K Dengan Penyakit Paru


Obstruktif Kronis (Ppok) Pada Lanjut Usia Di Ruang Cempaka Rsud
Panembahan Senopati Bantul (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).

60
Miles, Jeffrey A. (2012). Management and organization theory: A Jossey-Bass
reader. Vol. 9. John Wiley & Sons, 2012

Nugrahani, F., & Hum, M. (2014). Metode penelitian kualitatif. Solo: Cakra
Books, 1(1).

Nurhaliza, S. (2019). Peran Perawat Dalam Menerapkan Keselamatan Pasien Di


Rumah Sakit.

Nurlina, D. (2018). Faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pasien instalasi


gawat darurat Rumah Sakit TNI AD Tk Iv 02.07. 04 Bandar Lampung
tahun 2017 (Doctoral dissertation, Institut Kesehatan Helvetia Medan).

Onasoga Olayinka, A., Osamudiamen, O. S., & Ojo, A. (2013). Occupational


stress management among nurses in selected hospital in Benin city, Edo
state, Nigeria. European Journal of Experimental Biology, 3(1), 473-81.

Schwarzer, R. (1998). Stress and coping from a social‐cognitive


perspective. Annals of the New York Academy of Sciences, 851(1), 531-
537.

Sianipar, Y. (2020). Berbagai Manfaat Dokumentasi Keperawatan Dalam Asuhan


Keperawatan Di Rumah Sakit.

Triani, K. (2019). Gambaran Beban Kerja Perawat Di Ruang Cempaka Rsud


Majalaya.

Waruwu, A. A. (2018). Pengaruh Kepemimpinan, Stres Kerja dan Konflik Kerja


Terhadap Kepuasan Kerja Serta Dampaknya Kepada Kinerja Pegawai
Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Utara. JUMANT, 10(2), 1-14.

Yo, P., Melati, P., & Surya, I. B. K. (2015). Pengaruh beban kerja terhadap
kepuasan kerja dengan stres kerja sebagai variabel mediasi (Doctoral
dissertation, Udayana University).

Yunita, D. R. (2021). Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Bagian


Marketing Pt. Muara Dua Palembang (Doctoral dissertation, Universitas
Katolik Musi Charitas).

61
LAMPIRAN

62
TRANSKRIP WAWANCARA PADA OBSERVASI AWAL

Narasumber : H. Sulaeman, S.Kep.Ns (Informan Kunci)

Jabatan : Kepala Ruangan IGD


Waktu : 11 Maret 2022, Pukul 10:00 WITA

Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka

1. Peneliti: berapa jumlah perawat dan dokter di IGD?


Narasumber: jumlah perawat ada 24 dan dokter umum ada 11.
2. Penulis: apakah jumlah pasien yang ditangani terus meningkat dari tahun
ketahun?
Narasumber: setiap tahunnya ± 1000 pasien, namun pada tahun 2020 dan
2021 pasien yang ditangani hanya sekitar 600 pertahunnya. Namun tahun ini
sudah mulai meningkat dibanding dua tahun lalu.
3. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin
Guluh?
Narasumber: Kinerja para perawat baik dan para perawat sudah
berkompeten dalam menangani pasien karena sudah dibekali dengan
pelatihan. jadi ketika ada pasien rujukan atau pasien yang datang secara tiba-
tiba, perawat boleh menanganinya walaupun tanpa adanya dokter. Tapi tetap
saling mengkomunikasikan dan sesuai dengan SOP yang ditetapkan.
4. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap?
Narasumber: Iya, kalau di bagian rawat inap hanya meneruskan
perawatan yang sebelumnya sudah ditangani di IGD jadi tingkat kecemasan
para perawat atau bebannya lebih rendah dibandingkan dengan para perawat
di IGD. Kalau para perawat IGD jelas lebih besar tanggungjawabnya karena
mereka yang pertama kali berhadapan langsung dengan pasien.
5. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres?
Narasumber: Yang namanya pekerjaan pasti ada saja yang dapat
membuat stres, namun itu sudah menjadi pilihan kami. Tingkat stres yang
dirasakan juga sedang bukan stres berat.
6. Peneliti: Apakah yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD RS
Benyamin Guluh?
Narasumber: Beban kerja serta sarana dan prasarana yang kurang
memadai.

63
7. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD?
Narasumber: Kalau treatmen khusus untuk mengidentifikasi belum ada.
8. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk membantu Perawat
dalam menanggulangi atau menangani stres yang dialami?
Narasumber: Pihak RS sudah membekali perawat dengan pelatihan sehingga
stressor yang dikarenakan masalah penanganan pasien sudah bisa diatasi. Kalau
treatmen khusus yang disebabkan stressor lainnya belum ada.

64
TRANSKRIP WAWANCARA PADA OBSERVASI AWAL
Narasumber : Risma S.ST,.M.Tr.Kep
Jabatan : Koordinator Administrasi (Informan 1/ Utama)

Waktu : 7 Januari 2022, Pukul 13:00 WITA


Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka
1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin
Guluh?
Narasumber: Kami dituntut untuk memberikan pelayanan dan penanganan
yang baik, karna Rumah Sakit Benyamin Guluh saat ini telah menjadi salah satu
rumah sakit rujukan utama bagi masyarakat Kabupaten Kolaka karena memiliki
fasilitas yang lebih memadai dan memiliki tenaga medis khususnya Dokter yang
lebih lengkap dan kompeten. Terkadang ada beberapa perawat yang diberikan
kepercayaan untuk membawakan materi dan praktek tentang bagaimana
menangani pasien, termasuk saya juga.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: Ya pasti ada perbedaan, kalau Perawat pada IGD dituntut
untuk memiliki responsifitas tinggi dalam memberikan pelayanan kepada pasien
terutama karena pasian IGD memang membutuhkan penanganan yang serius dan
cepat. Kami yang paling awal menerima pasien dan kami yang harus
memberikan penanganan paling awal tentu ada beban tersendiri yang kami
rasakan begitupun dengan Perawat di bagian Rawat Inap tentunya pasti mereka
memiliki beban tersendiri juga karna mereka yang melanjutkan penanganan
sampai penyembuhan pasien.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: Iya, bisa dibilang begitu. Kami dibagian IGD kadang
kewalahan menangani pasien, karena pasien yang datang bukan hanya yang
berasal dari sekitar rumas sakit tapi ada banyak pasien rujukan dari masing-
masing pusksesmas sekabupaten Kolaka.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: Memang kita di IGD lebih rawan cepat stres karena kadang
masih pagi kita sudah harus menanganani pasien yang terluka parah seperti
korban kecelakaan atau korban penganiayaan. Ditambah lagi beban kerja yang
banyak.
5. Peneliti: Apa gejala yang dirasakan ketika mengalami stres ?
Narasumber: kelelahan, kesehatan menurun dan cemas

65
6. Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi stres pada
Perawat IGD ?
Narasumber: Ya sampai saat ini belum ada langkah-langkah atau kegiatan
yang dilakukan untuk mengidentifasi penyebab stres perawat. Dan lagi pula
perawat juga tidak banyak yang terbuka untuk mengungkapkan penyebab
stresnya.
7. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk membantu Perawat
dalam menanggulangi atau menangani stres yang dialami ?
Narasumber: Pihak Rumah Sakit sampai sekarang belum memberikan
perhatian yang lebih atau menetapkan treatmen khusus untuk membantu para
perawat dalam menanggulangi maupun menghadapi stres.
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: kalau sedang ada kendala atau masalah biasanya saya mencari
solusi dari masalah yang sedang saya hadapi, fokus untuk menyeselaikan
masalah dan mengurangi urusan-urusan yang tidak terlalu penting atau urusan
yang masih bisa ditunda, biasa juga ada sesuatu tindakan saya tunda karena
membutuhkan momen yang tepat untuk diselesaikan. Biasanya kalau masalah
agak berat saya bercerita dengan suami, karena suami saya juga sangat
pengertian. Dari semua masalah yang saya hadapi, saya menerima dan ikhlas
menjalaninya, karna dibalik semua itu pasti ada hikmah yang terbaik.

66
TRANSKRIP WAWANCARA PADA OBSERVASI AWAL

Narasumber : Akbar, AMK (Informan 2/ Utama)

Jabatan : Anggota Tim B


Waktu : 23 Maret 2022, Pukul 13 :00 WITA
Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka
1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin
Guluh?
Narasumber: kami berusaha bekerja secara maksimal, yaa.. karna bagaimana
pun sudah menjadi tanggung jawab kami untuk memberikan penanganan yang
terbaik bagi para pasien.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: Yaa sudah jelas pasti ada bedanya. Kalau kami disini kan yang
pertama harus menangani pasien, kalau salah dalam menangani pasti akan fatal
juga akibatnya.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: kalau stres berat mungkin tidak juga, tergantung masing-
masing individunya kembali. Tapi bagaimana pun pasti pernah alami yang
namanya stres, apa lagi kalau banyak kerjaan terus ada masalah lain nah itu
kadang juga berpengaruh sama kerjaan.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: kadang karna capek terlalu banyak kerjaan, kadang karna
kondisi lagi kurang sehat juga, atau biasa juga karna ada masalah pribadi.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika stres ?
Narasumber: capek dan kesehatan menurun (sakit)
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: Belum.
7. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk membantu Perawat
dalam menanggulangi atau menangani stres yang dialami ?
Narasumber: belum.
8. Peneliti: Bagaimana strategi coping perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: menyusun strategi untuk selesaikan masalah, terus mengurangi
aktivitas yang tidak tidak terlalu penting, kadang perlu mencari waktu yang tepat
untuk menyelesaikan masalah, curhat sama istri, menerima semua masalah yang
dihadapi serta ikhlas menjalaninya.

67
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Hasrul AMk. (Informan 3/ Utama)

Jabatan : Tim C
Waktu : 22 Mei 2022
Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka
1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin
Guluh?
Narasumber: cukup baik
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya. Walaupun ada perbedaan tapi pasti sama-sama berat
bebannya.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: iya, cukup rawan.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: masa kerja dan beban kerja, ditambah lagi ketika banyaknya
pasien keritis atau meninggal, belum lagi kurangnya dukungan serta konflik
dengan rekan kerja lain.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: capek, kurang bersemangat masuk kerja, dan perasaan kurang
nyaman, kadang berpengaruh dengan pekerjaan juga.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: belum ada.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: belum ada.
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: memikirkan solusi dari masalah yang sedang dihadapi,
mengurangi aktivitas agar fokus menyelesaikan masalah, mengontrol diri dan
butuh waktu yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan, bercerita dengan
orang terdekat yang mengerti dengan perasaan kita, belajar menerima keadaan
dan pasrah atas apa yang terjadi serta berusaha mencari hikmah dari setiap
kejadian yang dialami.

68
TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Mesak Ramzani, S.Kep.,Ns (Informan 4/ Utama)

Jabatan : Ketua Tim C

Waktu : 22 Mei 2022

Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka

1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin


Guluh?
Narasumber: rata-rata kinerja perawat sudah sangat baik
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: iya, semua pekerjaan pasti ada saja yang membuat stres.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: beban kerja, sarana dan prasarana yang kurang memadai,
konflik dengan rekan kerja, adanya pasien keritis dan ketika ada pasien yang
meninggal dunia.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: tegang, kadang fokus menurun, semangat menurun, dan
pusing.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: belum.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: tidak ada
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: menyusun strategi untuk menyelesaikan masalah, membatasi
aktivitas, mengendalikan diri untuk bertindak secara langsung atau mencari
waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Kadang juga mendiskusikan
permasalahan dengan teman yang lebih berkompeten dengan persoalan yang
sedang dihadapi, tetap berfikir positif dan belajar menerima keadaan.

69
TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Muh. Saiful Jaya AMk (Informan 5/ Utama)

Jabatan : Tim A

Waktu : 22 Mei 2022

Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka

1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin


Guluh?
Narasumber: kinerja perawat bagus.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya, setau saya ada beberapa perbedaan.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: dengan pekerjaan yang mulia tapi berisiko ini pasti ada saja
yang bisa membuat kita stres, tapi stres disini hanya kategori ringan.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: kalau saya sendiri biasanya karna beban kerja, masa kerja,
kurangnya dukungan, apa lagi kalau ada pasien yang keritis atau meninggal
dunia.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: pusing, dan tidak suka keramaian.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: kalau itu belum.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: kurang tau, tapi sepertinya belum ada
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: biasanya saya mencari solusi sesegera mungkin, tapi pernah
juga dalam situasi tertentu saya lebih mengontro tindakan yang bersifat langsung,
dan menyelesaikan masalah tersebut diwaktu yang saya anggap pas. Terkadang
saya harus bertanya kepada teman yang lebih berpengalaman, saya juga
mengurangi aktivitas yang kurang penting, tapi tetap menerima masalah apapun
yang terjadi dengan tetap berfikir positif.

70
TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Selvina Salamba, S.Kep (Informan 6/ Utama)

Jabatan : Staf IGD/ Koordinator Alkes

Waktu : 25 Mei 2022

Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka

1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin


Guluh?
Narasumber: kinerja kami sudah kucup baik, tapi ada beberapa orang yang
kinerjanya masih kurang.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya, ada.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: iya, lumayan rawan.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: penyebab stres masing-masing perawat pasti berbeda yah.
Kalau saya pribadi biasanya faktor beban kerja dan masa kerja, serta ketika ada
pasien yang keritis atau meninggal dunia.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: gelisah, sakit kepala, dan lelah.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: setau saya belum..
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: setau saya belum ada.
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: tergantung masalahnya dulu, biasanya saya mencari solusinya,
curhat dengan teman yang mengerti dengan perasaan saya, mengurangi aktivitas
yang kurang penting supaya bisa lebih fokus untuk mneyesaikan permasalahan.
Selalu berfikir positif juga supaya perasaan lebih tenang, dan kadang berura-pura
kalau tidak terjadi masalah apapun.

71
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Delfina Patayang A.Mk (Informan 7/ Utama)

Jabatan : Tim C
Waktu : 25 Mei 2022
Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka
1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin
Guluh?
Narasumber: kinerja perawat secara keseluruhan sudah maksimal, walaupun
ada beberapa perawat yang masih kurang.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya, ada.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: iya, kalau menurut saya pribadi.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: kurangnya dukungan, adanya konflik dengan rekan kerja,
beban kerja, masa kerja, adanya pasien keritis atau pasien meninggal.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: tidak nyaman atau gelisah, sensitif dan kesehatan menurun
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: belum ada.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: sejauh ini belum ada
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: banyak sih tergantung permasalahannya. Yang pasti mencari
solusi dari masalah yang sedang di hadapi, bisa dengan bertanya atau meminta
bantuan dengan rekan yang berpengalaman, membatasi aktivitas yang kurang
penting, kadang ada masalah yang tidak bisa diselesaikan secara langsung tapi
butuh waktu yang tepat untuk diselesaikan. Bercerita dengan orang terdekat juga
sering saya lakukan, tapi saya tidak menampakkan kepada orang lain ketika
sedang terjadi masalah, dan lebih menerima dengan semua hal yang terjadi, karna
namanya kehidupan pasti ada masalah.

72
TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Jumria A.Md.Kep (Informan 8/ Utama)

Jabatan : Tim C

Waktu : 27 Mei 2022

Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka

1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin


Guluh?
Narasumber: baik
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: lumayan rawan
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: kalau saya pribadi masa kerja, aturan-aturan dalam RS yang
harus kita ikuti, beban kerja, adanya pasien keritis atau meninggal, dan juga
kurangnya dukungan.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: sulit tidur, kurang napsu makan, kesehatan menurun dan
perasaan tidak tenang.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: belum ada.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: sepertinya belum ada
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: bercerita dengan orang-orang terdekat, memberi waktu untuk
diri sendiri dan memilih waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah, mencari
solusi dari permasalahan dan membatasi diri dari aktivitas lainnya, berusaha
mencari hal positif dan menerima segala keadaan yang terjadi.

73
TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Harawati Arifin,S.Kep.Ns (Informan 9/ Utama)

Jabatan : Clinical Instructure

Waktu : 27 Mei 2022

Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka

1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin


Guluh?
Narasumber: kami selalu berupaya memberikan kinerja yang terbaik, sesuai
kemampuan kami.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya. Tapi masing-masing memiliki beban kerja yang berisiko.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: iya, karna pekerjaan ini menyangkut nyawa sesorang.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: beban kerja, pasien keritis, kematian pasien dan kurangnya
dukungan.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: biasanya berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental juga.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: tidak ada.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: belum ada
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: memikirkan jalan keluar dari masalah, membatasi aktivitas
lainya, berlatih untuk mengontrol atau mengendalikan tindakan yang bersifat
langsung, sampai menemukan waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
Kadang butuh orang-orang yang bisa mengerti atau mendengarkan cerita kita,
dan yang pasti menerima keadaan dan tetap berfikir positif.

74
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Henna Astria A.Md.Keb (Informan 10/ Utama)

Jabatan : Tim D
Waktu : 28 Mei 2022
Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka
1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin
Guluh?
Narasumber: kinerja masing-masing perawat tidak sama. Ada yang sangat
baik, ada yang cukup baik dan ada juga yang kurang.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya. Ada perbedaan.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: bisa dibilang begitu.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: masalah kerjaan yang lumayan banyak, kadang ada rasa bosan
karna sudah lama melakukan pekerjaan yang sama berulang kali, dan masalah
pasien ditambah lagi kurangnya dukungan dari rekan atau keluarga.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: kadang badan terasa capek sekali.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: belum ada.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: kadang ada pelatihan untuk penanganan pasien keritis, tapi itu
sudah termasuk kedalam SOP yang berlaku, bukan sebagai coping stress perawat
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: mencari solusinya, kadang meminta bantuan dengan teman-
teman, fokus menyelesaikan masalah dan membatasi aktivitas lainnya. Kadang
ada beberapa masalah butuh waktu yang untuk diselesaikan. Kadang butuh
tempat untuk curhat, dan dari situ saya juga lebih belajar mencari sisi positif dari
setiap hal yang saya alami dan menerima apa yang sudah menjadi pilihan saya
diawal.

75
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Suryani T., AMK(Informan 11/ Utama)

Jabatan : Tim Ponek


Waktu : 31 Mei 2022
Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka
1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin
Guluh?
Narasumber: secara keseluruhan cukup baik.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: iya. Tentu ada perbedaan
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: iya
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: masa kerja, beban kerja, kadang ada msalah dengan dokter atau
perawat lain, pasien yang kritis atau meninggal, belum lagi masalah keluarga dan
kurangnya dukungan dari orang sekitar.
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: biasanya sakit kepala, kadang butuh waktu sendiri, lebih
sensitif juga sih biasanya.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: belum ada.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: pihak RS tidak terlalu fokus dengan stres para perawat, pihak
RS hanya lebih fokus bagaimana perawat harus melayani pasien dengan
maksimal.
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi, kungurangi
aktivitas diri yang tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi,
bertanya atau meminta bantuan sama teman yang berpengalaman soal itu, kadang
setelah bercerita dengan teman terasa lebih lega, yang pasti harus menerima
keadaan apapun karna ini sudah bagian dari pekerjaan yang kita ambil, melihat
hal positif dari masalah apapun yang dihadapi.

76
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Nety, AMK (Informan 12/ Utama)

Jabatan : Tim Ponek


Waktu : 31 Mei 2022
Tempat : RS Benyamin Guluh Kab. Kolaka
1. Peneliti: Bagaimana kinerja Perawat yang bekerja di IGD RS Benyamin
Guluh?
Narasumber: Kami selalu berupaya memberikan pelayanan yang terbaik
untuk para pasien, karna itu sudah menjadi tugas kami.
2. Peneliti: Apakah terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat pada IGD
dengan Perawat pada bagian rawat inap ?
Narasumber: Semuanya pasti memiliki beban kerjanya masing-masing. Tapi
kalau di IGD ini, kami yang bertugas memberikan penanganan yang paling awal,
lebih kesitu sih bebannya, belum lagi dengan tugas lainnya yang juga harus kami
kerjakan.
3. Peneliti: Apakah Perawat pada IGD rawan terhadap stres ?
Narasumber: Semua pekerjaan pasti berisiko stres, termasuk perawat. Karna
menyangkut keselamatan manusia.
4. Peneliti: Apakah penyebab yang menjadi memicu stres pada Perawat di IGD
RS Benyamin Guluh ?
Narasumber: Beban pekerjaan yang lumayan banyak ditambah lagi kalau
kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar. Pasien keritis atau kalau ada pasien
yang meninggal juga biasa itu yang buat kita stres
5. Peneliti: Apakah gejala yang dirasakan ketika menghadapi situasi stres ?
Narasumber: Yang pastinya capek, kadang suka berpengaruh sama
kesehatan juga.
6. Peneliti: Apakah pihak RS memiliki treatmen khusus untuk mengidentifikasi
stres pada Perawat IGD ?
Narasumber: Tidak ada.
7. Peneliti: Bagaimana Coping Strategy yang dilakukan pihak RS dalam
membantu perawat menanggulangi atau mengatasi stres ?
Narasumber: Biasanya kita selesaikan sendiri.
8. Peneliti: Bagaimana Coping strategy perawat dalam mengatasi stres ?
Narasumber: Beda-beda sih, tergantung masalahnya. Yang pasti pertama
menerima keadaan yang sedang terjadi, karna setiap peristiwa pasti ada

77
hikmahnya. Biasanya saya curhat dengan orang-orang terdekat saya tapi berpura-
pura tidak terjadi apa-apa kalau dengan orang lain. Yang pasti mencari solusi dari
permasalahan yang sedang dihadapi, mengurangi aktivitas lain dan fokus pada
masalah. Tapi terkadang saya juga memilih untuk tidak langsung melakukan apa-
apa, saya butuh waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.

78
TRANSKRIP WAWANCARA

Nama/Inisial : K (Informan Pendukung)

Status : Pasien Diabetes

Usia : 50 thn

1. Peneliti: Bagaimana pengalaman Anda ketika berada di IGD RS Benyamin


Guluh ?
Narasumber: IGD nya bagus, bersih, perlengkapan dan peralatannya baru.
Dokternya juga baik dan ramah. Tapi awal-awal masuk IGD merasa takut dan
khawatir, sempat juga tambah lemas karena lambat ditangani, padahal perawat
banyak tapi harus menunggu dokter.
2. Peneliti: Menurut Anda bagaimana kinerja perawatnya
Narasumber: Biasa saja
3. Peneliti: Apakah para perawat di IGD ramah-ramah ?
Narasumber: Tidak juga, ada yang ramah tapi ada juga yang kurang ramah.
4. Peneliti: Apa harapan atau saran Anda terhadap Perawat di IGD RS Benyamin
Guluh ?
Narasumber: Semoga pelayanannya bisa lebih baik, mempermudah
pengurusan ketika ada pasien dan antara pasien satu dengan pasien lainnya bisa
diberikan pelayanan yang sama.

79
TRANSKRIP WAWANCARA

Nama/Inisial : S (Informan Pendukung)

Status : Pasien Keracunan

Usia : 24 thn

1. Peneliti: Bagaimana pengalaman Anda ketika berada di IGD RS Benyamin


Guluh ?
Narasumber: Suasananya ribut, terlalu banyak suara, lama penanganannya
karna harus tunggu dokter.
2. Peneliti: Menurut Anda bagaimana kinerja perawatnya
Narasumber: terlalu santai
3. Peneliti: Apakah para perawat di IGD ramah-ramah ?
Narasumber: ada yang ramah tapi ada juga yang tidak ramah,
4. Peneliti: Apa harapan atau saran Anda terhadap Perawat di IGD RS Benyamin
Guluh ?
Narasumber: Semoga kinerjanya bisa lebih bagus, dan cepat ketika melayani
pasien.

80
Matriks Wawancara

Pertanyaan Ekstraksi Informan Kesimpulan

1. Bagaimana kinerja Informan kunci mengungkapkan bahwa kinerja perawat sudah baik Para perawat di IGD RS Benyamin Guluh
Perawat yang bekerja dan berkompeten karena sudah dibekali dengan pelatihan dan dituntut untuk memberikan pelayanan dan
di IGD RS Benyamin perawat boleh menangani pasien walaupun tanpa ada dokter karena penanganan yang terbaik, karena
Guluh? sudah ada SOP yang mengaturnya. Sementara informan 1 merupakan rumah sakit rujukan yang
menyampaikan bahwa mereka dituntut untuk memberikan pelayanan memiliki fasilitas yang lebih memadai dan
yang terbaik karena menjadi salah satu rumah sakit rujukan utama di tenaga yang lebih lengkap. Namun kinerja
kab. Kolaka karena memiliki fasilitas yang lebih memadai dan para perawat berbeda-beda, ada beberapa
tenaga medis yang lebih lengkap dan berkompeten, hal ini pun perawat yang kinerjanya sudah baik dan
sejalan dengan pernyataan informan 2,9 dan 12. Sementara informan masih ada beberapa yang kurang.
3, 4, 5, 6, 7, 8, 10 dan 11 menyatakan kinerja para perawat berbeda-
beda atau tidak sama, namun secara keseluruhan kinerjanya sudah
baik, tapi masih terdapat beberapa yang kinerjanya masih kurang.

2. Apakah terdapat Berdasarkan penuturan informan kunci bahwa terdapat perbedaan Terdapat perbedaan beban kerja antara
perbedaan beban kerja beban kerja antara perawat IGD dengan perawat dibagian rawat inap, perawat IGD dengan perawat bagian rawat
antara Perawat pada perawat inap memiliki tanggung jawab yang lebih besar karena inap, namun keduanya memiliki beban
mereka yang pertama kali menangani pasien jadi tingkat kecemasan yang sama-sama berisiko. Namun secara
IGD dengan Perawat
maupun bebannya bisa lebih tinggi di banding perawat dibagian tingkat kecemasan perawat IGD lebih
pada bagian rawat rawat inap yang hanya meneruskan perawatan pasien. Hal ini senada berpotensi dari pada perawat bagian rawat
inap? dengan penuturan informan 1 yang kemudian menambahkan bahwa inap, karena perawat IGD yang
perawat IGD dituntut untuk memiliki responsifitas tinggi dalam bertanggung jawab untuk memberikan
memberikan pelayanan kepada pasien, karena pasian IGD memang penanganan pertama pada pasien
membutuhkan penanganan yang serius dan cepat. Informan 2 hingga kemudian barulah di lanjutkan oleh
informan 12 juga membenarkan bahwa terdapat perbedaan beban perawat bagian rawat inap apa bila kondisi
kerja antara mereka dengan bagian rawat inap, namun semuanya pasien belum memungkinkan untuk pulang
sama-sama memiliki beban yang berisiko. dan harus tetap menjalani perawatan.

81
3. Apakah Perawat pada Informan kunci berpendapat bahwa setiap pekerjaan pasti ada saja Perawat IGD rawan terhadap stres, karena
IGD rawan terhadap yang dapat menimbulkan stres, namun tingkat stres yang dirasakan walaupun pekerjaanya sangat mulia tapi
stres? hanya kategori ringan atau sedang. Sejalan dengan hal itu, informan disisi lain juga memiliki risiko yang sangat
1 membenarkan bahwa perawat IGD rawan terhadap stres besar sebab menyangkut keselamatan
dikerenakan beberapa faktor. Sementara informan 2 hingga informan manusia (pasien), dan karena mereka
12 tidak menyangkal bahkan setuju bahwa profesinya rawan memiliki beban yang cukup berat.
terhadap stres, karena menyangkut keselamatan manusia.

4. Apakah yang menjadi Berdasarkan pernyataan informan kunci, beban kerja serta sarana dan Beban kerja merupakan stressor utama
memicu stres pada prasarana yang kurang memadai merupakan salah satu stressor para yang dirasakan oleh para perawat di IGD
Perawat di IGD RS perawat. Informan utama 1 sampai informan 12 juga sependapat RS Benyamin Guluh Kolaka, kemudian
Benyamin Guluh? bahwa beban kerja menjadi salah satu stressor, kemudian informan 1 disusul faktor pasien keritis, kematian
menambahkan bahwa pasien keritis juga menjadi pemicu stres hal ini pasien, kurangnya dukungan, masa kerja,
sama dengan pernyataan informan 3 sampai informan 12. Kemudian konflik dengan dokter atau perawat, sarana
informan 3 sampai 12 juga menyebut bahwa kematian pasien dan prasarana yang kurang memadai dan
termasuk dalam stressor-nya, kurangnya dukungan juga disebutkan faktor keluarga.
oleh informan 3, 5, 7 sampai informan 12. Lalu 7 informan juga
mengungkapkan bahwa masa kerja sebagai pemicu, 4 informan
mengatakan konflik dengan dokter/perawat sebagai factor stres dan
1informan mengatakan keluarga juga menjadi salah satu stressor.

5. Apakah gejala yang Informan 1 menyampaikan bahwa gejala-gejala yang ia rasakan Gejala yang rata-rata dialami oleh para
dirasakan ketika berupa kecemasan, kelelahan hingga kesehatan menurun. Sama perawat yaitu gejala fisiologis berupa
menghadapi situasi halnya yang dialami oleh informan 2 yaitu merasakan lelah hingga kelelahan, kesehatan yang terganggu
stres ? kesehatan yang menurun. Selain gejala di atas informan 3 juga (sakit), kurang napsu makan dan sulit
mengatakan bahwa ia mengalami gejala kurang bersemangat dalam tidur. Kemudian gejala emosional berupa
bekerja, perasaan kurang nyaman yang diakibatkan adanya konflik perasaan tidak nyaman (gelisah) dan lebih
dengan rekan kerja, hingga menurunkan kinerjanya, hal ini juga sensitif (mudah tersinggung, marah atau
dilontarkan oleh informan 4 dan ia juga mengatakan bahwa fokus sedih). Selanjutnya gejala interpersonal
kerjanya menurun. Sementara itu informan 5 mengalami gejala dan organisasional berupa menurunnya
berupa pusing dan tidak menyukai keramaian. Dan berdasarkan semangat kerja serta adanya konflik
informasi yang diberikan oleh informan 6 hingga informan 12, dengan rekan kerja.
memiliki kesamaan dengan beberapa gejala diatas yaitu berupa
kelelahan, penurunan kesehatan (sakit), gelisah, lebih sensitif, sulit

82
tidur dan napsu makan berkurang.

6. Apakah pihak RS Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh informan kunci, Pihak RS tidak memiliki treatmen kusus
memiliki treatmen mengatakan bahwa pihak RS belum memiliki treatmen kusus untuk untuk mengidentifikasi stres pada perawat
khusus untuk mengidentifikasi stres yang terjadi pada perawat IGD, hal ini sama IGD
mengidentifikasi stres
dengan informasi yang diberikan oleh keseluruhan informan utama.
pada Perawat IGD?

7. Bagaimana Coping Informan kunci menyampaikan bahwa perawat sudah dibekali Terdapat perbedaan pendapat antara
Strategic yang dengan pelatihan sehingga stres yang disebabkan oleh penanganan informan kunci dan keseluruhan informan
dilakukan pihak RS pasien sudah dapat teratasi namun stres yang disebabkan oleh faktor utama. Sehingga penulis menyimpulkan
dalam membantu
lainnya belum ada. Sedangkan penyataan berbeda dikemukakan oleh bahwa adanya pelatihan tentang
perawat
menanggulangi atau seluruh informan utama lainnya, dimana informan 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9 penanganan pasien yang terkadang diikuti
mengatasi stres ? dan informan 12 mengatakan bahwa pihak RS belum memiki coping oleh para perawat IGD merupakan bukan
strategic untuk membantu para perawat menanggulangi atau sebagai coping strategic untuk para
mengatasi stresnya. Hal yang serupa juga disampaikan oleh informan perawat, melainkan memang bagian dari
11 yang mengatakan bahwa pihak RS tidak terlalu fokus pada stres prosedur dalam rumah sakit.
perawat akan tetapi hanya fokus pada bagaimana para perawat dapat
melayani pasien dengan maksimal. Kemudian menjelasan lainnya
dari informan 10 dimana ia mengatakan bahwa pelatihan yang
terkadang diikuti oleh perawat IGD itu bukan sebagai coping
strategic dari pihak RS melainkan memang sudah menjadi SOP di
dalam RS. Sedangkan dua informan lainnya yaitu informan 5 dan 8
kurang mengetahui tentang ada atau tidaknya coping yang diterapkan
oleh pihak RS.

83
8. Bagaimana Coping Informan 1 mengungkapkan strategi coping yang ia terapkan untuk Ketika perawat mengalami masalah yang
strategic perawat mengatasi stres yang disebabkan suatu masalah yaitu dengan mencari dapat membuatnya stres, mereka akan
dalam mengatasi stres solusi dari permasalahan tersebut, fokus untuk menyelesaikannya, menggunakan dua jenis coping secara
?
meminimalisir aktivitas yang tidak terlalu penting, beberapa masalah bersamaan. Yaitu problem-focused coping
tertentu perlu mencari waktu yang tepat untuk menyelesaikannya, ia (coping yang berfokus pada masalah) dan
juga biasa bercerita dengan pasangannya dan untuk lebih emotional-focused coping (coping yang
menenangkan emosionalnya ia belajar menerima keadaan dan ikhlas berfokus pada emosi). Problem-focused
menjalaninya serta yakin akan ada hikmah dibalik peristiwa yang ia coping diantaranya dengan mencari solusi
alami, peryataan ini sama dengan beberapa informan lainnya. dari masalah, meminta bantuan kepada
Kemudian informan 4, 5, 7, 10 dan informan 11 menambahkan orang lain dan sebagainya, sedangkan
coping lain yaitu dengan mencari dukungan sosial, berupa bantuan emotional-focused coping seperti
atau mencari informasi dengan bertanya pada orang lain yang menerima keadaan, mencari hikmah atau
memiliki pengalaman serupa dan mendiskusikannya dengan hal positif dan lain-lain. Selain langsung
seseorang yang lebih berkompeten terhadap masalah yang sedang pada penyelesaian dari permasalahan,
dihadapi. Sementara informan 6, 7, 11 dan informan 12 juga ketenangan emosional sangat membantu
mengatakan bahwa mereka berpura-pura di hadapan orang lain dan merupakan kunci agar para perawat
seakan tidak terjadi masalah apapun terhadap mereka. tidak mengalami stres.

84
85
TABULASI TOTAL PENILAIAN KINERJA PERAWAT 2018-2021

TOTAL PENILAIAN
NO NAMA
2018 2019 2020 2021
1. Sulaeman, S.Kep.,Ns 80,8 93,83 94,58 94,98
2. Risma, S.ST.,M.Kes 80,8 93,83 94,58 94,88
3. Harawati A., S.Kep.,Ns 80 91,56 92,15 92,56
4. Nurdiana, AMK 80,8 91,56 92,15 92,56
5. Selviana S., S.Kep 80,8 90,5 90,5 90,8
6. Idiawati, AMK 80,8 90 90 90,8
7. ST. Mualifa A., AMK 80,8 90 90 90,8
8. Nardiansyah, AMK 80 90,5 90,58 90,8
9. Muh. Saiful J., AMK 80,8 90,67 90,88 90,8
10. Astarina, S.Kep 80,8 90,75 90,88 90,8
11. Barce R., S.Kep.,Ns 80 90 90 90,8
12. Delfina P., AMK 80,8 90,5 90,5 90,8
13. Hasrul, AMK 80,8 90,58 90,68 90,5
14. Gamal Abd. Nasser, AMK 80,8 90 90,15 90,8
15. Mesak R., S.Kep.,Ns 80,4 90 90,15 90
16. Nuraemi, AMK 80 90,43 90,58 90,8
17. Henna Astria, AMK 80 90,15 90,38 90,89
18. Sri Ulang, Amd.Kep 80 90 90,15 90
19. Putu Hendra, AMK 80,8 90,45 90,55 90,89
20. Nety, AMK 80,8 90,88 90,98 90
21. Suryani T., AMK 80 90,88 90,98 90
22. Jumria, Amd.Kep 80,8 90,85 90,98 90,55
23. Akbar, AMK 80,8 90,88 90,98 90,5
24. Riswanto Langgou, AMK 80,8 90 90,8 90,8

86
RERATA KRITERIA PENILAIAN KINERJA TAHUN 2021

Kriteria Penilaian (Rerata)


No Nama
Sikap Kerja Kinerja Pelayanan Mutu Pelayanan
1. Sulaeman, S.Kep.,Ns 5 4,55 4,33
2. Risma, S.ST.,M.Kes 5 4,44 4,33
3. Harawati A., S.Kep.,Ns 4,8 4,33 4,33
4. Nurdiana, AMK 4,8 4,33 4,33
5. Selviana S., S.Kep 4,5 4,22 4,33
6. Idiawati, AMK 4,5 4,22 4,33
7. ST. Mualifa A., AMK 4,5 4,22 4,33
8. Nardiansyah, AMK 4,5 4,22 4,33
9. Muh. Saiful J., AMK 4,5 4,22 4,33
10. Astarina, S.Kep 4,5 4,22 4,33
11. Barce R., S.Kep.,Ns 4,5 4,22 4,33
12. Delfina P., AMK 4,5 4,22 4,33
13. Hasrul, AMK 4,4 4,11 4,33
14. Gamal Abd. Nasser, AMK 4,5 4,22 4,33
15. Mesak R., S.Kep.,Ns 4,2 4,11 4
16. Nuraemi, AMK 4,5 4,22 4,33
17. Henna Astria, AMK 4,6 4,33 4,33
18. Sri Ulang, Amd.Kep 4,2 4,11 4
19. Putu Hendra, AMK 4,6 4,33 4,33
20. Nety, AMK 4,2 4,11 4
21. Suryani T., AMK 4,2 4,11 4
22. Jumria, Amd.Kep 4,4 4,22 4,33
23. Akbar, AMK 4,4 4,11 4,33
24. Riswanto Langgou, AMK 4,5 4,22 4,33

87
KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik Responden
No Nama
Gender Usia Lama Bekerja
1. Sulaeman, S.Kep.,Ns Laki-Laki 46 16 Tahun
2. Risma, S.ST.,M.Kes Perempuan 48 27 Tahun
3. Harawati A., S.Kep.,Ns Perempuan 42 15 Tahun
4. Nurdiana, AMK Perempuan 40 15 Tahun
5. Selviana S., S.Kep Perempuan 35 8 Tahun
6. Idiawati, AMK Perempuan 35 9 Tahun
7. ST. Mualifa A., AMK Perempuan 38 7 tahun
8. Nardiansyah, AMK Laki-Laki 34 9 Tahun
9. Muh. Saiful J., AMK Laki-Laki 34 11 Tahun
10. Astarina, S.Kep Perempuan 44 17 Tahun
11. Barce R., S.Kep.,Ns Perempuan 37 7 Tahun
12. Delfina P., AMK Perempuan 37 11 Tahun
13. Hasrul, AMK Laki-Laki 38 9 Tahun
14. Gamal Abd. Nasser, AMK Laki-Laki 38 11 Tahun
15. Mesak R., S.Kep.,Ns Laki-Laki 28 4 Tahun
16. Nuraemi, AMK Perempuan 42 17 Tahun
17. Henna Astria, AMK Perempuan 37 10 Tahun
18. Sri Ulang, Amd.Kep 39 11 Tahun
19. Putu Hendra, AMK Laki-Laki 38 11 Tahun
20. Nety, AMK Perempuan 34 9 Tahun
21. Suryani T., AMK Perempuan 30 7 Tahun
22. Jumria, Amd.Kep Perempuan 31 9 Tahun
23. Akbar, AMK Laki-Laki 36 9 tahun
24. Riswanto Langgou, AMK Laki-Laki 39 11 Tahun

88
DOKUMENTASI

89
90
91
92
93
94
95
96
97
BIOGRAFI PENULIS

Irnawati Dewi lahir di Bekasi pada tanggal 18 Agustus 2000

anak ketiga dari Bapak Arifin dan Ibu Kasmira. Penulis

menempuh Pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2006

sampai 2012 di SDN 1 Latuo, Kecamatan Samaturu,

Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama

(SMP) pada tahun 2012 di SMPN 2 Samaturu, Kecamatan Samaturu, Kabupaten

Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara dan tamat pada tahun 2015. Kemudian pada

tahun yang sama penulis melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMKN

1 Samaturu, dan beberapa bulan kemudian berpindah ke SMA Negeri 1 Samaturu,

Kecamatan Samaturu, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara dan tamat

pada tahun 2018. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada

program Strata Satu (S1) di Universitas Sembilanbelas November Kolaka melalui

jalur SNMPTN penerimaan mahasiswa baru dan mengambil Jurusan Manajemen di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

98

Anda mungkin juga menyukai