Cerpen Jenis 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 1

Pelukan Erat

Pagi ini saatnya Citra menerima hasil ujian sekolah. Ia dan orang tuanya sudah duduk
di kelas sejak lima menit yang lalu. Suasana yang tenang membuat Citra merasa takut akan
hasil ujiannya. Ia memiliki harapan besar agar nilainya mendapatkan hasil yang maksimal
sehingga dapat membanggakan orang tuanya. Karena dari hasil ujiannya, Citra ingin
membuktikan kerja kerasnya dalam belajar yang hampir dilakukan setiap hari. Tak jarang
Citra ingin menyerah di setiap keadaan yang mewajibkan dirinya untuk selalu belajar. Setiap
kali Citra merasa lelah dengan tugasnya, ia selalu mengingat perjuangan ayahnya dalam
mencari nafkah untuk membahagiakannya. Perjuangan tersebut selalu Citra lihat dari
pekerjaan ayahnya yang sangat sibuk. Kesibukan itulah yang membuat ayah Citra tak pernah
mengajari dirinya saat belajar.

“Citra Arabelle silahkan maju” panggil seorang guru yang membagikan hasil ujian.
Seketika jantung Citra berdetak kencang ketika namanya dipanggil. Kakinya gemetar untuk
melangkah maju hingga orang tuanya pun merasa bingung melihatnya. Empat menit berlalu,
hasil ujian Citra kini sudah diterima. Kali ini, nilai ujian Citra kurang memuaskan hampir di
semua mapel. Seketika ia melihat wajah ayahnya yang murung dan Citra pun merasa bersalah
telah mengecewakannya. “Kenapa nilaimu menurun Kak? ayah tak suka nilaimu ini!” kata
ayahnya. Perkataan ayahnya tentu saja membuat Citra merasa terpukul. Sekarang ia merasa
kalau usahanya tidak dihargai, apalagi ayahnya tidak pernah mengajarinya belajar. “Maafkan
Citra yah, tapi aku sudah berusaha keras sebelumnya! lagi pula apakah Ayah pernah
mengajariku belajar selama ini? tidak bukan?” jawab Citra dengan sedikit nada keras dan
kesal pada ayahnya. Mendengar perkataan anaknya, ayah Citra pun merasa bersalah dan
sadar karena yang dikatakan anaknya itu benar.

Di saat mereka sama-sama merasa bersalah, Citra dan ayahnya saling menatap. Dari
tatapan mereka muncul perasaan jika tak seharusnya saling menyalahkan satu sama lain.
Tetapi dari apa yang mereka katakan akan menumbuhkan kesadaran dari masing-masing
kesalahannya. Tanpa waktu yang lama, senyuman di wajah mereka muncul dengan akhir
pelukan yang erat. Tidak ada rasa benci dari mereka karena saling menyalahkan, namun rasa
cinta diantara mereka yang semakin tumbuh.

Oleh: Vira Cahyaningtyas

-SMP Negeri 2 Purworejo-

Anda mungkin juga menyukai