Anda di halaman 1dari 33

i

Modul Praktikum Agama

Penulis
Imam Thohari, ST, M.Mkes
Sadin Subekti, ST, M.Kom.I

Editor
Demes Nurmayanti, ST., M.Kes

Desain sampul dan isi


Ferdian Akhmad Ferizqo,S.Tr.KL

Penerbit
Program Studi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana Terapan
Poltekkes Kemenkes Surabaya

Redaksi
Program Studi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana Terapan
Jl. Menur no 118 A Surabaya

Distributor Tunggal
Program Studi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana Terapan
Jl. Menur no 118 A Surabaya

Cetakan pertama tahun 2020

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk apapun
dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Modul Praktik dengan judul :

MODUL PRAKTIK AGAMA

Disusun Oleh :
1. Imam Thohari, ST, M.Mkes
2. Sadin Subekti, ST, M.Kom.I

Telah disusun berdasarkan Rencana Pembelajaran Studi (RPS) dan Kurikulum Pendidikan
Tinggi Prodi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana Terapan yang dapat digunakan sebagai
pedoman pembelajaran bagi mahasiswa.

Surabaya, Agustus 2020

Mengetahui, Ketua Program Studi


Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Sanitasi Lingkungan Program Sarjana
Poltekkes Kemenkes Surabaya Terapan

Ferry Kriswandana, SST, MT Hadi Suryono, ST, MPPM


NIP. 19700711194031003 NIP. 196209301985031004

iii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
petunjuk sehingga kami bisa menyelesaikan “Modul Praktik Agama” dengan
memperhatikan Rencana Pembelajaran Studi (RPS) dan Kurikulum Pendidikan Tinggi Prodi
Sanitasi Lingkungan Program Sarjana Terapan. Modul praktikum ini disusun sebagai
pedoman pembelajaran bagi mahasiswa baik itu di kelas.
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan atas dukungannya sehingga modul teori ini dapat
terselesaikan
2. Ketua Prodi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana Terapan atas dukungan dan
fasilitasinyanya sehingga modul teori ini dapat terselesaikan
3. Tim mengajar mata kuliah Agama atas kontribusinya dalam menyelesaikan modul teori
ini.
Kami menyadari dalam penyusunan modul teori ini masih terdapat kekurangan, oleh
sebab itu kami mengharapkan masukan/saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya kepada semua pihak juga kami sampaikan terima kasih atas segala masukan dan
saran yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT selalu memberikan
kemudahan dan perlindungan.

Surabaya, Agustus 2020

ttd

Tim Penyusun

iv
DAFTAR ISI

Halaman judul ................................................................................................................ i


Halaman redaksi ............................................................................................................. ii
Lembar pengesahan ........................................................................................................ iii
Kata Pengantar ............................................................................................................... iv
Daftar isi ......................................................................................................................... v
Ringkasan ....................................................................................................................... vi
Visi Misi Poltekkes Kemenkes Surabaya ....................................................................... vii
Visi Misi Prodi ............................................................................................................... viii
MATERI I PRAKTIK AGAMA ISLAM 1
Pengertian Istighotsah
Sejarah Istighotsah 2
Bacaan Istighotsah 3
MATERI II. PRAKTIK MEMBACA AL-QUR'AN
Definisi al-Qur'an 5
Bagi yang Membaca di Nilai Ibadah 6
MATERI III. PRAKTIK SHALAT JAMA'
Definisi 10
Ada Dua Macam Shalat Jama’ 10
Shalat Qashar 11
Shalat Jama' Qashar 12
MATERI IV. TATA CARA PENYELENGGARAAN JENAZAH
Sunah sebelum Kematian 14
Sunah-sunah Sesaat Setelah Kematian 16
Kewajiban-Kewajiban Terhadap Jenazah 17
Pelaksanaan tahap Kedua (memandikan Mayit 19
Praktik Mengkafani Mayit 21

MATERI V. PRAKTIK SHALAT GERHANA MATAHARI & BULAN


Pengertian 37
Tata Cara Shalat Gerhana 38
MATERI VI. PENUTUP
Kesimpulan 42
Saran-saran 43
DAFTAR PUSTAKA

v
RINGKASAN

Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
yang memiliki akar budaya adat- istiadat serta keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa
mulai dari Sabang sampai Merauke. Keberagaman serta keaneka ragaman di Indonesia
menjadikan Kebudayaan satu dengan yang lainya melahirkan pemahaman yang berbeda-beda
pula, tentu masih dalam bingkai "Bhineka Tunggal Ika" artinya, berbeda-beda tetapi tetap
satu yaitu Indonesia raya. Ini merupakan sebuah modal yang sangat berharga bagi rakyat
Indonesia untuk berkemajuan. Akan tetapi modal yang besar tersebut akan berhasil diperoleh
apabila rakyat memiliki budi pekerti yang baik (Akhlaq al-Karîmah) dengan cara memahami
agama yang baik dan benar.
Sumber Pendidikan mental spiritual dari Allah Swt. adalah dengan cara memahami
ajaran agama Islam secara konperhenshif, yaitu menyeluruh, tidak parsial tidak sepihak
apalagi hanya belajar agama Islam dengan sepotong-potong, maka tidak akan memiliki
akhlak yang baik, sebagaimana firman Allah Swt. dalam al-Qur'an al-Karîm (QS. al-
Baqarah[2]: 208). Maka oleh sebab itu untuk memperoleh budi perkerti atau akhlaq yang baik
sebagaimana yang diharapkan, maka harus belajar agama Islam dengan baik dan benar
sehingga akan melahirkan manusia-manusia yang berbudaya, berkepribadian dan
berkemajuan sekaligus kokoh dalam keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. untuk
menatap masa depan yang lebih baik lagi.
Panduan pengajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) ini, kami buat untuk menjawab
tiga pokok permasalahan utama, yaitu pertama bagaimana penerapan ajaran agama Islam bisa
diterima dengan baik, sebagaimana yang telah diajarkan Nabi serta para Walisongo dahulu
tanpa adanya gejolak politik, maupun ekonomi. Kedua bagaimana para dosen agama Islam
memiliki metode dalam memberikan materi terhadap mahasiswa sehingga mudah diserap
mahasiswa. Ketiga memperoleh autput yang maksimal sehingga mahasiswa bukan hanya
memiliki akhlaq yang baik akan tetapi mampu menjadi pioner dalam menyampaikan
kebaikan menurut al-Qur'an dan Hadith nabi Muhammad Saw

vi
VISI MISI
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

VISI
“ Poltekkes Kemenkes Surabaya menjadi rujukan Pendidikan Tinggi Bidang kesehatan yang
memiliki moralitas dan integritas dengan keunggulan Kualitas Global pada tahun 2025 ”

MISI
1. Melaksanakan integrasi Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk mendukung pengembangan
pengetahuan, moralitas, integritas, dan kompetensi kualitas global.
2. Melaksanakan tata kelola organisasi dan sumber daya manusia yang kredibel, akuntabel,
transparan dan terukur.
3. Mengembangkan kerjasama dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang Tri Dharma
Perguruan Tinggi baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

vii
VISI MISI
PRODI SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

VISI
“Program Studi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana Terapan menjadi rujukan pendidikan
tinggi kesehatan lingkungan yang memiliki Moralitas dan Integritas dengan keunggulan
kualitas global bidang pengendalian Penyakit Berbasis Lingkungan Perkotaan pada Tahun
2025”
MISI
1. Melaksanakan integrasi Tridharma Perguruan Tinggi untuk mendukung pengembangan
pengetahuan, moralitas, integritas dan
Kompetensi kualitas global bidang pengendalian penyakit berbasis lingkungan
perkotaan.
2. Melaksanakan tata kelola organisasi dan sumber daya manusia yang kredibel, akuntabel,
transparan dan terukur.
3. Mengembangkan kerja sama dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang Tridharma
Perguruan Tinggi baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

viii
1

MATERI I

MODUL PRAKTIK ISTIGHOTSAH


Oleh: Sadin Subekti1

A. Pengertian Istighotsah
Sebagai orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt. selalu memiliki
keterpautan serta keterikatan kepada Allah Swt., dalam aspek hubungan batin secara
horisontal yang dilakukan dengan ketulusan serta keikhlasan dimana saja, kapan saja,
dalam kondisi dan situasi apa saja. Dan salah satu bukti keterikatan manusia yang
beriman kepada Allah Swt., adalah selalu berhubungan melalui ibadah wajib
(mahdhoh), seperti shalat lima kali sehari dan semalam, puasa bulan ramadhan, serta
ibadah Haji, maupun ibadah sunnah yaitu ibadah yang tidak terikat dengan waktu
maupun tempat (ghoiru mahdhoh), seperti shalat sunah dzuha, shalat tasbih atau
berdzikir (berdoa) ketika setiap akan bekerja.
Salah satu doa yang kita panjatkan kepada Allah swt., adalah melakukan
istighotsah baik secara bersama-sama atau sendirian (mungfaridan) dan bisa juga
dilakukan di Masjid atau di rumah bahkan bisa dilakukan di Lapangan. Istighotsah
biasanya dilakukan dalam rangka memohon kepada Allah Swt., ketika dalam keadaan
situasi yang sulit dan dalam keadan kritis, misalnya adanya paceklik, kekurangan air
akibat kemarau panjang, serta adanya wabah penyakit yang terjadi disebuah
desa/kampung. Ini dilakukan yang sekaligus melaksanakan perintah Allah Swt.
manakala umat manusia mengalami musibah atau adanya bencana Alam dan lain-lain.
Allah Swt. berfirman dalam kitab al-Qur'an al-Karîm yaitu:
َٰٓ
ۡ َ‫ۡمنَ ۡٱل َملَئِ َك ِۡةۡ ُمر ِدفِين‬
ِ ‫ف‬ٖ ‫ابۡلَ ُكمۡأَنِيۡ ُم ِم ُّد ُكمۡبِأَل‬ َ َ‫إِذۡۡتَست َ ِغيثُون‬
َۡ ‫ۡربَّ ُكمۡۡفَٱست َ َج‬
ۡ٩
Artinya, (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut" (QS. al-
Anfâl[8]:9).
Ketika melihat asal usul (asbabun nuzul) menurut tafsir KementrianAgama
Republik Indonesia, dari ayat tersebut diatas sebagaimana yang disampaikan oleh
Umar bin Khattab, yaitu saat Nabi Muhammad Saw. akan melaksanakan perang dan
ayat ini diturunkan berkenaan dengan doa Nabi Muhammad Saw. pada saat perang
badar. Saat Rasulullah melihat pasukan musuh (musyrik) sejumlah 1000 (seribu)
orang.2 Sedangkan pasukan muslim yang dipimpin Rasul berjumlah sekitar 315 (tiga
ratus lima belas) orang. (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu
Mardawih).
Sedangkan dalam hadith Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya,
"Apabila beberapa orang duduk-duduk disuatu tempat dengan berdzikir (mengingat
Allah), niscaya mereka dilindungi para Malaikat, dan pertolongan Allah Swt., akan
turun beserta rahmatNya, serta mendapat ketentraman akah muncul dihati mereka,
dan Allah juga akan menyebut nama mereka yang ada di majelis bersama para
Malaikat Allah Swt". (HR. Muslim).
B. Sejarah Munculnya Istighotsah

1
Dosen Pendidikan Agama Islam, Politeknik Kesehatan (Poltekes) Negeri Surabaya.
2
Al-Qur'an, 8: 9.

1
2

Kata "Istighotsah" (‫)إستغاثة‬ adalah bentuk masdar dari Fi'il Madli


Istaghotsa (‫ )إستغاث‬yang berarti mohon pertolongan. Secara terminologis,
istigotsah berarti beberapa bacaan wirid (awrad) tertentu yang dilakukan untuk mohon
pertolongan kepada Allah SWT atas beberapa masalah hidup yang dihadapi.
Istighotsah ini, mulai banyak dikenal oleh masyarakat khususnya kaum Nahdliyyin
baru pada tahun 1990 an. Di Jawa Timur, ulama yang ikut mempopulerkan istighotsah
adalah Almarhum KH Imron Hamzah (Rais Syuriyah PWNU Jatim waktu itu).
Namun di kalangan murid Thariqah, khususnya Thariqah Qodiriyah wa
Naqsyabandiyah, Isighotsah ini sudah lama dikenal dan diamalkan. Bacaan
istighotsah yang banyak diamalkan oleh warga Nahdliyyin ini, bahkan sekarang
meluas ke seluruh penjuru negeri ini. Sebenarnya istighotsah yang disusun oleh KH
Muhammad Romly Tamim, adalah seorang Mursyid Thariqah Qadiriyah wan
Naqsyabandiyah, dari Pondok Pesantren Rejoso, Peterongan, Jombang. Hal ini
dibuktikan dengan kitab karangan beliau yang bernama Al-Istighatsah bi Hadrati
Rabb al-Bariyyah" (tahun 1951) kemudian pada tahun 1961 diterjemahkan ke dalam
bahasa Jawa oleh putranya KH Musta'in Romli.
KH Muhammad Romly Tamim adalah salah satu putra dari empat putra Kiai
Tamim Irsyad (seorang Kiai asal Bangkalan Madura). Keempat putra Kiai Tamim itu
ialah Muhammad Fadlil, Siti Fatimah, Muhammad Romly Tamim, dan Umar Tamim.
KH Muhammad Romly Tamim lahir pada tahun 1888 H. di Bangkalan Madura.
Sejak masih kecil, beliau diboyong oleh orang tuanya KH. Tamim Irsyad ke
Jombang. Di masa kecilnya, selain belajar ilmu dasar-dasar agama dan Al-Qur'an
kepada ayahnya sendiri juga belajar kepada kakak iparnya yaitu KH Kholil pembawa
Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.3

C. Bacaan Istighotsah (pertolongan)


Dalam bacaan istighotsah yang dibaca adalah kalimat-kalimat (thoyyibah)4
atau kalimat baik yang ada dalam kandungan al-Qur'an al-Karĩm, seperti surat al-
Fatihah, istighfar, shalawat Nabi Muhammad Saw. kemudian tahlil , tahmid, doa-
doa, serta wirid, dan hizib serta asmaul husna (nama-nama Allah swt.) dan lain-lain.
Apabila dibaca pada hari jum'at maka akan lebih afdhol karena hari jum'at adalah hari
yang baik untuk berdoa memohon kepada Allah Swt., sebagaimana yang disampaikan
Nabi Muhmmad Saw. dalam hadith yaitu :
Afdlolul ayyamu yaumnu al-Jum'ah. (al-Hadith), Artinya," sebaik-baik hari
adalah pada hari jum'at". Dalam kontek masyarakat lebih spesifik maka doa melalui
istighotsah adalah sangat dianjurkan untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari
lebih-lebih saat menghadapi kesulitan oleh Ulama-ulama khususnya Ulama Ahlus
Sunnah wa al-Jama'ah an-Nahdliyah. Sebenarnya tidak jauh beda dengan yang
dilakukan oleh Ulama yang lainya dalam berdoa, terutama bacaan-bacaanya seperti
yang dilakukan oleh KH. Arifin Ilham (al-marhum), dalam berdzikir/istighotsah ini,
begitu juga bacaan-bacaan istighotsah. Tentu doa-doa istighotsah ini akan lebih baik
lagi apabila dilakukan secara berjamaah bersama-sama, misalnya menjelang ujian
bagi mahasiswa, atau ketika mau berangkat Umrah atau Haji agar diberi pertolongan,
atau negara dalam keadaan genting atau dalam keadaan yang tidak menentu,
kemudian melakukan istighostah mohon keselamatan Allah Swt.

3
www.nu.or.id di unduh 26 oktober 2019
4
Maulana Firdaus, surat Yasin Tahlil & Istighotsah, (Surabaya: Pustaka Agung Harapan, tt),78.
3

MATERI II

PRAKTIK MEMBACA AL-QUR'AN DAN HIKMAH

A. Definisi al-Qur'an
Al-Qur'an ‫القران‬ adalah bentuk masdar yang terambil dari bahasa Arab dari kata
dasar َ ‫رَا‬
َ َ‫ ق‬yang kata sedang َ‫ َ َيقَ َرا‬yang artinya baca/membaca yang kemudian makna
5
masdariyahnya dijadikan nama kitab suci Allah Swt., tersebut. Lafad tersebut juga
disebutkan dalam al-Qur'an, misalnya:
ۡ ۡ١٧ۡ‫علَينَاۡ َجمعَ ۡهُۥۡ َوقُر َءانَ ۡهُۥ‬ َ ‫ۡ ََلۡت ُ َح ِركۡبِ ِۡهۦۡ ِل‬
َّۡ ِ‫ۡإ‬١٦َٰۡٓ‫سان ََكۡ ِلتَع َج َلۡبِ ِۡهۦ‬
َ ۡ‫ن‬
Artinya, Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena
hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. 6 (QS. al-
Qiyamah[75]:16-17).
ۡ‫ُورۡ َو ُه ٗدى‬ َ ‫نۡربِ ُكم‬
ُّ ‫ء ِۡل َماۡفِيۡٱل‬ٞ َٰٓ ‫ۡو ِشفَا‬
ِۡ ‫صد‬ ِ ‫ة‬ٞ ‫ظ‬
َّ ‫ۡم‬ ُۡ َّ‫َٰٓيَأَيُّ َهاۡٱلن‬
َ ‫اسۡقَدۡ َجا َٰٓ َءت ُكمۡ َّمو ِع‬
ۡ٥٧ۡ َ‫ۡةۡ ِلل ُمؤ ِمنِين‬ٞ ‫َو َرح َم‬
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS. Yunus[10]:57).

Sedangkan secara terminologi al-Qur'an adalah firman Allah Swt. yang mu'jiz7
kemudian diturunkan kepada Rasulullah, tertulis dalam mus'af, disampaikan secara
mutawatttir, yang membacanya dinilai ibadah. 8
B. Bagi yang membacanya dinilai Ibadah.
Tentu orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., maka membaca
al-Qur'an bukan hanya wajib dan penting akan tetapi juga bernilai ibadah.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam al-Qur'an yaitu,
ۡ‫اۡرزَ قنَ ُهمۡ ِس ٗرا‬ ِ ْ‫صلَوۡة َۡ َوأَنفَقُوا‬
َ ‫ۡم َّم‬ َّ ‫ٱّللۡ َوأَقَا ُمواْۡٱل‬ َ َ ‫نۡٱلَّذِينَۡۡيَتلُونَ ۡ ِكت‬
َِّۡ ۡ‫ب‬ َّۡ ‫ِإ‬
َٰۡۡٓ‫مۡمنۡفَض ِل ِۡهۦ‬
ِ ‫ۡو َي ِزي َد ُه‬
َ ‫ور ُهم‬َ ‫ۡ ِليُ َوفِ َي ُهمۡۡأ ُ ُج‬٢٩ۡ‫ور‬ َ ُ‫ع ََلنِ َي ٗةۡ َير ُجونَ ۡتِ َج َر ٗةۡلَّنۡتَب‬
َ ‫َو‬
ۡ٣٠ۡ‫ور‬ ٞ ‫ش ُك‬
َ ۡ‫ور‬ٞ ُ ‫غف‬َ ۡ‫ِإنَّ ۡهُۥ‬
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka
pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (QS. Fâtir[35]:29-30)
Sabda Nabi:

55
Adib Bisri dan Munawwir A. Fatah, Kamus Indonesia- Arab, Arab – Indonesia al-Bisri, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1999),587.
6
Al-Qur'an, 75:16-17.
7
Mu'jiz adalah sesuatu yang diberikan Allah Swt., kepada manusia yang terpilih (Nabi dan Rasul) yang dapat
melemahkan orang lain atau orang yang menentangnya, lihat Muhammad Sayyid Thanthawi, Ulumul Qur'an,
(Yogyakarta:IRCiSoD,2013),24.
8
Ibid., 24.
4

ْ ‫صابَه‬
ۡ‫ۡيَا‬:‫ۡقِ ْي َل‬،‫ُۡال َما ُء‬ ْ ُ ‫ص َدأ‬
َ َ ‫ۡال َح ِد ْيدُۡإِذَاۡأ‬ ْ َ‫ص َدأُۡۡۡ َك َماۡي‬ ْ ‫إِ َّنۡ َه ِذ ِه‬
َ ‫ۡالقُلُ ْو‬
ْ َ ‫بۡت‬
‫آن‬ ْ ِ‫ِۡوتَِلَ َوة‬
ِۡ ‫ۡالقُ ْر‬ ْ ‫ۡ َكثْ َرةُۡ ِذ ْك ِر‬:‫ۡو َماۡ َج ََل ُؤهَا؟ۡقَا َل‬،ِ
َ ‫ۡال َم ْوت‬ َ ‫س ْو َلۡهللا‬ ُ ‫َر‬
Artinya: "Sesungguhnya hati itu bisa korosi sebagaimana besi ketika bertemu dengan
air. Kemudian ada yang bertanya kepada Baginda Nabi, 'Ya Rasulallah, lalu apa
yang dapat menghilangkan korosi tersebut?' Rasul menjawab, 'Banyak mengingat
kematian dan membaca Al-Qur'an'." (HR Baihaqi).
Manfaat Membaca al-Qur'an banyak sekali keutamaanya

1. Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10


kebaikan9.
ۡ‫صلى‬-ِۡ‫َُّۡللا‬ َّ ‫ۡرسُول‬ َ ‫ْدَّۡللاِۡبْنَ ۡ َم ْسعُودٍۡرضىۡهللاۡعنهۡيَقُولُۡقَا َل‬ َّ ‫عب‬ َ ۡ‫ع ْن‬ َ
َ ‫ۡو ْال َح‬
ۡ‫سنَةُۡبِ َع ْش ِر‬ َ ٌ ‫سنَة‬
َ ‫َّۡللاِۡفَلَهُۡبِ ِهۡ َح‬
َّ ‫ب‬ ِ ً‫هللاۡعليهۡوسلمۡ َم ْنۡقَ َرأَۡ َح ْرف‬
ِ ‫اۡم ْنۡ ِكتَا‬
ٌۡ ‫ۡو ِمي ٌمۡ َح ْر‬
‫ف‬ َ ‫ف‬ ٌ ‫ۡوَلَ ٌمۡ َح ْر‬َ ‫ف‬ ٌ ‫فۡ َح ْر‬ ٌ ‫ۡولَ ِك ْنۡأ َ ِل‬
َ ‫ف‬ٌ ‫ُۡالمۡحر‬
ْ ‫أ َ ْمثَا ِل َهاَۡلَۡأَقُول‬
Abdullah,binMas’ud radhiyallahu‘anhu berkata:“Rasulullah shallallahu‘alai
hi wasallam bersabda: “ Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran
maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan
dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan ‫الم‬
satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu
huruf.”(HR.Tirmidzi).
2. Membaca Al Quran akan bersama Malaikat dan taat kepada Allah Swt. 10
ۡ‫صلىۡهللا‬-ِۡ‫َّۡللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ۡر‬َ ‫تۡقَا َل‬ ْ َ‫شةَۡرضىۡهللاۡعنهاۡقَال‬ َ ۡ‫َع ْن‬
َ ‫عا ِئ‬
ۡ‫ۡوالَّذِى‬ ْ ‫ۡال ِك َر ِام‬
َ ِ‫ۡال َب َر َرة‬ ْ ِ‫سفَ َرة‬ ِ ‫ۡۡ ْال َما ِه ُرۡ ِب ْالقُ ْر‬-‫عليهۡوسلم‬
َّ ‫آنۡ َم َعۡال‬
ِۡ ‫َاقۡلَهُۡأ َ ْج َر‬
‫ان‬ ٌّ ‫ۡوهُ َوۡ َعلَ ْي ِهۡش‬
َ ‫ۡويَتَت َ ْعتَ ُعۡفِي ِه‬َ َ‫يَ ْق َرأُۡ ْالقُ ْرآن‬
“Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran
akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat
kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di
dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala”
(HR. Muslim).
3. Membaca Al Quran mendatangkan syafa’at 11
ۡ‫ۡرسُو َل‬ َ ُ‫س ِم ْعت‬ َ ۡ‫ىۡرضىۡهللاۡعنهۡقَا َل‬ ْ َ‫ع ْنۡأَبيۡأ ُ َما َمة‬
ُّ ‫ۡالبَا ِه ِل‬ َ
ْ ‫ۡيَقُولُۡ«ۡا ْق َر ُء‬-‫صلىۡهللاۡعليهۡوسلم‬-ِۡ‫َّللا‬
ُۡ‫واۡالقُ ْرآنَ ۡفَإِنَّه‬ َّ
ْ َ ‫ش ِفيعًاۡأل‬
‫ص َحا ِب ِۡه‬ ْ ‫يَأْتِىۡيَ ْو َم‬
َ ۡ‫ۡال ِقيَا َم ِة‬
“Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran
karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi
syafa’at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).

9
Mannâ Khalîl al-Qattân, Studi Ilmu-Ilmu Qur'an, (Jakarta: Halim Jaya, 2011),27.
10
Muslim.or.id diunduh tanggal 26 oktober 2019.
11
Ahmad Sunarto, Khutbah Jum'ah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1997),92.
5

4. Semakin memahami isi kandungan al-Qur'an sebagai sumber dari segala


sumber Hukum. Tentu semua itu akan didapatkan apabila membacanya
benar baik dari makhariju al-Huruf maupun dari segi Tajwidnya.
Sabda Nabi:
ْ ‫صابَه‬
ۡ‫ۡيَا‬:‫ۡقِ ْي َل‬،‫ُۡال َما ُء‬ ْ ُ ‫ص َدأ‬
َ َ ‫ۡال َح ِد ْيدُۡإِذَاۡأ‬ ْ َ‫ص َدأُۡۡۡ َك َماۡي‬ ْ ‫إِ َّن ۡ َه ِذ ِه‬
َ ‫ۡالقُلُ ْو‬
ْ َ ‫ب ۡت‬
‫آن‬ ْ ِ‫ِۡوتَِلَ َوة‬
ِۡ ‫ۡالقُ ْر‬ ْ ‫ۡ َكثْ َرةُۡ ِذ ْك ِر‬:‫ۡو َماۡ َج ََل ُؤهَا؟ۡقَا َل‬،ِ
َ ‫ۡال َم ْوت‬ َ ‫س ْو َلۡهللا‬ ُ ‫َر‬
Artinya: "Sesungguhnya hati itu bisa korosi sebagaimana besi ketika
bertemu dengan air. Kemudian ada yang bertanya kepada Baginda Nabi,
'Ya Rasulallah, lalu apa yang dapat menghilangkan korosi tersebut?'
Rasul menjawab, 'Banyak mengingat kematian dan membaca Al-Qur'an'."
(HR Baihaqi).

Lebih jelasnya keutamaanya sebagaimana dikutip Sayyid Muhammad bin


Alawi al-Maliki dalam kitabnya Abwâbul Faraj, Dârul Kutub al-Ilmiyyah,
Beirut, 1971, halaman 73 sebagai berikut:

1. Pertama, mereka diakui sebagai keluarga Allah (Ahlullah) dan orang


keistimewaannya yang terpilih.
2. Orang yang mahir membaca Al-Qur'an ditempatkan bersama malaikat-
malaikat pencatat yang patuh kepada Allah yang selalu berbuat
kebaikan. Menurut al-Qurthubi sebagaimana dikutip dalam kitab
Fathul Bârî, yang dimaksud mahir di sini adalah orang yang cerdas,
maksudnya, hafalan dan tajwidnya sama-sama mempunyai kualitas
bagus, tidak perlu mengulang-ulang.
3. Al-Qur'an merupakan hidangan dari Allah subhanahuwa ta'alâ. Siapa
pun yang masuk ke sana akan mendapat jaminan keamanan.
4. Rumah yang dibuat untuk membaca Al-Qur'an akan dihadiri malaikat.
Penghuni rumah akan merasakan bahwa rumahnya menjadi luas. Baca
juga: Waktu Utama Baca Al-Qur’an
5. Rumah yang dibacakan Al-Qur'an akan menyinari penduduk langit.
6. Membaca Al-Qur'an terdapat kebaikan yang sangat banyak.
7. Membaca al-Qur'an, orang akan menjadi baik, (Akhlaq al-Karimah)
8. Membaca Al-Qur'an bisa menjadi obat hati.
9. Membaca Al-Qur'an dapat bermanfaat bagi orang yang membaca
maupun kedua orang tuanya.
10. Pembaca Al-Qur'an tidak akan merasa ngeri saat terjadi kegentingan
hari kiamat.
11. Al-Qur'an akan memberikan syafa'at (pertolongan) kepada ahlinya
(orang yang biasa membacanya)
12. Orang yang membaca Al-Qur'an, pada hari kiamat, derajatnya akan
selalu naik ke tempat-tempat yang atas.
13. Membaca Al-Qur'an bisa meniupkan aroma wangi kepada para
pendengar serta menyebarkan bau minyak kasturi. Wallau a'lam.
6

MATERI III

PRAKTIK SHALAT JAMA'

A. Definisi

Shalat jamak ialah mengumpulkan dua shalat fardhu dikerjakan dalam satu waktu
shalat. Sedangkan Rukhsah ialah satu keringanan yang diberikan oleh Allah Swt.,
kepada hambanya dalam hal-hal tertentu, (shalat jamak). Contohnya Shalat jamak
ialah mengerjakan 2 shalat wajib dalam satu waktu. Contoh: shalat dzuhur dan shalat
ashar, shalat maghrib dan shalat isya. Untuk Shalat subuh tidak boleh dijamak dan
harus dikerjakan pada waktunya.
B. Ada Dua Macam Shalat Jamak
1) Shalat Jamak Takdim, adalah Jamak takdim dikerjakan pada waktu shalat yang
pertama. Maksudnya, jika anda akan menjamak shalat dzuhur dan ashar, maka anda
mengerjakannya saat waktu dzuhur. Begitupun maghrib dan Isya yang dilakukan saat
waktu maghrib tiba. Urutannya, kerjakan shalat yang pertama kemudian shalat kedua
tanpa diselingi kegiatan apapun. Maksudnya, setelah salam pada shalat dzuhur anda
langsung berdiri mengerjakan shalat ashar. Keduannya dikerjakan 4 rakaat tanpa
dikurangi, berikut niatnya:
» Niat shalat jamak takdim dzuhur

‫ص ِرۡا َ َدا ًءۡهللِۡت َ َعالى‬


ْ ‫عاۡمعۡال َع‬
ً ‫أربعۡرك َعاتٍۡ َمجْ ُم ْو‬
َ ُّ ‫ض‬
‫ۡالظ ْه ِر‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِليۡفَ ْر‬
Ushollii fardlozh zhuhri arba’a raka’aatin majmuu’an ma’al ashri adaa-an lillaahi
ta’aalaa.
“Aku sengaja shalat fardu dhuhur empat rakaat yang dijama’ dengan Ashar, fardu
karena Allah Ta’aala”
Untuk shalat Ashar nya, anda tidak perlu menggunakan niat shalat jamak lagi,
melainkan membaca niat shalat ashar seperti biasa.

2) Shalat Jamak Takhir adalah kebalikan dari jamak takdim, yakni mengerjakan dua
shalat fardu pada waktu shalat yang kedua (adalah waktu ashar dan isya).
» Niat shalat zhuhur jamak takhir dengan ashar

‫ص ِرۡا َ َدا ًءۡهللِۡت َ َعالى‬


ْ ‫عاۡمعۡال َع‬
ً ‫أربعۡرك َعاتٍۡ َمجْ ُم ْو‬
َ ُّ ‫ض‬
‫ۡالظ ْه ِر‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِليۡفَ ْر‬
Ushollii fardlozh Dzuhri arba’a raka’aatin majmuu’an ma’al ashri adaa-an lillaahi
ta’aalaa.
“Aku sengaja shalat fardu dhuhur empat rakaat yang dijama’ dengan Ashar, fardu
karena Allah Ta’aala”
Kedua shalat dilakukan pada waktu ashar, bisa zhuhur dulu, bisa ashar dulu. Niat
shalat Ashar jamak takhir dengan zhuhur (Kedua shalat dilakukan waktu ashar)
7

ُّ
‫اَمعَالظ ْه ِرَاَدَا ًءَهللَِت َ َعالى‬ ‫ع‬
ً ‫َأربعَرك َعاتٍَ َمجْم ْو‬
َ ‫ص ِر‬ َ ‫ص ِلِّيَفَ ْر‬
ْ ‫ضَال َع‬ َ ‫أ‬
Ushollii fardlol ‘ashri arba’a raka’aatin majmuu’an ma’azh zhuhri adaa-an lillaahi
ta’aalaa.

“Aku sengaja shalat fardu Ashar empat rakaat yang dijama’ dengan dhuhur, fardu
karena Allah Ta’aala”

C. Shalat Qashar

Note: Untuk shalat maghrib dan isya, tinggal menyesuaikan bacaan niatnya.
Berbeda dengan shalat jamak yang menggambungkan, shalat qasar artinya meringkas.
Rukhsah shalat qasar ialah meringkas 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Contoh, shalat
dzuhur dikerjakan 2 rakaat, begitupun shalat ashar dan isya. Shalat dengan jumlah 4
rakaat yang boleh di qasar. Maka dari itu, tidak diperbolehkan meng qasar shalat
subuh dan maghrib. Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang
artinya:

ۡ‫صلَوةِۡۡ ِإن‬ ِ ْ‫ص ُروا‬


َّ ‫ۡمنَ ۡٱل‬ ُ ‫علَي ُكمۡ ُجنَا ٌحۡأَنۡتَق‬ َ ۡ‫س‬ َ ‫ضۡفَلَي‬ ۡ ِ ‫ض َربتُمۡفِيۡٱألَر‬ َ ۡ‫َو ِإذَا‬
َ ۡ‫ِخفتُمۡأَنۡيَفتِنَ ُك ُمۡٱلَّذِينَۡۡ َكفَ ُر َٰٓواْۡ ِإ َّنۡٱل َك ِف ِرينَۡۡ َكانُواْۡلَ ُكم‬
ۡ١٠١ۡ‫عد ُٗواۡ ُّم ِب ٗينا‬
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqashar
shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang
kafir itu musuh yang nyata bagimu,” Q.S.(An Nisa: 101)
Niat shalat Qashar:

‫ّۡللِۡت َ َعالَى‬ ْ َ‫ۡر ْك َعتَي ِْنۡق‬


َّ ِ ‫ص ًراۡا َ َدا ًء‬ ُّ ‫ض‬
َ ‫ۡالظ ْه ِر‬ َ ُ‫ا‬
َ ‫ص ِلىۡفَ ْر‬
Usholli farduzh dzuhri qasran rok’ataini lillahi ta’ala
“Niat shalat fardhu dzuhur secara qashar dua rakaat karena Allah”

D. Shalat Jamak Qasar

Betapa murahnya Allah S.W.T. Selain memperbolehkan hambanya menjamak


atau mengqashar ibadah shalatnya. Allah juga mengizinkan kita untuk mengerjakan
shalat jamak qashar, yakni digabung dan diringkas. Artinya anda mengerjakan 2
shalat fardu dalam satu waktu dan juga meringkasnya. Shalat jamak qashar bisa
dilakukan secara takdim maupun takhir. Lafadzkan niat shalat jamak qashar sebagai
berikut:

» Niat shalat qashar dan jamak taqdim

‫أصليۡفرضۡالظهرۡجمعۡتقديمۡبالعصرۡقصراۡركعتينۡهللۡتعالي‬
Ushallii fardhazh zhuhri rak’ataini qashran majmuu’an ilaihil ‘ashru adaa’an
lillaahi ta’aalaa.
8

“Aku berniat shalat fardhu zhuhur 2 rakaat, qashar, dengan menjamak ashar
kepadanya, karena Allah ta’ala.”

• Niat shalat qashar dan jamak ta’khir

‫أصليۡفرضۡالظهرۡجمعۡتأخيرۡبالعصرۡقصراۡركعتينۡهللۡتعالي‬
Ushallii fardhal ‘ashri rak’ataini qashran majmuu’an ilazh zhuhri adaa’an lillaahi
ta’aalaa.
“aku berniat shalat fardhua shar 2 rakaat, qashar, dengan menjamaknya kepada
zhuhur, karena Allah ta’ala.”

Syarat-Syarat Sah Shalat Jamak, Qashar dan Shalat jamak qashar takhir dan taqdim
memang diperuntukan bagi ummat muslim yang sedang melakukan perjalanan jauh
atau karena halangan lain sehingga tidak dapat mengerjakan shalat fardu tepat pada
waktunya.Hal ini meliputi yaitu:
• Melakukan perjalanan jauh minimal 81 kilometer (sesuai kesepakatan para ulama)
•Perjalanan tidak bertujuan untuk hal negatif atau berbuat dosa
• Sedang dalam keadaan bahaya , hujan lebat disertai angin kencang, perang atau
bencana lainnya.
9

MATERI IV

TATA CARA PENYELENGGARAAN JENAZAH

A. Sunnah sebelum Kematian


1. Sunah-Sunnah Sebelum/Menjelang Kematian
Pada saat-saat seseorang menjelang kematian, (yang ditandai seperti matanya
kelihatan sayu, serta pandanganya kelihatan kosong, mulutnya agak sulit
berbicara) maka yang disunnahkan adalah agar menyediakan air untuk diusapkan
ke wajah yang sakit, syukur-syukur bisa melakukan sendiri, tapi kalau tidak bisa
maka sanak family atau yang menungguinya, sambil dibimbing membaca do'a:
ۡ ۡ‫َۡلۡ ِإلَهَۡ ِإ ََّل‬
ُ‫هللا‬ َ ‫لَ ِقنُواۡ َم ْوتَا ُك ْم‬
Artinya: “Ajarilah orang yang mau meninggal di antara kalian dengan kalimat lâ ilâha
illallâh.”
Ketiga, disunahkan membacakan surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat.
Berdasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban:
‫اقرؤواَ َعلَىَ َم ْوتَاك ْمَيس‬
Artinya: “Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat di antara
kalian.” (HR. Ibnu Hiban)
Keempat, orang yang sedang mengalami sakit dan merasakan sudah adanya tanda-
tanda kematian ia dianjurkan untuk berbaik sangka (husnu dhan) kepada Allah.
Dalam keadaan seperti ini yang terbaik ia lakukan adalah membuang jauh-jauh
bayangan dosa dan kemaksiatan yang telah ia perbuat. Sebaliknya ia dianjurkan untuk
membayangkan bahwa Allah akan menerimanya dan mengampuni semua dosa-
dosanya. Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim Allah berfirman:
َ ََ‫أَنَاَ ِع ْند‬
‫ظ ِِّنَ َع ْبدِيَ ِبي‬
Artinya: “Aku bersama prasangka hamba-Ku kepadaku.”( Bukhari & Muslim).
Para ulama mengajarkan ketika seseorang dalam keadaan sehat maka rasa
takutnya terhadap siksa Allah (khauf) dan harapannya terhadap rahmat Allah (rajâ)
mesti seimbang ada di dalam dirinya. Ada yang mengatakan rasa takutnya harus lebih
banyak dari pada harapannya. Namun ketika seseorang dalam keadaan sakit dan telah
dekat kematiannya maka harapan pada rahmat Allah mesti harus lebih besar dari rasa
takutnya atau bahkan hanya ada harapan saja di dalam dirinya kepada rahmat Allah.
Ia mesti yakin bahwa Allah akan mengampuninya dan melimpahkan kasih sayang
kepadanya. Wallâhu a’lam. (Yazid Muttaqin)
Doa Orang Sakit Menjelang Kematian/Tanpa Harapan Hidup. (Dialog Dengan Allah)
َّ َّ‫َۡلۡ ِإلَـهَۡ ِإَل‬،ُ
ُۡ‫َّۡللاُۡۡلَه‬ َ ‫يكۡلَه‬ َ ‫َۡلۡش َِر‬ َ ُ‫ۡوحْ َده‬
َ ُ‫َّۡللا‬ َ ‫َّللاُۡأ َ ْك َب ُر‬
َّ َّ‫َۡلۡ ِإلَـهَۡ ِإَل‬، َّ ‫ۡو‬ َّ َّ‫ََلۡ ِإلَـهَۡ ِإَل‬
َ ُ‫َّۡللا‬
َّۡ ‫ۡوَلَۡقُ َّوة َۡ ِإَلَّۡ ِب‬
ِ‫اّلل‬ َ ‫ۡوَلَۡ َح ْو َل‬ َّ َّ‫َۡلۡإِلَـهَۡ ِإَل‬،ُ
َ ُ‫َّۡللا‬ َ ‫ۡولَهُۡال َح ْمد‬ َ ُ‫ال ُم ْلك‬
Laa ilaaha illallaah wallaahu akbar, laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah,
laa ilaaha illallaah lahul mulku wa lahul hamdu, laa ilaaha illallaah wa laa haula wa
laa quwwata illaa billaah. Artinya: Tidak ada sesembahan yang berhak disembah
kecuali Allah, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah
kecuali Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Allah, hanya milik-Nya kerajaan dan segala puji, tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, tiada daya maupun kekuatan
10

kecuali dengan pertolongan Allah. HR. Turmudzi 3430, Ibnu Majah 3794, dan
dishahihkan Al-Albani.
Hendaknya si sakit membaca dzikir ini dengan penuh merenungi maknanya,
karena dia ucapannya direspon oleh Allah. • Dzikir ini bisa dibaca kapan saja, dalam
posisi apa saja. Hadis selengkapnya: Hadis ini menggambarkan respon Allah terhadap
kalimat yang dibaca hamba-Nya: Dari Abu Said al-Khudri dan Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhuma, mereka berdua bersaksi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: Siapa yang mengucapkan: “Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah dan Dia Maha Besar,” maka Tuhannya membenarkannya
dengan berfirman: “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku dan
Aku Maha Besar.”
Apabila dia mengucapkan: “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah
kecuali Allah semata-mata Dia dan tiada sekutu bagi-Nya,” maka Allah berfirman:
“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku semata-mata Aku dan
tiada sekutu bagi-Ku.” Jika dia mengucapkan: “Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah hanya milik-Nya kerajaan dan segala puji,” maka Allah
berfirman: “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku hanya milik-
Ku kerajaan dan segala puji.” Dan jika dia membaca: “Tidak ada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Allah dan tiada daya maupun kekuatan kecuali dengan
Allah,” maka Allah menjawab: “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali
Aku dan tiada daya maupun kekuatan kecuali dengan-Ku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melanjutkan sabdanya: Siapa yang membacanya ketika sedang sakit, kemudian
dia mati maka neraka tidak akan memakannya/tersentuhnya.
B. Sunnah-sunnah sesaat setelah Kematian.
1. Ketika sesaat menjelang kematian disunnahkan, apa saja yang akan dilakukan,
maka Raulullah juga member tuntunan sesaat setelah kematian bagi setiap Muslim
setelah meyakini benar-benar tentang kematiannya. Yaitu membaca

َ ‫ِۡو ِإنَّآَٰۡ ِإلَي ِه‬


ۡ ۡ١٥٦ۡ َ‫ۡر ِجعُون‬ َّ ِ َّ‫ةۡقَالُ َٰٓواْۡ ِإن‬ٞ ‫صي َب‬
َ ‫اّۡلل‬ َ َ ‫ٱلَّذِينَ ۡإِذَآَٰۡأ‬
ِ ‫ص َبت ُهمۡ ُّم‬
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun" (QS. al-Baqarah[2]: 156).
2. Mengatupkan kelopak kedua mata si Mayit
3. Mengikat dagu si melingkar ke kepala Mayit dengan maksud supaya mulut tidak
terbbuka, kemudian melemaskan persendiannya dan mengikat tanganya diatas
dada/perut.
4. Menyegerakan untuk mengurus segala keperluan untuk si Mayit/Jenazah seperti
mengurus dokumentasi kematian ke RT./RW sampai ke Pemerintahan kepala
Desa/Lurah.
5. Mengurus pemakamannya, karena apabila orang baik, akan segera bertemu
dengan kebaikannya, apabila orang jahat akan segera melepaskan kejahatan dari
pundak-pundak kalian. (HR. at-Tuemudzi dan ibnu Hibban)
6. Melunasi hutang dan wasiatnya, Sabda Nabi nyawa seseorang tergantung pada
hutangnya sampai di melunasinya) (HR. al-Hakim).
7. Tidak boleh menangisi si Mayit yang berlebihan, karena hal itu bisa menambah
siksa bagi si Mayit, tapi juga jangan pula cengengas-cengenges," Mayit akan
disiksa di kuburnya karena ratapanya keluarganya" (HR. al-Bukhari & Muslim).
8. Tidak boleh menyebut-nyebut kejelekan si Mayit, Rasul bersabda," Jika diantara
dari kalian menjenguk orang sakit atau meninggal dunia, hendaklan berkata yang
baik, karena Malaikat akan mengamini perkataan mereka". (HR. Muslim).
C. Kewajiban-kewajiban terhadap Jenazah.
11

1. Kemudian Kewajiban-kewajiban terhadap saudara yang meninggal dunia bagi


seorang Muslim ada 4 (empat) hal yaitu
a. Memandikan Jenazah.
b. Mengkafani Jenazah.
c. Menshalatkan Jenazah.
d. Mengubur Jenazah, keempat ini hukumnya adalah fardhu kifayah
2. Memandikan Jenazah
a. Menyiapkan dua lembar kain yang bersih untuk membersihkan mulut dan
kotoran Mayit/Jenazah.
b. Memastikan tempat pemandian harus benar-benar tertutup sehingga tidak
dimasuki selain orang yang memandikannya apalgi bukan muhrimnya.
c. Mengenakan pakaian bagi si Mayit, paling tidak pakaian yang bisa menutupi
anggota badan antara lutut dan pusar.
d. Menyiapakn air dingin (atau air hangat bila diperlukan)
e. Menjauhkan dari dipan atau tempat yang kan dipergunakan oleh si Mayit,
sehingga tidak kena air percikan mustakmal.
f. Menyiapkan ramuan daun bidara dan kapur barus jika memungkinkan.
g. Berikutnya Mayit diletakkan diatas dipan tempat mandi dengan badan sedikit
ditegakkan. Kemudian petugas yang memandikan juga harus menopang bahu
dan kepala Mayit dengan tangan kananya, sambil meletakkan lutut kananya
dibelakang punggung Mayit untuk membantu Manahan berat badan Mayit.
h. Menekan perlahan perut Mayit dengan tangan kirinya untuk mengeluarkan
sisa-sisa kotoran Mayit, sementara petugas yang lainya menyiram kotoran
tersebut dengan air yang dicampur dengan wewangian. (Rasul suka
wewangian atau harum)
i. Mengembalikan Mayit dalam keadaan terlentang, lalu membersihkan kubul
dan dubur dengan selembar kain yang dibalutakan pada tangan kira petugas
yang memandikan, setelah selesai kain tersebut dibuang.
j. Membersihkan gigi dan lubang hidung si Mayit dengan selembar kain basah
yang dibalutkan pada tangan kanan.
k. Memeriksa kembali tubuh si Mayit apakah masih ada kotoron-kotoran atau
najis yang masih tersisa di tubuh si Mayit
l. Terakhir mewudhukan secara sempurna si Mayit sebagaimana wudhu orang
yang mau melaksanakan shalat.
D. Pelaksanaan Tahap Kedua (Memandikan Mayit).
1. Tahap Pelaksanaan Kedua (Memandikan Mayit).
2. Paling tidak atau sekurang-kurangnya membersihkan mayit adalah membersihkan
kotoran dan najis serta membasuh seluruh tubuhnya dengan air, termasuk rambut,
dan kukunya sebanyak satu kali basuhan.
3. Bagi yang memandikan tidak disunnahkan membaca Niat. Berikut pelaksanaan
tahapan kedua yang terperinci:
a. Membasuh kepala, rambut, kumis dan jenggot Mayit apabila ada jenggotnya,
jika rambutnya panjang dan digelung maka harus diurai dan disisir dengan
sisir yang agak renggang dan halus.
b. Membasuh bagian tubuh yang sebelah kanan si Mayit mulai dari leher sampai
pada ujung telapak kaki.
c. Membasuh bagian tubuh yang disebelah kiri Mayit dengan cara yang sama.
d. Kemudian berikutnya tubuh si Mayit dimirngkan ke kiri tubuh Mayit untuk
membasuh bagian kanan belakang mulai dari tengkuk sampai telapak kaki.
e. Kemudian memiringkan tubuh si Mayit ke kanan untuk membasuh dan
12

membersihkan bagian kiri belakang tubuh dengan cara yang sama. Pada tahap
1 sampai 4 ini, air yang digunakan adalah air yang sudah dicampur dengan
ramuan daun bidara dan perlu diperhatikan jangan sampai meletakkan Mayit
dalam keadaan tengkurap.
f. Kemudian berikutnya adalah membasuh/menyiramkan air yang bersih atau
yang telah dicampur dengan kapur barus keseluruh tubuh si mayit dengan
merata, mulai dari kepala sampai dengan telapak kaki sebanyak 3 (tiga kali)
atau 5, atau 7, (tujuh kali), sepanjang hal tersebut adalah ganjil.
g. Sesekali perut si Mayit ditekan lagi untuk memastikan bahwasanya kotoran
sudah tidak ada lagi yang tersisa dalam perut si Mayit.
h. Untuk Basuhan yang terakhir adalah sangat disunnahkan mencampur air
basuhan dengan kapur barus, tetapi campuran tersebut tidak sampai
menghilangkan sifat air mutl
i. Kemudian memberikan wudhu pada anggota wudhu-nya. Meratakan air
keseluruh tubuh dengan tiga kali atau lima kali. Siraman pertama lebih baik
menggunakan air yang dicampur dengan sabun. Kedua dengan air bersih dan
ketiga (terakhir) dengan air yang dicampur kapur barus.
j. Terakhir persendian Mayit kembali dilemaskan.
4. Orang-Orang yang Tidak dimandikan
a. Orang yang mati syahid (Syuhada) dunia akhirat, yaitu orang yang berperang
dijalan Allah yaitu berperang melawan orang kafir, demi harta raampasan
sedangkan orang yang mati syahid akhirat seperti orang yang tenggelam,
terkena longsor, dll tetap harus dimandikan.
b. Kemudian Janin yang lahir dari kandungan ibunya sudah dalam keadaan mati
didalam perut ibunya atau keguguran yang belum terbentuk secara sempurna,
dan jika sudah berbentuk dan sempat keluar dalam keadaan hidup meskipun
sebentar maka tetap dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan. Namun
apabila sudah berbentuk tetapi sudah dalam keadaan meninggal ketika lahir
maka tetap wajib dimandikan, dikafani, dan dikubur tetapi tidak dishalati.
Sedangkan bagi orang murtad dan kafir tetap boleh dimandikan, karena
memandikan adalah hak antar umat manusia (Huququl Âdami) Sehingga tidak
ada hubunganya dengan hak Tuhan. Sehingga tidak bisa di samakan hukum
menshalatkan.
5. Orang yang Paling Berhak Memandikan.
a. Maka pada prinsipnya apabila Mayit laki-laki maka yang memandikan juga
harus laki-laki, dan apabila Mayitnya perempuan maka yang memandikan juga
perempuan. Akan tetapi Mayit laki-laki juga bisa dimandikan oleh Saudara
kandung atau istrinya.
b. Sebagian Ulama memperbolehkan perempuan ajnabiyah (bukam
mahramnya), ketika tidak ada laki-laki di tempat meninggal si Mayit.
c. Sedang bagi laki-laki juga diperbolehkan memandikan istrinya dan saudara
mahramnya meskipun ada perempuan diwilayah tersebut.
d. Maka urutan orang yang paling berhak memandikan Mayit laki-laki adalah
kerabat kandung yang bukan ajnabiyah, istri, lalu perempuan mahramnya.
Sedangkan orang yang paling berhak memandikan Mayit perempuan adalah
Kerabat perempuan mahram, kerabat perempuan bukan mahram, suami, dan
laki-laki mahram.
E. Praktek Mengkafani Mayit.
1. Sunnah-sunnah sebelum mengafani Mayit.
a. Mengeringkan tubuh Mayit dengan handuk halus hingga tetesan air mandi
13

tidak membasahi kain kafan.


b. Menggunaka kain putih tebal bersih, longgar (sebagian Ulama
menggunakaaan handuk yang sudah kepakai), tidak pula disunahkan
menggunakan kain yang mahal.
c. Mengasapi kain kafan dengan sejenis dupa, dan meletakkan kapur barus atau
kapas yang sudah diberi wewangian diantara tiap lembar kain.
2. Batas Kain Kafan Untuk si Mayit.
a. Rasulullah bersabda:
“Dari Abu Salamah ra. dia berkata dan bertanya kepada Aisyah istri
Rasulullah, “Berapa lapiskah kafan Rasulullah ya Aisyah?” Aisyah menjawab
“Tiga lapis kain katun (putih).” (HR.Muslim)
b. Kain kafan untuk jenazah laki-laki sebanyak tiga lapis dan perempuan
sebanyak dua lapis.
c. Sekurang-kurangnya adalah kain kafan satu lembar yang dapat menutup aurat.
d. Sedangkan yang paling sempurna bagi mayit laki-laki adalah 3 (tiga) lapis
kain yang menutupi seluruh badan, tanpa sorban dan baju kurung Jika
Mayitnya perempuan, disunnahkan mengafani dengan 5 (lima) lapis kain yang
terdiri dari 2 dua) kalin lapis, satu lapis kain penutup anggota badan dari kaki
hingga dada, satu lapis baju kurung dan satu lapis untuk kerudung.
e. Mayit laki-laki boleh juga dikafani dengan 5 (lima) lapis yang terdiri dari 3
(tiga) lapis kain, satu lapis baju kurung, satu lapis untuk sorban, namun hal ini
tidak disunnahkan.
f. Sedang mengafani Mayit laki-laki dan perempuan lebih dari tiga (lima) lapis
hukumnya adalah makruh.
g. Jenis kain yang diperbolehkan utnuk digunakan untuk mengafani adalah, kain-
kain yang semasa hidupnya selalu dipakainya. Jadi kain sutera hanya
diperbolehkan utnuk menafani Mayit perempuan yang Mukallaf. Sengkan
Mayit laki-laki dan perempuan yang belum balligh tidak boleh dikafani
dengan sutera.
h. Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku apabila tidak dalam keadaan darurat.
Jika tidak ada kain maka suterapun boleh, apabila sutera tidak ada maka mayit
boleh dikafani dengan kulit. Jika kulitpun tidak ada maka rerumputanpun
boleh, apabila rerumputan tidak ada maka tanahpun bisa.
i. Tata Cara Mengafani Mayit.
a. Menata kain kafan, caranya adalah merentangkan kain kafan yang lebar dan
panjang (ini berlaku jika kain kafan ukuranya tidak sama), lalu diatasnya
diletakkan kapur barus atau kapas yang sudaah diberi wewangian. Kemudian
diatasnya direntangkan lapisan yang kedua dan ketiga dengan cara yang sama.
Pada lapisan yang paling atas diletakkan secarik kain yang berukuran kecil
yang nantinya dipakai untuk menutupi kemaluan mayit.
b. Membaringkan Mayit ditengah-tengah tumpukan kain kafan.
c. Menutup lubang dubur Mayit dengan cara menyelipkan selembar kapas
diantara pantatnya, dan melingkarkan kain kecil tersebut melewati
selangkangan Mayit sehingga membentuk celana dalam, lalu diikat bagian
pinggangnya.
d. Meletakkan kapas yang sudah diberi wewangian dilubang-lubang yang ada
pada tubuh si Mayit, antara lain, lubang hidung, lubang telinga, dan mata,
serta ditujuh anggota badan yang dipergunakan untuk bersujud, yaitu
- kening,
- dua telapak tangan,
14

- dua lutut, dan


- dua ujung kaki.
e. Melipat kain kafan yang paling atas yang berada disebelah kiri Mayit sampai
menutupi badanya, lalu sisi kanan dilipat diatasnya. Begitu tata cara melipat
kain lapis kedua dan ketiga.
f. Jika masih ada sisa kain diatas kepala maka kain itu dilipat memutar dan
ujungnya ditarik kebawah untuk menutupi kepala dan dadanya.
g. Jika masih ada sisa kain dibawah telapak kakinya maka sisa kain itu dilipat
memutar dan ditarik keatas menutupi kaki dan betisnya.
h. Mengikat kain kafan dengan sedikit longgar dengan beberapa tali agar lipatan
kain kafan tidak bubar ketika Mayit dibawa ke Makam. Ikatan tali kemudian
dilepas ketika Mayit sudah dimasukkan ke liang kubur.
1. Tata Cara Menshalatkan Jenazah/Mayit
a. Shalat Jenazah boleh dilaksanakan di Masjid, di Rumah atau di Kuburan
b. Apabila dilaksanakan di Kuburan dan memakai sandal maka sandalnya
tidak boleh dipakai akan tetapi dijadikan sebagai alas.
c. Menurut Kitab (Tanwirul Qulub), Ketika dishalatkan bila Mayitnya laki-
laki maka kepala diletakkan di sebelah selatan, sedangkan apabila
jenazahnya perempuan maka kepalanya diletakkan disebelah utara.
d. Untuk laki-laki Imam berdiri kearah kepalanya si Mayit, sedangkan
apabila perempuan maka Imam berdiri kea rah Pinggang Jenazah Jadi
kalau perempuan kepalanya ada disebelah kanan Imam.
e. Shalat jenazah tidak pakai ruku' dan tidak pakai sujud dengan takbir
sebanyak 4 kali takbir.
2. Syarat sahnya Shalat Jenazah
1. Niat. 2. Berdiri bagi yang mampu. 3. Empat kali takbir. 4. Mengangkat
tangan pada saat takbir pertama. 5. Membaca surat Al Fatihah. 6. Membaca
sholawat Nabi. 7. Berdoa untuk jenazah. 8. Salam
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa:
"Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menyolatkannya, maka
baginya satu qiroth. Lalu barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga
dimakamkan, maka baginya dua qiroth. Ada yang bertanya, Apa yang
dimaksud dua qiroth? Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam lantas
menjawab, Dua qiroth itu semisal dua gunung yang besar." (HR. Bukhari dan
Muslim).
Niat sholat jenazah perempuan:
Usholli 'alaa haadzihil mayyitati arba'a takbiratatin fardhol kifayaatai
ma'muuman lillahi ta'aala.
Yang Artinya: Saya niat sholat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah,
sebagai makmum karena Allah Ta’ala.
Setelah niat, langsung takbir pertama dengan membaca Surat Al-Fatihah.
Selanjutnya pada takbir kedua membaca sholawat,
Allahumma sholli alaa muhammad wa ala aali muhammad. Kamaa sholaita
ala ibroohim wa ala aali ibroohim. Innaka hamiidun majiid. wa baarik ala
muhammad wa ala aali muhammad. Kamaa baarokta ala ibroohim wa ala
aali ibroohim. Fil aalamiina Innaka hamidun majiid.
Dilanjutkan dengan takbir ketiga dengan membaca:
Allohummaghfirlahaa warhamhaa wa’aafihaa wa’fu ‘anhaa wa akrim
nuzulahaa wawassi’ mudkholahaa waghsilhaa bil maa-i wats tsalji wal barod.
Wa naqqihaa minal khothooyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad
15

danas. Wa abdilhaa daaron khoiron min daarihaa wa ahlan khoiron min


ahlihaa wa zaujan khoiron min zaujihaa wa adkhilhal jannata wa a’idzhaa
min ‘adzaabin qobri au min ‘adzaabin naar
Atau bisa juga dibaca versi pendek saja, seperti di bawah ini:
Allahummagh firlahaa waa warhamhaa wa'aafihaa wa'fuanhaa.
Pada takbir keempat membaca:
Allahumma la tahrim naa ajrahaa walaa taftinnaa ba'dahaa waghfirlanaa
walahaa.
Kemudian salam ke kanan dan ke kiri dalam posisi berdiri.
Sholat untuk jenazah laki-laki

Sedangkan cara sholat jenazah untuk jenazah laki-laki posisi imam


berbeda dengan menyolatkan jenazah perempuan. Cara sholat jenazah untuk
laki-laki adalah posisi imam berada sejajar dengan kepala jenazah.
Menyolatkan jenazah lebih diutamakan dilaksanakan di masjid atau musholla
terdekat, namun bila masjid atau musholla jauh maka bisa dilakukan di rumah.
Niat sholat jenazah laki-laki:
Usholli 'alaa haadzihil mayyiti arba'a takbiratatin fardhol kifayaatai
ma'muuman lillahi ta'aala.
Artinya: Saya niat sholat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah,
sebagai makmum karena Allah Ta’ala.
» Takbir pertama dengan membaca Surat Al-Fatihah.
» Takbir kedua membaca sholawat,
Allahumma sholli alaa muhammad wa ala aali muhammad. Kamaa sholaita
ala ibroohim wa ala aali ibroohim. Innaka hamiidun majiid. wa baarik ala
muhammad wa ala aali muhammad. Kamaa baarokta ala ibroohim wa ala
aali ibroohim. Fil aalamiina Innaka hamidun majiid.
» Takbir ketiga dengan membaca:
Allohummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu
wawassi’ mudkholahu waghsilhu bil maa-i wats tsalji wal barod. Wa
naqqihi minal khothooyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danas.
Wa abdilhu daaron khoiron min daarihi wa ahlan khoiron min ahlihi wa
zaujan khoiron min zaujihi wa adkhilhul jannata wa a’idzhu min ‘adzaabin
qobri au min ‘adzaabin naar. Atau bisa dibaca pendek saja, seperti :
Allohummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu ‘anhu
16

» Takbir keempat membaca: Allohumma laa tahrimnaa ajrohu wa laa


taftinnaa ba’dahu waghfirlanaa walahu
Kemudian salam ke kanan dan ke kiri dalam posisi berdiri.
» Setelah Shalat Mayit/Jenazah, do'a
ۡۡ‫اء‬ِ ‫ۡۡوا ْغ ِس ْلهُۡۡبِ ْال َم‬ َ ُ‫ۡۡو َو ِس ْعۡۡ َم ْد َخلَه‬
َ ُ‫ۡۡوا َ ْك ِر ْمۡۡنُ ُزلَه‬َ ُ‫ع ْنه‬ َ ۡۡ‫ْف‬ ُ ‫ۡۡواع‬ َ ‫عافِ ِه‬َ ‫ۡۡو‬ َ ُ‫ار َح ْمه‬ َ ُ‫اَلل ُه َّمۡۡا ْغ ِف ْرلَه‬
ْ ‫ۡۡو‬
ُۡۡ‫ۡۡوا َ ْبد ِْله‬
َ ‫ۡۡمنَۡۡال َّدن َِس‬ ِ ‫ض‬ ُ َ‫بۡۡاَْلَ ْبي‬ ُ ‫طايَاۡ َك َماۡيُنَقَّىۡالث َّ ْو‬ ْ ‫ۡۡم‬
َ ‫نَۡۡال َخ‬ َ ‫ۡۡو ْالبَ ْر ِد‬
ِ ‫ۡۡونَ ِق ِه‬ َ ِ‫َوۡالث َّ ْلج‬
ْ ُ‫ۡۡوا َ ْد ِخ ْله‬
َۡۡ‫ۡۡال َجنَّة‬ َ ‫اۡم ْنۡۡزَ ْو ِج ِه‬ ِ ‫ۡۡوزَ ْو ًجاۡ َخي ًْر‬ ِ ‫ۡۡوا َ ْهَلًۡۡ َخي ًْر‬
َ ‫اۡم ْنۡۡا َ ْه ِل ِه‬ َ ‫اۡم ْنۡۡ َد ِار ِه‬ِ ‫ارا َخي ًْر‬ ً ‫َد‬
ۡ‫َاۡوشَا ِه ِدنَا‬ َ ‫َاۡو َم ِيتِن‬ َ ‫ۡاَلل ُه َّمۡۡا ْغ ِف ْرۡۡ ِل َح ِين‬.‫ار‬ ِ َّ‫بۡۡالن‬ ِ ‫ۡۡو ِم ْنۡۡ َعذَا‬ َ ‫ۡۡوفِتْنَتِ ِه‬ ْۡ ‫ب‬
َ ‫ۡۡالقَب ِْر‬ ِ ‫عذَا‬ َ ۡۡ‫ۡۡم ْن‬ ِ ُ‫َوا َ ِع ْذه‬
ۡۡ‫علَىۡاْ َِل ْسَلَ ِم‬ ِ ُ‫ۡاَلل ُه َّمۡۡ َم ْنۡۡاَحْ َي ْيتَه‬.‫َاۡوا ُ ْنثَانَا‬
َ ۡۡ‫ۡۡمنَّاۡفَاَحْ ِي ِه‬ َ ‫َاۡوذَ َك ِرن‬ َ ‫َاۡو َك ِبي َْرن‬
َ ‫ص ِغي َْرن‬ َ ‫َاۡو‬ َ ‫َوغَائِ ِبن‬
ۡۡ‫ضلَّنَاۡ َب ْع َدهُۡۡ ِب َر ْح َم ِت َك‬ ِ ُ ‫ۡۡوَلَت‬َ ُ‫حْر ْمنَاۡاَج َْره‬ ِ َ ‫ۡاَلل ُه َّمَۡۡلَت‬.‫ان‬ ِ ‫علَىۡاْ َِل ْي َم‬ َ ُۡۡ‫ۡۡمنَّاۡفَت َ َوفَّه‬
ِۡ ُ‫َو َم ْنۡۡت َ َوفَّ ْيتَه‬
ْ ‫ب‬
َۡ‫ۡۡال َعالَ ِميْن‬ ِ ‫ۡۡر‬َ ِ‫ۡو ْال َح ْم ُۡدِۡهلل‬.
َ َ‫اح ِميْن‬ َّ ‫ َيآا َ ْر َح َم‬.
ِ ‫ۡۡالر‬
ALLAAHUMMAGHFIRLAHU WARHAMHU WA'AAFIHII WA'FU ANHU WA AKRIM NUZU
LAHU WA WASSI' MADKHOLAHU WAGHSILHU BILMAAI WATS-TSALJI WALBARODI
WANAQQIHI MINAL KHOTHOOYAA KAMAA YUNAQQOTS TSAUBUL ABYADHU
MINADDANASI WA ABDILHU DAARON KHOIRON MIN DAARIHI WA AHLAN KHOIRON MIN
AHLIHI WAZAUJAN KHOIRON MIN ZAOJIHI WA ADKHILHULJANNATA WA 'AIDZHU MIN
'ADZAABILQOBRI WAFITNATIHI WAMIN 'ADZAABINNAARI. ALLOOHUMMAGHFIR
LIHAYYINAA WAMAYYITINAA WASYAAHIDINAA WAGHOOIBINAA WASHOGHIIRONAA
WAKABIIRONAA WADZAKARINAA WAUNTSAANA. ALLOOHUMMA MAN AHYAITAHU
MINNAA FA AHYIHI 'ALAL ISLAAMI WAMAN TAWAFFAITAHU MINNAA FATAWAFFAHU
'ALAL IIMAANI. ALLOOHUMMA LAA TAHRIMNAA AJROHU WALAA TUDHILLANAA
BA'DAHU BIROHMATIKA YAA ARHAMAR ROOHIMIINA. WALHAMDU LILLAAHI ROBBIL
'AALAMIINA.
F. Takziyah dan Ziarah ke Alam Kubur.
Empat Adab Orang Bertakziyah Menurut Imam Al-Ghazali.12Takziyah atau
melayat adalah mengunjungi orang yang sedang tertimpa musibah kematian salah
seorang keluarga atau kerabat dekatnya. Orang laki-laki yang bertakziyah disebut
mu’azziyin, sedangkan yang perempuan disebut mu’azziyat. Para ulama umumnya
memiliki pendapat yang sama bahwa hukum bertakziyah adalah fardhu kifayah. Oleh
karena itu setiap orang Islam sangat dianjurkan bertakziyah untuk menguatkan jiwa
atau suasana batin orang yang sedang tertimpa musibah agar memiliki kesabasaran
dan ketabahan menerima musibah tersebut. Terkaiat dengan takziyah, Imam al-
Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam
al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 437), menyebutkan ada
empat adab orang bertakziyah sbb.
ۡ‫ۡوتركۡالتبسم‬،‫ۡوقلةۡالحديث‬،‫ۡوإظهارۡالحزن‬،‫ۡخفضۡالجناح‬:‫آدابۡالمعزي‬
‫فإنهۡيورثۡالحقد‬.
Artinya: “Adab orang bertakziyah, yakni menghindari sebanyak mungkin hal-hal
yang tidak pantas atau tabu, menampakkan rasa duka, tidak banyak berbicara, tidak
mengumbar senyum sebab bisa menimbulkan rasa tidak suka.”

Dari kutipan di atas dapat diuraikan keempat adab orang bertakziyah sebagai berikut:
Pertama, menghindari sebanyak mungkin hal-hal yang tidak pantas atau tabu.
12
https://islam.nu.or.id/post/read/85899/empat-adab-orang-bertakziyah-menurut-imam-al-ghazali diunduh 6
Februari 2018
17

Bertakziyah sudah pasti berbeda dengan menghadiri pesta perkawinan. Oleh karena
itu cara kita berpakaian dalam bertakziyah tidak sebaiknya disamakan dengan cara
kita menghadiri pesta perkawinan yang cenderung glamor. Demikian pula cara kita
bersolek atau berdandan juga tidak sebaiknya terlalu menor atau memakai parfum
yang terlalu kuat baunya. Suasana takziyah adalah suasana berkabung dan bukan
suasana bersuka cita. Hendaknya cara kita berpakaian dan berdandan sewajarnya saja
dengan tetap menjunjung tinggi asas kepatutan dan kesopanan.
Kedua, menampakkan rasa duka. Setiap kematian seseorang pasti
menimbulkan perasaan duka yang mendalam terutama bagi keluarga atau kerabat
dekat yang ditinggalkannya. Oleh karena itu orang yang bertakziyah dianjurkan untuk
ikut merasakan rasa duka itu dengan menampakkan wajah duka sambil mengucapkan
secara tulus rasa bela sungkawa. Sangat baik apabila ungkapan bela sungkawa itu
diikuti dengan doa semoga tabah dan sabar menerima musibah yang memang sudah
merupakan suratan takdir dari Allah SWT. (Baca juga: Doa Takziyah)
Ketiga, tidak banyak berbicara. Dalam suasana duka, orang yang sedang
tertimpa musibah kematian, biasanya cenderung diam dan tidak ingin diajak berbicara
lama-lama. Oleh karena itu orang yang bertakziyah jika ingin mengajak berbicara
kepada pihak yang sedang berduka cukup seperlunya saja. Demikian pula di antara
orang-orang-orang yang bertakziyah (muazziyin dan muazziyat) sebaiknya kalau
berbicara satu sama lain cukup seperlunya dan pelan agar tidak menimbulkan suasana
berisik. Apa lagi tertawa terbahak-bahak, sungguh hal ini tidak baik dan tidak etis dari
sudut mana pun. Keempat, tidak mengumbar senyum sebab bisa menimbulkan rasa
tidak suka.
Keempat ini memiliki kaitan erat dengan poin-poin sebelumnya, yakni tidak
mendukung ketiganya. Oleh karena itu meskipun dalam keadaan normal senyum
termasuk sedekah, tetapi dalam konteks takziyah para muazziyin dan muazziyat
sebaiknya bisa menahan diri untuk tidak mengumbar senyum. Tentu saja senyum
dalam batas-batas yang wajar masih bisa ditolerir. Intinya adalah senyum memiliki
makna kegembiaraan yang dalam konteks takziyah tidak baik khususnya jika
ditujukan kepada pihak yang sedang berduka sebab hal ini sama saja tidak
menghormati perasaannya. Keempat adab tersebut hendaknya menjadi pedoman bagi
umat Islam dalam bertakziyah kepada orang lain, baik orang tersebut masih kerabat
dekat, tetangga, atau sekedar teman.
Hal yang harus selalu diingat adalah bahwa takziyah identik dengan ikut
berduka. Oleh karena itu jika bermaksud membawa anak-anak yang masih kecil dan
suka rewel atau sulit diatur seperti suka teriak-teriak, dan sebagainya, hendaknya
dipetimbangkan terlebih dahulu masak-masak sebab hal itu bisa menimbulkan
suasana lain yang tidak mendukung suasana duka tersebut. Dalam tradisi masyakarat
Jawa anak-anak tidak sebaiknya diajak serta bertakziyah kecuali memang sangat
terpaksa. Di Indonesia, orang kebanyakan melakukan ziarah kubur saat bulan
Ramadan atau Idul Fitri. Padahal, ziarah kubur dapat dilaksanakan kapan saja dan
tidak terikat waktu tertentu. Tetapi, meski sudah jadi kebiasaan di Indonesia, hukum
ziarah kubur bukan ibadah yang bersifat wajib dan tidak berdosa jika tidak
melakukannya.
Ziarah kubur menurut Islam hanyalah salah satu sarana agar seorang Muslim
selalu beriman dan mengingat kematian. Dengan ziarah kubur, umat Islam akan
mengingat bahwa kematian itu nyata. Ziarah kubur merupakan amalan sunah yang
sangat dianjurkan dalam Islam, apalagi makam orangtua sendiri. Ziarah kubur
termasuk ibadah yang mulia di sisi Allah. Islam juga masih menghormati orang-orang
yang sudah meninggal. Kebiasaan kita ziarah kubur menjelang Ramadhan atau
18

sesudah pulang shalat Id. Walaupun sebenarnya bukan diwaktu itu saja yang
disyariatkan dalam Islam. Namun, banyak di antara kita yang terkadang jarang ziarah
kubur. Padatnya aktivitas menjadi salah satu alasan sebagian dari kita tidak
melakukan ziarah kubur.
Adapun tujuan disyari’atkannya kembali ziarah kubur adalah untuk mengingatkan
peziarah bahwa kehidupan didunia ini tidak kekal dan mengingatkan kepada hari
akhir. Ziarah kubur boleh kapan saja. Dahulu Rasulullah memang melarang para
sahabatnya untuk berziarah kubur sebelum disyari’atkannya. Sebab waktu itu umat
Islam banyak yang salah arti tentang ziarah kubur.
Sebagaimana Rasulullah bersabda:
Ziarah kubur merupakan salah satu perbuatan yang mengalami perubahan (nasikh-
mansukh). Pada zaman awal-awal Islam, Rasulullah melarang melakukan praktik ini,
tapi kemudian larangan tersebut mansukh (diubah) menjadi suatu perbuatan yang
diperbolehkan untuk dilakukan. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah bersabda dalam
salah satu haditsnya:
ُ ‫ورۡفَ ُز‬
‫وروهَا‬ ْ ‫ار ِة‬
ِ ُ‫ۡالقُب‬ ِ ‫ُك ْنۡتُ ۡنَ َه ْيت ُ ُك ْمۡ َع ْن‬
َ ‫ۡز َي‬
“Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah
kalian,”
(HR. Muslim).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah tidak hanya memerintahkan ziarah kubur, tapi
beliau juga menjelaskan manfaat-manfaat dalam melaksanakan ziarah kubur. Hal ini
seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut:

َ ‫ۡالقَ ْل‬
،‫ب‬ ْ ‫ۡفَإِنَّهُۡيُ ِر ُّق‬،‫وروهَا‬
ُ ‫ورۡأ َ ََلۡفَ ُز‬ ْ ِ‫ارة‬
ِ ُ‫ۡالقُب‬ َ َ‫ۡزي‬ ِ ‫ُك ْنتُ ۡنَ َه ْيت ُ ُك ْمۡ َع ْن‬
ًۡ ‫ۡو ََلۡتَقُولُواۡهُج‬،َ
‫ْر‬ ْ ‫ۡوتُذَ ِك ُر‬،
َ ‫ۡاْل ِخ َرة‬ َ َ‫ۡال َعيْن‬ ْ ‫ۡوت ُ ْد ِم ُع‬ َ
“Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian,
sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan (air) mata,
mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk (pada saat ziarah),”
(HR. Hakim).
Perilaku ziarah kubur juga dilakukan oleh Rasulullah, hal ini beliau lakukan setelah
malaikat Jibril menemui Rasulullah seraya berkata:
ْ ‫يۡأ َ ْه َل‬ ْ ْ
ۡ‫ۡالبَ ِقيْعِۡفَت َ ْست َ ْغ ِف ُرۡلَ ُه ْم‬ َ ِ‫ۡرب ََّكۡيَأ ُم ُر َكۡأ َ ْنۡتَأت‬
َ ‫ِإ َّن‬
“Tuhanmu memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur baqi’ agar engkau
memintakan ampunan buat mereka” (HR. Muslim) Setelah adanya perintah dari
Allah untuk menziarahi kuburan Ahli Baqi’,
Rasulullah membiasakan menziarahi tempat tersebut pada saat giliran menginap di
rumah Aisyah radliyallahu ‘anha. Hal ini seperti tercantum dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah:
ۡ‫صلىۡهللا‬-ِۡ‫َّۡللا‬ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫ۡر‬ ِ ‫ۡ ُكۡلَّ َماۡ َكانَۡلَ ْيلَت ُ َه‬-ۡ-‫صلىۡهللاۡعليهۡوسلم‬-ِۡ‫َُّۡللا‬
َ ‫اۡم ْن‬ َّ ‫سول‬ َ ‫َك‬
ُ ‫انَۡر‬
ۡ َ‫ارۡقَ ْو ٍمۡ ُمؤْ ِمنِين‬ َ ‫علَ ْي ُك ْمۡ َد‬
َ ۡ‫سَلَ ُم‬ َّ ‫ىۡالبَ ِقيعِۡفَيَقُولُۡال‬ ْ َ‫ۡآخ ِرۡاللَّ ْي ِلۡإِل‬
ِ ‫ۡم ْن‬ِ ‫ۡيَ ْخ ُر ُج‬-ۡ-‫عليهۡوسلم‬
ِۡ‫حقُونَ ۡاللَّ ُه َّمۡا ْغ ِف ْرۡأل َ ْه ِلۡبَ ِقيع‬ ِۡ َ‫َّۡللاُۡ ِب ُك ْمَۡل‬ َ َ‫عدُونَ ۡ َغدًاۡ ُم َؤ َّجلُون‬
َّ ‫ۡو ِإنَّاۡ ِإ ْنۡشَا َء‬ َ ‫َوأَتَا ُك ْمۡ َماۡتُو‬
‫ْالغ َْرقَ ِۡد‬
“Rasulullah setiap kali giliran menginap di rumah ‘Aisyah, beliau keluar rumah
pada akhir malam menuju ke makam Baqi’ seraya mengucapkan salam: ‘Salam
sejahtera atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukmin. Segera
datang apa yang dijanjikan pada kalian besok. Sungguh, kami Insya Allah akan
19

menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kubur Baqi’ Gharqad,” (HR.


Muslim).
Berdasarkan dalil-dalil dalam hadits di atas, tidak dapat disangsikan lagi
bahwa ziarah kubur adalah hal yang diperbolehkan bahkan tergolong sebagai hal yang
dianjurkan (sunnah). Anjuran melaksanakan ziarah kubur ini bersifat umum, baik
menziarahi kuburan orang-orang shalih ataupun menziarahi kuburan orang Islam
secara umum. Dalam tata cara ziarah kubur, ada adab yang harus dan tidak harus
dilakukan. Salah satu adab dalam tata cara ziarah kubur menurut Islam adalah
mendoakan orang yang dimakamkan di hadapan kita. Sementara menaburkan bunga
atau menyiramkan air di atas makam bukan menjadi bagian wajib dari tata cara ziarah
kubur sesuai sunnah. Berikut telah kami rangkum tata cara ziarah kubur sesuai sunnah
yang dianjurkan oleh agama Islam Jumat, (18/1/2019).
Berwudlu dan Ucapkan Salam
1. Berwudhulah terlebih dahulu
Tata cara ziarah kubur sesuai sunnah yang pertama adalah berwudhu. Sebelum pergi
ziarah kubur, hendaknya peziarah berwudhu terlebih dahulu.
2. Ucapkan salam kepada ahli kubur
Tata cara ziarah kubur sesuai sunnah yang kedua adalah ucapkan salam. Rasulullah
SAW mengajarkan kita untuk mengucapkan salam yang juga sekaligus doa ketika
masuk ke dalam area pemakaman.
ْ َ‫سلَّ َمۡيُعَ ِل ُم ُه ْمۡإِذَاۡخ ََر ُجواۡإِل‬
ۡ ۡ‫ىۡال َمقَابِ ِر‬ َ ‫ۡو‬ َ ‫علَ ْي ِه‬ َّ َّ‫صل‬
َ ُۡ‫ىَّۡللا‬ َ ِۡ‫َُّۡللا‬
َّ ‫سول‬ ُ ‫ۡر‬َ َ‫َكان‬
ُۡ‫َّۡللاُۡلَ ََل ِحقُونَ ۡأَسْأَل‬ َ َ‫ۡو ْال ُم ْس ِل ِمين‬
َّ ‫ۡو ِإنَّاۡ ِإ ْنۡشَا َء‬ ْ ‫ۡم ْن‬
َ َ‫ۡال ُمؤْ ِمنِين‬ ِ ‫ار‬ ِ ‫علَ ْي ُك ْمۡأ َ ْه َل‬
ِ َ‫ۡالدي‬ َ ۡ‫س ََل ُم‬
َّ ‫(ال‬
ْ ‫َاۡولَ ُك ْم‬
)َ‫ۡال َعافِيَة‬ َ ‫َّللاۡلَن‬
َ َّ
Nabi saw. mengajarkan mereka (para sahabat), apabila memasuki area kuburan agar
berdoa: “Salam sejahtera atas kamu sekalian wahai penduduk kuburan kaum
mukminin dan Muslimin. Dan jika Allah menghendaki, kami akan menyusulmu. Kami
memohon kepada Allah untuk kami dan untuk kamu sekalian agar sejahtera.”.(HR.
Muslim).
3. Menghadap ke kiblat saat bedoa untuk almarhum dan zikir
Tata cara ziarah kubur sesuai sunnah yang ketiga adalah menghadap ke kiblat saat
bedoa untuk almarhum. Saat akan mendoakan mayit, hendaknya menghadap kiblat.
Dianjurkan juga untuk membaca tasbih, takbir, tahmid dan zikir.
4. Kirimkan doa untuk almarhum
Tata cara ziarah kubur sesuai sunnah yang keempat adalah berdoa untuk almarhum.
Setelah itu membaca tasbih, takbir, tahmid, zikir dan doa yang dikhususkan untuk
mayit. Kemudian mendoakan mayit yang diakhir dengan bacaan al-Fatihah sebagai
penutup.
Berikut bacaan doa ziarah kubur sesuai Islam:
Adapun berikut ini adalah doa permohonan ampunan yang diajukan kepada Allah
untuk umat Islam secara umum dan khususnya kepada kedua orang tua, guru, mereka
yang berjasa, dan mereka yang memiliki hak tertentu atas diri kita yang belum sempat
terselesaikan karena beberapa hal.
ِۡ‫ۡواأل َ ْم َوات‬ َ ‫ۡم ْن ُه ْم‬ ِ َ‫ۡو ْال ُمؤْ ِمنَاتِۡاأل َ ْحي‬
ِ ‫اء‬ َ َ‫ِۡو ْال ُمؤْ ِمنِيْن‬
َ ‫ۡو ْال ُم ْس ِل َمات‬
َ َ‫اللَّ ُه َّمۡا ْغ ِف ْرۡ ِل ْل ُم ْس ِل ِميْن‬
ۡ‫َاۡوا ُ َّم َهاتِنَا‬
َ ‫اءن‬ ِ َ‫صاۡإِلَىۡآب‬ ُ ‫ۡ ُخ‬،‫َاۡوبَح ِْرهَا‬
ً ‫ص ْو‬ َ ‫َار ِب َهاۡبَ ِره‬ ِ ‫ضۡ ِإلَىۡ َمغ‬ ِ ‫ۡاَلَ ْر‬ْ ‫ق‬ ِ ‫ِم ْنۡ َمش‬
ِ ‫َار‬
‫علَ ْينَا‬
َ ۡ‫ق‬ِ ‫بۡال ُحقُ ْو‬ ِ ‫ص َحا‬ْ َ ‫َاۡو ِأل‬ َ ْ‫َاۡو ِل َم ْنۡأَح‬
َ ‫سنَ ۡ ِإلَ ْين‬ َ َ ‫َاۡوأ‬
َ ‫ساتِذَتِن‬
َ ‫َاۡو ُم َع ِل ِم ْين‬ َ ‫َاۡو َج َّداتِن‬ َ ‫َوأَجْ َدا ِدن‬
Allāhummaghfir lil muslimīna wal muslimāt, wal mukminīna wal mukmināt, al-
ahyā’i minhum wal amwāt, min masyāriqil ardhi ilā maghāribihā, barrihā wa bahrihā,
20

khushūshan ilā ābā’inā, wa ummahātinā, wa ajdādinā, wa jaddārinā, wa asātidzatinā,


wa mu‘allimīnā, wa li man ahsana ilainā, wa li ashhābil huquqi ‘alaynā. Artinya, “Ya
Allah, ampunilah mukminin, mukminat, muslimin, muslimat, yang masih hidup, yang
telah wafat, yang tersebar dari timur hingga barat, di darat dan di laut, khususnya
bapak, ibu, kakek, nenek, ustadz, guru, mereka yang telah berbuat baik terhadap kami,
dan mereka yang masih memiliki hak terhadap kami.” Berikut ini adalah lanjutan doa
yang dapat dibaca sebagai permohonan rahmat, ampunan, dan syafaat bagi mereka
yang bersyahadat secara umum.
َ ‫ۡو ْال َم ْغ ِف َرۡة‬ َّ ‫ۡاللَّ ُه َّمۡا َ ْن ِز ِل‬.‫ع ْن ُه ْم‬
َ َ‫ۡالر ْح َمة‬ َ ۡ‫ْف‬
ُ ‫ۡواع‬ َ ‫عا ِف ِه ْم‬
َ ‫ۡو‬
َ ‫ار َح ْم ُه ْم‬
ْ ‫ۡو‬َ ‫اَللَّ ُه َّمۡا ْغ ِف ْرۡلَ ُه ْم‬
ِۡ‫س ْولُۡهللا‬ َّ ‫َۡلۡالَهَۡا ََِّلۡهللاُۡ ُم َح َّمد‬
ُ ‫ٌۡر‬ َ ‫ۡم ْنۡأ َ ْه ِل‬ ْ ‫علَىۡأ َ ْه ِل‬
ِ ‫ۡالقُبُ ْو ِر‬ َ َۡ‫عة‬ َ ‫شفَا‬ َّ ‫ۡوال‬.َ
Allāhummaghfir lahum, warhamhum, wa ‘āfihim, wa‘fu ‘anhum. Allāhumma anzilir
rahmata, wal maghfirata, was syafā’ata ‘alā ahlil qubūri min ahli lā ilāha illallāhu
Muhammadun rasūlullāh. Artinya, “Ya Allah, berikanlah ampunan, kasih sayang,
afiat, dan maaf untuk mereka. Ya Allah, turunkanlah rahmat, ampunan, syafa’at bagi
ahli kubur penganut dua kalimat syahadat.” Doa untuk kedua orang tua yang telah
meninggal ada baiknya ditutup dengan doa sapu jagad, shalawat nabi, dan pembacaan
Surat Al-Fatihah.
،‫ار‬ ِ َّ‫ابۡالن‬ َ َ‫عذ‬ َ ً‫سنَة‬
َ ۡ‫ۡوقِنَا‬، ْ ِ‫ۡوف‬،
َ ‫ىۡاْل ِخ َرةِۡ َح‬ َ ً‫سنَة‬ َ ‫َربَّنَاۡآتِنَاۡفِىۡال ُّد ْنيَاۡ َح‬
، َ‫س ِليْن‬ ْ َ‫عل‬
َ ‫ىۡال ُم ْر‬ َ ۡ‫س ََل ٌم‬
َ ‫ۡو‬،َ َ‫صفُ ْون‬ ِ َ‫ع َّماۡي‬ ْ ‫ب‬
َ ِۡ‫ۡال ِع َّزة‬ ِ ‫ۡر‬ َ ‫ۡرب ََّك‬ َ َ‫س ْب َحان‬ ً ۡ
ۡ‫ب‬ َ ‫ۡو ْال َح ْمد ُِّۡلل‬
ِ ‫ِۡر‬ َ ‫سلَّ َم‬َ ‫ۡو‬
َ ‫ص ْح ِب ِه‬
َ ‫ۡو‬ َ ‫علَىۡا َ ِل ِه‬
َ ‫ٍۡو‬ َ ۡ‫صلَّىۡهللاُۡعلَى‬
َ ‫س ِي ِدنَاۡ ُم َح َّمد‬ َ ‫ۡو‬ َ
ْ‫ۡا َ ْلفَاتِ َح ۡة‬. َ‫ْال َعلَ ِميْن‬
Rabbanā ātina fid duniā hasanah, wa fil ākhirati hasanah, wa qinā ‘adzāban nār.
Subhāna rabbika rabbil ‘izzati ‘an mā yashifūna, wa salāmun ‘alal mursalīna, wa
shallallāhu ‘alā sayyidinā Muhammadin, wa ‘alā ālihī, wa shahbihī, wa sallama, wal
hamdulillāhi rabbil ‘alamīn. Al-Fatihah. Artinya, “Tuhan kami, berikanlah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Lindungi kami dari siksa api neraka. Maha
suci Tuhanmu, Tuhan pemilik kemuliaan, dari segala yang mereka gambarkan.
Semoga kesejahteraan melimpah untuk para rasul. Semoga Allah melimpahkan
shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya. Segala
puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. (baca Surat Al-Fatihah).”
5. Membaca ayat-ayat pendek
Tata cara ziarah kubur sesuai sunnah yang kelima adalah membaca ayat ayat
pendek. Seperti riwayat al-Marwazi dari Ahmad bin Hanbal, beliau mengatakan:
"Bila kalian masuk ke dalam taman makam (kuburan), maka bacalah al-Fatihah, Surat
Ikhlash dan al-Muawwidzatain (al-Falaq dan an-Naas). Jadikanlah pahalanya untuk
mayit-mayit kuburan tersebut, karena sungguh pahalanya sampai kepada mereka."
6. Jangan duduk atau menginjak bagian atas kuburan
Tata cara ziarah kubur sesuai sunnah yang keenam adalah jangan duduk atau
menginjak bagian atas kuburan. "Janganlah kalian sholat (berdoa) kepada kuburan,
dan janganlah kalian duduk di atasnya." (HR. Muslim)
7. Jangan melakukan Hal-hal yang berlebihan
Tata cara ziarah kubur sesuai sunnah yang ketujuh adalah jangan melakukan hal-hal
yang berlebihan. Salah satu contoh bentuk sikap yang berlebihan dalam konteks
kuburan adalah menjadikan makam seperti masjid.
Hal berlebihan lainnya saat ziarah kubur adalah mencium batu nisan atau
menangis sambil meratapi makam di depannya. Bersikap berlebihan dalam urusan
agama adalah dilarang, termasuk dalam melaksanakan ritual ziarah kubur ini.
21

MATERI V

PRAKTIK SHALAT GERHANA MATAHARI DAN BULAN

A. Fenomena Gerhana Matahari dan Bulan


Fenomena gerhana matahari (kusufus syamsi) dan gerhana bulan (khusuful qamar)
merupakan fenomena Alam yang menunjukkan kebesaran Allah swt. Shalat sunah
gerhana matahari pertama kali disyariatkan pada tahun kedua hijriyah, sedangkan shalat
gerhana bulan pada tahun kelima Hijriyah dan menurut pendapat yang kuat (rajih) pada
bulan Jumadal Akhirah.
ۡ‫وف‬
ِ ‫س‬ُ ‫ص ََلةُۡ ُخ‬َ ‫ۡو‬ ْ َ‫ۡمن‬
َ ِ‫ۡال ِهج َْرة‬ ِ ‫سنَ ِةۡالثَّانِيَّ ِة‬ َّ ‫وفۡال‬
َّ ‫ش ْم ِسۡفِىۡال‬ ِ ‫س‬ ُ ‫ص ََلةُۡۡۡ ُك‬ َ ۡ‫ت‬ْ ‫ع‬َ ‫ش ِر‬ُ ‫َو‬
َ ِۡ‫ىۡاأل َ ِخ َرة‬
َ‫عل‬ ْ ‫جْرةِۡفِىۡ ُجما َ َد‬ ْ َ‫ۡمن‬ ْ ‫سنَ ِة‬ َّ ‫ْالقَ َم ِرۡفِىۡال‬
ِ‫ح‬
ۡ ‫اج‬ِ ‫ىۡالر‬
َّ َ ‫ۡال ِه‬ ِ ‫س ِة‬
َ ‫َام‬
ِ ‫ۡالخ‬
“Shalat gerhana matahari disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah, sedangkan shalat
gerhana bulan menurut pendapat yang kuat (rajih) pada tahun kelima Hijriyah bulan
Jumadal Akhirah,” (Lihat Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, Hasyiyatus Syeikh
Ibrahim al-Baijuri, Indonesia, Darul Kutub al-Islamiyyah, 1428 H/2007 M, juz I, halaman
434).
Mayoritas ulama menyatakan bahwa hukum menjalankan shalat gerhana baik gerhana
matahari maupun gerhana bulan adalah sunah mu`akkadah.
ۡ‫اَلجْ َماعِۡلَ ِك ْنۡقَا َلۡ َما ِل ٌك‬ ُ ۡ‫ۡو ْالقَ َم ِر‬
ِ ْ ‫سنَّةٌۡ ُم َؤ َّك َدةٌۡ ِب‬ َ ‫ش ْم ِس‬ َّ ‫وفۡال‬
ِ ‫س‬ ُ ‫ص ََلةُۡ ُك‬
َ ‫َو‬
ِۡ ِ‫سائِ ِرۡالنَّ َواف‬
‫ل‬ َ ‫يۡر ْك َعتَي ِْنۡ َك‬
َ ‫ص ِل‬َ ُ‫ىۡوي‬ َ ‫ۡالقَ َم ِرۡفُ َرا َد‬ ْ ‫وف‬ ِ ‫س‬ ُ ‫ص ِلىۡ ِل ُخ‬َ ُ‫ۡوأَبُوۡ َحنِ َيفَةَۡي‬
َ
“Menurut kesepakatan para ulama (ijma`) hukum shalat gerhana matahari dan gerhana
bulan adalah sunah mu’akkadah. Akan tetapi menurut Imam Malik dan Abu Hanifah
shalat gerhana bulan dilakukan sendiri-sendiri dua rakaat seperti shalat sunah lainnya,”
(Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Kairo, Darul
Hadits, 1431 H/2010 M, juz VI, halaman 106). Pendapat ini didasarkan pada firman Allah
swt dan salah satu hadits Nabi saw. Allah ta’ala berfirman,

َ ‫ۡو ََلۡ ِل ْلقَ َم ِر‬


ۡ‫ۡوا ْس ُجدُوا‬ َ ‫ش ْم ِس‬ َ ‫ۡو ْالقَ َم ُر‬
َّ ‫َۡلۡت َ ْس ُجدُواۡ ِلل‬ َ ‫س‬
ُ ‫ش ْم‬ َّ ‫ۡوال‬َ ‫ار‬ ُ ‫ُۡوالنَّ َه‬ َ ‫َو ِم ْنۡآ َياتِ ِهۡاللَّ ْيل‬
َۡ‫ِ َّّللِۡالَّذِيۡ َخلَقَ ُه َّنۡ ِإ ْنۡ ُك ْنت ُ ْمۡ ِإيَّاهُۡت َ ْع ُبدُون‬
“Sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Jangan
kalian bersujud pada matahari dan jangan (pula) pada bulan, tetapi bersujudlah kalian
kepada Allah yang menciptakan semua itu, jika kamu hanya menyembah-Nya,” (QS
Fushilat [41]: 37).
ِۡ‫ۡم ْنۡآ َياتِۡهللا‬ ِ َ ‫ۡولَ ِكنَّ ُه َماۡآ َيت‬
ِ ‫ان‬ َ ‫ٍۡو ََلۡ ِل َح َياتِ ِه‬
َ ‫انۡ ِل َم ْوتِۡا َ َحد‬ َ ‫ۡو ْالقَ َم َر‬
ِ َ‫َۡلۡ َي ْك ِسف‬ َ ‫س‬ َّ ‫إ ِِ َّنۡال‬
َ ‫ش ْم‬
‫صلُّوا‬
َ ‫واۡو‬ َ ‫اۡرأ َ ْيت ُ ُمو ُه َماۡفَقُو ُم‬
َ َ‫تَعَالَىۡفَإِذ‬
“Sungguh, gerhana matahari dan bulan tidak terjadi sebab mati atau hidupnya
seseorang, tetapi itu merupakan salah satu tanda kebesaran Allah ta’ala. Karenanya,
bila kalian melihat gerhana matahari dan gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian,”
(HR Bukhari-Muslim).
22

B. Tata cara Shalat Gerhana


1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu.
2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.
3. Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkans,”As-Shalâtu jâmi'ah.”
4. Niat melakukan shalat gerhana matahari (kusufus syams) atau gerhana bulan (khusuful
qamar), menjadi imam atau ma’mum.
ِ ‫ۡ َمأ ْ ُم ْو ًم‬/ۡ‫ۡالقَ َم ِرۡاِ َما ًما‬
‫اّۡللِۡت َ َعالَى‬ ْ ‫ف‬ ِ ‫س ْو‬ َّ ‫فۡال‬
ُ ‫ۡ ِل ُخ‬/ۡ‫ش ْم ِس‬ ُ ‫سنَّةًۡ ِل ُك‬
ِ ‫س ْو‬ َ ُ‫أ‬
ُ ۡ‫ص ِل ْي‬
5. Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
6. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku’ dan dua kali sujud.
7. Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali.
8. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua.
Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat
kedua.
9. Setelah shalat disunahkan untuk berkhotbah. Hal yang sebaiknya diperhatikan adalah
dalam soal ruku’nya. Ruku’ yang pertama dalam rakaat pertama lebih panjang dari yang
kedua. Menurut keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab fikih madzhab Syafi’i, pada
ruku’ pertama membaca tasbih kira-kira lamanya sama dengan membaca seratus ayat
surat Al-Baqarah, sedang ruku’ kedua kira-kira delapan puluh ayat. Begitu seterusnya
dalam rakaat kedua. Untuk ruku’ pertama pada rakaat kedua membaca tasbih lamanya
kira-kira sama dengan membaca tujuh puluh ayat surat Al-Baqarah, dan ruku’ keduanya
kira-kira lamanya sama dengan membaca lima puluh ayat. Mengenai sujud memang ada
yang mengatakan tidak perlu lama. Tetapi pendapat ini menurut Muhammad az-Zuhri al-
Ghamrawi pendapat yang sahih adalah pendapat yang menyatakan bahwa sujud juga
lama. Pertanyaanya, berapa lamanya sujud? Jawaban yang tersedia adalah lamanya kira
sama seperti lamanya ruku’. Dengan kata lain, sujud pertama dalam rakaat pertama
membaca tasbih lamanya kira-kira seratus ayat surat Al-Baqarah dan untuk sujud kedua
kira-kira lamanya sama dengan membaca delapan puluh ayat. Sedang sujud pertama
dalam rakaat kedua lamanya kira-kira sama dengan membaca tujuh puluh ayat surat Al-
Baqarah, dan sujud kedua dalam rakaat kedua lamanya sama dengan membaca lima puluh
ayat. Di samping itu bacaan surat dalam shalat sunah gerhana matahari boleh dipelankan,
boleh juga dikeraskan, tetapi disunahkan pelan. Dalam shalat gerhana tidak ada adzan dan
iqamah.
َ ِۡ‫ۡوالثَّا ِلث‬
ۡ َ‫س ْب ِعين‬ َ َ‫ۡوفِيۡالثَّانِيۡث َ َمانِين‬ ْ َ‫ٍۡمن‬
َ ِ‫ۡالبَقَ َرة‬ ِ ‫ۡمائَة‬ ِ ‫ۡاأل َ َّو ِلۡقَ ْد َر‬
ْ ِ‫يۡالر ُكوع‬ ُّ ِ‫سبِ ُحۡف‬
َ ُ‫َوي‬
َ َ ‫يۡاأل‬ ْ ِ‫س َج َداتِۡف‬ ُ َ‫ۡو ََلۡي‬ ْ ِ‫الرابِعۡخ َْم ِسينَ ۡت َ ْق ِريبًاَۡف‬
ِ‫ح‬
ۡ‫ص‬ َّ ‫طولُۡال‬ َ ِ‫يۡال َج ِميع‬ ِ َّ ‫َو‬
‫طولُ َها‬ُ َ‫ىۡأَنَّهُۡي‬ ْ ِ‫َصۡف‬
ُّ ‫يۡالبُ َوي ِْط‬ َّ ‫ۡون‬ َ ‫ص ِحي َحي ِْن‬ َّ ‫تۡفِيۡال‬ َ َ‫ط ِويلُ َهاۡثَب‬ ْ َ ‫ص ِحي ُحۡت‬ َّ ‫ۡقُ ْلتُ ۡال‬
َ ‫ۡاأل َ َّو ِل‬
َ ُ ‫ۡو َه َكذَ َاوت‬
ۡ‫س ُّن‬ ْ ِ‫الر ُكوع‬ ُّ ‫ِۡاأل َ َّو ِلۡ َك‬
ْ ‫س ُجود‬ ُّ ‫اۡوهللاُۡأ َ ْعلَ ُمۡفَال‬
َ ‫ۡالر ُكوعِۡالَّذِيۡقَ ْبلَ َه‬ ُّ ‫ۡنَحْ َو‬
ٌ‫ام َع ۡة‬
ِ ‫ص ََلةُۡ َج‬ َّ ‫اۡويُنَا َدىۡلَ َهااَل‬ َ ‫عةُۡ ِفي َه‬َ ‫ۡال َج َما‬ْ ‫س ُّن‬ ْ َ ‫عةٌۡأ‬
َ ُ ‫ىۡت‬ َ ‫َج َما‬
ٌ ‫اريَّ ۡة‬ ِ ‫اۡألَنَّ َهاۡنَ َه‬
ِ ‫ش ْم ِسبَ ْلۡيُ ِس ُّرۡفِي َه‬ َّ ‫َۡلۡال‬ ْ ‫وف‬
َ ‫ۡالقَ َم ِر‬ ِ ‫س‬ ُ ‫ۡويَجْ َه ُرۡبِ ِق َرا َءةِۡ ُك‬ َ
“Bertasbih dalam ruku’ pertama kira-kira lamanya seperti lamanya membaca seratus
ayat dari surat Al-Baqarah, ruku’ kedua delapan puluh ayat, ketiga tujuh puluh ayat dan
keempat lima puluh ayat. Saya berpendapat bahwa pendapat yang sahih adalah
memanjangkan sujud sebagaimana dalam hadits sahih yang diriwayatkan Bukhari-
Muslim dan pendapat imam Syafi’i yang terdapat dalam kitab Mukhtashar Al-Buwaithi
bahwa ia memanjangkan sujud seperti memanjangkan ruku’ yang sebelum sujud.
Wallahu a’lam.
23

Karenanya, sujud yang pertama itu panjangnya seperti ruku’ yang pertama begitu
seterusnya. Shalat gerhana matahari sunah dilaksanakan secara berjamaah dan diseru
dengan ungkapan ash-shalâtu jâmi’ah. Disunahkan meninggikan suara ketika membaca
surat dalam shalat gerhana bulan, bukan gerhana matahari bahkan memelankan bacaan
suratnya karena shalat gerhana matahari merupakan shalat sunah yang dilakukan siang
hari,” (Lihat Muhammad Az-Zuhri Al-Ghamrawi, As-Sirajul Wahhaj, Beirut, Darul
Ma’rifah, tt, 98). Setelah selesai shalat, dilanjutkan dengan dua khutbah sebagaimana
khotbah Jumat. Namun jika shalat sunah gerhana matahari dilakukan sendirian, tidak
perlu ada khotbah. Begitu juga jika semua jamaahnya adalah perempuan. Tetapi jika ada
salah satu dari perempuan tersebut yang berdiri untuk memberikan mauidlah tidak ada
masalah,
(la ba’sa bih).
ً‫ع ۡة‬
َ ‫ص ِليۡ َج َما‬ َ ُ‫ط َبةُۡ ِب َم ْنۡي‬ ْ ‫ۡال ُخ‬
ْ ‫ص‬ ُّ َ ‫ُۡوت ُ ْخت‬
َ ‫ۡوۡنَائِبُه‬ ْ َ ‫يۡأ‬ْ َ ‫ۡاْل َما ُمۡأ‬
ِْ ‫ب‬ ُ ‫ط‬ُ ‫َو َي ْخ‬
ۡ‫ۡم ْن ُه َّن‬
ِ ٌ ‫اح َدة‬ ِ ‫ۡو‬
َ ‫ت‬ ْ ‫اءۡفَلَ ْوۡقَا َم‬
ِ ‫س‬َ ِ‫ع ِةۡالن‬ َ ‫ط َبةَۡ ِل ُم ْنفَ ِرد‬
َ ‫ٍۡو ََلۡ ِل َج َما‬ ْ ‫ورۡفَ ََلۡ ُخ‬ ِ ‫ۡمنَ ۡالذُّ ُك‬ ِ
ْ ‫ط َب ِة‬
‫ۡال ِعي ِۡد‬ ْ ‫سۡ ِب ِهۡ َك َماۡ ِفىۡ ُخ‬ َ ْ ‫ظتْ ُه َّنۡفَ ََلۡ َبأ‬
َ ‫ع‬َ ‫َو َو‬
“Kemudian imam berkhotbah atau orang yang menggantikan imam. Khotbah
dikhususkan bagi orang laki-laki yang yang mengikuti shalat tersebut secara jamaah.
Karenanya, tidak ada khutbah bagi orang yang shalat sendirian juga bagi jamaah
perempuan, (akan tetapi, pent) jika salah satu dari jamaah perempuan berdiri dan
memberikan mauidlah, tidak apa-apa sebagaimana dalam khotbah shalat ‘ied,” (Lihat
Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatus Syeikh Ibrahim Al-Baijuri, Indonesia, Darul Kutub Al-
Islamiyyah, 1428 H/2007 M, juz I, halaman 438).
Demikian Semoga bisa dipahami dengan baik. Saran kami sebaiknya ruku’ dan
sujud dalam shalat gerhana dipanjangkan sebagaimana penjelasan di atas, tetapi jika tidak
juga tidak apa-apa. Begitu juga sebaiknya sebelum melakukan shalat terlebih dahulu
mandi karena merupakan salah satu yang disunahkan. Kami selalu terbuka untuk
menerima saran dan kritik dari para pembaca.13
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq Wassalamu’alaikum wr. Wb
(MahbubMa’afiRamdlan)

13
https://islam.nu.or.id/post/read/66337/hukum-shalat-gerhana-matahari-dan-tata-caranya diunduh,01-2- 2020.
24

MATERI VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hasil dari catatan penulis yang dilakukan selama tiga bulan bisa disimpulkan sebagai
berikut:
1. Hajat manusia terhadap ajaran agama bersifat kodrati. Dengan beragama yang
diyakininya melahirkan manusia-manusia yang mampu membedakan dengan
makhluk lain, atau benda-benda yang ada disekitar kita, karena manusia
dengan makhluk yang lain jelas memiliki dimensi yang berbeda pula, lihat
(QS. al-Baqarah[2]: 30). Maka dengan beragama manusia akan menjadi
makhluk yang mulya karena manusia memiliki etika, estetika, kemampuan
akal, kecerdasan serta ketrampilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
makhluk lain.
2. Mata kuliah Pendidikan Agama Islam bertujuan agar mahasiswa berkarakter,
berakhlak, berilmu, berketrampilan yang semuanya berdimensi Robbaniyah,
insaniyah, tawazun , tawasut, tasammuh, lihat (QS. al-Baqarah[2]: 143) dan
apabila disederhanakan menjadi dua hal yaitu ajaran menitik beratkan
ruhaniyah dan jasmaniyah adalah merupakan ajaran pokok yang wajib dimiliki
bagi mahasiswa, tidak hanya sebatas teori tetapi mahasiswa mampu
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat yang
pluralisme, karena mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang diajarkan
meliputi keimanan, akidah, keberagaman adanya perbedaan, serta kajian
tentang Alam semesta raya di Indonesia tercinta ini.
3. Ruang lingkup kajian Keislaman ini juga mencakup tentang kesehatan ruhani,
kesehatan jasmani, kebersihan hati (tasawwuf), serta kebersihan jasmani
(thaharah), karena salah satu syarat diterima ibadah wajib seperti shalat maka
harus bersih hati dan bersi jasmani (raga), disamping hal tersebut diatas mata
kuliah ini tentang hak waris, konsep manusia tugas manusia dimuka bumi.
B. Saran-saran
Sebagai manusia yang meyakini (iman) ajaran Islam, maka Allah Swt. adalah
segala-galanya, Dia yang mengatur, melindungi, memelihara manusia serta Alam
semesta agar memperoleh keseimbangan, keselamatan, dan kedamaian dunia serta
akhirat bagi umat yang mengikuti ajaran serta ketaatan kepada Allah Swt., lihat
(QS. an-Nisâ[4]: 69-70). Bagi Penulis tiada gading yang tak retak, tiada manusia
yang tak berdosa, maka Penulis (al-Fâkir) menghaturkan permohonan maaf yang
tiada tara apabila penulisan ini terlalu banyak kesalahan-kesalahan baik dalam
aspek penulisan, pengutipan maupun aspek yang lainnya, saran yang membangun
demi kebaikan Penulis harapkan.
25

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an al-Karîm
-------Tafsir al-Qur'an al-Karîm Jalalain per kata al-Hakam, Jakarta: Suara
Agung Jakarta, 2013.
Syamsi Hasan, Moh, Hadis-Hadis Populer Shahih Bukhari & Muslim, Surabaya:
Amalia, t.th.

Az-Zabîdî, Imam, Hadith Nabi Muhammad Saw., Ringkasan Shahîh al-Bukhârî di


terjemahkan dari al-Tajrid al-Shahih li Ahadis al-Jami' al-Shahih,
Bandung: Mizan Pustaka, 2009.

Aminuddin, Pendidikan Agama Islam, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005


Anwar, Rosihon dkk., Pengantar Studi Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014.

Surasman, Otong, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruang Tinggi,


Depok: Penerbit Erlangga, 2016.

Setiadi dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Tenaga Kesehatan, Kebonagung,


Sidoarjo: Indomedia Pustaka, 2017.
Sulhan, Najib dkk, Panduan Mengajar Akidah, Akhlak,
Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 201.

Anwar, Rosihaon, Akhlak Tasawwuf Panduang untuk Menngajar di Perguruan


Tinggi Edisi Revisi, Bandung: Pustaka setia, 2010.

https://islam.nu.or.id/post/read/99855 diunduh tanggal 20-01-2020.

https://islam.nu.or.id/post/read/99312/istihsan diunduh tanggal 20-01-2020.

https://islam.nu.or.id/post/read/99312/istihsan-dalam-konsep-ekonomi-syariah
diunduh tanggal 20-01-2020.

https://kbbi.web.id/karakteristik.html diunduh tanggal 18 Januari 2020.

Hamidi, Teori Komunikasi dan Strategi Dakwah, Malang: UMM Press, 2010.

Anda mungkin juga menyukai