Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keunggulan transportasi perkeretaapian dapat menjadi salah satu

motor penggerak dan tulang punggung utama dalam mendorong dan

meningkatkan perekonomian suatu bangsa menjadi Negara yang maju dan

mandiri. Di berbagai belahan dunia, angkutan kereta api telah menjadi tulang

punggung sistem transportasi darat, baik untuk angkutan penumpang

ataupun barang, dalam kota atau antar kota, jarak dekat, menengah bahkan

jarak jauh, menghubungkan dalam suatu Negara ataupun antar Negara.

Di berbagai Negara, (Soemino, 2007 : hal.3) moda transportasi darat

yang handal adalah kereta api. Kontribusi (share) penggunaan kereta api

telah demikian tinggi dibandingkan dengan pemakaian moda transportasi

lainnya. Share KA penumpang sudah mencapai 60% dan barang sekitar

40%. Karena itu, bila ditemukan sistem perkereta-apian suatu negara belum

berkembang, hampir bisa dipastikan bahwa negara yang bersangkutan akan

segera berlari cepat mengejar ketertinggalannya guna membangun sistem

perkereta-apian yang lebih modern.

Adapun keunggulan transpotasi kereta api dengan moda transportasi

lainnya dalam meningkatkan perekonomian suatu negara, antara lain

kapasitas angkut yang besar (massal), cepat, aman, hemat energi dan ramah

lingkungan serta membutuhkan lahan yang relatif sedikit. Selain itu dengan

1
semakin kuatnya isu lingkungan, maka keunggulan kereta api dapat

dijadikan sebagai salah satu alasan yang kuat untuk membangun transportasi

perkeretaapian, sehingga terwujud transportasi yang efektif, efisien dan

ramah lingkungan. Keberpihakan pada pengembangan transportasi

perkeretaapian berarti ikut serta dalam program penghematan energi dan

peningkatan kualitas lingkungan.

Kereta api menjadi urat nadi transportasi dan pilihan utama

masyarakat di berbagai negara karena handal, efektif dan efisien (Soemino,

2007 : hal. 3-5). Dikatakan handal, karena daya angkut begitu banyak.

Bukan lagi satua, puluhan dan ratusan, tapi bisa mencapai ribuan. Dikatakan

efektif dan efesien, karena KA mampu membawa penumpang dalam jumlah

besar. Dalam sekali perjalanan, satu rangkaian KA, (misalnya terdiri dari

atas 8 gerbong) mampu membawa 1.500 orang. Sebuah angka yang mustahil

dapat ditandingi oleh bus yang hanya mampu membawa sekitar 40-60 orang.

Atau bus berukuran sedang (Metromini) yang sekali jalan cuma mengangkut

15-20 orang. Bahkan dibandingkan dengan pesawat terbang berukuran

paling besar sekalipun, yang hanya mampu mengangkut sekitas 500 orang.

Jumlah barang yang diangkut KA juga sangat besar. Bukan lagi dalam gram

atau kilogram, namun sudah dalam hitungan ton. KA gerbong barang

rangkaian panjang (babaranjang) BNSF (Burlington Nothern Santa Fe),

misalnya, dalam setahun mampu mengangkut 300 juta ton (sekitar 25 juta

ton dalam sebulan atau 800.000 ton/hari) hasil bumi dan pertambangan dari

berbagai wilayah di AS. Sementara itu, Queensland Railway (Australia)

2
mampu mengangkut barang sebanyak 127, 8 juta ton, dan Spoornet (Afrika)

69 juta ton. Tampaknya, kemampuan angkut KA hanya bisa “ditandingi”

oleh kapal laut. Namun, dari sisi pemakaian energi KA masih jauh lebih

hemat. Dengan kapasitas angkut yang sama, KA hanya membutuhkan BBM

(Bahan Bakar Minyak) sekitar 0,002 liter/orang/Km. Sedangkan kapal laut

sebanyak 0,006 liter/orang/Km. Bus memerlukan 0,0125 liter/orang/Km dan

pesawat terbang 0,05 liter/orang/Km.

Bahkan dalam skala yang lebih besar mampu menghemat biaya

pemeliharaan yang overloading akibat angkutan jalan raya, membutuhkan

lahan yang tidak luas bagi perlintasannya, mempunyai tingkat keselamatan

yang sangat tinggi, menghemat energi, dan mengurangi polusi.

Keunggulan lain kereta api adalah adaptif terhadap perkembangan

teknologi, bebas macet, dan mampu menjadi pelopor terwujudnya Integrated

Transportation System. Sehingga kereta api merupakan sarana angkutan

yang paling pas untuk menyukseskan program ramah lingkungan yang

sekarang gencar dikampanyekan baik skala nasional maupun internasional.

Dengan demikian, apabila dalam suatu negara belum diterapkan

sistem perkeretaapian yang maju, efesien, efektif dan terpadu dengan moda

transportasi lainnya, maka diyakini pergerakan dan pertumbuhan

perekonomian Negara tersebut akan mengalami kendala yang serius, dengan

berbagai macam permasalahan yang menyertainya, antara lain sistem

logistik nasional yang tidak berjalan secara efektif dan efesien, timbulnya

biaya tinggi, lambatnya pergerakan orang dan barang, terjadinya kemacetan

3
yang parah, tingginya polusi udara, tingginya penggunaan BBM dan

menurunnya minat investasi, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan

daya saing rendah dalam perekonomian global. Apabila kondisi tersebut

tidak diperbaiki dengan baik, akan memperburuk kondisi perekonomian

suatu Negara.

Pembangunan transportasi perkeretaapian nasional diharapkan

mampu menjadi tulang punggung angkutan barang dan angkutan penumpang

perkotaan sehingga dapat menjadi salah satu penggerak utama perekonomian

nasional. Penyelenggaraan transportasi perkeretaapian nasional yang

terintegrasi dengan moda transportasi lainnya dapat meningkatkan efisiensi

penyelenggaraan perekonomian nasional. Oleh karena itu penyelenggaraan

perkeretaapian nasional di masa depan harus mampu menjadi bagian penting

dalam struktur perekonomian nasional.

Untuk itu peran transportasi perkeretaapian di Indonesia menjadi salah satu

prasyarat utama dalam mendukung terwujudnya tujuan bernegara

sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945 yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

Peran transportasi kereta api di Indonesia masih sangat rendah

(marginal). Hal tersebut ditandai dengan antara lain cakupan penggunaan

transportasi kereta api sangat terbatas yaitu hanya ada di Pulau Jawa dan

sebahagian Pulau Sumatera, kontribusi (share) berdasarkan pangsa angkutan

yang dihasilkan secara nasional masih sangat rendah dibandingkan dengan

moda angkutan lain, baik di Jawa, Sumatera dan di wilayah perkotaan,

4
seperti Jabotabek, dan penyelenggaraan perkeretaapian untuk kepentingan

umum masih bersifat monopolistik serta jumlah penyelenggara

perkeretaapian masih sangat terbatas.

Pangsa kereta api untuk angkutan penumpang hanya 7,32%, hal ini

relatif masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pangsa angkutan

jalan raya sebesar 84,13%. Sedangkan angkutan barang melalui angkutan

kereta api lebih kurang 0,63% dari total angkutan barang, dibandingkan

dengan angkutan jalan raya sebesar 91,25% untuk angkutan barang. (Cetak

Biru Pembangunan Trasnsportasi Perkeretaapian, Ditjen Perkeretaapian,

2007 : hal. 1)

Untuk itu, upaya pengembangan angkutan penumpang dan barang

melalui kereta api semakin diperlukan di masa-masa mendatang, baik untuk

angkutan jarak jauh, menengah maupun perkotaan (lokal) seperti di kota-

kota besar sebagai alternatif solusi terbaik dalam menyelesaikan problema

kemacetan lalu lintas, sebagaimana telah dilaksanakan dan dibuktikan oleh

beberapa kota-kota besar di dunia. Dengan demikian peran transportasi

Perkeretaapian dapat mendorong terwujudnya sistem logistik nasional yang

baik, efektif dan efesien.

Seiring dengan meningkatnya perkembangan ekonomi Indonesia,

maka pergerakan manusia dan barang pun ikut mengalami peningkatan.

Peningkatan pergerakan tersebut harus didukung oleh ketersediaan sarana

dan prasarana transportasi yang memadai, handal dan aman, tidak terkecuali

dalam penyediaan infrastruktur dalam bidang perkeretaapian.

5
Namun kondisi perkeretaapian di Indonesia saat ini yang jaringannya

sebagian besar masih merupakan peninggalan jaman pemerintahan Belanda,

sangat membutuhkan penanganan yang khusus dan intensif. Berbagai

keunggulan moda kereta api yang dimiliki belum dapat dioptimalkan, hal

tersebut terlihat dengan masih rendahnya kontribusi (share) angkutan

penumpang maupun barang dalam lingkup transportasi nasional

sebagaimana telah disebutkan diatas.

Untuk mewujudkan peningkatan peran transportasi kereta api dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, maka diperlukan adanya

sistem transportasi kereta api yang memadai, handal, aman, nyaman dan

terpadu dengan moda transportasi lainnya. Sedangkan untuk membangun

sistem transportasi kereta api yang memadai dan terpadu tersebut, maka

diperlukan dana investasi yang cukup besar, baik melalui mekanisme

pembiayaan APBN atau APBD, Kerjasama Pemerintah dengan Swasta

(KPS) maupun Swasta sepenuhnya.

Mengingat transportasi merupakan salah satu bentuk pelayanan

publik, sehingga Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab

yang besar dalam menyediakan sistem transportasi yang terintegrasi intra

dan antar moda dengan baik, aman, nyaman dan layak, termasuk transportasi

kereta api.

Pemerintah kedepan dengan dana anggaran penyediaan infrastruktur

yang terbatas, perlu melakukan kebijakan dan program yang menumbuhkan

dan mendorong sumber pembiayaan dari potensi para stake holder lainnya,

6
khususnya dari peran serta swasta atau badan usaha agar berminat dalam

berinvestasi di bidang perkeretaapian baik secara sendiri-sendiri atau dengan

pola kerjasama dengan didasarkan pada prinsip-prinsip bisnis yang

transparan, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan saling menguntungkan.

Dengan adanya perubahan paradigma sehubungan dengan telah

diterbitkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian termasuk peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian

dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Kereta Api, maka upaya untuk memajukan perkeretaapian

nasional kepada kondisi yang lebih baik di masa mendatang menjadi lebih

terbuka.

Adapun perubahan paradigma yang mendorong perubahan mendasar

dalam penyelenggaraan perkeretaapian di masa mendatang, dengan telah

digantikannya pemberlakuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang

Perkeretaapian (Naskah Akademik RUU Perkeretaapian, 2006 : hal. 9-12),

yaitu :

1. Keterbukaan dalam penyelenggaraan perkeretaapian.

Penyelenggaraan perkeretaapian baik penyelenggaraan sarana,

penyelenggaraan prasarana ataupun penyelenggaraan sarana dan

prasarana perkeretaapian sebaiknya dapat dilaksanakan secara

terbuka, dalam arti perkeretaapian dapat diselenggarakan oleh badan

usaha yang berbentuk badan hukum (BUMN, BUMS, BUMD,

7
Pemerintah maupun Pemerintah Daerah), karena sebelumnya dalam

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 penyelenggaraan

perkeretaapian masih bersifat tertutup yaitu hanya dilaksanakan oleh

Pemerintah dan PT KAI.

2. Anti Monopoli.

Pengaturan mengenai perkeretaapian sebaiknya dapat memperhatikan

Undang-undang anti monopoli (Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Anti Monopoli), karena penyelenggaraan perkeretaapian

nantinya dapat dilaksanakan oleh badan usaha yang berbentuk badan

hukum (BUMN, BUMS, BUMD, Pemerintah maupun Pemerintah

Daerah), yang sebelumnya dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun

1992 tentang Perkeretaapian pada prinsipnya penyelenggaraan

perkeretaapian masih dimonopoli oleh oleh BUMN (PT. Kereta Api

Indonesia).

3. Peran serta Swasta dan Masyarakat.

Dalam penyelenggaraan Perkeretaapian sebaiknya pemerintah dapat

mendorong keikutsertaan peran serta swasta, masyarakat dan Pemda,

kecuali apabila swasta dan masyarakat tidak mampu untuk

melaksanakannya, maka akan diambil alih oleh Pemerintah.

4. Otonomi Daerah.

Dalam penyelenggaraan perkeretaapian sebaiknya harus

memperhatikan otonomi daerah, sebagaimana diamanahkan dalam

Undang-undang Nomor 32 Tahun 1999 tentag Pemerintahan Daerah,

8
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004.

5. Keterbukaan Dalam Kebijakan Perkeretaapian.

Semua kebijakan mengenai perkeretaapian seharusnya

mengikutsertakan para pihak terkait (stakeholder) yang terdiri dari

pemerintah, penyelenggara perkeretaapian dan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM).

6. Pelayanan Perkeretaapian Umum.

Dalam penyelenggaraan perkeretaapian sebaiknya pemerintah dapat

menjamin pelayanan kereta api masal, dalam arti negara menjamin

warga negaranya untuk mendapatkan pelayan kereta api dengan biaya

terjangkau dan pelayanan yang memuaskan yaitu berupa kereta api

kelas ekonomi, sehingga memungkinkan masyarakat dapat menikmati

angkutan kereta api dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat

luas.

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu juga diatur kompensasi

kepada penyelenggara perkeretaapian yang memberikan layanan yang

kereta api kelas ekonomi dimaksud.

7. Perlindungan Konsumen.

Penyelenggaraan perkeretaapian harus memperhatikan ketentuan yang

mengatur mengenai perlindungan konsumen.

9
8. Tarif.

Penyelenggara perkeretaapian yang membrikan pelayanan terhadap

masyarakat sebainya diberi kewenagan untuk menetapkan tariff yang

ditetapkan oleh Penyelenggara perkeretaapian, kecuali tarif angkutan

kelas ekonomi tetap oleh Pemerintah.

9. Perizinan.

Undang-undang tetang perkeretaapian yang baru, sebaiknya dapat

menjamin mekanisme perizinan di bidang perkeretaapian yaitu dengan

memperhatikan otonomi daerah, tidak birokratis, transparan, cepat dan

tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

10. Pemenuhan Hak Penyandang Cacat,

Penyelenggaraan perkeretaapian, harus dapat menjamin pelayanan

terhadap penyandang cacat, mengingat penyandang cacad perlu

mendapat perlakuan khusus dalam penyelenggaraan perkeretaapian.

11. Perkembangan Teknologi.

Penyelenggaraan perkeretaapian diharapkan dapat mengikuti

perkembangan teknologi, mengingat perkembangan teknologi semakin

berkembang dengan cepat.

Mengingat pengaturan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007

yang baru tersebut telah didasarkan pada kebutuhan perubahan paradidma

baru dalam penyelenggaraan perkeretaapian yang transparan, adil/tidak

diskriminatif dan akuntabel, diantaranya dibukanya peluang dan peran serta

para stake holder lainnya (Pemerintah Daerah, BUMD dan Badan Usaha)

10
baik secara sendiri-sendiri maupun secara bekerjasama untuk ikut ambil

bagian dalam penyelenggaraan perkeretaapian (era multi operator) menuju

terwujudnya iklim inverstasi di bidang perkeretaapian yang baik dan

kondusif guna mendukung peningkatan kemampuan dan daya dukung

nasional dalam percaturan perekonomian global.

Peluang swasta sedemikian ini, belum dapat dijumpai dalam

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, yang masih

bersifat monopolistik. Keterlibatan swasta atau badan usaha dalam

penyelenggaraan perkeretaapian masih diwajibkan untuk bekerjasama

dengan Badan Penyelenggara, dalam hal ini kepada PT. Kereta Api

Indonesia (Persero).

Kondisi yang masih bersifat monopolistik dan tertutup tersebut bagi

investasi swasta atau badan usaha dan paradigma yang tidak sesuai lagi

dengan tuntutan perkembangan zaman tersebut, dalam era sekarang ini sudah

tidak dimungkinkan lagi setelah terbitnya era baru regulasi perkeretaapian

sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007

tentang Perkeretaapian, khususnya dalam kaitan dengan pengaturan

mengenai peluang usaha swasta, baik mengenai pelaku atau penyelenggara

perkeretaapian maupun jenis kegiatan penyelenggaraaan perkeretaapian yang

sudah terbuka lebar bagi peran serta swasta atau badan usaha.

Hal ini antara lain dapat dilihat dalam beberapa ketentuan Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, sebagai berikut :

11
a. Pihak Penyelenggara Perkeretaapian :

1) Pengertian Badan Usaha, diatur dalam Pasal 1 angka 10 :

“Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha


Milik Daerah, atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan
untuk perkeretaapian.”

2) Pengertian Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian , diatur dalam

Pasal 1 angka 16 :

“Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang


menyelenggarakan prasarana perkeretaapian.”

3) Pengertian Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, diatur dalam

Pasal 1 angka 17 :

“Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang


mengusahakan sarana perkeretaapian umum.”

4) Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum dilakukan oleh

Badan Usaha, diatur dalam Pasal 23 (1) :

“Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan oleh Badan Usaha sebagai
penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja
sama.”

b. Jenis kegiatan penyelenggaraan perkeretaapian :

Pasal 17 (1) yang mengatur mengenai :

“Penyelenggaraan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam


Pasal ayat (1) huruf a berupa penyelenggaraan:
a. prasarana perkeretaapian; dan/atau
b. sarana perkeretaapian.”

Ketentuan mengenai peluang swasta dalam berinvestasi di bidang

penyelenggaraan perkeretaapian menjadi landasan legalitas yang kuat dan

mendasar, sehingga menjadi dasar berpijak bagi para pelaku usaha dalam

12
mengambil peran untuk menciptakan iklim usaha bidang perkeretaapian

yang sehat, fair, akuntabel, efektif dan efesien yang didasari oleh prinsip

saling menguntungkan.

Adapun peluang-peluang swasta dalam berinvestasi di bidang

perkeretaapian sangat besar dan terbuka berbagai lini dari hulu hingga hilir

dalam penyelenggaraan perkeretaapian. Regulasi, kebijakan dan program

Pemerintah sebagai Regulator dalam rangka penyelenggaraan perkeretaapian

yang terpadu, aman, nyaman, efektif dan efesien serta mendorong

terciptanya iklim investasi yang menarik, dapat berfungsi sebagai pedoman

bagi para swasta yang berminat dalam berinvestasi di bidang

penyelenggaraan perkeretaapian.

Pada kenyataannya, sejak terbitnya Undang-undang Nomor 23 tahun

2007 tentang Perkeretaapian hingga saat ini, masih ditemui kenyataan dan

kondisi yaitu rendahnya peran serta swasta dalam berinvestasi di bidang

perkeretaapian atau dengan kata lain belum berjalan secara alami era multi

operator dalam penyelenggaraan perkeretaapian.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai bagaimana pengaturan, kebijakan dan program Pemerintah

serta implementasinya bagi peluang swasta dalam berinvestasi di bidang

perkeretaapian dan hal-hal apa saja yang memungkinkan menjadi faktor

penghambat untuk terwujudnya minat swasta untuk berinvertasi dalam

penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia.

13
Dengan ditemukenalinya bagaimana pengaturan, kebijakan dan

program Pemerintah serta implementasinya bagi peluang swasta dalam

berinvestasi di bidang perkeretaapian dan hal-hal apa saja yang

memungkinkan menjadi faktor penghambat untuk terwujudnya minat swasta

untuk berinvertasi dalam penyelenggaraan perkeretaapian tersebut,

selanjutnya akan ditelaah lebih lanjut mengenai alternatif solusi penyelesaian

dari faktor penghambat tersebut, sehingga diharapkan dapat menjadi salah

satu bahan pertimbangan bagi para Pengambil Kebijakan dalam mendorong

dan meningkatkan minat dan peran serta swasta dalam berinvestasi di bidang

penyelenggaraan perkeretaapian.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas,

maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan mengenai peluang swasta dalam berinvestasi

di bidang perkeretaapian sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007 tentang Perkeretaapian?

2. Bagaimana pengaturan mengenai peluang swasta dalam berinvestasi

di bidang perkeretaapian setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007 tentang Perkeretaapian?

3. Sejauhmana pelaksanaan investasi swasta dalam bidang perkeretaapian

setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian?

14
C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan pada Perpustakaan Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian terhadap peluang investasi

swasta di bidang perkeretaapian dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2007 tentang Perkeretaapian, sepanjang pengetahuan dan pengamatan

penulis selama ini belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaturan mengenai

peluang swasta dalam berinvestasi di bidang perkeretaapian sebelum

terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian.

2. Untuk mendapatkan gambaran mengenai peluang swasta dalam

berinvestasi di bidang perkeretaapian setelah terbitnya Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

3. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan investasi swasta

dalam bidang perkeretaapian setelah terbitnya Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

E. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian mengenai peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian

dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

ini bersifat pendekatan yuridis normative yang mengacu pada norma

15
hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan permasalahan yang dibahas melalui bahan

kepustakaan atau data skunder.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui dua jenis penelitian yaitu :

a. Penelitian Kepustakaan

1) Data

Data dalam penelitian kepustakaan adalah data sekunder yang

diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan berupa azas-azas

hukum, kaidah-kaidah hukum dan peraturan-peraturan

lainnya yang berkaitan dengan permasalahan mengenai

peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian.

2) Bahan Penelitian

a) Bahan Hukum Primer, yaitu :

1. Undang-undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang

Perkeretaapian

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian

4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang

Prasarana dan Sarana Kereta Api

16
5. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang

Penyelenggaraan Perkeretaapian

6. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur.

7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 43 Tahun

2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional.

8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 91 Tahun

2011 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian Khusus

9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun

2012 tentang Perizinan Penyelenggaraan Sarana

Perkeretaapian Umum.

10. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia

Nomor PM. 66 Tahun 2013 tentang Perizinan

Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum.

11. Keputusan Direktur Jenderal Perkeretaapian Nomor

PR. 004/SK.85/DJKA/04/10 Rencana Strategis

Kementerian Perhubungan Tahun 2010 – 2014 Bidang

Perkeretaapian.

b) Bahan Hukum Skunder

Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang

memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer,

17
berupa buku-buku ilmiah, hasil penelitian, dan website,

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang

memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, antara lain Kamus Bahasa

Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia-Inggris, Kamus

Hukum.

3) Alat penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian kepustakaan

adalah studi dokumen. Studi ini dimaksudkan untuk

mengumpulkan data pimer dan data skunder dengan cara

mempelajari, menelaah bahan-bahan hukum yang relevan

dengan topik penelitian ini.

b. Penelitian Lapangan

1) Data dalam penelitian lapangan merupakan data primer, yang

diperoleh secara langsung.

2) Lokasi penelitian

Penelitan dilaksanakan di Propinsi DKI Jakarta

3) Responden

Responden dalam penelitian ini adalah Direktorat Jenderal

Perkeretaapian.

18
4) Alat Penelitian

Dalam penelitian lapangan ini akan digunakan alat penelitian

berupa daftar pertanyaan atau questioner yang akan dibagikan

kepada responden yang telah ditentukan untuk diisi. Daftar

pertanyaan dimaksud untuk memperoleh data berupa jawaban

responden.

3. Analisis Data

Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu diseleksi, dipilah-pilah

kemudian diperiksa kelengkapannya dan kejelasannya, baik data

primer maupun data sekunder.

Keseluruhan data yang telah diperoleh selanjutnya akan disusun

secara sistematis. Kemudian data tersebut akan dianalisis secara

kualititatif untuk mendapatkan gambaran atas fakta yang ada dan fakta

hukum dari peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian.

F. Manfaat Penelitian

1. Penulisan ini diharapkan memberikan masukan dari aspek ilmu hukum,

khususnya hukum bisnis baik secara teori maupun praktik hukum yang

terkait dengan peluang investasi swasta di bidang perkeretaapian.

2. Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran

bagi pengambil kebijakan publik, khususnya yang berhubungan

dengan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian, karena dengan

adanya kejelasan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan usaha

19
di bidang transportasi, akan menciptakan iklim usaha yang sehat untuk

mendorong tumbuh dan berkembangnya peluang usaha swasta di

bidang perkeretaapian guna peningkatan kontribusi transportasi kereta

api dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

20

Anda mungkin juga menyukai