Anda di halaman 1dari 15

PERENCANAAN TRANSPORTASI

PERMASALAHAN TRANSPORTASI KHUSUS ANGKUTAN UMUM

DI KOTA PONTIANAK

JURUSAN SIPIL

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

MEITY WULANDARI

D1091131019

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

TAHUN AJARAN 2016/2017


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi sebagai urat nadi kehidupan sangat dituntut dalam peranannya dalam roda
pembangunan negara. Pada dasarnya fungsi dari sistem transportasi beserta sarana dan
fasilitasnya adalah sebagai elemen yang menghubungkan titik-titik yang terpisah di dalam ruang
dengan berbagai mekanisme yang terdapat di dalamnya. Kota Pontianak yang berpenduduk
615.952 jiwa menempati wilayah seluas 107,80 km² mempunyai kepadatan rata-rata 5.145
jiwa /km2. Propinsi Seribu Sungai ini sangat didominasi dengan transportasi airnya didukung
keberadaan sungai-sungai besar di propinsi tersebut. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis
Propinsi Kalimantan Barat yang mempunyai ratusan sangat besar dan kecil diantaranya dapat
dan sering dilayari. Beberapa sungai besar saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama
untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau
sebagaian besar kecamatan. Sungai besar utama adalah Sungai Kapuas yang merupakan sungai
terpanjang di Indonesia yaitu 1.806 km yang mana sepanjang 942 km dapat dilayari.

Wilayah Kalimantan Barat tepatnya di Kota Pontianak banyak dialiri sungai dan anak sungai, hal
ini yang menyebabkan angkutan sungai dapat menjangkau ke tempat-tempat yang relatif jauh
dari pusat kota. Karena itu pula angakutan sungai/danau/pedalaman sangat penting perannya
untuk menjamin kelancaran kegiatan ekonomi dan masyarakat lainnya. Banyak jenis kendaraan
pedalaman yang dikenal di Kalbar antara lain sampan atau perahu, fery, bandung, tongkang dan
beberapa jenis kendaraan lainnya baik bermesin maupun tidak. Akan tetapi jumlah kendaraan ini
dari tahun ke tahun semkain berkurang. Ini karena dampak dibukanya jalan-jalan darat menuju
pelosok-pelosok Kalbar. Keadaan ini memerlukan penanganan secara simultan mulai
dikembangkan sistem transportasi sungai sebagai intergal dari sistem transportasi secara
keseluruhan.

Selain Transportasi air Kota Pontianak juga memiliki transportasi darat yang dapat menjangkau
ke suatu tempat atau tempat-tempat yang relatif jauh dari pusat kota. Sistem transportasi darat
Kota Pontianak dilayani oleh minibus angkutan kota yang biasa disebut oplet, taksi, dan
beberapa rute dilayani oleh bus kota. Sebagian besar rute dalam kota dilayani oleh oplet yang
menghubungkan beberapa terminal. Untuk keberangkatan jalan darat ke luar kota dilayani di
Terminal Batulayang. Melalui jalan darat pula dilayani bus antar negara, yakni ke Kuching dan
ke Brunei. Bus ini disediakan oleh berbagai penyedia layanan, termasuk DAMRI. Transportasi
darat ke Malaysia menjadi mungkin melalui Jalan Lintas Kalimantan. Layanan imigrasi
Indonesia-Malaysia dilaksanakan di Entikong, Kabupaten Sanggau.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas untuk memenuhi mata kuliah
Perencanaan Transportasi dengan materi tugas “Permasalahan Transportasi” di Indonesia.
Dengan demikian maka penulis mengangkat masalah mengenai “Permasalahan Transportasi
Khusus Angkutan Umum di Kota Pontianak”.

1.3 Sasaran

Adapun dalam penulisan makalah ini diharapkan dapat mencapai sasaran mengenai
permasalahan transportasi publik yang ada di Kota Pontianak khususnya transportasi darat,
angkutan umum.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan Transportasi Kota Pontianak

Permasalahan transportasi khususnya transportasi darat di Indonesia cukuplah kompleks, karena


transportasi merupakan suatu sistem yang saling berkaitan, maka satu masalah yang timbul di
satu unit ataupun satu jaringan akan mempengaruhi sistem tersebut. Namun permasalahan
trnsportasi yang terjadi di Indonesia terjadi hampir di setiap jaringan atau unit-unit hingga unit
terkecil dari sistem tersebutpun memiliki masalah. Masalah yang terjadi bisa masalah yang
terjadi dari unit tersebut maupun masalah akibat pengaruh dari sistem. Faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya masalah-masalah pada transportasi darat di Indonesia sangat beragam,
antara lain ledakan penduduk, tingginya kendaraan bermotor, kurangnya kesadaran masyarakat,
serta lemahnya birokrasi dari pemegang kekuasaan sistem birokrasi.

Sementara itu kondisi sistem jaringan infrastruktur transportasi juga masih sangat terbatas.
Terdapat 600 unit angkutan kota yang memiliki ijin operasi tetapi hanya 280 unit saja yang
beroperasi di Kota Pontianak. Jumlah angkutan umum di Kota Pontianak berkurang karena
jumlah penumpang angkutan umum di Kota Pontianak terus berkurang karena masyarakat
semakin mudah memiliki sepeda motor. Sepeda motor juga bisa menjadi kendaraan pribadi yang
efisien. Setiap tahun, bertambah lebih dari 40.000 sepeda motor baru di Kota Pontianak sejak
tahun 2008. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak terkendali di Kota Pontianak
memberikan sumbangan besar pada kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi suara, serta
penggunaan ruang publik yang besar, di mana para pejalan kaki dan mereka yang bersepeda
tidak mendapatkan ruang agar bisa bergerak sebagaimana mestinya.

Ditinjau dari segi teknis memang dengan kepadatan penduduk yang relatif masih rendah
dibandingkan dengan pulau jawa, maka rasio jalan dengan penduduk masih rendah, apalagi kalau
dianalisis lebih mendalam dengan menggunakan indikator kinerja ruas jalan dengan meninjau
ruas jalan. Ruas jalan di kawasan Kalimantan Barat akan mempunyai V/C yang rendah. Oleh
karena itu, berdiskusi tentang pengembangan Kalimantan Barat tepatnya di Kota Pontianak tidak
selayaknya semata mata hanya dilihat dari aspek kinerja ruas jalan tersebut. Seperti yang telah
diungkapkan dibagian awal tulisan ini bahwa potensi di Kota Pontianak sangat tinggi. Dengan
demikian maka pengembangan infrastruktur transportasi Kota Pontianak harus didorong dalam
upaya untuk mengembangkan potensi tersebut sebagai salah satu pembangkit ekonomi di
Kalimantan Barat pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Konektifitas (keterhubungan)
antar wilayah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan harus menjadi dasar dalam
pengembangan infrastruktur transportasi.

Terjadinya disparitas wilayah dimana pada wilayah pedalaman yang masih belum berkembang
harus dibuka aksesibilitasnya. Dengan demikian maka wilayah yang tertinggal bisa segera
mengimbangi wilayah lain yang sudah berkembang. Permasalahan konektifitas antara wilayah
dan aksesibilitas pada kawasan yang potensial harus bisa diatasi. Kapasitas infrastruktur harus
seimbang dengan permintaan dan untuk kebutuhan proyeksi ke depan. Dengan demikian maka
percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi di wilayah Kota Pontianak bisa terlaksana
dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Perkembangan sarana dan prasarana transportasi
masih belum memenuhi standar pelayanan minimal yang dipengaruhi oleh rendahnya kualitas
sarana dan prasarana transportasi publik. Pembangunan dan pengelolaan sarana dan prasarana
transportasi ditujukan untuk memenuhi standar pelayanan minimal bidang transportasi,
mendukung peningkatan daya saing sektor riil dan meningkatkan peran swasta dalam upaya
pembangunan dan pengelolaan sarana dan prasarana transportasi. Secara umum, permasalahan
yang dihadapi sektor transportasi meliputi aspek keterbatasan jumlah dan kondisi sarana dan
prasarana transportasi, masih terdapat ketidak sesuaian antara perencanaan nasional dan wilayah
akibat kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, belum optimalnya peran swasta, serta belum
memadainya sarana dan prasarana transportasi sesuai dengan aturan-aturan internasional.
Tingginya tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi menghambat berkembangnya transportasi
publik seperti angkutan umum.

Kondisi sarana dan prasarana transportasi kota saat ini sangat memprihatinkan karena rendahnya
kualitas sarana dan prasarana transportasi, salah satunya adalah angkutan umum. Angkutan
umum merupakan katrakter kendaraan kecil, kepemilikan sebagian besar oleh individu, untuk
melayani rute jarak pendek yang penetapannya dilakukan oleh pemerintah kota, dengan
pengawasan yang masih lemah. Tarif angkutan umum cukup rendah, namun perawatan dan
investasinya juga rendah, serta kelayakan kendaraannya sering menjadi masalah. Paratransit di
negara maju berkembang karena layanan angkutan umumnya sudah lebih baik dan untuk
memperoleh subsidi pemerintah, harus memenuhi syarat pelayanan dan penegakan hukum yang
ketat. Angkutan umum sampai saat ini masih mendominasi pelayanan angkutan perkotaan di
kota-kota. Di Pontianak pada tahun 2007, perannya mencapai hingga 70%.. Harapan dalam
pengembangan angkutan umum kedepan adalah menjadi angkutan oplet atau bus terorganisir
sehingga menjadi andalan angkutan umum perkotaan, melalui proses penataan dengan konsep
perbaikan kebijakan yang lebih terarah, penataan struktur industri yang responsif terhadap
permintaan (demand), perencanaan dan peraturan sesuai kebijakan serta peningkatan sumber
daya manusia. Selanjutnya angkot dapat terus dikembangkan menjadi sistem transit yang
selanjutnya menjadi BRT.

Angkutan umum biasanya melayani kategori perjalanan yang sifatnya jarak pendek, seperti
perjalanan ke sekolah atau ke pasar. Angkutan umum biasanya tidak dipakai untuk perjalanan
komuter reguler ke tempat kerja. Kendati demikian, saat kualitas angkutan umum memburuk,
kendaraan pribadi cenderung menggantikan peran angkutan umum. Hal ini sudah mulai terjadi
di banyak kota-kota di Indonesia. Oleh karena itu, masalah kebijakan harus terus diupayakan
untuk mengembalikan paratransit ke peran yang sebenarnya, dan mendesak diadakannya
perbaikan sistim angkutan umum.

2.2 Kondisi Sarana dan Prasarana Angkutan Umum

Apabila angkutan umum darat Indonesia dibandingkan dengan angkutan umum di negara-negara
tetangga, maka hasilnya akan sangat jauh tertinggal, ketika Jepang sudah menggunakan
shinkansen, maka kualitas perkeretaapian di Indonesia masih mengenaskan. Salah satu
kemunduran Kereta api Indonesia dibuktikan pada tahun 1939, panjang rel mencapai 6.811
kilometer, tetapi pada tahun 2000, rel warisan Belanda itu susut menjadi tinggal 4.030 km, atau
turun 41%. Begitu pula dengan sarana pendukungnya seperti jumlah stasiun pemberhentian
kereta. Pada 1955, jumlah stasiun mencapai 1.516 buah. Dalam kurun setengah abad, jumlah itu
merosot 62% menjadi tinggal 571 stasiun. Faktor terpenting dari kereta ialah lokomotif,
lokomotif kereta api indonesia dari 341 unit lokomotif yang ada pada 2008, hampir seluruhnya,
sekitar 82%, sudah tua dengan umur antara 16-30 tahun. sedangkan hal tersebut sangat
berbanding terbalik dengan negara maju, seperti Jepang dan negara-negara Eropa, umur
ekonomis kereta api guna menjamin keselamatan penumpang maksimal adalah 5-10 tahun.
Ketika Orchad Road di Singapura menjadi perhatian dunia dengan kenyamanan fasilitas
pedestrian way-nya, maka Indonesia masih sibuk megatasi pedagang kaki lima yang
menggunakan trotoar sebagai tempat berdagang, banyaknya masyarakat yang menggunakan jalur
pejalan kaki sebagai tempat parkir kendaraan serta masyarakat yang enggan berjalan kaki di jalur
pedestrian akibat tidak ada pepohonan untuk mengurangi terik matahari. Beberatapa jalur
pedestrian juga mengalami kerusakan di beberapa lokasi, hal ini tentu mengurangi minat pejalan
kaki. Sehingga mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi yang akan menimbulkan
berbagai masalah baru. Pedagang kaki lima yang biasanya ada di daerah jalur pedestrian tentu
mengganggu kenyamanan pengguna jalur pedestrian, namun para pedagang kaki lima umumnya
ditarik retribusi oleh pihak-pihak yang mengaku oknum dari pemerintah setempat, sehingga
proses penertibannya biasanya akan berakhir dengan kericuhan. Hal ini tentu sangat jauh bila
kembali dibandingankan dengan pedestrian ways di Singapura ataupun Malaysia yang bersih
dari pedagang kaki lima.

Terminal sebagai unit tempat transit yang berfungsi sebagai pemberhentian kendaraan juga tak
luput dari permasalahannya, tingkat keamanan yang rendah, penuh dengan pencemaran udara,
panas, adalah gambaran terminal di mata masyarakat Indonesia. Begitu juga kondisi halte
Indonesia, yang kotor, tidak terawatt serta sering didatangi pengemis ataupun pengamen untuk
mencari uang. Stasium di Indonesia juga tak jauh beda kondisinya, berbeda dengan statsiun di
Jepang misalnya, dimana sangat bersih dari sampah, terik matahari maupun pedagang kaki lima,
jadwal kereta api pun jelas dan jarang ada keterlambatan, sedangkan kondisi perkeretaapian
Indonesia dimana lebih banyak ditemui pedagang asongan daripada penumpang, mudahnya
menaiki kereta api tanpa tiket, stasiun kereta api yang kotor, bau kurang sedap, banyaknya
pedagang asongan, pengamen, pengemis serta keamanan yang kurang terjamin, banyaknya
tindak kriminal selalu menjadi momok yang menakutkan bagi calon penumpang atau penumpang
yang mengakhiri perjalanannya suatu di terminal atau stasiun Indonesia.

Berdasarkan mastreplan transportasi darat tahun 2005, beberapa ancaman serius bagi moda
transportasi angkutan umum adalah semakin mudahnya proses pemilikan kendaraan pribadi baik
mobil maupun sepeda motor dengan iming-iming bunga ringan, uang muka kecil serta
menawarkan hadiah langsung yang sangat menarik membuat berbagai keputusan dan
pertimbangan yang diambil masyarakat untuk membeli ditunjang dengan masih lemahnya peran
regulator serta layanan yang di berikan oleh operator angkutan umum yang terbilang masih
belum memuaskan. Kemudahan pengurusan Surat Ijin Mengemudi bahkan di sebagian besar
kota–kota di Indonesia untuk mendapat SIM cukup membayar jasa calo ataupun koneksi orang
dalam. Di negara-negara maju bahkan negara tetangga seperti Singapura, peran regulator
(pemerintah) sangat besar artinya bagi proteksi penyediaan jasa angkutan umum serta regulasi
yang amat ketat bagi kepemilikan SIM dan kendaraan. (Studi Kebijaksanaan Harga Jasa
Angkutan Penumpang, 2001). Berikut tabel 1 jumlah terminal dan jumlah armada angkutan
umum di Kota Pontianak :

Tabel 2.1.
Luas Terminal, Daya Tampung Kendaraan dan Jumlah Armada Angkutan Umum
Tahun 2006
Tahun 2006
Nama Luas Terminal Daya Tampung Jumlah
No Lokasi
Terminal (m²) Kendaraan Kendaraan Yang
(Unit) Melayani (Unit)
R4 – 120
1. Batu Layang Jl. Khatulistiwa 9.135 84
R6 – 300
2. Siantan Jl.Gajah Mada 1.777 R4 – 75 210
3. Nipah Kuning Jl. Kom. Yos Sudarso 855 R4 – 50 81
4. Pal V Jl. Husein hamzah 745 R4 – 60 4
5. RSU Sudarso Komp. RSU. Sudarso 1.166 R4 – 100 157
Pasar
6. Jl. Prof. M. Yamin 375 R4 – 32 0
Kemuning
7. Pasar Dahlia Jl. H.R. Arachman 691 R4 – 60 49
8. Parit Mayor Jl. Tanjung Raya 2 525 R4 – 40 21
9. Tanjung Hulu Jl. YA.M. Sabran 1.023 R4 - 55 14
10. Harapan Jaya Jl. Harapan Jaya 2.025 R4 - 160 Belum Berfungsi
Sumber : Dinas LLAJ Kota Pontianak

Tabel 2.2.
Luas Terminal, Daya Tampung Kendaraan dan Jumlah Armada Angkutan Umum
Tahun 2011
Tahun 2011

No Nama Terminal Lokasi Luas Terminal Daya Tampung Jumlah


(m²) Kendaraan Kendaraan Yang
(Unit) Melayani (Unit)
R4 – 120
1. Batu Layang Jl. Khatulistiwa 9.135 8
R6 – 300
2. Siantan Jl.Gajah Mada 1.777 R4 – 75 176
Tahun 2011

No Nama Terminal Lokasi Luas Terminal Daya Tampung Jumlah


(m²) Kendaraan Kendaraan Yang
(Unit) Melayani (Unit)
Jl. Kom. Yos
3. Nipah Kuning 855 R4 – 50 111
Sudarso
4. Pal V Jl. Husein hamzah 745 R4 – 60 4
5. Pasar Seruni Jl. Panglima Aim 400 R4 - 55 14
6. Pasar Kemuning Jl. Prof. M. Yamin 375 R4 – 32 3
7. Pasar Dahlia Jl. H.R. Arachman 691 R4 – 60 70
8. Parit Mayor Jl. Tanjung Raya 2 525 R4 – 40 21
9. Pasar Cempaka Jl. Kapuas Indah 1.200 R4 - 110 221
10. Harapan Jaya Jl. Harapan Jaya 2.025 R4 - 160 77
Sumber : Dinas LLAJ Kota Pontianak

Dari tabel 2.1. dan tabel 2.2. dapat dilihat luas terminal, daya tampung kendaraan dan jumlah
armada angkutan umum tahun 2006 dan tahun 2011. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 10
terminal yang melayani masyarakat di kota Pontianak, pada tahun 2006 terminal batu layang
menyediakan 84 armada, siantan menyediakan 210 armada, nipah kuning menyediakan 81
armada, pal v menyediakan 4 armada, rsu. sudarso menyediakan 157 armada, pasar kemuning
menyediakan 10 armada, pasar dahlia menyediakan 49 armada, parit mayor menyediakan 21
armada, tanjung hulu menyediakan 14 armada, dan terminal harapan jaya belum berfungsi.
Kemudian pada tahun 2011 terdapat penurunan pada jumlah armada angkutan umum yaitu
terminal batu layang menyediakan 8 armada, siantan menyediakan 176 armada, pada nipah
kuning mengalami peningkatan yaitu menyediakan 111 armada, pal v menyediakan 4 armada,
terminal rsu. sudarso berpindah menjadi terminal pasar seruni menyediakan 14 armada, pasar
kemuning menyediakan 3 armada, pasar dahlia mengalami peningkatan yaitu menyediakan 70
armada, parit mayor menyediakan 21 armada, terminal tanjung hulu berpindah menjadi terminal
pasar cempaka menyediakan 221 armada, dan terminal harapan jaya sudah berfungsi dengan
menyediakan 77 armada. Dapat disimpulkan bahwa perubahan transportasi angkutan umum
tahun 2006 dan tahun 2011 terdapat perubahan ini dikarenakan bertambahnya kendaraan pribadi
yang digunakan oleh masyarakat. Berikut tabel 2.3. banyaknya jumlah kendaraan bermotor di
kota Pontianak menurut jenisnya :
Tabel 2.3.
Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak Menurut Jenisnya
No Jenis Kendaraan 2008 2009 2010 2011
1 Sepeda Motor 337.169 394.610 425.838 475.085
2 Mobil Penumpang 29.204 33.389 36.296 40.770
3 Mobil Bus 1.150 1.769 2.330 2.412
4 Mobil Barang 18.125 19.410 23.271 26.595
Jumlah 385.648 449.178 487.735 544.862
Sumber : Dinas LLAJ Kota Pontianak

Dari tabel 2.3. dapat dilihat bahwa dari tahun 2008 terdapat peningkatan jumlah kendaraan dari
tahun 2009, 2010 dan 2011 yang terus meningkat sehingga transportasi angkutan umum jarang
digunakan, selain itu kondisi angkutan umum juga tidak memadai.

2.3 Rute Angkutan Umum Kota Pontianak

Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat ekonomi semakin meningkat dan juga banyaknya
promosi kredit motor dengan DP Rp 500.000 saja sudah bisa bawa motor pulang, perlahan-lahan
penumpang angkot/oplet di pontianak semakin berkurang. Masyarakat sekarang cenderung lebih
banyak memilih menggunakan motor pribadi karena menjadi lebih hemat dan bisa akses kemana
saja bahkan hingga ke dalam gang dan ke depan pintu rumah. Oleh karena itu sepinya
penumpang membuat armada-armada angkot/oplet di Pontianak semakin banyak yang
dirumahkan atau pun pindah rute trayek ke tempat lain yang masih membutuhkan angkot.
Karakteristik terminal angkutan darat dapat dilihat pada Tabel 2.4. di bawah ini :

Tabel 2.4. Daftar Trayek Oplet Di Kota Pontianak (Berdasarkan Keputusan Walikota Pontianak
No. 235 Tahun 2002, Tentang Route Trayek Angkutan Umum Dalam Kota)
No Nama Terminal Trayek Kode Trayek
1. Kp. Bali Jl. Merdeka 01
Jl. Gst. Hamzah 02
Jl. A.Yani 03
Jl. Uray Bawadi 04
Term. Batu Layang 05
Jl. Sutan Syahrir 06
2. Kapuas Indah Term. Nipah Kuning 07
No Nama Terminal Trayek Kode Trayek
Jl. KHW Hasyim 08
Jl. Gajah Mada 09
Jl. Merdeka 10
Jl. Sui Raya Dalam 11
RSU. Sudarso 12
Batu Layang 13
3. Seroja Term. Nipah Kuning 14
Jl. Sui. Raya Dalam/RSU. Sudarso 15
Jl. Hasanudin 16
Jl. 28 Oktober 17
4. Mahakam Jl. Tanjung Hilir 18
Jl. Tanjung Raya 2 ( Parit Mayor) 19
Jl. Tanjung Hulu 20
5. Flamboyan Jl. Sutan Syahrir 21
Term. Nipah Kuning 22
Term. Kemuning 23
Jl. Parit H. Husin 24
Term. Pal V 25
6. Dahlia Term. Nipah Kuning 26
Term. Kemuning 27
Term. RSU. Sudarso 29
7. Kemuning Term. Kemuning - Term. RSU. Sudarso 30
8. Batu Layang Term Batu Layang – Jl. Tanjung Hulu 31
Term. Batu Layang – Jl. 28 Oktober 32
Term. Batu laying – Dalam kota 33
Term. batu laying – Term. Nipah Kuning 34
Sumber : Dinas LLAJ Kota Pontianak

Untuk di dalam kota Pontianak Khususnya pusat kota masih ada terdapat angkot dengan setiap
trayek jurusan dibedakan dengan warna angkot/oplet yaitu :
 Kuning (Sungai Raya)
Terminal Kapuas → Jl. Tanjung Pura → Jl. Imam Bonjol → Jl. Adisucipto → Terminal Sungai
Raya → Jl. Adisucipto → Jl. Imam Bonjol → Jl. Tanjung Pura → Terminal Kapuas.
 Abu-Abu (Gajah Mada)
Terminal Kapuas → Jl. Tanjung Pura → Jl. Pahlawan → Jl. Gajah Mada → Jl. Pattimura → Jl.
Nusa Indah III → Jl. Tanjung Pura → Terminal Kapuas.
 Abu-Abu (Pancasila)
Jl. Sisingamangaraja → Jl. Tanjung Pura → Jl. Ir. H. Juanda → Jl. Pattimura → Jl. Jend. Urip →
Jl. Johar → Jl. K.H. A Dahlan → Jl. Ali Anyang → Jl. Gusti Hamzah → Jl. H. Rais A Rahman
→ Jl. Hasanuddin → Jl. Pak Kasih → Jl. Zainuddin → Jl. Sudirman → Jl. Nusa Indah Baru →
Jl. Pattimura → Jl. Sisingamangaraja.
 Biru Tua (Penjara-Kapuas)
Terminal Kapuas → Jl. Tanjung Pura → Jl. Agus Salim → Jl. Gusti Sulung Lelanang → Jl. K.H.
A Dahlan → Jl. K.H. W Hasyim → Jl. Hasanuddin → Jl. Pak Kasih → Jl. Rahadi Usman → Jl.
Tanjung Pura → Terminal Kapuas.
 Biru Tua (Penjara -Gajah Mada)
Jl. Gajah Mada → Jl. Suprapto → Jl. W.R. Supratman → Jl. Gusti Sulung Lelanang → Jl. K.H.
A Dahlan → Jl. K.H. W Hasyim → Jl. Hasanuddin → Jl. Pak Kasih → Jl. Zainuddin → Jl.
Sudirman → Jl. Nusa Indah Baru → Jl. Pattimura → Jl. Gajah Mada → Jl. Veteran → Jl. Gajah
Mada.
 Hijau Tua (Kota Baru)
Jl. Sisingmangaraja → Jl. Agus Salim → Jl. Gusti Sulung Lelanang → Jl. Sultan Abdurrahman
→ Jl. Sutan Syahrir → Jl. M. Yamin.
 Hijau Muda (Sungai Jawi)
Jl. Teuku Cik Ditiro → Jl. Tanjungpura → Jl. Rahadi Usman → Jl. Pak Kasih → Jl. Hasanudin
→ Jl. KHW Hasyim → Jl. K.H. A Dahlan → Jl. Teuku Umar → Jl. HOS Cokroaminoto → Jl.
Diponegoro → Jl. Pattimura → Jl. Sisingamangaraja → Jl. Antasari → Jl. Teuku Cik Ditiro.
 Biru Muda (Merdeka)
Jl. K.H. A Dahlan → Jl. Teuku Umar → Jl. HOS Cokroaminoto → Jl. Merdeka
 Merah Marun (Jeruju)
Jl. Tanjungpura→ Jl. Pak Kasih → Jl. Yos Sudarso → Terminal Nipah Kuning.
 Putih (Siantan Hilir)
Terminal Kapuas → Jl. Tanjung Pura → Jl. Sultan Hamid II → Jl. Gusti Situt Mahmud → Jl.
Khatulistiwa.
 Putih (Siantan Hulu)
Terminal Kapuas → Jl. Tanjung Pura → Jl. Sultan Hamid II → Jl. 28 Oktober .
 Merah Muda (Ahmad Yani)
Jl. Ahmad Yani → Jl. K.H. A Dahlan → Jl. Teuku Umar → Jl. HOS Cokroaminoto → Jl.
Diponegoro → Jl. Pattimura → Jl. Sisingamangaraja.

Gambar 2.1.1
Visualisasi Sarana Angkutan Umum (Oplet) di Kota Pontianak

Sumber : Pengamatan Lapangan, 2016

Berdasarkan data kinerja angkutan umum jenis oplet di Kota Pontianak yang ditunjukkan dengan
sarana dan prasarana terminal yang sangat minim dari aspek pelayanan terhadap kenyaman
penumpang, artinya belum terdapat ‘good will’ dari pemerintah pusat dan daerah ditambah lagi
dengan kemudahan dari perusahaan-perusahaan pembiayaan (kredit kendaraan) menyebabkan
jaringan jalan begitu cepat menjadi jenuh. Untuk itu perlu secepatnya dilaksanakan program
transportasi publik yang memenuhi standar pelayanan minimal (SPM). Perencanaan transportasi
dalam jangka panjang dapat lebih ditujukan untuk membangun dan lebih mengoptimalkan
fasilitas transportasi perkotaan termasuk bus priority dan pedestrian scheme (Black, 1981).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sarana dan prasarana transportasi publik menunjuk pada barang-barang modal yang secara
langsung dimiliki, di sewa-beli, atau dengan sesuatu cara dikendalikan oleh pemerintah, dan
selama jangka waktu panjang (lebih dari satu tahun) menyebabkan terjadinya arus pendapatan
dan biaya. Dari jenis infrastruktur publik salah satunya adalah angkutan umum. Angkutan umum
mengangkut manusia dan juga barang-barang komersil. Jika sistem transportasi ini ketinggalan
zaman, atau dalam keadaan yang sangat menyedihkan, rusak dan kecepatan mengangkutnya
menjadi berkurang. Kebutuhan infrastruktur publik yang dirasakan orang untuk sebagian besar
adalah soal pilihan. Dengan berkurangnya angkutan umum maka akan menjadi pemicu
kemacetan karena semakin banyaknya yang menggunakan kendaraan pribadi, untuk itu perlu
adanya pengawasan pemerintah mengenai kondisi serta perkembangan infrastruktur publik saat
ini, perlu secepatnya dilaksanakan program transportasi publik yang memenuhi standar
pelayanan minimal (SPM). Perencanaan transportasi dalam jangka panjang dapat lebih ditujukan
untuk membangun dan lebih mengoptimalkan fasilitas transportasi perkotaan termasuk bus
priority dan pedestrian scheme

3.2 Saran

Ada beberapa hal yang sebenarnya bisa dilakukan agar transportasi umum menjadi kembali
primadona sebagai akomodasi Infrastruktur publik yaitu di lakukan service dan perbaikan
berkala kepada kendaraan maupun transportasi lainnya, mengganti serta memperbaiki fasilitas
yang rusak dengan melakukan peremajaan di kendaraan-kendaraan umum (Revalitisasi),
menindak lanjuti tindakan-tindakan kriminal di transportasi umum, adanya sanksi tegas terhadap
kebersihan di kendaraan umum seperti pelarangan merokok dan penyediaan tempat sampah
khusus di dalam transportasi, mematok harga cukup tinggi untuk penjualan kendaraan pribadi,
mengurangi kendaraan pribadi dan menambah jumlah trayek kendaraan umum. Dengan
demikian setidaknya tata ruang kota bisa terlihat lebih rapid dan teratur.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. 1981. Urban Transport Planning. London: Croom Helm Ltd.

Giannopoulos, G.A. 1989. Bus Planning and Operation in Urban Areas. Bidang Angkutan Dinas

Keputusan Walikota Pontianak No. 235 Tahun 2002, Tentang Route Trayek Angkutan Umum Dalam
Kota

Morlok, Edward K. 1984. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Erlangga: Jakarta

Nasution, Nur. 2004. Manajemen Transportasi.Ghalia Indonesia: Jakarta

Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen
untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan

Anda mungkin juga menyukai