Anda di halaman 1dari 17

Konsep Dasar Perencanaan

Pertimbangan Pembangunan dan Aktor


Pembangunan
Perkembangan

JUMLAH KEBUTUHAN KEMAMPUAN KEMASYARAKATAN KEGIATAN KEHIDUPAN

TATA RUANG ALAMI PENATAAN RUANG TERENCANA


MOTIVASI DALAM PERENCANAAN

Segala yang direncanakan akan


mempunyai motivasi tertentu
KEINGINAN

RENCANA

KEINGINAN

MOTIVASI
KEINGINAN
• keinginan
•Cita-cita
Motivasi akan
•Kecenderungan
menjiwai
•Perkembangan
•Arah tujuan
•Landasan keinginan
Technocratic Rationalism
Teknokratik Rasionalisme

• merupakan pendekatan yang berpengaruh,


perencanaan pembangunan dipandang sebagai
kegiatan generik yang mengasilkan rumusan
pengambilan keputusan secara logis dan beralasan
kuat. Perencanaan sebagai produk dari kepakaran
teknis dalam mengolah proses perencanaannya.
Sistem perencanaan merupakan turunan dari konsep
klasik utilitarianisme.
• Pendekatan ini menekankan pada evaluasi dari
konsekuensi dan pengukuran terhadap preferensi
perorangan, di dalam artian biaya dan keuntungan
moneter – merupakan hasil dari asosiasi yang kuat
dari utalitariansisme dengan metoda ilmiah secara
rasionalitas instrumental.
• Kontribusi perencanaan menjadi permasalahan
kepakaran teknis
• Perbedaan pendapat dan bahkan konflik dipecahkan
secara teknis- berada pada jangkauan moral.
Profesionalism and procedural planning theory
Teori Perencanaan Profesinalisme / Prosedural
• untuk memperbaiki kelemahan konsep perencanaan utilitarianisme – dalam
melakukan argumentasi dan pilihan dapat dilakukan oleh pakar yang professional dan
ketaatan penggunaan prosedur yang lengkap dan mengikat. Perencana yang
professional berada di dalam system pemerintahan tetapi di luar politik. Proses
perencanaan berjalan rutin dan mekanistik sesuai dengan rumusan-rumusan
prosedural yang ketat.
• Hasilnya merupakan persetujuan terhadap aspek peradilan dan peran politik dari
perencanaan – sementara proses pilihan dipersempit di dalam pakar profesional dan
terpaku pada prosedural yang kuat.
• Persetujuan melalui kuantifikasi moneter diganti dengan kesepakatan melalui proses
politik secara pluralistik terbuka yang menghasilkan pendekatan terhadap
kesejahteraan kolektif. Dalam konteks ini birokrat dan pasar menyatakan kekuatan
struktur masyarakat secara konsisten, adil dan tidak berfihak – pertimbangan moral
telah menyatu dimana rasionalitas formal berbaju legitimasi
• Di dalam hal ini perencana akan terpicu untuk selalu memikirkan konsekuensi yang
baik – dimana mereka melakukan pelayanan untuk kepentingan publik – dan selalu
benar karena adanya prosedur yang tidak berfihak. Perencanaan berada pada birokrasi
pemerintahan tetapi di luar sistem politik.
• Landasan etika perencanaan terletak pada keyakinan ideologi yang diterapkannya
pada rumusan kepentingan publik. Sebagai hasilnya perencanaan menjadi masalah
intuisi dengan menjawab pertanyaan masyarakat cukup dengan memberikan
“kepercayaan” yang dilimpahkan kepadanya untuk menjamin adanya kesejahteraan
bersama (kolektif). Intuisi yang digunakan tidak ada panduan yang jelas dan rawan
terhadap kritik dan konflik.
Teori Perencanaan Prosedural (TPP)

TPP terlalu ambisius,


idealis... Tidak bisa
TPP harus
dilaksanakan
berorientasi pada TPP terlalu
tujuan mekanistik dan
kesejahteraan kurang responsiv. Inkrementalisme
sosial Perencanaan harus TPP terlalu (terpilah)
mendorong memusatkan
terjadinya perhatian pada
Perencanaan konsensus baru rancangan Semua itu terlalu
Sosial & berlandaskan kebijakan, teoritis, tidak jelas
Advocacy hubungan antar fokus akan dibawa ke
individu hendaknya mana Kita harus
Perencanaan pada kebijakan konsentrasikanpada
merupakan produk tindakan berbuat sesuatu
yang spesifik dan (policy action) yang nyata
Kesadaran
keterkaitan
ekonomis Humanisme
Baru Implementasi
dan Kebijakan Pragmatisme
Politik Ekonomi (Policy Analysis)
incrementalism and pragmatism
Inkrementalisme/Pragmatisme
• Pragmatisme berawal dari posisi bahwa tidak ada sesuatu yang
bersifat mutlak, pengetahuan diperoleh dengan melakukan
eksperimen karenanya dapat keliru dan bersifat sementara.
Karenanya perencanaan dipandang sebagai praktek penanggu-
langan masalah yang mengikuti kebijakan gradual dilakukan
secara terpilah (incremental). Produknya tidak terkait dengan
tujuan akhir yang lengkap tetapi kebijakan yang dibuat
merupakan penyesuaian marginal dari kebijakan yang sedang
berjalan
• Kerangka etika di dalam hal ini adalah pada moral pluralisme.
Sementara itu “tidak ada daftar kebajikan, tidak ada daftar hak
dan kewajiban, tidak ada tabel hukum, tidak ada neraca baik-
buruk yang siap digunakan pada saat menangani situasi yang
kita hadapi”. Nilai etika merupakan kesatuan dan situasional,
bergantung pada kapasitas masing-masing individu untuk
mempelajarinya dari pengalamannya, Karena itu masalah baik-
buruk merupakan permasalahan yang selalu harus ditinjau
ulang. Sehingga kerangka etika yang dipakai seringkali
merupakan refleksi dari pengetahuan saat ini dan pengalaman
masa lalu.
• Inkrementalis kurang peduli pada hasil akhir, melengkapi dirinya
dengan prosedur yang menjain keefektivan operasional dalam
proses politik.
collaborative, communicative rationality and pragmatism
Kolaboratif, Komunikatif Rasional dan Pragmatisme

• yang mengungkap bahwa kebenaran juga dapat diperoleh melalui konsep


komunikatif seperti yang dikemukakan oleh Habermas (1987).

• Tindakan yang “benar” dan “baik” dapat dicapai lewat kesepakatan, pada
suatu waktu dan tempat tertentu, di dalam yang perbedaan yang bervariasi
karena: kondisi material, keinginan, perspektif moral dan budaya- tanpa perlu
adanya landasan ideal atau prinsip yang telah disepakati bersama. Di dalam
hal ini pragmatisme juga menjadi dasar pemikirannya.

• Aplikasi rasional komunikatif adalah penekanan pada pemberdayaan bagi


seluruh kelompok lapisan masyarakat agar suaranya dapat didengar dan
diperlakukan secara bermartabat. Peran perencana adalah sebagai fasilitator
untuk menampung diskursus yang terjadi dan menjamin bahwa kaum
marginalis juga mendapat kesempatan untuk didengar suaranya.

• Masalahnya bagaimana apabila suara-suara terbanyak itu berkonflik de-ngan


kepentingan kelompok yang lain? Perencana tidak mempunyai dasar untuk
melakukan tindakan apabila hasilnya tidak adil. Namun demikian pe-rencana
bertanggung jawab untuk tetap respek terhadap perbedaan pen-dapat
perorangan dan kemudian juga melakukan artikulasi terhadap nilai kolektif –
demokratisasi masih mungkin dapat dicapai dengan memper-timbangkan
standar yang berlaku secara universal yang merupakan tatanan nilai yang
tidak dapat ditawar dan berlaku pada semua orang.
Advocacy planning
Perencanaan Advokasi

• perencana melakukan advokasi atas nama keadilan sosial dengan


mengemukakan platform (biasanya cukup radikal) mengenai suatu
usulan yang membela kepentingan mereka. Perencanaan advoca-
cy lebih merupakan upaya untuk menjamin tingkat keadilan
(‘fairness’) ketimbang mengajukan tuntutan tujuan sosial tertentu.
• Peran perencana untuk menyerap berdasarkan etika perencanaan
yang langsung diterapkan pada masyarakat. Terlepas dari sikap-
nya yang radikal, perencana langsung terjun melakukan intervensi
dan melakukan tindakan terhadap ketidak-seimbangan kekuasaan
sebagai upaya untuk mencapai proses yang “lebih adil” di mana
konflik dapat dimediasi dan dipecahkan.
• Pertanyaan yang timbul terhadap perencanaan ini berkaitan de-
ngan bagaimana sistem perencanaan dapat ditransformasikan
kepada masyarakat mengingat tatanan yang mungkin berbeda.
Bagaimana communicative action yang dilakukan perencana
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan institusinya.
Perencana di-harapkan bersikap non-partisan dalam melakukan
mediasi dalam menghadapi konflik kepentingan sementara ke-
bebasan mempertimbangkan secara profesional juga masih tetap
melekat pada diri perencana itu.
Ways of Classifying Planning
Edmund M. Burke, 1979, A participatory approach to Urban Planning,
Human Sciences Press, New York

Instrumental Prescriptive
Classification Classification

• Rational/Comprehensive • Community Integration

• Remedial Planning • Advocacy Planning

• Strategic Planning • Radical Planning

• Allocative Planning • Normative/Functional

• Issue Focused Planning • Participatory Planning

• Educative Model
3 pendekatan
• NEO CLASSICAL ECONOMICS
• STRUCTURAL-FUNCTIONALISM
• NORMATIVE
TOP DOWN • RATIONAL COMPREHENSIVE

•The Third Way


•Institutional Economics
•Mixed Scanning
•Area Management

• NEO MARXISM
• PARTICIPATORY
BOTTOM UP • PRAGMATISM
• INCREMENTALISM
• ACTION PLANNING
Paradigma Baru Perencanaan Kota
(Habitat, 1994)

• Community Participation
• Involvement of all interest group
• Sustainability
• Financial feasibility
• Subsidiarity
• Interaction of physical and economic planning
Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian

• UU
Pengelolaan Pembangunan • Peraturan
KONSERVASI • Aksi
Polisional
Penempatan Ketersediaan
Permukiman Ruang Limitasi • Pemantauan
PRESERVASI WISMA

Kegiatan Kesesuaian
Kendala Tempat KARYA
Kerja Ruang Bermukim
Kebijakan Umum

Fungsi Kelayakan Tempat MARGA


Layak
Pelayanan Ruang Berkegiatan
Kembang
SUKA RTRW Kota
Tempat
Prasarana Pelayanan
PENYEM
PURNA RTRW BWK
Tempat
Rancang Kota Prasarana
Rancang Arsitektur
Rncang Kerekayasaan RTBL
Tata Lansekap
4 pengendalian

SISTEM PERENCANAAN

KOORDINASI MEKANISME
ZONING
PERIZINAN

Anda mungkin juga menyukai