Anda di halaman 1dari 6

Critical review ini dibuat berdasarkan bahasan dari video yang berjudul “Mega Proyek Jakarta,

Masterplan Tata Kota untuk Antisipasi Banjir“ yang ditulis oleh Meity Wulandari sebagai pemenuh tugas
Masalah Pembangunan Wilayah dan kota.

1. Review

Pada beberapa tahun terakhir ini, Jakarta telah dilanda banjir yang sering terjadi di puncak musim
hujan karena infrastruktur dan manajemen air yang tidak layak, menyebabkan relokasi sementara puluhan
ribu orang pada bulan Januari (puncak musim hujan di Indonesia). Namun, masalah ini sebenarnya lebih
rumit. Permukaan tanah Jakarta mengalami penurunan antara 7,5 -14 centimeter setiap tahunnya karena
ekstraksi air di bagian tanah dalam dikombinasikan dengan tekanan dari gedung-gedung pencakar langit
di Jakarta. Semua ini membahayakan kesejahteraan generasi masa mendatang atau setidaknya
mengharuskan migrasi lebih dari 4 juta orang karena wilayah Jakarta Utara secara bertahap akan
tenggelam ke dalam laut apabila tidak ada tindakan yang segera diambil (total jumlah penduduk di Jakarta
sekitar 10 juta orang sekarang). Dalam waktu 50 tahun, tinggi permukaan laut diduga akan berada di
ketinggian tiga sampai lima meter dari tinggi jalan-jalan di Jakarta. Pada 2025, volume banjir dari sungai-
sungai diduga akan meningkat karena kebanyakan sungai akan berhenti mengikuti hukum gravitasi untuk
mengalir turun ke laut.

Saat ini, Dalam perjuangannya untuk meningkatkan pencegahan banjir, mendorong


pengembangan perkotaan dan menjadi sebuah metropolitan yang lebih terkemuka, Pemerintah Jakarta
dan Pemerintah Pusat Indonesia setuju untuk memulai realisasi masterplan Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD). NCICD mencakup
pembangunan sebuah tanggul laut raksasa di bagian utara dari Teluk Jakarta sebagai cara untuk
melindungi ibukota dari banjir yang berasal dari laut. Di dalam dinding ini akan dibuat laguna-laguna
besar untuk menampung aliran dari 13 sungai di Jakarta (tempat-tempat penampungan air yang menjadi
pompa raksasa). Tanggul laut raksasa ini akan dibangun dengan bentuk Garuda (burung mitologis besar
yang merupakan simbol nasional Indonesia) dan karena itu akan menjadi sebuah struktur yang ikonik ,
yang akan memakan waktu 10-15 tahun sebelum pembangunan tanggul ini selesai. Sementara itu,
tanggul-tanggul yang sudah ada akan diperkuat.

Dalam rangka pembuatan masterplan ini akan lebih menarik untuk para investor swasta,
permukaan dari tanggul laut raksasa ini akan menjadi pusat pengembangan perkotaan. Partisipasi swasta
dibutuhkan karena proyek bernilai 40 miliar dollar Amerika Serikat (AS) ini tidak bisa hanya didanai oleh
Pemerintah Indonesia saja. Pengembangan perkotaan termasuk kantor-kantor dan perumahan kelas atas
dan juga perumahan berbiaya rendah, area hijau dan pantai-pantai. Kota terintegrasi yang baru ini akan
mencakup 17 pulau buatan, lengkap dengan jalan tol, sebuah jalur kereta api, pelabuhan laut, dan
seharusnya bisa menampung sekitar dua juta orang. Karena Jakarta saat ini sudah sangat padat penduduk
dan infrastrukturnya tidak layak, pelaksananaan masterplan ini akan meringankan kondisi lingkungan dari
kota yang sudah ada. Panjang tanggul laut raksasa ini mungkin akan mencapai 32 kilometer (dari kota
Tangerang di barat Jakarta ke Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta). Oleh karena itu, dua fase dari
megaproyek ini adalah:

A. Tahap Pertama

Menguatkan dan mengembangkan tanggul-tanggul pantai yang sudah ada sepanjang 30 kilometer, dan
membangun 17 pulau buatan di Teluk Jakarta, kegiatan pencanangan dari fase pertama ini dilaksanakan
pada Oktober 2014.

B. Tahap Kedua

Pembuatan Tanggul Laut Raksasa, sebuah tanggul raksasa (dengan luas 32 kilometer) yang terdiri dari
sebuah bandara, pelabuhan, jalan tol, wilayah tempat tinggal, wilayah industri, tempat pengelolaan
sampah, tempat penampungan air, dan wilayah hijau, sebuah wilayah dengan luas 4000 hektar.

Masterplan NCICD adalah proyek gabungan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda (studi
kelayakan untuk NCICD sebagian besar dibiayai oleh Pemerintah Belanda). Proyek NCICD dipimpin
oleh sebuah konsorsium yang dikepalai Witteveen+Bos (kontraktor utama) dan Grontmij, dengan
subkonsultan Kuiper Compagnons, Deltares, Ecorys dan Triple-A. Proyek senilai 40 miliar dollar AS ini
akan didanai bersama oleh Pemerintah Indonesia, Pemerintah DKI Jakarta dan sektor-sektor swasta.
Jumlah kontribusi setiap pihak belum ditentukan. Tender untuk proyek ini belum dibuka karena
Pemerintah masih sedang mempelajari aspek-aspek teknis dari proyek ini (termasuk integrasinya dengan
proyek-proyek lain seperti Mass Rapid Transit [MRT] dan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta).

Meski ditargetkan sebagai infrastruktur yang dianggap bisa menanggulangi banjir, sebagian
kalangan masih ada yang meragukannya, karena apabila salah penanganan atau salah urus maka tanggul
bisa jadi hal yang buruk. Bahkan pembangunannya sebagian pendapat menyatakan berpotensi melahirkan
persoalan baru, khususnya terkait dengan matinya mata pencaharian warga lokal. Berikut pendapat dari
beberapa pihak pemerintah dan masyarakat :
a. Peneliti dari LIPI, Jan Sopaheluwakan, pakar kebumian, berpendapat (2/2/2014)

- Air baku Jakarta masih sangat bergantung ke daerah lain di luar Jakarta seperti Sungai Citarum
dan lainnya. Bahkan suplai air baku dari daerah ditambah dengan penyedotan air tanah baik legal
maupun ilegal saat ini belum cukup menyediakan kebutuhan air di Jakarta. Masih dibutuhkan
banyak sekali air permukaan untuk menyuplai air di Jakarta. "Yang mendapatkan keuntungan dari
keterbatasan air baku ini adalah para produsen airmineral. Masyarakat Jakarta masih sangat
bergantung pada pasokan air mineral kemasan,"
- Pemerintah DKI Jakarta sebelumnya pernah menyatakan kebutuhan air baku diperkirakan lima
puluh kali luas Tugu Monumen nasional (Monas) atau sekitar 50 kilo meter persegi. "Giant sea
wall bisa saja memenuhi kebutuhan air baku di Jakarta sepanjang bisa mengelola air laut menjadi
air tawar dan suplai air dari sungai-sungai di Jakarta bersih dan bisa digunakan," papar Jan.
- Jika air sungai-sungai yang bermuara ke teluk Jakarta tetap kotor, maka giant sea wall bisa
menjadi tempat sampah besar yang menjadi masalah baru bagi Jakarta. Perlu kedisiplinan semua
pihak untuk menjaga air tetap bersih, contohnya pengolahan air di Belanda yang dengan
teknologi dan disiplin mereka bisa membuat air laut menjadi tawar dan siap digunakan menjadi
air baku.

b. Menurut Wali Kota Jakarta Utara, Heru Budi Hartono, berpendapat

Saat ini pengerjaan pembangunan tanggul laut raksasa terkatung-katung. Sebab, sejak proses
pencanangan, belum ada kelanjutan pengerjaannya. Akan tetapi Gubernur DKI Jakarta yang baru
dilantik Basuki T. Purnama yakin bahwa pengerjaan tahap I tanggul akan berjalan dengan lancar.

c. Menurut Muslim Muin, ahli oseanografi yang juga mantan Kepala Program Studi Kelautan
Institut Teknologi Bandung (ITB), berpendapat

Tanggul laut raksasa bukan jawaban masalah Jakarta. Sebaliknya, tanggul ini berpotensi membawa
banyak masalah baru. Jika alasannya mengatasi banjir rob menurut Muslim yang dibutuhkan adalah
tanggul pesisir. Karena daratan Jakarta mengalami penurunan signifikan, perlu ditanggul bagian
pesisir yang menurun, selain juga perlu menanggul sungai-sungainya. Alasan menyediakan air bersih
juga dinilai tak masuk akal, Riset Badan Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPDP BPPT) menyebut, pembangunan tanggul laut akan menaikkan muka air
di dalam tanggul hingga 0,5-1 meter setelah 14 hari simulasi. Arus air di dalam tanggul juga mengecil
sehingga kualitas air dalam tanggul memburuk secara progresif.
d. Menurut Widodo Pranowo, peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut
dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan

Proyek Giant Sea Wall akan berdampak ekologis, bukan hanya terhadap pesisir Jakarta dan
Kepulauan Seribu, melainkan juga hingga Banten. Menurutnya tanggul ini bisa menjadi comberan
raksasa. Widodo Pranowo menilai bahwa pembangunan tanggul raksasa hanya akan menguntungkan
pihak swasta yang mendapat konsesi lahan reklamasi 17 pulau. Presiden Joko Widodo sendiri
membenarkan bahwa tanggul laut memang menarik secara bisnis dan komersial sehingga banyak
yang mau terlibat. Tidak hanya satu dua pihak, tetapi banyak.

e. Menurut Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas, Deddy S. Priatna, mengatakan

Bahwa air yang akan tersedia di dalam tanggul (waduk) tersebut adalah air bersih, sehingga
pemerintah provinsi harus membereskan kondisi sanitasi di Jakarta, jika masih seperti sekarang maka
di dalam tanggul menjadi septic tank raksasa. Dengan kata lain proses pengolahan air limbah sudah
harus dilakukan saat masih di sungai jelang masuk muara sungai. "Sebelum tahun 2022, sanitasi air
limbah harus bersih. Kalau tidak akan menjadi septik tank raksasa. Bukan tanggul raksasa lagi,"
ujarnya di kantor pusat Bappenas-Jakarta (24/12/2013).

2. Critical Review

Pembuatan tanggul laut raksasa (giant sea wall) Jakarta , dimaksudkan untuk mengatur tata air di
wilayah Jakarta dengan membendung air laut di wilayah pantai utara Jakarta, sehingga wilayah ini dapat
menampung air dalam satu reservoir yang nantinya akan diubah menjadi sumber air baku. Manfaat
‘sampingan’ nya adalah membangun akses jalan dan fasilitas lainnya di utara Jakarta. Secara umum banjir
Jakarta setidaknya berasal dari dua sumber yaitu pertama, aliran air dari 13 sungai di Jakarta. Kedua, rob
(air pasang) yang setiap tahun bertambah besar. Banjir besar di Jakarta sering terjadi ketika air di sungai-
sungai mengalami peningkatan pesat bersamaan dengan terjadinya rob. Aliran air ke Teluk Jakarta yang
tertahan rob menyebabkan peningkatan jumlah titik banjir semakin besar yang tentunya menimbulkan
kerugian ekonomi. Pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) sepanjang lebih dari 32 km di utara
Teluk Jakarta, bertujuan untuk menjaga kenaikan permukaan air laut. Pemerintah memastikan akan
mewujudkan pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di utara Jakarta. Tembok raksasa yang
akan menghalang rob dari laut Jawa ini akan mulai dibangun tahun ini. Akan tetapi sebaiknya sebelum
melaksanakan mega proyek ini pemerintah beserta pihak terkait hendaknya melakukan kajian mendalam
mengenai dampak yang akan ditimbulkan dalam proyek ini, khususnya dampak buruk yang akan
ditimbulkan.
Pemerintah harus mengkaji dari segala aspek baik itu dari aspek sosial, ekonomi, bahkan aspek
politik yang melibatkan banyak pihak yang menerima keuntungannya. Rencana mega proyek tersebut
bakal dibangun dalam tiga tahap mulai 2014 hingga 2030 meliputi lahan reklamasi untuk taman di
sepanjang pantai, perumahan dan pusat komersial, serta waduk yang akan membentuk kolam raksasa
yang bisa menampung l,3 miliar kubik air. Tidak hanya difungsikan sebagai penghalang rob ke daratan
Jakarta, selain itu akan ada hunian dan pusat komersial yang menjadi denyut nadi bisnis. Apabila
pembangunannya telah selesai maka jika dilihat dari udara, mega proyek anti banjir ini akan terlihat tiga
tanggul raksasa yang di tengahnya merupakan pusat komersial, dan secara keseluruhan akan terlihat
berbentuk mirip Burung Garuda. Tentunya pengelolaan air yang tertampung perlu mendapatkan perhatian
dengan manajemen yang bagus, karena jika tidak maka kolam akan menjadi "septic tank" raksasa yang
kotor dan bau. Hal tersebut akan menjadi tantangan bagi pemerintah dan pihak yang terkait dalam mega
proyek ini, dalam merencanakan proyek (giant sea wall) yang dapat memberikan dampak baik yang
dirasakan seluruh masyarakat di Jakarta. Kemudian, konsep sea wall itu sendiri telah banyak digunakan
oleh wilayah yang daratannya juga berada dibawah permukaan laut seperti Belanda dan Korea Selatan,
desain Jakarta Giant Sea Wall juga harus di evaluasi kembali proyek tanggul raksasa di laut atau Sea Wall
di Negeri Ginseng tidak cocok diterapkan di pantai Jakarta, karena kontur daratan Korea Selatan lebih
tinggi daripada laut yang memungkinkan sistem buka-tutup tanggul digunakan. Sedangkan sebagian
daratan utara Jakarta lebih rendah dari paras muka laut. Kalau ada pasang-surut air laut, alirannya turut
membuang air limbah. Tanggul laut raksasa di Jakarta lebih sesuai meniru konsep yang diterapkan Kota
Rotterdam, Belanda.

3. Solusi

Menurut saya terdapat beberapa solusi sederhana yang dapat dilakukan tanpa harus menunggu mega
proyek Jakarta selesai dibangun yaitu :

a. Dengan cara melakukan upaya non-struktural, mengatur pembudidayaan lahan di dataran banjir dan
di DAS sedemikan rupa sehingga selaras dengan kondisi dan fenomena lingkungan/alam termasuk
kemungkinan terjadinya banjir. Untuk itu maka sebagai pelaku utama dari kegiatan ini adalah
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu :

- Konservasi tanah dan air di DAS hulu untuk menekan besarnya aliran permukaan dan
mengendalikan besarnya debit puncak banjir serta pengendalian erosi untuk mengurangi
pendangkalan/sedimentasi di dasar sungai.
- Pengelolaan dataran banjir (flood plain management) berupa penataan ruang dan rekayasa di
dataran banjir yang diatur dan disesuaikan sedemikian rupa, sehingga resiko/kerugian/bencana
yang timbul apabila tergenang banjir sekecil mungkin. Rekayasa yang dapat dilakukan berupa
bangunan rumah tipe panggung, rumah susun, jalan layang, jalan dengan perkerasan beton,
pengaturan penggunaan rumah/gedung bertingkat, dan sebagainya.

b. Peran masyarakat yang didukung penegakan hukum antara lain dalam mentaati ketentuan
menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan dataran banjir dan DAS hulu, menghindarkan
terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur sungai akibat sampah padat maupun bangunan/hunian
di daerah sempadan sungai.

c. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media menyangkut berbagai aspek dalam
rangka meningkatkan pemahaman, kepedulian dan perannya.

Anda mungkin juga menyukai