http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/...
BebasBanjir2015
Waduk Resapan
Waduk resapan di depan Balairung UI, Depok, Jawa Barat, ini menindih sungai purba yang berada 700 meter di bawah permukaan tanah. Sumber:h!p://foto.detik.com/readfoto/2007/03/13/121558/753466/157/1/ Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) Kusmayanto Kadiman mengusulkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun waduk resapan sebagai upaya penanggulangan banjir. Usai bertemu dengan Gubernur Sutiyoso, Menristek menegaskan, waduk ini berbeda dengan konsep waduk yang selama ini dibangun. Seperti namanya, waduk ini selain menampung air juga mengembalikan tanah agar bisa meresapkan aliran permukaan sehingga mengurangi debit banjir. Waduk selama ini dibuat dari beton, air ditampung lalu menguap, kata Kusmayanto kepada wartawan di Balai Kota, Jumat (2/3). Guna menanggulangi banjir di masa datang, menurut Kusmayanto, pihaknya sudah mengidentikasi 40 waduk resapan yang berpotensi dibangun dengan luas mencapai 810 hektare. Waduk ini nanti akan mengalirkan air ke sejumlah sungai purba. Sungai purba ini sudah ada sejak zaman dulu tapi tertutup sedimentasi, ujarnya. Menurut peta geologi Kementerian Riset dan Teknologi memperlihatkan letak sungai purba yang dapat memungkinkan dibangun waduk serapan di sana, antara lain di Kali Sunter seluas 100 hektare. Tepatnya, di Kelurahan Halim Perdana Kusuma bagian timur seluas 60 hektare dan Kelurahan Setu 40 hektare. Ada juga di Kali Cipinang, tepatnya Kelurahan Penggilingan 30 hektare, dan tiga kelurahan di Sungai Ciliwung seluas 450 hektare. Idwan Suhardi yang mendampingi Menteri menambahkan, Jakarta bisa mencontoh waduk serapan di pojok utara kampus Universitas Indonesia, Depok. Waduk serapan bisa meningkatkan cadangan air tanah Jakarta, ujar Deputi Menristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IPTEK ini. Waduk seluas 5000 meter persegi tersebut mampu meresapkan air 1.993 meter kubik per hari atau 22,37 liter per detik. Jika dikonversi, nilainya sama dengan kebutuhan 16.106 jiwa warga perkotaan yang setiap harinya memakai 60-120 liter air per kapita. Bisa juga memenuhi kebutuhan kawasan industri seluas 30-40 hektare atau lahan pertanian 41,4 hektare. Selain itu, Kusmayanto mengatakan, pihaknya akan membantu Pemprov DKI membuat sistem peringatan dini guna mengurangi korban banjir. Misalnya, apakah bentuknya kentongan, alarm atau, Banyak jenis. Kita akan desain sistemnya.
1 of 7
1/30/2013 4:05 PM
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/...
Sementara itu, Gubernur Sutiyoso menyatakan usulan Menteri mirip dengan program penanggulangan banjir selama ini, yaitu pembuatan sumur serapan di setiap rumah. Sayangnya, warga tidak menaati keharusan membuat sumur resapan. Padahal peraturan gubernur yang mengatur hal itu sudah berjalan sejak lama,katanya. Sumber: Jurnal Nasional Senin, 5 Maret 2007
2 of 7
1/30/2013 4:05 PM
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/...
Waduk resapan di kelurahan Sukmajaya seluas 100 hektare, Citayam seluas 150 hektare, dan Bojong Gede seluas 200 hektare. Tiga waduk itu untuk menampung aliran air dari Sungai Ciliwung. Sedangkan untuk menampung aliran Kali Krukut, diusulkan dibangun waduk resapan di kelurahan Cilandak Timur seluas 15 hektare, kelurahan Pondok Labu seluas enam hektare, dan kelurahan Cigandul seluas 30 hektare. Dua waduk resapan dibangun di Sawangan Baru seluas 100 hektare dan kelurahan Lebak Bulus seluas 10 hektare untuk aliran Kali Pesanggrahan. Untuk pembangunan Deep Tunnel Reservoir System (DTRS), Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR PAM) DKI Jakarta akan memaparkan rencana pembangunan itu di depan pimpinan DPR, Senin (5/2). Gubernur meminta saya mempresentasikan konsep deep tunnel di hadapan pimpinan dewan di gedung MPR/DPR, senin pukul 09.00, kata Anggota Badan Regulator Firdaus Ali. Firdaus mengatakan, rencananya pemaparan konsep deep tunnel akan didengarkan langsung Ketua DPR RI Agung Laksono, Panja Tata Ruang DPR RI, bersama tujuh menteri beserta tiga gubernur, yakni Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat. Diharapkan, dengan diangkatnya wacana pembangunan DTRS, DPR RI bisa menerima konsep ini, ujar Firdaus. Sutiyoso mengatakan, DTRS saat ini baru merupakan konsep penelitian yang perlu kajian lebih lanjut. Kita kan harus meneliti, apakah konsep ini cocok dengan struktur tanah di Jakarta. Apa bangunannya di atasnya tidak roboh kalau itu dibangun. Itu perlu diteliti lagi, kata Sutiyoso. Saat ini, pihaknya menerima segala masukan untuk mengatasi banjir di Jakarta. Setelah dikaji, baru menentukan konsep mana yang layak dibangun di Jakarta. Kita pilih nanti yang cocok mana, katanya. (eko) sumber: h!p://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=274120, Sabtu, 03 Mar 2007
3 of 7
1/30/2013 4:05 PM
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/...
Masyarakat Kementerian Ristek), Dr. Ir. Srilegowo (Peneliti Sumberdaya Air ITB), dan Ir. Fatjhy Muhammad (Ahli Geologi Masyarakat Air Indonesia). Menurut Dr. Teddy, Waduk Resapan merupakan teknologi dari resapan buatan yang dapat menyelesaikan permasalahan banjir pada saat musim hujan dan kelangkaan air tanah pada saat musim kemarau. Waduk Resapan mampu menahan air selama mungkin dan memasukkan air ke dalam air tanah yang diharapkan dapat mengurangi banjir dan mengembalikan kondisi tinggi muka air tanah, sehingga keseimbangan lingkungan dapat dicapai. Pengembangan Teknologi Waduk Resapan ini hasil kerjasama Kementerian Ristek, BPPT, ITB, UI, Pemda DKI, Masyarakat Air Indonesia, IPB, dan instansi terkait lainnya, yang secara bersama-sama mengkaji bagaimana teknologi Waduk Resapan dapat diaplikasikan kepada masyarakat. Lokasi pilot project Waduk Resapan yang tepat adalah di hulu, diantaranya di UI Depok, dengan estimasi waktu pembuatan waduk resapan sekitar 8 bulan, dan pembiayaan dari Departemen PU. Delaskan pula bahwa teknologi tersebut juga mendukung program pemerintah untuk merealisasikan daerah bebas banjir. Sebagai penggagas pembuatan Waduk Resapan, Ir. Fatjhy antara lain menjelaskan Waduk Resapan ini merupakan solusi terbaik bagi masyarakat yang setiap tahunnya air bertambah 1 meter khususnya di DKI Jakarta. Fatjhy menghimbau hendaknya setiap rumah, khususnya masyarakat menengah ke atas dan yang berdomisili di Jakarta Selatan, wajib membuat sumur resapan, yang mampu menahan air di selatan ke arah Bogor. sumur resapan bisa berukuran 1mx1mx2m kedalaman. Di DKI Jakarta telah dibuat Perda tentang himbauan pembuatan sumur resapan ini, selanjutnya diperlukan pengawasan. Misalnya selama ini air dari talang dibuang ke selokan, dari selokan dibuang ke riol, dan dari riol dibuang ke laut. Apabila telah ada sumur resapan, air dari talang akan dibuang ke sumur resapan. Untuk itu perlu dilakukan pengawasan. Masyarakat Air Indonesia juga menghimbau pemerintah, khususnya Pemda DKI Jakarta untuk membuat sumur resapan di jalan raya. Dari sisi penelitian sumberdaya air, Dr. Srilegowo menjelaskan bagaimana pemberdayaan air agar pada musim kering masyarakat tidak kekurangan air dan pada musim hujan masyarakat kebanjiran. Curah hujan yang berlebihan akan mengakibatkan banjir, karena daya serap lapisan tanah sudah terbatas. Sementara pada musim kering, masyarakat dapat memanfaatkan air yang tersimpan dalam sumur atau waduk resapan. Beliau juga menjelaskan bahwa pemerintah telah serius melakukan penelitian dan antisipasi banjir, diantaranya seperti yang telah dilakukan oleh Dinas PU, Pemda, Pemprop. tetapi karena keterbatasan dana, maka untuk masalah banjir dibuat prioritas. Sumber: Kilas Opini di MNC NEWS Indovision pada hari Rabu 21 Februari 2007 Jumat.
Waduk resapan.
Waduk resapan Waduk resapan sejak 2003 secara intensif diteliti bersama Kementrian Ristek, UI, ITB dan Masyarakat Air Indonesia (MAI). Seminar atau Semiloka guna sosialisasi telah dilakukan dan hasilnya telah dibuat model sik skala lapangan di Kampus UI Depok tahun 2006 dengan biaya Departemen PU. Saat ini dalam masa pemeliharaan. Pembuatan model lapangan ini untuk penelitian lebih lanjut guna melengkapi hasil-hasil penelitian teori dan simulasi. Dasar waduk resapan harus permeable yang bisa berhubungan langsung dengan sistem aquifer air tanah dangkal maupun dalam. Jadi dasar harus digali sedemikian, sehingga ketemu lapisan berpasir, pasir atau berkerikil. Permeabilitas lapisan pasir / kerikil mempunyai nilai tinggi (10 pangkat-5 sampai 10 pangkat -4 m/det), sehingga dapat mempercepat proses inltrasi atau perkolasi air permukaan ke dalam lapisan tanah. Permeabilitas tanah permukaan (top soil) sebagai media inltrasi alami umumnya setara dengan tanah lempung yang nilai koesien permeabilitasnya 10 pangkat-6 sampai 10 pangkat -8 m/det. Dengan demikian, waduk resapan mempunyai kapasitas resapan 10 100 kali lebih cepat dari top soil. Waduk resapan dapat dibuat dengan ukuran kecil 1- 5 ha, untuk kawasan permukiman umum dan realestate pengembang, dengan kondisi geologis berpasir. Sumber air bisa air hujan dari sekitar waduk resapan (hinter land) maupun dari sungai/kali dengan saluran pembawa. Waduk resapan berfungsi ganda yaitu mengurangi banjir dan menjaga / konservasi air tanah. Lokasi waduk resapan lebih tepat di bagian tengah DAS. Contoh DAS Ciliwung, lebih tepat di Depok, Cibubur, Parung. Sumber: Dr. Ir. Sri Legowo Wignyo Darsono, PENANGANAN BERKELANJUTAN BANJIR DAN KEKERINGAN DI JAKARTA, h!p://www.Osl.itb.ac.id/kk/teknik_sumber_daya_air/wp-content/uploads/2007/09/ banjir-dan-kekeringan.pdf
4 of 7
1/30/2013 4:05 PM
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/...
5 of 7
1/30/2013 4:05 PM
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/...
paling optimal dicapai pada tinggi muka air waduk 75 meter. Kapasitas resapan per hari mencapai 1.933 meter kubik per hari. Kapasitas ini bila dikonversikan terhadap kebutuhan domestik pedesaan dapat mencukupi kebutuhan air 61,415 jiwa, lahan pertanian seluas 160 hektar, dan air baku industri 157,3 hektar. Waduk resapan juga mengendalikan banjir di Jakarta, urainya. Waduk resapan di bagian hulu dan tengah DAS berpotensi dikembangkan untuk menanggulangi kekeringan dan banjir, karena akan menahan dan mengurangi air permukaan masuk ke sungai. Itu berarti memperkecil timbulnya banjir di daerah hilir. Upaya lebih lanjut untuk mengatasi banjir dan kekeringan di Jakarta, menurut Lambok M Hutasoit PhD, dari Laboratorium Simulasi Numerik Hidrogeologi Departemen Teknik Geologi ITB, adalah dengan pemulihan muka air tanah di lokasi kritis dengan membuat reservoir permukaan, paritan, dan sumur resapan, kecuali di daerah utara Jakarta. Selain itu pemulihan juga dapat dilakukan dengan pembuatan sumur injeksi. (yun) Sumber: h$p://64.203.71.11/kompas-cetak/0404/30/humaniora/998676.htm, 30 April 2004.
Jakarta Perlu Bangun Waduk Resapan 300 Hektare Untuk Antisipasi Banjir
Pembuatan waduk resapan sebagai pencegah bencana air di Jakarta merupakan pendekatan soO engineering yang lebih mengakomodasi proses-proses alami dalam pemecahan masalah banjir.Fatchy Muhammad, konsultan dan pengamat masalah air, mengungkapkan hal itu dalam lokakarya Pencegahan Bencana Air Jakarta di Jakarta, kemarin. Menurut Fatchy, banjir lokal dan banjir kiriman di musim penghujan dan berkurangnya air tanah di musim kemarau, serta intrusi air laut merupakan bencana air yang datang silih berganti bagi penduduk di Jabotabek. Dalam lokakarya yang dihadiri juga oleh Inspektur Wilayah Inspektorat Jenderal Depkimpraswil Siswoko Fatchy mengatakan beban banjir Jakarta tahun 1996 dan 2002 sesungguhnya dapat dikurangi dengan membuat waduk resapan seluas 300 hektare. Perkiraan biaya untuk membangun waduk resapan tersebut, menurut alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, sekitar Rp600 miliar. Dari studi pendahuluan yang pernah dilakukan, jelas dia, diperkirakan potensi untuk lokasi waduk resapan tersebut tersebar di sekitar wilayah antara Depok dan Bogor. Tepatnya, di antara sungai-sungai yang membentang dari arah selatan-utara yang ditandai adanya sungai-sungai purba dengan litologi pasirkerikil permeabilitas sangat tinggi. Waduk-waduk resapan yang akan diusulkan, selain mengurangi bencana air di Jabotabek, juga mempunyai nilai tambah sebagai sarana rekreasi, olahraga air, pengembangan usaha PDAM, dan lokasi kajian ilmiah, tambahnya. Sementara itu, Siswoko mengatakan DKI Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia seperti Semarang, Surabaya, Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Padang, Jambi, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Makassar, Gorontalo, Palu, dan Ambon, tidak mungkin bebas 100% dari banjir. Pasalnya, kota-kota tersebut memiliki dataran banjir (ood-plain) yang sangat luas. Contohnya, DKI Jakarta yang 50% wilayahnya merupakan dataran banjir dari 13 sungai yang mengalirinya. Selain itu, dia mengingatkan kepada masyarakat bahwa upaya pemerintah, di antaranya, membuat tanggul dan kanal tidak bisa juga membebaskan Jakarta sepenuhnya dari banjir. Pasalnya, kata dia, upaya pembuatan tanggul itu untuk mengantisipasi luapan dan debit air pada periode ulang, misalnya 5 tahunan, 10 tahunan, 50 tahunan, dan 100 tahunan. Tapi, kalau datang banjir luar biasa, seperti tahun 1996 dan 2002, tanggul itu tidak berguna, tegasnya. Sumber: Berita KAI, 22 Maret 2002
1 Komentar
1. terimakasih utk posting an ny ) Komentar oleh puu Desember 20, 2010 @ 4:32 pm
6 of 7
1/30/2013 4:05 PM
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/...
Umpan RSS (Really Simple Syndication) untuk komentar-komentar pada tulisan ini. URI (Uniform Resource Identier) Lacak Balik Tema: Shocking Blue Green. Blog pada WordPress.com.
7 of 7
1/30/2013 4:05 PM