panjang berlunas ramping), adalah waduk yang dibangun di Penjaringan, Jakarta Utara.
Awalnya lahan ini berupa rawa-rawa. Pemerintah Hindia Belanda meletakkan sebuah
fluitschip bernama Het Whitte Paert, yang sudah tidak laik laut di pantai sebelah timur muara
Kali Angke sehingga daerah ini mendapat nama Pluit. [1]
SejarahSunting
Proyek Waduk Pluit dimulai sejak 1960, dengan dinyatakannya Pluit sebagai kawasan
tertutup. Kawasan ini direncanakan sebagai polder Pluit dan pekerjaan pengerukan kali
melalui Keputusan Peperda Jakarta Raya dan Sekitarnya No 387/ Tahun 1960. Namun, di
bawah Otorita Pluit, ada pengembangan Pluit Baru untuk pengembangan perumahan,
industri, dan waduk. Adapun daerah Muara Karang, Teluk Gong dan Muara Angke untuk
perumahan dan pembangkit listrik, serta kampung nelayan.[1]
Pada tahun 1971, Proyek Pluit terus dilanjutkan dengan perluasan wilayah hingga ke
Jelambar dan Pejagalan. Pada tahun 1976 kawasan Pluit menjadi permukiman moderen
dengan tempat rekreasi dan lokasi perindustrian. Pada tahun 1981, barulah Waduk Pluit
selesai dan ditandai dengan banjir besar di wilayah Pluit. [1]
PendangkalanSunting
Karena daerah bibir Waduk Pluit ditempati oleh perumahan, maka secara perlahan terjadi
pendangkalan dan peralihan fungsi sebesar 20 Hektar dari total 80 Hektar lahan yang
semestinya menjadi waduk penyimpan air. Sejak tahun 1990an, warga mulai merebut tanah di
pinggir Waduk Pluit yang seharusnya menjadi milik negara dan tidak boleh dibangun.
Awalnya bangunan ini semi permanen, dengan menjadikan tembok waduk sebagai penahan.
Sampah dan lumpur dari hulu sungai, ditambah sampah rumah tangga warga di sekitar,
membuat pendangkalan semakin parah sehingga Waduk Pluit kehilangan fungsinya.[2]
Akibat pendangkalan, kapasitas penyimpanan air kala musim hujan menjadi berkurang. Air
waduk yang awalnya bisa mencapai kedalaman 10 meter, pada tahun 2012 hanya setinggi 2
meter. [2]
PerawatanSunting
Untuk melawan pendangkalan, sebenarnya telah berulangkali dilakukan perawatan di Waduk
Pluit. Di antaranya pada tahun 2005 telah diadakan pengerukan.[3]. Kemudian pada tahun
2009 diadakan pembersihan enceng gondok.[4]. Lalu pada tahun yang sama juga dibuatkan
pintu air baru untuk mempermudah kontrol debit air dan sampah. [5]. Namun adanya
perumahan yang menempati lahan waduk membuat usaha ini tidak pernah bisa maksimal.
Karena itu sebenarnya sejak 2010 telah direncakan pemindahan 13.000 warga agar waduk
bisa dinormalisasi dengan maksimal. [6] Namun warga selalu menolak dipindahkan karena
merasa tidak merasa bersalah dan merasa aman dari bencana banjir maupun rubuhnya tembok
penahan[7]
Perawatan Waduk Pluit pada tahun 2013 banyak mendapat perhatian karena keberhasilan
memindahkan warga penghuni bantaran sekaligus penataan bagian pinggir waduk menjadi
taman yang bisa diakses bebas oleh publik.[8]
Pemindahan wargaSunting
Pada tahun 2013, setelah bencana banjir, Pemerintah Provinsi Jakarta memulai proses
pemindahan warga dan pengerukan sungai. Awalnya hal ini ditolak dan sempat menuai protes
warga.[9]. Diduga sebagian warga diprovokasi oleh oknum tertentu sehingga pemindahan
sempat menjadi keributan[10][11][12]. Warga juga keberatan karena merasa dituduh sebagai
komunis, namun kemudian diklarifikasi bahwa kata itu muncul karena desakan LSM yang
mendesak pembagian lahan gratis.[13]. Komnas HAM sempat turun tangan karena merasa
pemindahan ini dilakukan secara paksa dan tidak ada hunian pengganti[14]. Namun kemudian
sikap warga melunak setelah dilakukan diplomasi makan siang bersama Jokowi di Balai
Kota. [15] Warga penghuni bantaran Waduk Pluit akhirnya bersedia dipindah secara bertahap.
[16]
ReferensiSunting
^ a b c Dina. Begini Ceritanya Tentang Pluit. Diakses dari situs berita Tempo
pada 8 November 2013
2.
^ a b Has.Cerita Waduk Pluit Dijarah Warga. diakses dari situs berita merdeka
pada 8 November 2013
1.
3.
4.
^ Ujang ZaelaniFoto: Kuras Waduk diakses dari situs Kantor Berita Antara
pada 8 November 2013
5.
^ Ari Saputra. Pintu Air Waduk Pluit Dibangun untuk Tangkal banjir. Diakses
dari Situs Berita Detik pada 8 November 2013
6.
^ 13 Ribu KK Penghuni Waduk Pluit Bakal Digusur. Diakses dari situs Berita
Jawa Post News Network pada 8 November 2013
7.
8.
^ Dulu Kumuh, Kini Waduk Pluit Jadi Tujuan Wisata. Diakses dari situs
Berita Kompas pada 8 November 2013
9.
^ (video) Tolak Relokasi: Warga Bantaran Waduk Pluit Protes. Diakses dari
situs berita Detik pada 8 November 2013
10.
^ Itsman MP. Ini Alasan Warga Muara Baru Halangi Penataan Pluit. Diakses
dari situs Berita Tempo pada 8 November 2013
11.
12.
13.
^ Klarifikasi Ahok Soal Sebut Warga Waduk Pluit Komunis. Diakses dari situs
Berita liputan6.com
14.
^ Komnas HAM Kecam Penggusuran Paksa di Waduk Pluit. Diakses dari situs
berita SindoNews pada 8 November 2013
15.
^ Idham Khalid. Ditemui Jokowi, Warga yang Tegang jadi Tenang. Diakses
dari situs Berita Detik
16.
^ Beno Junianto dan Rohimat Nurbaya. Jokowi: Semua Warga Waduk Pluit
Siap Dipindah. Diakses dari situs berita Vivanews pada 8 November 2013
Artikel bertopik Jakarta ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
dengan mengembangkannya.
Terakhir diubah pada 1 bulan yang lalu
Wikipedia
o
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali apabila disebutkan lisensi yang lain.
Terms of use
Privasi
mengatur air di bendungan, sungai, maupun tanggul sungai. Alat ini juga dapat
didesain untuk spillway pada bendungan, mengatur laju aliran pada saluran,
atau dapat juga didisain untuk menghentikan air sebagai bagian dari sistem
tanggul. Untuk pengendalian banjir, bangunan ini juga digunakan untuk
menurunkan muka air banjir pada sungai atau pada saluran air pada saat
terjadinya banjir.
Pintu air sebenarnya sudah ada sejak jaman dahulu, namun bentuknya
sangat sederhana. Seiring dengan perkembangan jaman, pintu air pun telah
berkembang dengan cepat. Hal ini terlihat dari banyaknya macam pintu air yang
ada untuk mengatur aliran air. Pintu air dari jaman dahulu sampai jaman modern
ini sangatlah bermanfaat dan tidak dapat dibayangkan jika jaman modern ini
tidak diikuti dengan perkembangan dari penggunaan pintu air pada bendungan
irigasi dan bendungan pengendalian banjir. Pada jaman modern sekarang ini air
yang melimpah yang tidak terkendali sesulit apapun sudah dapat diatasi dengan
mudah tanpa harus memperkerjakan banyak orang.
Berdasarkan cara pengoperasiannya, pintu air dibedakan menjadi 3
macam, yaitu :
1.
2.
3.
Selain itu, pintu air juga sering disebut dengan floodgate. Berdasarkan
jenisnya, pintu air dibedakan menjadi 6, yaitu :
1.
Bulkhead gates
Bulkhead gates adalah dinding vertikal dengan bagian yang bisa digerakkan
ataupun tidak bisa digerakkan. Bagian yang bergerak dapat diangkat untuk
membiarkan air lewat di bawahnya (sama seperti sluice gate).
2.
Hinged crest gates adalah bagian dinding yang dapat digerakkan dari vertikal ke
horisontal terganting dari tinggi bendungan. Bangunan ini dikontrol dengan
tenaga hidraulik.
3.
Radial gates
Radial gates adalah bagian yang dapat berputar (rotary) terdiri dari bagian
berbentuk silindris. Bangunan ini dapat berputar secara vertikal maupun
horisontal. Salah satu jenisnya adalah tainter gates. Tainter gates didisain untuk
mengangkat ke atas dan membiarkan air lewat di bawahnya. Bangunan ini dapat
menutup sendiri berdasarkan beratnya
.
4.
Drum Gates
Drum gates adalah sebuah bangunan yang dapat mengambang di air dengan
membiarkan air masuk ke flotation chamber sehingga bangunan ini akan
mengambang dan menaikkan puncak spillway.
5.
Roller gates
Roller gates merupakan silinder yang besar yang diangkat dengan
menggunakan rantai.
6.
Clamshell Gates
Bangunan ini mempunyai bukaan berbentuk clamshell.
Bendungan
TIPE-TIPE BENDUNGAN 1 Pengertian Bendungan Bendungan (dam) adalah
konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau
tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air ke
sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. 2. Bagian-bagian bendungan Bendungan
terdiri dari beberapa komponen, yaitu : a. Badan bendungan (body of dams)
Adalah tubuh bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air. Bendungan
umumnya memiliki tujuan untuk menahan air, sedangkan struktur lain seperti
pintu air atau tanggul digunakan untuk mengelola atau mencegah aliran air ke
dalam daerah tanah yang spesifik. Kekuatan air memberikan listrik yang
disimpan dalam pompa air dan ini dimanfaatkan untuk menyediakan listrik bagi
jutaan konsumen. b. Pondasi (foundation) Adalah bagian dari bendungan yang
berfungsi untuk menjaga kokohnya bendungan. c. Pintu air (gates) Digunakan
untuk mengatur, membuka dan menutup aliran air di saluran baik yang terbuka
maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air adalah : a. Daun pintu (gate
leaf) Adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat
digerakkan untuk membuka , mengatur dan menutup aliran air. b. Rangka
pengatur arah gerakan (guide frame) Adalah alur dari baja atau besi yang
dipasang masuk ke dalam beton yang digunakan untuk menjaga agar gerakan
dari daun pintu sesuai dengan yang direncanakan. c. Angker (anchorage) Adalah
baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan digunakan untuk menahan
rangka pengatur arah gerakan agar dapat memindahkan muatan dari pintu air
ke dalam konstruksi beton. d. Hoist Adalah alat untuk menggerakkan daun pintu
air agar dapat dibuka dan ditutup dengan mudah. d. Bangunan pelimpah (spill
way) Adalah bangunan beserta intalasinya untuk mengalirkan air banjir yang
masuk ke dalam waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan.
Bagian-bagian penting daribangunan pelimpah : 1) Saluran pengarah dan
Siswoko
1. Umum
besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini. Sebagai contoh, di Jepang sebanyak 49%
jumlah penduduk dan 75% properti terletak di dataran banjir yang luasnya 10% luas daratan;
sedangkan sisanya 51% jumlah penduduk dan hanya 25% properti yang berada di luar
dataran banjir yang luasnya 90% luas daratan. Hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia
juga berada di dataran banjir (Tabel 1).
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, dataran banjir juga mengandung
potensi yang merugikan sehubungan dengan terdapatnya ancaman berupa genangan banjir
yang dapat menimbulkan kerusakan dan bencana. Seiring dengan laju pertumbuhan
pembangunan di dataran banjir maka potensi terjadinya kerusakan dan bencana tersebut
mengalami peningkatan pula dari waktu ke waktu. Indikasi terjadinya peningkatan masalah
yang disebabkan oleh banjir di Indonesia dapat diketahui dari peningkatan luas kawasan yang
mengalami masalah banjir sejak Pelita I sampai sekarang.
Hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir sampai saat ini dilakukan oleh
Pemerintah, lewat berbagai proyek dengan lebih mengandalkan pada upaya-upaya yang
bersifat struktur (structutal measures). Berbagai upaya tersebut pada umumnya masih kurang
memadai bila dibandingkan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung
menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah masih
kurang berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan
terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir, maupun terhadap upaya-upaya non
struktur. Hal ini didukung oleh kebijakan pembangunan selama ini yang cenderung
sentralistis dan top down, serta adanya berbagai kendala / keterbatasan yang ada di
masyarakat sendiri antara lain menyangkut kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh
sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kegiatan pembangunan yang menyeluruh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sehubungan dengan paradigma baru dalam melaksanakan pembangunan yang
dikaitkan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, terjadinya krisis ekonomi serta berbagai
permasalahan yang ada, semakin meningkatkan bobot dan kompleksitas permasalahan yang
dihadapi. Sehubungan dengan itu diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan, strategi dan
upaya penanganan masalah banjir yang telah ada, baik yang menyangkut aspek-saspek teknis
maupun nonteknis.
Tulisan ini menguraikan tentang banjir, masalah banjir, dan upaya mengatasinya secara
umum dan belum menguraikan kebijakan, strategi, dan upaya mengatasi banjir secara rinci.
Beberapa hal yang dikemukakan antara lain menyangkut penggunaan istilah dan pengertian,
proses terjadinya masalah banjir, dan upaya mengatasi masalah banjir secara umum; dengan
tujuan untuk menyamakan pengertian dan pemahaman bagi seluruh stakeholders.
Berbagai upaya pencegahan yang telah dilaksanakan masih perlu dikembangkan dan
disempurnakan baik menyangkut upaya fisik (stuktural) maupun nonfisik (nonstruktral).
Upaya fisik yang masih perlu disempurnakan antara lain dalam rangka mengantisipasi
kejadian banjir yang lebih besar dari debit banjir yang dikendalikan.
5. Bukankah masalah banjir iitu justru dipelihara oleh para tukang insinyur
agar pekerjaaannya tidak segera habis?
6. Pengendalian banjir dinyatakan untuk debit banjir periode ulang 25
tahunan, akan tetapi mengapa proyek baru saja selesai dikerjakan telah
terjadi banjir lagi?
7. Bangunan yang dibuat oleh masyarakat d dataran banjir telah mengikuti
IMB dan berada di atas peil banjir yang resmi ditetapkan oleh
pemerintah, tetapi mengapa masih saja tergenang banjir?
8. Terjadinya banjir / genangan di DKI Jakarta adalah akibat banjir kiriman
dari Bogor / Jawa Barat. Terjadinya banjir di Riau adalah akibat banjir
kiriman dari Sumatera Barat. Terjadinya banjir di Bojonegoro adalah
akibat banjir kiriman dari Solo dan Madiun !
9. Pernyataan berbagai iklan real estat yang dibangun di dataran banjir,
bahwa dagangannya bebas banjir sampai tua. Pernyataan seperti ini
dapat menyesatkan masyarakat / konsumen.
Disamping pernyataan dan pertanyaan masyarakat yang kemungkinan memang masih awam
dan belum memahami banjir dan masalah banjir tersebut di atas, terdapat juga pernyataan
dari pakar banjir dari Amerika Serikat di salah satu majalah yang bernadakan kebingungan
dan frustasi, sebagai berikut: The flood that devastated the Mississippi and Missouri river
valleys in 1993 have created questions: Is our approach to flood control correct? And
where do we go from here?
Beberapa istilah dan pengertian teknis yang perlu dimengerti dan dipahami oleh masyarakat
secara benar antara lain tentang:
1. Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang
terbentuk secara alamiah dimana air meresap dan / atau mengalir melalui
sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan (Gambar 1)
2. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai (Gambar
2).
3. Dataran banjir (flood plain) adalah lahan / dataran yang berada di kanan
kiri sungai yang sewaktu-waktu dapat tergenang banjir (Gambar 3).
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 63 / 1993 tentang Garis Sempadan
dengan debit 2.500 m3/dt toh akan datang hanya setiap 100 tahun
sekali !. Pemahaman tersbut salah dan yang benar adalah: untuk setiaop
tahun, kemungkinan terjadi debit banjir sama atau lebih besar dari 1.000
m3/dt di Sungai Citanduy aalah sebesar 100;25 = 4 (empat) persen, dan
untuk setiap tahun kemungkinan terjadi debit banjir sama atau lebih besar
dari 2.500 m3/dt di Cinatnduy adalah sebesdar 100:100 = a (satu) persen.
dengan demikian maka untuk setiap tahun dbit banjir dengan besaran
berapapun kemungkina bisa terjadi, dan oleh sebab iru maka
masyarakat yang terlindungi prasarana pengendali banjir (yang
direncanakan berdasarkan debit banjir tertentu) harus tetap
waspada karena selalu terdapat kemungkinan
kapasitas
prasarana tersebut terlampaui oleh debit banjir yang lebih besar.
Debit banjir rencana untuk beberapa negara di dunia dapat diperiksa pada
Tabel 2.
dan
sistem
drainase
untuk
Masing-masing jenis prasarana fisik tersebut di atas dapat berdisiri sendiri atau
dikombinasikan satu dengan lainya sehingga membentuk satu kesatuan sistem pengenali
banjir. Kondisi dan permasalahan pada setiap sungai selalu berbeda atau tidak ada yang
sama, sehingga penetapan sistem pengendali banjir ang optimal pada setiap sungai harus
melewati suatu kajian yang menyeluruh dengan membandingkan beberaoa alternatif /
kombinasi. Sistem tersebut didisain berdasarklan besaran debit banjir tertentu yang lazimnya
didasarkan pada periode ulang banjir, misalnya debit banjir 5 tahunan, 10 tahunan, 25
tahunan, 50 tahunan dan 100 tahunan sesuai dengan tingat kelayakannya; dan bukan untuk
debit banji yang terbesar. Oleh sebab iu upaya struktur ini selalu mengandung keterbatasan,
atau tidak dapat membebaskan lahan dataran banjir terhadap kemungkinan tergenang banjir
secara mutlak. Meskipun telah dilaksanakan upaya struktur, pada lahan dataran banjir tetap
berisikop tergenang banjir. Sebagai ilustrasi dapat diperiksa pada Gambar 4 dan Gambar 6
yang menunukan satu contoh pengendalian banjir dengan tanggul yang mempunyai
keterbatasan.
lain berupa flood plain zoning, flood risk map, dan rambu-rambu atau
papan peringatan yang dipasang di dataran banjir
3. Penataan ruang dan rekayasa di DAS hulu (yang dengan pertimbangan
tertentu kemungkinan ditetapkan menjadi kawasan budidaya) sedemikian
rupa sehingga pembudidyaan / pendayagunaan lahan tidak merusak
kondisi hidroorologi DAS dan tidak memperbesar debit dan masalah banjir.
4. Penanggulangan banjir (flood fighting) untuk menekan besarnya bencana
dan mengatasinya secara darurat. Kegiatan ini merupakan bagian dari
kegiatan satkorlak penanggulangan banjir, yang dilaksanakan sebelum
kejadian banjir (meliputi perondaan dan pemberian peringatan dini kepada
masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir / dataran banjir), pada
saat kejadian banjir berupa upaya penyelamatan, pengungsian penutupan
tanggul yang bocor dan atau limpas, maupun kegiatan pasca banjir tyang
berupa penanganan darurat perbaikan kerusakan akibat banjir.
5. Penerapan sistem prakiraan dan peringatan dini untuk menekan besarnya
bencana bila banjir benar-benar terjadi. Upaya ini untuk mendukung
kegiatan penanggulangan banjir.
6. Flood proofing yang dilaksanakan sendiri baik oleh perorangan, swasta
maupun oleh kelompok masyarakat untuk mengatasi masalah banjir
secara lokal, misalnya di kompleks perumahan / real estat, industri, antara
lain, dengan membangun tanggul keliling, polder dan pompa, serta rumah
panggung.
7. Peran msyarakat yang didukung penegakan hukum antara lain dalam
menaati ketentuan menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan
dataran banjir dan DAS hulu, menghindarkan terjadinya penyempitan dan
pendangkalan alur sungai akibat sampah padat maupun bangunan /
hunian dan tanaman di daerah sempadan sungai.
8. Penetapan sempadan sungai yang didukung dengan penegakan hukum.
Dasar hukum yang dapat dipakai sebagai acuan adalah Peraturan Menteri
PU No. 63 Tahun 1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat
Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Pada setiap sungai
harus ditetapkan batas sempadannya yang diatur dengan Peraturan
Daerah.
9. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media
menyangkut berbagai aspek dalam rangka meningkatan pemahaman,
kepedulian dan perannya.
10.Penanggulangan kemiskinan (poverty alleviation). Masyarakat miskin di
perkotaan banyak yang terpaksa menghuni daerah sempadan sungai yang
seharusnya bebas hunian karena sangat membahayakan keselamatan
jiwanya; demikian pula masyarakat petani lahan kering di DAS hulu pada
umumnya miskin sehingga kesulitan untuk melaksanakan pola bercocok
tanam yang menunjang upaya konservasi tanah dan air.
Belajar dari pengalaman yang selama ini dilaksanakan termasuk pengalaman dari negaranegara lain dengan berbagai keberhasilan dan kekurangan yang ada, dapat disimpulkan
bahwa untuk mengatasi masalah banjir di Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan upaya
yang bersifat fisik / struktur saja sebagaimana yang selama ini dilaksanakan, dan harus
merupakan gabungan antara upaya strukrur dengan upaya nonstruktur. Terhada upaya
struktur yang telah dilaksanaan masih perlu disempurnakan dan dilengkapi dengan upaya
nonstruktur.
Untuk mengatasi masalah itu diperlukan kerjasama berbagai pihak terutama dalam mengubah
atau menyempurnakan kebijakan, strategi dan berbagai upaya yang telah ada, yang bersifat
lintas sektor dan melibatkan seluruh stakeholders.
Daftar Pustaka
1. Berbagai Peraturan Perundang-Undangan yang menyangkut Sungai dan
Banjir
2. Jansen, Principles of River Engineering, Pitman, 1979.
3. Peterson, Margaret S., River Engineering, Prentice-Hall, 1986
4. Framji, KK., Manual of Flood Control Methodes and Practices, ICID, 1983
5. Framji, KK. and Garg, BC., Flood Control in The World, a Global Review,
ICID Vol I, 1976, Vol. II, 1977
6. Direktorat Sungai Dirjen Pengairan, Flood Control Manual, 1993.
7. Direktorat Sungai Dirjen Pengairan, Flood Plain Management Plan for
Upper Citarum Basin, Proyek PPS Citarum Hulu, 1993.
8. Siswoko, Ir. Dipl. HE, River Engineering, Lecture Notes untuk Pendidikan
Pasca Sarjana Teknik Pengairan, Bandung, 1986.
9. Siswoko, Ir. Dipl. HE, Pengendalian Banjir, Modul untuk kursus di
lingkungan Ditjen Pengairan, 1990
10.Siswoko, Ir. Dipl. HE, Pengaturan Alur Sungai, Modul untuk kursus di
lingkungan Ditjen Pengarian, 1990.
11.Siswoko, Ir. Dipl. HE, Pembinaan Sungai. Modul untuk kursus di lingkungan
Ditjen Pengairan, 1991.
12.Siswoko, Ir. Dipl. HE, Laporan Mengikuti Kongres ke 13 ICID, Den Haag,
September, 19913
13.Siswoko, Ir. Dipl. HE, Laporan Mengikuti Simposium Internasional tentang
Management of Rivers for the Future, Kuala Lumpur, November, 1993.
Sumber: Siswoko (2007). Banjir, Masalah banjir dan Upaya Mengatasinya. Makalah
disampaikan dalam Lokakarya Nasional Peringatan Hari Air Dunia ke -15 Tahun 2007;
Mengatasi Kelangkaan Air dan Menangani Banjir Secara Terpadu.
Siswoko
Suumber:http://storage.jak-stik.ac.id/
Pendahuluan
Tulisan ini disusun untuk keperluan pendidikan kedinasan di lingkungan Departemen
Pekerjaan Umum, sekedar memberi gambaran tentang masalah banjir di wilayah Jabodetabek
ditinjau dari aspek daya dukung lahan pada kondisi saat ini. Seperti di ketahui masalah banjir
di wilayah Jabodetabek merupakan masalah kronis. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
Pemerintah tampak menjadi kurang berarti karena akumulasi penyebab banjir yang terus
bertambah. Diperlukan upaya yang lebih serius, menerus, berjangka panjang secara
komprehensif dan terpadu dari semua pihak pemangku kepentingan.
Dalam hal pengelolaan sumber daya air pendekatan yang disyaratkan oleh Integrated Water
Resources Management (IWRM) adalah pendekatan ekosistem. Sumber daya air bukan
hanya diperlukan untuk kehidupan manusia saja melainkan diperlukan oleh seluruh sistem
alam, kehidupan flora dan fauna baik teristrial maupun akuatik. Sejalan dengan pendekatan
ekosistem tersebut, telah muncul konsep baru dalam perencanaan sungai yaitu agar sungai
dikelola kembali secara alami dengan konsep pemulihan sungai (renaturing the river atau
river restoration).
Dalam tulisan ini masalah banjir di Jabodetabek akan ditinjau dari aspek kemampuan
lahan/wilayah memodifikasi besaran banjir.
Seperti diketahui penyebab banjir di Jabodetabek secara garis besar adalah karena kurang
lancarnya pengaliran ke laut, terganggunya drainase lokal dan makin bertambahnya aliran
dari hulu karena berkurangnya infiltrasi.
Gambar 1 adalah peta wilayah kerja Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane.
Wilayah Jabodetabek sesuai konturnya memiliki banyak tampungan alam (situ) khususnya
daerah di sekitar Serpong, Pamulang, Cinere, Depok, Pondok Gede, dan Cilangkap.
Tampungan alam (situ-situ) ini telah banyak yang hilang akibat didesak pemakaian lain
khususnya perumahan. Situ-situ kebanyakan tidak terhubungkan dengan alur sungai sehingga
kurang dapat dimanfaatkan secara optimum sebagai detention basin / parkir air. Selain itu
volumenya juga kecil sehingga pada awal musim hujan umumnya situ-situ ini telah penuh
terisi air. Upaya menghubungkan tampungan dengan alur sungai telah dicoba dengan
pembuatan waduk Halim yang dihubungkan dengan alur sungai Sunter. Meskipun secara
kuantitas situ kurang berperan dalam pengurangan puncak banjir namun ia dapat berperan
sebagai tampungan pengendali / pengendap sedimen dari catchment area.
Perlu diketahui bahwa di daerah tengah yaitu daerah antara Depok-Bogor memanjang dari
barat ke timur telah terjadi perubahan tata guna lahan yang sangat masif dan cepat. Perubahan
tersebut telah mengakibatkan lonjakan debit banjir yang significant, tampak dari catatan
muka air di Depok yang cenderung naik dari tahun ke tahun. Upaya peredaman banjir dengan
menerapkan konsep source control terhadap air hujan perlu dikenalkan dan dilaksanakan
secara luas di daerah ini. Pengertian source control adalah air hujan tidak segera dihubungkan
ke selokan drainase melainkan harus dilewatkan daerah porous agar ada kesempatan air untuk
meresap terinfiltrasi ke dalam tanah. Dengan melalui daerah porous (taman, resapan vertical
atau horizontal, saluran bervegetasi, dll) air hujan dikendalikan dari dekat sumbernya
Apa yang terjadi saat ini justru sebaliknya dari prinsip source control, hampir semua saluran
dari talang rumah langsung dihubungkan ke selokan dan selokannya pun terbuat dari
pasangan kedap air. Meskipun pemerintah telah melakukan rehabilitasi beberapa situ dan
membangun dam parit untuk menambah resapan di daerah hulu, kemampuan meredam banjir
dari hulu masih kurang memadai dan perlu terus ditingkatkan.
Gambar 4 menujukkan lokasi situ-situ di wilayah Jabodetabek.
Kemampuan Pemulihan Sungai (River-Restoration)
Konsep pemulihan sungai muncul sebagai koreksi dari penanganan sungai selama ini yang
cenderung menggunakan konsep rekayasa semata dan kurang memperhitungkan pengaruh
secara ekosistem dalam jangka panjang. Sungai tidak lagi dilihat sebagai alur geometri
tempat air mengalir, namun sebagai alur ekosistem tempat berlangsung habitat kehidupan
flora dan fauna. Seperti diketahui bahwa ada hubungan erat antara debit air (dan sediment)
dengan geometri alur sungai.
Debit pembentuk alur (bankfull discharge dominant discharge) umumnya berhubungan
dengan debit Q1.5 sampai Q2. Salah satu upaya penting dalam pemulihan sungai adalah
mengembalikan agar hubungan tersebut tercapai lagi (Ann L. Riley, Restroring Streams in
Cities, 1998).
Jika melihat Tabel 2 kemampuan pemulihan sungai dapat dilakukan dengan memperbesar
kapasitas alur sungai atau memperkecil debit-debit banjir Q2 atau kegiatan keduanya secara
bersama-sama. Memperbesar kapasitas alur sungai dilakukan dengan normalisasi,
memperkecil debit banjir dilakukan dengan kegiatan memperbanyak fungsi resapan di daerah
dulu.
Penutup
Demikian keynote speech ini disusun semoga dapat memancing diskusi yang hangat dan
maju untuk kebaikan kita bersama.
Konsep daya dukung lahan (land carrying capacity) terkait dengan tujuan penggunaan lahan
agar diperoleh manfaat yang optimum. Makna daya dukung ada bermacam-macam
tergantung tujuan penggunaan yang ingin diperoleh. Ada daya dukung menurut ukuran
estetika, rekreasi, hayati, ekologi, ekonomi, social. psikologi dan kehidupan margasatwa.
Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu
ekosistem menahan keruntuhan akibat dampak penggunaan. Makin jauh posisi penggunaan
lahan di bawah ambang batas, jaminan keselamatan lahan makin besar namun efektifitas
penggunaannya makin rendah (disarikan dari Tejoyuwono, Seminar Kriteria Kerusakan
Lahan, 1999).
Tabel
1.
Data
Umum
Wilayah
JABODETABEK
KETERANGAN
DKI
JAKARTA
BODETABEK
JABODETABEK
1.
Luas
Wilayah
(Km2)
2.
Penduduk
(x
1000)
Tahun
1995
Tahun
2005
3.
Kenaikan
Penduduk
(%
/
th)
4.
Kepadatan
Penduduk
(Org/km2)
Tahun
1995
Tahun
2005
5.
Kotamadya
6.
Kabupaten
7.
Kecamatan
8.
Sungai
9.
Luas
daerah
rawan
genangan
(Ha)
10.
Yang
telah
ditangani
(Ha)
11. Jumlah situ (bh/Ha)