diperhatikan, yaitu beratnya sendiri yang besar. Hal ini jelas akan menimbulkan permasalahan jika
peti kemas tersebut diangkut melalui transportasi jalan raya. Pengangkutan peti kemas yang begitu
berat melalui jaringan jalan raya jelas akan cepat mengurangi waktu pelayanan konstruksi jalan raya
tersebut. Pengurangan waktu pelayanan ini beragam, yang sangat tergantung pada total beban
gandar kendaraan yang digunakan.
Karena itu, dalam sistem transportasi antarmoda terpadu, peranan peti kemas sangat diperlukan
karena dapat mengurangi biaya transportasi dan sekaligus mengurangi harga jual barang sehingga
bisa lebih dapat bersaing (kompetitif) dengan produsen lainnya.
Sesuai dengan yang telah digariskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993,
beberapa pokok kebijakan pengembangan sistem transportasi perkotaan adalah sebagai berikut.
b Sistem transportasi perkotaan harus ditata dan terus disempurnakan dengan didukung oleh
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
c Sistem transportasi perkotaan harus ditata dan terus disesuaikan dengan perkembangan ekonomi,
tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kebijakan
energi nasional agar selalu dapat memenuhi kebutuhan akan pembangunan serta tuntutan
masyarakat.
d Transportasi di wilayah perkotaan akan mengembangkan sistem angkutan massa yang tertib,
lancar, aman, nyaman dan efisien agar menarik bagi pemakai jasa angkutan sehingga kemacetan dan
gangguan lalulintas dapat dihindari dan kualitas hidup dapat dipertahankan.
e Transportasi penumpang dan barang di perkotaan harus dibina dan dikembangkan agar mampu
berperan dalam meningkatkan kelancaran arus penumpang dan barang, selaras dengan dinamika
pembangunan.
Melihat arahan GBHN 1993 di atas, kebijakan pengembangan sistem transportasi perkotaan
sebaiknya diarahkan pada hal berikut ini.
a Menyediakan sistem transportasi perkotaan yang memadukan angkutan jalan, kereta api,
angkutan udara, dan angkutan laut.
b Mengembangkan sistem angkutan umum perkotaan massa yang tertib, lancar, aman, nyaman,
dan efisien, serta terjangkau oleh semua lapisan pemakai angkutan.
c Mengatasi kemacetan dan gangguan lalulintas serta mempertahankan kualitas lingkungan serta
meningkatkan mobilitas dan kemudahan aksesibilitas di wilayah perkotaan.
d Meningkatkan sistem jaringan jalan antarkota agar angkutan dalam kota dapat berfungsi dengan
baik dalam melayani aktivitas lokal dan daerah sekitarnya. Masalah transportasi di negara sedang
berkembang 509 e Mengembangkan keterpaduan antarmoda dan intramoda sesuai dengan rencana
tata ruang kota serta memanfaatkan ruang jalur koridor sistem angkutan massa sebagai pusat
kegiatan baru.
f Memperluas kebebasan memilih angkutan yang digunakan, sesuai dengan jasa yang diberikan dan
kemampuan masyarakat.
h Memperkecil penambahan jaringan jalan baru yang memberikan dampak pertumbuhan kota ke
arah yang tidak sesuai dengan kebijakan pengembangan wilayah.
j Mengembangkan fasilitas angkutan laut dan udara untuk memenuhi permintaan yang semakin
meningkat.
k Mengembangkan manajemen angkutan perkotaan untuk mencapai tingkat efisiensi dan kualitas
pelayanan yang tinggi;
m Meningkatkan peran serta swasta dalam investasi dan pengelolaan sistem angkutan perkotaan;
p Menyediakan sistem angkutan perkotaan yang aman, mengurangi konflik antara pejalan kaki dan
pengendara mobil.
Selain itu, usaha peningkatan pembangunan di sekitar wilayah permukiman (misalnya kota
Banjar, Soreang dan Ciwidey) dilakukan dengan menyediakan kegiatan yang banyak menghasilkan
lapangan kerja. Ini akan menyebabkan berpindahnya lapangan kerja dari pusat kota utama ke
daerah pinggiran kota sehingga orang tidak perlu lagi masuk ke pusat kota untuk mencari pekerjaan,
cukup di daerah sekitar tempat tinggalnya saja
9.6 Aspek permasalahan
Laju pertumbuhan penduduk perkotaan dalam dasawarsa 1990-an adalah sekitar 4,3% per tahun
akibat terpusatnya kegiatan perekonomian di daerah perkotaan. Seiring dengan itu, pertumbuhan
sektor transportasi perkotaan mencapai sekitar 7,9% per tahun dan diperkirakan meningkat
mendekati 10% per tahun untuk dasawarsa berikutnya.
Pada saat ini sebagian besar pemakai angkutan umum masih mengalami beberapa aspek negatif
sistem angkutan umum jalan raya, yaitu:
o Tidak seimbangnya persentase pertambahan jumlah kendaraan sebesar 11,47% per tahun dengan
persentase pertambahan prasarana jaringan jalan yang hanya 4% per tahun;
o Sarana pejalan kaki (trotoar) belum memadai dan masih sangat kurang;
o Fungsi jalan belum terpisah secara nyata (fungsi jalan arteri masih bercampur dengan fungsi jalan
lokal)
; o Jalan dan trotoar digunakan oleh pedagang kaki lima dan usaha lainnya seperti bengkel, dan
parkir liar.
o Lajur Khusus Bus (LKB) baru diterapkan pada beberapa jalan untuk jam tertentu saja;
o Penerapan Kawasan Pembatasan Lalulintas (KPL) masih terbatas pada jam tertentu saja;
o Sistem kontrol lampu lalulintas sudah terlalu tua dan tidak memadai dalam kondisi lalulintas
sekarang.
o Dari sekitar 2 juta kendaraan bermotor, tercatat jumlah angkutan pribadi 86%, angkutan umum
2,51%, dan sisanya sebesar 11,49% adalah angkutan barang. Selain itu, diketahui bahwa 57%
perjalanan orang mempergunakan angkutan pribadi. Dengan demikian, proporsi angkutan
penumpang menjadi tidak seimbang, yaitu 2,51% angkutan umum harus Masalah transportasi di
negara sedang berkembang 513 melayani 57% perjalanan orang, sedangkan 86% angkutan pribadi
hanya melayani 43% perjalanan orang;
o Tidak seimbangnya jumlah angkutan umum dengan jumlah perjalanan orang yang harus dilayani
menyebabkan muatan angkutan umum melebihi kapasitasnya, terutama pada jam sibuk;
Kecenderungan perjalanan orang dengan angkutan pribadi di daerah perkotaan akan meningkat
terus bila kondisi sistem transportasi tidak diperbaiki secara lebih mendasar. Berarti akan lebih
banyak lagi kendaraan pribadi yang digunakan karena pelayanan angkutan umum seperti saat ini
tidak dapat diharapkan lagi. Peningkatan kecenderungan perjalanan dengan angkutan pribadi adalah
dampak fenomena pertumbuhan daerah perkotaan.
• Meningkatnya aktivitas ekonomi kurang terlayani oleh angkutan umum yang memadai;
• Semakin meningkatnya daya beli dan tingkat privacy yang tidak bisa dilayani oleh angkutan umum.
• Meningkatnya harga tanah di pusat kota mengakibatkan tersebarnya lokasi permukiman jauh dari
pusat kota atau bahkan sampai ke luar kota yang tidak tercakup oleh jaringan layanan angkutan
umum;
• Dibukanya jalan baru semakin merangsang penggunaan angkutan pribadi karena biasanya di jalan
baru tersebut belum terdapat jaringan layanan angkutan umum pada saat itu;
• Tidak tersedianya angkutan lingkungan atau angkutan pengumpan yang menjembatani perjalanan
sampai ke jalur utama layanan angkutan umum;
• Kurang terjaminnya kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan tepat waktu, kebutuhan akan
lama perjalanan yang diderita dalam pelayanan angkutan umum;
Masalah kelembagaan menyangkut pula masalah kewenangan lembaga yang mengelola masalah
transportasi perkotaan. Masalah kewenangan kelembagaan ini selanjutnya sangat terkait pada
masalah yang ditimbulkannya sebagai akibat dari:
• terjadinya tumpang tindih kegiatan beberapa lembaga tertentu dalam menangani permasalahan
transportasi perkotaan. Hal ini semakin menjadi rumit apabila tidak terdapat koordinasi yang baik
antarlembaga terkait. Untuk itu sangat dirasakan perlu penjabaran hak, tanggung jawab, dan
wewenang setiap lembaga dalam penanganan masalah transportasi perkotaan ini.
• terjadinya kekosongan dalam kelembagaan akibat tidak adanya badan yang bertanggung jawab
terhadap permasalahan transportasi perkotaan. Hal ini jelas sangat berdampak negatif terhadap
transportasi perkotaan.
Setiap kota mempunyai jumlah peraturan pelaksanaan yang berbeda-beda, baik dalam bentuk
Surat Keputusan Gubernur, atau Walikota, Peraturan Daerah, Instruksi Gubernur, dan lain-lain. Bila
dikaji lebih jauh ternyata permasalahan pengelolaan transportasi perkotaan yang paling kompleks
saat ini adalah yang berkaitan pada aspek pengelolaan pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan
dengan perilaku pengguna yang memanfaatkan fasilitas yang disediakan pemerintah.
Dikeluarkannya Surat Keterangan (SK) umumnya karena terjadi pelanggaran, penyalahgunaan, dan
perusakan fasilitas tersebut.
• Keputusan Presiden
• Instruksi Presiden
DKI-Jakarta merupakan ibukota negara dengan jumlah penduduk pada tahun 1996 hampir 8 juta
jiwa dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 4% per tahun. Semakin besar jumlah penduduk,
pergerakanpun semakin tinggi sehingga dibutuhkan prasarana dan sarana yang memadai agar
mobilitas kegiatan penduduk kota berlangsung efisien. Dengan lahan seluas hanya 650 km2 ini,
proses aktivitas ekonomi berjalan tanpa henti. 516 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan
transportasi Perlu dicatat bahwa selama kurun 13 tahun sejak tahun 1972, 13% luas lahan telah
berubah menjadi kawasan terbangun. Di samping itu, kelancaran lalulintas menurun seiring dengan
laju pertumbuhan kendaraan yang tinggi, ±14% per tahun, sedangkan penyediaan fasilitas prasarana
hanya sanggup tumbuh ±4% per tahun. Kesenjangan dalam penyediaan fasilitas prasarana jalan
ditambah dengan terbatasnya fasilitas parkir di pusat kota juga menambah kerawanan lalulintas di
pusat kota.
Sesuai dengan sifat kota metropolitan yang telah melekat pada Jakarta, kebutuhan daerah yang
kompleks serta mendesak telah membentuknya menjadi kota yang sarat dengan organisasi untuk
menjamin terlaksananya pemerintahan yang lancar. Boleh dikatakan semua bentuk organisasi yang
menyangkut transportasi perkotaan telah ada.
Untuk hal yang lebih mendesak, seperti masalah kemacetan yang sering melanda kota besar,
dibentuk tim atau kelompok kerja (pokja). Contohnya, untuk mengatur manajemen dan sirkulasi
lalulintas seperti pengaturan jalan searah, dibentuk tim yang bersifat teknis, yaitu Tim Pengendali
Lalulintas dan Angkutan yang sedang digalakkan di DKI-Jakarta.
9.6.6.2 Peraturan pelaksanaan
Sesuai dengan yang telah digariskan dalam RUTR DKI-Jakarta, tujuan pengelolaan transportasi
perkotaan akan disesuaikan. Selanjutnya, tujuan dan sasaran arah kebijakan pengembangan sektor
transportasi perkotaan di dalam RUTR DKI-Jakarta 2005 ditetapkan sebagai berikut.
• Mendorong dan merangsang masyarakat untuk menggunakan jasa angkutan umum dan
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di lingkungan padat;
Strategi pengembangan sektor transportasi perkotaan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
• Tingkat pertumbuhan jumlah kendaraan pada tahun 2005 berdasarkan hasil proyeksi masih belum
bisa dilayani dengan percepatan pembangunan prasarana jalan. Jadi untuk tercapainya kelancaran
lalulintas diperkirakan 35%−40% perjalanan dengan angkutan pribadi perlu dipindahkan ke angkutan
umum, untuk selanjutnya dapat ditampung pada jaringan yang akan selesai pada tahun 2005.
• Kebutuhan akan angkutan umum, apabila hanya dipenuhi oleh angkutan bus, akan menimbulkan
masalah dalam pengoperasian. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perlu peningkatan sistem
angkutan bus yang terpadu dengan sistem angkutan massa lain. Pada jalur padat perlu disediakan
lajur khusus bus atau angkutan massa yang terpadu dengan moda angkutan lainnya.
• Dalam rangka memindahkan penggunaan angkutan pribadi ke angkutan umum, perlu peraturan
yang menghambat penggunaan kendaraan pribadi. Tetapi hal ini harus diimbangi dengan
peningkatan pelayanan angkutan umum; baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
• Salah satu cara menerapkan pembatasan lalulintas adalah melalui kebijakan perparkiran, yaitu
memberlakukan tarif parkir yang tinggi, terutama di DKIJakarta. Demikian pula, parkir di badan jalan
secara bertahap baru dihilangkan, terutama di jalan yang padat volume lalulintasnya.
• Kereta api dijadikan angkutan alternatif dengan meningkatkan perannya untuk mengangkut 15%
perjalanan orang dalam kota.
• Peningkatan angkutan umum barang dalam kota dilakukan dengan memadukan kebijakan lokasi
pergudangan, industri terminal angkutan barang, dan pelabuhan serta fasilitas angkutan kereta api
antarkota.
9.6.6.4 Undang-undang dan peraturan
Dari segi kelengkapan dan kesiapan organisasi dan instansi yang terlibat dalam pengelolaan aspek
transportasi yang dilimpahkan dalam PP Nomor 22 Tahun 1990 kepada DLLAJ, organisasi di
DKIJakarta dinilai paling lengkap dan paling siap. Mungkin karena masalah yang dihadapi DKI-Jakarta
memang cukup kompleks dan sangat mendesak penyelesaiannya.
Untuk mengantisipasi pelaksanaan UU-LLAJ Nomor 14 tahun 1992 yang tentu berkaitan dengan
pelimpahan PP Nomor 22 tahun 1990, banyak Keputusan Menteri yang telah dan akan dikeluarkan
untuk membantu proses pelaksanaannya, terutama yang menyangkut pengaturan,
penyelenggaraan, pelaksanaan, dan pembinaan. Adapun Keputusan Menteri untuk menunjang
pelaksanaan UU-LLAJ Nomor 14 tahun 1992 tersebut adalah:
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor di jalan.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas
Jalan.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi.
9.7.1 Umum
Kemacetan serius merupakan kejadian sehari-hari yang sering dijumpai di beberapa kota besar di
Indonesia sebagai ciri khusus daerah perkotaan di negara sedang berkembang. Masalah ini
sebenarnya dapat dipecahkan melalui peran serta pemerintah, swasta, dan masyarakat, dan
merupakan tanggung jawab bersama. Untuk menanggulangi masalah ini secara tuntas, jelas
diperlukan penanganan yang serius.
Seperti telah dijelaskan, permasalahan kemacetan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
tingginya tingkat urbanisasi, pesatnya tingkat pertumbuhan jumlah kendaraan dan pemilikan
kendaraan, dan sistem angkutan umum perkotaan yang tidak efisien. Tetapi, yang paling penting
yang dapat disimpulkan sebagai penyebab permasalahan transportasi ini adalah tingkat
pertumbuhan prasarana transportasi tidak bisa mengejar tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan
akan transportasi.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan prasarana transportasi, pemerintah banyak melakukan
kajian transportasi dan juga beberapa tindakan lain bersama beberapa instansi dan departemen
terkait. Usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah: a meredam atau memperkecil
tingkat pertumbuhan kebutuhan akan transportasi; b meningkatkan pertumbuhan prasarana
transportasi itu sendiri, terutama penanganan masalah fasilitas prasarana yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya; Kebutuhan Prasarana transportasi (PT) KT0 PT0 KT1 PT1
9.7.2 Kebutuhan akan transportasi
Untuk mengatasi tingginya tingkat urbanisasi ke daerah perkotaan dan menghindari pergerakan
arus bolak-balik yang tinggi setiap hari, perlu dibangun kota satelit atau pun kota baru mandiri yang
salah satu fungsinya mengurangi intensitas kegiatan di kota induk serta menahan arus urbanisasi,
dan merupakan filter bagi kota induk. Untuk itu pasti diperlukan sistem jaringan transportasi antara
kota utama dengan kota satelit tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan pelebaran jalan yang
mengundang masalah pembebasan lahan.
Beberapa tindakan yang telah dan akan dilakukan untuk meningkatkan luas jalan dan kapasitas
prasarana transportasi akan dijelaskan berikut ini.
Pembangunan jalan baru, baik jalan lokal, kolektor, maupun jalan arteri, sesuai dengan program
Bina Marga.
• Jalan lingkar luar yaitu jalan yang melingkari DKI-Jakarta yang pada prinsipnya usaha mengalihkan
pergerakan lalulintas menerus agar jangan memasuki DKI-Jakarta sehingga kemacetan yang timbul
karena pembebanan yang terlalu banyak pada jalan arteri radial dapat dihindari. Jalan tol
Grogol−Cawang−Priok juga merupakan jalan lingkar dalam bagi DKI-Jakarta. Terwujudnya jalan tol
Cawang−Tanjung Priok merupakan salah satu peran serta pihak swasta dalam usaha turut
memecahkan permasalahan transportasi di DKI-Jakarta.
• Jalan penghubung baru (arteri) yang menghubungkan 2 buah zona yang sangat tinggi tingkat
lalulintasnya, seperti jalan arteri baru yang menghubungkan Rawamangun dengan Jatinegara dan
Jalan KH Mas Mansyur dengan Kampung Melayu, jelas dapat memecahkan masalah kemacetan pada
jalan radial menuju ke pusat kota seperti Jalan Saharjo, Rasuna Said, dan Salemba.
Peningkatan kapasitas jaringan jalan arteri yang telah ada adalah dengan cara melebarkan jalan
radial. Selain itu, juga dilakukan usaha untuk memperbaiki daerah sumber kemacetan yang banyak
terdapat pada jaringan jalan di daerah perkotaan. Pembenahan sistem jaringan jalan dan sistem
hierarki dan pembangunan jalan terobosan baru harus dilakukan sesegera mungkin untuk
menghindari penyempitan, misalnya:
• pelebaran dan perbaikan geometrik persimpangan;
• pembuatan persimpangan tidak sebidang untuk mengurangi titik konflik bagi kendaraan yang
menggunakan persimpangan tersebut;
• pembangunan jalan terobosan baru untuk melengkapi sistem jaringan jalan yang telah ada dan
pembenahan sistem hierarki jalan. Hal ini terutama terlihat pada daerah perbatasan dengan daerah
administrasi lain. Karena tidak ada koordinasi yang baik antara kedua pemerintah daerah,
pembangunan sistem jaringan jalan tersebut, terutama pada daerah perbatasan, tidak sinkron
sehingga menimbulkan penyempitan.
• pembuatan jembatan penyeberangan, baik untuk pejalan kaki maupun untuk kendaraan pada
daerah tertentu untuk mengurangi kecelakaan sewaktu menyeberang dan juga untuk membuka
isolasi akibat pembangunan jalan bebas hambatan yang memisahkan satu daerah menjadi dua
daerah yang terisolasi.
Tetapi, sebelum kita mulai memecahkan masalah yang membutuhkan biaya yang sangat besar
tersebut, pertanyaan yang perlu segera dijawab adalah seberapa jauh jaringan jalan yang ada
sekarang ini berfungsi sesuai dengan kapasitas yang seharusnya.
Terdapat beberapa permasalahan pada sistem jaringan jalan di Kotamadya Bandung yang harus
segera dipecahkan sebagaimana dikemukakan berikut ini.
• Kotamadya Bandung terletak di daerah yang berbukit-bukit, menyebabkan sistem jaringan yang
dikembangkan belum dapat memenuhi hierarki dan fungsi jalan yang semestinya. 522 Ofyar Z
Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi
• Panjang jaringan jalan di Kotamadya Bandung masih sangat jauh di bawah kondisi ideal
(perbandingan antara luas jaringan jalan dengan luas kota yang ideal adalah sekitar 20%−25%).
Masih terdapat jaringan jalan yang terputusputus yang mungkin disebabkan oleh kondisi geografis
yang membutuhkan jembatan yang sangat mahal (jembatan Paspati).
• Gangguan samping sangat besar, disebabkan oleh ribbon development yang sangat mengurangi
kapasitas jalan yang memang sudah sangat terbatas.
• Pengoperasian jalan dengan sistem arus lalulintas satu arah adalah cara yang sangat baik dan
efektif serta murah untuk meningkatkan kapasitas jaringan jalan (secara teoritis kita meningkatkan
kapasitas dua kalinya tanpa harus melebarkan jalan). Kelemahannya, terjadi peningkatan jarak dan
waktu untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal yang dirasakan sangat perlu untuk
mengurangi dampak negatif tersebut adalah memberikan rambu penunjuk jalan yang baik dan
lengkap untuk mengarahkan perjalanan ke tempat tujuan.
• Kegiatan parkir di badan jalan sangat mengurangi kapasitas jalan. Kerugian yang diderita
pengguna jalan akibat kemacetan tidak sebanding dengan pemasukan yang diterima dari tempat
parkir. Sebaiknya, sebelum memikirkan pelebaran jalan yang membutuhkan biaya sangat mahal,
sebaiknya dipikirkan bagaimana dapat mengatur tempat parkir di badan jalan sehingga kapasitas
jalan dapat dimanfaatkan seefisien mungkin
Rekayasa dan manajemen lalulintas dapat dilakukan dengan berbagai cara yang diuraikan berikut
ini.
• Pemasangan dan perbaikan sistem lampu lalulintas secara terisolasi dimaksud untuk mengikuti
fluktuasi lalulintas yang berbeda-beda dalam 1 jam, 1 hari, maupun 1 minggu. Selain itu, juga
dilakukan secara terkoordinasi yaitu dengan mengatur seluruh lampu lalulintas secara terpusat.
Pengaturan ini dapat mengurangi tundaan dan kemacetan. Sistem ini dikenal dengan Area Traffic
Control System (ATCS). Beberapa kota di Indonesia telah dilengkapi dengan sistem tersebut seperti
DKI-Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
• Perbaikan perencanaan sistem jaringan jalan yang ada, termasuk jaringan jalan KA, jalan raya, bus,
dilaksanakan untuk menunjang Sistem Angkutan Umum Transportasi Perkotaan Terpadu (SAUTPT).
• Penerapan manajemen transportasi, antara lain kebijakan perparkiran, perbaikan fasilitas pejalan
kaki, dan jalur khusus bus. Semua ini memerlukan beberapa pertimbangan, yang lebih diutamakan
pada kemungkinan membatasi kebutuhan akan transportasi dengan beberapa metode yang dikenal
dengan pembatasan lalulintas. Perlunya penerapan pembatasan lalulintas terhadap penggunaan
kendaraan pribadi telah diterima oleh para pakar transportasi sebagai hal yang penting dalam
menanggulangi masalah kemacetan di daerah perkotaan.
Parkir didefinisikan tempat khusus bagi kendaraan untuk berhenti demi keselamatan. Ruang lain
dapat digunakan untuk tempat parkir. Parkir mempunyai tujuan yang baik, akses yang mudah; jika
seseorang tidak dapat memarkir kendaraannya, dia tidak bisa membuat perjalanan. Jika parkir
terlalu jauh dari tujuan, orang akan beralih pergi ke tempat lain. Sehingga tujuan utama adalah agar
lokasi parkir sedekat mungkin dengan tujuan perjalanan.
Tetapi, di pusat kota, mobil menggunakan tempat parkir sepanjang hari, tanpa mendatangkan
untuk daerah itu; ruang tersebut dapat menghasilkan jika digunakan untuk toko dan kantor.
Permasalahan utama kendaraan pribadi bukan saja menghasilkan kemacetan pada jalan arteri,
tetapi juga pada tempat parkir. Permasalahan tersebut meningkat sangat pesat dan menambah
permasalahan daerah perkotaan. Kebutuhan akan parkir dapat dikelompokkan menjadi persyaratan
untuk kendaraan pribadi, angkutan umum, dan angkutan barang, yang masing-masing menggunakan
ruang secara bersama-sama. Jika kebutuhan melebihi persediaan, diperlukan kebijakan parkir
dengan prioritas untuk jenis tempat parkir tertentu. Permasalahannya adalah:
Kebijakan parkir bukan di badan jalan seperti pembangunan bangunan tempat parkir atau
membatasi tempat parkir jelas merupakan jawaban yang sangat tepat karena sejalan dengan usaha
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan mengalihkan penumpang dari kendaraan pribadi
ke angkutan umum. Pengalihan badan jalan yang pada mulanya digunakan sebagai tempat parkir
menjadi lajur khusus bus juga merupakan jawaban yang sangat tepat. Kebijakan parkir juga
menentukan metode pengontrolan dan pengaturannya. Pelaksanaan pengaturan parkir telah sering
dilakukan sejak tahun 1960-an, yang biasanya meliputi:
• pengaturan biaya parkir; dan • denda yang tinggi terhadap pelanggar parkir.