Anda di halaman 1dari 5

Pengolahan Limbah Industri Pangan

Limbah merupakan sumber daya yang sudah tidak dapat dimanfaatkan atau sumber daya yang
telah kehilangan fungsinya. Menurut wujudnya limbah dibedakan menjadi limbah padat, limbah cair, dan
gas. Munculnya limbah dalam industri pangan tidak dapat dihindari, baik limbah cair, padat, atau gas.
Pengolahan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi reduksi (reduction), pengumpulan
(collection), penyimpanan (storage), pengangkutan (transportation), pemanfaatan (reuse/recycling),
pengolahan (treatment), dan penimbunan (disposal). Pengolahan atau penanganan limbah bertujuan untuk
menghindari pencemaran lingkungan.

Berikut merupakan contoh pengolahan limbah industri pangan skala kecil.


1. Pengolahan limbah cair
Limbah cair dalam industri pangan mengandung polutan berupa bahan-bahan organik seperti
karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Keberadaan polutan tersebut berada dalam bentuk tersuspensi
(berupa partikel yang tersebar dalam air/tidak larut) atau berada dalam bentuk larutan. Pengolahan limbah
cair bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi dan bahan terlarut dan
menyisihkan/menghilangkan unsur hara/nutrien berupa nitrogen dan fosfor.
Pengolahan limbah cair dibedakan menjadi tiga, yaitu:
(1) pengolahan primer
pengolahan primer dilakukan dengan penyaringan/filtrasi yang diikuti dengan proses pengendapan.
Contoh partikel yang hilang dalam pengolahan primer adalah pasir, tanah, sisa-sisa jaringan
tanaman/hewan yang berukuran besar.
(2) pengolahan sekunder
pengolahan sekunder merupakan lanjutan dari pengolahan primer. Sisa limbah yang lolos dari proses
filtrasi seperti suspensi tepung, selulosa dihilangkan dengan proses biologis. Pengolahan sekunder
memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang tersuspensi dalam air.
(3) pengolahan tersier
pengolahan tersier bertujuan untuk menghilangkan senyawa terlarut yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme dalam pengolahan sekunder. Contoh senyawa yang dihilangkan dalam pengolahan
tersier adalah amonium dan fosfor. Kedua unsur tersebut menyebabkan eutrofikasi dan efek toksik
amonium pada ikan.
Contoh beberapa sistem dalam pengolahan limbah cair:
a. Sistem lumpur aktif
bioreaktor tangki sedimentasi

influen/air limbah efluen


buangan (cairan hasil
(yang masuk) pengolahan influen
yang keluar)

sludge
(kotoran/endapan) yang
dimasukkan ke
bioreaktor kembali kelebihan sludge
yang dikeluarkan

Dalam pengolahan sistem lumpur aktif terdiri atas 2 unit yaitu, bioreaktor/tangki aerasi dan tangki
sedimentasi. Limbah cair dan biomassa/mikroba pengurai dicampur dalam bioreaktor dan diaerasi/diaduk.
Suspensi selanjutnya masuk ke dalam tangki sedimentasi dan terjadi pengendapan. cairan/air dibuang dan
sebagian endapan (biomassa) dimasukkan ke dalam biorekator dan sebagian dikeluarkan. Dalam sistem
lumpur aktif mikroorganisme akan mengkonversi bahan organik terlarut menjadi air dan karbondioksida dan
sebagian menjadi biomassa serta terjadi eliminasi/penguraian unsur nitrogen dan fosfor sehingga dapat
mencegah eutrofikasi pada perairan. Contoh pengolahan limbah dengan sistem lumpur aktif adalah
pengolahan limbah cair industri tapioka, nata de coco, atau industri kecap. Kekurangan dalam sistem ini
adalah besarnya biaya investasi dan operasi karena dalam sistem ini memerlukan pompa dan blower dan
energi listrik.

b. Sistem trickling filter


Trickling filter berbentuk silinder terdiri atas tumpukan media padat dengan kedalaman 2 m. Limbah
cair disebarkan ke permukaan media bagian atas, lengan dalam trickling filter akan berputar, dan air
mengalir ke bawah melalui lapisan media. Polutan dalam limbah cair yang mengalir ke bawah akan
diuraikan atau diserap (absorbsi) oleh mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang dalam media padat.
Limbah cair yang sampai ke bawah akan dialirkan ke tangki sedimentasi untuk memisahkan cairan dan
endapan. Efisiensi dilakukan dengan resirkulasi cairan (influen) dalam tangki sedimentasi.
Sistem trickling filter sesuai untuk
pengolahan limbah cair dengan relatif kecil,
baik untuk tujuan oksidasi karbon maupun
nitrifikasi. Desain dan operasi trickling filter
cukup sederhana, tetapi sistem ini
memerlukan klarifier primer, klarifier
sekunder, serta memerlukan resirkulasi
efluen. Terdapat potensi terjadinya
penyumbatan pada media filter oleh benda
berukuran besar (seperti plastik, ranting,
daun, kayu), terutama jika sistem tidak
dilengkapi fasilitas penyaringan kasar.

trickling filter klarifier

efluen
influen

kelebihan
rsirkulasi suldge

c. Sistem RBC (Rotating Biological Disk)

Sistem RBC terdiri atas deretan


cakram yang dipasang pada as horisontal
dengan jarak sekitar 4 cm. Sebagian dari
cakram tercelup dalam limbah cair, dan
sebagian lagi kontak dengan udara. Pada
saat as diputar, permukaan cakram
secara bergantian kontak dengan limbah
cair dan kemudian kontak dengan udara.
Akibatnya, mikroorganisme yang tumbuh
pada permukaan cakram (sebagai lapisan
biologis/biomasa) akan mengabsorpsi
bahan organik dalam limbah cair.

d. Sistem SBR (Sequencing Batch Reactor)

influen

pengisian pengisian

CO2

aerasi
perombakan C,
nitrifikasi

N2

pengadukan denitrifikasi

sedimentasi
pengendapan lumpur

efluen
pembuangan
efulen & lumpur lumpur

menunggu bioreaktor siap diisi &


dioperasikan
Sistem SBR adalah suatu sistem lumpur aktif yang dioperasikan secara curah/sekumpulan (batch).
Satuan proses dalam sistem SBR identik dengan satuan proses dalam sistem lumpur aktif, yaitu aerasi dan
sedimentasi untuk memisahkan biomassa. Pada sistem lumpur aktif, kedua proses tersebut berlangsung
dalam dua tanki yang berdampingan, sedangkan pada SBR berlangsung secara bergantian pada tanki yang
sama. Keunikan lain sistem SBR adalah bahwa tidak diperlukan resirkulasi sludpe. Proses sistem SBR
terdiri atas lima tahap, yaitu pengistan, reaksi (aerasi), pengendapan (sedimentasi), pembuangan, dan
istirahat (idle).
Kelebihan sistem SBR antara lain sebagai berikut: sesuai untuk volume limbah cair kecil atau
bervariasi, dapat digunakan untuk eliminasi karbon, nitrogen dan fosfor, proses eliminasi karbon, nitrogen,
dan fosfor. Pemisahan biomassa (sedimentasi) berlangsung dalam satu reaktor. Kelemahan sistem SBR
adalah hanya sesuai untuk jumlah limbah cair kecil dan tidak kontinu. Sistem SBR dioperasikan secara
curah (batch), sehingga untuk operasi kontinu diperlukan beberapa SBR yang dioperasikan secara paralel.

e. Kolam oksidasi

kolam oksidasi merupakan salah satu sistem pengolahan limbah cair tertua, dan merupakan
perkembangan dari cara pembuangan limbah cair secara langsung ke badan air. Pada sistem kolam.
konsentrasi mikroorganisme relatif kecil, suplai oksigen dan pengadukan berlangsung secara alami,
sehingga proses perombakan bahan organik berlangsung relatif lama dan pada area yang luas. Berbagai
jenis mikroorganisme berperan dalam proses perombakan, organisme heterotrof aerobik dan anaerobik
berperan dalam proses konversi bahan organik; organisme autotrof (fitoplankton, alga, tanaman air)
mengambil bahan-bahan anorganik (nitrat dan fosfat) melalui proses fotosintetsis.
Sistem kolam merupakan sistem pengolahan limbah cair sederhana yang tidak memerlukan
peralatan mekanis, mudah dioperasikan dan tidak memerlukan biaya tinggi. Kekurangan sistem ini adalah
sangat tergantung pada cuaca, dan memerlukan lahan luas, serta berpotensi menimbulkan bau busuk
terutama pada malam hari dimana suplai oksigen tidak mencukupi untuk proses aerobik. Selain itu, kolam
juga dapat digunakan sebagai tempat berkembang biak nyamuk.

f. Sistem UASB (Up-flow anaerobic Sludge Blanket)

UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket)


merupakan salah jenis reaktor anaerobik yang paling
banyak diterapkan untuk pengolahan berbagai Jenis
limbah cair. Berbeda dengan proses aerobik, dimana
bahan organik dikonversi menjadi produk akhir berupa
karbon dioksida dan air, pada proses anaerobik
sebagai produk adalah gas metana dan
karbondioksida. proses anaerobik lebih sensitif
terhadap pengaruh bahan toksik, pH, dan temperatur
dibanding dengan proses aerobik
g. Septic tank

Sistem septik tank merupakan salah satu cara pengolahan limbah cair yang paling sederhana.
Dalam sistem septik tank proses perombakan limbah cair berlangsung dalam kondisi anaerobik. Sistem
septik tank harus dilengkapi dengan fasilitas untuk peresapan efluen. Kelebihan sistem septik tank untuk
pengolahan limbah cair industri pangan antara fain adalah: dapat diterapkan untuk hampir semua jenis
limbah industri pangan dengan kadar bahan organik tinggi, dapat diterapkan untuk debit limbah cair kecil
dan dan tidak kontinu, biaya konstruksi, operasi dan pemeliharaan rendah, dan tidak memerlukan keahlian
khusus baik untuk konstruksi maupun pengoperasiannya. Kelemahan sistem ini adalah berpotensii
mencemari air tanah.

2. Pengolahan Limbah Padat


Limbah padat industri pangan terutama terdiri dari bahan bahan organik seperti karbohidrat, protein,
lemak, serat kasar dan air. Bahan-bahan ini mudah terdegradasi secara biologis dan menyebabkan
pencemaran lingkungan, terutama menimbulkan bau busuk. Pengomposan merupakan salah satu altematif
pemecahan masalah manajemen limbah padat industri pangan. Pengomposan adalah suatu proses biologis
dimana bahan organik didegradasi pada kondisi aerobik terkendali. Dekomposisi dan transformasi tersebut
dilakukan oleh bakteri fungi dan mikroorganisme lainnya. Pada kondisi optimum, pengomposan dapat
mereduksi volume bahan bau sebesar 50-70 %.
Kompos memiliki tekstur dan bau seperti tanah. Kompos dapat meningkatkan kandungan bahan
organik dan nutrien, serta memperbaiki tekstur dan kemampuan untuk mempertahankan kelembaban
tanah. Selama pengomposan bahan-bahan organik seperti karbohidrat, selulosa, hemiselulosa dan lemak
dirombak menjadi C02 dan air. Protein dirombak menjadi amida, asam amino, amonium, C0 2 dan air. Pada
proses pengomposan tedadi pengikatan unsur-unsur hara (nutrien), seperti nitrogen, fosfor, dan kalsium
oleh mikroorganisme, tetapi unsur-unsur tersebut akan dilepas lagi ke kompos apabila mikroorganisme
tersebut mati.

3. Pengolahan Limbah Gas


Salah satu cara yang efektif untuk pengolahan limbah gas adalah pengolahan secara biologis.
Pengolahan limbah gas secara biologis didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk mengoksidasi
senyawa organik maupun anorganik dalam limbah gas penvebab bau, misalnya amonia, amina, fenol,
formaldefild, hildrogen sulfida, ketone, dan asam-asam lemak. Untuk mempercepat proses perombakan
polutan, konsentrasi mikroorganisme di dalam sistem pengolahan limbah gas perlu dipertahankan tinggi,
misalnya dengan cara immobilisasi pada permukaan media padat yang sesuai.
Proses pengolahan limbah gas secara biologis dapat dilakukan di dalam instalasi biofilter,
biowasher, atau tricklingfilter. Di dalam biofilter, gas yang akan dibersihkan dialirkan melalui media basah
(lembab) yang ditumbuhi mikroorganisme. Dengan demikian, bahan polutan dapat diabsorpsi dan dirombak
secara biologis

Sumber:
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian. 2007. Pengelolaan Limbah Industri
Pangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian

Anda mungkin juga menyukai