Anda di halaman 1dari 16

BAB III

KRITERIA PERENCANAAN

3.1 Kriteria Air Limbah


Karakteristik air limbah di wilayah perencanaan yang akan diolah dalam Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat ini dikondisikan bahwa kualitas air limbah sesuai
dengan kualitas air limbah medium strength. Besaran beban pencemaran, dan tingkat
pencemaran yang harus dihilangkan mengacu pada tiga parameter khusus yaitu pada parameter
BOD, COD, minyak lemak, amoniak, Total Coliform dan TSS sesuai konsentrasinya pada
kualitas air limbah medium strength.
Pemilihan metoda pengolahan mana yang digunakan untuk pengolahan air limbah
tergantung tingkat pencemaran yang harus dihilangkan, besaran beban pencemaran, beban
hidrolis dan standar buangan (effluent) yang diperkenankan.
Sebelum melakukan pengolahan lebih lanjut mengenai ketiga parameter diatas maka
harus diketahui definisi dari pencemar yang akan dihilangkan dalam IPAL terpusat ini. BOD
(biochemical oxygen demand) merupakan banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter
(mg/L) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah
tersebut menjadi jernih kembali. Sedangkan COD (chemical oxygen demand) merupakan
banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/L) yang dibutuhkan dalam kondisi
khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi. TSS (Total Suspended Solid)
merupakan jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah
mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 1


3.2 Pengolahan Air Limbah

3.2.1 Pengolahan Fisik Air Limbah


Pengolahan fisik dimaksudkan untuk memisahkan zat yang tidak diperlukan dari dalam
air tanpa menggunakan reaksi kimia dan reaksi biokimia hanya menggunakan proses secara
fisik sebagai variable pertimbangan untuk rekayasa pemisahan dari air dengan polutan atau
zat-zat pencemar yang ada di dalam air limbah tersebut.
Cara pemisahan dengan pengolahan fisik yang dapat dilakukan diantaranya:
A. Pemisahan sampah dengan saringan sampah (screen)
B. Pemisahan grit (pasir) dengan pengendapan melalui grit chamber, kecepatan aliran
dalam grit chamber tersebut diatur sedemikian rupa sehingga yang di dapatkan hanya
pasir yang relatif mempunyai spesifikasi grafiti yang lebih berat dari partikel lain.
C. Pemisahan partikel discrete (sendiri tidak mengelompok) dari suspense melalui
pengendapan bebas (unhindered settling)
D. Pemisahan pengendapan material flocculant (hasil dari proses flokulasi atau proses
sintesa oleh bakteri) yaitu partikel yang mengelompok oleh gaya saling tarik menarik
(van der waals forces) menjadi gumpalan lebih besar dan kemudian menjadi lebih berat
dan mudah mengendap.
E. Pemisahan partikel melalui metoda sludge blanked yang juga disebut hindered
sedimentation.
F. Pemisahan dengan metoda konsolidasi pengendapan yaitu diendapkan pada lapisan-
lapisan cairan yang dangkal sehingga mempercepat (compress) pengendapan. Sistem
ini disebut lamella separator. Penerapannya seperti tube settler dan plat settler.

3.2.2 Pengolahan Biologis


Pengolahan biologis adalah penguraian bahan organic yang terkandung dalam air
limbah oleh jasad renik/bakteri sehingga menjadi bahan kimia sederhana berupa mineral.
Secara prinsip, pengolahan biologis menggunakan jasa bakteri (mikroorganisme) untuk
menguraikan bahan organik yang terkandung dalam air limbah dan enzim yang ada
mikroorganisme tersebut akan mengubah tatanan bahan organik menjadi unsur-unsur senyawa
sederhana.
Pengolahan biologis terdiri dari dua prinsip utama yaitu pengolahan secara anaerobik
merupakan pengolahan penguraian bahan organik menjadi bahan sederhana yang tidak
melibatkan oksigen yang menggunakan bakteri hidup dalam kondisi anaerob yaitu bakteri

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 2


hidrolisa, bakteri acetogenik dan metanogenik. Contoh pengolahan anaerobic yang umum
digunakan adalah septic tank, inhoff tank, anaerobic filter, anaerobic pond, dan UASB.
Sedangkan pengolahan aerobik merupakan pengolahan dengan melibatkan oksigen melalui
dua proses utama yaitu penguraian bahan organik yang disebut dengan proses oksidasi dan
proses fermentasi lewat enzim yang dikeluarkan oleh bakteri. Contoh unit pengolahan aerobik
yang bisa digunakan adalah activated sludge, aerated lagoon, biological contact media dan
stabilisasi dengan fotosintesa. Kedua sistem ini berbeda sesuai teknologi yang akan digunakan.

3.2.3 Pengolahan Lumpur


Sludge atau lumpur merupakan bagian terakhir dari proses pengelolaan air buangan
yang harus diolah terlebih dahulu sehingga aman bagi lingkungan. Pada dasarnya hasil
pengendapan dari bak pengendap pertama memiliki kadar air yang tinggi dengan bagian padat
berkisar (0,5-4)%. Alternatif cara pengelolaan lumpur dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Thickening: Stabilisasi: Conditioning: Dewatering: Pembuangan


:
-Oksidasi -vaccum filter
-Gravity -Stabiliasi -Chemical - filter press -land
Sludge -Flotation dengan kapur -Elutriation -horizontal application
masuk - -Pengeraman -Pemanasan bed filter -composting
Configuration aerobic - -recalcination
-Pengeraman centrifugation -landfilling
anaerobic -drying bed

Gambar 3.1 Pilihan Proses pengolahan Lumpur

3.3 Pemilihan Unit Pengolahan


Berdasarkan parameter pencemar yang harus dihilangkan dalam IPAL yaitu parameter
BOD, COD dan TSS pada air limbah wilayah perencanaan direncanakan unit pengolahan air
limbah (IPAL) berupa pengolahan fisik, pengolahan biologis dan pengolahan lumpur sebagai
berikut:

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 3


3.3.1 Unit Pengolahan Fisik
Unit pengolahan fisik yang digunakan sebagai pretreatment atau primary treatment
adalah sebagai berikut:

3.3.1.1 Bar Screen


Bar screen adalah rangkaian kisi-kisi besi yang berguna untuk menyaring benda-benda
kasar yang terapung yang dapat mengganggu jalannya proses pengolahan air buangan. Screen
adalah sebuah alat yang memiliki lubang-lubang, umumnya memiliki ukuran yang seragam,
screening terdiri atas batang paralel, balok atau kawat, kisi/jeruji, mata lubang atau plat yang
penuh lubang, dan lubang tersebut dapat berbentuk lingkaran atau persegi panjang.
Dari semua peralatan unit pengolahan air buangan, bar screen ditempatkan paling awal.
Berupa peralatan dengan bukaan berukuran tertentu yang mempunyai bentuk beraturan.
Tipe bar screen yang digunakan dalam tugas ini adalah bar screen dengan pembersihan
secara manual karena biaya operasional dan pemeliharaan yang dibutuhkan lebih
murah.Sedangkan kelemahannya adalah harus diperiksa setiap hari karena padatan kasar yang
mengumpul di saringan dapat menghambat aliran air buangan.

Tabel 3.1 Faktor Desain Bar Screen antara Pembersih Manual dan Mekanis

Faktor Desain Bar Screen Satuan Pembersih


Manual Mekanis
Kecepatan aliran melalui bar m/dt 0,3-0,6 0,6-1,0
Lebar batang mm 04-08 08-10
Kedalaman batang mm 25-50 50-75
Jarak antar bar mm 25-75 10-50
o
Kemiringan bar dan garis horisontal () 45-60 75-85
Head loss yang diizinkan saat clogging mm 150 150
Maximum head loss saat clogging mm 800 800
Sumber : Qasim Syed R, Wastewater Treatment plant, The University of Texas at Arlington,
1985

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 4


Gambar 3.2 Type-Type Screen

Gambar 3.3 Screen Potongan

3.3.1.2 Bak Penangkap Minyak dan Lemak


Bak penangkap minyak dan lemak atau biasa dikenal Grease trap. Alat ini membantu
untuk memisahkan minyak dari air,sehingga minyak tidak menggumpal dan membeku di pipa
pembuangan dan membuat pipa tersumbat. Grease trap dipasang untuk mengurangi
penyumbatan pada jaringan perpipaan jadi minim/kecil, sehingga pemeliharaan jaringan
perpipaan secara keseluruhan akan menjadi ringan.

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 5


3.3.1.3 Grit Chamber
Grit chamber diperlukan untuk memisahkan kandungan pasir atau grit dari aliran
air limbah. Kunci dari pemisahan ini adalah mengendapkan pasir pada kecepatan horizontal
tetapi kecepatan tersebut tidak terlalu pelan sehingga bahan-bahan lain (organik) selain
pasir tidak ikut mengendap.
Seperti diketahui bahwa debit air limbah berfluktuasi yang terdiri dari aliran
maksimum, minimum, dan rata-rata. Maka untuk menghadapi variasi debit tersebut
beberapa hal yang dapat dilakukan atau dipertimbangkan pada saat merencanakan grit
chamber, yaitu:
Sumber: Pedoman Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah

• Grit chamber dibagi menjadi dua kompartemen atau lebih, untuk aliran minimum
bekerja hanya satu kompartemen dan maksimum bekerja keduanya.
• Penampang melintang grit chamber tersebut dibuat mendekati bentuk parabola
untuk mengakomodasi setiap perubahan debit dengan kecepatan konstan/tetap.
• Melengkapi grit chamber dengan pengatur aliran yang disebut control flume yang
dipasang pada ujung aliran.

Gambar 3.4
Skematik gambar grit chamber

3.3.1.4 Bak Pengendap Tipe I (Preliminary Sedimentation)


Fungsi utama bak pengendap I adalah mengendapkan partikel discrete. Unit ini juga
dapar menurunkan konsentrasi BOD/COD dalam aliran sehingga membantu menurunkan
beban pengolahan biologis pada tahapan pengolahan berikutnya. Unit ini dapat
mengendapkan (50-70)% padatan yang tersuspensi (suspended solid) dan mengurangi
(30-40)% BOD.

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 6


Bak pengendap pertama terdiri dari 4 (empat) ruangan fungsional, yaitu:
1. Zona Inlet
Tempat memperhalus aliran transisi dari aliran influen ke aliran steady uniform di
zona settling (aliran laminar).
2. Zona Settling
Tempat berlangsungnya proses pengendapan atau pemisahan partikel-partikel
diskrit di dalam air buangan.
3. Zona Sludge
Tempat menampung material yang diendapkan bersama lumpur endapan.
4. Zona Outlet
Tempat memperhalus aliran transisi dari zona settling ke aliran effluent serta
mengatur debit effluent. (Sumber: Metcalf and Eddy, 2003)

Beberapa kriteria perencanaan berkenaan dengan bak pengendap I dapat dilihat


pada uraian berikut ini.

Tabel 3.3 Design kriteria untuk masing-masing tipikal bak pengendap pertama

Sumber: Kriteria Teknis Prasarana dan sarana Pengelolaan Air Limbah PU, 2006

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 7


Gambar 3.5 Bak Persegi Panjang (Horizontal Flow)

Gambar 3.6 Radial Flow

3.3.1.5 Bak Pengendap II (Clarifier)


Clarifier merupakan pengendapan terakhir yang disebut juga dengan final
sedimentation. Hasil effluent yang keruh memperlihatkan suatu kegagalan proses
pengendapan. Berdasarkan pengalaman empirik untuk desain beban permukaan/surface
loading (Q/A) digunakan 30-40 m3/m2.hari. Sedangkan untuk design yang aman, harus
menggunakan aliran maksimum. Kedalaman bak pengendap dengan weir miimal 3 m dan
waktu detensi (td) 2 jam untuk aliran puncak. Jika perhitungan menggunakan aliran rata-rata,
maka waktu detensi berkisar antara 4,5-6 jam. Besarnya beban pada weir (loading rate) adalah
sebesar 124 m3/m.hari.

3.3.2 Unit Pengolahan Biologis


3.3.2.1 Activated Sludge

Unit pengolahan biologis/secondary treatment yang digunakan pada perencanaan IPAL


ini adalah dengan menggunakan Activated Sludge Konvensional.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah
digunakan secara luas di seluruh dunia untuk pengolahan air limbah domestik. Proses ini secara

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 8


prinsip merupakan proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2 dan H2O,
NH3 dan sel biomasa baru untuk suplay oksigen biasanya dengan menghembuskan udara
secara mekanik. Sistem pengolahan air limbah dengan biakan tersuspensi yang paling umum
dan telah digunakan secara luas yakni proses pengolahan dengan Sistem Lumpur Aktif
(Activated Sludge Pocess).
Lumpur aktif adalah seluruh lumpur yang tersuspensi dan diberi oksigen sehingga
seluruh mikroorganisme aerobik yang ada dan melekat dengan lumpur menjadi sangat aktif.
Beberapa kriteria activated sludge konvensional.

Skema proses pengolaban air limbah dengan sistem lumpur aktif standar atau
konvesional dapat dilihat pada Gambar 3.2

Gambar 3.7 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif Standar (
Konvensional )

3.3.2.1.1 Parameter Operasional Pengolahan Activated Sludge

Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985;
Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:
1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif
disebut sebagai mixed liquor yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS
adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral,
termasuk didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara
menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan
pada temperatur 105 C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.
2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS
diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 9


mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan
memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 -650C, dan nilainya
mendekati 65-75% dari MLSS.
3. Food -to -microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban
organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam kilogram
BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986).
Adapun formulasinya sebagai berikut :
F/M = Q x BOD5/MLSS x V
dimana :
Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)
BOD5= BOD5(mg/l)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V = Volume tangki aerasi (Gallon)
4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur
aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio F/M
adalah 0,2 -0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika
digunakan oksigen murni (Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan
bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar,semakin rendah rasio
F/M pengolah limbah semakin efisien.
5. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata
yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur
aktif; biasanya 4-8 jam (Sterritt dan Lester, 1988).
6. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 -15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada
musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a). Parameter
penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay
oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini
mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin,
orang harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume
lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987.

3.3.2.2 Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam air.
Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:pemanasan, penyinaran antara lain

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 10


dengan sinar UV, ion-ion logam antara lain dengan copper dan silver, asam atau basa, senyawa-
senyawa kimia, dan chlorinasi.

Proses desinfeksi dengan klorinasi diawali dengan penyiapan larutan kaporit dengan
konsentrasi tertentu serta penetapan dosis klor yang tepat. Metode pembubuhan dengan kaporit
yang dapat diterapkan sederhana dan tidak membutuhkan tenaga listrik tetapi cukup tepat
pembubuhannya secara kontinu adalah metoda gravitasi dan metode dosing proporsional.

Kriteria Desinfektan

1. Jenis densifektan yang digunakan :


a. Gas klor (Cl2), kandungan klor aktif minimal 99%;
b. Kaporit atau kalsium hipoklorit (CaOCl2 ) x H2O kandungan klor aktif (60 — 70) %;
c. Sodium hipoklorit (NaOCl), kandungan klor aktif 15%;
2. Dosis klor ditentukan berdasarkan dpc yaitu jumlah klor yang dikonsumsi air besarnya
tergantung dari kualitas air bersih yang di produksi serta ditentukan dari sisa klor di
instalasi (0,25 – 0,35) mg/l.

Pembubuhan Desinfektan

Keperluan perlengkapan desinfeksi adalah sebagai berikut :


1. Pembubuhan gas klor
a. peralatan gas klor disesuaikan minimal 2, lengkap dengan tabungnya;
b. tabung gas klor harus ditempatkan pada ruang khusus yang tertutup;
c. ruangan gas klor harus terdapat peralatan pengamanan terhadap kebocoran gas klor;
d. alat pengamanan adalah pendeteksi kebocoran gas klor dan sprinkler air otomatik
atau manual.
e. harus disediakan masker gas pada ruangan gas klor.

2. Bak kaporit
a. bak dapat menampung larutan selama 8 sampai dengan 24 jam;

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 11


b. diperlukan 2 buah bak yaitu bak pengaduk manual/mekanis dan bak pembubuh;
c. bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap kaporit.

3.3.3 Unit Pengolahan Lumpur


Unit pengolahan lumpur yang digunakan adalah sebagai berikut:

3.3.3.1 Thickening
Tujuan thickening adalah mengurangi volume lumpur dengan membuang
supernatannya. Supernatan adalah cairan atau fase cair didalam lumpur yang akan terpisah
dengan fase padatan. Jika konsentrasi padatan dalam lumpur semula sebesar 2%, maka setelah
melewati proses thickening konsentrasi padatan dalam lumpur akan bertambah menjadi 5%
sehingga terjadi pengurangan volume sebesar 100%-(200/5)% = 60%.

Gravitiy thickening adalah satu jenis thickening yang biasanya berbentuk silinder
dengan kedalaman ±3,00 meter dan dasar berbentuk kerucut untuk memudhkan pengurasan
lumpur. Lumpur diendapkan didalam tangki dengan waktu detensi selama 1 hari. Tujuan
penggunaan thickening ini adalah mengurangi volume lumpur hingga (30-60)%. Tabel berikut
dibawah ini menyajikan kriteria perencaan untuk gravity sludge thickener yang umum
digunakan.

Tabel 3.4 Kriteria Perencanaan Gravity Sludge Thickener

Consentration Beban Laju Beban Efisiensi


Konsentrasi Overflow
Asal Lumpur Thickened Hidraulik Padatan Pengendapan
Awal (%) TSS (%)
(%) (m3/m2.hari) (kg/m2.hr) (%)
Pengendap I 1,0-7,0 5,0-10,0 24-33 9,0-14,4 85-98 300-1000
Tricking Filter 1,0-4,0 2,0-6,0 2,0-6,0 35-50 80-92 200-1000
Activated Sludge 0,2-1,5 2,0-4,0 2,0-6,0 10-35 60-85 200-1000
Pengendap I + II 0,5-2,0 4,0-6,0 4,0-10,0 25-80 85-92 300-800

Sumber: Kriteria Teknis Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah PU, 2006

3.3.3.2 Digestion (Stabilisasi Lumpur)


Stabilisasi lumpur bertujuan untuk mereduksi mikroorganisme patogen, bau dan
pembusukan dari materi organik. Proses ini dapat dilakukan secara biologis yaitu secara
aerobik dan anaerobik digestion. Perletakan init lumpur biasanya didasarkan apabila biaya
operasional murah.
Berikut ini beberapa tipe unit stabilisasi lumpur yang biasa digunakan :

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 12


- Anaerobic digestion
Proses ini dilakukan dalam suatu reaktor yang kedap udara, dimana mikroorganisme
dalam reaktor akan menerima materi organik yang menghasilkan gas metan dan karbon
dioksida. Lumpur yang akan diolah dengan menggunakan sistem ini akan mempunyai
karakteristik yang stabil, tidak berbau dan jumlah bakteri patogen yang lebih kecil dan
proses ini akan terjadi dua fase yaitu fase asam dan fase metan. (Qasim,1985).
Pada fase asam, mikroorganisme akan mengkonversi materi organik kompleks menjadi
asam organik (asetik, propionik dan asam lain). Pada fase ini, hanya sedikit terjadi
perubahan total jumlah materi organik dalam sistem, namun akan menghasilkan pH yang
rendah. Pada fase metan, terjadi konversi asam organik volatil ke bentuk gas metan dan
karbon dioksida. Kekurangan dari sistem ini adalah biaya kapital yang tinggi, operasional
yang sering terganggu, dan kualitas supernatan yang lebih rendah.(Qasim,1985).
- Aerobic digestion
Proses dalam sistem ini hampir sama dengan sistem lumpur aktif. Pada saat supply
substrat menurun maka mikroorganisme akan mengkonsumsi protoplasma mereka untuk
mendapatkan energi bagi kelangsungan hidup sel (fase endogenis). Jaringan sel dapat
dioksidasi secara aerobik menjadi karbon dioksida, air dan amonia. Pada kenyataannya ,
hanya sekitar 10 - 80% jaringan sel yang dapat dioksidasi sehingga sisanya 20 – 25 %
merupakan komponen inert dan materi organik yang tidak dapat diurai. (Metcalf &
Eddy,1991). Metode stabilisasi lumpur yang digunakan adalah aerobik digestion.

Kriteria Desain
Periode pengeringan atau waktu detensi = (10 - 20) hari
Gas yang dihasilkan = (0.75 - 1.12) m³/kg
Kemampuan menurunkan VSS = (40 - 50) %
Solid Loading = (2.4 - 6.4) kg/m³ hari
Kedalaman = (20 - 25) ft

3.3.3.3 Sludge Drying Bed


Lumpur dikeringkan untuk memudahkan pembuangannya terutama dalam hal
transportasi. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar kelembapan lumpur. Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan alami memalui proses evaporasi. Unit pengering lumpur

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 13


dengan proses evaporasi yang umum diunaka adalah sludge drying bed. Gambaran kriteria
perencanaan sludge drying bed (bak pengering lumpur) dapat dilihat dibawah ini.

• Dimensi bak umumnya (8x30) m2


• Area yang dibutuhkan
- (0,14-0,28) m2/kapita untuk sludge drying bed tanpa atap penutup
- (0,10-0,20) m2/kapita untuk sludge drying bed dengan atap penutup
• Sludge loading rate
- (100-300) kg lumpur kering/m2.tahun – tanpa atap penutup
- (150-400) kg lumpur kering/m2. Tahun – dengan atap penutup
• Sludge cake terdiri dari (20-40)% padatan

Gambar
3.8.
Sludge
Drying
Bed

3.3.4. Pengolahan Lumpur Biogas

Biogas dihasilkan apabila bahan-bahan organik terurai menjadi senyawa-


senyawa pembentuknya dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob). Fermentasi anaerobik ini
biasa terjadi secara alami di tanah yang basah, seperti dasar danau dan di dalam tanah pada
kedalaman tertentu. Proses fermentasi adalah penguraian bahan-bahan organik dengan
bantuan mikroorganisme. Fermentasi anaerob dapat menghasilkan gas yang mengandung
sedikitnya 50% metana. Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas.
Biogas dapat dihasilkan dari fermentasi sampah organik seperti sampah pasar,
daun daunan, dan kotoran hewan yang berasal dari sapi, babi, kambing, kuda, atau yang
lainnya, bahkan kotoran manusia sekalipun. Gas yang dihasilkan memiliki komposisi yang
berbeda tergantung dari jenis hewan yang menghasilkannya (Firdaus, U.I., 2009).

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 14


Biogas dapat dijadikan sebagai bahan bakar karena mengandung gas metana
(CH4) dengan persentase yang cukup tinggi dan titik nyala sebesar 645˚ C - 750˚C.
Komponen biogas selengkapnya adalah sebagai berikut:

Table 3.5 Komponen Penyusun Biogas


Jenis Gas Jumlah (%)
Methan (CH4) 54 – 70
Karbon dioksida (CO2) 27 – 45
Air (H2O) 0,3
Hidrogen sulfide (H2S) Sedikit sekali
Nitrogen (N2) 0,5-3
Hidrogen 5-10
Sumber : united Nations (1984)

3.3.4.1 Pembentukan biogas

Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses


fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri
metan sehingga dihasilkan gas metan. Gas metan adalah gas yang mengandung satu atom C
dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar (Nandiyanto, 2007).

Menurut Haryati (2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor
biogas yaitu proses pemecahan bahanorganik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri
asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang
mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, feses manusia, dan sampah organik
rumah tangga. Bahan organik yang bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah
sampah organik, limbah yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil
sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.

Menurutnya (Hambali 2007) Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses


pencernaan yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methan
(CH4). Gas methan hasil pencernaan bakteri tersebut dapat mencapai 60% dari keseluruhan gas
hasil reaktor biogas sedangkan sisanya didominasi karbondioksida (CO2).

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 15


Kotoran sapi merupakan substrat yang paling cocok sebagai sumber penghasil biogas,
karena telah meengandung bakteri penghasil gas metana yang terdapat dalam perut ruminansia.
Bakteri tersebut membantu dalam proses fermentasi sehingga mempercepat proses
pembentukan biogas (Sufyandi, A., 2001).

Rata-rata kotoran sapi adalah 12 -25 kg/hari/ekor. Apabila kotaran ternak diolah untuk
menghasilkan biogas, maka untuk beberapa jenis ternak dan manusia memiliki potensi biogas
yang dihasilkan terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.6 Kandungan Biogas dari jenis ternak dan manusia


Tipe Kotoran Produksi Gas / Kg kotoran (m3)

Sapi (sapi dan kerbau) 0.023 – 0.040

Babi 0.04 – 0.059

Peternakan ayam 0.065 – 0.116

Manusia 0.02 – 0.028

Sumber : united Nations (1984)

SONI JAMES ERWINDO - 15513089 16

Anda mungkin juga menyukai