Anda di halaman 1dari 28

SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH

Menurut Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas Basah Hernowo,


layanan air bersih sudah saatnya ditingkatkan menjadi layanan air minum.
Hal itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7/2004 tentang Sumber Daya
Air dan Peraturan Pemerintah (PP) No 16/2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum.

Sistem pengolahan air minum yang dibangun tergantung dari kualitas sumber air
bakunya, dapat berupa pengolahan lengkap atau pengolahan sebagian. Pengolahan
lengkap adalah pengolahan air minum secara fisik, kimia dan desinfeksi, sedangkan
pengolahan sebagian adalah pengolahan air minum yang tidak menggunakan semua cara
tersebut, tetapi hanya salah satu atau dua cara saja. Pengolahan lengkap yang terdiri dari
proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi kemudian ditambahkan chlorinasi
disebut sebagai pengolahan air minum sistem konvensional, seperti yang dipergunakan
oleh hampir seluruh PDAM di Indonesia. Namun, pada saat ini, dengan banyaknya
industri yang tumbuh di sepanjang sungai terutama industri dengan tingkat pencemaran
berat seperti tekstil, logam, kimia dan lain-lain, serta tingginya tingkat pertumbuhan dan
aktivitas manusia, telah mengakibatkan pencemaran pada sungai-sungai yang merupakan
sumber air baku utama bagi produksi air minum di kota-kota besar.

Kebutuhan akan air bersih merupakan dambaan bagi setiap kita, apalagi pada
musim hujan sekarang ini, kebutuhan akan air bersih menjadi meningkat. Oleh
karenanya diperlukan suatu teknologi tepat guna untuk membantu keadaan di atas.

Pengolahan air bersih dari air sungai, air danau, ataupun air tanah dilakukan
melalui penyaringan. Prosesnya dimulai dengan mengendapkan lumpur atau padatan
yang terbawa oleh air (sedimentasi), penyaringan untuk memisahkan kotoran yang lebih
kecil, pemberian klorin (klorinasi) untuk membunuh kuman atau hama dan penampungan
di reservoir sebelum air bersih didistribusikan.

Penggunaan teknologi ultrafiltrasi dan membran untuk pengolahan air minum


merupakan upaya terkini menghilangkan bahan berbahaya yang berukuran cukup kecil.
Teknologi ultrafiltrasi ini bermanfaat untuk mengurangi bahan polutan di dalam air.
Ukuran alat ini 2/100 mikron atau 0,02 mikron, sementara ukuran bakteri patogen adalah
0,5 mikron. Bila pengolahan air menggunakan ultrafiltrasi saat akan dipakai konsumen
maka seluruh bakteri patogen bisa tersaring.

Di Singapura teknologi ini telah diterapkan, makanya Singapura berani menjamin


airnya bersih sesuai dengan standar WHO.

Filtrasi ini akan jauh lebih bermanfaat meskipun harga air nantinya akan
bertambah. Selain ultrafiltrasi, ada teknologi membran dalam pengelolaan air bersih.
Menurut peneliti air Antoni Gunadi dan Nugro Raharjo dari BPPT, teknologi membran
dapat menghilangkan rasa asin pada air maupun bakteri patogen. Biasanya teknologi ini
digunakan untuk daerah kepulauan yang airnya bersumber dari laut. Dengan adanya
teknologi ini, diharapkan konsumen akan mengonsumsi air yang benar-benar bersih.
Masyarakat pun jarang terkena diare atau penyakit yang menyerang perut lainnya akibat
dari air yang tidak higienis.

Langkah-langkah penjernihan sebagai berikut :

1. Air pertama kali diisi pada bagian yang paling atas dengan air kotor atau air yang
akan dijernihkan. Kemudian ditambah tawas yang berfungsi sebagai koagulan
yang dapat membantu mengendapkan kotoran-kotoran (flok-flok) menjadi lumpur
yang siap untuk dibuang. Pemberian kaporit sebagai desinfektan dapat diberikan
pada tahap ini, tetapi bisa juga bersifat optional. Pemberiaan kaporit dilakukan
untuk membunuh bakteri yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
2. Pada tahap kedua dialirkan melalui media pasir dan krikil. Kedua media ini
berfungsi untuk menahan partikel yang masih melayang (suspensi) di dalam air,
sehingga diharapkan nantinya air yang melalui media ini air dalam kondisi jernih
dan sedikit kandungan floknya.

3. Pada tahap selanjutnya, air dialirkan ke media ijuk dan arang. Pemberian media
ini dimaksudkan agar air yang masih terdapat kandungan floknya menjadi lebih
jernih, sedangkan arang berfungsi untuk menghilangkan rasa air, warna, dan bau
yang tidak sedap yang dapat mengganggu kenikmatan kita meminum air.

4. Tahap terakhir air menjadi jernih seperti yang kita harapkan. Pada tahap ini
diperkenankan untuk memberikan kaporit kembali sebagai antisipasi pada saat
proses penyaringan tadi masih terdapat bakteri yang berbahaya bagi kesehatan
tubuh kita.

Sumber air sebagai bahan baku harus benar-benar yang berkualitas baik dari secara fisika
maupun kimia serta kapasitasnya cukup atau berlebih sesuai dengan kapasitas output
yang diharapkan.

Urutan proses pengolahan air bersih dengan sumber air baku sungai, tanah dan air
pegunungan adalah sebagai berikut

1. Screening
2. Sedimentasi

3. Penampungan air baku

4. Koagulasi-Flokulasi

5. Penyaringan

6. Klorinasi

7. Penampungan air hasil proses.

8. Distribusi

Screening

Saringan (Screening) berfungsi untuk menahan bahan-bahan yang kasar seperti sampah,
potongan kayu, serpihan kertas, kain dan benda-benda kasar lain yang terdapat dalam air
limbah. Penyaringan dilakukan untuk menghindari rusaknya atau tersumbatnya peralatan
seperti pompa, katub-katub, pipa penyalur, alat pengaduk yang digunakan dalam
pengolahan air. Bentuk saringan ini dapat berbentuk coarse screen (bar racks), saringan
halus (microscreen) maupun fine screen (spiral screen) (Tchobanoglous,2003).
Secara hidraulik, kecepatan aliran tidak lebih dari 1,0 m/s dimana kecepatan
aliran sebesar 0,3 m/s sering digunakan sebagai acuan dalam criteria desain. Headloss
yang terjadi terganti pada tingkat penyumbatan, umumnya headloss pada saringan tidak
lebih dari 0,1 m dan 0,3 m pada saat pencucian

Penghilangan partikel kasar dan zat tersuspensi selalu menjadi langkah awal
dalam pengolahan air bersih. Zat padat tersuspensi biasanya inert (sulit dirombak) atau
dapat dirombak secara biologis perlahan-lahan. Oleh karena itu, penghilangan zat padat
akan menguntungkan untuk peningkatan kinerja dari proses stabilisasi.

Tabel 1. Kriteria Desain Bar Screen


No Parameter Simbol Satuan Besaran
1 Jarak bukaan antar batang b mm 25 – 50
2 Lebar penampang batang w mm  25,4
3 Panjang penampang batang p mm 25 – 50
4 Sudut kemiringan batang dari garis  derajat 30 – 45
vertikal
5 Kecepatan aliran v m/dt 0.3 – 0.9
6 Volume material V m3/106m3 3.5 – 8
7 Maksimum head loss hL mm 150
Sumber: Elwyn E. Seelye, Design

Fungsi Grit Removal adalah menghilangkan tanah kasar, pasir dan partikel halus
mineral dari air buangan sehingga tidak mengendap dalam saluran ataupun pipa dan
melindungi pompa dan mesin dari abrasi.
Secara teoretis, partikel yang bisa diendapkan oleh grit removal adalah berukuran
>200 mm. Dalam pengolahan air buangan, grit removal untuk pengolahan air buangan
dari domestik bisa dilakukan dengan single grit channel, circular grit channel dan
aerated rectangular grit chamber. Di dunia industri, grit removal biasanya digunakan
pada efluen indutri pertanian dan makanan ataupun industri metalurgi.
Tabel 2. Kriteria desain Grit chamber
No Parameter Simbol Satuan Besaran
1 Diameter pasir Ø mm > 0,2
2 Kecepatan horisontal Vh m/dtk 0,26 – 0,44
3 Waktu detensi Td detik 20 – 60
4 Kecepatan mengendap pasir vs m/menit 1,0 – 1,3
5 Volume pasir Vol m3/10 m3 0,023 – 0,1

Sedimentasi

Sistem pengolahan air bersih dengan sumber air baku sungai, tanah dan air pegunungan,
dengan skala atau standar air minum, memerlukan beberapa proses. Mengenai proses
yang perlu diterapkan tergantung dari kualitas air baku tersebut. Proses yang diterapkan
dalam sistem pengolahan air bersih antara lain:

Proses penampungan air dalam bak penampungan air yang bertujuan sebagai tolak ukur
dari debit air bersih yang dibutuhkan. Ukuran bak penampungan disesuaikan dengan
kebutuhan (debit air) yang mana ukuran bak 2 kali dari kebutuhan

Bagian yang cukup penting pada bagian ini adalah adanya filter kasar untuk menahan
sampah-sampah kasar dan lamella plate yang dapat menurunkan arus air, sehingga ada
kesempatan terjadi pengendapan dari pasir-pasir atau partikel kasar, juga bentuk
bangunana dari unit ini yang dapat menahan endapan kasar dan pengangkutannya.

Dampak lain dari pre-treatment secara mekanis adalah bahwa langkah-langkah


pengolahan berikutnya akan terlindungi terhadap kerusakan dan penyumbatan. Oleh
karena itu, operator harus betul-betul memperhatikan bahwa fungsi dari pre-treatment
secara mekanis adalah faktor yang penting untuk keseluruhan proses dan pemeliharaan
secara teratur serta kontrol.
 Settling Basin (Bak Pengendap)
Bak pengendap digunakan untuk memindahkan partikel-partikel pasir dari air.
Fungsi dari bak pengendap adalah sangat penting untuk melindungi komponen-
komponen berikutnya dari dampak pasir.
.

Proses filtrasi pada pengolahan air buangan digunakan untuk menyaring air yang telah
melalui proses koagulasi kimiawi dan proses pengendapan yang bertujuan menghasilkan
air bersih dengan kualitas tinggi. Proses filtrasi biasanya digunakan untuk

a) Single medium filter: menggunakan sa tu jenis media, biasanya adalah pasir atau
butiran antrachite. Ketebalan lapisan media pasir biasanya 24-30 inci ( Reynolds,
1982).
b) Dual media filter;
Filter jenis ini memiliki lapisan anthracite yang halus diatas lapisan pasir. Hal ini
adalah salah satu cara untuk meningkatkan volume pori dari filter itu sendiri. Pori
yang ada pada dual media filter lebih baik daripada single-medium filter. Susunan
pori yang ideal adalah dari atas kebawah semakin kecil.
c) Multimedia filter, memiliki lebih dari satu media penyaring. Pada pengolahan air
buangan, filter jenis ini sangat sering digunakan. Multimedia filter pada umumnya
menggunakan media anthracite, pasir, garnet, dan karbon aktif. Selain dapat
memisahkan partikel, media-media yang digunakan ini juga dapat memisahkan zat
organik terlarut. Keuntungan penggunaan multimedia filter dibandingkan jenis
lainnya yaitu penyaringan yang lebih baik sehingga air yang keluar memiliki kualitas
yang lebih bagus.

Menurut operasinya, beberapa tipe filter adalah filter dengan media berbutir (granular
media), pressure filter dan gravity filter.
Menurut kecepatan filtrasinya dibedakan menjadi saringan pasir lambat dan
saringan pasir cepat. Untuk pemisahan partikel dengan ukuran yang sangat kecil
digunakan filter membran yaitu microfilter, ultrafilter, reverse osmosis dan electrodialisis.
Beberapa filter juga digunakan untuk proses pengisatan (dewatering) lumpur yaitu belt
press filter, vacuum filter
Penampungan air Baku

Air baku yang akan diproses setelah lewat bak sedimentasi ditamoung dalam
suatu bak penampungan yang volumenya 2 kali lebih besar dari kapasitas pengolahan air
bersih. Bak penampung ini perlu dikondisikan sehingga lokasinya aman dari gangguan
pencemaran seperti debu, transfortasi limbah industri dan lain-lain.

Pada bak penampung air baku ini perlu dilakukan pengadukan atau dengan aerasi
yaitu penambahan oksigen ke dalam air agar kadar-kadar logam berat serta zat kimiawi
lainnya yang terkandung dalam air mudah terurai. Dalam proses ini ada beberapa
perlakuan yang bisa dilakukan seperti dengan penambahan oksigen dengan sistem aerasi
(dengan menggunakan alat aerator) dan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
katalisator bahan kimia untuk mempercepat proses terurainya kadar logam berat serta zat
kimiawi lainnya (dengan menggunakan clorine, kaporite, kapur dll

Aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai
bentuk variasi operasi meliputi :
(1) Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan terlarut.
(2) Pembuangan karbon dioksida
(3) Pembuangan hydrogen sulfida untuk menghapuskan bau dan rasa.
(4) Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan penyebab bau dan rasa
serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta mikroorganisme serupa.
Secara kimia, reaksi di atas dapat ditulis sebagai berikut :
Fe2+ + O2 + 10 H2O Fe(OH)3
Mn2+ + O2 + 2 H2O Mn(OH)3
Aerasi dilaksanakan dengan cara membuat air terbuka bagi udara atau dengan
memasukkan udara ke dalam air.
Jenis-jenis utama alat aerasi adalah :
(1) Aerator gaya berat, misalnya cascade
Cascade towers dibentuk seperti terjunan yang berupa tangga. Tinggi anak tangga
sekitar 0,3 m dan berjumlah sekitar 10. Banyak anak tangga ini menentukan waktu
kontak antara air dan udara. Cascades tersebut bisa dibentuk memanjang seperti
tangga ataupun melingkar. Area yang dibutuhkan untuk aerator cascade ini berkisar
antara 4 – 9 m2 / (50 L/s)(40 – 90 ft2/(Mgal/d)), tergantung dari jumlah anak tangga
yang digunakan.

(2) Aerator semprotan atau air mancur


Terdiri dari pipa yang menggantung di atas bak atau kolam dan di perpotongan pipa
tersebut terdapat nozzle. Tinggi pancuran, dalam hal ini berkaitan dengan waktu
kontak antara air dan udara ditentukan oleh tekanan pada pipa, dimana dispersinya
dipengaruhi oleh karakteristik nozzle. Diameter nozzle berkisar 2 – 4 cm. Yang
diperhatikan dalam mendesain aerator ini adalah tekanan, jarak nozzle, aliran tiap
nozzle. Tekanan sekitar 70 kPa (10 lb/in2) bisa menghasilkan aliran 5 – 20 L/s pada
setiap nozzle. Jarak nozzle berkisar 0,6 – 3,5 m.
(3) Penyebar suntikan, dimana udara dalam bentuk gelembung-gelembung kecil
disuntikkan ke dalam zat cair.
(4) Aerator mekanis yang meningkatkan pencampuran zat cair dan membuat air terbuka
ke atmosfer dalam bentuk buti-butir tetesan.
(5) Tray towers, aerator ini paling sering digunakan untuk mengoksidasi besi dan
mangan. Aerator ini mirip dengan cascade hanya airnya disemprotkan ke udara.
(6) Jet type, pada aerator ini air disemprotkan dari bawah ke atas melalui pipa berpori.
(7) Air Blowing, pada aerator ini udara disemprotkan ke dalam air.
(8) Contact type, pada aerator ini air dilewatkan melalui media berfilter. Filter yang
digunakan biasanya berbentuk kerikil (gravel) atau arang (coke).

Proses Koagulasi – Flokulasi

Untuk menghilangkan partikel-partikel halus dan hasil oksidasi dari proses


sebelumnya, maka dilakukan pengendapan partikel-partikel kasar sampai halus dengan
bantuan bahan kimia yang dinamakan koagulan dan flokulan.

Proses pengendapan atau koagulasi, proses ini bisa dilakukan dengan


menggunakan bahan kimia seperti bahan koagulan PAC , aluminium sulfat atau tawas
berfungsi sebagai koagulan yang dapat membantu mengendapkan kotoran-kotoran (flok-
flok) menjadi lumpur yang siap untuk dibuang.

Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid


halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk
mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak
mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai
gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-
ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang
bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut
dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara
lain adalah:

Pemberian bahan kimia ini sangat optimal pada kondisi keasaman tertentu,
sehingga perlu adanya reaktor tempat reaksi kotoran-kotoran partikel dengan bahan kimia
koagulan dengan kondisi yang tepat, konsentrasi, besarnya pengadukan , lamanya
pengadukan dan derajat keasaman yang terkontrol.

Koagulan yang umum dan sudah dikenal yang digunakan pada pengolahan air
adalah seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel. Jenis Koagulan

REAKSI pH
NAMA FORMULA BENTUK
DGN AIR OPTIMUM
Aluminium sulfat,
Al2(SO4)3.xH2O Bongkah,
Alum sulfat, Alum, Asam 6,0 – 7,8
x = 14,16,18 bubuk
Salum
NaAlO2 atau
Sodium aluminat Bubuk Basa 6,0 – 7,8
Na2Al2O4
Polyaluminium
Aln(OH)mCl3n-m Cairan, bubuk Asam 6,0 – 7,8
Chloride, PAC
Ferri sulfat Fe2(SO4)3.9H2O Kristal halus Asam 4–9
Ferri klorida FeCl3.6H2O Bongkah, Asam 4–9
cairan
Ferro sulfat FeSO4.7H2O Kristal halus Asam > 8,5

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain:

1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan;

2. Jumlah dan karakteristik koloid;

3. Derajat keasaman air (pH);

4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;

5. Temperatur air;

6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur;

7. Karakteristik ion-ion dalam air.

Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium
sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah
dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk pengontrol pH air yang
paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan
berlangsung efektif dibutuhkan derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan
gradien kecepatan (G).

Untuk mencapai derajat pengadukan yang memadai, berbagai cara pengadukan dapat
dilakukan, diantaranya:

1. Pengadukan Mekanis

Dapat dilakukan menggunakan turbine impeller, propeller, atau paddle impeller.

2. Pengadukan Pneumatis
Sistem ini menggunakan penginjeksian udara dengan kompresor pada bagian bawah bak
koagulasi. Gradien kecepatan diperoleh dengan pengaturan flow rate udara yang
diinjeksikan.

Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses


penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel
yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-
menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah
mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi.
Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah
pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka
proses penggabungan antar partikulat tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah
mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi
dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar
dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada
kompertemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi
proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok.

Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang
sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai
gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding
gradien kecepatan koagulasi.

Pemberian kaporit sebagai desinfektan dapat diberikan pada tahap ini, tetapi bisa
juga bersifat optional. Pemberiaan kaporit dilakukan untuk membunuh bakteri yang
berbahaya bagi kesehatan manusia.

Proses Pemisahan atau Klarifier

Perlakuan selanjutnya adalah memberikan kesempatan pada partikel-partikel yang sudah


membentuk flok-flok itu untuk dapat terpisah dari air bersihnya yaitu dengan cara
pengemdapan dengan klarifier. Pada bak ini flok-flok akan turun karena berat jenisnya
lebih tinggi dari air dan pembentukan flok itu semakin besar ketika posisi flok-flok itu
sudah berada dibawah

Pada alat penjernih konvensional (conventional clarifier) masing-masing tahap


penjernihan tersebut diatas dilaksanakan pada tempat terpisah sementara pada alat
penjernih moderen (modern clarifier) ketiga tahap penjernihan diatas dilaksanakan dalam
satu alat yang terintegrasi. Salah satu contoh ganerasi modern clarifier adalah vertical
tube clarifier yang merupakan clarifier yang dilengkapi dengan sekelompok tube yang
dimaksudkan untuk :
1. Membantu proses pembentukan flok
2. Memperbesar hambatan flok untuk naik ke zona jernih (memperbaiki proses
sedimentasi) Bila pada clarifier dimiringkan dengan kemiringan tertentu maka kinerja
dari clarifier diperkirakan akan meningkat karena dapat memperbaiki proses
pembentukan flok dan memperbesar tingkat kesulitan flok untuk naik ke zona jernih.
Unit ini dapat dibangun dan dioperasikan oleh masyarakat awam sehingga bisa dijadikan
sebagai unit pengolahan air bersih alternatif bagi masyarakat pedesaan. Bila masyarakat
dapat memenuhi kebutuhan air bersihnya dengan murah dan mudah maka
selanjutnya akan berdampak pada peningkatan taraf kesehatan, kecerdasan dan
produktivitas kerja mereka.
Pada umumnya proses pengolahan air bersih terbagi dalam tiga tahap yakni tahap
pengendapan alami, tahap penjernihan dan tahap penyaringan.
Proses pengendapan alami dimaksudkan untuk mengendapkan pengotor-pengotor
sebelum masuk ke dalam klarifier.
Pada tahap ini kotoran (padatan terdispersi) dibiarkan mengendap secara alami (efek
grafitasi) dengan mendiamkannya dalam selang waktu tertentu tanpa bantuan zat
penolong.
Sementara pada tahap penjernihan, kotoran (padatan terdispersi) diendapkan dengan
bantuan zat penolong (coagulation aid).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja klarifier antara lain :
1. Bentuk/disain Disain klarifier yang baik adalah disain yang mampu mengakomodasi
ketiga tahap klarifikasi (tahap koagulasi, tahap flokulasi dan tahap pengendapan) secara
efektif dan efisien.
2. Penambahan zat penolong
Jenis maupun dosis zat penolong (Coagulan Aid) akan sangat berpengaruh pada proses
pembentukan flok, sehingga secara keseluruhan juga akan berpengaruh terhadap kinerja
klarifier.
Ada dua jenis kelompok zat penolong yakni kelompok anorganik dan kelompok
organik. Kelompok anorganik pada umumnya bersifat basa sehingga cenderung
menurunkan pH air hasil olahan. Untuk menetralkannya kembali biasanya ditambahkan
larutan basa seperti Ca(OH)2. Sementara penggunaan kelompok organik tidak
mempengaruhi pH, hanya saja zat penolong kelompok ini lebih mahal dan sulit untuk
didapatkan.
Dosis zat penolong ditentukan oleh kualitas air umpan, bila kekeruhan air umpan
tinggi maka dosis zat penolongnya juga harus tinggi dan sebaliknya. Untuk menentukan
dosis zat penolong ini biasanya dilakukan test pendahuluan (Jar test) untuk setiap kali
perubahan kualitas air umpan.
Waktu tinggal/laju alir air Laju alir umpan air olahan dan volume klarifier akan
menentukan waktu tinggal flok dalam klarifier. Untuk volume klarifier yang sama
semakin besar laju alir maka semakin kecil waktu tinggal flok dalam klarifier dan
sebaliknya. Selanjutnya semakin kecil waktu tinggal flok dalam klarifier maka semakin
besar kemungkinan lolosnya flok ke zona jernih dan sebaliknya.
Pengaruh laju alir terhadap kinerja klarifier juga ditentukan oleh volume tube,
jenis coagulan, dosis coagulan dan pH air olahan.
Makin besar laju alir maka makin rendah tingkat kejernihan air hasil olahan yang
diperoleh. Hal ini terjadi karena pada laju alir yang besar kemungkinan lolosnya flok ke
zona jernih akan semakin besar pula dan sebaliknya.

Proses filtrasi (carbon actived), proses ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran –
kotoran yang masih terkandung dalam air dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas air
agar air yang dihasilkan tidak mengandung bakteri (sterile) dan rasa serta aroma air.
Biasanya proses ini menggunakan bahan sand filter yang disesuaikan dengan kebutuhan
baik debit maupun kualitas air dengan media filter (silica sand/quarsa, zeolite, dll)

Pada tahap kedua dialirkan melalui media pasir dan krikil. Kedua media ini berfungsi
untuk menahan partikel yang masih melayang (suspensi) di dalam air, sehingga
diharapkan nantinya air yang melalui media ini air dalam kondisi jernih dan sedikit
kandungan floknya.

Penyaringan pasir

Penyaringan pasir dilakukan untuk maksud menahan dari partikel-partikel halus yang
lolos terdorong aliran air di klarifier atau yang tak sempat mengendap di klarifier.

Bahan pasir yang dipakai pada unit ini berpariasi sangat bergantung kepada jenis proses
dan debit pengolahan yang dilakukan

Media filter yang umum digunakan sebagai filter adalah pasir. Menurut kecepatan dan
mekanisme pengalirannya, saringan pasir dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Saringan pasir cepat,


2. Saringan pasir lambat,

3. Saringan bertekanan.

Gambar untuk masing-masing jenis saringan disajikan pada halaman berikut :


Selama air kotor diarlirkan melewati saringan pasir berlangsung proses pembersihan yang
bekerja menurut proses-proses mekanis, pengendapan dan penyerapan, metabolisme
biologis dan perubahan elektrolisa.

Bahwa dalam lapisan suatu saringan pasir terdapat rongga-rongga kecil yang
memungkinkan air lewat sebagai aliran dalam tanah. Partikel halus yang tidak dapat lolos
dari rongga-rongga ini akan tertahan dan dengan demikian dapat memebaskan air dari
kandungan kotornya.

Rongga antara butiran tanah / pasir akan berlaku sebagai kolam sedimentasi, selanjutnya
kotoran halus akan mengendap di situ dan tidak akan lolos lagi karena adanya daya
adhesi dari butiran tanah / pasir yang mengikat kotoran. Selain itu proses penangkapan
kotoran ini dapat pula dipercepat oleh adanya gelatine yang menyelimuti butiran pasir
sebagai akibat adanya bakteri atau bahan kimia yang ikut terbawa dalam aliran.

Proses Klorinasi

Proses terakhir adalah proses pembunuhan bakteri, virus, jamur, makroba dan bakteri
lainnya yang tujuannya mengurangi patogen yang ada, proses ini menggunakan proses
chlorinator atau sterilisasi dengan menggunakan kaporit

Tahap terakhir air menjadi jernih seperti yang kita harapkan. Pada tahap ini
diperkenankan untuk memberikan kaporit kembali sebagai antisipasi pada saat proses
penyaringan tadi masih terdapat bakteri yang berbahaya bagi kesehatan tubuh kita

Kombinasi Karbon Aktif dan Ozonasi pada Proses Pengolahan Air Minum

Proses penjernihan air untuk mendapatkan air yang berkualitas telah dilakukan oleh
manusia beberapa abad yang lalu. Pada tahun 1771, di dalam edisi pertama Encyclopedia
Britanica telah dibicarakan fungsi filter (filtrasi) sebagai sistem penyaring untuk
mendapatkan air yang lebih jernih. Perkembangan selanjutnya dari proses pengolahan air
minum, telah menghasilkan bahwa pembubuhan zat pengendap atau penggumpal
(koagulan) dapat ditambahkan sebelum proses penyaringan (filtrasi). Selanjutnya proses
penggumpalan yang ditambahkan dengan proses pengendapan (sedimentasi) dan
penyaringan (filtrasi) serta menggunakan zat-zat organik dan anorganik adalah
merupakan awal dari cara pengolahan air. Kini ilmu pengetahuan telah berkembang
dengan cepatnya, telah diciptakan/didesain sarana pengolahan air minum dengan
berbagai sistem.

Untuk mengatasi hal ini, telah dikembangkan Teknologi Pengolahan Air Sistem Maju
(advanced system), di mana salah satu negara yang telah mengembangkannya adalah
Jepang dengan mengkombinasikan sistem ozonasi dan penyerapan dengan karbon aktif.
Ozon (O3) adalah molekul yang tersusun dari 3 (tiga) buah atom oksigen, senyawa ini
merupakan oksidator yang kuat, sehingga dapat digunakan sebagai oksidator dalam
penguraian zat/pencemar organik dalam proses pengolahan air. Ozon dibuat dari udara
yang diperkaya dengan oksigen. Konsentrasi ozon yang dihasilkan dari udara berkisar
antara 1,5-2,5% (berat/berat). Jika diproses dari bahan dasar oksigen murni dengan
menggunakan generator yang sama, konsentrasi ozon dapat mencapai 3-5%.

Ozonasi merupakan proses pengolahan air yang relatif baru di Jepang, proses ini diteliti
hampir 100 tahun. Dasar penerapannya diperoleh dari sumber artikel yang diterbitkan dan
pengalaman operasional hingga proses desainnya. Ozon adalah gas yang bersifat racun,
mudah terbakar, menggunakan sumber listrik bertegangan tinggi, dan jika sistemnya
menggunakan oksigen sebagai gas umpan akan menjadi lebih berbahaya. Meskipun
demikian, sistem ozonasi memberikan resiko bahaya lebih kecil dibandingkan sistem
chlorinasi, karena sistemnya dapat segera dihentikan bila ozon bocor. Secara umum
tahapan proses keseluruhan pengolahan air sistem maju adalah sebagai berikut: koagulasi
sampai dengan filtrasi, ozonasi Karbon Aktif Granular (GAC) Chlorinasi. Ada kalanya
filtrasi dilakukan pada tahap terakhir seperti di Fasilitas Pemurnian Air (FPA)
Kanamachi, Tokyo, sedangkan di FPA Kunihima Osaka, ozonasi dilakukan sebanyak 2
kali yaitu sebelum dan sesudah filtrasi. FPA Kanamachi dibangun di antara fasilitas
sedimentasi (pengendapan) dan filtrasi (penyaringan), kapasitas pemurnian per hari
adalah 0,52 juta meter kubik. Fasilitas pemurnian air tersebut terdiri dari 10 tanki kontak
ozon yang bertipe aliran atas bawah dengan ruangan bersekat tiga. Kedalaman air yang
efektif yaitu 6 meter, waktu kontak ± 12 menit dan kecepatan umpan ozon maksimum 3
mg ozon/liter. Masing-masing tanki pengontak mempunyai ruang penahan yang
mempunyai waktu retensi ± 6 menit. Fasilitas adsorbsi karbon aktif terdiri dari 24 tanki
dan masing-masing mempunyai luas permukaan 100 m2. Sebagaimana letaknya, FPA
Kanamichi dekat dengan laut, kualitas air baku dipengaruhi oleh proses di muara sungai.
Pada tahun-tahun belakangan ini, pencemaran air baku terjadi karena urbanisasi yang
cepat. Air buangan domestik mengandung pencemar organik seperti N-amonia dan
surfaktan anionik (deterjen sintesis). Untuk mencapai penyisihan bau apek (musty odor)
yang lebih stabil dan efektif, Badan Pengairan Pemerintah Daerah Metropolitan Tokyo
(BWT) memutuskan untuk memperkenalkan pengolahan air sistem maju (advanced
system), yaitu kombinasi pengolahan secara ozonasi dan penyerapan menggunakan
karbon yang diaktivasi secara biologis (Biological Activated Carbon = BAC) yang mulai
beroperasi pada bulan juni 1992. Sistem baru tersebut dapat menyisihkan bau apek,
menjadi air yang layak bagi konsumen. Selain itu proses ini mampu menyisihkan
surfaktan anionik, zat organik dan anorganik yang bersifat toxic (racun) sebesar 80%.

Adapun tahapan proses secara keseluruhan adalah sebagai berikut:

FPA Kanamichi dibangun dalam 2 tahap: Tahap pertama fasilitas mulai beroperasi pada
bulan Juni 1992 dan tahap kedua pada bulan April 1996. Kapasitas total sistem ini adalah
520.000 m3/hari. Biaya konstruksi fasilitas tersebut adalah sekitar 30 bilyun yen atau
kurang lebih 2 trilyun rupiah. Biaya ini tidak termasuk pengolahan ozonasi dan BAC,
pompa, pipa transmisi antara fasilitas konvensional dan fasilitas pemurnian sistem maju.

B. Ultrafiltrasi Saring Zat Berbahaya dalam Air Minum

C. Pemurni Air Sistem Membran Reverse Osmosis

Membran reverse osmosis menghasilkan air murni 99,99%. Diameternya lebih kecil dari
0.0001 mikron (500,000 kali lebih kecil dibandingkan dengan sehelai rambut). Sama
halnya dengan penyaring mikron, membran ini berfungsi membuang berbagai kotoran,
bahan mikro, bakteri, virus dan sebagainya. Produk akhir adalah air bersih yang siap
minum dan bebas bakteri patogen. Skema mekanisme kerja membran reverse osmosis
dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Proses lanjut air bersih

Proses Water Treatment System atau proses pengolahan air yang merupakan air yang
bersih higienis dan bebas dari segi fisika maupun kimia.

Proses pengolahan air ini untuk kondisi pasar sekarang alangkah baiknya dan kompetitif
yaitu dengan menggunakan proses pemurnian air (Reverse Osmosis System) yang mana
dengan proses ini air yang dihasilkan akan menghasilkan air yang benar-benar murni
bebas dari kandungan-kandungan mineral serta zat-zat beracun lainnya, serta akan
kompetitif dengan merek lainnya yang masih mengunakan proses pengolahan air secara
mineral, yang mana proses pengolahan air mineral sudah dan akan terkalahkan dengan
maraknya depot-depot air minum isi ulang yang prosesnya tidak berbeda dengan air
mineral kemasan, perbedaannya hanya dari segi kapasitas mesin serta kapasitas
produksinya.

Untuk itu kami memaparkan proses pengolahan AMDK ( Air Minum Dalam Kemasan )
yang diproses secara / melalui proses pengolahan air secara murni dengan menggunakan
tekhnologi Reverse Osmosis System ( Pemurnian Air).

Dalam proses ini (Reverse Osmosis) ada tahapan-tahapan yang harus diperhatikan antara
lain:

 Sumber air bahan baku


 Proses Water treatment
 Jenis Reverse Osmosis
 Kapasitas produk yang diharapkan

Proses Water Treatment

Proses Water Treatment atau proses pengolahan air untuk umpan ke-ketahapan mesin
selanjutnya harus memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi agar kondisi mesin
selanjutnya tidak cepat rusak dan aus. Yang harus diperhatikan adalah ; kapasitas filter-
filter pendukung , media yang digunakan, bahan tabung filter yang digunakan , perawatan
yang dilakukan.

Jenis Mesin Reverse Osmosis

Untuk Proses Reverse Osmosis ini peralatan yang digunakan harus benar-benar hapy
duty, tahan lama / tidak mudah rusak dan tahan untuk kerja berat.

Proses Reverse Osmosis ini harus disesuaikan dengan kualitas air bahan baku agar
kondisi serta kualitas air hasil benar-benar sempurna, dan harus dilakukan perawatan
yang continu serta pemilihan bahan-bahan yang berkualitas.

 Reverse Osmosis ( RO ) ?
 Teknologi Pengolahan Air Minum

Pemurnian (penyaringan air) dengan reverse osmosis melalui 4 tahap, yakni:

Penyaring air 1

Bahan fiber 5 mikron yang berfungsi menyaring bahan dalam air seperti: karat, pasir,
kapur yang menyebabkan penyakit hati, perut, batu dan disfungsi pada organ tubuh. Juga
menyaring mikroba seperti yeast (ragi) bir, fungi (jamur) yang menyebabkan penyakit
membranmukus pada perut dan hati.

Penyaring air 2

Pre-karbon granular aktif berbentuk butiran yang berfungsi menyaring bahan dalam air
seperti: bahan organik, bau, warna, bahan pencuci, klorin bahan penyebab kanker
triklorometana. Juga menyaring acid amino, proteolipid (minyak busuk), racun serangga,
pembunuh kuman, phosphorus organik bahan penyebab kanker, keracunan, sakit perut,
muntah dan hepatitis.
Penyaring air 3

Membran reverse osmosis yang terbuat dari bahan Poly Amide TFC yang mempunyai
daya saring membran 0.0001 mikron yang hebat dan berfungsi menyaring bahan dalam
air seperti: karbon; bakteri; virus penyebab polio dan encephalitis; desinfektan penyebab
iritasi pada rongga mulut, shock dan sesak napas; zat peluntur seperti: xenon perokside,
sodium percarbonat, sodium perborat, oxalate yang menyebabkan inflamasi rongga
mulut, pencernaan atas, usus, muntah, perut, liver, sakit kepala dan batu ginjal; senyawa
kimia beracun seperti: potassium chlorate, cyanide bromide penyebab gangguan ginjal,
muntah, sakit perut, jantung, anemia, nausea dan kanker; zat pewarna penyebab
gangguan liver, syaraf dan ginjal, garam penyebab darah tinggi; logam berat (arsenik,
plumbum, kadmium, merkuri, tembaga, seng, besi) penyebab gangguan syaraf, ginjal,
kelenjar, sistem pencernaan dan darah.

Penyaring air 4

Post-carbon aktif berkualitas tinggi yang berfungsi menyaring bahan dalam air seperti:
menyerap sisa bahan organik, bau, menjamin rasa dan kualitas air yang bermutu.

Beberapa Metoda Pemurnian Air

Metoda Kelebihan dan Kekurangan


Pemurnian Air
Air Murni a. Air murni dengan kandungan oksigen yang tinggi dapat
1
menguatkan sel-sel dan organ-organ tubuh, meningkatkan
Reverse
daya tahan dan daya penyembuhan tubuh;
Osmosis
b. Bebas dari segala jenis logam berat, kotoran dan kuman.
Mengandung zat mineral tanpa ion;

c. Dapat diminum langsung.


Air Penukaran a. Biaya operasi tinggi dan memerlukan penyelengaraan yang
2
Ion profesional;
b. Hanya membuang logam berat tetapi masih mengandung
banyak natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi,
pengapuran pembuluh darah dan masalah jantung;

c. Bahan-bahan organik, bakteri dan virus tidak dapat disaring.


Air a. Biaya tinggi, penggunaan secara terus menerus akan
3
Penyulingan memboroskan listrik dan harus selalu membersihkan endapan
yang tertinggal secara rutin;
b. Hasilnya dianggap sebagai air mati karena kekurangan
oksigen dan berbau;

c. Gagal untuk membuang bahan organik seperti


triklorometana..
Air dari a. Mutu berbeda dan terdapat perbedaan yang cukup besar
4
Penyaringan dalam hasil;
Karbon b. Tidak dapat membuang virus, logam berat, asbestos, nitrat
Teraktif dan bahan lain-lain;

c. Mudah menjadi tempat pembiakan kuman dan bakteri.


Pengendapan a. Kualitas tidak stabil;
5
b. Tidak dapat membuang bakteri, logam berat, asbestos, nitrat,
garam, dsb

c. Tempat pembiakan bakteri.


Air Mendidih a. Berfungsi untuk membunuh bakteri, tapi sisanya tetap
6
tertinggal dalam air;
b. Mempercepat reaksi antara bahan organik untuk bergabung
dengan klorin yang membentuk triklorometana;

c. Pada saat mendidih terjadi uap air (penguapan). Hal ini


menyebabkan bertambahnya kepekatan bahan pencemaran air
dan sisa kalsium.
Sterilisasi Ozon a. Hanya dapat membunuh bakteri, hasilnya lebih buruk
3
dibandingkan dengan metode pendidihan;
b. Biaya tinggi, harus menukar tabung lampu setiap 3-6 bulan;

c. Tidak dapat menyaring keluar bahan pencemar.


Air Hasil a. Dapat membunuh bakteri, tetapi kurang efektif dibandingkan
4
Cahaya Ultra dengan air mendidih;
Violet b. Biaya tinggi, memerlukan penukaran tabung lampu setiap 3-6
bulan;

c. Selain membunuh bakteri, ia tidak dapat menghapus kotoran


lain.
Air Mineral a. 45% dari air mineral di pasaran mengandung bahan fosforus;
5
b. Mutu berubah dan kebersihan tidak terjamin;

c. Mahal.

Sumber: Meredith Holford, 2005

Langkah-langkah penjernihan sebagai berikut :

Jenis pengolahan di atas sebenarnya adalah embrio bagi PDAM-PDAM seluruh


Indonesia dalam menerapkan teknnologi pengolahan air skala besar. Pada pengolahan di
atas terdapat unit-unit pengolahan air yang sering diterapkan di PDAM, yaitu : Koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi. Koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan
desinfeksi terdapat pada tahap pertama kali penyaringan (lihat gambar di atas).
Sedangkan filtrasi terdapat pada tahap kedua dan ketiga yaitu berupa pemasangan media
pasir, krikil, arang dan ijuk.

Ternyata nenek moyang kita secara tidak langsung memberikan pelajaran berharga
kepada kita semua. Sekarang bagaimana dengan kita sendiri ?, sudahkah kita melakukan
inovasi yang berharga bagi anak cucu kita kelak ?. Selamat berkarya, semoga kita
melahirkan maha karya yang dapat dikenang sepanjang masa. Wallahu a’lam
bishshowab.
Pemberian Bahan Kimia Pada Softening

Pelunakkan melalui pemberian bahan kimia adalah sama caranya seperti yang dilakukan
pada penanganan kekeruhan (removal of turbidity) dengan koagulasi, flokulasi, dan
sedimentasi.
Ada banyak variasi, tetapi proses yang khas adalah melibatkan penambahan kapur (lime)
untuk menaikkan pH air sampai cukup tinggi untuk reaksi yang terjadi pada senyawa
kesadahan yang digunakan untuk mengendapkan dari air tersebut. Peralatan yang
digunakan juga menyerupai peralatan penanganan kekeruhan (removal of turbidity) –
kapur (lime) ditambahkan pada pengadukkan cepat (flash mixer), kemudian air
diflokulasi, dan setelah itu senyawa-senyawa kesadahan (hardness compounds)
menggumpal dan mengendap secara gravitasi di dalam bak sedimentasi.

Air tanah adalah yang paling sering dilakukan pelunakkan dibandingkan dengan air
permukaan. Air tanah tidak memerlukan flokulasi dalam rangka menangani kekeruhan,
tetapi proses pelunakkan kadang-kadang dapat menggantikan penanganan kekeruhan
tersebut. Jika penanganan kekeruhan (removal of turbidity) dan pelunakkan (softening)
diperlukan, maka dua proses tersebut dapat dilakukan bersamaan secara serempak, yaitu
menggunakan peralatan dan bahan kimia yang sama. Penggunaan kapur (lime) dapat
mengurangi kesadahan karbonat. Jika abu soda (soda ash) ditambahkan seperti halnya
penambahan kapur (lime), maka kesadahan karbonat dan nonkarbonat dapat dihilangkan.
Di dalam kasus lainnya kita sering menjumpai, penambahan bahan kimia justru tidak
menghilangkan semua kesadahan yang ada di air, tetapi kesadahan hanya dapat turun
menjadi 30 sampai 40 mg/L, walaupun hasil akhir yang sering adalah 80 hingga 90
mg/L. Penambahan bahan kimia adalah suatu proses pelunakkan yang efektif, tetapi juga
mempunyai beberapa kerugian. Proses ini memerlukan banyak operator yang digunakan
dalam rangka mendapatkan hasil yang efisien, tetapi untuk bangunan pengolahan yang
kecil pemakaian operator bisa efisien. pH air yang tinggi pada pelunakkan dengan kapur
dapat menghasilkan warna di dalam air dan membuat warna tersebut sukar untuk
dihilangkan. Akhirnya, pelunakkan dengan kapur dapat menghasilkan lumpur dalam
jumlah yang besar serta menciptakan permasalahan dalam proses pembuangannya.
sitilah softening dalam istilah teknik lingkungan sangatlah familiar, hanya saja kalau
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pelunakan mungkin banyak yang tidak
mengerti, sehingga kadangkala istilah-istilah asing yang sudah familiar ditelinga kita
memang sebaiknya tidak diterjemahkan agar tidak menimbulkan salah pengertian. Saya
mencoba menerjemahkannya menjadi pelunakkan, karena pada beberapa literatur yang
berbahasa Indonesia saya menjumpai kata pelunakkan tersebut yang merupakan
terjemahan dari softening.
Ada beberapa jenis proses pengolahan yang dapat digunakan untuk melunakkan air. Pada
setiap proses pengolahan, hasil akhir yang diharapkan adalah sama. Air yang dilunakkan
harus mempunyai suatu kesadahan (hardness) sekitar 80 hingga 90 mg/L sebagai kalsium
karbonat (CaCO3). Jika air yang dilunakkan lebih lanjut (seperti dalam proses pertukaran
ion/ion exchange), air sadah harus dicampur dengan air yang dilunakkan untuk mencapai
tingkat kesadahan yang diinginkan. Air terlalu lunak (soft) juga tidak terlalu baik, karena
air mineral salah satu unsurnya adalah calsium, tetapi terlalu tinggi juga tidak baik karena
dapat menyebabkan air sabun tidak dapat berbusa serta dapat menyebabkan karatan pada
pipa.

Jenis-jenis Pelunakkan (Softening)

1. Pelunakan pertukaran Ion (Ion exchange softening), juga dikenal sebagai


pelunakan zeolit (zeolite softening), air melalui suatu saringan yang berisi resin granular
(butiran-butiran kecil). Di dalam saringan, dikenal sebagai pelunak (softener), calsium
dan magnesium di dalam air ditukar (exchanged) pada sodium dari resin granular
(butiran-butiran kecil). Air yang dihasilkan nantinya mempunyai kesadahan (hardness) 0
mg/L dan harus dicampur dengan air sadah untuk mencegah terjadinya masalah
kelunakan (softness) ketika air didtribusikan ke rumah-rumah
penduduk.

Pelunakan pertukaran ion tidak memerlukan pengadukan


cepat, bak flokulasi, dan bak sedimentasi seperti yang terjadi
pada pelunakkan dengan kapur-abu soda. Sebagai tambahan,
proses ini tidak memakan banyak waktu seorang operator.
Pelunakan pertukaran ion adalah sangat efektif pada penurunan kesadahan karbonat dan
non karbonat, dan pelunakan dengan pertukuran ion sering digunakan untuk kesadahan
non karbonat yang tinggi dengan total juga mempunyai kerugian. Kalsium dan
magnesium di (dalam) air kesadahan kurang dari 350 mg/L.

Bagaimanapun, pelunakan dengan pertukaran ion (ion exchange softening) mengandung


mineral digantikan oleh ion sodium, yang dapat menyebabkan permasalahan kesehatan
karena air yang dikonsumsi mengandung kadar garam. Penanganannya adalah pelunak
(softner) harus di backwash dengan cara yang sama seperti pada saringan, dan
memberikan imbuhan air, keadaan seperti itu kita kenal dengan nama brine.

2. Pelunakan Reverse-Osmosis (Reverse-osmosis softening). Pelunakkan ini


mengalirkan air dengan tekanan melalui suatu selaput semi-permeable. Kalsium,
magnesium, dan padatan terlarut (dissolved solid) ditangkap ketika air yang dilunakkan
dilewatkan melalui membran tersebut.

3. Electrodialysis. Pelunakkan dengan cara ini air dilewatkan diantara dua plat dengan
muatan listrik. Metal-metal di dalam air ditarik ke plat dengan muatan negatif sementara
yang non metal ditarik ke plat dengan muatan positif. Kedua jenis ion ini dapat ditangani
dengan plat. Electrodialysis sering digunakan pada air yang sangat sadah, dengan
kesadahan lebih dari 500 mg/L sebagai CaCO3.
4. Penyulingan (Distillation). Pelunakkan dengan
cara ini dilakukan dengan penguapan air. Air yang
diuapkan meninggalkan semua senyawa kesadahan,
sehingga air yang dihasilkan menjadi lunak.

5. Pembekuan (Freezing) juga dapat digunakan


untuk menurunkan kesadahan.

Menggunakan Pelunak Atau Tidak?

Karena pelunakkan bukanlah satu-satunya yang diperlukan dalam proses pengolahan,


maka bangunan pengolahan haruslah memutuskan ya atau tidaknya untuk menggunakan
softening. Keputusan ini harus dibuat secara hati-hati dengan menimbang keuntungan
dan kerugian-kerugian dari pelunakan tersebut.

Sisi positifnya, pelunakkan akan dapat menangani permasalahan kesadahan yang


menyebabkan air sukar berbusa dan penyebab terjadi pengerakkan (scaling). Sebagai
tambahan, tergantung pada jenis proses pelunakkan yang digunakan, pelunakkan juga
membantu proses pengolahan air lainnya. Pelunakkan juga sering digunakan untuk
menurunkan kadar besi (fe) dan mangan (mn), mengurangi rasa dan bau, mengurangi
kandungan padatan total (total solid), dan dapat menangani radioaktifitas. pH yang tinggi
dihubungkan dengan pelunakkan dengan kapur yang dapat membantu dalam proses
disinfeksi. Akhirnya, ketika air distabilkan dengan menggunakan rekarbonasi pada akhir
proses pelunakkan dengan kapur, maka karatan di dalam sistem distribusi dapat
dihindarkan.

Bagaimanapun, semua proses pelunakkan membawa suatu kepada biaya tertentu. Sebagai
tambahan, pelunakkan dapat menyebabkan beberapa permasalahan lain. pH yang tinggi
berhubungan dengan pelunakkan dengan kapur cenderung untuk menyukai pembentukan
hipoklorit sebagai residu khlor, dan hipoklorit adalah adalah salah satu disinfeksi yang
kuat dibanding residu klor bebas lainnya. pH yang tinggi juga dapat meningkatkan
trihalomethane di dalam air. Jika air tidaklah distabilkan dengan baik setelah pengolahan,
maka air bersifat korosif yang dapat merusak sistem pipa distribusi. Akhirnya,
pelunakkan dengan pertukaran ion, seperti uraian di atas, dapat juga menyebabkan
permasalahan berupa kadar sodium tinggi di dalam air yang diolah. Pelunakaan dengan
kapur dan pertukaran ion juga menciptakan permasalahan baru berupa pembuangan
limbahnya.

Anda mungkin juga menyukai