Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah

Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik
secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya (Mahida,
1984).
Air limbah merupakan air yang keluar dan tidak terpakai lagi dari suatu
aktivitas (Industri, rumah tangga, supermarket, hotel dan sebagainya). Air limbah
ini biasanya mengandung berbagai zat pencemar (kontaminan) seperti padatan
tersuspensi, padatan terlarut, logam berat, bahan organik, bahan beracun, dan
dapat bertemperatur tinggi. Air limbah ini umumnya akan dibuang ke badan air
penerima seperti sungai, laut dan kedalam tanah. Pembuangan air limbah
dengan kandungan berbagai zat pencemar mengakibatkan terjadinya
pencemaran pada sungai, laut, tanah dan bahkan mencemari udara (Sumada,
2012).
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan
berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang
dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup
dan sumberdaya (Ginting, 2007). Secara umum dapat dikemukakan bahwa
limbah cair adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri
serta tempat-tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang
dapat membahayakan kesehatan manusia sertamengganggu kelestarian
lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).
2.2 Parameter Air Limbah

Penentuan unit dalam IPAL didasarkan pada karakteristik air limbah.


Karakteristik air limbah digambarkan oleh nilai setiap parameter yang dalam air
limbah dan menggambarkan tingkat toksisitas limbah tersebut. Secara garis
besar, karakteristik air limbah digolongkan menjadi karakteristik fisik, kimia dan
biologi (Tchobanoglous, 2003). Sifat fisik air limbah dapat diketahui dengan
melihat nilai dari suhu, jumlah padatan (tersuspensi dan terlarut), warna, bau.
Karakteristik kimia terdiri dari nilai kandungan oksigen, COD, pH, Biochemical
Oxygen Demand (BOD), logam berat, fenol, nitrit, nitrat, total fosfor (TP),
Methylene Blue Active Substances (MBAS), total nitrogen (TN), dan hydrogen
(H2S). Sifat-sifat kimia ini menggambarkan mutu air buangan suatu industri.
Selain sifat kimia, sifat biologi dari air limbah juga menjadi tolak ukur tingkat
toksisitasnya. Karakteristik biologis menggambarkan jumlah dan jenis
mikroorganisme dalam air limbah serta dampaknya terhadap lingkungan, apabila
air limbah dilepas ke badan air tanpa diolah (Siregar, 2005).
Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah
antara lain (Kusnoputranto, 1985) :
1.Kandungan Zat Padat
Yang diukur dari k andungan zat padat ini adalah dalam bentuk Total
Solid Suspended (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS). TSS adalah padatan
yang menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap
langsung. TDS adalah padatan yang menyebabkankekeruhan pada air yang
sifatnya terlarut dalam air.
2.Kandungan Zat Organik
Zat organik di dalam penguraiannya memerlukan oksigen dan bantuan
mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur
BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik
bahan-bahan organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan suhu tertentu
(biasanya lima hari pada 200C).
3.Kandungan Zat Anorganik
Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi
kualitas air limbah antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phospor, H2 O
dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.
4.Gas
Adanya gas N2, O2, dan CO2pada air buangan berasal dari udara yang
larut ke dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4 berasal dari proses
dekomposisi air buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan
mengukur DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering
digunakan untuk menentukan banyaknya/besarnya pencemaran organic dalam
larutan, makin rendah DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.

5.Kandungan Bakteriologis
Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia.
Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk
menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit
sehingga parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan
coliform (MPN/ Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta
perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mili air buangan.

6. pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH
yang kecil akan menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air
bila dibuang ke perairan terbuka.

7.Suhu
Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara
tapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan
dalam air. Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat
serta kenyamanan dalam badan badan air.

2.3 Pengolahan Air Limbah

2.3.1 Unit Proses Pengolahan Limbah


Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan
dilakukan melalui proses fisika, kimia, dan biologis atau gabungan ketiga proses
tersebut. Berdasarkan sistem unit operasinya, teknologi pengolahan limbah
diklasifikasikan menjadi unit operasi fisik, unit operasi kimia dan unit operasi
biologi, sedangkan bila dilihat dari tingkatan perlakuan pengolahan maka sistem
pengolahan limbah diklasifikasi menjadi pre treatment, primary treatment system,
secondary treatment system, serta tertiary treatment system. Setiap tingkatan
treatment terdiri pula atas sub-sub treatment yang berbeda (Sugiharto, 1987).
Proses pengolahan limbah cair berdasarkan tingkatan dan perlakuannya dapat
digolongkan menjadi 5 golongan. Akan tetapi, dalam suatu instalasi pengolahan
limbah, tidak harus kelima tingkatan ini ada atau dipergunakan (Kurniadhie,
2011).
1. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan (pre treatment), dilakukan apabila didalam limbah
cair terdapat banyak padatan terapung atau melayang misalnya berupa ranting,
kertas, dan pasir. Dapat digunakan saringan kasar, bak penangkapan lemak, bak
pengendapan pendahuluan dan septic tank.

2. Pengolahan tahap pertama


Pengolahan tahap pertama (primary treatment), untuk memisahkan bahan-
bahan padat tercampur (ukuran cukup kecil). Netralisasi termasuk juga dalam
tahap pengolahan tahap pertama. DApat dilakukan secara kimia (netralisasi,
koagulasi) dan fisika (sedimentasi, floatasi/pengapungan).

3. Pengolahan Tahap kedua( secondary trearment)


Pengolahan ini biasanya melibatkan proses biologi : Lumpur aktif, bak aerob,
dan bak anaerob

4. Pengolahan tahap ketiga (tersieri treatment)


Digunakan apabila ada zat yang mebahayakan. Pengolahan tahap ketiga
merupakan bentuk pengolahan khusus sesuai dengan polutan yang dihilangkan,
misalnya pengurangan besi dan mangan. Contoh lain misalnya penggunaan
karbon aktif, menghilangkan ammonia.

5. Pengolahan tahap keempat


Pembunuhan
Primary treatmentkuman (desinfektan) adalah pengolahan tahap
Secondary keempat.
treatment
Dilakukan apabila pengolahan limbah cair mengandung bakteri pathogen

Influent
Air Chlorine Effluent

Collection Screening & Grit Primar Aeration Secondar Chlorine


system comminution chamber y y settling contact
settling
Primary sludge
Activated sludge
Screening Grit

Thickener Anaerobic Biosolid


disgester dewaterin
g

Biosolid disposal
Gambar 2.1 Pengumpulan dan pengolahan air limbah (Spellman, 2009)
influent

F
ws
vC

R Effluent
S AT

R
S
Pump
WA
S
T-
ws
C
v

A Coagula Centrate
D nnt C

Cake

Pump

AT Aeration Tank AD Aerobic Disgester


FC Final Clarifier T-C Thickener-Clarifier
RS Return Sludge S Supernatant
WAS Waste Activated Sludge C Centrifugal

Gambar 2.2 Complately Mixed Activate Sludge Plant for an Industrial Wastewater

Primary treatment atau fase bendahuluan bertujuan untuk menyisihkan


materi padat, menyeragamkan debit, memisahkan minyak dan lemak serta
menurunkan suhu apabila limbah yang masuk kedalam unit pengolahan limbah
dalam keadaan panas. Menurut Burton (1991), unit-unit dalam pengolahan
pendahuluan ini antara lain, saringan (bar screen), pencacah (communitor), bak
penangkap pasir (grit chamber), penangkap lemak dan minyak (skimmer and
grease trap), dan bak penyetaraan (equlization basin). Setelah melalui
pengolahan pendahuluan, air limbah masuk ke dalam unit pengolahan pertama
(primary treatment). Fase pengolahan ini bertujuan mengurangi kandungan
padatan tersuspensi melalui proses pengendapan. Dalam unit ini, efisiensi
penurunan konsentrasi BOD dapat mencapai 35%, sedangkan Total Suspended
Solid (TSS) berkurang hingga 60%. Penurunan kandungan BOD dan SS pada
tahap awal ini akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap kedua.
Selanjutnya, air limbah melalui pengolahan kedua berupa proses biologis. Dalam
proses ini, kandungan oksigen atau Dissolved Oxygen (DO) dalam air limbah
sangat diperlukan bagi mikroorganisme aerobik dalam aktivitas mendegradasi
pencemar. Selain DO, stabilitas pH dan temperatur juga sangat berpengaruh
dalam perkembangbiakan mikroorganisme (Tchobanoglous 2003). Apabila hasil
keluaran dari pengolahan terdahulu masih mengandung zat berbahaya tertentu,
pengolahan tersier perlu ditambahkan. Pengolahan tambahan bersifat khusus
atau spesifik, tergantung pada zat yang ingin dihilangkan. Unit yang biasanya
digunakan dalam tahap pengolahan tersier adalah saringan pasir, desinfeksi dan
pengolahan lanjut (Dewi, 2014).

2.3.2 Ekualisasi
Bak ini berfungsi untuk menampung air sebelum dilakukan pengolahan
lebih lanjut. Bak Equalisasi ini dimaksudkan untuk menangkap benda kasar yang
mudah mengendap yang terkandung dalam air baku, seperti pasir atau dapat
juga disebut partikel diskret. Penggunaan unit Equalisasi selalu ditempatkan
pada awal proses pengolahan air, sehingga dapat dicapai penurunan kekeruhan.
Equalisasi merupakan bak pengendapan material pasir dan lain-lain yang tidak
tersaring pada screen, serta merupakan pengolahan fisik yang kedua (Adnan,
2012).
Bak Equalisasi pada umumnya berbentuk segi empat dan melingkar.
Pada unit ini, pengendapan secara gravitasi dan tidak ada penambahan bahan
kimia.Bak ini digunakan untuk mengatasi adanya masalah operasional, adanya
variasi debit dan menangani adanya masalah penanganan kualitas limbah cair
yang akan masuk ke unit-unit pengolahan limbah (Saraswati, 2000). Untuk
perencanaan diperlukan sekali data mengenai debit minimal, debit rata-rata,
debit puncak (Eddy, 1991)
Equalisasi bukan merupakan suatu proses pengolahan tetapi merupakan
suatu cara/ teknik untuk meningkatkan efektivitas dari proses pengolahan
selanjutnya. Keluaran dari bak equalisasi adalah adalah parameter operasional
bagi unit pengolahan selanjutnya seperti aliran, level/ derajat kandungan
polutan, temperatur, padatan. Kegunaan dari equalisasi adalah (Adnan, 2012) :
1. Membagi dan meratakan volume pasokan (influent) untuk masuk pada
proses treatment.
2. Meratakan variabel & fluktuasi dari beban organik untuk menghindari
shock loading pada sistem pengolahan biologi
3. Meratakan pH untuk meminimalkan kebutuhan chemical pada proses
netralisasi.
4. Meratakan kandungan padatan (SS, koloidal dan lain sebagainya) untuk
meminimalkan kebutuhan chemical pada proses koagulasi dan
flokulasi.Sehingga dilihat dari fungsinya tersebut, unit bak equalisasi
sebaiknya dilengkapi dengan pengaduk, atau secara sederhana
konstruksi/ peletakan dari pipa inlet dan outlet diatur sedemikian rupa
sehingga menimbulkan efek turbulensi. Idealnya pengeluaran (discharge)
dari equalisasi dijaga konstan selama periode 24 jam, biasanya dengan
cara pemompaan maupun cara cara lain yang memungkinkan.
Untuk menentukan kebutuhan volume bagi bak equalisasi, perlu diketahui
dahulu flow patern dari discharge limbah yang ada, seperti kita ketahui sangatlah
jarang dan langka discharge limbah yang konstan dari waktu ke waktu, karena
jika discharge dan bebannya sudah konstan maka tidaklah perlu dibuat bak
equalisasi. Untuk mendapatkan data flow patern perlu dilakukan pengukuran
debit limbah secara periodik (misalnya setiap 30 menit atau setiap jam) dalam
kurun waktu tertentu, tergantung pada proses yang ada ( 24 jam, 1 minggu, 1
bulan dan sebagainya) artinya adalah terdapat siklus proses yang selesai dalam
1 hari dan diulang ulang lagi proses tersebut pada hari berikutnya, untuk kasus
tersebut pengukuran debit limbah cukup dilakukan selama 24 jam, tetapi ada
kasus lain dimana siklus proses memakan waktu sampai beberapa hari, artinya
proses hari ini berbeda dengan proses esok harinya dan berbeda juga pada hari
lusanya dan seterusnya, sehingga pada kasus ini perlu diamati terus minimal
selama satu siklus (Adnan, 2012).

2.3.3 Koagulasi-Flokulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena
penambahan bahan sintetik tertentu sehingga partikel-partikel tersebut bersifat
netral dan membentuk endapan karena adanya gaya gravitasi. Koagulasi secara
kimia dapat dilakukan dengan penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang
berbeda muatan, dan penambahan koagulan. Salah satu cara pengolahan air
adalah melalui proses koagulasi-flokulasi. Pemisahan koloid dapat dilakukan
dengan cara penambahan koagulan sintetik ataupun koagulan alami yang diikuti
dengan pengadukan lambat pada proses flokulasi sehingga menyebabkan
penggumpalan partikel-partikel koloid yang kemudian sebagian besar dapat
dipisahkan dengan sedimentasi (Tebbutt, 1992). Proses koagulasi-flokulasi
dapat menggunakan bahan koagulan sintetis dan alami. Proses koagulasi
merupakan proses destabilisasi koloid dengan adanya pembubuhan koagulan.
Bahan koagulan dapat berupa sintetik seperti ferro sulfat (FeSO4), alumunium
sulfat atau alum (Al2(SO4)3), dan Poly Alumunium Chloride (PAC)
(Al2(OH)3Cl3)10Al3+ dari PAC dan Al2(SO4) akan bereaksi dengan OH-
membentuk Al(OH)3 yang mudah mengendap (Dhallawati, 2000 ).
Teknik laboratorium uji jar biasanya bantuan koagulan yang tepat, jika
diperlukan, dan dosis kimia yang diperlukan untuk koagulasi air tertentu. Dalam
tes ini, sampel dari ar air dituangkan ke dalam serier dari kaca baker, dan
berbagai dosis koagulan dan bantuan koagulan ditambahkan ke gelas. isi
dengan cepat diaduk untuk simulasi pencampuran cepat. Kemudian perlahan
diaduk untuk flokulasi simulasi diperbolehkan menetap. aften waktu tertentu.
pengadukan tersebut berhenti dan flok terbentuk diperbolehkan untuk menetap.
aspek yang paling penting untuk diperhatikan adalah waktu untuk pembentukan
flok, ukuran flok, karakteristik menetap, kekeruhan persen dan warna dihapus,
dan pH akhir dari wate digumpalkan dan menetap. dosis chamical menentukan
dari prosedure yang memberikan estimasi dosis yang diperlukan untuk pabrik
trearment. garis besar rinci prosedur untuk uji jar dapat ditemukan di piblication
nomerous (Reynold, 1982).
Menurut Permatasari (2013) Jar Test adalah proses pengujian dosis koagulan
untuk mendapatkan dosis yang tepat dalam skala laboratorium. Karena lingkup
kerja dari Jar Test ini adalah skala laboratorium, sehingga perbandingan volume
air baku yang diteliti dengan volume air baku dalam proses kagulasi adalah
1:1000. Hasil dari Jar Test yaitu mendapatkan hubungan anatara nilai kekeruhan
dan dosis koagulan yang digunakan. Namun, data hasil pengukuran metode Jar
Test menunjukkan ketidakliniearan antara dua hubungan tersebut.
2.3.4 Lumpur Aktif
Proses lumpur aktif adalah proses untuk mengolah limbah dan air limbah
industri menggunakan udara dan flok biologis yang terdiri dari bakteri dan
protozoa. Dalam instalasi pengolahan air limbah, proses lumpur aktif adalah
proses biologis yang dapat digunakan untuk satu atau beberapa tujuan berikut:
pengoksidasi materi biologis karbon, mengoksidasi materi nitrogen: terutama
amonium dan nitrogen di materi biologis, menghapus nutrisi (nitrogen dan fosfor)
(Metcalf & Eddy, 2003).
Lumpur aktif atau activated sludge adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobic yang
menoksidasi material organic menjadi CO2 dan H2O, NH4, dan sel biomasaa
baru. Proses ini menggunakan udara yang di salurkan melalui pompa blower
atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap
di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan
keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan
pemisahan partikel dan air limbah.
Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis ,1985)
adalah sebagai berikut :
1. Mixed-liquor suspenen solid. Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif
disebut sebagai mixed liquor yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran.
MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material
organic dan mineral, termasuk didalamnya adalah mokroorganisme. MLSS
ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring
(filter), kemudian filter dikeringkan dengan temperature 1050C, dan berat
padatan dalam contoh di timbang.
2. Mixed-liquor volatile suspended solid (MLVSS). Porsi material organic pada
MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organic bukan mikroba,
mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson,1983). MLVSS diukur
dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600-650 0C,
dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS
3. Food to microorganism ratio (F/M ratio). Parameter ini merupakan indikasi
beban organik yang masuk kedalam system lumpur aktif lumpur aktif dan
diwakili nilainya dalam kilogram BOD per kilogram MLSS perhari (Curds
1983 ; Nathanson,1986) .
4. Hidraulic retention time(HRT). Waktu tinggal hidraulik adalah waktu rata rata
yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk
proses lumpur aktif. Nilainya berbanding Cairterbalik dengan laju
pengenceran (D) (Sterrit,1988).
5. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam,
maka waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dalam hari lamanya.
Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba
(Hammer,1986)

2.3.5 Karbon Filter

Penyaringan karbon adalah metode filtering yang menggunakan tempat


tidur karbon aktif untuk menghilangkan kontaminan dan kotoran, menggunakan
adsorpsi kimia. Setiap partikel / butir karbon Menyediakan struktur luas
permukaan / pori besar, yang memungkinkan kontaminan paparan maksimum
yang mungkin ke situs aktif dalam media filter. Satu pon (454 g) karbon aktif
mengandung luas permukaan Sekitar 100 hektar (40 Hektar) (Cheremisinoff &
Morresi, 1980).
Karbon aktif bekerja melalui proses yang disebut adsorpsi, dimana
molekul polutan dalam cairan yang akan diperlakukan terjebak di dalam struktur
pori substrat karbon. penyaringan karbon umumnya digunakan untuk pemurnian
air, pemurni air dan industri dalam pengolahan gas, misalnya penghapusan
siloxanes dan hidrogen sulfida dari biogas. Hal ini juga digunakan dalam
sejumlah aplikasi lainnya, termasuk masker respirator, pemurnian tebu dan
dalam pemulihan logam mulia, terutama emas. Hal ini juga digunakan dalam
filter rokok (U.S. Environmental Protection Agency (EPA), 2014).
Filter karbon arang aktif yang paling efektif menghilangkan klorin,
sedimen, senyawa organik volatil (VOC), rasa dan bau dari air. Mereka tidak
efektif menghilangkan mineral, garam, dan senyawa anorganik terlarut. Ukuran
partikel khas yang dapat dihilangkan dengan filter karbon berkisar 0,5-50
mikrometer. Ukuran partikel akan digunakan sebagai bagian dari deskripsi filter.
Khasiat dari filter karbon JUGA berdasarkan peraturan laju aliran. Ketika air
dibiarkan mengalir melalui filter pada tingkat lebih lambat, kontaminan yang
terkena media filter untuk waktu yang lebih lama (Cheremisinoff & Morresi,
1980).
Gambar 2.3 Rancang bangun Carbon Filter

2.4 Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan


fungsi lingkungan hidup meliputi kebijaksanaan, penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup (Berger, 1963).
Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab 1 pasal 1 dan 2 di
sebutkan bahwa Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pada pasal 20 ayat 3 dijelaskan bahwa Setiap orang diperbolehkan untuk
membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pemerintah khususnya di daerah Jawa Timur juga mengatur pengelolaan
lingkungan yang tertulis pada PP dan Pergub sebagai berikut :
a. Pergub no 72 tahun 2013 Tentang baku mutu limbah cair
Pasal 2 Dengan Peraturan Gubernur ini ditetapkan baku mutu air limbah bagi
industri dan/atau kegiatan usaha lainnya.
Pasal 3 (1) Penetapan baku mutu air limbah bagi industri dan/atau kegiatan
usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dimaksudkan
untuk mengukur batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah
yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu
usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penetapan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) bertujuan mencegah terjadinya pencemaran sumber air guna
dmewujudkan mutu sumber air sesuai dengan peruntukkannya

2.5 Emisi
Pada pergub no 10 tahun 2009 tentang baku mutu emisi pasal 6 7, 8 tertulis
sebagai berikut :
Pasal 5 (1) Setiap penanggung jawab industri atau kegiatan usaha
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wajib memenuhi
ketentuan :
a. membuat cerobong emisi yang dilengkapi dengan sarana
pendukung meliputi lubang pengambilan contoh uji, tangga
lantai kerja (platform), aliran listrik dan alat pengaman;
b. memasang unit pengendalian pencemaran udara;
c. melakukan pengukuran secara manual dan pengujian
emisi setelah kondisi proses stabil. (2) Catatan pemantauan
hasil
emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali wajib
disampaikan kepada :
a. Kepala BLH; dan
b. Bupati / Walikota.
Pasal 6 (1) Bagi industri atau kegiatan usaha lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang memasang alat
pemantauan kualitas emisi secara terus menerus (Continuous
Emission Monitoring/CEM) pada cerobong tertentu dalam
pelaksanaannya, wajib : a. dikonsultasi dengan Menteri; dan
(2)melakukan pengukuran setiap 6 (enam) bulan sekali. Hasil
pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disampaikan kepada :
a. Gubernur melalui Kepala BLH dengan tembusan kepada
Menteri;
b. Bupati / Walikota.
Pasal 7 Apabila terjadi kondisi tidak normal dan/atau keadaan darurat yang
mengakibatkan baku mutu udara am bien dan emisi dilampaui,
maka setiap penanggung jawab industri atau kegiatan usaha
lainnya wajib mengambil tindakan penanggulangan yang
diperlukan serta melaporkan kepada :
a. Gubernur melalui Kepala BLH; dan
b. Bupati / Walikota.

2.6 Baku Mutu Limbah Cair


Tabel 2.1 : Baku mutu air limbah bagi industri tekstil
2.7 Gambaran Umum Pengolahan Limbah PT Behaestex

2.7.1 Karakteristik Air Limbah

Penguian karakteristik air limbah PT Behaestex Pandaan dilakukan oleh


laboratorium terakreditasi nasional. Dalam hal ini pengujian dilakukan oleh
Laboratorium PT Mitralabuana. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 11
Oktober 2016 pukul 11.10 WIB dengan tanggal pengujian 12-31 Oktober 2016.
Titik pengambilan sampel bertempat di bak keluaran equalisasi PT Behaestex
yang beralamat di Jl. Gunung Gangsir Dusun Wangi, Desa Sumberejo, Pandaan
Pasuruan dengan titik koordinat S: 07o3753,7 E: 112o4210,0. Berikut adalah
gambar lokasi titik pengambilan sampel :

Lokasi pengambilan sampel uji

Gambar 2.4 Lokasi titik pengambilan sampel uji karakteristik influen


Baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72
Tahun 2013 Lampiran 1 Nomor 9 (Baku mutu Air Limbah Bagi Industri Tekstil).
Hasil pengujian terhadap influen PT Behaestex terpapar dalam tabel 3.1 sebagai
betikut :

Tabel 2.2 Hasil uji parameter influen PT Behaestex Pandaan


Baku mutu
Parameter Satuan Hasil uji Spesifikasi metode
No Regulatio
Parameters Units Result Methode spesification
n
A PHYSICAL
o
1 Temperature C 33,3 - IKM/5.4.97/MB
2 TSS mg/L 78,0 50 APHA Section 2540 D
B CHEMICAL
1 pH - 7.09 6,9 APHA Section 4500 H
2 COD mg/L 851,9 150 SNI 6989.73.2009
3 Oil and fat mg/L 0,2 3,0 APHA Section 5520 B
4 NH3-N mg/L 3,37 8,0 APHA Section 4500 NH3 B
5 H2S mg/L 0,34 0,3 IKM/5.4.109/MB
6 BOD mg/L 220,9 60 IKM/5.4.112/MB
7 Phenol mg/L 0,5 0,5 IKM/5.4.107/MB
8 Chromium mg/L 0,23 1,0 Spectrophotometer

3.3.2 Neraca Air


PT Behaestex Pandaan menghasilkan 1.760 m3/ hari yang berasal dari proses
produksi (Preparatory, Dyeing, dan Finishing), boiler dan rumah tangga. Limbah
yang diproses sebesar 1.500 m3/hari dan sisanya di buang melalui saluran
pembuangan. Adapun neraca air dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut :
Gambar 2.5 Neraca Air PT Behaestex Pandaan
3.3.3 Bagan Alur Proses Unit Pengolahan Air Limbah PT Behaestex Pandaan
Gambar 2.6 Bagan Alur Proses Unit Pengolahan Air Limbah PT Behaestex Pandaan
Bagan alur proses PT Behaestex pandaan diatas menerangkan bahwa
sistem yang diterapkan pada proses pengolahan air limbah PT Behaestex secara
garis besar dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses fisika-kimia, biologi dengan
rincian sebagai berikut :

Pretreatment ( Bar screen dan bak ekualisasi) proses ini bertujuan untuk
memisahkan air limbah dari padatan yang mungkin terikut dari proses
produksi seperti benang dan juga untuk menghomogenisasi limbah.
Sebagai inforasi bahwa dalam proses produksi tekstil, air limbah
dihasilkan oleh beberapa proses. Pada PT Behaestex Pandaan air limbah
dihasilkan dari beberapa proses yaitu Dyeing, Finishing dan Preparatory.
Tentunya karakteristik dari air limbah yang dihasikan pun berbeda antara
satu proses deng yang lainnya, Maka dari itu diperlukan proses
pengumpulan dan homogenisasi agar limbah dapat diproses lebih lanjut.
Proses ini dilakukan dalam bak ekualisasi. Selain menghomogenisasi air
limbah, dalam bak ekualisasi juga ditambah aerator yang berfungsi untuk
menurunkan suhu dan COD volatile.
Primary treatment ( tangki Koagulasi dan flokuasi, Primary ClaryfierI),
proses ini dilakukan dengan tujuan menurunkan PtCO, TSS, BOD, dan
COD. Mekanismenya adalah dengan melakukan kontak antara air limbah
dan koagulan dengan maksud untuk mendestabilisasi partikel koloid yang
terlarut pada air limbah sehingga membentuk flok yang kemudian akan
diendapkan di bak sedimentasi atau primary clarifier.
Secondary treatment ( Aeration Tank, secondary clarifier), proses ini
bertujuan untuk menurunkan kadar COD dengan bantuan
mikroorganisme. Metode yang dipilih oleh PT Behaestex Pandaan dalam
proses biologi ini adalah metode activated sludge. Latar belakang
pemilihan metode ini adalah Karena metode ini dinilai lebih efisien dalam
hal detension time dan biaya oprasionalnya.
Tertiary treatment (carbon filter), proses ini bertujuan untuk menurunkan
TSS yang terikut akibat proses sebelumnya dengan media adsorban
karbon aktif.
Kekurangan dari proses pengolahan air limbah di PT Behaetex Pandaan
adalah peletakan atau layouting (dapat dilihat di Gambar 3.3) proses secara
tambal sulam, artinya pertimbangannya hanya dari segi ketersediaan lahan
sehingga proses mobilisasi dan transportasi menjadi tidak efisien dari segi teknis
maupun ekonomis. Selain itu pada proses biologi, terdapat dua bak aerasi
dengan total waktu detensi 24 jam. Hal ini disebabkan oleh penurunan efisiensi
bak biologi akibat desain rancang bangun yang kurang efisien. Prarancangan ini
bertujuan untuk mendesain unit pengolahan air limbah yang lebih efisien dalam
segi tekis maupun ekonomis sehingga dapat menghasilkan limbah dengan
kualitas yang lebih baik dengan bia oprasional yang lebih rendah.
3.3.4 Layout PT Behaestex Pandaan
Gambar 2.7 Layout PT Behaestex Pandaan

Anda mungkin juga menyukai