Anda di halaman 1dari 268

KUISIONER PENELITIAN

Hubungan Higiene Sanitasi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Olahan


Rumah Tangga dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi
Usia 3-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
No.:___
Tanggal Survei :
Alamat :

A. Data Ibu
1. Nama Ibu :
2. Umur : tahun
3. Pekerjaan :
Bekerja.
Tidak Bekerja.
4. Pendidikan Terakhir :
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
PT (Perguruan Tinggi)

B. Data Bayi
1. Nama Bayi :
2. Jenis Kelamin :
Laki – Laki
Perempuan
3. Umur Bayi : bulan
4. Anak ke : dari jumlah saudara

Universitas Sumatera Utara


C. Kejadian Diare
1. Apakah anak anda mengalami diare dalam 1 bulan terakhir ?
Ya
Tidak
2. Apakah anak anda dalam satu hari buang air besar > 3 kali?
Ya
Tidak
3. Apakah ketika anak anda mengalami diare, anda membawa ke fasilitas kesehatan?
Ya
Tidak
4. Apakah tinja anak anda cair (lembek) dengan atau tanpa lendir dan darah ?
Ya
Tidak

D. Personal Hygine Ibu

No. Pertanyaan Ya Tidak


I Kebersihan Tangan
1. Apakah ibu mencuci tangan dengan sabun setelah
mengganti popok bayi?
2. Apakah ibu mencuci tangan menggunakan air
bersih?
3. Apakah ibu mencuci tangan pakai sabun sesudah
buang air besar/buang air kecil?
4. Apakah ibu mencuci tangan pakai sabun sebelum dan
sesudah makan?
5. Apakah ibu mencuci tangan setiap kali tangan kotor
(setelah memegang binatang, berkebun, dll)
II Kebersihan Kuku
1. Apakah ibu memotong kuku sekali seminggu?

2. Apakah ibu membersihkan kuku yang kotor dengan


sabun saat mandi?

Universitas Sumatera Utara


III Kebersihan Payudara
1. Apakah ibu membersihkan payudara dengan air
hangat atau air yang bersih sebelum memberikan
ASI?
2. Apakah ibu membersihkan payudara dengan kain
yang bersih sebelum memberikan ASI?
3. Apakah ibu mencuci tangan dengan bersih ketika
memegang payudara sebelum memberikan ASI?

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI MAKANAN PENDAMPING


ASI (MP-ASI) OLAHAN RUMAH TANGGA
(Sumber: Pedoman Pengelolaan Higiene Sanitasi Makanan di Rumah Tangga,
Depkes 2009)

KATEGORI
NO PERTANYAAN YA TIDAK
PRINSIP I: PEMILIHAN BAHAN MAKANAN
Beras
1. a. Kondisi utuh dan tidak rusak.
b. Kondisi bersih dan tidak berkutu.
c. Tidak menggumpal
Tahu
a. Kondisi utuh, tidak berlendir dan tidak rusak.
2.
b. Berwarna putih kekuningan
c. Beraroma segar dan tidak busuk.
Bayam hijau
a. Kondisi tidak layu dan tidak rusak.
3.
b. Berwarna hijau tua bukan kekuningan.
c. Beraroma segar dan tidak busuk.
Kentang
a. Kondisi utuh dan tidak rusak.
4.
b. Kulit berwarna coklat bukan kehijauan.
c. Beraroma segar dan tidak busuk.
Wortel
a. Kondisi utuh dan tidak rusak
5. b. Berwarna orange cera bukan berwarna orange
kehitaman
c. Beraroma segar dan tidak busuk
Pisang
6.
a. Kondisi utuh dan tidak rusak

Universitas Sumatera Utara


b. Berwarna kuning cerah bukan kecoklatan
c. Beraroma segar dan tidak busuk.
Telur
7. a. Kondisi utuh dan tidak rusak atau retak
b. Tidak terdapat kotoran atau noda pada kulit
Bahan dalam kemasan harus terdaftar di Departemen
8. Kesehatan, tidak kadaluarsa dan tidak cacat atau tidak
rusak
PRINSIP II: PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
Wadah penyimpanan bahan makanan kuat, kedap air
9.
dan tertutup
Wadah penyimpanan bahan makanan tidak menjadi
10.
tempat bersarang serangga dan tikus
Penempatan wadah penyimpanan bahan makanan
11.
terpisah dari makanan jadi
PRINSIP III: PENGOLAHAN MAKANAN
A. Tempat Pengolahan
12. Lantai dapur bersih
13. Permukaan lantai dapur rata
14. Tidak tampak lalat yang berterbangan di dapur
15. Permukaan dinding rata
16. Langit-langit rata dan mudah dibersihkan
17. Langit-langit tidak terdapat lubang-lubang
18. Memiliki ventilasi 10% dari luas lantai
19. Air bersih tidak berbau, berasa dan berwarna
Tersedia tempat mencuci bahan makanan dan peralatan
20.
dengan air bersih yang cukup (20 – 50 L/hari)
21. Sampah diangkut dalam 24 jam
Jarak saluran pembuangan air limbah ke sumber air
22.
bersih adalah 10 meter.
23. Toilet bersih
24. Tidak terdapat lubang pada bahan bangunan
B. Tenaga Penjamah Makanan
Tidak menderita penyakit mudah menular seperti batuk,
25.
pilek, influenza dan penyakit sejenisnya
26. Menjaga kebersihan tangan, rambut dan kuku
Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
27.
dengan air dan sabun
28. Tidak menggaruk anggota badan (hidung,telinga,mulut

Universitas Sumatera Utara


dan anggota badan lainnya) ketika mengolah makanan
Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan atau tanpa
29.
menutup hidung dan mulut
C. Cara Pengolahan
Mencuci bahan makanan dengan air yang bersih dan
30.
mengalir
31. Tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi makanan
Tidak menambahkan BTM yang dilarang saat
32.
mengolah makanan
33. Bahan makanan diolah sampai matang
Mengerok buah menggunakan alat yang telah dicuci
34.
menggunakan air bersih dan sabun.
D. Peralatan Pengolahan
Peralatan yang akan digunakan dalam keadaan bersih,
35.
kuat dan tahan karat.
36. Meja peracikan bersih, kuat dan tidak mudah rusak
Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan sabun
37.
menggunakan air bersih
Peralatan untuk mengolah bahan mentah dibedakan
38. dengan peralatan untuk mengolah makanan yang sudah
masak.
PRINSIP IV: PENYIMPANAN MAKANAN JADI
Makanan Pendamping ASI yang sudah jadi disimpan
39. dalam keadaan tertutup
Penutup yang digunakan harus dalam keadaan bersih
40. dan tidak tercemar
PRINSIP V: PENGANGKUTAN MAKANAN
Orang yang membawa makanan harus sehat dan bebas
41.
dari penyakit menular seperti batuk, flu dan ifluenza.
Makanan ditutup agar terhindar dari percikan ludah
42.
dan debu.
PRINSIP VI: PENYAJIAN MAKANAN JADI
43. Penyaji makanan berpakaian rapi dan bersih
Peralatan dan penutup untuk menyajikan makanan
44.
dalam keadaan bersih.
Ketika melakukan penyajian, tangan penyaji tidak
kontak langsung dengan makanan pendamping ASI
45. (menggunakan sarung tangan,plastik,penjepit makanan
atau sendok)

Universitas Sumatera Utara


PEDOMAN PENGELOLAAN HYGIENE
SANITASI MAKANAN DI RUMAH TANGGA

DIREKTORAT PENYEHATAN LINGKUNGAN


DITJEN PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2009

i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Dari tahun ke tahun angka kejadian Penyakit Bawaan Makanan


(PBM) terus merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit
bawaan makanan merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang harus ditangani dengan cermat dan terarah.
Penyakit ini tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama
karena perkembangan pesat sistem penjualan dan penyediaan
makanan jadi yang tidak diimbangi dengan pengaturan dan
penertiban melalui peraturan dan perundangan yang diperlukan.
Pada tingkat nasional, peraturan dan perundangan yang dapat
menjadi dasar pertimbangan hukum adalah UU No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes) Nomor 715/
Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga;
Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman
Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, dan Kepmenkes
Nomor 1098/ Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene
Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.
Dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi pemerintahan yang
dijabarkan berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom, diperlukan pula perangkat hukum misalnya
Peraturan Daerah (PERDA) untuk menerapkan penyelenggaraan
dan pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan di rumah tangga untuk
masing-masing Daerah sesuai dengan tingkat permasalahan yang
dihadapi.
Pada waktunya, penyelenggaraan pengawasan dan pembinaan
Hygiene Sanitasi Makanan akan menjadi daya ungkit dalam
mengembangkan sektor-sektor lain yang mempunyai nilai ekonomi
bagi kesejahteraan masyarakat misalnya dalam pengembangan bidang
Kepariwisataan Daerah. Di samping itu, dengan terselenggaranya
penyediaan makanan secara higienis dan saniter dapat diharapkan
terkendalinya Kejadian Penyakit Bawaan Makanan di dalam
masyarakat sehingga dapat mengurangi beban biaya pengobatan

i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
dan kerugian produktif masyarakat yang tidak perlu.
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan arahan umum dalam
Pembinaan dan Pengawasan yang selanjutnya perlu diatur dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) di masing-masing
Kabupaten/Kota.

Semoga dengan Pedoman ini, upaya Pembinaan dan Pengawasan


Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di rumah tangga dapat terlaksana dengan baik dan benar.

DIREKTUR PENYEHATAN LINGKUNGAN,

Dr. Sholah Imari, M.Sc


NIP 195402281982031002

iiiii
Universitas Sumatera Utara
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................... iii
Bab
I. PENDAHULUAN ................................................................. 1
a. Gambaran Umum .......................................................... 1
b. Ruang lingkup ............................................................... 2
c. Keterkaitan dengan sanitasi dasar .................................. 3
II. TUJUAN ............................................................................. 5
a. Tujuan Umum ................................................................ 5
b. Tujuan khusus ................................................................ 5
III. PERMASALAHAN .............................................................. 6
IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI ............................................... 8
a. Kebijakan ....................................................................... 8
b. Strategis ........................................................................ 9
V. SOSIALISASI DAN PROMOSI ............................................... 10
a. Sosialisasi ....................................................................... 10
b. Promosi ........................................................................ 11
VI. HYGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN ....... 12
a. Mengenal Penyakit Bawaan Makanan ........................... 12
b. Prinsip – prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan ............. 29
c. Mencegah keracunan bahan makanan alami ................. 56
d. Keamanan makanan di rumah tangga ……………… ..... 72
VII. HYGIENE PERORANGAN (Personal Hygiene) ....................... 75
VIII. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB …………………………… 87
IX. LANGKAH KEGIATAN ........................................................ 94
X. EVALUASI .......................................................................... 100
XI. PENUTUP …………………………………………………… .. 104

iiiv
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
a. Gambaran Umum
Hygiene sanitasi makanan merupakan upaya kesehatan
untuk menyehatkan makanan. Makanan sehat adalah
makanan yang mengandung unsur gizi yang cukup, bebas
dari kuman pathogen dan aman dari bahan berbahaya atau
zat kimia beracun. Ketentuan ini berlaku bagi semua orang
baik penduduk di desa maupun di kota, baik bagi orang kaya
maupun orang yang miskin, baik bagi pengusaha maupun
rumah tangga. Namun pada kenyataannya bahwa kesehatan
ternyata belumlah dapat dinikmati oleh semua orang. Banyak
faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu,
keluarga maupun masyarakat. Salah satunya adalah kondisi
hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga yang belum memadai. Berbagai
program kesehatan telah dilaksanakan dengan tujuan untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Berbagai produk hukum telah pula ditetapkan untuk
melindungi masyarakat konsumen maupun produsen
makanan, minuman dan bahan makanan dari gangguan
kerusakan pangan. Berbagai bentuk intervensi tehnis dan
penyuluhan hygiene sanitasi makanan juga telah seringkali
disosialisasikan, namun peristiwa penyakit bawaan makanan
dan keracunan makanan masih saja belum dapat diatasi secara
bermakna. Upaya kesehatan adalah upaya bersama antara
Pemerintah dan warga masyarakat, sehingga sebanyak dan
sesering apapun upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, jika
tanpa dukungan partisipasi aktif dan bantuan masyarakat,
maka hal itu sangatlah sulit akan terwujud.
Oleh karena itu, dukungan partisipasi dari seluruh warga
masyarakat harus terus diwujudkan, dibina dan dikembangkan

1
Universitas Sumatera Utara
melalui sosialisasi oleh seluruh aparatur kesehatan, aparatur
pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan, agama
dan profesi untuk terselenggaranya upaya-upaya pengaturan,
pembinaan, pengawasan dan penyuluhan hygiene dan
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan
di rumah tangga.
b. Ruang lingkup
Upaya hygiene sanitasi makanan (termasuk minuman),
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
merupakan unsur kesehatan dasar yang sangat penting
untuk melindungi seluruh anggota keluarga di dalam rumah
tangga, dari gangguan penyakit bawaan makanan dan
Upaya hygiene sanitasi merupakan kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap orang sejak di dalam rumah tangga,
di lingkungan sekitarnya sampai kepada di tempat usaha
komersial yang menyelenggarakan kegiatan pengelolaan
makanan dan bahan makanan.
Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi makanan
dan bahan makanan pada tempat atau badan usaha komersial
makanan dan bahan makanan, telah dilakukan sejak lama,
melalui upaya penyuluhan dan penerapan ketentuan-
ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang telah
ada, baik ditingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota.
Sedangkan untuk lingkup rumah tangga, hal itu belum banyak
yang dijalankan, karena kebijakannya adalah lebih menitik
beratkan kepada upaya penyuluhan dan percontohan.
Walaupun hal itu sama pentingnya dengan pembinaan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan terhadap tempat
usaha komersil, maka pembinaan dan pengawasan hygiene
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan
di rumah tangga lebih kepada meningkatkan kesadaran dan

2
Universitas Sumatera Utara
kepatuhan anggota keluarga terutama ibu-ibu rumah tangga
yang berperanan aktif dalam menyediakan makanan siap saji
bagi keluarga, agar terjamin aman dan tidak menjadi sumber
penyakit atau keracunan makanan. Sehingga pemahaman
tentang hygiene dan sanitasi makanan, bahan makanan
dan keamanan makanan di rumah tangga, menjadi suatu
kebutuhan dasar bagi setiap ibu rumah tangga baik di desa
maupun di kota.
c. Keterkaitan dengan sanitasi dasar.
Sanitasi dasar merupakan unsur penting dalam upaya
pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.
Hygiene dan Sanitasi Makanan merupakan salah satu upaya
dari sekian banyak upaya dalam sanitasi dasar. Diantara upaya
sanitasi dasar, seperti penyediaan air bersih, pembuangan tinja,
perumahan sehat, dan pembuangan sampah domestik, maka
higiene sanitasi makanan, bertujuan untuk menghilangkan
atau menurunkan populasi jasad renik pathogen, dan zat
kimia beracun dalam makanan sehingga tidak berpotensi
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Dengan melaksanakan kaidah-kaidah hygiene dan sanitasi
dasar, termasuk upaya hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan kemanan makanan, diharapkan bahwa potensi
yang merugikan kesehatan tersebut dapat dicegah lebih
awal, untuk melindungi dan meningkatkan status kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat.
Makanan siap saji yang sudah terolah di rumah tangga
dan siap disajikan masih syarat dengan berbagai ancaman
dan gangguan kesehatan, sebagai akibat dari penanganan
makanan yang belum terjamin keamanannya. Berbagai
sumber ancaman keamanan makanan di rumah tangga
seperti pencemaran fisika, mikroba dan bahan kimia beracun,

3
Universitas Sumatera Utara
serangga penular penyakit, serta bahan makanan yang
mengandung racun secara alami dan atau zat-zat penyebab
keracunan makanan lainnya.
Upaya Hygiene sanitasi makanan lebih menitik beratkan
kepada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang
dalam menangani proses pengolahan makanan makanan,
sedangkan upaya keamanan makanan adalah menitik
beratkan kepada semua komposisi makanan yang terdapat
dalam makanan yang siap dikonsumsi, akan terjamin aman
dari berbagai gangguan penyakit dan keracunan makanan.
Sesuai dengan asas Pemerintahan Otonomi Daerah, maka
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga adalah sepenuhnya menjadi tugas pemerintah
Kabupaten/Kota. Sementara itu Peraturan Pemerintah
No.28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan,
menetapkan bahwa Pengawasan mutu pangan olahan
merupakan tugas Badan POM, dan pengawasan dan pembinaan
makanan olahan rumah tangga menjadi tugas Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Untuk terlaksananya sinkronisasi dalam pembinaan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan di daerah, perlu
ditetapkannya Peraturan Pelaksanaan dari pada Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2004 dimaksud dalam bentuk
Keputusan Menteri Kesehatan, sebagai Pedoman Persyaratan
Tehnis bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan
pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga,
sesuai dengan tugas yang ditetapkan di dalam PP dimaksud.
Sehingga dengan demikian, keterkaitan dalam Pembinaan
dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan

4
Universitas Sumatera Utara
dan keamanan makanan di rumah tangga antara Pusat
dan Daerah menjadi jelas, terukur dan akuntabilitas kinerja
aparatur pemerintah menjadi lebih baik.

II. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
a. Tersedianya payung hukum berupa Keputusan Menteri
Kesehatan tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan, dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
b. Tersedianya sumber hukum didalam penyelenggaraan
Pembinaan dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah
tangga dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Kabupaten/Kota.
c. Tersedianya Produk hukum untuk pengaturan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan
dan keamanan makanan di rumah tangga pada tingkat
Kabupaten/Kota sebagai penyelengara pemerintahan
otonomi daerah dibidang hygiene sanitasi, gizi dan
keamanan makanan.
d. Tersedianya sumber daya, metoda dan pendekatan untuk
penerapan pembinaan dan pengawasan Hygine Sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga sesuai dengan kemampuan daerah masing-
masing.
2. Tujuan Khusus :
a. Tersosialisasinya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah
tangga, dalam rangka melindungi masyarakat dari

5
Universitas Sumatera Utara
penyakit bawaan makanan, dan keracunan makanan.
b. Terlaksananya penyuluhan tentang Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di
rumah tangga pada tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Kelurahan/Desa.
c. Terlaksananya penerapan kaidah-kaidah tentang Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB) oleh ibu-ibu rumah
tangga dan para pengelola makanan siap saji lainnya.
d. Terlaksananya Pengawasan dan Pembinaan Hygiene
sanitasi Makanan, bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga.
e. Menurunnya jumlah peristiwa/episode/kejadian keracunan
makanan yang terjadi di rumah tangga.

III. PERMASALAHAN
Kejadian, peristiwa atau episode penyakit bawaan makanan
(PBM) keracunan makanan di Indonesia dewasa ini masih
sering terjadi dan banyak membawa korban sakit, bahkan
ada yang meninggal. Penderita harus mendapat pertolongan
di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
yang terdekat. Jumlah korban biasanya banyak dan terjadi
dalam waktu bersamaan, sehingga seringkali menimbulkan
kepanikan di masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
dan kenyamanan masyarakat.
Dampak dari kejadian atau perisriwa PBM terutama keracunan
makanan bersifat multi efek, yaitu selain terjadi kepada korban
yang menderita penyakit, yaitu selain menderita sakit, ia juga
akan kehilangan hari kerja dan produktivitas lainnya yang
berdampak kepada aspek sosial, budaya dan ekonomi keluarga
dan masyarakat.

6
Universitas Sumatera Utara
Namun berdasarkan data peristiwa keracunan makanan selama
tahun 2008 yang dimuat sejumlah media on line, terdapat
80 peristiwa atau episode keracunan makanan yang tersebar
diseluruh wilayah tanah air. Dilihat dari sumber makanan
penyebab keracunan makanan, sebagian besar (50 %) terjadi di
rumah tangga, disusul usaha katering 25%, makanan jajanan 20
% dan usaha komersial makanan lainnya 5%. Sedangkan data
keracunan makanan pada tahun 2009 sampai dengan bulan
Juli, tercatat 37 peristiwa keracunan dengan proporsi
roporsi terbesar
adalah makanan rumah tangga 40 %, katering 27 %, jajanan,
22 % dan usaha komersial makanan lainnya 11 %.
Data Badan POM tahun 2008 menyebutkan bahwa 41,62 %
keracunan makanan di rumah tangga, 25,89 karena jasaboga,
15,74 % makanan jajanan dan sisanya pangan olahan.
Walaupun menurut Guru Besar Pangan pada Universitas Gajah
Mada Prof.Umar Santoso, dikatakan bahwa proporsi keracunan
makanan karena katering berjumlah 65 %, industri kecil 19 %
dan sisanya makanan rumah tangga 16 %.
Dari gambaran data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
proporsi antara Keracunan makanan rumah tangga dan makanan
katering merupakan penyebab terbesar terjadinya keracunan
makanan di Indonesia. Perbedaannya adalah bahwa keracunan
makanan di rumah tangga jumlah penderitanya relatif kecil dan
tertutup walaupun dapat bersifat lebih fatal jika dibandingkan
dengan keracunan makanan katering (jasaboga) yang bersifat
massal dan menimbulkan efek media seperti mudah diketahui
atau menjadi perhatian masyarakat luas.
Kejadian keracunan makanan tidak dapat terlepas dari kondisi
sanitasi dasar penduduk dewasa ini. Jika dilihat dari cakupan
sanitasi penduduk rata-ratanya masih dibawah dari standar yang
ditetapkan dunia.

7
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data Profil DepKes tahun 2004, dikemukakan
bahwa cakupan sarana sanitasi dasar yang masih rendah seperti
penyediaan air bersih (32 % ledeng dan pompa), pembuangan
tinja (42,7 septik tank) dan kondisi perumahan penduduk
yang belum sepenuhnya memenuhi persyaratan kesehatan
(55,3%).
Demikian pula dengan kondisi sanitasi pasar terutama pasar
tradisional yang kurang terjaga kebersihannya dan minimnya
pengawasan hygiene sanitasi bahan makanan yang dijual dipasar,
serta ketiadaan fasilitas penyimpanan makanan dan bahan
makanan di rumah tangga yang dilengkapi dengan pengaturan
suhu secara layak.
Semuanya itu akan mempengaruhi kepada kondisi kesehatan dan
keamanan makanan dan bahan makanan di rumah tangga.

IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI


a. Kebijakan
1) Pembinaan dan pengawasan Hygiene sanitasi makanan,
bahan bahanan dan keamanan makanan di rumah tangga
merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara
Pemerintah dan masyarakat yang penyelenggaraannya
merupakan wewenang Pemerintah Daerah cq. Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota termasuk aparatur kesehatan
dibawahnya seperti Puskesmas, Puskemas Pembantu,
Polindes, Poskesdes dan Bidan/Sanitarian Desa.
2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga dilakukan dengan berbagai pendekatan
manajemen terapan, pengaturan dan pembinaan secara
lokal, penyuluhan materi yang jelas, tegas, dan mudah
dipahami, serta berkoordinasi secara lintas program

8
Universitas Sumatera Utara
maupun lintas sektoral sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing.
3) Pemerintah Propinsi dan Pusat melakukan pembinaan
dan pengawasan sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku, dan terus memantau
perkembangan penerapan pembinaan dan pengawasan
hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
di rumah tangga yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota.
4) Dalam penyelenggaraan upaya hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga dilakukan secara sinergi dan simultan dengan
program kesehatan atau program non kesehatan lainnya
yang sejenis seperti program adipura, kali bersih, pasar
sehat, rumah sehat dsb.
5) Peran serta individu, keluarga dan masyarakat terus
diwujudkan, dibina dan ditingkatkan dalam penerapan
pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota.
b. Strategi.
1) Pelaksanaan Pedoman ini dilakukan secara bertahap
dengan menetapkan sejumlah lokasi percontohan untuk
mengidentifikasi hambatan dan kekurangan yang ada
guna diperbaiki sebagaimana mestinya.
2) Kondisi dan perilaku hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
diwujudkan sebagai suatu kebutuhan masyarakat sendiri
melalui pendekatan partisipatori sehingga menjadi
kebutuhan masyarakat atas kesadaran, keinginan
dan dampak manfaatnya yang menguntungkan bagi
kesehatan anggota keluarganya di rumah tangga.

9
Universitas Sumatera Utara
3) Dikembangkannya pembelajaran kedepan dari pengalam-
an negatif masa lalu, sebagai suatu titik awal dimulainya
pemahaman baru dan perbaikan perilaku tentang
pentingya upaya hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga yang
baik dan benar.
4) Azas manfaat keluarga dengan terhindarnya dari
gangguan penyakit bawaan makanan dan keracunan
makanan diarahkan untuk meningkatkan status.
Kesehatan dan sosial ekonomi keluarga yang lebih baik.

V. SOSIALISASI DAN PROMOSI


a. Sosialisasi
1) Sosialisasi Pedoman ini dilakukan melalui berbagai
saluran dan sasaran sosialisasi. Saluran sosialisasi meliputi
pelatihan, pertemuan, kunjungan rumah melalui daerah
percontohan yang dikembangkan untuk tujuan itu.
Sedangkan sasaran sosialisasi meliputi berbagai
erbagai pihak
baik formal maupun informal, dengan melibatkan semua
pihak dan sektor yang terkait, baik dari unsur pemerintah,
swasta termasuk pengusaha dan masyarakat.
2) Kelompok masyarakat sebagai konsumen maupun pelaku
penyedia makanan siap saji di rumah tangga, berperanan
sebagai ujung tombak atau agen perubahan dari sistem
keamanan pangan nasional, yang meliputi organisasi
wanita dan ibu-ibu rumah tangga serta para pendidik dan
peserta didik.
3) Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan berjenjang,
secara terus menerus dari satu generasi ke generasi
berikutnya sehingga semua masyarakat dapat menurunkan
pola hidup bersih dan sehat dalam mengelola makanan di

10
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga, makanan untuk konsumsi umum maupun
di tempat pengelolaan makanan komersial lainnya.
4) Tehnik sosialisasi melalui pendekatan partisipatori menjadi
pilihan populer sehingga masyarakat tidak merasa ditekan
atau dipaksa tetapi merasa memiliki identitas masalahnya
sendiri dan mampu memecahkan masalahnya dengan cara
dan selera masyarakat sendiri. Hal ini akan mendorong
kemandirian dan kedewasaan masyarakat, sehingga
pemerintah hanya bersifat membina, membimbing dan
mengarahkannya saja.
b. Promosi
1) Promosi diberikan sebagai bentuk penghargaan atas
partisipasi dan sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh
semua pihak.
2) Promosi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan
kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah masing-masing.
3) Promosi dapat juga dikaitkan dengan program nasional
yang lain yang telah lama berjalan sehubungan dengan
peningkatan kualitas hidup dan lingkungan seperti
promosi adipura, kota sehat, kali bersih, posyandu, STBM,
dasa wisma yang sudah berjalan selama ini.
4) Saluran promosi lain yang telah ada dan berjalan, dapat
menjadi pelengkap dalam kegiatan promosi melalui desa
siaga atau santri raksa desa, sehingga pencapaian sasaran
kesehatan menjadi lebih utuh dan komprihensif.

11
Universitas Sumatera Utara
VI. HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN
a. MENGENAL PENYAKIT BAWAAN MAKANAN (PBM)
1. PENGERTIAN :
1) Penyakit Bawaan Makanan (PBM) adalah penyakit
dengan gejala umum diare, mulas, sakit kepala,
sakit perut, kadang disertai muntah, dan kejang
yang disebabkan karena memakan makanan yang
tercemar.
2) Infeksi adalah masuknya kuman penyakit kedalam
tubuh dan menimbulkan penyakit.
3) Masa inkubasi adalah waktu antara infeksi dan
timbulnya gejala sakit.
4) Kontaminasi adalah masuknya zat pencemar mikroba
kedalam makanan dan atau berkembang biak sehingga
berpotensi menimbulkan infeksi.
5) Polusi adalah masuknya zat pencemar non mikroba
baik kimia maupun fisik kedalam makanan dalam
jumlah yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan.
6) Carrier adalah orang sehat atau baru sembuh dari
sakit yang di dalam tubuhnya mengandung kuman
penyakit yang dapat menularkan kepada orang lain.
7) Dosis adalah takaran yang menunjukkan jumlah
tertentu dari bahan pencemar yang berpengaruh atau
tidak berpengaruh terhadap tubuh manusia.
2. Konsep dasar terjadinya PBM
a. PBM terjadi karena dosis infeksi kuman atau bakteri
yang telah melampaui ambang batas ketahanan tubuh

12
Universitas Sumatera Utara
manusia. Dosis infeksi pada setiap orang dan jenis
kuman berbeda-beda. Berdasarkan literatur (Betty C
Hobb) jumlah minimal kuman antara 102 sampai 106.
b. Manifestasi PBM dapat terjadi mulai dari skala ringan
sampai skala berat tergantung ketahanan tubuh,
keganasan kuman penyakit atau racun dalam makanan
tersebut, yaitu :
1) Skala ringan sehingga hampir tidak diketahui oleh
yang bersangkutan,
2) skala sedang karena sudah mulai terasa keluhan,
3) skala berat dengan gejala sakit yang tampak,
4) Skala sangat berat dengan gejala dahsyat, pingsan
sampai dengan kematian.
3. PBM dikelompokkan kedalam 7 (tujuh) golongan, yaitu :
a. PBM karena infeksi bakteri, akibat jumlah bakteri
yang melebihi daya tahan tubuh, misalnya Salmonella,
Shigella, Cholera dsb.
b. PBM karena toksin bakteri, akibat bakteri menghasilkan
toksin bakteri dan menimbukan penyakit walaupun
bakterinya sudah mati, seperti Staphylococcus, Vibrio
dan Clostridium.
c. PBM karena virus seperti rotavirus, virus hepatitis dsb.
d. PBM karena racun alam pada hewan dan tumbuhan
seperti ikan buntel, ikan karang dan kerang (hewan);
bayam, kentang beracun, gadung, ubi kayu, dan jamur
beracun (tumbuhan).
e. PBM karena parasit, seperti cacing pita, cacing gelang,
cacing kremi, dsb.

13
Universitas Sumatera Utara
f. PBM karena allergi seperti allergi ikan laut, ikan
tongkol, udang , penyedap masakan, dsb.
g. PBM karena bahan kimia buatan seperti pestisida,
pupuk, racun tikus dsb.
4. Jenis, gejala, penyebab, habitat atau sumber, cara
penularan dan pencegahan PBM
PBM yang disebabkan jasad renik :
a. Demam tifus
1) Gejala :
Demam tinggi terus menerus selama lebih kurang 2
(dua) minggu, sakit kepala, tidak enak badan, tidak
nafsu makan, timbul bercak kemerahan dikulit,
diare atau susah buang air besar, kadang sedikit
batuk-batuk, perut sakit, sehingga harus ditekuk.
2) Penyebab :
Salmonella typhi dan S. parathypi
3) Habitat atau sumber penular :
Manusia carrier (pembawa kuman)
4) Cara penularan :
Pencemaran makanan karena tinja dan air kencing
(urin).
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan

14
Universitas Sumatera Utara
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah
makanan untuk orang lain,
b. Disentri basiler
1) Gejala :
Diare mendadak disertai demam dan sakit perut
(mules), tinja bercampur lendir darah.
2) Penyebab :
Shygella disentri
3) Habitat atau sumber penular :
Manusia carrier (pembawa kuman) dan penderita
4) Cara penularan :
Pencemaran terhadap makanan dan peralatan
makan minum,
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah
makanan untuk orang lain,
c. Cholera :
1) Gejala :
Diare mendadak dan terus menerus tanpa terasa

15
Universitas Sumatera Utara
sakit, cairan tinja seperti cucian beras yang berbau
amis (hanyir), tubuh kehilangan cairan (dehidrasi),
gejala yang berat dapat menyebabkan pingsan. Jika
penderita tidak segera ditolong dapat meninggal
karena dehidrasinya.
2) Penyebab :
bakteri Vibrio Cholera Eltor.
3) Habitat atau sumber penular :
Penderita dan carrier (pembawa kuman),
4) Cara penularan :
Pencemaran melalui air dan makanan.
5) Masa inkubasi :
beberapa jam – beberapa hari,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah
makanan untuk orang lain,
d. Salmonellosis
1) Gejala :
Demam tinggi, kepala pusing, mual muntah dan
diare
2) Penyebab :
bakteri Salmonella sp.

16
Universitas Sumatera Utara
3 Habitat atau sumber penular :
Penderita dan carrier (pembawa kuman)
Pencemaran makanan karena tinja dan air kencing
(urin).
5) Masa inkubasi : 1-3 jam
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah
makanan untuk orang lain,
d) Menyimpan makanan pada suhu dingin
dibawah 120 C.
e. Keracunan Staphylococcus
1) Gejala :
Diare, mual, muntah, sakit perut, kadang disertai
kejang otot.
2) Penyebab :
toksin bakteri Staphylococcus yang tahan panas,
3) Habitat atau sumber penular :
Makanan tercemar yang mengandung toksin,
4) Cara penularan :
Makanan karena dimasak tidak sempurna atau
5) Masa Inkubasi : 1-2 jam

17
Universitas Sumatera Utara
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Memasak makanan sampai masak sempurna,
d) Menyimpan makanan dalam suhu dibawah 10o C,
f. Keracunan Clostridium botulinum
1) Gejala :
akit kepala, pandangan kabur, lemas, diare dan
muntah.
2) Penyebab :
toksin bakteri Clostridium botulinum.
3) Habitat atau Sumber penular :
Makanan kaleng yang tercemar,
4) Cara penularan :
Mengkonsumsi makanan kaleng yang sudah
rusak,
5) Masa inkubasi :
beberapa menit sampai 1 jam.
6) Pencegahan :
a) Memilih makanan kaleng yang masih baik,
tidak rusak, penyok, bocor atau
b) Memasak makanan kaleng sebelum digunakan,
c) Menghabiskan makanan kaleng untuk sekali
pemakaian.

18
Universitas Sumatera Utara
g. Keracunan Vibrio parahaemolyticus
1) Gejala :
Diare hebat, perut kram dan sakit, mual, muntah
dan demam.
2) Penyebab :
toksin bakteri Vibrio parahaemotyticus
3) Habitat atau Sumber penular :
4) Cara penularan :
Mengkonsumi makanan laut yang tercemar dan
dimasak tidak sempurna.
5) Masa inkubasi : 1-7 hari
6) Pencegahan :
a) Memilih makanan laut yang masih segar dan
baru,
b) Memasak makanan laut sampai masak
sempurna,
c) Memisahkan makanan masak dengan bahan
mentah,
d) Menyimpan bahan mentah pada suhu beku
atau dingin di bawah 10o C,
e) Segera memakan makanan laut yang sudah
masak ketika masih panas,
h. Keracunan Baccilus cereus.
1) Gejala :
Mual dan muntah mendadak kadang dengan
disertai sakit perut dan diare.

19
Universitas Sumatera Utara
2) Penyebab :
toksin bakteri Baccilus cereus tahan panas yang
menyebabkan muntah dan toksin yang rusak
dengan panas menyebabkan diare. Bakteri ini juga
menghasilkan spora yang tahan panas.
3) Habitat atau Sumber penular :
Makanan yang tercemar bakteri ini yang berasal
dari tanah dan debu yang hinggap ke makanan.
4) Cara penularan :
Mengkonsumi makanan biji-bijian yang sudah
tercemar,
5) Masa inkubasi :
beberapa jam sampai 1 hari,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan yang segar.
b) Menyimpan bahan makanan pada suhu dingin
dibawah 10o C.
c) Memanaskan kembali makanan yang sudah
disimpan lama.
PBM yang disebabkan virus :
a. Hepatitis Infektiosa.
1) Gejala :
Demam mendadak, terasa tidak enak badan,
kemudian beberapa hari timbul warna kekuningan
2) Penyebab : Virus Hepatitis A
3) Sumber penular :
manusia penderita,
4) Cara penularan :
Melalui tinja penderita atau keringat yang

20
Universitas Sumatera Utara
mencemari makanan dan air minum.
5) Masa inkubasi:
1 – 2 minggu,
6) Pencegahan :
a) Penyuluhan kesehatan untuk memelihara
kebersihan dapur pengolahan makanan dan
lingkungannya.
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Mengolah makanan dengan cara memasak
sempurna.
d) Vaksinasi Hepatitis A.
b. Gasteroenteritis akibat virus
1) Gejala :
Diare, muntah, sakit perut dan demam. Dapat
mengenai banyak orang sekaligus sehingga menjadi
epidemi. Ada yang sporadis dan biasanya sembuh
dengan sendirinya, kecuali gejala diare berat pada
anak-anak dapat menyebabkan dehidrasi.
2) Penyebab :
virus rotavirus dan virus calcivirus,
3) Sumber penular :
Virus pada penderita yang mencemari makanan.
4) Cara penularan :
Makanan yang tercemar oleh virus dari penjamah
yang sakit dan masih menangani makanan, air dan
atau peralatan yang dipakai menangani makanan

21
Universitas Sumatera Utara
dan minuman yang tidak bersih.
5) Masa inkubasi:
1 – 3 hari.
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
PBM yang disebabkan bahan kimia :
a. Keracunan logam berat.
1) Gejala :
Gangguan fungsi syaraf, otak dan peredaran darah,
dan dapat menimbulkan kanker.
2) Penyebab :
Logam berat seperti Mercury (Hg), Timah Hitam
(Pb), Cadmium (Cd).
3) Habitat dan Sumber penular :
Limbah Industri,
4) Cara penularan :
Makanan yang tercemar logam berat masuk
dalam makanan dalam jumlah yang kumulatif
(menumpuk)
5) Masa inkubas i:
1 – 10 tahun,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan peralatan pengolahan
makanan.

22
Universitas Sumatera Utara
b) Memilih peralatan yang tidak mengandung
logam berat beracun.
c) Tidak mengkonsumsi makanan tertentu secara
b. Keracunan pestisida.
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai
diare, kejang, pingsan sampai kematian.
2) Penyebab :
Pestisida golongan Organochlorat dan Organoposfat.
3) Habitat dan Sumber penula r:
Cara Penanganan Pestisida yang ceroboh
4) Cara penularan :
Pencemaran pestisida kedalam makanan dan tidak
dicuci sampai bersih.
5) Masa inkubasi :
beberapa detik sampai menit.
6) Pencegahan :
a) Memasang label pestisida yang jelas dan mudah
dilihat agar tidak keliru dalam penggunaannya.
b) Menyimpan pestisida ditempat yang jauh dari
makanan dan jangkauan anak-anak.
c) Menyemprot tanaman dengan pestisida harus
jauh waktunya sebelum panen.
d) Menyediakan obat-obatan antidote keracunan
pestisida.

23
Universitas Sumatera Utara
PBM yang disebabkan toksin/racun alam
a. Keracunan makanan asal hewani
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai
diare, kejang, pingsan sampai kematian.
2) Penyebab :
Racun Ciguatera pada ikan buntel dan scromboid
pada ikan karang.
3) Sumber penular :
Hewan beracun (ikan).
4) Cara penularan :
Mengolah makanan yang secara alam mengandung
racun dan sebenarnya tidak untuk dimakan,
biasanya karena ketiadaan bahan pangan.
5) Masa inkubasi :
beberapa detik sampai menit.
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan yang terbukti aman,
b) Menyediakan obat antidote untuk menangkal
jika terjadi keracunan.
b. Keracunan makanan asal tanaman
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang diserta
diare dan kejang, dan sampai pingsan.
2) Penyebab :
Bayam rubhar, kentang solanin, asam jengkol,
asam gadung,

24
Universitas Sumatera Utara
3) Sumber penular:
Makanan tumbuhan yang secara alam beracun,
4) Cara penularan:
Makanan tumbuhan beracun yang dimasak karena
kekurangan makanan atau karena ketidak tahuan.
5) Masa inkubasi:
beberapa detik sampai menit,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan asal tumbuhan yang
terbukti aman.
b) Menyediakan obat antidote untuk mencegah
keracunan makanan,
c) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis
makanan asal tumbuhan beracun.
PBM yang disebabkan Allergi.
a. Allergi histamin
1) Gejala:
Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar dan
gatal-gatal dan bibir terasa bengkak.
2) Penyebab:
zat allergen Histamin
3) Habitat dan Sumber penular:
Ikan laut yang tercemar bakteri Proteus sp.
4) Cara penularan:
Ikan laut hasil tangkapan yang sudah lama
diperjalanan dan tercemar bakteri Proteus sp.
menyebabkan perubahan asam amino essential

25
Universitas Sumatera Utara
Hisditine dirubah menjadi histamin yang bersifat
zat allergen.
5) Masa inkubasi:
beberapa menit sampai jam,
6) Pencegahan:
a) Memilih bahan makanan ikan laut yang masih
segar dan baru.
b) Mengolah ikan laut sedemikian rupa, sehingga
dapat menghilangkan zat allergen didalamnya
seperti misalnya memasukkan arang atau sereh
kedalam makanan.
C) Menyediakan obat antidote untuk mencegah
dampak buruk jika terjadi keracunan makanan.
d) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis ikan
yang mengandung zat allergen.
b. Allergi penyedap makanan
1) Gejala:
Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar dan
2) Penyebab:
Penyedap makanan China (Chinese Food
syndrome)
3) Habitat dan Sumber penular:
Penyedap makanan MSG dan vetsin
4) Cara penularan:
Pengolahan makanan China yang menggunakan
penyedap makanan dalam dosis berlebihan
sehingga menimbulkan reaksi allergen pada tubuh
yang sensitif

26
Universitas Sumatera Utara
5) Masa inkubasi :
beberapa menit sampai jam,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan olahan komersial yang
masih segar dan baru.
b) Mengolah masakan sedemikian rupa, sehingga
tidak menambahkan bahan penyedap yang
berlebihan seperti misalnya metchin atau MSG.
c) Menyediakan obat antidote untuk mencegah.
d) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis
makanan yang mengandung zat allergen.
PBM karena parasit
a. Disentri amoeba.
1) Gejala :
Diare mendadak disertai demam dan sakit perut
2) Penyebab :
Entamoeba histolitica
3) Habitat dan Sumber penular :
Manusia carrier (pembawa kuman) dan penderita.
4) Cara penularan :
Pencemaran terhadap makanan dan peralatan
makan minum
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
pengolahan makanan,

27
Universitas Sumatera Utara
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan
c) Penjamah yang sakit dan carrier dilarang
menjamah makanan,
b. Penyakit kecacingan
1) Gejala :
Perut buncit, nafsu makan hilang, mata pucat,
2) Penyebab :
Berbagai jenis cacing seperti: cacing pita, cacing
gelang, cacing tambang, cacing kremi dan cacing
spiral.
3) Habitat dan Sumber penular :
Manusia carrier (pembawa cacing)
4) Cara penularan :
Penularan telur cacing yang keluar dari tubuh
penderita terbawa tinja dan mencemari makanan
melalui air, tanah, tangan dan peralatan dapur.
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
tempat pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan,
c) Membuang tinja ke septik tank yang saniter.
d) Menggunakan air minum yang telah dimasak
sampai mendidih.
e) Menggunakan pakaian, sepatu dan sarung
tangan jika bekerja di kebun.

28
Universitas Sumatera Utara
b. PRINSIP-PRINSIP HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN
1. PENGERTIAN :
a. Prinsip adalah asas keutamaan atau kebenaran yang
menjadi pokok dasar dalam berpikir, bertindak dan
berperilaku.
b. Kaidah adalah perumusan asas-asas yang menjadi
hukum atau aturan tertentu yang memberikan
kepastian hasil atau tujuan.
c. Hygiene adalah usaha kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan status kesehatan bagi individu
dari subyeknya.
d. Sanitasi adalah usaha kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan bagi lingkungan dari
subyeknya.
e, Bahan makanan adalah bahan makanan segar dan
atau bahan makanan olahan yang akan diproses lebih
lanjut untuk menjadi makanan yang siap saji.
f. Makanan siap saji adalah makanan yang telah diolah
di rumah tangga atau di tempat usaha penyajian
makanan komersil yang siap langsung dikonsumsi.
g. Makanan olahan kemasan adalah makanan siap saji
yang dikemas secara tehnolgi vakum sehingga lebih
tahan lama disimpan.
h. Makanan olahan jajanan pasar adalah makanan siap
saji yang dijual untuk umum tanpa kemasan vakum
sehingga tidak untuk dikonsumsi dalam jangka waktu
yang lama.
i. Organoleptik adalah kondisi atau pengujian kondisi

29
Universitas Sumatera Utara
makanan dengan melalui lima indra penglihatan,
perabaan, penciuman,pendengaran dan pengecapan.

ENAM PRINSIP HYGIENE SANITASI MAKANAN


1) PEMILIHAN MAKANAN
Makanan yang akan diolah di rumah tangga ataupun yang
akan langsung dikonsumsi hendaknya dipilih makanan
yang memenuhi syarat mutu, kesehatan dan keamanan
makanan, yaitu dengan memperhatikan organoleptik
untuk setiap jenis makanan sebagai berikut :
Makanan hewani
a) Daging hewan, dengan ciri-cirinya adalah :
1) daging tampak mengkilat, warna cerah dan tidak
pucat.
2) tidak tercium bau asam atau busuk
3) sifat daging masih elastis artinya bila ditekan dengan
jari akan segera kembali (kenyal) dan tidak kaku.
4) bila dipegang tidak lekat/lengket tetapi masih
terasa kebasahannya
Perbedaam umum untuk setiap jenis daging dengan
ciri ciri berikut :
a) sapi
Warna merah segar, serat halus,lemak kuning dan
lembut
b) kerbau
Warna merah tua, serat kasar,lemak kuning dan
kasar,

30
Universitas Sumatera Utara
c) kambing
Warna merah jambu, serat halus,lemak putih dan
keras, bau aroma prengus yan khas.
d) babi
Warna merah jambu, serat halus,lemak putih dan
lembut.
e) Ayam
Broiler (pedaging) Daging montok, lembek, warna
putih, jengger kecil ukuran sedang,
Ras (Petelur) Daging montok agak keras, warna
putih, jengger besar, ukuran besar.
Kampung Daging sekel warna kekuningan, jengger
kecil dan sisik kaki kehitaman.
Tiren (mati kemaren) Daging pucat, warna agak
kehitaman, atau kuning menyolok karena diberi
pewarna, luka sembelihan rata.
b. Ikan segar, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1) warna kulit terang, cerah dan tidak suram.
2) sisik masih melekat dengan kuat dan tidak mudah
rontok.
3) mata melotot, jernih dan tidak suram.
4) daging elastis, bila ditekan tidak berbekas.
5) insang berwarna merah segar dan tidak bau
6) t i d a k t e r d a p a t l e n d i r b e r l e b i h a n p a d a
permukaannya.
7) tidak berbau busuk, asam atau bau asing yang lain
8) ikan akan tenggelam dalam air.

31
Universitas Sumatera Utara
c. Ikan asin, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1) cukup kering dan tidak busuk.
2) daging utuh dan bersih, bebas serangga.
3) bebas bahan racun seperti pestisida.
4) tidak menjadi daya tarik bagi lalat
5) warna kulit terang, cerah dan tidak suram
Cara mengolah ikan asin seperti menjadi ikan segar:
1) Ikan asin direbus sampai airnya mendidih sampai
garamnya larut.
2) Ikan dicuci dengan air bersih agar rasanya tawar.

3) Ikan ditiriskan atau dikeringkan agar air rebusannya


keluar.
4) Ikan siap diolah sebagaimana ikan segar yang
tawar.
5) Ikan asin yang sudah tawar tidak boleh disimpan
karena akan cepat membusuk,
d. Telur
Telur yang dimaksud adalah telur dengan cangkang
keras seperti telur ayam, bebek, puyuh, dan unggas
lainnya, dengan ciri-cirinya sebagai berikut
1) Kulit tampak bersih dan kuat, tidak pecah, retak
atau bocor
2) Tidak terdapat noda atau kotoran pada kulit.
3) Mempunyai lapisan zat tepung pada permukaan
kulit

32
Universitas Sumatera Utara
4) Permukaan kulit kering dan tidak basah akibat
dicuci.
5) Bila dikocok telur tidak kopyor (koclak), atau
disebut telur dingin (kuning telur telah pecah),
6) Bila diteropong (candling), terlihat tembus cahaya.
d. Susu segar
Susu segar adalah susu yang langsung diambil dari
pemerahan susu sapi, kerbau, kuda atau kambing.
Ciri-ciri susu segar yang baik adalah:
1) Penampakkan cairan bersih, warna putih susu dan
homogen.
2) Cairan tidak menggumpal atau berlendir,
3) Jika menempel pada dinding botol atau gelas,
terlihat sisa yang melekat pekat.
4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam, atau
bau amis (hanyir)
5) Bebas dari kotoran fisik atau serangga,
6) Sebaiknya telah memiliki sertifikat uji pasteurisasi
dan atau uji mutu lainnya.
e. Susu bubuk
Susu bubuk adalah susu segar yang telah mengalami
proses penguapan sehingga membentuk bubuk susu
yang siap digunakan dengan malarutkan dengan air
panas. Susu bubuk lebih tahan lama karena kadar
airnya sangat kecil pengeringan dan penambahan zat
gizi tertentu untuk peningkatan gizi dan pengawetan.
Ada dua jenis susu bubuk yaitu wholemilk yaitu susu
dengan kandungan lemak, dan susu skimmilk yaitu

33
Universitas Sumatera Utara
susu tanpa kandungan lemak. Ciri susu bubuk yang
baik adalah :
1) Tepung kering dan bersih
2) Tidak bernoda atau menggumpal
3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya
4) Aroma khas susu, tidak berbau tengik, asam, atau
bau amis (hanyir)
f. Susu kental manis.
Susu kental manis adalah susu segar yang diproses
dengan cara penambahan gula sebagai bahan
pengawet. Susu ini digunakan dengan cara
menambahkan air panas sesuai dengan takaran yang
dikehendaki. Karena kadar gulanya tinggi, susu ini
tahan lama disimpan, dan banyak dipakai sebagai
bahan tambahan untuk penyajian makanan dan
minuman. Ciri-cirinya yang baik adalah :
1) Cairan kental, bersih berwarna putih susu
2) Tidak bernoda, menggumpal atau berlendir
3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya
4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam, atau
bau amis (hanyir)
Makanan nabati :
a. Buah-buahan, dengan ciri-cirinya adalah :
1) keadaan fisiknya baik, isinya penuh, kulit utuh, tidak
rusak atau kotor dan bagian isi masih terbungkus
dengan baik.
2) warna sesuai dengan bawaannya, tidak ada warna

34
Universitas Sumatera Utara
tambahan, warna buatan (karbitan), dan warna
lain selain warna buah.
3) aroma tidak berbau busuk, bau asam/ basi atau
bau yang tidak segar lainnya.
4) tidak ada cairan lain selain getah aslinya.
b. Sayuran :
1) Daun, buah atau umbi dalam keadaan segar, utuh
dan tidak layu.
2) Kulit buah atau umbi tidak rusak/pecah, dan tidak
ada bekas gigitan hewan, serangga atau manusia.
3) Tidak ada bagian tubuh yang rusak, berubah
warnanya kotor atau berdebu.
4) Isi bagian dalam masih terasa kuat dan utuh.
c. Sayuran berlapis :
Sayuran jenis bawang, kol, sawi, jagung muda,
bunga tebu memiliki lapisan kulit luar pelindung yang
berfungsi melindungi bagian dalam makanan. Lapisan
ini berfungsi melindungi makanan selama dalam
waktu pemanenan, pengangkutan dan penyimpanan,
karena akan mencegah kerusakan pada bagian dalam
makanan. Ciri-cirinya yang baik adalah :
1) Lapisan pelindung luar masih menempel dengan
baik.
2) Keadaan fisik sayuran bersih,
3) Bebas gigitan hewan, serangga dan manusia,
4) Jika akan digunakan lapisan paling luar dikupas
terlebih dahulu dan tidak digunakan,

35
Universitas Sumatera Utara
d. Biji-bijian :
1) Keadaan biji baik, kering, isi penuh, tidak keriput
dan warnanya mengkilap.
2) Permukaannya kulit utuh, tidak ada noda karena
rusak, jamur atau kotoran selain warna asli
bawaanya.
3) Tidak ada bekas gigitan serangga atau hewan
pengerat,
4) Tidak tercium aroma selain bau khas biji yang
bersangkutan.
5) Tidak tumbuh kecambah/tunas kecuali dikehendaki
(toge).
6) Biji akan tenggelam bila dimasukkan kedalam air.
Perhatikan : Biji yang telah berubah warna, bernoda
atau berjamur dan terasa pahit, jangan dimakan
karena sangat berbahaya yaitu alfatoksin yang dapat
mematikan.
f. Jenis tepung, dengan ciri-ciri berikut :
1) Cukup kering, tidak lembab/basah atau
menggumpal.
2) warna aslinya tidak berubah karena jamur atau
kapang.
3) tidak mengandung kutu atau serangga.
4) masih dalam kemasan untuk sekali penggunaan.
g. Bumbu kering, dengan ciri-cirinya berikut :
1) Keadaan teksturnya kering,

36
Universitas Sumatera Utara
2) tidak dimakan serangga atau bekas gigitannya.
3) warna mengkilap dan berisi penuh,
4) Fisiknya bersih yaitu bebas dari kotoran dan debu.
h. Makanan fermentasi
Makanan fermentasi adalah makanan yang diolah
dengan cara metabolisme mikroorganisme sehingga
diperoleh jenis makanan baru yang tahan lama. Ciri-
cirinya adalah :
1) Tercium aroma khas makanan fermentasi,
2) tidak ada perubahan warna, aroma dan rasa.
3) Bebas dari cemaran serangga (ulat) atau hewan
lainnya.
4) Tidak terdapat noda-noda pertumbuhan benda
asing seperti spot-spot berawarna hitam, atau
jamur gundul pada tempe atau oncom.
i. Makanan kemasan pabrik
- Kemasannya masih baik, utuh, tidak rusak, bocor
atau kembung.
- Minuman dalam botol tidak berubah warna atau
menjadi keruh yang lain dari biasanya
- Makanan cair homogen dan tidak terdapat
gumpalan atau berlendir.
- Makanan padat yang kering dan tidak lembab atau
layu.
- Bebas dari serangga (ulat) dan kotoran lainnya,
- Belum habis masa pakainya (belum kadaluwarsa).

37
Universitas Sumatera Utara
- Segel penutup masih terpasang dengan baik.
- Mempunyai merk, label dan kompisisi makanan
yang jelas
- Mempunyai nama, alamat pabrik atau distributornya
yang jelas.
- Terdaftar di Departemen Kesehatan atau Badan
POM dengan tanda kode nomor:
ML : Untuk makanan luar negeri (import)
MD: Untuk makanan dalam negeri (lokal)
SP : Untuk makanan pengrajin bukan pabrikan.

2) PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN


Penyimpanan bahan makanan seringkali dilakukan
masyarakat karena keberadaan persediaan bahan
makanan tidak sama volumenya setiap saat. Selama
makanan disimpan akan terjadi perkembangan enzym
dalam makanan yaitu enzym amilase yang akan merusak
karbo hidrat, enzym protease yang akan merusak protein,
enzym lipase yang akan merusak lemak dan enzym
maltase yang akan mematangkankan buah dan akhirnya
menjadi busuk. Agar bahan makanan yang disimpan
dapat bertahan lama, diperlukan cara-cara penyimpanan
makanan yang baik berikut ini :
1) Jenis penyimpanan :
a) Penyimpanan segar (fresh cooling), antara
10o -15oC yaitu suhu penyimpanan untuk jenis
buah dan sayuran
b) P e n y i m p a n a n s e j u k ( c h i l l i n g ) , y a i t u s u h u
penyimpanan untuk makanan siap santap yang

38
Universitas Sumatera Utara
akan segera disajikan kembali dengan suhu antara
0o - 10oC.
c) Penyimpanan dingin (freezing), yaitu suhu
penyimpanan untuk bahan yang mudah rusak untuk
jangka waktu tertentu sebelum dipergunakan,
dengan suhu antara 0o sampai -10oC.
d) P e n y i m p a n a n b e k u ( f r o z e n ) , y a i t u s u h u
penyimpanan untuk makanan siap saji/santap
atau bahan makanan yang disimpan untuk jangka
waktu lama dengan suhu minimal - 10oc sampai
- 50oC atau lebih rendah dari itu.
2) Manajemen Suhu dan waktu penyimpanan bahan
makanan.
a) Suhu adalah suhu lingkungan dimana bahan
makanan berada. Makin tinggi suhu penyimpanan
akan makin cepat kerja enzym dan membuat buah-
buahan lebih cepat masak dan membusuk.
b) Waktu adalah lamanya bahan makanan disimpan
pada suhu kamar. Makin lama makanan disimpan
pada suhu kamar maka risiko kerusakan akan
semakin besar.
c) Pilihan terbaik adalah secepat mungkin makanan
dikonsumsi, dan atau disimpan pada suhu dingin,
dan tidak dikeluarkan jika tidak akan digunakan.
3) Suhu Penyimpanan yang baik untuk setiap jenis
bahan makanan
a) Daging, ayam, ikan, hewan laut dan hasil olahannya:
(1) Selama 3 hari. -5o sampai 0oC

39
Universitas Sumatera Utara
(2) Selama 1 minggu. -10o sampai -5oC
(3) Selama lebih 1 minggu. Dibawah – 10oC
b) Telor, susu dan hasil olahannya :
(1) Selama 3 hari 5o sampai 7oC
(2) Selama 1 minggu -5o sampai 0oC
(3) Selama lebih 1 minggu dibawah –5oC
c) Sayuran, buah, umbi dan hasil olahannya
Paling lama untuk waktu 1 minggu 7o sampai 10oC
d) Tepung, biji dan bumbu kering
Paling lama untuk waktu 6 bulan suhu kamar
(25oC)
4) Penataan penyimpanan bahan pada suhu dingin
a) Ketebalan bahan makanan yang disimpan tidak
lebih dari 10 cm. agar suhu dapat merata keseluruh
bagian makanan.
b) Setiap jenis bahan makanan ditempatkan secara
terpisah dalam wadah (container) masing-masing.
c) Penempatan bahan makanan sedemikian rupa agar
terjadi sirkulasi udara dengan baik. Penempatan
yang terlalu padat dapat meningkatkan suhu
penyimpanan.
d) Penempatan makanan siap santap harus diatas
daripada rak bahan makanan, untuk mencegah
kontaminasi silang.
e) Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam
kantong plastik yang rapat sehingga tidak merusak
aroma makanan lainnya.

40
Universitas Sumatera Utara
f) Makanan siap santap yang lebih dari 3 hari harus
dikeluarkan untuk dimusnahkan atau dibuang.
g) Pintu lemari harus menutup rapat dan tidak boleh
terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk
keperluan sehari-hari dipisah dengan lemari untuk
keperluan penyimpanan bahan makanan.
5) Penataan penyimpanan suhu kamar.
a) Bahan makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak
menempel pada lantai, dinding dan langit-langit.
Untuk memudahkan pembersihan lantai, dan stock
opname.
b) Untuk makanan kering dan makanan kemasan
yang disimpan dalam suhu kamar, maka kamar
penyimpanan harus diatur sebagai berikut :
(1) Terjadi sirkulasi udara segar yang dapat masuk
keseluruh ruangan.
(2) mencegah kemungkinan jamahan dan tempat
persembunyian serangga dan tikus.
(3) Setiap makanan ditempatkan berkelompok
sesuai jenis makanan masing-masing.
(4) Untuk bahan makanan curah seperti gula pasir,
tepung, beras,harus ditempatkan dalam wadah
bersih dan ditutup.

41
Universitas Sumatera Utara
3)) PENGOLAHAN MAKANAN
Dalam pengolahan makanan dikenal dengan prinsip atau
kaidah Cara Pengolahan Makanan yang Baik (CPMB).
CPMB meliputi tahapan berikut ini;
a) Persiapan tempat pengolahan
b) Pencegahan masuknya lalat, tikus dan hewan lainnya
c) Persiapan rancangan menu
d) Persiapan peralatan dan perlengkapannya
e) Pencucian bahan dan sortir bahan
f) Pengaturan suhu, waktu dan tenaga.
g) Pewadahan Makanan yang masak

a. Persiapan tempat pengolahan.


Dapur pengolahan makanan minimal memenuhi
persyaratan hygiene dan sanitasi untuk mencegah
risiko pencemaran makanan, antara lain adalah :
1) Lubang ventilasi yang dapat mengeluarkan udara
panas dari dapur, seperti jendela, lubang angin
atau kipas ekshouster.
2) Kondisi dapur bersih, teratur, terawat, dan tersedia
segala keperluan untuk mengolah makanan yang
berada pada tempatnya masing-masing dan siap
digunakan.
3) Ruangan dapur akan menimbulkan aroma
makanan yang merangsang kehadiran lalat, tikus
dan hewan lainnya. Sehingga perlu dicegah dengan
cara berikut ini :

42
Universitas Sumatera Utara
(a) Memasang kawat kassa pada jendela, lubang
angin dan lubang terbuka lainnya
(b) Menjaga kebersihan dapur agar tidak menarik
lalat, tikus dan hewan lainnya masuk ke dapur.
(c) Memasang lampu perangkap lalat (insect killer
lamp) tegangan tinggi
(d) Memasang kertas rekat lalat (reppelent)
(e) Mamasang aliran udara dingin yang tidak
disukai lalat
(f) Memasang umpan lalat dikebun sehingga lalat
tidak jadi masuk ke dapur.
4) Lantai, dinding dan langit-langit dibuat secara utuh
dan menutup seluruh bagian dengan sempurna.
5) Bahan untuk lantai yang digunakan adalah bahan
yang mudah dibersihkan dan tidak menyerap
debu, seperti plesteran semen, keramik, porselin
atau bahan sejenis lainnya.
6) Tempat pengolahan makanan harus ditata sedemikian
rupa, sehingga alur makanan teratur dan tidak
simpang siur, atau dengan cara kerja ban berjalan.
b. Pencegahan masuknya lalat, tikus dan hewan
lainnya.
Lalat,tikus dan hewan lainnya adalah sumber penular
utama terhadap pencemaran makanan yang dapat
menyebabkan penyakit bawaan makanan, dan cara
menghindarinya antara lain :
1) Tidak ada dinding rangkap yang dapat digunakan
tikus bersarang

43
Universitas Sumatera Utara
2) Tidak ada bahan bangunan berlubang yang
terbuka
3) Tidak ada celah diantara kayu bangunan atau
perabotan yang jaraknya kurang dari 5 cm.
4) Daun pintu bagian bawah dilapisi lembaran logam
untuk mencegah tikus membuat lubang di daun
pintu.
5) Pintu-pintu dibuat dapat menutup sendiri agar
dapat menahan masuknya lalat, tikus dan hewan
lainnya.
c. Persiapan rancangan menu.
Menu disusun sesuai dengan kebutuhan kalori harian
untuk kecukupan gizi sehat yaitu sekitar 2.100 –
2.300 kalori untuk dewasa dan remaja, dan 500 – 750
kalori untuk anak-anak. Menyusun menu dengan
memperhatikan beberapa faktor antara lain :
1) Ketersediaan bahan, jenis bahan dan jumlahnya
2) Keragaman variasi dari setiap menu
3) Proses dan lamanya pengolahan
4) Keahlian dalam mengolah makanan
d. Persiapan Peralatan dan perlengkapan.
Peralatan adalah semua alat yang berhubungan
langsung dengan makanan yang diperlukan dalam
pengolahan makanan, pewadahan dan penyimpanan
makanan baik untuk makanan mentah dan yang telah
masak.
Perlengkapan adalah semua alat yang tidak
berhubungan langsung dengan makanan tetapi

44
Universitas Sumatera Utara
diperlukan dalam pengolahan makanan, pewadahan
dan penyimpanan makanan. Persyaratannya yaitu :
1) Meja peracikan
a) Meja peracikan harus bersih, kuat dan tahan
karat. Bahan dapat berupa bambu atau kayu
yang kuat dan dilapisi dengan plastik, stainless
stell atau keramik,
b) Talenan untuk meracik makanan harus kuat
dan tidak melepaskan bahan beracun.
2) Peralatan untuk meracik makanan seperti pisau,
garpu, panci, sendok dan sejenisnya.
a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Peralatan untuk meracik bahan mentah harus
dibedakan dengan peralatan untuk meracik
makanan yang sudah dimasak.
c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada
tempatnya setiap kali akan digunakan.
d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena
dapat menyebabkan kontaminasi silang.
3) Peralatan untuk mengolah makanan.
a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Peralatan untuk mengolah bahan mentah harus
dibedakan dengan peralatan untuk mengolah
makanan yang sudah dimasak.
c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada
tempatnya setiap kali akan digunakan.

45
Universitas Sumatera Utara
d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena
dapat menyebabkan kontaminasi silang,
4) Peralatan wadah makanan masak
a) Harus Bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Setiap wadah digunakan untuk menempatkan
jenis makanan yang berbeda sesuai dengan
peruntukkannya.
c) Wadah dilengkapi dengan tutup yang dapat
mengeluarkan udara panas dari makanan,
untuk mencegah pengembunan (kondensasi)
yang dapat meningkatkan kadar air bebas
sebagai media pertumbuhan bakteri.
5) Bahan peralatan untuk meracik, mengolah dan
wadah makanan tidak boleh melarutkan zat
beracun kedalam makanan. Contoh Kuningan,
tembaga, timah dan melamin.
6) Perlengkapan pengolahan.
Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung
gas,lampu, kipas angin dsb, harus memenuhi
persyaratan :
a) Bersih, kuat dan berfungsi dengan baik.
b) Tidak menjadi sumber pencemaran.
c) Tidak menjad sumber bencana atau kecelakaan,
e. Penyortiran dan pencucian bahan
1) Setiap bahan yang akan dimasak harus dilakukan
penyortiran untuk memisahkan atau membuang
bagian bahan yang rusak (afkir)

46
Universitas Sumatera Utara
2) Bahan afkir harus dibuang dan tidak boleh diolah
lebih lanjut.
3) Pencucian dengan air mengalir bisa menggunakan
larutan peka (KMNO4/Kalium Permanganat) atau
kaporit atau pemutih, untuk desinfeksi bakteri.
f. Pengaturan suhu, waktu dan tenaga
1) Suhu pengolahan minimal 90o C, agar kuman
pathogen mati.
2) Waktu memasak tidak boleh terlalu lama/terlalu
matang sehingga zat gizi dalam makanan tidak
hilang akibat penguapan. Setiap Jenis bahan
makanan mempunyai waktu kematangan yang
berbeda.
3) Tenaga pengolah makanan harus sehat, bukan
pembawa kuman penyakit, berperilaku hidup
bersih dan sehat, dan selalu mencuci tangan
dengan sabun setiap kali melakukan pengolahan
makanan.
4) Makanan yang telah siap disajikan sesegera
mungkin dihidangkan untuk disantap, sehingga
lebih segar, nikmat dan aman,
g. Pewadahan makanan
1) Setiap jenis makanan dimasukan kedalam wadah
yang berbeda.
2) Isi wadah untuk makanan berkuah tidak boleh
terlalu penuh untuk mencegah tumpah.

47
Universitas Sumatera Utara
4. PENYIMPANAN MAKANAN MASAK
Bahan makanan yang sudah diolah di rumah tangga
menjadi makanan yang siap saji. Makanan siap saji
merupakan campuran dari zat-zat gizi yang terdiri dari
karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin diperlukan
manusia untuk hidup, tumbuh dan berkembang biak.
Namun ternyata zat-zat gizi tersebut merupakan makanan
kesukaan jasad renik pathogen seperti bakteri dan jamur.
Bakteri sangat menyukai protein, sedangkan jamur
sangat menyukai karbohidrat dan lemak. Jika jumlahnya
mencapai dosis infeksi, maka makanan tersebut menjadi
sumber penyakit bawaan makanan. Oleh karena itu
penyimpanan makanan masak menjadi sangat penting
untuk diperhatikan bersama.
Ruang lingkup kaidah penyimpanan makanan masak:
1) Konsep Pertumbuhan bakteri
2) Tahapan pertumbuhan bakteri
3) Lingkungan penghambat pertumbuhan bakteri
4) Lingkungan pemacu pertumbuhan bakteri
5) Suhu penyimpanan yang aman
6) Waktu penyimpanan yang aman.
Penyimpanan makanan harus lebih cermat dan waspada
daripada penyimpanan bahan makanan, karena makanan
adalah langsung untuk dikonsumsi, sedangkan bahan
makanan perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
1) Konsep pertumbuhan bakteri
a) Bakteri akan berkembang biak di dalam makanan
siap saji secara membelah diri satu menjadi dua,

48
Universitas Sumatera Utara
dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan
seterusnya, setiap 20 menit sekali.
b) Dalam suasana dan kondisi lingkungan makanan
yang cocok bagi pertumbuhan jasad renik, maka
setiap satu sel bakteri akan tumbuh menjadi 300
ribu sel selama 6 jam atau menjadi 2 juta sel dalam
tempo tujuh jam. Oleh karena itu makanan siap
saji yang dibiarkan begitu saja lebih dari enam jam
sebaiknya tidak dikonsumsi lagi.
2) Tahap pertumbuhan bakteri pathogen
a) Pertumbuhan normal pada suhu 15 – 350 C dan
40 -600 C
b) Pertumbuhan cepat antara suhu 36 – 390 C
c) Pertumbuhan lambat antara 7 – 150 C dan 60 – 700 C
d) Pertumbuhan berhenti tetapi tidak mati pada <00 C
e) Pertumbuhan berhenti dan mati pada ?700 C.
3) Lingkungan penghambat pertumbuhan bakteri
a) Kondisi makanan yang kering
b) pH asam atau basa
c) suhu < 100C atau > 600 C
d) mengandung gula, garam atau cuka
4) Lingkungan pemacu pertumbuhan bakteri
a) Kondisi makanan yang basah atau lembab
b) pH normal (6,8-7,5)
c) suhu optimum yaitu 10 - 60o C
d) tersedia cukup makanan protein

49
Universitas Sumatera Utara
e) mengandung air bebas (air yang digunakan untuk
tumbuhnya bakteri)
5) Suhu penyimpanan yang aman
a) Makanan kering, goreng gorengan : 25 – 300 C
b) Makanan basah berkuah sop gulai, soto: > 600 C
c) Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam
tetapi kurang dari satu hari : 100 C
6) Waktu penyimpanan yang aman
a) Makanan yang baru dimasak suhunya sekitar ±
>800 C, kondisi ini masih aman
b) Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam,
suhunya dapat diabaikan karena masih > 600 C
c) Makanan yang suhunya sudah < 600 C harus segera
dimakan
d) Makanan panas harus disajikan dalam keadaan
panas
f) Makanan dingin yang suhunya < 100 C selama
disimpan maksimum 24 jam, aman dikonsumsi.
5. PENGANGKUTAN MAKANAN
Pengangkutan makanan meliputi pengangkutan bahan
makanan, makanan siap saji dan membawa makanan
siap saji untuk dihidangkan atau disediakan di tempat
makan.
a) Pengangkutan bahan makanan
1) Terjamin aman dari pencemaran
2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun

50
Universitas Sumatera Utara
3) Bahan makanan yang telah diracik harus diangkut
dalam wadah yang bersih dan tertutup
b) Pengangkutan makanan siap saji
1) Terjamin aman dari pencemaran
2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun
3) Wadah makanan terpisah untuk setiap jenis
makanan
4) Isi wadah tidak terlalu penuh untuk mencegah
makanan tumpah atau tercecer.
c) Membawa makanan siap saji
1) Orang yang membawa makanan harus sehat dan
bebas dari penyakit menular seperti batuk, flu atau
demam
2) Makanan ditutup agar terhindar dari percikan
ludah dan debu
3) Letak makanan berada diatas bahu, sehingga
terhindar dari percikan waktu bicara.
4) Wadah makanan dipegang pada bagian bawahnya
dan tidak memegang pinggir wadah atau piring.
6. PENYAJIAN MAKANAN
Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari
perjalanan pengolahan makanan di rumah tangga.
Makanan yang telah selesai diolah dan dimasukan
kedalam wadah masing-masing siap disajikan untuk di
santap oleh anggota keluarga atau tamunya. Tentu saja
harapannya bahwa makanan yang telah susah payah
diolah, membawa berkah buat seluruh anggota keluarga
atau siapapun yang menyantapnya. Oleh karena itu

51
Universitas Sumatera Utara
sebelum makanan disajikan ada baiknya dilakukan test
terlebih dahulu dari segi penampilan, rasa, selera dan
n
keamanannya.
Untuk keamanan makanan keluarga, maka penyajian
makanan dilakukan dengan beberapa kaidah, yaitu :
1) Kaidah wadah makanan
2) Kaidah kadar air
3) Kaidah edible
4) Kaidah segera
5) Kaidah selera
6) Kaidah bersih
7) Kaidah aman
8) Kaidah etika
9) Kaidah tepat
10)Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan
masak
Kaidah dalam penyajian makanan merupakan dasar
perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga, yang
meliputi :
1) Kaidah wadah makanan
a) Setiap jenis makanan ditempatkan pada wadah
masing-masing sehingga tidak saling bercampur
yang dapat menyebabkan kontaminasi silang
b) Dengan pemisahan makanan dapat mencegah
kerusakan makanan secara massal
c) Dapat memperpanjang waktu pakai makanan

52
Universitas Sumatera Utara
terutama jenis makanan kering yang terpisah dari
kelembaban makanan berkuah.
2) Kaidah kadar air
a) Mencampurkan kuah kedalam makanan pada saat
akan dikonsumsi sehingga makanan terasa segar
b) Makanan yang belum dicampur kuah akan lebih
tahan lama daripada yang sudah dicampur
c) Suhu kuah yang belum dicampurkan dengan
makanannya akan lebih tahan panas.
3) Kaidah edible
a) setiap bahan yang disajikan adalah merupakan
bahan makanan yang dapat dimakan,
b) Dilarang menggunakan stekker besi, tusuk gigi,
bunga plastic, contoh bentuk makanan dalam
penyajian makanan
4) Kaidah segera
a) setiap makanan yang telah dimasak harus segera
disajikan dan segera dikonsumsi.
b) Setiap makanan yang tidak akan disajikan segera,
harus segera disimpan di lemari pendingin pada
suhu, 10? C atau dipanaskan lagi sampai waktu
penyajian.
5) Kaidah selera
a) Setiap masakan harus mengundang selera karena
rasa, aroma dan penampilannya
b) Hindari penggunaan bahan penyedap kimia yang
dapat menyebabkan allergi dan ketagihan

53
Universitas Sumatera Utara
c) Tersedia bumbu meja untuk memenuhi selera
setiap orang.
6) Kaidah bersih
a) Setiap peralatan makan dan minum harus bersih,
utuh, dan tidak berbau amis.
b) Bagian permukaan peralatan yang kontak dengan
makanan tidak boleh tersentuh dengan tangan,
bibir atau makanan
c) Peralatan makan minum yang gompel atau retak
jangan digunakan karena tidak dijamin bersih dan
dapat menimbulkan kecelakaan.
7) Kaidah aman
a) Menyajikan makanan yang diolah dari bahan
makanan yang sudah diketahui dan diyakini
aman.
b) Menyajikan makanan tidak bersamaan tempatnya
dengan bahan beracun atau menggunakan wadah
bekas tempat bahan beracun seperti pestisida atau
bahan kimia beracun lainnya
8) Kaidah etika
a) Tata penyajian makanan secara layak dengan
peralatan makan minum yang biasa digunakan.
b) Tidak menyajikan wadah makanan dari bahan
kuningan, tembaga, timah dan melamin atau
bahan lain yang melarutkan zat beracun kedalam
makanan.
c) Tidak menggunakan wadah lain yang bukan untuk
wadah makanan

54
Universitas Sumatera Utara
9) Kaidah tepat
a) penyajian makanan harus tepat volume dan kalori
sesuai dengan kebutuhan konsumsi keluarga
sehingga makanan tidak berlebihan
b) Penyajian makanan tepat waktu sehingga dapat
mengundang selera makan yang tinggi
c) Penyajian makanan tepat menu sehingga tidak
membosankan.
10) Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan
masak.
a) Langkah dalam proses pencucian peralatan.
(1) Membersihkan peralatan dari sisa-sisa makanan
yang tertinggal (scraping)
(2) Merendam peralatan atau mengguyur dengan
air yang mengalir (flushing)
(3) Menggosok dengan bahan/larutan pembersih
(washing)
(4) Membilas dengan air bersih (rinsing)
(5) Mendesinfeksi hama (sanitizing)
(6) Mengeringkan (drying)
(7) Menyimpan ditempat yang terlindung
(keeping).
b) Bahan pencuci peralatan dapat berupa
(1) Sabun cair, sabun bubuk atau sabun colek
(2) Bubuk pembersih atau abu gosok
(3) Tapes, sabut atau sikat

55
Universitas Sumatera Utara
(4) Air panas mendidih
(5) Larutan kaporit
(6) Detergen khusus untuk mencuci peralatan
c) Proses sanitasi sinar matahari
(1) Peralatan yang selesai dicuci dijemur panas
matahari sampai kering
(2) Disimpan ditempat penyimpanan yang bersih
dan kering serta tertutup dari serangga,tikus
dan hewan lain.
c. MENCEGAH KERACUNAN BAHAN MAKANAN ALAMI
Keracunan makanan yang terjadi di rumah tangga,
khusunya di perdesaan disebabkan karena faktor ketidak
tahuan (ignorance), faktor kemiskinan (poverty) dan faktor
penyuluhan gizi dan kesehatan (heatlh education) tentang
bahan makanan yang dapat dimakan (edible stuffs). Kesulitan
akses untuk mendapatkan bahan makanan melalui jalur
distribusi pangan, dapat terjadi karena berbagai penyebab
antara lain : komunikasi transportasi yang sulit dijangkau,
daerah luas dan terpencil, kerusakan sarana akibat bencana
atau daya beli masyarakat yang rendah. Karenanya penduduk
menggunakan bahan makanan liar yang ditemukan di
hutan dan kebun yang belum diketahui keamanannya,
Hal ini terpaksa dilakukan karena ketiadaan persediaan
pangan keluarga atau karena ingin berhemat dengan cara
memanfaatkan sumber pangan liar, seperti jamur, umbi,
singkong beracun dan bahan pangan lainnya yang belum
terbukti aman dimakan.
Cara mengenal bahan pangan yang aman atau tidak aman
dimakan adalah :

56
Universitas Sumatera Utara
1. Jenis jamur untuk dikonsumsi.
a. Jamur merang (vovariella volvacea)
1) Bentuk :
Ketika kecil berbentuk bulat kecil berselaput, ketika
sudah besar berbentuk sungkup berbatang pendek
lurus dengan permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih keabu-abuan
3) Ukuran :
sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi batang 3-5 cm
4) Habitat :
Tumbuh dibawah tumpukan jerami lembab di
sawah yang tidak terkena sinar matahari, sekarang
sudah banyak dibudidayakan.
b. Jamur tiram (Pleurotus ostreotus)
1) Bentuk :
Seperti cangkang tiram atau kerang berlapis-lapis,
berbatang pendek dengan permukaan halus dan
bersih.
2) Warna :
Putih bersih
3) Ukuran :
Sedang
edang dengan diameter 3-4 cm, tinggi tiang 3
cm
4) Habitat :
Dibatang pohon mati yang lapuk di hutan atau di
kebun yang tidak terkena sinar matahari, sekarang
sudah banyak dibudidayakan.

57
Universitas Sumatera Utara
c. Jamur kuping (Auricularia polytricha (hitam);dan
A. judae (merah))
1) Bentuk :
seperti daun kuping, tidak berbatang, permukaannya
2) Warna :
Coklat, hitam dan merah yang tembus pandang.
3) Ukuran :
sedang dengan panjang/lebar 2-3 cm,
4) Habitat :
Tumbuh pada pohon mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
d. Jamur Payung tanah (Pholiota nameko)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang tinggi dengan
permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih kecoklatan, atau coklat muda kemerahan
3) Ukuran :
Besar dengan diameter 5-10 cm, tinggi tiang
10-20 cm
4) Habitat :
Tumbuh ditanah kebun yang banyak rumah
rayapnya, sekarang sudah banyak dibudidayakan.
d. Jamur Payung kayu atau Shiitake (lentinus
edodes)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang sedang dengan
permukaan halus dan bersih.

58
Universitas Sumatera Utara
2) Warna :
Coklat kemerahan
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 4-6 cm, tinggi tiang 3-5
cm
4) Habitat :
Tumbuh di batang kayu mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan, terutama
di Jepang.
e. Jamur kantarel (Cantharellus cibarius )
1) Bentuk :
seperti payung bersungkup keatas, berbatang
pendek dengan permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih pad bagian spora dan kehitaman pada bagian
payung luarnya
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi tiang 2-3
cm
4) Habitat :
Tumbuh dibatang pohon mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
f. Jamur champignon (Agaricus bisporus)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang sedang dan bercincin,
permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih bersih

59
Universitas Sumatera Utara
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 3-4 cm, tinggi tiang 3
cm
4) Habitat :
Dibatang pohon mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
g. Jamur melinjo
1) Bentuk :
Seperti batu, tidak berpayung, permukaan kasar
dan kotor, mempunyai lapisan kulit luar.
2) Warna :
Abu-abu tua kehitaman.
3) Ukuran :
kecil sampai sedang diameter 1-4 cm, tinggi 2-3
cm
4) Habitat :
Tumbuh dibawah dan sekitar batang pohon melinjo
di hutan atau kebun, masih banyak yang belum
dikenal.
2. Jenis jamur beracun.
1) Tempat tumbuhnya ditempat kotor atau sumber
kotoran,
2) Jika disinari akan mengeluarkan cahaya karena
permukaannya mengandung fosfor,
3) Permukaan jamur bersisik, tidak halus dan Warna
berbintik-bintik atau bernoda,
4) Berwarna biru atau warna terang lainnya yang
menyolok,

60
Universitas Sumatera Utara
5) Aroma jamur mengeluarkan bau yang tidak
sedap,
6) Permukaanya mengeluarkan serpihan dan kotoran
semacam debu.
b. Contoh jamur beracun
1) Jamur tanah (Amanita muscuria), yang permukaan
payungnya berbintik-bintik hitam tidak rata.
2) Jamur Amanita palloides, yang bentuknya seperti
jamur merang, tetapi permukaannya kasar dan
mempunyai cincin berwarna pada batangnya.
3) Jamur kayu Cordyceps sp. yang warna payungnya
berbintik-bintik seperti bunga.
4) Jamur kayu Formes appiana yang seperti jamur
kuping tetapi bertekstur keras dengan warna putih
atau hitam.
5) Jamur papan Gonoderma sp yang bentuknya
seperti kulit kerang berwarna putih dan hitam,
dapat dijadikan ramuan obat herbal.
6) Jamur Morchella esculenta yang warna
permukaan payungnya belang bergaris-garis sepert
sisik ular, berbatang putih pendek.
7) Jamur lainnya yang tidak dikenal janganlah dimasak
untuk dikonsumsi.
c. Jenis-jenis racun pada jamur
Gyromitrin, Amatoxin, Muscarin, Ergotamin, Aflatoxin
luteokirin.dan Faloidin
d. Obat dan antidote keracunan jamur
1) sirup ipeka dapat digunakan untuk merangsang

61
Universitas Sumatera Utara
muntah dan obat pencahar digunakan untuk
mengosongkan usus.
2) Antropin dapat diberikan untuk keracunan
muskarin.
3) Pada keracunan faloidin, diberikan makanan yang
mengandung dekstrosa dan natrium klorida,
yang akan membantu memperbaiki kadar gula
yang rendah dalam darah (hipoglikemia) yang
disebabkan oleh kerusakan hati.
4) Manitol, yang diberikan melalui infus, kadang-
kadang digunakan untuk mengatasi keracunan
siguatera yang berat
5) Pil norit atau arang untuk menyerap gas beracun
dalam usus
6) Air kelapa atau susu bersifat basa yang banyak
mengandung bahan penvahar untuk muntah.
7) Pada keracunan jamur yang tidak dikenal, harus
segera memuntahkan makanan dan membawa
muntahannya ke laboratorium untuk diselidiki.
3. Jenis ubi kayu (singkong) beracun
Singkong (manihot utilissima) merupakan bahan
makanan yang dapat dijadikan pengganti beras. Singkong
mengandung linamarin, yaitu glikosida cyanogenik yang
mengikat racun asam sianida (HCN). Sianida dalam
linamarin akan terbebas karena enzym lynase, atau karena
kerusakan fisik dari singkong. Kandungan HCN dalam
singkong dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan :
Singkong tidak beracun, yaitu singkong dengan kadar
HCN dibawah 100 mg / kg berat singkong segar.

62
Universitas Sumatera Utara
Singkong beracun, yaitu jenis singkong dengan kadar
HCN lebih dari 100 mg / kg berat singkong segar.
Dosis lethal HCN singkong pada manusia adalah 0,06
gram atau 60 mg / kg BB. Tetapi ada yang bisa bertahan
sampai tiga kalinya, sesuai daya tahan tubuh seseorang.
a) Tanda-tanda singkong beracun :
1) Warna daun hijau tua, bentuk daun tipis dan
panjang
2) Jika dicium tercium aroma pengar atau menyengat
yang tajam
3) Jika dicicip dengan lidah terasa pahit.
4) Kulit batang berwarna hijau tua kehitaman
5) Bentuk ubi biasanya panjang-panjang dengan
warna kulit ari merah tua.
6) Singkong yang tidak utuh, cacad atau sudah
terpotong menyebabkan peningkatan kadar HCN.
b) Cara mengolah singkong agar tidak keracunan:
1) Memilih parietas singkong yang mengandung
sedikit HCN.
2) Pilih bentuk singkong yang utuh dan tidak
terpotong, luka atau patah
3) Mengiris-iris lebih dahulu kemudian direndam
dalam air mengalir selama 12 jam
4) Merebus sampai matang sempurna dalam air
yang banyak. Cara ini akan menghilangkan HCN
pada umbi sebanyak 67 % dan HCN pada daun
sebanyak 95 %.

63
Universitas Sumatera Utara
c) Antidote keracunan singkong
1) Natrium nitrat
2) Natrium tiosulfat
4. Jenis umbi gadung (Dioscorea hispida Daenst)
a) Nama local
1) Manado : Bitule, Bunga meraya
2) Sumatera Barat : Gadung, Gadung ribo
3) Sunda : Gadung
4) Jawa : Gadung
5) Madura : Ghadhung
6) BeIitung : Sikapa atau Skapa
7) Sumbawa : Iwi
8) Minahasa : Ondot in lawanan, Pitur
9) Bugis : Siapa
10)Makasar : Sikapa
11)P. Roti : Boti
12)P. Seram : Uhulibita, Ulubita
13)P. Ambon : Hayule, Hayuru
b) Sumber asal :
Berasal dari India Barat dan menyebar ke negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia.
c) Gejala Keracunan
1) Gejala keracunan bagi orang awam, gadung yang
direbus saat dimakan sangat gurih dan lejat

64
Universitas Sumatera Utara
sehingga kerap orang lupa diri dan melahapnya
tanpa perhitungan
2) Dampaknya pun luar biasa, orang tersebut akan
didera pusing kepala, vertigo biasa disebut mabuk
gadung.
3) Gejala lain berupa :radang kerongkongan, pusing
muntah darah, sukar bernafas, mengantuk dan
rasa letih.
4) Jika tidak segera diobati dapat menimbulkan
Kematian biasanya setelah 6 jam selepas memakan
ubi gadung ini.
d) Jenis Racun
1) racun dioscorine,
2) alkaloid dioscorin
e) Obat dan antidote :
1) Natrium nitrat
2) Natrium tiosulfat
f) Cara Pengolahan 1: Umbi gadung dicampur abu gosok
dan direndam
1) Umbi tua yang kulitnya berwarna coklat
kekuningan dikupas kulitnya sampai kelihatan
dagingnya (kupas tebal) yang berwarna kuning
keputihan
2) Umbi kemudian di potong tipis-tipis setebal kira-
kira 3 milimeter dan dicuci sampai bersih.
3) Dimasukkan abu dapur atau abu gosok sehingga
seluruh permukaan terselimuti abu. (Abu berfungsi

65
Universitas Sumatera Utara
sebagai penetralisir racun). Bahan lain sebagai
pengganti abu adalah soda kue (NaHCO3), soda
api (NaOH), kapur tohor (Ca(OH)2).
4) Remas-remas potongan gadung yang dilapisi abu,
sampai merata,kemudian dijemur sampai kering.
5) Kemudian di rendam di dalam air mengalir selama
2-3 hari. Atau dalam air tidak mengalir namun
harus diganti setiap 6 jam sekali selama 3 hari
6) Di cuci kembali sampai bersih kemudian dijemur di
panas matahari sampai kering
7) Gadung siap untuk diolah sebagai makanan yang
aman untuk dikonsumsi
g) Cara Pengolahan 2: Umbi gadung diperam dengan
campuran garam
1) Setelah gadung diiris dan dicuci, maka dilakukan
penaburan garam secara berlapis-lapis
2) Lamanya pengeraman adalah satu minggu
3) Setelah pengeraman, gadung dicuci dengan air
bersih dan dijemur sampai kering
4) Gadung siap untuk diolah sebagai makanan yang
aman untuk dikonsumsi
5. Jenis ubi jalar liar (Ipomoea batatas)
a) Nama lokal
1) ubi hura
2) ubi hewa
b) Gejala : Beberapa jam setelah mengkonsumsi ubi jalar
beracun, dengan gejala sbb.

66
Universitas Sumatera Utara
1) pusing
2) mual
3) muntah
c) Cara pengolahan
1) Dicuci, dipotong dan direndam dalam air mengalir
(sungai) selama semalam
2) Di tiriskan sampai kering, kemudian direndam
kembali sebelum dimasak.
6. Ikan buntal (Tetraodontidae ) atau fugu
a) Jenis ikan buntal beracun yang terdapat di Indonesia
1) Buntal Duren (Diodon hytrix)
bergigi lempeng dan kuat
2) Buntal Landak (Diodon holacanthus)
bersirip 14, berduri lemah pada punggung, dada,
pada sirip dubur terdapat 23 duri lemah
3) Buntal Kotak (Rhynchostricion nasus)
berduri di kepalanya
4) Buntal Tanduk (Tetronomus gibbosus)
berduri di kepalanya
5) Buntal Kelapa (Arothron reticularis)
berciri duri lemah antara 10 - 11 pada sirip
punggung, 9 - 10 pada sirip dubur dan 18 pada
sirip dada
6) Buntal Pasir (Arthron immaculatus)
7) Buntal Tutul (A. aerostaticus)

67
Universitas Sumatera Utara
8) Buntal Pisang (Gastrophysus lunaris).
b) Nama lain
1) Ikan fugu
2) Fuffer fish
3) Ikan babi laut
b) Bentuk fisik ikan
1) Tubuh bulat seperti bola dengan sisik kecil
2) berbadan gemuk, bulat, mata besar dan lubang
pada celah insangnya besar
3) Mulut kecil bergigi banyak
4) Seringkali mengapung seperti ikan mati
5) Ukuran mencapai 285 mm.
c) Jenis toksin
Tetrodotoxin (Puffer Toxin)
d) Sumber racun
1) Empedu ikan, kalau sampai racunnya menyebar ke
seluruh daging dan tidak hilang walaupun dimasak
pada suhu tinggi.
2) kandung telur/ovarium (tertinggi), sebagai alat
perlindungan diri dari pemangsa
3) hati sangat beracun
4) mata, dan kulit
5) saluran pencernaan dan jeroan lainnya
e) Gejala Keracunan
1) kepala pusing, perut mual, dan tubuh lemas,

68
Universitas Sumatera Utara
muntah-muntah beberapa jam setelah makan.
2) mati rasa dalam rongga mulut
3) Jika berlanjut dapat menyebabkan tidak sadarkan
diri
4) gangguan fungsi syaraf seperti kelumpuhan dan
kematian akibat sulit bernapas dan serangan
jantung.
5) Gejala tersebut timbul selama 10 menit hingga 3
jam setelah mengkonsumsinya.
f) Jenis menu masakan (oleh Koki ahli khusus)
1) Fugu sashi : irisan tipis-tipis daging ikan fugu,
disajikan dengan saus ponzu (campuran air jeruk
nipis dan kecap asin).
2) Fugu chiri : sayuran dan daging ikan fugu di rebus
dalam kuah konbu dashi (kaldu ikan dan rumput
laut) dalam wadah besar. Disajikan juga dengan
saus ponzu.
3) Fugu kara age : potongan daging ikan ini dibumbui,
dibalut tepung dan digoreng.
4) Fugu hire zake : potongan sirip ikan fugu yang
dipanggang dan direndam dalam sake panas.
g) Pencegahan :
Tidak mengkonsumsi ikan buntel jika tidak ahli dalam
memasaknya
7. Kerang beracun
a) Jenis Kerang beracun
1) kerang kelep (bivalve mollusca).

69
Universitas Sumatera Utara
2) kepah dan remis (scallop).
3) remis(”mussel”).
4) tiram(”kijing”).
b) Jenis toksin
Saxitoksin, okadaic acid, pectenotoxin, yessotoxin,
Domoic acid dan Brevitoxin.
c) Nama Penyakit keracunan kerang
1) Diarrhetic shellfish poison (DSP)
2) Paralytic shellfish poison (PSP),
3) Amnestic shellfish poison (ASP),
4) Neurotoxic shellfish poison (NSP).
d) Gejala keracunan Paralystic Shellfish Poison (PSP)
1) Jenis kerang kelep (bivalve mollusca). .
2) Jenis racun: Saxitoksin yang diproduksi Alexandrium
dan dinoflagellata.
3) gejala seperti rasa terbakar pada lidah, bibir dan
mulut yang merambat ke leher, lengan dan kaki.
4) Mati rasa di sekujur tubuh sehingga gerakan
menjadi sulit.
5) Perasaan melayang-layang, mengeluarkan air liur,
pusing dan muntah
6) gejala ataksia, dysphonia, dysphagia dan paralysis
otot total
7) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan pada
sistem pernapasan.

70
Universitas Sumatera Utara
e) Gejala Keracunan Diarrhetic Shellfish Poison (DSP)
1) Jenis kerang kepah dan remis (scallop).
2) Jenis racun: okadaic acid, pectenotoxin dan
yessotoxin yang diproduksi oleh alga laut Dinophysis
fortii.
3) Gejala:diare akut, mual, muntah, sakit perut, kram
dan kedinginan.
4) Okadaic acid mempunyai efek sebagai promotor
tumor
f) Gejala Keracunan Amnesic Shellfish Poison (ASP)
1) Jenis kerang remis(”mussel”).
2) Jenis racun: Domoic acid merupakan asam amino
neurotoksik yang dibuat oleh Jenis plankton
Alexandrium catenella dan A. tamarensis,
Pyrodinium bahamense
3) Gejala: sakit perut, sakit kepala, hilangnya
keseimbangan sampai dengan kerusakan sistem
syaraf pusat termasuk hilangnya ingatan.
4) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan sistem
pernafasan.
g) Gejala Keracunan Neurotoxic Shellfish Poison (NSP)
1) Jenis kerang tiram(”kijing”).
2) Jenis racun: Brevitoxin yang diproduksi oleh alga
laut Ptychdiscus brevis,
3) Gejala: rasa gatal pada muka yang menyebar ke
bagian tubuh lain, rasa panas-dingin yang bergantian,
pembesaran pupil dan perasaan mabuk

71
Universitas Sumatera Utara
4) Kematian jarang terjadi.
h) Pencegahan :
1) Tidak mengkonsumsi kerang beracun atau belum
dikenal aman
2) Tidak mengkonsumsi kerang pada musim red tide
(pasang air laut berwarna merah).
D. KEAMANAN MAKANAN DI RUMAH TANGGA
Keamanan makanan di rumah tangga dikaitkan dengan
penggunaan makanan siap saji, makanan kemasan olehan
pabrik maupun makanan olahan industri rumah tangga, dan
bahan makanan yang akan diolah di rumah tangga, dengan
memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Makanan siap saji
a. Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
berasal dari tempat-tempat pengelolaan makanan
yang telah diawasi oleh instansi kesehatan yang
berwenang.
b. Terjamin kebersihan dan hygiene sanitasinya
c. Menggunakan wadah atau bungkus yang tidak
melarutkan zat kimia berbahaya kedalam makanan.
d. Tidak menggunakan bahan kimia pewarna atau
bahan kimia lainnya yang dilarang digunakan untuk
makanan.
e. Makanan dalam keadaan segar, tidak basi, tidak rusak
dan tidak tercium bau asing selain bau makanan yang
bersangkutan.
f. Segera dikonsumsi dan tidak untuk disimpan dalam
waktu lama.

72
Universitas Sumatera Utara
2. Makanan kemasan olahan pabrik
a. Kemasan dalam keadaan tidak rusak, tidak penyok, tidak
bocor, tidak menggelembung atau tidak berkarat.
b. Mempunyai segel asli yang masih baik.
c. Belum habis masa kedaluwarsa atau masa pakai
makanan
d. Mempunyai merk, komposisi, dan cara penggunaan
makanan dalam tulisan latin, bahasa Indonesia atau
Inggris.
e. Mempunyai nama dan alamat pabrik atau
distributornya di Indonesia.
f. Segera digunakan untuk sekali pakai sampai habis dan
tidak untuk disimpan dalam waktu lama.
g. Jika disimpan harus masih dalam kemasan utuh pada
suhu yang sesuai.
h. Mempunyai nomor tanda pendaftaran : BPOM MD
(dalam negeri) atau BPOM ML(luar negeri).
i. Isi makanan masih dalam keadaan baik.
3. Makanan olahan industri rumah tangga
a. Kemasan/wadah atau bungkusan dalam keadaan
tidak rusak, tidak sobek, tidak bocor, dan tidak kotor.
b. Mempunyai bungkus asli yang masih baik.
c. Mempunyai nama dan alamat yang jelas.
d. Segera digunakan untuk sekali pakai sampai habis dan
tidak untuk disimpan dalam waktu lama.
e. Mempunyai nomor tanda penyuluhan : SP(Sertifikat
Penyuluhan Industri Rumah Tangga) atau nomor IRTP.

73
Universitas Sumatera Utara
f. Isi makanan masih dalam keadaan baik.
g. Aroma khas makanan tersebut dan tidak ada aroma
lainnya.
4. Bahan makanan
a. Keadaan fisik bersih dan segar
b. Tekstur baik dan tidak layu atau kering, kecuali bumbu
kering.
c. Segera digunakan dan tidak untuk disimpan dalam
waktu yang lama.
d. Jika akan di simpan, maka simpanlah pada suhu yang
sesuai dengan jenis dan waktunya.
5. Bahan tambahan
a. Sejauh mungkin gunakanlah bahan tambahan
makanan alami yang telah diketahui dan telah terbukti
aman digunakan.
b. Gunakan bahan tambahan kimia yang telah diizinkan
oleh Pemerintah dengan dosis yang sesuai.
c. Jangan menggunakan bahan tambahan kimia yang
dilarang karena berbahaya bagi kesehatan.
6. Bahan berbahaya dan beracun
a. Jauhkan semua jenis bahan berbahaya dan beracun
dari tempat pengolahan makanan.
b. Jika telah meracik bahan berbahaya dan beracun,
segerakan mencuci tangan dengan air bersih yang
mengalir dengan menggunakan sabun sampai terasa
bersih dan tidak tercium lagi bau racunnya.
c. Gunakan selalu alat pelindung jika menggunakan

74
Universitas Sumatera Utara
bahan pestisida pertanian, dan hindari kontak dengan
tubuh atau bahan makanan.
d. Jangan menggunakan wadah kemasan bekas racun
atau pestisida untuk wadah atau alat memasak
makanan.
7. Bahan pencahar di rumah tangga
a. Gunakan air kelapa muda sebanyak mungkin jika ada
dugaan terjadinya keracunan makanan akibat bahan
kimia yang asam
b. Gunakan air jeruk atau asam jawa sebanyak mungkin
jika ada dugaan terjadinya keracunan akibat bahan
kimia yang basa.
c. Usahakan memuntahkan makanan dengan cara
memasukkan jari tangan kedalam rongga mulut paling
dalam sehingga makanan yang beracun akan keluar
melalui muntahan.
d. Gunakan tablet norit atau arang batok kelapa untuk
dimakan agar dapat menyerap gas racun dari dalam
usus.

VII. HYGIENE PERORANGAN (PERSONAL HYGIENE)


A. PENGERTIAN
Kebersihan Penjamah makanan dalam istilah populernya
disebut Hygiene Perorangan atau dalam istilah asingnya
disebut Personal Hygiene, merupakan kunci kebersihan
dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat.
Betapapun ketatnya peraturan telah dibuat dan dikeluarkan
oleh suatu usaha di tambah peralatan kerja dan fasilitas

75
Universitas Sumatera Utara
yang memadai, semua itu akan sia-sia saja bila manusia
yang menggunakannya berperilaku yang tidak mendukung.
Seperti misalnya pakaian yang dibiarkan kotor, tangan yang
dibiarkan tidak bersih, meludah di sembarang tempat. Karena
itu semua akan kembali pada faktor manusianya. Dapat
dimengerti kiranya bahwa perilaku penjamah makanan
dan kebiasaan-kebiasaan yang hygienis bagi setiap orang
penting dan perlu diperhatikan untuk menciptakan keadaan
lingkungan di rumah tangga yang baik.
Tanggung jawab kebersihan dari perorangan akan
berkembang secara berantai secara kumulatif dari satu
orang kepada orang lain, dan di dalam kelompok-kelompok
masyarakat karena setiap orang memiliki dorongan mengikuti
sikap perilaku yang baik. Patut yang terjadi selama ini
dilakukan orang secara turun temurun yang telah dilakukan
sejak nenek moyang dan tidak terjadi perubahan tetapi juga
tidak diketahui mengapa demikian. Tetapi sudah mendarah
daging kebiasaan itu sulit berubah. Kalau perilaku tersebut
menguntungkan akan sangat membantu dalam motivasi
sikap penjamah, tetapi kalau perilaku yang bertentangan
akan sangat sulit merubahnya. Kalaupun bisa dirubah
dengan persuasi terus menerus akan memakan waktu yang
cukup lama.
B. PRINSIP HYGIENE PERORANGAN
Prinsip hygiene perorangan atau yang disebut juga dengan
kebersihan diri, dalam penerapannya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sumber cemaran dari tubuh
Tubuh manusia selain sebagai alat kerja yang merupakan
sumber cemaran bagi manusia lain dan lingkungannya
termasuk kepada makanan dan minuman.

76
Universitas Sumatera Utara
Sumber cemaran yang penting untuk diketahui adalah :
o Hidung
o Mulut
o Telinga
o Isi perut
o Kulit
Semua yang menjadi sumber cemaran dari tubuh harus
selalu dijaga kebersihannya agar tidak menambah potensi
pencemarannya.
Cara-cara menjaga kebersihan sebagaimana lazimnya
adalah sebagai berikut :
a. Mandi secara teratur dengan sabun dan air bersih
dengan cara yang baik dan benar. Mandi yang benar
akan ditandai dengan rasa segar sehabis mandi karena
pori-pori kulit telah dibersihkan dari debu dan kotoran
lain sehingga terbuka dan memasukkan udara bersih
sehingga tubuh terasa segar.
b. Menyikat gigi dengan pasta dan sikat gigi. Sikat gigi
yang baik dan teratur akan menjaga kebersihan gigi.
Idealnya setiap habis makan harus menyikat gigi,
demikian pula sehabis tidur dan sebelum tidur.
c. Berpakaian yang bersih. Pakaian yang bersih akan
terasa segar karena masih belum terkena kotoran.
Sebaliknya pakaian yang telah kotor yang banyak
mengadung kotoran bila bersentuhan dengan kulit
akan terasa tidak enak di badan. Sebelum dikenakan,
pakaian bersih sebaiknya diseteria terlebih dahulu
untuk mematikan kuman atau bakteri.

77
Universitas Sumatera Utara
d. Membiasakan membersihkan lubang hidung, lubang
telinga, sela kuku secara rutin dan teratur sehingga
bagian tersebut bersih. Kuku dicuci bersih dan tidak
panjang agar mudah dibersihkan.
e. Membuang kotoran di tempat yang baik sesuai
dengan syarat kesehatan. Setelah buang air, baik
besar maupun kecil harus mencuci tangan dengan air
bersih dan sabun. Demikian pula dengan tangan yang
telah dipergunakan harus dicuci dengan sabun. Itu
sebabnya di sekitar tempat buang air harus selalu ada
wastafel.
f. Kulit harus dijaga kebersihannya terutama dari bahan-
bahan kosmetik yang tidak perlu. Pemakaian kosmetik
yang tidak cocok dapat membahayakan kulit, terutama
kosmetik yang mengandung mercury (untuk sejenis
obat pemutih kulit).
Kulit dalam keadaan normal mengandung banyak bakteri
penyakit. Sekali kulit terkelupas akibat luka atau teriris,
maka bakteri akan masuk ke bagian dalam kulit dan
terjadilah infeksi.
Infeksi adalah masuknya bakteri ke dalam tubuh dan
menimbulkan gejala penyakit. Gelaja penyakit yang paling
umum adalah demam, sakit, perih dan sebagainya. Luka
yang terjadi harus segera ditutup dengan plester tahan
air dan mengandung obat anti infeksi. Obat anti infeksi
yang banyak digunakan adalah mercurochroom, jodium
tintuur (obat merah) atau betadin.
Perlu diperhatikan dalam upaya pengamanan makanan
yaitu :
a. Luka teriris segera ditutup dengan plester tahan air.

78
Universitas Sumatera Utara
b. Koreng dan bisul tahap dini ditutup dengan plester
tahan air.
c. Rambut ditutup dengan penutup rambut yang
menutup bagian depan sehingga tidak terurai.
Adanya luka koreng atau luka bernanah mempunyai
resiko yang besar dalam menularkan penyakit kepada
makanan, oleh karena itu dianjurkan segera berobat.
Demikian pula rambut harus dibiasakan (keramas) secara
teratur agar tidak terjadi ketombe.
Selain akibat tubuh dapat pula sumber cemaran karena
perilaku pengelola makanan yang dapat menularkan
penyakit kepada makanan karena perilaku antara lain :
a. Tangan yang kotor
b. Batuk, bersin atau percikan ludah
c. Manyisir rambut dekat makanan
d. Perhiasan yang dipakai.
a. Tangan yang kotor
Kebersihan tangan sangat penting bagi setiap orang
terutama bagi Penjamah makanan. Kebiasaan
mencuci tangan yang setiap saat harus dibiasakan.
Pada umumnya ada keengganan untuk mencuci
tangan karena dirasakan memakan waktu sebelum
mengerjakan sesuatu, apalagi letaknya cukup jauh.
Dengan kebiasaan mencuci tangan yang sangat
membantu dalam mencegah penularan bakteri
dari tangan kepada makanan.
b. Batuk bersin atau percikan ludah
Bersin biasanya datang tanpa disadari. Tetapi

79
Universitas Sumatera Utara
pada saat menjelang bersin sudah dapat diketahui
sehingga bisa dilakukan langkah-langkah
pencegahan sebagai berikut :
o Segera menjauhi makanan.
o Segera menutup hidung dengan
saputangan atau tissu
o Segera keluar ruangan.

Batuk adalah suatu tanda adanya penyakit atau alergi.


Orang yang batuk sebenarnya orang yang tidak sehat,
sehingga harus berobat. Bila penjamah batuk karena
sakit akan batuk terus menerus sehingga mengganggu
pekerjaan selain juga akan menularkan penyakitnya,
karena itu harus diistirahatkan untuk berobat. Kalau batuk
karena alergi misalnya tidak tahan asap, bau tertentu
atau sebab lain, maka harus menghindari dari sumber
penyebab dan menutupnya dengan saputangan yang
telah diberi bahan perangsang seperti colonye, minyak
angin dan sejenisnya.
Ludah merupakan sumber cemaran yang akan tersebar ke
udara selagi berbicara atau tertawa. Oleh karena itu tidak
dibenarkan bergurau di depan makanan atau berkata-
kata selagi bekerja. Kebiasaan meludah adalah sesuatu
yang cukup menjijikan, terlebih lagi meludah dengan
keluar dahak. Untuk mencegah kebiasaan meludah dapat
diatasi dengan cara mengunyah permen atau gula-gula
sehingga ludah dapat ditelan dengan rasa yang enak
sesuai dengan rasa permen. Bila terpaksa harus meludah
maka meludah pada tempat yang telah disediakan.
Orang Cina dikenal sebagai orang yang paling suka
meludah sembarangan dimana-mana dan kini Singapura
sebagai negara mayoritas Cina telah mengubah kebiasaan

80
Universitas Sumatera Utara
itu menjadi kebiasaan yang tidak meludah melalui program
rekayasa “don’t spit”.

c. Menyisir rambut
Rambut adalah bagian atas tubuh yang melindungi
kepala dari sengatan panas matahari atau debu.
Karena itu rambut akan cepat sekali kotor karena
debu-debu akan mengendap dipermukaan rambut,
akibatnya rambut penuh kotoran. Rambut yang
menggunakan pomode lebih cepat kotor karena
debu akan menempel dan membentuk kotoran
rambut yang disebut ketombe. Bila rambut disisir
kotoran akan pindah ke sisir dan sebagian akan
jatuh ke bawah. Bila menyisir di dapur maka
kotoran rambut akan jatuh ke dalam makanan.
Oleh karena itu menyisir juga akan menyebabkan
pencemaran kepada makanan.

d. Perhiasan yang dipakai


Perhiasan yang dipakai akan menjadi sarang
kotoran yang hinggap akibat debu, kotoran melalui
keringat dan sebagainya. Perhiasan akan menjadi
sumber cemaran sehingga tidak perlu dipakai
sewaktu mengolah makanan.

Tangan yang dilengkapi dengan perhiasan akan


sulit dicuci sampai bersih karena lekukan perhiasan
dan permukaan kulit disekitar perhiasan tidak akan
sempurna pembersihannya. Kosmetika selain akan
merupakan cemaran akibat luntur karena keringat
juga dapat merupakan bahan racun bila masuk ke
dalam makanan.

81
Universitas Sumatera Utara
2. Sumber karena ketidak tahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor dari serangkaian
perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP).
Ketidaktahuan dapat terjadi karena :
a. Dari asalnya tidak tahu
b. Belum dipahami dalam penggunaannya
c. Tidak disadari bahayanya.

Terjadinya pemakaian bahan makanan yang dapat


menimbulkan bahaya tetapi tetap dipergunakan sebagai
akibat untuk tujuan tertentu seperti :
a. Pemakaian bahan palsu
b. Pemakaian bahan rusak/kualitas rendah.
c. Tidak bisa membedakan bahan makanan dan
bukan untuk makanan.
d. Tidak mengatahui pewarna makanan dan
bukan untuk makanan.

C. PENCEGAHAN PENCEMARAN
1. Tangan
Tangan harus selalu dijaga kebersihannya, yaitu :
a. Kuku dipotong pendek, sebab dalam kuku akan
terkumpul kotoran yang menjadi sumber kuman
penyakit yang akan mencemari makanan. Dengan
kuku panjang sulit untuk dibersihkan dengan sempurna
walaupun tangan dicuci dengan baik, karena pada
sela-sela kuku yang panjang kotoran masih tertinggal
di dalamnya.

82
Universitas Sumatera Utara
b. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab-sebab
kulit tempat beradanya kuman yang secara normal
hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih
akan menimbulkan pencemaran kepada makanan.
Membersihkan kulit dengan cara mandi yang baik,
mencuci tangan setiap saat dan mengganti pakaian
yang telah kotor karena dipakai bekerja atau tidur
akan memberikan kebersihan akan kulit. Terutama
kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang langsung
dengan makanan sangat penting untuk selalu dijaga
kebersihannya.
c. Bebas dari kosmetik (kutek), sebab kosmetik
merupakan obat kecantikan yang sesungguhnya
mengandung racun yang berbahaya yang bila masuk
ke dalam makanan dapat mencemari makanan seperti
zat warna, air raksa, arsen dan sebagainya.
d. Kulit harus bersih dan bebas luka, sebab kulit yang luka
akan memudahkan berkembangnya kuman di kulit
dan menimbulkan pencemaran, kulit perlu dipelihara
jangan sampai luka sehingga waktu mencuci tangan
mudah bersih. Bila kulit luka atau koreng maka sulit
dibersihkannya karena akan terjadi pencemaran
berulang-ulang.
e. Membersihkan tangan, dapat dilakukan dengan
air bersih yang mengalir, sabun dan sikat kuku. Bila
tersedia akan lebih baik dengan menggunakan air
panas atau air jeruk nipis. Air panas yang digunakan
untuk mencuci tangan cukup pada suhu 40 – 50oC
saja sebab kalau lebih panas akan melepuh (air suam-
suam kuku). Air jeruk nipis untuk menghilangkan
bau.

83
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan mencuci tangan harus dilakukan pada waktu
berikut ini :
a. Sebelum menjamah makanan
b. Sebelum memegang peralatan makan
c. Sebelum makan
d. Setelah keluar WC atau kamar kecil
e. Setelah meracik bahan mentah seperti daging, ikan,
sayuran dan lain-lain.
f. Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti bersalaman,
menyetir kendaraan, memperbaiki peralatan dan
pekerjaan lainnya.

2. Merokok
Merokok adalah dilarang diwaktu mengolah makanan
atau berada di dalam ruang pengolahan makanan.
Kebiasaan merokok di lingkungan pengolahan makanan
mengandung risiko sebagai berikut :
a. Bakteri atau kuman dari mulut dan bibir dapat
dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi
semakin kotor dan seterusnya akan mengotori
makanan.
b. Abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan secara
tidak disadari dan sulit dicegah.
c. Menimbulkan bau asap rokok yang dapat mengotori
udara sehingga terjadi sesak yang mengganggu
pekerja lain dan bau rokok dapat meresap ke dalam
makanan.

84
Universitas Sumatera Utara
3. Kebiasaan bersih
Harus dijaga selalu kebersihan, kerapihan dan keapikan
penampilan dengan menjauhkan sifat perilaku buruk
seperti berikut ini :
a. Menggaruk-garuk kulit, rambut, lubang hidung,
telinga atau sela-sela gigi dan kuku. Kalaupun itu akan
dilakukan, lakukanlah di luar tempat pengolahan
makanan atau ke kamar toilet untuk membersihkan
semua itu.
b. Mencicipi makanan dengan jari atau menjilat pada
sendok yang langsung dipakai untuk mengaduk
makanan.
c. Meludah, usahakan tidak membuang ludah dengan
cara sembarangan pada saat keinginan membuang
ludah yang sudah terbiasa. Untuk keadaan mendesak
ingin membuang ludah, buanglah ludah di luar
tempat pengolahan makanan dan pada tempat yang
telah disediakan.
d. Batuk atau bersin, kalaupun terpaksa dilakukan
tutuplah dengan saputangan atau tissue.
e. Memegang-megang rambut dengan tangan atau
menggaruk-garuk karena kotoran (ketombe) atau
kutu. Bersihkanlah selalu rambut dengan pembersih
rambut dan gunakan obat hama kutu agar kulit
kepala bersih dan sehat.
f. Tidak menyisir rambut di tempat pengolahan
makanan.

4. Pakaian
Dipakai hanya di tempat kerja dan tidak dipakai di
jalanan. Dianjurkan dibuat seragam untuk memudahkan

85
Universitas Sumatera Utara
pengawasan. Pakaian dari rumah akan sangat kotor
sewaktu di jalanan, sehingga bisa menjadi sumber
pengotoran. Pekerja yang menempati asrama tersendiri
dapat menggunakan pakaian rumah asal pengawasan
kesehatan di asrama juga terjamin. Penampilan pakaian
selalu bersih, apik dan rapih.

5. Perhiasan
Perhiasan yang boleh dipakai sebatas perhiasan tidak
berukir, seperti cincin kawin. Perhiasan lain termasuk
arloji dianjurkan tidak dipakai dan disimpan di tempat
penyimpanan pribadi (locker).
Perhiasan dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kulit di bawah tempat perhiasan menjadi tempat
berkumpulnya kuman atau bakteri.
b. Perhiasan berukir dapat menjadi tempat kumpulnya
kotoran sebagai sumber kuman sewaktu bekerja,
karena sulit dibersihkan pada waktu mencuci tangan
atau barang kali tidak dicuci karena takut rusak
(arloji) atau takut luntur (cincin/gelang)
c. Perhiasan seperti anting-anting dan perhiasan lain
dapat masuk atau jauh ke dalam makanan tanpa
dapat dicegah atau tanpa disadari, hal mana karena
merugikan dirinya sendiri dan mengotori makanan.

D. HYGIENE DALAM PENANGANAN MAKANAN


Menangani makanan secara hygienis atau sehat diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama,
menyimpan dan menyajikan makanan sesuai dengan
prinsip-prinsip hygiene.

86
Universitas Sumatera Utara
b. Menempatkan makanan dengan wadah tertutup dan
dihindari cara penempatan dengan tumpang tindih yang
terbuka, karena bagian luar pada wadah di atasnya akan
mengotori makanan dalam wadah di bawahnya, demikian
seterusnya.

VIII. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB


Untuk melaksanakan Program Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah
tangga, perlu ditetapkan peranan dan tanggung jawab dari
masing-masing pihak yang terkait sebagai berikut :
1. Pusat :
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Nasional yang akan menjadi sumber hukum bagi
penetapan kebijakan tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota.
b. Merencanakan, menyusun dan menetapkan metoda
penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan termasuk
penyuluhan dan pelatihan yang akan dilakukan oleh semua
jenjang mulai dari tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/
Kota, Kecamatan/Puskesmas, Kelurahan/Desa dan RT/
RW.
c. Merencanakan, menyusun dan menetapkan bahan
dan materi penyuluhan dan pelatihan dengan metode
partisipatori secara nasional.
d. Mengangkat dan mempekerjakan tenaga ahli untuk
membantu kelancaran penyelenggaraan Program di
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota, dengan kriteria
tertentu sesuai dengan kebutuhan Program.

87
Universitas Sumatera Utara
e. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja negara dan sumber pembiayaan lainnya secara
nasional.
f. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk
tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya Program
untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan volume
dan beban kerja.
g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah lokasi
percontohan untuk dikembangkan secara bertahap dan
berkelanjutan di tingkat Nasional.
h. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab program
dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat Propinsi.
i. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama
lintas program dan lintas sektoral dalam rangka
meningkatkan sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk
mencapai hasil yang maksimal.
j. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kriteria
nasional untuk evaluasi keberhasilan secara kualitatif
maupun kuantitatif yang terukur, transparan dan
akuntabel.
k. Penanggung jawab program secara nasional adalah Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan cq. Direktur Penyehatan
Lingkungan.
2. Propinsi :
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Propinsi berdasarkan Kebijakan Nasional dan
Kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi.

88
Universitas Sumatera Utara
b. Mengamankan dan mengawasi metoda penyelenggaraan
pembinaan dan pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah
tangga termasuk penyuluhan dan pelatihan partisipatori
yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota, Kecamatan/
Puskesmas, Kelurahan/Desa dan RT/RW.
c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan
dan materi penyuluhan dan pelatihan dengan metode
partisipatori secara nasional untuk kebutuhan di tingkat
Propinsi.
d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja Propinsi dan sumber pembiayaan lainnya di
wilayah/daerah Propinsi.
e. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk
tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya Program
di Kabupaten/Kota sesuai dengan volume, beban kerja
dan prioritas kegiatan dan prioritas daerah.
f. Merencanakan, menyusun dan mengajukan usulan
penetapan daerah lokasi percontohan tingkat Propinsi,
untuk dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan
di wilayah Propinsi.
g. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab program
dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat Kabupaten/
Kota
h. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama
lintas program dan lintas sektoral tingkat Propinsi dalam
rangka menjalin keterpaduan, dan meningkatkan sinergi
dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang
maksimal.

89
Universitas Sumatera Utara
i. Mengamankan, mengawasi dan melaksanakan kriteria
evaluasi nasional dalam menilai keberhasilan secara
kualitatif maupun kuantitaitif yang terukur, transparan
dan akuntabel dalam lingkup Propinsi.
j. Penanggung Jawab program di Propinsi adalah Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi cq Kepala Sub Dinas yang
membidangi Kesehatan Lingkungan Propinsi.
3. Kabupaten/Kota.
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan Kebijakan Nasional,
Propinsi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Kabupaten/
Kota.
b. Membina dan mengawasi penyelenggaraan Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga termasuk sosialisasi,
penyuluhan dan pelatihan partisipatori yang dilakukan
oleh petugas Kecamatan/ Puskesmas, Kelurahan/Desa
dan RW/RT.
c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan dan
materi penyuluhan dan pelatihan secara nasional atau
sesuai dengan lokal spesifik untuk kebutuhan di wilayah
Kabupaten/Kota.
d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja Kabupaten/Kota dan sumber pembiayaan lainnya
untuk daerah Kabupaten/Kota.
e. Melakukan pelatihan fasilitator partisipatori petugas
Kecamatan/Puskesmas dan lintas sektoral/program dan
LSM tingkat Kabupaten/Kota.

90
Universitas Sumatera Utara
f. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah
kecamatan lokasi percontohan, untuk dikembangkan
secara bertahap dan berkelanjutan di seluruh
wilayahnya.
g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama
lintas program dan lintas sektoral di tingkat Kabupaten/
Kota dalam rangka meningkatkan dukungan,
keterpaduan, sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk
mencapai hasil yang maksimal.
h. Membina dan mengawasi pelaksanaan program dan
melaksanakan evaluasi kiteria keberhasilan secara kualitatif
maupun kuantitatif yang terukur, transparan dan akuntabel
di Kabupaten/Kota.
i. Melakukan sosialisasi kriteria keberhasilan program untuk
ditindaklanjuti oleh Kecamatan/Puskesmas.
j. Mengimplementasikan alokasi anggaran yang bersumber
dari Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk pelaksanaan
Pogram Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan Rumah tangga di wilayah Kecamatan/
Puskesmas.
k. Penanggung Jawab program di Kabupaten/Kota adalah
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cq. Pejabat yang
membidangi Kesehatan Lingkungan.
4. Kecamatan/Puskesmas
a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kebijakan teknis
pelaksanaan program di tingkat Kecamatan/Puskesmas.
b. Menyelenggarakan pelaksanaan sosialisasi dan penyuluhan
lintas program dan lintas sektoral di tingkat kecamatan/
puskesmas.

91
Universitas Sumatera Utara
c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan dan
pelatihan partisipatori untuk kebutuhan di tingkat
Kecamatan/ Puskesmas.
d. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan realisasi
rencana anggaran belanja yang telah dialokasikan oleh
sumber pembiayaan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/
Kota.
e. Melakukan pelatihan partisipatori petugas Desa/Kelurahan
dan Pengurus RW/RT, Kader dan Tokoh Masyarakat
Desa.
f. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan desa lokasi
percontohan kegiatan yang akan dikembangkan secara
bertahap dan berkelanjutan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
g. Melaksanakan kerjasama lintas program maupun lintas
sektoral di tingkat Kecamatan/Puskesmas dalam rangka
meningkatkan dukungan, kerjasama, sinergi dan
sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang
maksimal.
h. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program
secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur, transparan
dan akuntabel di tingkat Kecamatan/Puskesmas.
i. Penanggung jawab program di tingkat Kecamatan/
Puskesmas adalah Camat dan wakil penanggung Jawab
Program adalah Kepala Puskesmas Kecamatan.
5. Kelurahan/Desa
a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kegiatan di
tingkat Kelurahan/Desa.

92
Universitas Sumatera Utara
b. Menyelenggarakan sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan
partisipatori bagi petugas kesehatan, tokoh masyarakat,
Pengurus RW/RT, kader kesehatan dan Posyandu.
c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan untuk kebutuhan ibu-ibu di tingkat RW, RT, dan
Dasa Wisma.
d. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan anggaran
belanja yang telah dialokasikan oleh sumber pembiayaan
di tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan/
Puskesmas.
e. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan lokasi
percontohan kegiatan di wilayah RW/RT yang akan
dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan kepada
wilayah lainnya.
f. Melaksanakan koordinasi kegiatan dengan menggerakkan
semua unsur di tingkat Kelurahan dan Desa dalam
rangka meningkatkan dukungan, keterpaduan, sinergi
dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang
maksimal.
g. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program
dan mengumpulkan data kunjungan rumah tentang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Cara Pembuatan
Makanan yang Baik (CPMB) di rumah tangga dan kasus
Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di
rumah tangga secara terukur, transparan dan akuntabel.
h. Penanggung jawab program di Kelurahan/Desa adalah
Lurah/Kepala Desa/Kuwu dan wakil penanggung jawab
program adalah Petugas kesehatan di Desa/Kelurahan

93
Universitas Sumatera Utara
IX LANGKAH KEGIATAN
A. Tingkat Pusat
1. Menetapkan Kebijakan Nasional berupa Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Pedoman Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di
Rumah Tangga, sebagai sumber acuan teknis dan acuan
hukum untuk ditindaklanjuti dengan Penetapan Peraturan
Daerah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota.
2. Membentuk Tim Pembina di tingkat Pusat yang dipimpin
oleh Dirjen PP dan PL atau Pejabat lain yang ditunjuk
olehnya yang melibatkan unsur-unsur terkait di sektor
Pemerintah dan swasta, serta Organisasi dan Lembaga
Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi, Profesi, Pemuda,
Wanita dan pihak terkait lainnya.
3. Menyusun rencana kerja Program hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan
di rumah tangga yang terintegrasi dengan berbagai
program dan sektor terkait baik dalam rangka program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, program Millennium
Development Goals maupun program-program kesehatan
lainnya.
4. Membentuk tim pelatih tingkat Nasional yang bertugas
menyelenggarakan pelatihan petugas Propinsi dan
Kabupaten/Kota dalam rangka mempers iapkan
penyelenggaraan praktek hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga.
5. Mengembangkan, menggandakan dan menyebarluaskan
bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi
tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan

94
Universitas Sumatera Utara
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
kepada aparatur pemerintahan daerah, swasta dan
masyarakat.
6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral
di tingkat Pusat serta Persiapan Daerah Kabupaten/Kota
percontohan.
7. Melakukan evaluasi input dengan mengukur seberapa
jauh respon Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap
Penerbitan Kepmenkes dengan dilaksanakannya
aktifitas rencana kerja Hygiene Sanitasi Makanan Bahan
Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga dan
pengajuan Rencana Kerja dan Anggarannya
rannya oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Pemda dan DPRD.
8. Melakukan evaluasi proses dengan mengukur kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi
dalam menindaklanjuti Kepmenkes dengan membuat
edaran, supervisi atau forum diskusi pemecahkan masalah
Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di
Kabupaten/Kota wilayah kerjanya.
9. Melakukan evaluasi output dengan mengukur banyaknya
kegiatan, penyusunan perda, pelatihan dan penyuluhan
yang telah dijalankan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan
atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka
penyelenggaraan Hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga.
10 Melakukan evaluasi outcome dengan mengukur
banyaknya keluarga yang telah menerapkan praktek
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam menerapkan
Cara Produksi Makanan yang Baik di rumah tangga dan
menurunnya kejadian Penyakit Bawaan Makanan dan
Keracunan Makanan di rumah tangga.

95
Universitas Sumatera Utara
B. Tingkat Propinsi
1. Mengamankan dan mensosialisasikan Kebijakan Nasional
berupa Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di Rumah Tangga, kepada pihak-
pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun
Organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperti
Organisasi Profesi, Wanita, Pemuda dan Keagamaan yang
berlokasi di Propinsi, agar sejalan dengan program lain di
tingkat Propinsi, dalam rangka mengurangi atau
mencegah kejadian Penyakit Bawaan Makanan dan
Keracunan Makanan di rumah tangga,
2. Membentuk Tim Pengawas di tingkat Propinsi yang
dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau
pejabat lain yang ditunjuk olehnya yang melibatkan unsur-
unsur Pemerintah, swasta, dan Organisasi atau Lembaga
Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi, Profesi, Pemuda,
Tokoh Masyarakat, Wanita dan pihak terkait lainnya.
3. Menyusun program dan rencana kerja tingkat Propinsi
yang terintegrasi dengan berbagai program dan sektor
terkait di Propinsi, dalam rangka program unggulan
Propinsi, STBM Propinsi, program MDG’s Propinsi maupun
program-program di tingkat Propinsi lainnya.
4. Membentuk tim pelatih tingkat Propinsi yang dipimpin
oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau Pejabat yang
ditunjuk olehnya yang bertugas menyelenggarakan
pelatihan petugas Kabupaten/Kota dalam rangka
penyelenggaraan pelatihan Petugas Puskesmas dan
Kecamatan.

96
Universitas Sumatera Utara
5. Mengembangkan, menggandakan dan menyebarluaskan
bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi
tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
dengan metode partisipatori dalam lingkup Propinsi baik
dalam gaya atau bahasa lokal, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral
di tingkat Propinsi serta membantu Pusat dalam Persiapan
Daerah Kabupaten/Kota Percontohan.
7. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi input
dengan mengukur jumlah Kabupaten/Kota yang
telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
tentang hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan
keamanan makanan di rumah tangga.
8. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi proses
dengan mengukur jumlah program dan kegiatan yang
telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota dalam rangka menindaklanjuti Kepmenkes, Edaran
Propinsi, supervisi atau forum diskusi masalah PBM dan
KM di wilayahnya.
9. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi output
dengan mengukur banyaknya kegiatan, penyusunan
perda, pelatihan dan penyuluhan yang telah dilaksanakan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka
penerapan Peraturan Daerah tentang Hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan rumah
tangga dalam lingkup Propinsi yang bersangkutan.
10.Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi outcome
dengan mengukur banyaknya jumlah keluarga yang

97
Universitas Sumatera Utara
melakukan penerapan PHBS dan CPMB dan penurunan
jumlah kejadian PBM dan KM di rumah tangga, dalam
lingkup Propinsi yang bersangkutan.
C. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Menyusun dan Menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/
Kota tentang Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan
dan Keamanan Makanan di rumah tangga, dengan
melibatkan semua pihak terkait baik pemerintah, swasta,
organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan.
2. Membentuk Tim Pelaksana Pelatihan di Kabupaten/
Kota yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau Pejabat lain yang ditunjuk
untuk menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh
Puskesmas Kecamatan.
3. Menyusun Rencana Kerja dan kegiatan PHBS dan
CPMB HSMBMKMRT di Tingkat Kabupaten/Kota untuk
menyelenggarakan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam rangka menurunkan kasus PBM dan KM di Rumah
Tangga.
4. Menyelenggarakan Sosialisasi Lintas Sektoral tentang
Program HSMBMKMRT di tingkat Kabupaten/Kota, dalam
rangka mempersiapkan Pelatihan Petugas Puskesmas,
Kecamatan dan pihak terkait di tingkat Kecamatan
untuk melakukan sosialisasi dan penyuluhan partisipatori
Praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
5. Menyelenggarakan sosialisasi dan Pelatihan fasilitator
dengan metode partisipatori tentang Praktek Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga.

98
Universitas Sumatera Utara
6. Menggandakan dan menyebarluaskan bahan dan
materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi tentang
praktek hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan
keamanan makanan di rumah tangga dalam lingkup
Kabupaten/Kota baik dalam gaya atau bahasa lokal.
7. Melakukan pendataan awal kejadian PBM dan KM, di
wilayah Kabupaten/Kota disertai keterangan tentang
kejadian, episode, waktu, lokasi dan jenis bahan yang
dimakan, penyebab dan alasannya mengapa hal itu bisa
terjadi.
8. Melakukan pemilihan dan penetapan pengusulan lokasi
Daerah Kecamatan percontohan HSMBMKMRT yang
akan diajukan ke Propinsi dan Pusat.
9. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan tahapan
input, proses, output dan outcome yang dilakukan oleh
Kecamatan lokasi percontohan.
D. Tingkat Kecamatan/Puskesmas
1. Menyusun Rencana Kerja Puskesmas Kecamatan
dan mengkoordinasikan seluruh jajarannya dalam
melaksanakan pelatihan/penyuluhan Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di
rumah tangga.
2. Membentuk Tim Pelatihan Tingkat Kecamatan Puskesmas
untuk melatih Petugas Posyandu, Dasa Wisma, PKK dan
tokoh masyarakat sebagai agen perubahan dalam rangka
praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga, dipimpin Kepala
Puskesmas atau Pejabat lain yang ditunjuk.
3. Menyusun rencana kerja tingkat Kecamatan, dengan
melibatkan petugas Medis, Sanitarian, Bidan, Perawat,

99
Universitas Sumatera Utara
Gizi dan petugas lainnya untuk melakukan program
kerja Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
4. Menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh jajaran
Puskesmas dan Petugas Kelurahan/Desa, untuk melakukan
penyuluhan dan sosialisasi tentang partisipatory Praktek
Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
5. Melakukan pendataan kejadian PBM dan KM di wilayah
Puskesmas dengan mengidentifikasi kasus, waktu, lokasi
disertai keterangan tentang jenis bahan yang dimakan,
penyebab dan alasannya mengapa hal itu bisa terjadi.
6. Menyebarluaskan bahan dan materi pelatihan, penyuluhan
dan sosialisasi tentang praktek hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga kepada masyarakat umum.
7. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan
tahapan input, proses, output dan outcome yang
dilakukan oleh desa/kelurahan lokasi percontohan.

X. EVALUASI
Untuk melakukan evaluasi dilakukan dengan 4 (empat) jenis
evaluasi yang diukur dalam kurun waktu satu tahun yaitu :
1. Evaluasi input :
a. Adanya kegiatan pembinaan dan pengawasan yang telah
dianggarkan pembiayaannya oleh Departemen Kesehatan
untuk dilaksanakan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/
Kota.
Indikatornya : adanya alokasi anggaran sektor Kesehatan
di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota

100
Universitas Sumatera Utara
b. Adanya rencana kegiatan HSMBMKM di RT yang telah
disiapkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Indikatornya : adanya TOR kegiatan di Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota
c. Adanya rencana persiapan tenaga, sarana dan prasarana
yang akan digunakan dalam kegiatan HSMBMKM di RT
oleh Pusat, Kabupaten/Kota yang dapat digunakan dalam
pelaksanaan program.
Indikatornya : tercantumnya dalam TOR, rencana persiapan
tenaga, sarana & prasarana yang akan digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan.
d. Jumlah Kit penyuluhan yang telah digandakan dan
disalurkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
kepada semua pihak terkait.
Indikatornya: prosentase kit penyuluhan yang telah
digandakan dan disalurkan oleh sektor Kesehatan di
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
e. Jumlah pembentukan atau revitalisai Dasa Wisma dan
PKK yang telah dilaksanakan Kelurahan, RW dan RT.
Indikatornya : prosentase Kelurahan yang telah melakukan
pembentukan atau revitalisasi Posyandu dan Dasa
Wisma
2. Evaluasi proses :
a. Adanya surat, edaran, SK, komunikasi lainnya oleh Pusat
ke Propinsi dan Kabupaten/Kota atau sebaliknya.
Indikatornya : adanya surat menyurat dan komunikasi
lainnya antara Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota yang
telah dikirim.
b. Adanya bimbingan teknis dan atau supervisi Pusat ke
Propinsi dan Kabupaten/Kota.

101
Universitas Sumatera Utara
Indikatornya : adanya kegiatan bimbingan teknis dan atau
supervisi yang telah dilakukan.
c. Adanya Rancangan Perda tentang HSMBMKM di RT yang
telah disusun dan didiskusikan.
Indikatornya : adanya dokumen rancangan Perda yang
diajukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
d. Jumlah Kabupaten/Kota yang telah mempunyai kegiatan
HSMBMKM di RT.
Indikatornya : prosentase Kab/Kota yang mempunyai
kegiatan HSMBMKM di RT.
e. Adanya sosialisasi tingkat Pusat, Propinsi, Kab/Kota yang
telah dilaksanakan.
Indikator : adanya laporan sosialisasi yang telah
dilaksanakan.
f. Jumlah pelatihan pelatih fasilitator (TOT) yang telah
dilaksanakan oleh Pusat, Propinsi dan Kab/Kota.
Indikator : jumlah pelatihan fasilitator yang telah
dilaksanakan.
g. Jumlah pelatihan fasilitator yang telah dilaksanakan
Kabupaten/Kota dan Kecamatan.
Indikator : jumlah pelatihan fasilitator yang telah
dilaksanakan.
h. Jumlah pelatihan partisipatori kegiatan HSMBMKM di RT
yang telah dilaksanakan di Kecamatan, Desa, RW/RT dan
Dasa Wisma.
Indikator : jumlah pelatihan partisipatori yang telah
dilaksanakan.
3. Evaluasi output :
a. Jumlah peraturan daerah yang telah diterbitkan oleh

102
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten/Kota.
Indikator : prosentase Kab/Kota yang telah memiliki Perda
HSMBMKM di RT.
d. Jumlah pelatih fasilitator (TOT) yang terlatih di Pusat,
Propinsi dan Kab/Kota.
Indikator : jumlah pelatih fasilitator yang terlatih.
c. Jumlah fasilitator yang terlatih di Kabupaten/Kota dan
Kecamatan.
Indikator : jumlah fasilitator yang terlatih.
d. Jumlah masyarakat yang telah mengikuti pelatihan
partisipatori kegiatan HSMBMKM di RT di Kecamatan dan
Desa.
Indikator : jumlah masyarakat yang telah mengikuti
pelatihan partisipatori.
4. Evaluasi outcome :
a. Jumlah rumah tangga yang telah melaksanakan PHBS
dan CPMB di rumah tangga meningkat.
Parameter penilaian : mencuci tangan pakai sabun sebelum
memasak, kuku pendek dan bersih, pakai celemek waktu
memasak, makanan disajikan tertutup, makanan segera
dikonsumsi.
Indikator : Persentase keluarga yang telah melaksanakan
PHBS dan CPMB
b. Jumlah kejadian PBM dan KM yang terjadi di rumah
tangga setelah penyuluhan cenderung menurun.
Indikatornya : jumlah kejadian kasus keracunan makanan
di rumah tangga.

103
Universitas Sumatera Utara
X PENUTUP
Dengan ditetapkannya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga ini,
maka diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menindak
lanjutinya dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
sehingga semua rumah tangga dapat menyelenggarakan
perilaku hidup sehat dan bersih dalam menyediakan makanan
siap saji di rumah tangga, sehingga semua anggota keluarganya
dapat terhindar dari gangguan penyakit bawaan makanan (PBM)
dan keracunan makanan (KM)

MENTERI KESEHATAN RI

ttd.

Dr.dr.Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH

104
Universitas Sumatera Utara
OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT

A. UNIVARIAT (Frequency Table)

Umur Ibu Bayi (tahun)

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18 - 20 Tahun 3 5.5 5.5 5.5
21 - 30 Tahun 44 80.0 80.0 85.5
31 - 40 Tahun 8 14.5 14.5 100.0
Total 55 100.0 100.0

Pekerjaan Ibu Bayi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 26 47.3 47.3 47.3
Tidak Bekerja 29 52.7 52.7 100.0
Total 55 100.0 100.0

Pendidikan Ibu Bayi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perguruan Tinggi 8 14.5 14.5 14.5
Tamat SMA 40 72.7 72.7 87.3
Tamat SMP 6 10.9 10.9 98.2
Tamat SD 1 1.8 1.8 100.0
Total 55 100.0 100.0

Umur Bayi (bulan)

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3 Bulan 8 14.5 14.5 14.5
4 Bulan 8 14.5 14.5 29.1
5 Bulan 27 49.1 49.1 78.2
6 Bulan 12 21.8 21.8 100.0
Total 55 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Jenis Kelamin Bayi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 20 36.4 36.4 36.4
Perempuan 35 63.6 63.6 100.0
Total 55 100.0 100.0

Pemilihan Bahan Makanan Responden

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak Ya
Pemilihan Bahan Baik 9 38 47
Makanan Responden TIdak Baik 3 5 8
Total 12 43 55

Penyimpanan Bahan Makanan Responden

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak Ya
Penyimpanan Bahan Baik 3 30 33
Makanan Responden Tidak Baik 9 13 22
Total 12 43 55

Pengolahan Bahan Makanan oleh Responden


Count
Kejadian Diare Bayi Total
Ya Tidak Ya
Pengolahan Baik 0 26 26
Bahan Makanan
oleh Responden TidakBaik 12 17 29
Total 12 43 55

Penyimpanan Makanan Jadi oleh Responden


Count
Kejadian Diare Bayi Total
Ya Tidak Ya
Penyimpanan Makanan Baik 2 29 31
Jadi oleh Responden Tidak Baik 10 14 24
Total 12 43 55

Universitas Sumatera Utara


Pengangkutan Makanan Jadi oleh Responden
Count
Kejadian Diare Bayi Total
Ya Tidak Ya
Pengangkutan Makanan Baik 0 3 3
Jadi oleh Responden Tidak Baik 12 40 52
Total 12 43 55

Penyajian Makanan Jadi oleh Responden


Count
Kejadian Diare Bayi Total
Ya Tidak Ya
Penyajian Makanan Jadi Baik 10 23 33
oleh Responden Tidak Baik 2 20 22
Total 12 43 55

Kebersihan Tangan Responden


Crosstab
Count
Kejadian Diare Bayi Total
Ya Tidak Ya
Kebersihan Tangan Baik 2 13 15
Responden Tidak Baik 10 30 40
Total 12 43 55

Kebersihan Kuku Responden


Count
Kejadian Diare Bayi Total
Ya Tidak Ya
Kebersihan Kuku Baik 7 36 43
Responden Tidak Baik 5 7 12
Total 12 43 55

Universitas Sumatera Utara


Kebersihan Payudara Responden

Count
Kejadian Diare Bayi Total
Ya Tidak Ya
Kebersihan Payudara Baik 0 11 11
Responden TIDAK BAIK 12 32 44
Total 12 43 55

Kejadian Diare Bayi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 12 21.8 21.8 21.8
Tidak 43 78.2 78.2 100.0
Total 55 100.0 100.0

2. ANALISIS BIVARIAT

Pemilihan Bahan Makanan Responden * Kejadian Diare Bayi

Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Pemilihan Bahan Tidak Baik Count 3 5 8
Makanan Responden Expected Count 1.7 6.3 8.0
% within Pemilihan
Bahan Makanan 37.5% 62.5% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 25.0% 11.6% 14.5%
% of Total 5.5% 9.1% 14.5%
Baik Count 9 38 47
Expected Count 10.3 36.7 47.0
% within Pemilihan
Bahan Makanan 19.1% 80.9% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 75.0% 88.4% 85.5%
% of Total 16.4% 69.1% 85.5%

Universitas Sumatera Utara


Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Pemilihan
Bahan Makanan 21.8% 78.2% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.350(b) 1 .245
Continuity
.488 1 .485
Correction(a)
Likelihood Ratio 1.213 1 .271
Fisher's Exact Test .352 .233
Linear-by-Linear
Association 1.325 1 .250
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.75.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Upper Lower
Odds Ratio for
Pemilihan Bahan
Makanan Responden 2.533 .509 12.613
(Tidak Baik / Baik )
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya 1.958 .672 5.711
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .773 .444 1.346
N of Valid Cases 55

Universitas Sumatera Utara


Penyimpanan Bahan Makanan Responden * Kejadian Diare Bayi
Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Penyimpanan Bahan Tidak Baik Count 9 13 22
Makanan Responden Expected Count 4.8 17.2 22.0
% within Penyimpanan
Bahan Makanan 40.9% 59.1% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 75.0% 30.2% 40.0%
% of Total 16.4% 23.6% 40.0%
Baik Count 3 30 33
Expected Count 7.2 25.8 33.0
% within Penyimpanan
Bahan Makanan 9.1% 90.9% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 25.0% 69.8% 60.0%
% of Total 5.5% 54.5% 60.0%
Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Penyimpanan
Bahan Makanan 21.8% 78.2% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.834(b) 1 .005
Continuity
6.080 1 .014
Correction(a)
Likelihood Ratio 7.833 1 .005
Fisher's Exact Test .008 .007
Linear-by-Linear
Association 7.692 1 .006
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.80.

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower


Odds Ratio for
Penyimpanan Bahan
Makanan Responden 6.923 1.608 29.803
(Tidak Baik / Baik )
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya 4.500 1.369 14.793
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .650 .452 .935
N of Valid Cases 55

Pengolahan Bahan Makanan oleh Responden * Kejadian Diare Bayi


Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Pengolahan Tidak Baik Count 12 17 29
Bahan Makanan Expected Count 6.3 22.7 29.0
oleh Responden
% within Pengolahan
Bahan Makanan oleh 41.4% 58.6% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 39.5% 52.7%
% of Total 21.8% 30.9% 52.7%
Baik Count 0 26 26
Expected Count 5.7 20.3 26.0
% within Pengolahan
Bahan Makanan oleh .0% 100.0% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi .0% 60.5% 47.3%
% of Total .0% 47.3% 47.3%
Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Pengolahan
Bahan Makanan oleh 21.8% 78.2% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 13.761(b) 1 .000
Continuity
11.442 1 .001
Correction(a)
Likelihood Ratio 18.370 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 13.511 1 .000
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.67.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Upper Lower
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .586 .432 .796
N of Valid Cases 55

Penyimpanan Makanan Jadi oleh Responden * Kejadian Diare Bayi

Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Penyimpanan Makanan Tidak Baik Count
10 14 24
Jadi oleh Responden
Expected Count 5.2 18.8 24.0
% within Penyimpanan
Makanan Jadi oleh 41.7% 58.3% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 83.3% 32.6% 43.6%
% of Total 18.2% 25.5% 43.6%
Baik Count 2 29 31
Expected Count 6.8 24.2 31.0
% within Penyimpanan
Makanan Jadi oleh 6.5% 93.5% 100.0%
Responden

Universitas Sumatera Utara


% within Kejadian
Diare Bayi 16.7% 67.4% 56.4%
% of Total 3.6% 52.7% 56.4%
Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Penyimpanan
Makanan Jadi oleh 21.8% 78.2% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Chi Square Test

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.834(b) 1 .002
Continuity
7.878 1 .005
Correction(a)
Likelihood Ratio 10.273 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear
Association 9.655 1 .002
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.24.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Upper Lower
Odds Ratio for
Penyimpanan Makanan
Jadi oleh Responden 10.357 1.996 53.754
(Tidak Baik / Baik )
For cohort Kejadian Diare
Bayi = Ya 6.458 1.559 26.761
For cohort Kejadian Diare
Bayi = Tidak .624 .439 .885
N of Valid Cases 55

Universitas Sumatera Utara


Pengangkutan Makanan Jadi oleh Responden * Kejadian Diare Bayi

Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Pengangkutan Tidak Count
Makanan Jadi oleh Baik 12 40 52
Responden
Expected Count 11.3 40.7 52.0
% within Pengangkutan
Makanan Jadi oleh 23.1% 76.9% 100.0%
Responden
% within Kejadian Diare
Bayi 100.0% 93.0% 94.5%
% of Total 21.8% 72.7% 94.5%
Baik Count 0 3 3
Expected Count .7 2.3 3.0
% within Pengangkutan
Makanan Jadi oleh .0% 100.0% 100.0%
Responden
% within Kejadian Diare
Bayi .0% 7.0% 5.5%
% of Total .0% 5.5% 5.5%
Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Pengangkutan
Makanan Jadi oleh 21.8% 78.2% 100.0%
Responden
% within Kejadian Diare
Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .886(b) 1 .347
Continuity
.049 1 .824
Correction(a)
Likelihood Ratio 1.524 1 .217
Fisher's Exact Test 1.000 .470
Linear-by-Linear
Association .869 1 .351
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .65.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Upper Lower
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .769 .663 .893
N of Valid Cases 55

Penyajian Makanan Jadi oleh Responden * Kejadian Diare Bayi

Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Penyajian Makanan Jadi Tidak Baik Count 2 20 22
oleh Responden Expected Count 4.8 17.2 22.0
% within Penyajian
Makanan Jadi oleh 9.1% 90.9% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 16.7% 46.5% 40.0%
% of Total 3.6% 36.4% 40.0%
Baik Count 10 23 33
Expected Count 7.2 25.8 33.0
% within Penyajian
Makanan Jadi oleh 30.3% 69.7% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 83.3% 53.5% 60.0%
% of Total 18.2% 41.8% 60.0%
Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Penyajian
Makanan Jadi oleh 21.8% 78.2% 100.0%
Responden
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.482(b) 1 .062
Continuity
2.349 1 .125
Correction(a)
Likelihood Ratio 3.817 1 .051
Fisher's Exact Test .096 .059
Linear-by-Linear
Association 3.419 1 .064
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.80.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Upper Lower
Odds Ratio for
Penyajian Makanan
Jadi oleh Responden .230 .045 1.176
(Tidak Baik / Baik)
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya .300 .073 1.240
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak 1.304 1.005 1.693
N of Valid Cases 55

Kebersihan Tangan Responden * Kejadian Diare Bayi


Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Kebersihan Tangan Tidak Baik Count 10 33 43
Responden Expected Count 9.4 33.6 43.0
% within Kebersihan
Tangan Responden 23.3% 76.7% 100.0%
% within Kejadian
Diare Bayi 83.3% 76.7% 78.2%
% of Total 18.2% 60.0% 78.2%
Baik Count 2 10 12
Expected Count 2.6 9.4 12.0
% within Kebersihan
Tangan Responden 16.7% 83.3% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


% within Kejadian
Diare Bayi 16.7% 23.3% 21.8%
% of Total 3.6% 18.2% 21.8%
Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Kebersihan
Tangan Responden 21.8% 78.2% 100.0%
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .239(b) 1 .625
Continuity
.009 1 .926
Correction(a)
Likelihood Ratio .250 1 .617
Fisher's Exact Test 1.000 .481
Linear-by-Linear
Association .234 1 .628
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.62.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Upper Lower
Odds Ratio for
Kebersihan Tangan
Responden (Tidak 1.515 .284 8.089
Baik / Baik)
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya 1.395 .352 5.528
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .921 .681 1.245
N of Valid Cases 55

Universitas Sumatera Utara


Kebersihan Kuku Responden * Kejadian Diare Bayi

Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Kebersihan Kuku Tidak Baik Count 5 7 12
Responden Expected Count 2.6 9.4 12.0
% within Kebersihan
Kuku Responden 41.7% 58.3% 100.0%
% within Kejadian
Diare Bayi 41.7% 16.3% 21.8%
% of Total 9.1% 12.7% 21.8%
Baik Count 7 36 43
Expected Count 9.4 33.6 43.0
% within Kebersihan
Kuku Responden 16.3% 83.7% 100.0%
% within Kejadian
Diare Bayi 58.3% 83.7% 78.2%
% of Total 12.7% 65.5% 78.2%
Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Kebersihan
Kuku Responden 21.8% 78.2% 100.0%
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Chi-Square Test

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.545(b) 1 .060
Continuity
2.213 1 .137
Correction(a)
Likelihood Ratio 3.198 1 .074
Fisher's Exact Test .108 .073
Linear-by-Linear
Association 3.480 1 .062
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.62.

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Upper Lower
Odds Ratio for
Kebersihan Kuku
Responden (Tidak 3.673 .902 14.964
Baik / Baik )
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya 2.560 .987 6.636
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .697 .424 1.144
N of Valid Cases 55

Kebersihan Payudara Responden * Kejadian Diare Bayi


Crosstab

Kejadian Diare Bayi Total


Ya Tidak
Kebersihan Payudara Tidak Count
12 32 44
Responden Baik
Expected Count 9.6 34.4 44.0
% within Kebersihan
Payudara Responden 27.3% 72.7% 100.0%
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 74.4% 80.0%
% of Total 21.8% 58.2% 80.0%
Baik Count 0 11 11
Expected Count 2.4 8.6 11.0
% within Kebersihan
Payudara Responden .0% 100.0% 100.0%
% within Kejadian
Diare Bayi .0% 25.6% 20.0%
% of Total .0% 20.0% 20.0%
Total Count 12 43 55
Expected Count 12.0 43.0 55.0
% within Kebersihan
Payudara Responden 21.8% 78.2% 100.0%
% within Kejadian
Diare Bayi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.8% 78.2% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Test

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.837(b) 1 .050
Continuity
2.405 1 .121
Correction(a)
Likelihood Ratio 6.142 1 .013
Fisher's Exact Test .097 .048
Linear-by-Linear
Association 3.767 1 .052
N of Valid Cases 55
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.40.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Upper Lower
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .727 .607 .872
N of Valid Cases 55

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Wawancara dengan responden

Gambar 2. Salah satu jenis MP-ASI yang diberikan responden

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Dapur tempat pengolahan makanan responden

Gambar 4. Toilet salah satu responden

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Tempat pembuangan sampah salah satu responden

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, dkk. 2015. Superbook for Supermom. FMedia. Jakarta
Andarmoyo, S. 2012. Personal Hygiene: Konsep, Proses dan Aplikasi Praktik
Keperawatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Arikunto,S. 2009. Manajemen Penelitian. PT.Rineka Cipta. Jakarta
Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC:Jakarta
Asmirah. 2006. Hubungan Antara Sanitasi Makanan dan Lingkungan Dengan
Kejadian Diare pada Bayi di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima
Kupang Tahun 2006. Jurnal. MKM Vol 01 No 01.

Azwar,Azrul. 2000. Pengantar Kesehatan Lingkungan. PT.Rineka Cipta. Jakarta


Badan Litbangkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Nasional 2013. Depkes RI. Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2002. Panduan Pengolahan Pangan
Yang Baik Bagi Industri Rumah Tangga. Deputi Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Direktorat Surveilans dan
Keamanan Pangan.
Badan Pusat Statistik. 2015. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 27 Mei 2016
Chandra,B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Jakarta.
Depkes RI. 2004. Modul Khusus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman.

. 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (


MP-ASI) Lokal Tahun 2006. http://gizi.depkes.go.id/asi/Pedoman%20MP-
ASI%20Lokal.pdf (diakses 2 September 2015)

.2007.Pedoman Pemberian Makanan Pendamping ASI. Ditjen Bina


Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta

. 2009.Pedoman Pengelolaan Hygiene Sanitasi Makanan Rumah Tangga.


Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta

. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan. Ditjen Pengendalian dan Penyehatan


Lingkungan. Jakarta

110

Universitas Sumatera Utara


Dewi, Siregar. 2008. Kebiasaan Ibu dalam Melakukan Perawatan Nifas. Skripsi.
Fakultas Keperawatan USU. Medan

Devania, 2010. Hubungan Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare pada Balita di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Info
Kesehatan Masyarakat.

Dinkes Provinsi Sumatera Barat. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
2013. Padang

Febriana, 2012. Hubungan Hygiene dan Sanitasi Makanan dengan Kejadian Diare
pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Kabupaten Sujoharjo
tahun 2012. Skripsi. UNDIP

Fathonah, S. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Skripsi Fakultas Teknik


Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Gupte,Suraj. 2004. Speaking of: Child Care Everything you wanted to Know.
Penerbit Jakarta.
Harrison. 2010. Gatroenterologi & Hepatologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Hidayat,Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta.
Irianto, Kus. 2007.Gizi & Pola Hidup Sehat. CV Yrama Widya. Bandung
James, Chin. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: C.V Info
Medika.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Trans Info Media.
Jakarta

Melina,N. 2014. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan
kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir Kota
Palembang tahun 2014. Repository.usu.ac.id

Mulia,R. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Ningsih, 2014. Pengaruh Pola Makan, Status Gizi, Hygiene dan Sanitasi Makanan
terhadap Kejadian Diare pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur
Darat Kecamatan Medan Timur. Thesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU. Medan

111

Universitas Sumatera Utara


Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta:
Jakarta.

Nutrisiana,F. 2010. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP
ASI) pada Anak 0-2 Bulan Dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja
Puskesmas Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan
Tahun 2010. Skripsi FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nurfhadilla, M. 2014. Hubungan Hygine Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygine


Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi dan Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas 23 Ilir Kota Palembang tahun 2014. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya. Palembang.

Prabu. 2008. Higiene dan Sanitasi Makanan. http//gmpg.org. Jakarta. Diakses tanggal
31 September 2015.

Rachmanti, R.N., 2006. Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman dengan
Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Adimulyo
Kabupaten Kebumen. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Safira,S. 2015. Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygine dan Sanitasi Dasar
dengan Kejadian Diare Pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya
Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015.
Repository.usu.ac.id

Susanna, Dewi dkk. 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-Gado
di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis.
Makara Seri Kesehatan 7(1) : 21-29.

Sumoprastowo, 2000. Memilih dan Menyimpan Sayur Mayur, Buah-Buahan dan


Bahan Makanan. Bumi Aksara. Jakarta

Slamet, Juli. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press: Jogjakarta

Stassi. 2005. Basic Nurse Assisting. Printed in the United States of America

Suharyono. 2008. Diare akut: klinik dan laboratorik Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka
Cipta
Sumantri. 2010. Kesehatan Lingkungan & Perspektif Islam. Kharisma Putra Utama:
Jakarta
Sunyoto. 2013. Statistik Kessehatan. Nuha Medika : Yogyakarta

112

Universitas Sumatera Utara


Suraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi. Sagung Seto, Jakarta
Suradi, R. 2004. Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Perkumpulan Perinatologi
Indonesia: Jakarta
Sodikin. 2011. Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Penerbit
Salemba Medika

Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


SalembaMedika. Jakarta.

World Health Organization. 2013. Global Health Risks.


http://www.who.int/healthinfo/global-burden-disease/GlobalHealthRisks-
report-full-pdf. Diakses 20 Agustus 2015

Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Kawan Pustaka. Jakarta
Zaenab, 2008. Keracunan Makanan. http://keslingmks.wordpress.com/2008/12/26.
(diakses tanggal 17 Mei 2016)
Zebua, Ade Paramitha, 2014. Hubungan Personal Hygiene Dengan Keluhan Kulit
dan Fasilitas Sanitasi di TPA Terjun Kelurahan Terjun Kecamatan Medan
Marelan Tahun 2014. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Medan
Zein, U. 2010. Ilmu Kesehatan Umum. USU Press. Medan.

113

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan

rancangan cross sectional. Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko dengan faktor

efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu

saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali

saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan .

3.2 Lokasi dan waktu penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Limau Manis Wilayah Kerja Puskesmas

Pauh Kota Padang tahun 2016 dengan pertimbangan merupakan Kelurahan yang

paling tinggi kasus diare pada bayi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Mei 2016

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 3-6

bulan yang bertempat tinggal di Kelurahan Limau Manis Wilayah Kerja Puskesmas

Pauh berdasarkan data Januari 2016 yang berjumlah 55 bayi.

42

Universitas Sumatera Utara


43

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 3-6 bulan di

Kelurahan Limau Manis Wilayah Kerja Puskesmas Pauh dimana teknik pengambilan

sampel adalah total sampling sebanyak 55 bayi.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data primer

Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara menggunakan kuesioner

oleh peneliti kepada responden (ibu) mengenai kejadian diare pada bayi dan personal

hygiene responden meliputi kebersihan tangan, kebersihan kuku dan kebersihan

payudara dan menggunakan lembar observasi mengenai hygiene sanitasi makanan

pendamping air susu ibu (MP-ASI) meliputi: pemilihan bahan makanan,

penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan MP-ASI jadi,

pengangkutan MP-ASI dan penyajian MP-ASI.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Pauh mengenai kejadian diare pada

bayi serta literature-literatur yang mendukung penelitian yang terkait dengan kejadian

diare.

3.4.3 Teknik Pengumpulan Data

1. Melakukan wawancara langsung kepada responden (ibu) yang memiliki bayi

usia 3-6 bulan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pauh mengenai

kejadian diare pada bayi menggunakan alat bantu kuesioner.

Universitas Sumatera Utara


44

2. Melakukan observasi menggunakan lembar observasi kepada responden (ibu)

mengenai hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang

meliputi pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan

makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan dan penyajian

makanan jadi.

3. Melakukan wawancara langsung kepada responden (ibu) yang memiliki bayi

usia 3-6 bulan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pauh mengenai

personal hygiene yang meliputi kebersihan tangan, kebersihan kuku dan

kebersihan payudara menggunakan kuesioner.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuesioner dan Lembar Observasi

2. Alat tulis

3. Kamera digital

3.5 Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul,lalu dilakukan pengolahan data sebagai berikut :

1. Editing yaitu melakukan pengecekan termasuk kelengkapan dan kejelasan isi

kuesioner.

2. Coding yaitu mengubah hasil kuesioner dalam bentuk kode.

Universitas Sumatera Utara


45

3. Scoring yaitu masing-masing variable diberi nilai agar mudah untuk

dikelompokkan jawabannya dan mengkategorikan responden ssesuai dengan

jumlah nilai jawaban yang dijawabnya.

4. Entry yaitu memasukkan data hasil kuesioner ke dalam program komputer

yaitu dengan menggunakan aplikasi di computer.

5. Cleaning yaitu kegiatan pengecekan kembali data-data yang sudah

dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak

3.6 Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1 Variabel

Penelitian ini terdiri dari dua variable,yaitu :

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik ibu meliputi

umur, pendidikan dan pekerjaan, hygiene sanitasi makanan pendamping air

susu ibu (MP-ASI) yang meliputi pemilihan bahan makanan, penyimpanan

bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi,

pengangkutan makanan dan penyajian makanan serta personal hygiene ibu

yang meliputi kebersihan tangan, kebersihan kuku, dan kebersihan payudara.

2. Variabel Dependen

Variable Dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada bayi usia

3-6 bulan.

Universitas Sumatera Utara


46

3.6.2 Definisi Operasional

1. Diare adalah suatu keadaan dimana bayi berusia 3-6 bulan mengalami buang

air besar lembek dan cair atau berupa air saja yang frekuensinya lebih sering

dari biasanya atau > 3 kali sehari. Kondisi ini ditanyakan dalam satu bulan

terakhir.

2. Karakteristik ibu adalah gambaran keadaan atau ciri khas ibu yang terdiri dari

umur, pendidikan dan pekerjaan.

3. Usia ibu adalah lama hidup ibu bayi yang diukur berdasarkan ulang tahun

terakhir yang telah dilalui dalam satuan tahun pada waktu dilakukan

penelitian.

4. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang diperoleh ibu dari instansi

terkait yang ditandai adanya ijazah atau keterangan responden.

5. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh ibu untuk menghasilkan uang

untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

6. Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan,

orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan

kesehatan yang meliputi:

a. Pemilihan bahan makanan adalah proses menentukan bahan-bahan dengan

kondisi segar, masih utuh dan diperoleh dari sumber yang resmi untuk

digunakan dalam proses pengolahan makanan pendamping air susu ibu.

Universitas Sumatera Utara


47

b. Penyimpanan bahan makanan adalah penyimpanan bahan-bahan yang

akan digunakan untuk pembuatan makanan pada tempat yang bersih,

tertutup, tidak dapat dijangkau oleh tikus, serangga dan binatang

penganggu lainnya.

c. Pengolahan makanan adalah cara atau tindakan mengolah bahan makanan

yang dilakukan ibu dari bahan mentah menjadi makanan yang siap

disajikan untuk bayi.

d. Penyimpanan makanan adalah penyimpanan makanan yang siap saji di

tempat yag bersih dan sirkulasi udara dapat berlangsung dengan

menggunakan peralatan yang bersih dan penyaji makanan juga harus

berpakaian bersih.

e. Pengangkutan makanan jadi adalah pengangkutan makanan dari tempat

penyimpanan ke tempat penyajian dengan menggunakan wadah tertutup

dan bersih.

f. Penyajian makanan adalah penyajian makanan kepada bayi menggunakan

wadah atau peralatan makan yang bersih dan telah dicuci menggunakan

sabun.

7. Personal hygiene adalah cara merawat diri untuk memelihara kesehatan fisik

dan psikis pribadi, yang meliputi :

Universitas Sumatera Utara


48

a. Kebersihan tangan adalah perilaku individu dalam menjaga kebersihan

tangan seperti cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah melakukan

sesuatu.

b. Kebersihan kuku adalah perilaku individu dalam menjaga kebersihan kuku

seperti memotong kuku minimal 1 kali seminggu dan membersihkan kuku

yang kotor ketika mandi.

c. Kebersihan payudara adalah kegiatan membersihkan payudara setelah

memberikan ASI dengan menggunakan air hangat dan kain yang telah

dibersihkan.

3.7 Aspek pengukuran

1. Karakteristik Ibu

a. Umur

Pengukuran variabel umur ibu dikategorikan berdasarkan hasil penelitian.

b. Pendidikan

Pengukuran variabel pendidikan didasarkan pada jenjang pendidikan yang

ditamatkan oleh ibu yaitu :

1. Rendah (SLTP ke bawah)

2. Tinggi (SLTP keatas)

c. Pekerjaan

Pengukuran variabel pekerjaan dikategorikan berdasarkan kegiatan ibu untuk

menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu:

Universitas Sumatera Utara


49

1. Bekerja

2. Tidak Bekerja

2. Higiene Sanitasi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

a. Pemilihan Bahan Makanan

Pengukuran variabel pemilihan bahan makanan menggunakan lembar

observasi yang berisi sebanyak 21 pertanyaan kepada ibu bayi. Untuk

pertanyaan pemilihan bahan makanan memiliki dua pilihan jawaban yaitu

: Jawaban Ya, skor 1, jawaban Tidak, skor : 0.

Berdasarkan kriteria pemberian skor, pemilihan bahan makanan

dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai

(skor) ≥ 16 atau memilih jawaban yang memiliki nilai (skor) ≥ 75% dari

total skor seluruh pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 16 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

b. Penyimpanan Bahan Makanan

Pengukuran variabel penyimpanan bahan makanan diukur dengan

menggunakan lembar observasi yang berisi sebanyak 3 pertanyaan kepada

ibu bayi. Untuk pertanyaan penyimpanan bahan makanan memiliki dua

pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor =1, jawaban Tidak, skor = 0.

Universitas Sumatera Utara


50

Berdasarkan kriteria pemberian skor, penyimpanan bahan makanan

dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai ≥

2 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh

pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 2 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

c. Pengolahan Makanan

Pengukuran variabel pengolahan makanan diukur dengan menggunakan

lembar observasi yang berisi sebanyak 26 pertanyaan kepada ibu. Untuk

pertanyaan tindakan pengolahan makanan memiliki dua pilihan jawaban

yaitu jawaban Ya, skor = 1, jawaban Tidak, skor = 0.

Berdasarkan kriteria pemberian skor, pengolahan bahan makanan

dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai ≥

19 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 19 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

Universitas Sumatera Utara


51

d. Penyimpanan Makanan Jadi

Pengukuran variabel tindakan penyimpanan makanan jadi diukur

dengan menggunakan lembar obeservasi yang berisi 2 pertanyaan kepada

ibu. Untuk pertanyaan tindakan penyimpanan makanan jadi memiliki dua

pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor =1, jawaban Tidak, skor = 0.

Berdasarkan kriteria pemberian skor, penyimpanan makanan jadi

dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai ≥

1 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh

pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 1 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

e. Pengangkutan Makanan

Pengukuran variabel pengangkutan makanan jadi diukur dengan

menggunakan lembar observasi yang berisi sebanyak 2 pertanyaan kepada

ibu. Untuk pertanyaan tindakan penyimpanan makanan jadi MP-ASI

memiliki dua pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor = 1, jawaban Tidak,

skor = 0. Variabel pengangkutan makanan jadi dikategorikan menjadi dua

yaitu:

Universitas Sumatera Utara


52

Berdasarkan kriteria pemberian skor, pengangkutan makanan jadi

dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai ≥

1 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh

pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 1 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

f. Penyajian Makanan

Pengukuran variabel penyajian makanan diukur dengan menggunakan

lembar observasi yang berisi sebanyak 3 pertanyaan kepada ibu. Untuk

pertanyaan tindakan penyajian makanan memiliki dua pilihan jawaban

yaitu jawaban Ya, skor = 1, jawaban Tidak, skor = 0.

Berdasarkan kriteria pemberian skor, penyajian makanan dikategorikan

dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai ≥

2 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh

pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 2 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

Universitas Sumatera Utara


53

3. Personal Hygiene Ibu

Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner.

Instrumen kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang variabel

independen (kebersihan tangan, kebersihan kuku dan kebersihan payudara).

a. Kebersihan Tangan

Pengukuran variabel kebersihan tangan diukur dengan menggunakan

kuesioner sebanyak 5 pertanyaan. Untuk pertanyaan kebersihan tangan

dan kuku memiliki dua pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor = 1 ,

jawaban Tidak, skor = 0.

Berdasarkan kriteria pemberian skor, kebersihan tangan dikategorikan

dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai ≥

3 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh

pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 3 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

b. Kebersihan Kuku

Pengukuran variabel kebersihan kuku diukur dengan menggunakan

kuesioner sebanyak 2 pertanyaan. Untuk kebersihan kuku memiliki dua

pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor = 1, jawaban Tidak, skor = 0.

Universitas Sumatera Utara


54

Berdasarkan kriteria pemberian skor, kebersihan kuku dikategorikan

dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai ≥

1 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh

pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 1 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

c. Kebersihan Payudara

Pengukuran variabel kebersihan payudara diukur dengan menggunakan

kuesioner yang berisi sebanyak 3 pertanyaan. Untuk pertanyaan

kebersihan payudara memiliki dua pilihan jawaban yaitu jawaban Ya,

skor = 1, jawaban Tidak, skor = 0.

Berdasarkan kriteria pemberian skor, kebersihan payudara dikategorikan

dengan skala pengukuran sebagai berikut :

1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai ≥

2 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh

pertanyaan.

2. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki

nilai < 2 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor

seluruh pertanyaan.

Universitas Sumatera Utara


55

3.8 Metode Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi

karakteristik responden, variabel dependen (kejadian diare pada bayi) dan

variabel independen (hygiene sanitasi makanan pendamping ASI dan personal

hygiene responden). Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan untuk melihat hubungan antara

variabel dependen (kejadian diare pada bayi) dan masing-masing variabel

independen (karakteristik responden meliputi umur, hygiene sanitasi makanan

pendamping ASI dan personal hygiene responden) dengan uji statistic chi

square χ2 . Uji chi square dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer

dengan dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis berdasarkan

tingkat signifikan (nilai α) sebesar 95%. Jika nilai p > α (0,05), maka hipotesis

penelitian (Ha) ditolak dan jika nilai p < α (0,05), maka hipotesis penelitian

(Ha) diterima.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh

Wilayah Kerja Puskesmas Pauh terletak di Kecamatan Pauh, sebelah Timur

pusat Kota Padang. Terdiri dari 9 kelurahan, yaitu Kelurahan Pisang, Kelurahan

Binuang Kampung Dalam, Kelurahan Piai Tangah, Kelurahan Cupak Tangah,

Kelurahan Kapalo Koto, Kelurahan Koto Luar, Kelurahan Lambung Bukit,

Kelurahan Limau Manis Selatan dan Kelurahan Limau Manis. Luas wilayah ± 146,2

km2 terdiri dari 60% dataran rendah dan 40% dataran tinggi.

Batas wilayah kerja Puskesmas Pauh Kota Padang sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Koto Tangah

2. Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskemas Lubuk Kilangan

3. Sebelah Timur : Kabupaten Solok

4. Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Andalas (Padang Timur)

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Padang tahun 2014 (edisi

November, 2015), jumlah penduduk Kecamatan Pauh adalah sebanyak 66.661 jiwa

yang terdiri dari 33.637 orang laki-laki dan 33.024 orang perempuan. Sedangkan

jumlah rumah tangga di Kecamatan Pauh tercatat sebanyak 15.283 rumah tangga

dengan rata-rata 4 orang per rumah tangga. Penyebaran penduduk masing-masing

kelurahan adalah sebagai berikut :

1. Pisang : 8832 jiwa

2. Binuang Kp Dalam : 6234 jiwa

56

Universitas Sumatera Utara


57

3. Piai Tangah : 4046 jiwa

4. Cupak Tangah : 9566 jiwa

5. Kapalo Koto : 8582 jiwa

6. Koto Luar : 8073 jiwa

7. Lambung Bukit : 3510 jiwa

8. Limau Manis Selatan : 10296 jiwa

9. Limau Manis : 7522 jiwa

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Bayi

Gambaran karakteristik bayi berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat

berdasarkan tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Bayi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang
tahun 2016
Karakteristik Bayi n %
1. Umur
3 bulan 7 12,7
4 bulan 10 18,2
5 bulan 25 45,5
6 bulan 13 23,6
Jumlah 55 100
2. Jenis Kelamin
Perempuan 34 61,82
Laki-laki 21 38,18
Jumlah 55 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa berdasarkan karakteristik bayi

berdasarkan umur, persentase paling besar adalah bayi berusia 5 bulan, yaitu

Universitas Sumatera Utara


58

sebanyak 25 bayi atau 45,5% dari jumlah sampel dan mayoritas bayi berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 34 bayi atau 61,82% dari jumlah sampel.

4.2.2 Karakteristik Responden

Gambaran karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan terakhir dan

pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan


Terakhir dan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016
Karakteristik Responden n %
Umur
18-20 tahun 3 5,5
21-30 tahun 44 80
31-40 tahun 8 14,5
Jumlah 55 100
Pendidikan Terakhir
SD 2 3,6
SMP 6 10,9
SLTA 40 72,7
P.Tinggi 7 12,7
Jumlah 55 100
Jenis Pekerjaan
PNS 2 3,6
Pegawai swasta 3 5,4
Pedagang 16 29,1
IRT 35 63,6
Jumlah 55 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui sebagian besar responden berusia 21-30

tahun sebanyak 44 responden (80%), mayoritas tingkat pendidikan terakhir adalah

SLTA yaitu sebanyak 40 responden (72,7%) dan mayoritas sebagai ibu rumah tangga

yaitu sebanyak 35 responden (63,3%).

Universitas Sumatera Utara


59

4.2.3 Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

Gambaran makanan pendamping air susu ibu yang diberikan responden (ibu)

kepada bayi berdasarkan jenis dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut

Tabel 4.3 Distribusi Makanan Pendamping Air Susu Ibu Berdasarkan Jenis
dan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang Tahun
2016
Umur Bayi
Jenis Total
MP-ASI 3 bulan 4 bulan 5 bulan 6 bulan
n % n % n % n % n %
Air tajin 0 0 1 1,8 0 0 0 0 1 1,8
Bubur instan 3 5,4 2 3,6 5 9,1 0 0 10 18,1
Bubur tepung 2 3,6 5 9,1 4 7,3 2 3,6 13 23,6
beras
Pisang saring 2 3,6 1 1,8 2 3,6 2 3,6 7 12,7
Nasi tim 0 0 7 12,7 8 14,5 9 16,4 24 43,6

Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui sebagian besar jenis MP-ASI yang

diberikan adalah nasi tim yaitu sebanyak 24 responden (43,6%)

4.2.4 Frekuensi Pemberian MP-ASI

Gambaran frekuensi pemberian MP-ASI per hari dapat dilihat pada Tabel 4.4

sebagai berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pemberian MP-ASI oleh Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Frekuensi pemberian n %
1 kali sehari 27 49,1
2 kali sehari 26 47,3
3 kali sehari 2 3,6
Jumlah 55 100

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui sebagian besar pemberian MP-ASI

yaitu sebanyak 1 kali sehari (49,1%).

Universitas Sumatera Utara


60

4.2.5 Kejadian Diare pada Bayi

Kejadian diare pada bayi adalah penyakit diare yang dialami oleh bayi dalam

satu bulan terakhir. Gambaran mengenai kejadian diare dapat dilihat pada Tabel 4.5

sebagai berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Kejadian Diare pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Pauh Kecamatan Pauh tahun 2016
Kejadian Diare n %
Ya 12 21,8
Tidak 43 78,2
Jumlah 55 100

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa lebih banyak bayi yang tidak

mengalami diare dalam satu bulan terakhir yaitu sebanyak 43 bayi (78,2).

4.2.6 Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Olahan

Rumah Tangga

Hygiene sanitasi MP-ASI olahan rumah tangga adalah kebersihan makanan

pendamping ASI yang diolah oleh responden. Poin-poin pada lembar observasi

mengenai hygiene sanitasi makanan pendamping ASI terdiri dari 6 poin yang terdiri

dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan

makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan jadi dan penyajian

makanan. Gambaran mengenai hygiene sanitasi makanan pendamping ASI yang

diolah oleh responden berdasarkan lembar observasi dapat dilihat sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


61

4.2.6.1 Pemilihan Bahan Makanan

Gambaran pemilihan bahan makanan MP-ASI yang diolah responden dapat

dilihat pada Tabel 4.6 sebagai berikut

Tabel 4.6 Distribusi Pemilihan Bahan Makanan MP-ASI yang Diolah


responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh
tahun 2016
No Pemilihan Bahan Makanan Jumlah Jumlah

Ya % Tidak %
1. Beras
a. Kondisi utuh dan tidak rusak 38 100 0 0
b. Kondisi bersih dan tidak berkutu 38 100 0 0
c. Tidak menggumpal 38 100 0 0
2. Tahu
a. Kondisi utuh, tidak berlendir dan tidak 8 100 0 0
rusak
b. Berwarna putih kekuningan 8 100 0 0
c. Beraroma segar dan tidak busuk 8 100 0 0
3. Kentang
a. Kondisi utuh dan tidak rusak 28 100 0 0
b. Kulit berwarna coklat bukan kehijauan 28 100 0 0
c. Beraroma segar dan tidak busuk 28 100 0 0
4. Wortel
a. Kondisi utuh dan tidak rusak 24 85,7 4 14,3
b. Berwarna orange cerah bukan orange 24 85,7 4 14,3
kehitaman
c. Beraroma segar dan tidak busuk 28 100 0 0
5. Pisang
a. Kondisi utuh dan tidak rusak 6 100 0 0
b.Berwarna kuning cerah bukan kecoklatan 6 100 0 0
c. Beraroma segar dan tidak busuk 6 100 0 0
6. Telur
a. Kondisi utuh dan tidak rusak atau retak 0 0 4 100
b. Tidak terdapat kotoran atau noda pada 0 0 4 100
kulit
7. Bahan dalam kemasan terdaftar 10 100 0 0
di Depkes, tidak kadaluarsa dan tidak
cacat atau tidak rusak.

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa seluruh responden baik untuk

pemilihan bahan makanan seperti beras, tahu, kentang dan pisang dalam keadaan

utuh dan tidak rusak serta beraroma segar dan tidak busuk tetapi seluruh responden

Universitas Sumatera Utara


62

yang menggunakan telur sebagai bahan makanan untuk MP-ASI memilih bahan

makanan tidak baik seperti telur tidak utuh dan rusak serta terdapat kotoran di kulit

telur. Untuk pemilihan bahan makanan jenis wortel sebanyak 24 responden (85,7%)

memilih dalam keadaan utuh dan tidak rusak dan seluruh responden memilih wortel

yang beraroma segar dan tidak busuk. Untuk pemilihan bahan makanan dalam

kemasan, seluruh responden baik dalam pemilihan bahan makanan yaitu bahan

makanan dalam kemasan terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluarsa, tidak

cacat ataupun tidak rusak.

Tabel 4.7 Distribusi Kategori Pemilihan Bahan Makanan Pendamping ASI di


Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Pemilihan bahan makanan n %
Tidak Baik 8 14,5
Baik 47 85,4
Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik

dalam pemilihan bahan makanan yaitu sebanyak 47 responden (85,4%).

4.2.6.2 Penyimpanan Bahan Makanan

Gambaran penyimpanan bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 4.8 sebagai

berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Penyimpanan Bahan Makanan MP-ASI oleh Responden di


Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
No Penyimpanan Bahan Makanan Jumlah Jumlah
Ya % Tidak %
1 Wadah penyimpan bahan makanan kuat, 38 69,1 17 30,9
kedap air dan tertutup
2 Wadah penyimpanan tidak menjadi tempat 34 61,8 21 38,2
bersarang serangga dan tikus
3 Penempatan wadah penyimpanan bahan 30 54,5 25 45,4
makanan terpisah dari makanan jadi

Universitas Sumatera Utara


63

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik

dalam penyimpanan bahan makananan seperti wadah penyimpanan bahan makanan

kuat, kedap air dan tertutup sebanyak 38 responden (69,1%) , wadah penyimpanan

tidak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus sebanyak 34 responden (61,8%),

penempatan wadah penyimpanan bahan makanan terpisah dari makanan jadi

sebanyak 30 responden (54,5%).

Tabel 4.9 Distribusi Kategori Penyimpanan Bahan Makanan Pendamping ASI


di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Penyimpanan bahan makanan n %
Tidak Baik 22 40
Baik 33 60
Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik

dalam penyimpanan bahan makanan yaitu sebanyak 33 responden (60%).

4.2.6.3 Pengolahan Makanan

1. Tempat Pengolahan

Gambaran pengolahan bahan makanan berdasarkan tempat pengolahan,

berdasarkan Tabel 4.10 dibawah ini :

Tabel 4.10 Distribusi Pengolahan Makanan MP-ASI yang Diolah oleh


Responden Berdasarkan Tempat Pengolahan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pauh Tahun 2016
No Tempat Pengolahan Jumlah Jumlah
Ya % Tidak %
1 Lantai dapur bersih 32 58,2 23 41,8
2 Permukaan lantai dapur rata 35 63,6 20 36,4
3 Tidak tampak lalat berterbangan di dapur 34 61,8 21 38,2
4 Permukaan dinding rata 50 90,1 5 9,9
5 Langit-langit rata dan mudah dibersihkan 46 83,6 9 16,4
6 Langit- langit tidak terdapat lubang 10 18,2 45 81,2
7 Ventilasi 10% dari luas lantai 8 14,5 47 40,5
8 Air bersih tidak berbau, berasa dan berwarna 55 100 0 0

Universitas Sumatera Utara


64

9 Tersedia tempat mencuci bahan makanan 9 16,4 46 83,6


dan peralatan dengan air bersih yang cukup
(20-50 L/hari)
10 Sampah diangkut dalam 24 jam 13 23,6 42 76,4
11 Jarak saluran pembuangan air limbah ke 32 58,2 23 41,8
sumber air bersih adalah 10 meter
12 Toilet bersih 25 45,5 30 54,5
13 Tidak terdapat lubang pada bahan bangunan 11 80 44 20

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa berdasarkan tempat pengolahan

sebanyak 32 responden (58,2%) memiliki dapur yang bersih, sedangkan 23 responden

(41,8%) tidak memiliki dapur yang bersih dan sebanyak 35 responden (63,6%)

memiliki permukaan lantai dapur yang rata, sedangkan 20 responden tidak memiliki

permukaan lantai dapur yang rata.

Berdasarkan hasil observasi 34 responden (61,8%) memiliki dapur yang tidak

tampak lalat berterbangan sedangkan 21 responden (38,2%) memiliki dapur yang

tampak lalat berterbangan. Sebanyak 50 responden (90,1%) memiliki dinding yang

rata sedangkan 5 responden (9,9%) memiliki dinding yang tidak rata. Sebanyak 46

responden (83,6%) memiliki langit-langit yang rata dan mudah dibersihkan

sedangkan 9 responden (16,4%) memiliki langit-langit yang tidak mudah dibersihkan

dan 10 responden (18,2%) memiliki langit-langit yang tidak terdapat lubang

sedangkan 45 responden (81,2%) memiliki langit-langit yang terdapat lubang.

Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa terdapat 8 responden (14,5%) yang

memiliki ventilasi 10% dari luas lantai, sedangkan 47 responden (46,5%) memiliki

ventilasi kurang dari 10% luas lantai. Sebanyak 9 responden (16,4%) memiliki

tempat mencuci bahan makanan dan peralatan dengan air bersih yang cukup,

Universitas Sumatera Utara


65

sedangkan 46 responden (83,6%) tidak memiliki tempat mencuci bahan makanan dan

peralatan dengan air bersih yang cukup.

Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa sebanyak 13 responden (23,6%)

mengangkut sampah dalam 24 jam, sedangkan 42 responden (76,4%) tidak

mengangkut sampah dalam 24 jam. Sebanyak 32 responden (58,2%) memiliki saluran

pembuangan air limbah yang berjarak 10 meter dengan sumber air bersih, sedangkan

23 responden (41,8%) tidak memiliki saluran pembuangan air limbah yang berjarak

10 meter dengan sumber air bersih. Sebanyak 25 responden (45,5%) memiliki toilet

yang bersih, sedangkan 30 responden (54,5%) memiliki toilet yang tidak bersih.

sebanyak 11 responden (80%) tidak memiliki lubang pada bahan bangunan,

sedangkan 44 responden (20%) memiliki lubang pada bahan bangunan.

2. Tenaga Penjamah

Gambaran pengolahan makanan berdasarkan tenaga penjamah, berdasarkan

Tabel 4.11 sebagai berikut :

Tabel 4.11 Distribusi Pengolahan Makanan MP-ASI yang Diolah Responden


Berdasarkan Tenaga Penjamah Makanan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pauh Tahun 2016
N Tenaga Penjamah Jumlah Jumlah
o
Ya % Tidak %
1 Tidak menderita penyakit mudah menular 45 81,8 10 18,2
seperti batuk dan influenz
2 Menjaga kebersihan tangan, rambut dan kuku 29 52,7 26 47,3
3 Mencuci tangan setiap kali hendak 23 41,8 32 58,2
menangani makanan dengan air dan sabun
4 Tidak menggaruk anggota badan (hidung, 50 90,1 5 9,9
telinga, mulut dan anggota badan lainnya) ketika
mengolah makanan
5 Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan atau 49 89,1 6 10,9
tanpa menutup hidung dan mulut

Universitas Sumatera Utara


66

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa sebanyak 45 responden

(81,8%) tidak menderita penyakit mudah menular sedangkan 10 responden (18,2%)

menderita penyakit mudah menular seperti batuk dan influenza. Sebanyak 29

responden ( 52,7%) menjaga kebersihan tangan, rambut dan kuku sedangkan 26

responden (47,3%) responden tidak menjaga kebersihan tangan, rambut dan kuku.

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa sebanyak 23 responden (41,8%)

mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan dengan air dan sabun

sedangkan 32 responden (58,2%) tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani

makanan. sebanyak 50 responden (90,1%) tidak menggaruk anggota badan ketika

mengolah makanan sedangkan 5 responden (9,9%) menggaruk anggota badan ketika

mengolah makanan. Sebanyak 49 responden (89,1%) tidak batuk atau bersin

dihadapan makanan, sedangkan 6 responden (16,9%) batuk dan bersin dihadapan

makanan tanpa menutup hidung dan mulut.

3. Cara Pengolahan

Gambaran pengolahan makanan berdasarkan cara pengolahan, berdasarkan

Tabel 4.12 sebagai berikut :

Tabel 4.12 Distribusi Pengolahan Makanan MP-ASI yang Diolah


Responden Berdasarkan Cara Pengolahan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pauh Tahun 2016
No Cara Pengolahan Jumlah Jumlah

Ya % Tidak %
1 Mencuci bahan makanan dengan air 21 38,2 34 61,8
yang bersih dan mengalir
2 Tidak terjadi pengotoran dan kontaminasi 48 87,3 7 12,7
makanan
3 Tidak menambahkan BTM yang dilarang 55 100 0 0
Saat mengolah makanan

Universitas Sumatera Utara


67

4 Bahan makanan diolah sampai matang 55 100 0 0


5 Mengerok pisang menggunakan alat 6 100 0 0
yang telah dicuci menggunakan air
bersih dan sabun

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa berdasarkan cara pengolahan

sebanyak 48 responden (87,3%) ketika pengolahan tidak terjadi pengotoran dan

kontaminasi makanan, sedangkan 7 responden (12,7%) terjadi pengotoran dan

kontaminasi makanan.

4. Peralatan Pengolahan

Gambaran pengolahan makanan berdasarkan peralatan pengolahan,

berdasarkan Tabel 4.13 sebagai berikut :

Tabel 4.13 Distribusi Pengolahan Makanan yang Diolah Responden


Berdasarkan Peralatan Pengolahan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pauh Tahun 2016
No Peralatan Pengolahan Jumlah Jumlah

Ya % Tidak %
1 Peralatan yang akan digunakan dalam 55 100 0 0
keadaan bersih
2 Meja peracikan bersih 20 36,4 35 63,6
3 Peralatan yang sudah dipakai dicuci 55 100 0 0
dengan sabun menggunakan air bersih
4 Peralatan untuk mengolah bahan 14 25,4 41 74,6
mentah dibedakan dengan peralatan
untuk mengolah makanan yang sudah
masak.

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa berdasarkan peralatan

pengolahan sebanyak 20 responden (36,4%) menggunakan meja peracikan dalam

keadaan bersih, sedangkan 35 responden (63,6%) menggunakan meja peracikan tidak

dalam keadaan bersih. sebanyak 14 responden (25,4%) membedakan peralatan untuk

Universitas Sumatera Utara


68

mengolah bahan mentah dengan makanan yang sudah masak sedangkan 41 responden

(74,6%) tidak membedakan peralatan untuk mengolah bahan mentah dengan

makanan yang sudah masak.

Tabel 4.14 Distribusi Kategori Pengolahan Bahan Makanan Pendamping ASI di


Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Pengolahan bahan makanan n %
Tidak Baik 29 52,8
Baik 26 47,2
Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden tidak

baik dalam pengolahan bahan makanan yaitu sebanyak 29 responden (52,8%).

4.2.6.4 Penyimpanan Makanan Jadi

Gambaran penyimpanan MP-ASI jadi dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut

Tabel 4.15 Distribusi Penyimpanan Makanan Jadi yang Diolah Responden


di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
No Penyimpanan Makanan Jadi Jumlah Jumlah

Ya % Tidak %
1 Makanan Pendamping ASI yang 32 58,2 23 41,8
telah jadi disimpan dalam keadaan
tertutup
2 Penutup yang digunakan harus dalam 31 56,4 24 43,6
keadaan bersih dan tidak tercemar

Berdasarkan Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa untuk penyimpanan makanan

jadi sebagian besar responden yaitu sebanyak 32 responden (58,2%) telah

menyimpan MP-ASI seperti nasi tim dalam keadaan tertutup dan sebanyak 23

responden (41,8%) tidak menyimpan MP-ASI dalam keadaan tertutup dikarenakan

makanan tersebut akan segera disajikan. Penutup yang digunakan responden dalam

Universitas Sumatera Utara


69

keadaan bersih dan tidak tercemar sebanyak 31 responden (56,4%) dan sebanyak 24

responden (43,6) tidak menutup MP-ASI dengan penutup yang bersih seperti tudung

saji.

Tabel 4.16 Distribusi Kategori Penyimpanan Makanan Pendamping ASI di


Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Penyimpanan makanan n %
Tidak Baik 24 43,6
Baik 31 56,4
Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik

dalam penyimpanan makanan jadi yaitu sebanyak 31 responden (56,4%).

4.2.6.5 Pengangkutan Makanan

Gambaran pengangkutan makanan dapat dilihat berdasarkan Tabel 4.17

sebagai berikut :

Tabel 4.17 Distribusi Pengangkutan Makanan MP-ASI yang Diolah


Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
No Pengangkutan Makanan Jumlah Jumlah

Ya % Tidak %
1 Tersedia pengangkut khusus (baki) 7 12,7 48 87,3
2 Makanan ditutup agar terhindar dari 21 38,2 34 61,8
Percikan ludah dan debu

Berdasarkan Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa untuk pengangkutan makanan

terdapat 48 responden (87,3%) yang tidak menggunakan pengangkut khusus (baki)

ketika mengangkut makanan dan hanya 7 responden (12,7%) yang menggunakan

pangangkut khusus (baki) untuk mengangkut MP-ASI dari tempat pengolahan ke

meja penyajian. Dari hasil observasi terdapat 34 responden (61,8%) yang tidak

Universitas Sumatera Utara


70

menggunakan penutup ketika mengangkut makanan dan hanya 21 responden (38,2%)

yang menggunakan penutup ketika mengangkut makanan.

Tabel 4.18 Distribusi Kategori Pengangkutan Makanan Pendamping ASI di


Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Pengangkutan makanan n %
Tidak Baik 52 94,5
Baik 3 5,4
Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden tidak

baik dalam pengangkutan makanan yaitu sebanyak 52 responden (94,5%).

4.2.6.6 Penyajian Makanan

Gambaran penyajian makanan dapat dilihat berdasarkan Tabel 4.19 sebagai

berikut :

Tabel 4.19 Distribusi Penyajian MP-ASI yang Diolah Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
No Penyajian Makanan Jadi Jumlah Jumlah

Ya % Ya %
1 Penyaji makanan berpakaian rapi 47 85,5 8 14,5
dan bersih
2 Peralatan dan penutup untuk menyajikan 2 3,6 53 96,4
makanan dalam keadaan bersih
3 Ketika melakukan penyajian, penyaji 52 94,5 3 5,5
tidak kontak langsung dengan MP-ASI

Berdasarkan Tabel 4.19 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

menyajikan makanan menggunakan pakaian yang rapi dan bersih yaitu sebanyak 47

responden (85,5%) dan terdapat 8 responden (14,5%) yang tidak menggunakan

pakaian bersih ketika menyajikan makanan. Peralatan dan penutup untuk menyajikan

makanan hanya sebanyak 2 responden (3,6%) dalam keadaan bersih dan sebanyak 53

Universitas Sumatera Utara


71

responden tidak menggunakan peralatan dan penutup untuk menyajikan makanan

dalam keadaan bersih.

Tabel 4.20 Distribusi Kategori Penyajian Makanan Pendamping ASI di Wilayah


Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Penyajian makanan n %
Tidak Baik 22 40
Baik 33 60
Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.20 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik

dalam penyajian makanan yaitu sebanyak 33 responden (60%).

4.2.7 Personal Hygiene

Personal hygiene adalah kebersihan diri yang dimiliki oleh responden (ibu).

Poin-poin pada lembar wawancara mengenai personal hygiene terdiri dari 3 variabel

yaitu kebersihan tangan, kebersihan kuku dan kebersihan payudara. Gambaran

mengenai personal hygiene yang dimiliki responden berdasarkan lembar wawancara

dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :

4.2.7.1 Kebersihan Tangan

Gambaran kebersihan tangan responden dapat dilihat pada tabel 4.21 sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara


72

Tabel 4.21 Distribusi Kebersihan Tangan Responden di Wilayah Kerja


Puskesmas Pauh Kota Padang tahun 2016
N Kebersihan Tangan Jumlah Jumlah
o
Ya % Tidak %
1. Mencuci tangan dengan sabun setelah 10 32,7 37 67,3
mengganti popok bayi
2. Mencuci tangan menggunakan air bersih 55 100 0 0
3. Mencuci tangan menggunakan sabun 32 58,2 23 41,8
setelah buang air besar atau buang air
kecil
4. Mencuci tangan pakai sabun sebelum 7 12,7 48 87,3
dan setelah makan
5. Mencuci tangan setiap kali tangan kotor 53 96,4 2 3,6
(setelah memegang binatang, berkebun,
dll)

Berdasarkan Tabel 4.21 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden

memiliki kebiasaan tidak baik untuk kebersihan tangan seperti terdapat 37 responden

(67,3%) yang tidak mencuci tangan dengan sabun setelah mengganti popok bayi,

terdapat 48 responden (87,3%) yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum dan

setelah makan, dan terdapat 23 responden (41,8%) yang mencuci tangan pakai sabun

setelah buang air besar atau buang air kecil.

Tabel 4.22 Distribusi Kategori Kebersihan Tangan Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Kebersihan Tangan n %
Tidak Baik 40 72,7
Baik 15 27,3
Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.22 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden tidak

baik dalam kebersihan tangan yaitu sebanyak 40 responden (72,7%).

Universitas Sumatera Utara


73

4.2.7.2 Kebersihan Kuku

Gambaran kebersihan kuku responden dapat dilihat pada tabel 4.23 sebagai

berikut :

Tabel 4.23 Distribusi Kebersihan Kuku Responden di Wilayah Kerja


Puskesmas Padang tahun 2016

No Kebersihan Kuku Jumlah Jumlah

Ya % Tidak %
1 Memotong kuku sekali seminggu 51 92,7 4 7,3
2 Membersihkan kuku yang kotor 47 85,5 8 14,5
dengan sabun saat mandi

Berdasarkan Tabel 4.23 dapat diketahui bahwa berdasarkan kebersihan kuku

sebagian besar responden telah memotong kuku sekali seminggu yaitu sebanyak 51

responden (92,7%) dan sebanyak 47 responden (85,5%) telah membersihkan kuku

yang kotor dengan sabun saat mandi.

Tabel 4.24 Distribusi Kategori Kebersihan Kuku di Wilayah Kerja Puskesmas


Pauh tahun 2016

Kebersihan Kuku n %
Tidak Baik 11 21,8
Baik 44 78,2
Total 55 100

Berdasarkan Tabel 4.24 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik

dalam kebersihan kuku yaitu sebanyak 44 responden (78,2%).

Universitas Sumatera Utara


74

4.2.7.3 Kebersihan Payudara

Gambaran kebersihan payudara dapat dilihat pada Tabel 4.25 sebagai

berikut :

Tabel 4.25 Distribusi Kebersihan Payudara Responden di Wilayah Kerja


Puskesmas Pauh Tahun 2016
No Kebersihan Payudara Jumlah Jumlah

Ya % Tidak %
1 Membersihkan payudara dengan 6 10,9 49 89,1
air hangat atau air bersih sebelum
memberikan ASI
2 Membersihkan payudara dengan 16 29,1 39 70,9
kain bersih sebelum memberikan ASI
3 Mencuci tangan dengan bersih 11 20 44 80
ketika memegang payudara sebelum
memberikan ASI

Berdasarkan Tabel 4.25 dapat diketahui bahwa kebersihan payudara yang

dimiliki responden tidak baik seperti terdapat 49 responden (89,1%) yang tidak

membersihkan payudara dengan air hangat atau air bersih sebelum memberikan ASI,

terdapat 39 responden (70,9%) yang tidak membersihkan payudara dengan kain

bersih sebelum memberikan ASI dan terdapat 44 responden (80%) yang tidak

mencuci tangan dengan bersih ketika memegang payudara sebelum memberikan ASI.

Tabel 4.26 Distribusi Kategori Kebersihan Payudara Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2016
Kebersihan Payudara n %
Tidak Baik 44 80
Baik 9 20
Total 55 100

Universitas Sumatera Utara


75

Berdasarkan Tabel 4.26 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden tidak

baik dalam kebersihan payudara yaitu sebanyak 44 responden (60%).

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen. Data disajikan dalam bentuk tabel

frekuensi dan narasi dengan analisis statistic Chi square dan Uji Fishers’s. Adanya

hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen

ditunjukkan dengan nilai p < 0,05.

4.3.1 Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-

ASI) Olahan Rumah Tangga dengan kejadian Diare pada Bayi usia 3-6

bulan.

Analisis hubungan antara hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu

(MP-ASI) dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Pauh Kota Padang tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 4.27 berikut :

Tabel 4.27 Analisis Hubungan antara Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping


Air Susu Ibu Olahan Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada
Bayi usia 3-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang
tahun 2016
Kejadian Diare p RP
Hygiene Sanitasi MP-ASI Ya Tidak Total (CI=
n % n % n % 95%)
1. Pemilihan Bahan Makanan 1,958
Tidak Baik 3 37,5 5 62,5 8 100 0,245 (5,711
Baik 9 19,1 38 80,8 47 100 -
0,672)
Total 12 21,8 43 78,2 55 100
2. Penyimpanan Bahan 4,500
Makanan (14,793-
Tidak Baik 9 40,9 13 59,1 22 100 0,005 1,369)
Baik 3 9,1 30 90,9 33 100

Universitas Sumatera Utara


76

Total 12 21,8 43 78,2 55 100


3. Pengolahan Bahan
Makanan
Tidak Baik 12 41,3 17 58,6 29 100 0,001 -
Baik 0 0 26 100 26 100
Total 12 21,8 43 78,1 55 100
4. Penyimpanan Makanan 6,458
Jadi (26,761 –
Tidak Baik 10 41,6 14 58,3 24 100 0,002 1,559)
Baik 2 6,4 29 52,7 31 100
Total 12 21,8 43 78,2 55 100
5. Pengangkutan Makanan
Tidak Baik 12 23,1 40 76,9 52 100 1,000 -
Baik 0 0 3 5,4 3 100
Total 12 21,8 43 78,1 55 100
6. Penyajian Makanan 0,300
Tidak Baik 2 9,1 20 90,9 22 40 0,062 (1,240-
Baik 10 30,3 23 69,7 33 60 0,073)
Total 12 21,8 43 78,2 55 100

Berdasarkan tabel 4.27 dapat diketahui bahwa berdasarkan variabel pemilihan

bahan makanan dari 8 responden yang tidak baik dalam pemilihan bahan makanan

terdapat 3 bayi (37,5%) yang menderita diare dan hanya 9 bayi (19,1%) yang

menderita diare dari 47 responden yang baik dalam pemilihan bahan makanan.

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p = 0,245. Jika dibandingkan dengan

derajat kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara pemilihan bahan makanan dengan dengan kejadian diare pada

bayi.

Berdasarkan variabel penyimpanan bahan makanan dapat diketahui bahwa dari

22 responden yang tidak baik dalam penyimpanan bahan makanan, terdapat 9

responden (40,9%) yang menderita diare dan terdapat 3 responden (9,1%) yang

menderita diare pada responden yang baik dalam penyimpanan bahan makanan.

Universitas Sumatera Utara


77

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,005. Jika dibandingkan dengan

derajat kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara penyimpanan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi

dengan PR=4,500 yaitu CI 95% [(14,793)], (1,369)] yang menunjukkan bahwa

responden dengan penyimpanan bahan makanan yang tidak baik memiliki peluang

kejadian diare pada bayinya 4,5 kali lebih besar dibandingkan responden dengan

penyimpanan bahan makanan yang baik.

Berdasarkan variabel pengolahan bahan makanan dapat diketahui bahwa dari

29 responden yang tidak baik dalam pengolahan bahan makanan, terdapat 12

responden (41,3%) yang menderita diare dan terdapat 0 responden (0%) yang

menderita diare pada responden yang baik dalam pengolahan bahan makanan.

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,001. Jika dibandingkan dengan

derajat kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara penyimpanan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi.

Berdasarkan variabel penyimpanan makanan jadi dapat diketahui bahwa dari

24 responden yang tidak baik dalam penyimpanan makanan jadi, terdapat 10

responden (41,6%) yang menderita diare dan terdapat 2 responden (6,4%) yang

menderita diare pada responden yang baik dalam penyimpanan makanan jadi.

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,002. Jika dibandingkan dengan

derajat kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara penyimpanan makanan jadi dengan kejadian diare pada bayi dengan

Universitas Sumatera Utara


78

PR=6,458, yaitu CI 95% [(26,761)], (1,559)] yang menunjukkan bahwa responden

dengan penyimpanan makanan jadi yang tidak baik memiliki peluang kejadian diare

pada bayinya 6,458 kali lebih besar dibandingkan responden dengan penyimpanan

makanan jadi yang baik.

Berdasarkan variabel pengangkutan makanan dapat diketahui bahwa dari 52

responden yang tidak baik dalam pengangkutan makanan, terdapat 12 responden

(23,1%) yang menderita diare dan terdapat 0 responden (0%) yang menderita diare

pada responden yang baik dalam pengangkutan makanan. Berdasarkan hasil uji exact

fisher karena terdapat lebih dari 25% expected count yang nilai nya kurang dari 5

maka diperoleh nilai p=1,000. Jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan

(p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara pengangkutan makanan dengan kejadian diare pada bayi.

Berdasarkan variabel penyajian makanan dapat diketahui bahwa dari 22

responden yang tidak baik dalam penyajian makanan, terdapat 2 responden (9,1%)

yang menderita diare dan terdapat 10 responden (30,3%) yang menderita diare pada

responden yang baik dalam penyajian makanan. Berdasarkan hasil uji chi square

diperoleh nilai p=0,062. Jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05),

maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

penyajian makanan dengan kejadian diare pada bayi.

Universitas Sumatera Utara


79

4.3.2 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi

Analisis hubungan antara Personal Hygiene dengan kejadian diare pada bayi di

Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel

4.28 berikut :

Tabel 4.28 Analisis Hubungan antara Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian
Diare pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang
tahun 2016
Kejadian Diare
Ya Tidak Total RP
Personal Hygiene p
(CI=95%)
n % n % n %
1.Kebersihan Tangan
Tidak Baik 10 23,2 33 76,7 43 100 0,625 1,395
Baik 2 16,6 10 83,3 12 100 (5,528-0,352)

Total 12 21,8 43 78,2 55 100


2. Kebersihan Kuku
Tidak Baik 5 41,6 7 58,3 12 100 0,060 2,560
Baik 7 16,2 36 83,7 43 100 (6,636– 0,987)

Total 12 21,8 43 78,2 55 100


3. Kebersihan Payudara
Tidak Baik 12 27,2 32 72,7 44 100 0,050 -
Baik 0 0 11 100 11 100
Total 12 21,8 43 78,2 55 100

Berdasarkan tabel 4.28 dapat diketahui bahwa berdasarkan variabel kebersihan

tangan dari 43 responden dengan kebersihan tangan yang tidak baik , terdapat 10

responden (28,2%) yang menderita diare dan terdapat 2 responden (16,6%) yang

menderita diare pada responden dengan kebersihan tangan yang baik. Berdasarkan

hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,625. Jika dibandingkan dengan derajat

kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara kebersihan tangan ibu dengan kejadian diare pada bayi.

Universitas Sumatera Utara


80

Berdasarkan variabel kebersihan kuku dapat diketahui bahwa dari 12

responden dengan kebersihan kuku yang tidak baik, terdapat 5 responden (41,6%)

yang menderita diare dan terdapat 2 responden (16,2%) yang menderita diare pada

responden dengan kebersihan kuku yang baik. Berdasarkan hasil uji chi square

diperoleh nilai p=0,060. Jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan (p<0,05),

maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

kebersihan kuku ibu dengan kejadian diare pada bayi.

Berdasarkan variabel kebersihan payudara dapat diketahui bahwa dari 44

responden dengan kebersihan payudara yang tidak baik, terdapat 12 responden

(27,2%) yang menderita diare dan terdapat 0 responden (0%) yang menderita diare

pada responden dengan kebersihan payudara yang baik. Berdasarkan hasil uji chi

square diperoleh nilai p=0,050. Jika dibandingkan dengan derajat kemaknaan

(p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

kebersihan payudara dengan kejadian diare pada bayi.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Responden memiliki karakteristik yaitu paling banyak berusia dengan rentang

umur 21 sampai 30 tahun, mayoritas sebagai ibu rumah tangga dan pendidikan

terakhir adalah SMA. Responden adalah ibu yang memiliki bayi umur 3-6 bulan yang

bertempat tinggal di Kelurahan Limau Manis tahun 2016. Sedangkan karakteristik

bayi paling banyak berusia 5 bulan dengan jenis kelamin perempuan paling banyak.

5.2 Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu

5.2.1 Pemilihan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu

Hasil penelitian diketahui bahwa pemilihan bahan makanan pendamping air

susu ibu (MP-ASI) mayoritas baik yaitu sebanyak 47 responden (85,4%). Hal ini

dikarenakan sebagian besar responden memilih bahan makanan dalam kedaan utuh,

tidak rusak dan masih segar seperti wortel dan kentang yang merupakan bahan

makanan untuk jenis MP-ASI nasi tim yang merupakan MP-ASI mayoritas yang

diolah responden yaitu sebanyak 24 responden (43,6%). Pemilihan bahan makanan

untuk MP-ASI jenis bubur beras yaitu beras merah dan beras putih dipilih ibu

berdasarkan kualitas yang baik seperti tidak berkutu dan tidak berbau. Seluruh bahan

makanan diperoleh ibu di pasar tradisional Pauh.

Bahan makanan yang tidak bersih dapat menimbulkan penyakit pada bayi

akibat terkontaminasi oleh bakteri, virus maupun parasit penyebab penyakit termasuk

diantaranya diare. Pemilihan bahan makanan yang menyehatkan penting bagi bayi,

81

Universitas Sumatera Utara


82

dengan bahan makanan yang menyehatkan daya tahan tubuh bayi akan meningkat

sehingga bayi tidak gampang sakit (Ningsih, 2014).

5.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu

Hasil penelitian diketahui bahwa penyimpanan bahan makanan mayoritas

responden baik yaitu sebanyak 33 responden (60%). Hal ini dikarenakan sebagian

besar ibu menyimpan bahan makanan pada wadah yang tertutup dan kedap air untuk

jenis MP-ASI dengan bahan tepung beras merah atau beras putih yang sudah digiling.

Penempatan tepung beras merah atau beras putih di dalam kotak makanan yang

ditutup kuat dan penyimpanan dilakukan untuk kebutuhan selama satu bulan. Kotak

makanan disusun di lemari kayu atau bagi responden yang memiliki lemari pendingin

maka bahan makanan disimpan untuk jangka waktu satu bulan. Untuk bahan

makanan yang cepat membusuk seperti kentang dan wortel sebagian responden yang

tidak memiliki lemari pendingin menyimpan bahan makanan di rak khusus

penyimpanan bahan makanan dan langsung diolah ketika akan disajikan untuk bayi.

Penyimpanan bahan makanan sebelum diolah perlu perhatian khusus mulai

dari wadah tempat penyimpanan sampai dengan cara penyimpanannnya perlu

diperhatikan khusus dengan maksud untuk menghindari keracunan karena kesalahan

penyimpanan (Zaenab, 2008)

5.2.3 Pengolahan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu

Hasil penelitian diketahui bahwa pengolahan bahan makanan mayoritas

responden tidak baik yaitu sebanyak 29 responden (52,8%). Hal ini disebabkan

Universitas Sumatera Utara


83

berdasarkan tempat pengolahan makanan responden, sebagian besar responden tidak

memiliki tempat untuk mencuci bahan makanan dan peralatan dengan air bersih yang

cukup melainkan responden menggunakan kamar mandi yang seharusnya digunakan

untuk buang air besar/buang air kecil dan mandi. Berdasarkan tenaga penjamah,

sebagian besar responden tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani

makanan melainkan responden hanya membersihkan tangan menggunakan kain lap

yang tersedia. Berdasarkan cara pengolahan, sebagian besar responden tidak mencuci

bahan makanan dengan air bersih dan mengalir. Untuk bahan makanan yang dikupas

seperti wortel dan kentang, sebagian responden tidak mencuci bahan makanan

tersebut sebelum dilakukan proses perebusan. Berdasarkan peralatan pengolahan,

sebagian besar responden tidak membedakan peralatan untuk mengolah bahan

makanan mentah dengan makanan yang telah jadi seperti menggunakan talenan untuk

memotong bahan makanan untuk meniriskan makanan yang telah direbus.

Hasil observasi, sebagian besar sampah rumah tangga responden dibiarkan

berserakan dibelakang rumah dan tidak dibuang dalam waktu 24 jam. Sampah yang

tidak di kelola dengan baik dapat menjadi sumber pencemaran tanah, air, permukaan

dan penularan penyakit khususnya penyakit gastrointestinal.

Hasil pengamatan yang dilakukan, sebagian besar ibu mencuci bersih

peralatan makanan setelah pengolahan tetapi ibu tidak menyimpan peralatan makanan

di lemari yang tertutup melainkan penyimpanan dilakukan di lemari yang terbuka,

Universitas Sumatera Utara


84

sehingga memungkinkan kontaminasi peralatan makanan dengan kuman patogen

yang dapat menyebabkan diare pada bayi.

Cara pengolahan bahan baku sangat menentukan kualitas makanan jadi.

Kebersihan peralatan yang digunakan dalam pengolahan juga sangat penting. Begitu

juga status kesehatan pengolah makanan serta cara kerjanya, yang tentunya

menentukan terjadinya kontaminasi dari pengolah makanan ke makanan. Pengolah

makanan tidak boleh sakit kulit, tenggorokan dan bukan carrier penyakit tertentu

(Soemirat, 2009).

5.2.4 Penyimpanan Makanan Jadi

Hasil penelitian diketahui bahwa penyimpanan makanan jadi mayoritas

responden baik yaitu sebanyak 31 responden (56,4%). Hal ini disebabkan sebagian

besar responden menyimpan makanan yang telah jadi dalam keadaan tertutup

sebelum diberikan kepada bayi dan penutup makanan dalam kedaan bersih dan tidak

tercemar.

Penyimpanan makanan jadi perlu dilakukan supaya makanan terlindung dari

debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya. Makanan yang telah

diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi seperti dalam lemari,

rak atau alat pendingin (Chandra, 2006).

5.2.5 Pengangkutan Makanan Jadi

Hasil penelitian diketahui bahwa pengangkutan makanan jadi mayoritas tidak

baik yaitu sebanyak 52 responden (94,5%). Hal ini disebabkan sebagian besar

Universitas Sumatera Utara


85

responden tidak menutup makanan ketika mengangkut makanan dari dapur menuju

ke tempat penyajian makanan bayi.

Makanan yang berasal dari tempat pengolahan akan mengalami pengotoran

sepanjang pengangkutan bila cara pengangkutannya kurang tepat dan alat angkutnya

kurang baik dari segi kualitasnya. Oleh karena itu perlu memperhatikan kondisi alat

pengangkut serta kondisi tenaga pengangkut apakah tidak berpenyakit menular dan

mempunyai personal hygiene yang baik. Pengangkutan makanan harus menghindari

daerah-daerah atau tempat-tempat yang kotor dan mudah mengontaminasi makanan

dan cara pengangkutan makanan harus dilakukan dengan mengambil jalan yang

singkat, pendek dan paling terdekat (Depkes RI, 2004).

Cara pengangkutan makanan juga harus memenuhi persyaratan sanitasi,

misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki tutup aga makanan tidak tercemar

dari sumber kontaminan dan tidak rusak (Chandra, 2006).

5.2.6 Penyajian Makanan Jadi

Hasil penelitian diketahui bahwa penyajian makanan jadi mayoritas baik yaitu

sebanyak 33 responden (60%). Hal ini disebabkan sebagian besar responden

menggunakan pakaian rapi dan bersih ketika menyajikan makanan untuk bayi dan

responden tidak kontak langsung dengan makanan melainkan menggunakan sendok

khusus makanan bayi.

Universitas Sumatera Utara


86

Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari

kontaminasi, bersih dan tertutup. Semua kegiatan pengolahan makanan juga harus

terlindungi dari kontak langsung dengan tubuh (Chandra, 2006)

5.3 Personal Hygiene Ibu

5.3.1 Kebersihan Tangan

Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas kebersihan tangan responden tidak

baik yaitu sebanyak 40 responden (72,7%). Hal ini disebabkan sebagian besar

responden tidak mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan popok bayi

dan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah makan.

Menurut Zein (2010), tangan adalah bagian tubuh manusia yang paling sering

berhubungan dengan mulut dan hidung secara langsung. Sehingga tangan merupakan

salah satu penghantar utama masuknya kuman penyebab penyakit ke dalam tubuh

manusia. Apabila tangan manusia menyentuh tinja akan terkontaminasi lebih dari 10

juta virus dan 1 juta bakteri yang dapat menimbulkan penyakit.

Menurut Depkes (2009), cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan

sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun

oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci

tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit.

Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu

singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun

menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di permukaan

Universitas Sumatera Utara


87

kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan

segar merupakan hal positif yang diperoleh setelah menggunakan sabun.

5.3.2 Kebersihan Kuku

Hasil peneltitian diketahui bahwa mayoritas kebersihan kuku responden baik

yaitu sebanyak 44 responden (78,2%). Hal ini disebabkan sebagian besar responden

telah memotong kuku sekali seminggu dan membersihkan kuku yang kotor dengan

sabun saat mandi.

Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa kuku ibu tidak panjang dan juga

bersih. Ibu sebagai seseorang yang paling dekat dengan bayi sangat mempedulikan

kebersihan kuku dikarenakan interaksi 24 jam dengan bayinya sehingga ibu memiliki

kesadaran untuk membersihkan diri termasuk memperhatikan kebersihan kuku.

Adapun tujuan perawatan kuku yaitu membersihkan kuku, mengembalikan

batas-batas kulit ditepi kuku dalam keadaan normal serta mencegah terjadinya

perkembangan kuman penyakit maka dari itu perlu perawatan kuku dengan cara

menggunting kuku sekali seminggu dan menyikat kuku menggunakan sabun

(Stevens, 2000).

Menurut Andarmoyo (2012), mengabaikan tangan, kaki, dan kuku rentan

terhadap berbagai macam penyakit infeksi. Kebersihan dimulai dengan mencuci

tangan dan kaki menggunakan sabun dan mengeringkannya dengan handuk,

menghindari pemakaian sepatu sempit, sedangkan perawatan kuku dilakukan dengan

memotong kuku jari tangan dan kaki.

Universitas Sumatera Utara


88

5.3.3 Kebersihan Payudara

Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas kebersihan payudara responden

tidak baik yaitu sebanyak 44 responden (80%). Hal ini disebabkan sebagian besar

responden tidak membersihkan payudara dengan air hangat atau dengan air bersih

ketika akan memberikan ASI kepada bayi dan sebagian besar responden tidak

mencuci tangan dengan bersih ketika memegang payudara sebelum memberikan ASI.

Menurut Anggraini (2006) dalam penelitian Dewi (2008), perpindahan kuman

penyebab penyakit yang terdapat pada payudara yang tidak dibersihkan dapat

ditularkan melalui mulut bayi ketika bayi menyusui sehingga dapat menyebabkan

bayi diare. Kebersihan payudara sangatlah penting agar tidak mudah terkena infeksi,

bakteri biasanya masuk melalui putting susu yang lecet atau terluka. Dengan

melalukan perawatan payudara secara benar dan teratur dapat menguatkan,

melenturkan dan mengatasi terpendamnya putting susu sehingga bayi mudah

menghisap ASI dan juga menjaga kebersihan payudara.

5.4 Kejadian Diare pada Bayi

Hasil penelitian diketahui bahwa kejadian diare pada bayi dalam satu bulan

terakhir adalah sebanyak 12 bayi (21,8%). Bayi yang terkena diare lebih sedikit

dibandingkan dengan bayi yang tidak terkena diare yaitu sebanyak 43 bayi (78,2%).

Hal ini dikarenakan dari data yang diperoleh berdasarkan pemilihan bahan

makanan untuk MP-ASI yang mayoritas adalah jenis nasi tim (24,1%), seluruh ibu

memilih bahan makanan yang masih segar seperti kentang dan wortel dan untuk MP-

Universitas Sumatera Utara


89

ASI jenis beras giling, ibu memilih beras dengan kualitas yang baik dan masih baru.

Berdasarkan data yang diperoleh dalam pertanyaan kebersihan tangan bahwa

responden yang menjawab mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air

besar atau buang air kecil sebanyak 58,2% dan responden yang menjawab mencuci

tangan setiap kali tangan kotor yaitu sebanyak 96,4% dan untuk kebersihan kuku

responden yang menjawab memotong kuku sekali seminggu sebanyak 92,7% dan

yang membersihkan kuku yang kotor dengan sabun saat mandi sebanyak 85,5%.

Kemungkinan besar bayi untuk terkena diare berkurang karena kontaminasi terputus

dikarenakan ibu memilih bahan makanan yang baik dan masih segar serta memiliki

kebiasaan baik mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar atau

buang air kecil dan memiliki kebiasaan untuk membersihkan kuku yang kotor dengan

sabun saat mandi.

Berdasarkan hasil wawancara, kejadian diare pada bayi < 6 bulan mayoritas

disebabkan oleh pemberian makanan yang tidak sesuai dengan makanan yang biasa

dikonsumsi bayi seperti ibu memberikan makanan dengan tekstur lebih padat dari

yang biasanya dikonsumsi bayi sehari-hari.

Secara teoritis penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan

bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 hari perhari) disertai

perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah dan lendir

(Suraatmaja, 2007) dan penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral terutama

karena menelan makanan atau kontak dengan tangan yang terkontaminasi, tidak

Universitas Sumatera Utara


90

memadainya penyediaan air bersih, kekurangan sarana kebersihan dan pencemaraan

air, penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya, untuk mencegah

terjadinya diare dapat dilakukan upaya pencegahan diantaranya kebersihan

perorangan, membiasakan defekasi di jamban, kebersihan lingkungan untuk

menghindari penyakit, makanan harus tertutup dan bersih, penyediaan makanan yang

hygienis dalam pengolahan makanan (Ngastiyah, 2005).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 Insiden diare pada anak < 1 tahun di

Indonesia adalah 5,5 persen. Jika dibandingkan dengan kejadian diare di Wilayah

Kerja Puskesmas Pauh dengan jumlah bayi yang menderita diare pada satu bulan

terakhir, yaitu 12 bayi, serta jumlah populasi bayi yang beresiko yaitu 55 bayi,

didapatkan angka insiden rate sebanyak 21,8 %. Angka ini sangat tinggi dari insiden

diare pada anak < 1 tahun di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara, kejadian diare

pada bayi < 6 bulan mayoritas disebabkan oleh pemberian makanan yang tidak sesuai

dengan makanan yang biasa dikonsumsi bayi seperti ibu memberikan makanan

dengan tekstur lebih padat dari yang biasanya dikonsumsi bayi sehari-hari dan

personal hygiene ibu yang tidak baik seperti tidak membersihkan payudara dengan air

hangat atau air bersih sebelum memberikan ASI kepada bayi .

Diare dapat disebabkan karena kesalahan dalam memberikan makan sebelum

berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat berisiko bagi bayi untuk terkena diare

karena alasan sebagai berikut; pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan

selain ASI, bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang

Universitas Sumatera Utara


91

hanya dapat diperoleh dari ASI serta adanya kemungkinan makanan yang diberikan

bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk

memberikan makanan dan minuman kepada bayi tidak steril. Berbeda dengan

makanan padat ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan makanan paling

sempurna (Kamalia, 2005).

Pencegahan penyakit diare yang berasal dari makanan dapat dilakukan dengan

memperhatikan pola hygiene perorangan yang bertujuan untuk memelihara

kebersihan diri, menciptakan keindahan dan juga meningkatkan kesehatan individu

agar dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain

sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi hygiene perorangan harus diperhatikan

yang salah satunya adalah tingkat pengetahuan karena pengetahuan yang baik dapat

meningkatkan kesehatan, namun berbekal pengetahuan saja tidak cukup karena

kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas orang tersebut

oleh karena itu pengetahuan penting dalam meningkatkan status kesehatan individu

(Wartonah, 2006).

5.5 Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu Olahan

Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada Bayi

Pengukuran hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu pada

responden diukur berdasarkan variabel hygiene sanitasi makanan seperti : pemilihan

bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi,

pengangkutan makanan dan penyajian makanan.

Universitas Sumatera Utara


92

5.5.1 Hubungan Pemilihan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan

Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan pemilihan bahan makanan dengan kejadian diare pada

bayi menggunakan Uji Fisher’s, tidak ada hubungan pemilihan bahan makanan

dengan kejadian diare pada bayi.

Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, bahan makanan yang sering

diolah ibu untuk di jadikan makanan pendamping air susu ibu seperti beras, bayam,

wortel, tahu dan kentang. Semua ibu telah menggunakan bahan dengan kondisi utuh

dan tidak rusak serta beraroma segar dan tidak busuk. Bahan makanan seperti tahu

dibeli dalam keadaan tidak rusak dan tidak berlendir, bayam yang masih dalam

keadaan segar dan tidak berwarna kekuningan, kentang dengan kondisi yang masih

utuh. Beras yang merupakan bahan untuk membuat bubur saring dalam keadaan

bersih dan tidak berkutu.

Hasil wawancara yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu yang

memiliki bayi merupakan ibu rumah tangga sehingga ibu memiliki waktu untuk

berbelanja di pagi hari dan memilih bahan makanan yang masih segar seperti tahu,

sayuran dan buah-buahan. Bagi ibu yang tidak sempat untuk berbelanja di pasar

tradisional, pedagang keliling yang biasa menjajakan bahan-bahan pokok dijadikan

alternatif untuk berbelanja. Bahan makanan dalam kemasan seperti bubur instant dan

susu formula juga dibeli ibu di pasar tradisional sesuai dengan kebutuhan bayi untuk

sehari.

Universitas Sumatera Utara


93

Menurut Ningsih (2014), bahan makanan yang tidak bersih dapat

menimbulkan penyakit pada bayi akibat terkontaminasi oleh bakteri, virus maupun

parasit penyebab penyakit termasuk diantaranya diare. Pemilihan bahan makanan

yang menyehatkan penting bagi bayi, dengan bahan makanan yang menyehatkan

daya tahan tubuh bayi akan meningkat sehingga bayi tidak gampang sakit.

Pemilihan bahan makanan yang masih segar dan tidak busuk merupakan

pilihan utama untuk dikonsumsi. Pemilihan bahan makanan yang tidak baik dapat

mengakibatkan berbagai penyakit salah satunya diare yang berasal dari kontaminasi

bakteri seperti Staphlococcus aureus yang terdapat pada bahan makanan. Bakteri ini

sering ditemukan pada bahan makanan yang berprotein tinggi seperti produk-produk

telur dan daging. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Devania (2010), yang

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemilihan bahan makanan dengan

kejadian diare pada bayi.

5.5.2 Hubungan Penyimpanan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu

dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan penyimpanan bahan makanan dengan kejadian diare

pada bayi menggunakan Uji Chi Square, terdapat hubungan penyimpanan bahan

makanan dengan kejadian diare pada bayi.

Perilaku menyimpan bahan makanan dengan benar merupakan salah satu cara

pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian,

sebagian besar responden membeli keperluan bahan makanan hanya untuk kebutuhan

Universitas Sumatera Utara


94

makan dalam satu hari dikarenakan sebagian besar ibu tidak memiliki lemari

pendingin. Bahan makanan yang mudah membusuk dan mudah layu seperti tahu dan

bayam tidak disimpan di dalam lemari melainkan ditutup menggunakan tudung saji.

Bahan makanan yang tidak cepat busuk seperti telur disimpan di dalam lemari kayu

yang ditutup kuat tetapi masih terdapat lubang di pinggir lemari sehingga bisa

menimbulkan kontaminasi secara fisik dari tanah atau lantai, kelembaban dan

pencemaran karena vektor atau hewan penganggu seperti binatang pengerat. Bahan

makanan seperti beras disimpan di dalam karung berwarna putih dan diletakkan di

sudut dapur sehingga besar kemungkinan dimakan oleh binatang pengerat dan juga

serangga.

Makanan yang akan diolah langsung oleh ibu tidak disimpan di dalam lemari

penyimpanan, tetapi dibiarkan terbuka atau dimasukkan ke dalam mangkuk peralatan

untuk pengolahan makanan. Bahan makanan dalam kemasan seperti bubur instant

disimpan di dalam toples dan bercampur dengan makanan kemasan lain seperti gula,

kopi dan garam. Untuk bahan makanan seperti pisang hanya diletakkan di lantai

dapur tanpa di tutup dengan penutup makanan.

Penyimpanan bahan makanan sebelum diolah perlu perhatian khusus mulai

dari wadah tempat penyimpanan sampai dengan cara penyimpanannnya perlu

diperhatikan dengan maksud untuk menghindari terjadinya keracunan karena

kesalahan penyimpanan (Zaenab, 2008)

Universitas Sumatera Utara


95

Penyimpanan bahan makanan ditempat terbuka juga memungkinkan serangga

seperti lalat, kecoa, dan tikus datang menghinggapi makanan sehingga makanan akan

terkontaminasi tinja maupun organisme pathogen yang ada ditubuh hewan tersebut

maupun melalui sampah yang tidak dikelola dengan baik. Hal ini yang akan membuat

anggota keluarga terutama bayi mengalami diare. (Ningsih, 2014)

Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Rachmanti (2006),

bahwa ada hubungan antara penyimpanan bahan makanan dan penyimpanan

makanan dengan kejadian diare pada bayi.

5.5.3 Hubungan Pengolahan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu

dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan pengolahan bahan makanan dengan kejadian diare

pada bayi menggunakan uji Chi Square, terdapat hubungan pengolahan makanan

dengan kejadian diare pada bayi.

Perilaku pengolahan makanan yang baik merupakan salah satu cara

pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, masih

banyak ibu yang salah dalam mencuci bahan makanan yaitu tidak mencuci bahan

makanan menggunakan air mengalir langsung dari kran air, mereka hanya

mencelupkan bahan makanan kedalam ember berulang-ulang tanpa mengganti airnya.

Hal ini sangat beresiko karena kotoran pada bahan makanan tersebut akan dapat

terbawa kembali sehingga dapat menimbulkan kontaminasi bakteri, virus, maupun

parasit penyebab diare.

Universitas Sumatera Utara


96

Buah dan sayur serta bahan makanan lain yang dikonsumsi oleh bayi dapat

terkontaminasi oleh salmonella typhi karena kemungkinan dipupuk oleh kotoran

manusia. Sebelum diolah bahan makanan seperti daging, ikan, sayur dan buah harus

dicuci terlebih dahulu. Lebih-lebih pada makanan yang langsung dikonsumsi atau

mentah. Bahan-bahan hewani seringkali mengandung kuman pathogen sedangkan

buah dan sayur seringkali mengandung pestisida atau pupuk (James, 2006).

Menurut penelitian Ningsih (2014), didapatkan hasil bahwa perilaku mencuci

makanan jika dikaitkan dengan kejadian diare didapatkan bahwa ibu yang cara

mencuci bahan makanan yang benar sebesar 11,4% bayinya mengalami kejadian

diare, sedangkan ibu yang cara mencuci bahan makanan yang salah sebesar 24,2%

bayinya mengalami kejadian diare.

Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu tidak

mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan setelah mengolah makanan,

sebagian ibu hanya membersihkan tangan menggunakan kain lap yang diletakkan di

dapur. Untuk pengolahan MP-ASI jenis bubur saring, sebelum merebus bahan

makanan sebagian besar ibu tidak mencuci tangan melainkan hanya membersihkan

tangan menggunakan kain atau menggosok-gosokkan tangan ke baju yang sedang

dipakai. Untuk pengolahan MP-ASI jenis pisang, sebagian besar ibu tidak mencuci

tangan menggunakan sabun sebelum memegang pisang, ibu menganggap tangan

mereka sudah bersih dan sebagian besar ibu hanya mencuci tangan ketika tangan

sudah terlihat kotor. Cuci tangan pakai sabun dapat dilakukan di 5 penting yaitu

Universitas Sumatera Utara


97

sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah

menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan.

Cuci tangan pakai sabun (CTPS) akan dapat mengurangi hingga 47% angka

kesakitan karena diare. Beberapa fakta tentang mencuci tangan pakai sabun adalah

tangan salah satu pengantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh. CPTS dapat

menghambat masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia melalui perantara tangan,

tangan manusia yang kotor karena menyentuh feses mengandung kurang lebih 10 juta

virus dan 1 juta bakteri, kuman penyakit seperti virus dan bakteri tidak dapat terlihat

secara kasat mata sehingga sering diabaikan dan mudah masuk ke dalam tubuh

manusia, hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun

tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar pada saat yang penting.

Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Susanna (2003), yang menyatakan ada

hubungan yang bermakna antara kebersihan tangan penjamah makanan dengan

kontaminasi makanan. Menurut Fathonah (2005) tangan sering menjadi sumber

kontaminan atau mengakibatkan kontaminasi silang.

Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar sampah

rumah tangga tidak diangkut dalam 24 jam melainkan mereka meletakkan sampah di

dapur hanya di dalam kantong plastik dan tidak selalu membuangnya ke tempat

pembuangan sampah umum. Sampah juga dibiarkan berserakan di belakang rumah

dikarenakan mereka memiliki lahan dibelakang rumah yang cukup luas. Hal ini

memungkinkan serangga seperti lalat, kecoa dan tikus datang dan mengkontaminasi

Universitas Sumatera Utara


98

makanan yang akan diolah. Kontaminasi oleh serangga seperti lalat, kecoa dan tikus

yang akan membuat anggota keluarga terutama bayi mengalami diare.

Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu tidak

membedakan peralatan untuk mengolah bahan mentah dengan peralatan untuk

mengolah makanan yang telah jadi. Talenan yang digunakan untuk mengiris bahan

makanan seperti wortel, kentang dan tahu juga digunakan kembali untuk meniriskan

makanan yang telah direbus. Talenan hanya dicuci sedikit menggunakan air di dalam

baskom tanpa dicuci menggunakan sabun. Hal ini dapat mengkontaminasi makanan

yang telah jadi yang berasal dari bahan makanan mentah yang bisa saja telah

terkontaminasi oleh bakteri penyebab diare . Hal ini dapat menyebabkan diare pada

bayi.

Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu mencuci

bersih peralatan makanan setelah pengolahan tetapi ibu tidak menyimpan peralatan

makanan di lemari yang tertutup melainkan penyimpanan dilakukan di lemari yang

terbuka, sehingga memungkinkan kontaminasi peralatan makanan dengan kuman

patogen yang dapat menyebabkan diare pada bayi. Hasil penelitian yang sama

didapatkan pada penelitian Nurfadhilla (2014), yang menunjukkan terdapat hubungan

yang bermakna secara statistic antara kebiasaan mencuci peralatan makanan dengan

kejadian diare pada bayi (p=0,024)

Setiap peralatan makanan harus dicuci dengan air yang mengalir dan

menggunakan detergen atau bila menggunakan ember harus sering diganti airnya,

Universitas Sumatera Utara


99

peralatan yang sudah bersih harus disimpan ditempat yang tertutup dan tidak

memungkinkan terjadinya pencemaran, dan demikian pula lap harus sering diganti

agar tidak terjadi pencemaran ulang lap yang kotor pada peralatan yang sudah bersih

(Depkes RI, 2006).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febriana (2012), yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengolahan makanan

dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Kabupaten

Sukoharjo tahun 2012 dengan p=0,016

5.5.4 Hubungan Penyimpanan Makanan Jadi dengan Kejadian Diare pada

Bayi

Hasil analisis hubungan penyimpanan makanan jadi dengan kejadian diare

menggunakan Uji Chi Square, terdapat hubungan penyimpanan makanan jadi dengan

kejadian diare pada bayi.

Perilaku penyimpanan makanan jadi yang benar merupakan salah satu cara

pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian,

sebagian besar ibu masih menyimpan makanan MP-ASI tidak dalam wadah tertutup,

ibu tidak menutup makanan dikarenakan ibu akan segera menyajikan makanan

setelah makanan dingin. Pada umumnya ibu tidak membuat makanan yang baru bagi

bayi setiap mereka akan makan, makanan yang telah direbus dipisahkan terlebih

dahulu dan ketika akan makan baru dilumatkan menggunakan sendok dan saringan

kawat yang halus.

Universitas Sumatera Utara


100

Menurut Ningsih (2014), perilaku menutup dan menyimpan makanan jika

dikaitkan dengan kejadian diare didapatkan bahwa ibu yang benar menyimpan

makanan pada wadah yang mempunyai tutup dan berventilasi untuk mengeluarkan

uap air sebesar 6,9% bayinya mengalami kejadian diare, sedangkan yang tidak

menyimpan makanan pada wadah yang mempunyai tutup dan berventilasi untuk

mengeluarkan uap air sebesar 23,9% bayinya mengalami kejadian diare.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febriana (2012), yang

manyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penyimpanan

makanan jadi dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gagak

Kabupaten Sukoharjo tahun 2012.

5.5.5 Hubungan Pengangkutan Makanan Jadi dengan Kejadian Diare pada

Bayi

Hasil analisis hubungan pengangkutan makanan jadi dengan kejadian diare

menggunakan Uji Fisher’s, tidak ada hubungan pengangkutan makanan jadi dengan

kejadian diare pada bayi.

Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, ibu telah menggunakan

penutup ketika mengangkut makanan MP-ASI. Penutup yang digunakan ibu

merupakan penutup makanan yang sesuai dengan ukuran mangkuk dan jarak antara

pengangkutan dengan penyajian yang dekat dari tempat pengolahan.

Pengangkutan makanan menggunakan penutup merupakan faktor yang penting

agar debu tidak masuk ke dalam makanan. Makanan yang tidak ditutup dapat

Universitas Sumatera Utara


101

memungkinkan serangga seperti lalat datang menghinggapi makanan sehingga

makanan akan terkontaminasi tinja maupun organisme pathogen yang ada ditubuh

hewan. Hal ini yang akan membuat bayi mengalami diare.

Menurut Depkes (2006), prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah

tidak terjadinya pencemaran selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik,

mikroba maupun kimia. Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang

pengangkutan yang dipengaruhi oleh alat pengangkut, teknik pengangkutan dan

tenaga pengangkut.

5.5.6 Hubungan Penyajian Makanan dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan penyajian makanan dengan kejadian diare pada bayi

menggunakan Uji Chi Square, tidak ada hubungan penyajian makanan dengan

kejadian diare pada bayi.

Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu

menggunakan pakaian yang rapi dan bersih ketika akan menyajikan makanan dan

tidak kontak langsung dengan makanan melainkan menggunakan sendok kecil untuk

menyuapi bayi agar tangan ibu tidak bersentuhan dengan makanan. Penyajian

makanan di rumah merupakan tempat penyajian yang relatif berdekatan dengan dapur

pengolahan, sehingga untuk terjadinya kontaminasi dengan lingkungan luar sangat

sedikit.

Penyajian merupakan rangkaian akhir dalam tahap pengolahan makanan.

Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian dan

Universitas Sumatera Utara


102

tenaga penyajian. Makanan yang disajikan di tempat yang bersih, peralatan yang

digunakan bersih dan orang yang menyajikan harus menggunakan penjepit makanan,

sendok dan sarung tangan. (Slamet, 2009).

5.6 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi

Pengukuran personal hygiene pada responden dengan kejadian diare diukur

berdasarkan beberapa variabel personal hygiene seperti : kebersihan tangan,

kebersihan kuku dan kebersihan payudara.

5.6.1 Hubungan Kebersihan Tangan Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan kebersihan tangan ibu dengan kejadian diare pada

bayi menggunakan Uji Chi Square tidak ada hubungan kebersihan tangan ibu dengan

kejadian diare pada bayi.

Hasil wawancara yang dilakukan saat penelitian, kebersihan tangan yang

dimiliki ibu sudah baik dikarenakan seluruh ibu telah mencuci tangan menggunakan

air bersih sebab ibu sadar akan pentingnya mencuci tangan menggunakan air bersih.

Sumber air bersih warga berasal dari PDAM Kota Padang dan ibu juga menampung

air hujan di ember besar untuk cadangan ketika air PDAM mati.

Cuci tangan pakai sabun dapat dilakukan di 5 penting yaitu sebelum makan,

sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi,sesudah menceboki anak, dan

sebelum menyiapkan makanan. CTPS akan dapat mengurangi hingga 47% angka

kesakitan karena diare. Beberapa fakta tentang mencuci tangan pakai sabun adalah

tangan salah satu pengantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh.

Universitas Sumatera Utara


103

Dirjen PPM dan PLP dalam bukunya materi program P2 diare pada pelatihan

P2ML terpadu bagi dokter Puskesmas bahwa Personal Hygiene adalah langkah

pertama untuk hidup sehat. Dasar kebersihan adalah pengetahuan. Banyak masalah

kesehatan yang timbul akibat kelalaian kita, tetapi standar hygiene dapat mengontrol

kondisi ini. Personal hygiene mencakup praktek kesehatan seperti mandi, keramas,

menggosok gigi, dan mencuci pakaian. Memelihara personal hygiene yang baik

membantu mencegah infeksi dengan membuang kuman atau bakteri yang hinggap di

permukaan kulit. Faktor perilaku mempunyai peranan yang sangat penting terhadap

keberhasilan menurunkan angka kejadian diare. Kebiasaan tidak mencuci tangan

mempunyai resiko 1,88 lebih besar akan menderita diare dibandingkan yang mencuci

tangan. Mencuci tangan dapat menurunkan risiko terkena diare sebesar 47%.

(Depkes, 2002)

5.6.2 Hubungan Kebersihan Kuku Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan kebersihan kuku ibu dengan kejadian diare pada bayi

menggunakan Uji Chi Square tidak ada hubungan kebersihan kuku ibu dengan

kejadian diare pada bayi.

Hasil wawancara yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu memotong

kuku sekali seminggu dikarenakan ibu berinteraksi banyak dengan bayi sehingga ibu

merasa kuku yang kotor tidak baik dibiarkan apalagi ibu merupakan orang terdekat

dengan bayi yang mengurus segala keperluan bayi. Ibu juga membersihkan kuku

yang kotor ketika mandi menggunakan sabun dan air bersih.

Universitas Sumatera Utara


104

Menurut Steven (2000) dalam penelitian Zebua (2014), tujuan perawatan kuku

yaitu membersihkan kuku, mengembalikan batas-batas kuku dalam keadaan normal

serta mencegah terjadinya perkembangan kuman penyakit, maka dari itu perlu

perawatan kuku dengan cara menggunting kuku sekali seminggu dan menyikat kuku

menggunakan sabun.

Menurut Andarmoyo (2012), mengabaikan tangan dan kuku rentan terhadap

berbagai macam penyakit infeksi. Kebersihan dimulai dengan mencuci tangan

menggunakan sabun, sedangkan perawatan kuku dilakukan dengan memotong kuku

jari.

5.6.3 Hubungan Kebersihan Payudara Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan kebersihan payudara ibu dengan kejadian diare pada

bayi menggunakan Uji Chi Square terdapat hubungan kebersihan payudara ibu

dengan kejadian diare pada bayi.

Menyusui bayi merupakan aktivitas yang menyenangkan dan bermanfaat baik

bagi ibu maupun bayi, agar aktivitas menyusui dapat berjalan lancar dan terhindar

dari infeksi, maka lakukan perawatan payudara dengan cara membersihkan payudara

secara teratur paling tidak dua kali sehari, pagi dan sore, basuhlah dengan air hangat

setelah itu keringkan dengan handuk yang lembut, jangan gunakan sabun untuk

mencuci putting susu dan daerah sekitarnya, karena sabun akan mengakibatkan

putting susu kering dan lecet (Dewi, 2008)

Universitas Sumatera Utara


105

Hasil wawancara yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu tidak

membersihkan payudara dengan air hangat maupun dengan air bersih ketika akan

memberikan ASI kepada bayi, ibu hanya membersihkan payudara jika selesai

bepergian dari luar atau sehabis bekerja seharian di luar rumah. Hasil wawancara

sebagian besar ibu tidak mencuci tangan ketika memegang payudara sebelum

memberikan ASI kepada bayi, sebagian besar ibu berada di dalam rumah sehingga

ibu beranggapan tangan mereka sudah bersih dan tidak perlu dicuci.

Menurut Anggraini (2006) di dalam penelitian Dewi (2008), perpindahan

kuman penyebab penyakit seperti Staphloccous Aureus yang terdapat pada payudara

yang tidak dibersihkan dapat ditularkan melalui mulut bayi ketika bayi menyusui

sehingga dapat menyebabkan bayi diare. Kebersihan payudara sangatlah penting

agartidak mudah terkena infeksi, bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang

lecet atau terluka. Dengan melakukan perawatan payudara secara benar dan teratur

dapat menguatkan, melenturkan dan mengatasi terpendamnya puting susu sehingga

bayi mudah menghisap ASI dan juga menjaga kebersihan payudara.

Menurut Suradi (2004) di dalam penelitian Dewi (2008), perawatan payudara

akan berhasil bila ibu mempunyai pengetahuan tentang manfaat perawatan payudara

dalam meningkatkan produksi ASI yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas

bayi dan upaya menurunkan morbilitas dan mortalitas bayi. Dalam masa nifas,

pengetahuan tentang perawatan payudara sangat penting untuk diketahui ibu, hal ini

Universitas Sumatera Utara


106

berguna untuk menjaga keindahan payudara serta menghindari masalah-masalah

dalam proses menyusui.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Karakteristik ibu untuk umur yang paling banyak berusia 21-30 tahun, ibu

rumah tangga sebanyak 29 orang (52,7%), dan pendidikan adalah tamat

SMA sebanyak 40 orang (72,7%).

2. Hygiene Sanitasi MP-ASI masuk kategori tidak baik untuk pengolahan bahan

makanan dan pengangkutan makanan jadi.

3. Personal hygine ibu masuk kategori tidak baik untuk kebersihan tangan dan

kebersihan payudara.

4. Kejadian diare pada bayi dalam satu bulan terakhir adalah sebanyak 12 bayi.

5. Ada hubungan yang bermakna antara hygiene sanitasi makanan pendamping

air susu ibu (penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan dan

penyimpanan makanan jadi) dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah

Kerja Puskesmas Pauh tahun 2016.

6. Ada hubungan yang bermakna antara personal hygiene (kebersihan

payudara) ibu dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Pauh tahun 2016.

6.2 Saran

1. Responden

a. Disarankan agar ibu memisahkan penempatan wadah untuk penyimpanan

bahan makanan dengan makanan jadi agar makanan jadi tidak tercemar oleh

107

Universitas Sumatera Utara


108

serangga atau mikroorganisme patogen yang terdapat pada bahan makanan

mentah yang dapat menyebabkan diare pada bayi.

b. Disarankan agar ibu menggunakan penutup makanan dalam keadaan

bersih dan tidak tercemar agar mikroorganisme patogen tidak dapat mencemari

makanan yang dapat menyebabkan bayi diare.

c. Disarankan agar ibu menggunakan peralatan yang berbeda ketika

mengolah makanan yang masih mentah dengan makanan yang telah jadi

dikarenakan peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan makanan dapat

tercemar oleh mikroorganisme patogen sehingga ketika digunakan untuk

makanan jadi maka makanan jadi juga ikut tercemar sehingga dapat

menyebabkan diare pada bayi.

d. Disarankan agar ibu lebih memperhatikan dan meningkatkan personal

hygine khususnya dalam hal membersihkan payudara dengan air hangat atau air

bersih sebelum memberikan ASI untuk mengurangi jumlah bakteri di payudara

yang dapat menularkan bakteri penyebab diare pada bayi.

2. Instansi kesehatan

Instansi kesehatan diharapkan dapat melakukan sosialisasi tentang cara

mencegah penyakit diare pada bayi melalui penyuluhan dalam kegiatan

posyandu ataupun kegiatan kemasyarakatan yang berbasis kesehatan lainnya,

seperti mengadakan penyuluhan akan pentingnya hygiene sanitasi makanan

Universitas Sumatera Utara


109

pendamping ASI dan penyuluhan lainnya seperti pentingnya kebiasaan menjaga

kebersihan diri atau personal hygiene.

3. Pemerintah

Diharapkan kepada pemerintah untuk mengupayakan pengawasan dan

pembinaan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di

rumah tangga dan membuat kebijakan sesuai daerah masing-masing.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi Diare

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak

seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume,

keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari

dan pada neonates lebih dari 4 kali/hari. Diare sering didefenisikan sebagai buang air

encer tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare sering terjadi pada anak terutama antara

usia 6 bulan sampai 2 tahun atau pada bayi berusia dibawah 6 bulan yang minum

susu sapi atau formula makanan bayi (Hidayat, 2008).

2.1.2 Klasifikasi Diare

Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Diare akut : diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

sebelumnya sehat.

2. Diare kronik : diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)

selama masa diare tersebut (Ambarwati, 2015).

2.1.3 Etiologi Diare

Menurut (Maryunani, 2010) diare dapat disebabkan oleh berbagai hal

diantaranya :

1. Faktor infeksi

Universitas Sumatera Utara


10

a) Infeksi enternal: merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak. Rotavirus menrupakan penyebab utama

infeksi (70-80%), sedangkan bakteri dan parasit ditemukan 10-20% pada

anak. Berikut ini nama-nama bakteri, virus dan parasit penyebab diare :

1) Golongan bakteri (Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus,

Campylobacter jenuni, Clostridium diffcile, Clostridium

perfringens, Escherichiacoli, Salmonellasp, Shigella sp,

Staphylococcuc aureus, Vibrio cholera, Vibrio parahemoliticus,

Yersenia enterocolitica)

2) Golongan virus (Adenovirus, Rotavirus,Virus Norwalk, Astovirus,

Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus, Virus bulat kecil)

3) Golongan parasit ( Balantidium coli, Capilaria philipinensis,

Cryptosporodium, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,

Strongyloides stercotalis, Faciolopis buski, Sarcocyctis)

suthominis, Trichuris trichiura, Candida sp, Isopropora belli)

b) Infeksi parenteral: merupakan infeksi diluar saluran pencernaan makanan,

seperti: otitis media akut (OMA), bronkopneumonia, tonsillitis,

ensefalitis. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak yang berusia

dibawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi (gangguan absorbsi)

Universitas Sumatera Utara


11

Seperti gangguan absorbsi karbohidrat (pada bayi dan anak yang tersering

adalah intoleransi laktosa), malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.

3. Faktor makanan

Seperti alergi makanan, makanan basi, beracun.

4. Faktor psikologis

Seperti rasa takut dan cemas.

Menurut Depkes (2011), penyebab diare yang paling sering ditemukan di

lapangan maupun secara klinis adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan

keracunan

2.1.4 Patogenesis

Patogenesis sangat berbeda dan bervariasi sesuai dengan penyebabnya,

misalnya diare yang disebabkan oleh bakteri, patogenesisnya adalah sebagai berikut :

1. Bakteri masuk ke dalam saluran cerna melalui makanan atau minuman,

kemudian berkembang biak di dalam saluran cerna dan mengeluarkan toksin.

2. Toksin merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim yang

mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari

dalam sel ke lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peninggian

tekanan osmotik di dalam lumen usus. Akibatnya terjadi hiperperistaltik usus

yang sifatnya mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus,

sehingga cairan dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar. Bila

Universitas Sumatera Utara


12

kemampuan penyerapan kolon (usus besar) berkurang atau sekresi cairan

melebihi kepasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.

Dari patogenesis diatas, maka pada prinsipnya terdapat mekanisme dasar yang

menyebabkan timbulnya diare, yaitu :

1. Gangguan sekretorik/sekresi: akibat rangsangan toksin/rangsangan tertentu

pada dinding usus akan terjadi peningkatan peningkatan sekresi air dan

elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat

peningkatan isi rongga usus.

2. Gangguan osmotik: akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat

diserap akan menyebabkan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang

berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul

diare.

3. Gangguan motilitas usus: hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya,

bila peristaltik usus menurun, akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,

selanjutnya dapat timbul diare (Maryunani, 2010)

Universitas Sumatera Utara


13

2.1.5 Patofisiologi

Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi :

1. Kehilangan air (dehidrasi) dapat terjadi karena kehilangan air (output) lebih

banyak daripada pemasukan air (input) yang merupakan penyebab terjadinya

kematian pada diare.

2. Gangguan keseimbangan asam-basa (Metabolik asidosis).

Metabolik asidosis ini terjadi karena :

a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja

b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolism lemak tidak sempurna sehingga

benda keton tertimbun dalam tubuh.

c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.

d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat

dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria)

e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraselluler ke dalam cairan intraselluler.

3. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada

anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering

terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP. Hal ini terjadi

karena :

a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu

b. Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi)

Universitas Sumatera Utara


14

Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai

40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak.

Gejala : lemah, apatis,peka rangsang,remor,berkeringat,pucat ,syok,kejang

sampai koma.

Terjadinya hipoglikemia ini perlu dipertimbangkan jika terjadi kejang yang

tiba-tiba tanpa adanya panas atau penyakit lain yang disertai kejang,atau

penderita dipuasakan dalam waktu yang lama.

4. Gangguan Gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat

terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini

disebabkan :

a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau

muntahnya akan bertambah hebat. Orang tua sering hanya memberikan air

teh saja

b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu

yang encer ini diberikan terlalu lama.

c. Makanan yang diberikan sering tidak dicerna dan diabsorpsi dengan baik

dengan adanya hiperperistaltik.

5. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan/disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi

darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan

Universitas Sumatera Utara


15

berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah hebat, dapat

mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokomateus)

dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal ( Maryunani,2010)

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Insiden Diare.

Kejadian diare pada bayi dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Pemberian ASI

Pemberian ASI pada bayi sampai berusia 4-6 bulan, akan memberikan

kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah

cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari

berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu,

dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi yang diberi ASI dapat

terlindung dari penyakit diare.

2. Status Gizi.

Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta

terjadinya atropi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi

berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam

tubuh terutama penyakit diare.

3. Laktosa Intoleran.

Laktosa hanya dapat diserap oleh usus setelah dihidrolisis menjadi

monosakarida oleh laktosa, namun dalam keadaan tertentu aktivitas laktosa

menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga pencernaan laktosa terganggu

Universitas Sumatera Utara


16

dan laktosapun tidak dapat dicerna. Laktosa yang tidak dapat dicerna tersebut

akan masuk ke usus besar, dan di dalam usus besar ini akan di fermentasi oleh

mikro flora usus sehingga dihasilkan asam laktat dan beberapa macam gas.

Adanya produksi gas ini dapat menyebabkan diare.

2.1.7 Epidemiologi Diare

Epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut:

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal

oral, antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan/atau

kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat

menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya

diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4 atau 6 bulan pada

kehidupan pertama, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak

pada suhu kamar, mengkonsumsi air minum yang tercemar, tidak mencuci

tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan atau menyuapi anak dan tidak membuang tinja

dengan benar.

2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa

faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya

diare, yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak,

immunodefisiensi dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada

golongan balita.

Universitas Sumatera Utara


17

3. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit

yang berbasis lingkungan. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena

tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat

pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian

diare.

2.1.8 Pencegahan Penyakit Diare.

Menurut Depkes (2011), cara mencegah diare pada bayi yang benar dan efektif

yang dapat dilakukan adalah

1. Memberikan ASI sebagai makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen

zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan

diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga

pertumbuhan bayi sampai umur 4-6 bulan. ASI steril berbeda dengan sumber

susu lain, susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan

yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan

atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari

bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. ASI

mempunyai khasiat mencegah secara imunologik dengan adanya antibodi dan

zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap

diare.

2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur.

Universitas Sumatera Utara


18

3. Memberikan air minum yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang

cukup.

4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air

besar.

2.2 Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah hygiene dan sanitasi

mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu

melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu

maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah higiene dan sanitasi

memiliki perbedaan yaitu higiene lebih mengarahkan aktifivitasnya kepada manusia

(individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-

faktor lingkungan hidup manusia. (Azwar, 2000).

2.2.1 Pengertian Hygiene

Hygiene menurut Depkes (2004), adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya.

2.2.2 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subyeknya.

Menurut Azwar (2000), sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang

menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang

mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


19

2.2.3 Pengertian Makanan

Berdasarkan definisi WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan

oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang

digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam makanan karena merupakan

elemen yang vital bagi kehidupan manusia. Terdapat tiga fungsi makanan. Pertama,

makanan sebagai sumber energy karena panas dapat dihasilkan dari makanan seperti

juga energy. Kedua, makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk

membangun jaringan tubuh yang sudah tua. Fungsi ketiga, makanan sebagai zat

pengatur karena makanan turut serta mengatur proses alami, kimia, dan proses faal

dalam tubuh.

Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan harus

diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat (gizi) yang dibutuhkan

dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dan pencegahan

terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan (Notoatmodjo,2003).

2.2.4 Pengertian Sanitasi Makanan

Menurut Chandra (2006), sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang

ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya

keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari

upaya sanitasi makanan, antara lain

1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan.

Universitas Sumatera Utara


20

2. Mencegah penularan wabah penyakit.

3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.

4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

Didalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus

diperhatikan, seperti berikut.

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.

2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan

3. Kemanan terhadap penyediaan air.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,

penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan.

2.2.5 Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian

makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang

akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Higiene dan

sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat dan

perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau

gangguan kesehatan (Prabu, 2008).

Menurut Depkes RI (2004), tujuan higiene dan sanitasi makanan dan minuman

adalah:

Universitas Sumatera Utara


21

1. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan

konsumen.

2. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan

melalui makanan.

3. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan

di institusi.

2.3 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan

Prinsip hygiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor

yaitu tempat, bangunan, peralatan,orang dan bahan makanan. Ke empat factor

tersebut dikendalikan melalui enam (6) prinsip hygiene sanitasi makanan yaitu :

2.3.1 Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan

Pemilihan bahan baku haruslah bahan baku yang masih segar, masih utuh,

tidak retak atau pecah. Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat

kotoran dan tidak berulat. Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian

secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang sudah

membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang

baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak

jelas karena kurang dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan

yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh

bakteri, misalnya virus, jamur, dan parasit (Sumantri, 2010).

Universitas Sumatera Utara


22

Menurut Depkes RI (2004) ada 2 jenis bahan makanan, yaitu bahan makanan

mentah (segar) dan bahan makanan terolah (olahan pabrik):

1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum

dihidangkan, seperti: Daging, susu, telur, ikan/udang, buah, dan sayuran harus

dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan

rasa. Sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi

2. Jenis tepung dan biji-bijian dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak

bernoda, dan tidak berjamur.

3. Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba

seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tecium aroma

fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak

berjamur.

4. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi

digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, yaitu:

a. Makanan dikemas harus mempunyai label dan merek, terdaftar dan

mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak atau pecah, belum

kadaluwarsa, dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.

b. Makanan tidak dikemas harus berbau dan segar, tidak basi, tidak busuk,

tidak rusak, tidak berjamur, dan tidak mengandung bahan berbahaya.

5. Bahan makanan siap santap yaitu bahan makanan yang dapat langsung

dimakan tanpa pengolahan seperti bakso, soto, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


23

2.3.1.1 Sumber Bahan Makanan Yang Baik

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik,perlu diketahui sumber-

sumber bahan makanan yang baik pula. Sumber bahan makanan yang baik sering kali

tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang

dan melalui jaringan perdagangan pangan yang begitu luas.

Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

1. Pusat penjualan bahan makanan dengan system pengaturan suhu yang

dikendalikan dengan baik misalnya swalayan.

2. Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah

daerah dengan baik

2.3.2 Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan

Menurut Depkes RI (2009) dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang

diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan

memenuhi syarat.

2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga mudah untuk

mengambilnya, tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan

tikus, tidak mudah membusuk dan rusak, dan untuk bahan-bahan yang mudah

membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin.

3. Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk

riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).

Universitas Sumatera Utara


24

Ada empat (4) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya

menurut Depkes RI, 2009:

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10º-15ºC untuk jenis

minuman buah, es krim dan sayur.

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4º-10º C untuk bahan

makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali. Untuk bahan

berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0º-4º C

4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0º C untuk bahan

makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

2.3.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah

menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti

kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan

makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.

Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan

sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

2.3.4 Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi

Penyimpanan makanan jadi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan dan

perkembangan bakteri pada makanan, mengawetkan makanan dan mencegah

pembusukan makanan, dan mencegah timbulnya sarang hama dalam makanan.

Universitas Sumatera Utara


25

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut

Depkes RI (2009) adalah :

1. Makanan yang disimpan harus diberi tutup.

2. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan.

3. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

4. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan

ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya.

5. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup.

Menutup makanan yang tersaji di meja makan dengan menggunakan tudung

saji adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan upaya penyehatan makanan

agar makanan tersebut terhindar dari pengotoran yang diakibatkan debu,

serangga, lalat, atau binatang-binatang lainnya.

2.3.5 Prinsip V : Pengangkutan Makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah

terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak

yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan

pengangkut itu sendiri. Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan

sanitasi, misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup.

Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke

tempat penyimpanan, agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra,

2006).

Universitas Sumatera Utara


26

Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara hygiene akan menjadi

tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik.

2.3.6 Penyajian Makanan

Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes

RI, 2009) :

1. Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran

2. Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan makanan harus terjaga

kebersihannya.

3. Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan

yang bersih.

4. Makanan yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas

penghangat makanan dengan suhu minimal 60º C.

5. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian bersih

6. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Ditempat yang bersih

b. Meja dimana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik

berwarna menarik kecuali bila meja terbuat dari formica, taplak tidak mutlak

ada.

c. Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, saus, kecap, sambal, dan lain-

lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut tempat bumbu.

Universitas Sumatera Utara


27

d. Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat

dibersihkan.

e. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat lima menit

sudah dicuci bersih.

2.4 Kontaminasi /pengotoran makanan (food containing)

Menurut Direktorat Jenderal PP dan PL (2010), kontaminasi atau pencemaran

adalah masuknya zat asing kedalam makanan yang tidak dikehendaki atau

diinginkan. Kontaminasi dikelompokan kedalam 4 macam, yaitu :

1. Pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, dan cendawan.

2. Pencemaran fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga, dan kotoran lainnya.

3. Pencemaran kimia seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen,

cyanida.

4. Pencemaran radio aktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gama, radio aktif,

sinar cosmis.

Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam (3) tiga cara :

1. Pencemaran langsung (direct contamination) yaitu adanya bahan pencemar

yang masuk kedalam makanan secara langsung karena ketidak tahuan atau

kelalaian baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Contoh potongan

rambut masuk kedalam nasi, penggunaan zat pewarna kain pada makanan, dan

sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


28

2. Pencemaran silang (cross contamination) yaitu pencemaran yang terjadi secara

tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengelolaan makanan.

Contoh makanan mentah bersentuhan dengan makanan dengan makanan

masak, makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor, misalnya

piring, mangkok, pisau, atau talenan, menggunakan pisau pada pengolahan

bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah).

3. Pencemaran ulang (recontamination) yaitu pencemaran yang terjadi terhadap

makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh nasi yang tercemar dengan

debu atau lalat karena tidak dilindungi dengan penutup.

2.5 Gangguan Kesehatan Akibat Makanan

Menurut Slamet (2002), gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat

makanan dapat dikelompokkan menjadi (i) keracunan makanan, dan (ii) penyakit

bawaan makanan.

Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari

tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan

akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat

berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor. Apabila racun tadi tidak dapat

diuraikan, dapat terjadi bioakumulasi di dalam tubuh makluk hidup melalui rantai

makanan.

Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara

nyata dari penyakit bawaan air. Penyakit bawaan makanan adalah penyakit yang

Universitas Sumatera Utara


29

dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi

mikroba patogen, kecuali keracunan.

2.6 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

2.6.1 Pengertian MP-ASI

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan

kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI

(Depkes, 2006). MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan

keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik

bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat

pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI.

2.6.2 Tujuan Pemberian MP-ASI

Tujuan pemberian MP-ASI adalah karena ASI tidak mencukupi kebutuhan

bayi yang dikarenakan oleh pertambahan umur bayi yang diiringi pertumbuhan dan

aktifitasnya yang bertambah. Selain itu ketika bayi berumur lebih dari 6 bulan, timbul

perbedaan antara jumlah makanan yang diperlukan dan makanan yang dapat

disediakan oleh ASI. Maka kekurangan tersebut dapat dilengkapi dari MP-ASI.

2.6.3 Jenis MP-ASI

Menurut Depkes RI (2007), jenis makanan pendamping ASI yang baik adalah

terbuat dari bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacang-kacangan, telur ayam,

hati ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan.

Universitas Sumatera Utara


30

Jenis-jenis makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan usia

anak adalah sebagai berikut:

1. Makanan lumat

Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau disaring

dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat

ini diberikan saat anak berusia enam sampai sembilan bulan. Contoh dari

makanan lumat itu sendiri antara lain berupa bubur susu, bubur sumsum,

pisang saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.

2. Makanan lunak

Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air atau teksturnya

agak kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini diberikan ketika anak usia

sembilan sampai 12 bulan. Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi

tim, kentang puri.

3. Makanan padat

Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya

disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada anak saat

berusia 12-24 bulan. Contoh makanan padat antara lain berupa lontong, nasi,

lauk-pauk, sayur bersantan, dan buah-buahan.

2.6.4 Syarat MP-ASI

Beberapa syarat MPASI yang baik yaitu:

1. Kaya energy, protein dan zat besi, vitamin A, vitamin C, kalsium dan folat.

Universitas Sumatera Utara


31

2. Bersih dan sehat, yaitu tidak mengandung kuman penyakit atau bahan

berbahaya lain. Tidak keras sehingga tidak menyebabkan bayi tersedak, mudah

dimakan oleh bayi, tidak terlalu asin atau terlalu pedas serta disukai bayi.

3. Merupakan makanan lokal yang mudah didapat dengan harga terjangkau serta

mudah disiapkan.

Adapun ketentuan Depkes RI (2007), pemberian makanan pendamping ASI

pada anak yang tepat dan benar adalah sebagai berikut:

1. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi atau

anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah dan sebelum

memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan bayi

atau anak.

2. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air

mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi

atau anak.

3. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk

memasak, walaupun peralatan tersebut masih tampak bersih.

4. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus

dicuci kembali sebelum digunakan oleh bayi atau anak.

5. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya

berdasarkan tahapan usia anak.

Universitas Sumatera Utara


32

6. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah

yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri.

Menurut Irianto dan Waluyo (2007) dalam pemberian makanan pendamping

ASI yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak

untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, serta makanan tersebut sehat,

diantaranya :

1. Berada dalam derajat kematangan

2. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut dan

menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau anak

3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari

pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang

dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

5. Harus cukup mengandung kalori dan vitamin.

6. Mudah dicerna oleh alat pencernaan.

Selain melihat kriteria diatas, menurut Depkes RI (2007) menyatakan bahwa

pemberian makanan pendamping ASI hendaknya melihat juga usia pemberian

makanan pendamping ASI pada anak, apakah pemberian makanan pendamping yang

diberikan sudah pada usia yang tepat atau tidak.

Universitas Sumatera Utara


33

2.6.5 Masalah-Masalah dalam Pemberian MP-ASI

Masalah dalam pemberian MP-ASI pada bayi adalah meliputi pemberian

makanan prelaktal (makanan sebelum ASI keluar). Hal ini sangat berbahaya bagi

kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui serta kebiasaan membuang

kolostrum padahal kolostrum mengandung zat-zat kekebalan yang dapat melindungi

bayi dari penyakit dan mengandung zat gizi yang tinggi. Oleh karena itu kolostrum

jangan dibuang.

Pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja di daerah kota dan semi

perkotaan, ada kecendrungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan

terlalu dini pada ibu-ibu yang bekerja karena kurangnya pemahaman tentang

manajemen laktasi pada ibu bekerja. Ibu kurang menjaga kebersihan terutama pada

saat menyediakan dan memberikan makanan pada anak. Masih banyak ibu yang

menyuapi anak dengan tangan, menyimpan makanan matang tanpa tutup

makanan/tudung saji dan kurang mengamati perilaku kebersihan dari pengasuh

anaknya. Hal ini memungkinkan timbulnya infeksi seperti diare (mencret) dan lain-

lain.

2.7 Personal Hygiene

2.7.1 Pengertian Personal Hygiene

Higiene diartikan sebagai ilmu tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk

mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Menurut Tarwoto dan Wartonah

(2010), personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya

Universitas Sumatera Utara


34

perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan

yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikis.

Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Dari definisi-

definisi diatas dapat disimpulkan bahwa personal hygiene merupakan kegiatan atau

tindakan membersihkan seluruh anggota tubuh yang bertujuan untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan seseorang.

Menurut Maharani dan Yusiana (2013), salah satu faktor penyebab diare pada

bayi adalah makanan yang terkontaminasi dan umumnya karena higiene perorangan

yang buruk dalam pengolahan makanan yang dilakukan oleh pengasuh bayi

khususnya ibu.

Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat. Beberapa

kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain seperti kebiasaan mencuci tangan

dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan.

2.7.2 Macam-macam Personal hygiene

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), personal hygiene dibagi menjadi:

1. Perawatan tangan

2. Perawatan kuku

3. Perawatan genitalia

Universitas Sumatera Utara


35

2.7.3 Tujuan Perawatan Personal Hygiene

Tujuan dari perawatan personal hygiene antara lain (Wartonah, 2003):

1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

2. Memelihara kebersihan diri seseorang

3. Memperbaiki personal hygiene yang kurang

4. Pencegahan diri dari penyakit

5. Meningkatkan kepercayaan diri seseorang

6. Menciptakan keindahan

2.7.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut Wartonah (2003), ada beberapa faktor yang memengaruhi personal

hygiene seperti:

1. Citra tubuh

Gambaran individu terhadap dirinya sangat memengaruhi kebersihan diri.

Misalnya, karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli

terhadap kebersihannya.

2. Praktik sosial

Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam hal kebersihan diri, maka

kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

3. Status sosioekonomi

Universitas Sumatera Utara


36

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat

gigi, samphoo dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

memperolehnya.

4. Pengetahuan

Pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting karena pengetahuan

yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita

diabetes melitus yang harus selalu menjaga kebersihan kakinya.

5. Budaya

Sebagian masyarakat menganggap jika individu menderita penyakit tertentu,

maka individu tersebut tidak boleh mandi.

6. Kebiasaan seseorang

Beberapa orang memiliki kebiasaan seperti menggunakan produk tertentu

dalam perawatan diri seperti penggunaan sampo, sabun dan lain-lain.

7. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan

perlu bantuan untuk melakukannya.

2.7.5 Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene

Apabila seseorang tidak merawat diri atau seseorang memiliki personal

hygiene yang kurang, maka dirinya akan dengan mudah terkena penyakit. Penyakit

merupakan dampak dari kurangnya personal hygiene pada seseorang. Berikut

Universitas Sumatera Utara


37

dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene menurut Wartonah

(2003):

1. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering

terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,

infeksi pada mata dan telinga, serta gangguan fisik pada kuku.

2. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan

kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,

kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

2.7.6 Hal –hal yang termasuk Personal Hygiene

Kegiatan-kegiatan yang termasuk personal hygiene adalah :

1. Cuci Tangan

Menurut Anggrainy (2010) dalam Safira (2015), tangan merupakan bagian

dari tubuh manusia yang sangat sering menyebarkan infeksi. Tangan terkena

kuman sewaktu kita bersentuhan dengan bagian tubuh sendiri, tubuh orang

lain, hewan, atau permukaan yang tercemar. Walaupun kulit yang utuh akan

melindungi tubuh dari infeksi langsung, kuman tersebut dapat masuk ke tubuh

ketika tangan menyentuh mata, hidung, atau mulut. Oleh karena itu sangat

penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun

Universitas Sumatera Utara


38

termasuk perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran

berbagai penyakit menular seperti diare.

Kegiatan mencuci tangan sangat penting untuk bayi, anak-anak, penyaji

makanan di restoran atau warung serta orang-orang yang merawat dan

mengasuh anak. Setiap tangan yang kontak dengan feses, urin atau dubur

sesudah buang air besar (BAB) maka harus dicuci dengan sabun dan kalau

bisa disikat.

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus

patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karenanya

kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas tinggi

walaupun hal tersebut sering disepelekan. Pencucian dengan sabun sebagai

pembersih serta penggosokkan dan pembilasan dengan air mengalir akan

menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme.

Mencuci tangan yang baik dan benar dapat menurunkan angka kejadian diare

sebesar 47%.

Cuci tangan belum menjadi budaya yang dilakukan masyarakat luas di

Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari saja masih banyak yang mencuci

tangan hanya dengan air sebelum makan, cuci tangan dengan sabun justru

dilakukan setelah makan. Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan

pencegahan yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke

19. Tangan yang kotor dapat memindahkan virus dan bakteri pathogen dari

Universitas Sumatera Utara


39

tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu kebersihan tangan

dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi walaupun hal

tersebut sering disepelekan.

Berdasarkan penelitian WHO dalam National Campaign for Handwashing

with Soap (2007) telah menunjukkan mencuci tangan pakai sabun dengan

benar pada 5 waktu penting yaitu sebelum makan,sesudah buang air besar,

sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan

makanan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai 40%. Cuci tangan

pakai sabun dengan benar juga dapat mencegah penyakit menular lainnya

seperti tifus dan flu burung.

Langkah yang tepat cuci tangan pakai sabun adalah seperti berikut (National

Campaign for Handwashing with Soap, 2007):

a) Basuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan tangan

dengan sabun secara merata, dan jangan lupakan sela sela jari.

b) Bilas kedua tangan sampai bersih dengan air yang mengalir

c) Keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering

2.7.7 Tujuan Personal Hygiene

Menurut Wartonah (2003), tujuan dari personal hygiene adalah untuk

meningkatkan derajat kesehatan, memelihara kebersihan diri, memperbaiki personal

hygiene yang kurang, mencegah penyakit, menciptakan keindahan, dan

meningkatkan rasa percaya diri.

Universitas Sumatera Utara


40

2.8 Kerangka Konsep

6 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

1. Pemilihan Bahan Makanan


2. Penyimpanan Bahan Makanan Diare
3. Pengolahan Makanan pada bayi
4. Penyimpanan Makanan Jadi
5. Pengangkutan Makanan
6. Penyajian Makanan

Karakteristik Ibu

(Umur, pendidikan dan pekerjaan)

Personal Hygiene ibu

1. Kebersihan Tangan
2. Kebersihan Kuku
3. Kebersihan Payudara

Universitas Sumatera Utara


41

2.9 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai

berikut :

Ha : Ada hubungan hygine sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI)

dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan di

wilayah kerja Puskemas Pauh Kota Padang.

Ho : Tidak ada hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu

(MP-ASI) dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Pauh Kota Padang.

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan

sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas anak di

dunia. Penyakit diare merupakan penyebab kedua kematian bayi dan balita di seluruh

dunia setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Setiap tahun terjadi 1,7 miliar

kejadian diare pada bayi dan balita, dimana setiap tahun 760.000 balita meninggal

dunia akibat diare (WHO, 2013).

Di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, penyakit diare tidak saja merupakan

penyebab utama morbiditas pada anak dengan perkiraan 1 milyar kasus per tahun

tetapi juga menjadi penyebab utama kematian. Penyakit-penyakit ini merupakan

penyebab 4-6 juta kematian per tahun, atau 12.600 kematian per hari. Di beberapa

daerah, > 50% kematian anak berkaitan langsung dengan penyakit diare. Selain itu,

dengan ikut menyebabkan malnutrisi dan karenanya menurunkan resistensi terhadap

infeksi, penyakit pencernaan dapat menjadi faktor tak-langsung dalam beban atau

masalah total yang ditimbulkan oleh gangguan kesehatan secara keseluruhan

(Harrison, 2010)

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan

Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi

penyebab utama kematian bayi dan balita di Indonesia. Penyebab utama kematian

Universitas Sumatera Utara


2

akibat diare adalah tata laksana yang kurang tepat baik di rumah maupun di sarana

kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat

dan tepat.

Angka morbiditas dan mortalitas menunjukkan adanya hubungan dengan

umur. Anak-anak adalah kelompok usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi

pada anak kelompok usia dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya

usia anak. Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap

tahun. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun.

Insiden diare tertinggi tercatat pada anak umur < 1 tahun yaitu 5,5%.

Sedangkan pada umur 1-4 tahun angka insiden tercatat sebanyak 5,1%. Hal ini

merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare yang umumnya

diderita oleh bayi dan balita dapat menjadi penyumbang kematian terbesar

(Riskesdas, 2013).

Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan

diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita. Insiden

penyakit diare pada bayi dan balita adalah 10,2% , CFR Kejadian Luar Biasa (KLB)

diare di Indonesia pada tahun 2011 adalah 0,29% meningkat menjadi 2,06% di tahun

2012 lalu mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 1,08%.

Sumatera Barat menduduki peringkat ke enam dengan angka period prevalensi

diare sebesar (5,6%) setelah Aceh, Papua, dan Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat

Universitas Sumatera Utara


3

(Riskesdas 2013). Di Kota Padang diare merupakan termasuk dalam sepuluh penyakit

terbanyak yaitu sebesar 3,1%. Penyakit diare yang banyak ditemukan adalah

gastroenteritis yang disebabkan oleh kuman. Perkiraan kasus diare pada tahun 2013

adalah 18.746 dari 876.000 penduduk Kota Padang. Untuk capaian kasus diare adalah

8.472 kasus dan untuk kelompok umur balita kasus diare terdapat sebanyak 2601

penderita. Dari 22 Puskesmas di Kota Padang angka kejadian diare tertinggi pada

bayi dan balita tercatat di puskesmas Pauh, dengan angka kejadian 300 kasus pada

balita dan 60 kasus diare pada bayi (Dinas Kesehatan Kota [DKK] Padang, 2013).

Lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh merupakan lingkungan yang

berdekatan dengan aliran sungai sehingga masyarakat terutama ibu lebih sering

memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian

dan mencuci peralatan makan. Sungai yang digunakan masyarakat juga merupakan

sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai pengeruk

pasir sehingga terkadang pengerukan pasir dilakukan ketika sebagian masyarakat

sedang melakukan aktifitas sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian dan mencuci

peralatan makan yang menyebabkan air sungai menjadi lebih keruh.

Penyakit gastrointestinal terutama diare, yang banyak terjadi pada umur

dengan pertumbuhan cepat mempunyai efek negatif pada pertumbuhan. Beberapa

faktor yang meningkatkan risiko diare antara lain kurangnya air bersih untuk

kebersihan perorangan dan kebersihan rumah tangga, air yang tercemar tinja,

pembuangan tinja yang tidak benar, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak

Universitas Sumatera Utara


4

layak, khususnya makanan pendamping ASI serta adanya kemungkinan makanan

yang diberikan kepada bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat makan

yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril.

Bakteri dalam jumlah besar yang normalnya menghuni usus berfungsi sebagai

pertahanan pejamu yang penting dengan mencegah kolonisasi oleh pathogen enterik

potensial. Orang yang bakteri ususnya sedikit, misalnya bayi yang belum mengalami

kolonisasi enterik oleh mikroba normal atau pasien yang mendapat antibiotik,

berisiko lebih besar mengalami infeksi oleh pathogen enterik (Harrison, 2010).

Pemberian makanan pendamping merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kejadian diare. Makanan yang tercemar, basi dan beracun, serta

terlalu banyak lemak, mentah dan kurang matang biasanya memicu terjadinya diare

pada bayi dan anak-anak. Selain beberapa faktor tersebut, penularan diare biasanya

terjadi melalui gelas, piring, atau sendok yang tidak bersih atau tercemar oleh kuman.

Ketidakpedulian sedikit saja mengenai air dan kebersihan makanan akan membuat

banyak masalah infeksi dikemudian hari ---yang paling sering terjadi adalah

gastroenteritis yang dikenal sebagai penyebab utama kematian anak dan kesakitan

bayi (Gupte, 2004)

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) dapat dibedakan menjadi dua kelompok,

yaitu MP-ASI yang merupakan hasil pengolahan pabrik (commercial complementary

food) dan MP-ASI yang diolah di rumah tangga (home made baby food) (Depkes,

2006)

Universitas Sumatera Utara


5

Masalah yang timbul dari kebiasaan makan kelompok umur 0-18 bulan adalah

kolik, regurgitasi, diare, konstipasi, dan ruam merupakan masalah umum yang

berhubungan dengan pemberian makanan pada bayi. Orang tua berperan besar dalam

menentukan penyebab anak terkena diare. Bayi dan balita yang masih menyusui

dengan ASI ekslusif umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar.

Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri

dan virus (Sodikin, 2011)

Beberapa faktor perilaku juga mempengaruhi kejadian diare pada bayi dan

anak-anak, misalnya perilaku tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum dan

sesudah makan, tidak memasak air yang akan diminum sampai mendidih, serta

makanan yang habis masa kadaluarsanya dan terkontaminasi parasit. Penyakit diare

biasanya mudah menular pada bayi dan anak-anak karena adanya penerapan pola

hidup yang tidak benar dan pemberian makanan yang tidak sehat pada bayi dan anak-

anak (Widjaja, 2002).

Perilaku ibu juga berkontribusi meningkatkan kasus diare pada bayi. Ibu

merupakan orang terdekat dengan bayi yang mengurus segala keperluan bayi seperti

mandi, menyiapkan dan memberi makanan/minuman. Perilaku ibu yang tidak

higienis antara lain seperti tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak, tidak

mencuci bersih peralatan masak dan makan, tidak mencuci tangan setelah buang air

besar (BAB) dan sebelum memasak. Hal tersebut dapat menyebabkan bayi terkena

Universitas Sumatera Utara


6

diare. Wardhani (2010), menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa erat

kaitannya personal hygiene dengan diare sebagai agen pembawa penyakit.

Berdasarkan hasil penelitian Safira (2015), diketahui bahwa ada hubungan

yang signifikan antara personal hygiene yang buruk dengan kejadian diare pada bayi.

Diperoleh data mengenai kejadian diare yang lebih banyak terjadi pada personal

hygiene yang buruk dibandingkan dengan kejadian diare pada personal hygine yang

baik.

Berdasarkan hasil survey awal wawancara dengan petugas kesehatan

Puskesmas Pauh, salah satu yang menyebabkan tingginya jumlah bayi penderita diare

di wilayah kerja Puskesmas Pauh adalah ibu kurang memperhatikan personal hygine

ketika berinteraksi dengan bayi seperti tidak mencuci tangan yang kotor dengan

sabun setelah melakukan pekerjaan diluar rumah dan cara pengolahan makanan yang

tidak baik khusunya untuk perlengkapan memasak seperti menggunakan air sungai

untuk mencuci alat-alat perlengkapan masak.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih

jauh tentang hubungan hygiene sanitasi pemberian makanan pendamping ASI (MP-

ASI) olahan rumah tangga pada bayi usia 3-6 bulan dan personal hygiene ibu dengan

kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pauh Kota Padang.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang diketahui masih tingginya angka kejadian diare pada bayi

di wilayah kerja Puskesmas Pauh, hygiene sanitasi makanan pendamping ASI dan

Universitas Sumatera Utara


7

personal hygiene ibu yang belum diketahui kategori baik atau buruk. Oleh karena itu

peneliti ingin meneliti apakah ada hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping

ASI olahan rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi

usia 3-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pauh tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping ASI

olahan rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia

3-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pauh tahun 2016

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan.

2. Untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-

ASI) yang meliputi pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan,

pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan

makanan dan penyajian makanan.

3. Untuk mengetahui personal hygiene ibu meliputi kebersihan tangan,

kebersihan kuku dan kebersihan payudara.

4. Untuk mengetahui kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh

tahun 2016

5. Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping air susu

ibu (MP-ASI) yang meliputi pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan

Universitas Sumatera Utara


8

makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi,

pengangkutan makanan dan penyajian makanan dengan kejadian diare pada

bayi.

6. Untuk mengetahui hubungan personal hygiene ibu meliputi kebersihan

tangan, kebersihan kuku dan kebersihan payudara dengan kejadian diare pada

bayi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan para ibu untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi

makanan pendamping ASI rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan

kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan

2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti untuk mengetahui hubungan

hygiene sanitasi makanan pendamping ASI olahan rumah tangga dan personal

hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan

3. Masukan informasi bagi petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Pauh

Kota Padang untuk lebih mengutamakan memberikan edukasi mengenai ASI

ekslusif

4. Dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain pada saat melakukan penelitian

selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Penyakit diare di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan


angka kesakitan dan kematian yang tinggi terutama di kalangan bayi. Pada tingkat
global, diare menyebabkan 14% kematian pada bayi dan balita di Indonesia
berdasarkan hasil Riskesdas 2013. Insiden diare bayi di Indonesia adalah 5,5%.
Kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang Tahun 2015 sebanyak
57 kasus.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa hubungan
antara hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dan personal
hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi. Metode penelitian ini berupa survey
analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel diambil dari seluruh anggota
populasi (total sampling) yaitu sebanyak 55 bayi yang berusia 3-6 bulan dan ibu
sebagai respondennya. Data hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu
diperoleh melalui observasi langsung menggunakan lembar observasi panduan
hygiene sanitasi makanan di rumah tangga dan data personal hygiene didapat dengan
wawancara langsung menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan
chi square pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian didapat 12 bayi mengalami diare. Uji Chi Square diperoleh
nilai p=0,005 untuk variabel penyimpanan bahan makanan, p=0,001 untuk variabel
pengolahan bahan makanan, p=0,002 untuk penyimpanan makanan jadi dan p=0,050
untuk variabel kebersihan payudara. Kesimpulannya ada hubungan antara
penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan
jadi dan kebersihan payudara dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan.
Disarankan kepada responden (ibu) agar lebih memperhatikan kebersihan
makanan pendamping air susu ibu dan kebersihan diri pribadi serta peran petugas
kesehatan dalam meningkatkan pelayanan dan pengetahuan untuk pencegahan
penyakit diare pada bayi melalui penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat.

Kata kunci : Diare, makanan pendamping air susu ibu, personal hygiene.

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Diarrhea is one of public health’s problem with high mortality and morbidity
rate especially among children under one years old in Indonesia. At the global level,
diarrhea causing 14% of deaths in children under five in Indonesia based on
Riskesdas 2013. The incidence of diarrhea infants in Indonesia was 5,5 percent.
There were 57 cases of the incidence of diarrhea in the working areas of Pauh
Puskesmas Padang city in 2015.
The aim of this study was to analyze the relationship between hygiene
sanitation complementary breastfeeding and personal hygiene with the incidence of
diarrhea in children aged 3-6 months. This study method is analytical survey with
cross sectional design. Samples were chosen using total sampling technique, that
there were 55 children aged 3-6 months and the mother as a respondent. The data of
hygiene sanitation complementary breasfeeding is collected through direct
observation using hygiene sanitation of food in household observation sheets and
personal hygiene were obtained through interview using questionnaires. The data
was analiyzed by Chi Square with confidence interval was 95%.
The study found that there were found 12 children aged 3-6 months got
diarrhea. In chi square test obtained the value of p=0,005 for the storage of raw
materials, p=0,001 for the food processing, p=0,002 for the stored of the cooked food
and p=0,050 for the cleanliness of breast. The conclusion is there are a correlation
between the storage of raw materials, food processing, stored of the cooked food, and
cleanliness of breast to diarrhea in children aged 3-6 months.
It is advisable to the respondent (mother of children aged 3-6 months) to be
more concerned about hygiene sanitation complementary breasfeeding and their own
personal hygiene. It’s suggested the public participation and the active role of the
government and health officer’s assignment to increase the services and knowledges
to prevent diarrhea incidence the children under one years old disease by prevention
through counseling and community empowerment.

Keywords: Diarrhea, hygiene sanitation complementary breasfeeding, personal


hygiene

iv

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN HYGIENE SANITASI MAKANAN PENDAMPING AIR
SUSU IBU (MP-ASI) OLAHAN RUMAH TANGGA DAN PERSONAL
HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 3-6
BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH
KOTA PADANG TAHUN 2016

SKRIPSI

OLEH :
BLEDINA GENTINI HENDRA
NIM. 121000202

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN HYGIENE SANITASI MAKANAN PENDAMPING AIR
SUSU IBU (MP-ASI) OLAHAN RUMAH TANGGA DAN PERSONAL
HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 3-6
BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH
KOTA PADANG TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai


Salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:
BLEDINA GENTINI HENDRA
NIM. 121000202

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

Olahan Rumah Tangga dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare

pada Bayi Usia 3-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang

Tahun 2016” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya

tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan

ini saya siap apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika

keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, Oktober 2016

Bledina Gentini Hendra

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

ITUBUNGAN HYGIENE SANITASI MAKANAN PENDAMPING AIR


SUSU IBU (MP.AST) OLAHAN RUMAH TAFIGGA DAIY PERSONAL
HYGIENE IBU DENGAI{ KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 3-6
BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATIH
KOTA PADANG TAIITJN 2016

Yang disiapkan dan dipertahankan oleh

BLEDINA GENTINI HENDRA


NIM:121000202

Disahkan Oleh:

Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

NIP. 197002191998022001

Oktober 2016

{/.,;'.?
.> ") /':

',,! -j4 \'.'i


\I.1
\i;,- 2 \';

fo- FAKUL'-{$
r.-nftnrau $82

NrP. 195803201993082001

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Penyakit diare di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan


angka kesakitan dan kematian yang tinggi terutama di kalangan bayi. Pada tingkat
global, diare menyebabkan 14% kematian pada bayi dan balita di Indonesia
berdasarkan hasil Riskesdas 2013. Insiden diare bayi di Indonesia adalah 5,5%.
Kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang Tahun 2015 sebanyak
57 kasus.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa hubungan
antara hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dan personal
hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi. Metode penelitian ini berupa survey
analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel diambil dari seluruh anggota
populasi (total sampling) yaitu sebanyak 55 bayi yang berusia 3-6 bulan dan ibu
sebagai respondennya. Data hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu
diperoleh melalui observasi langsung menggunakan lembar observasi panduan
hygiene sanitasi makanan di rumah tangga dan data personal hygiene didapat dengan
wawancara langsung menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan
chi square pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian didapat 12 bayi mengalami diare. Uji Chi Square diperoleh
nilai p=0,005 untuk variabel penyimpanan bahan makanan, p=0,001 untuk variabel
pengolahan bahan makanan, p=0,002 untuk penyimpanan makanan jadi dan p=0,050
untuk variabel kebersihan payudara. Kesimpulannya ada hubungan antara
penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan
jadi dan kebersihan payudara dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan.
Disarankan kepada responden (ibu) agar lebih memperhatikan kebersihan
makanan pendamping air susu ibu dan kebersihan diri pribadi serta peran petugas
kesehatan dalam meningkatkan pelayanan dan pengetahuan untuk pencegahan
penyakit diare pada bayi melalui penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat.

Kata kunci : Diare, makanan pendamping air susu ibu, personal hygiene.

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Diarrhea is one of public health’s problem with high mortality and morbidity
rate especially among children under one years old in Indonesia. At the global level,
diarrhea causing 14% of deaths in children under five in Indonesia based on
Riskesdas 2013. The incidence of diarrhea infants in Indonesia was 5,5 percent.
There were 57 cases of the incidence of diarrhea in the working areas of Pauh
Puskesmas Padang city in 2015.
The aim of this study was to analyze the relationship between hygiene
sanitation complementary breastfeeding and personal hygiene with the incidence of
diarrhea in children aged 3-6 months. This study method is analytical survey with
cross sectional design. Samples were chosen using total sampling technique, that
there were 55 children aged 3-6 months and the mother as a respondent. The data of
hygiene sanitation complementary breasfeeding is collected through direct
observation using hygiene sanitation of food in household observation sheets and
personal hygiene were obtained through interview using questionnaires. The data
was analiyzed by Chi Square with confidence interval was 95%.
The study found that there were found 12 children aged 3-6 months got
diarrhea. In chi square test obtained the value of p=0,005 for the storage of raw
materials, p=0,001 for the food processing, p=0,002 for the stored of the cooked food
and p=0,050 for the cleanliness of breast. The conclusion is there are a correlation
between the storage of raw materials, food processing, stored of the cooked food, and
cleanliness of breast to diarrhea in children aged 3-6 months.
It is advisable to the respondent (mother of children aged 3-6 months) to be
more concerned about hygiene sanitation complementary breasfeeding and their own
personal hygiene. It’s suggested the public participation and the active role of the
government and health officer’s assignment to increase the services and knowledges
to prevent diarrhea incidence the children under one years old disease by prevention
through counseling and community empowerment.

Keywords: Diarrhea, hygiene sanitation complementary breasfeeding, personal


hygiene

iv

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkah dan

rahmadNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

Olahan Rumah Tangga dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare

pada Bayi Usia 3-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang

tahun 2016”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk dapat

meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Selama masa perkuliahan hingga selesainya Skripsi ini, penulis banyak

mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan ini

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

FKM USU.

4. Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan masukan, saran selama bimbingan akademik.

5. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam memberi petunjuk,

saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Universitas Sumatera Utara


6. Dra. Nurmaini, MKM, PhD selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam memberi petunjuk,

saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

7. Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah memberi

saran dan masukan dalam penyelesaikan skripsi ini.

8. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Dosen Penguji II yang telah

memberi saran dan masukan dalam penyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh dosen yang telah memberikan pengajaran selama masa

perkuliahan di FKM USU

10. Staff administrasi dan staff departemen Kesehatan Lingkungan FKM

USU.

11. Kepala Puskesmas Pauh, dr. Ratna Sari dan pemegang program diare

Yusmaini, A.Md. Kep

12. Orangtua penulis, Hendra, B.E dan Gusti Wardini , adik tersayang

Hisyam Istigfar Hendra dan Hilma Alika Hendra yang telah

memberikan dukungan baik moril ataupun materil sekaligus inspirasi

kepada penulis.

13. Sahabat terbaik, Tryani Walnizam, SKM, Festiana Effendi, Nur Aliya

Pulungan, SKM, Mulyana Agustin, SKM, Anestia Berlianda, Asloli

Pratuesci, AMd Keb, Rila Ekasetia, Tiara Maharani, Nur Ulfa Oktavia,

A.Md dan Rhadiatul Fajrin yang telah memberikan inspirasi dan

motivasi kepada penulis.

vi

Universitas Sumatera Utara


14. Teman-teman dari Departemen Kesehatan Lingkungan 2012 untuk

kebersamaan selama perkuliahan dan proses skripsi ini.

15. Teman-teman dari kelompok Praktik Belajar Lapangan Desa Salit (

Nidi, Dian, Drizka, Tasya, Kak Anina, Vio, Jojo, Icak, Bro Renta,

Rizka, Kristin dan James) dan teman-teman Latihan Kerja Lapangan

PT.PN III Medan (Ayu, Kisun dan Pipink)

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk

menyempurnakan dan memperkaya kajian skripsi ini. Akhir kata penulis berharap

Skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Oktober 2016

Bledina Gentini

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 6


1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 6
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 7
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 9


2.1 Diare ........................................................................................................ 9
2.1.1 Definisi Diare ......................................................................................... 9
2.1.2 Klasifikasi Diare .................................................................................... 9
2.1.3 Etiologi Diare ......................................................................................... 9
2.1.4 Patogenesis ............................................................................................. 11
2.1.5 Patofisiologi ........................................................................................... 13
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Insiden Diare ................................. 15
2.1.7 Epidemiologi Diare ................................................................................ 16
2.1.8 Pencegahan Penyakit Diare..................................................................... 17
2.2 Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan ............................................... 18
2.2.1 Pengertian Hygine .................................................................................. 18
2.2.2 Pengertian Sanitasi ................................................................................. 18
2.2.3 Pengertian Makanan ............................................................................... 19
2.2.4 Pengertian Sanitasi Makanan ................................................................. 19
2.2.5 Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan ................................................... 20
2.3 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan .......................................................... 21
2.3.1 Pemilihan Bahan Makanan .................................................................. 21
2.3.1.1 Sumber Bahan Makanan Yang Baik ................................................... 23
2.3.2 Penyimpanan Bahan Makanan ............................................................. 23
2.3.3 Pengolahan Bahan Makanan ................................................................ 24
2.3.4 Penyimpanan Makanan Jadi ................................................................. 24
2.3.5 Pengangkutan Makanan Jadi ................................................................ 25

viii

Universitas Sumatera Utara


2.3.6 Penyajian Makanan Jadi ....................................................................... 26
2.4 Kontaminasi/ Pengotoran Makanan (food contamination) ..................... 27
2.5 Gangguan Kesehatan Akibat Makanan ................................................... 28
2.6 Makanan Pendamping Air Susu Ibu ....................................................... 29
2.6.1 Pengertian Makanan Pendamping Air Susu Ibu .................................. 29
2.6.2 Tujuan Pemberian MP-ASI .................................................................. 29
2.6.3 Jenis MP-ASI ....................................................................................... 29
2.6.4 Syarat MP-ASI ..................................................................................... 30
2.6.5 Masalah-Masalah dalam Pemberian MP-ASI ....................................... 33
2.7 Personal Hygiene .................................................................................... 32
2.7.1 Pengertian Personal Hygiene ............................................................... 33
2.7.2 Macam-macam Personal Hygiene ....................................................... 34
2.7.3 Tujuan Perawatan Personal Hygiene ................................................... 35
2.7.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Personal Hygiene ......................... 35
2.7.5 Dampak yang Timbul pada Masalah Personal Hygiene ...................... 36
2.7.6 Hal-hal yang termasuk Personal Hygiene .......................................... 37
2.7.7 Tujuan Personal Hygiene ..................................................................... 39
2.8 Kerangka Konsep ..................................................................................... 40
2.9 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 42


3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................ 42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 42
3.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................................... 42
3.2.2 Waktu Penelitian .................................................................................... 42
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 42
3.3.1 Populasi .................................................................................................. 42
3.3.2 Sampel .................................................................................................... 43
3.4 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 43
3.4.1 Data Primer ............................................................................................ 43
3.4.2 Data Sekunder ........................................................................................ 43
3.4.3 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 43
3.4.4 Instrument Penelitian ............................................................................. 44
3.5 Teknik Pengolahan Data ......................................................................... 44
3.6 Variabel dan Definisi Operasional .......................................................... 45
3.6.1 Variabel ................................................................................................ 45
3.6.2 Definisi Operasional ............................................................................. 46
3.7 Aspek Pengukuran ................................................................................... 48
3.8 Metode Analisa ........................................................................................ 55

BAB 1V HASIL PENELITIAN ................................................................... 56


4.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Pauh ................................ 57
4.2 Analisis Univariat ................................................................................... 57
4.2.1 Karakteristik Bayi ................................................................................ 57

ix

Universitas Sumatera Utara


4.2.2 Karakteristik Responden ...................................................................... 58
4.2.3 Makanan Pendamping Air Susu Ibu ..................................................... 59
4.2.4 Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu ................. 59
4.2.5 Kejadian Diare pada Bayi .................................................................... 60
4.2.6 Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu ........................ 60
4.2.6.1 Pemilihan Bahan Makanan ................................................................. 61
4.2.6.2 Penyimpanan Bahan Makanan ............................................................ 62
4.2.6.3 Pengolahan Makanan .......................................................................... 63
4.2.6.4 Penyimpanan Makanan Jadi ................................................................ 68
4.2.6.5 Pengangkutan Makanan ...................................................................... 69
4.2.6.6 Penyajian Makanan ............................................................................. 70
4.2.7 Personal Hygiene ................................................................................ 71
4.2.7.1 Kebersihan Tangan ............................................................................. 71
4.2.7.2 Kebersihan Kuku ................................................................................ 73
4.2.7.3 Kebersihan Payudara ........................................................................... 74
4.3 Analisis Bivariat ...................................................................................... 75
4.3.1 Analisis Hubungan antara Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping
Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Kejadian Diare pada Bayi ............................ 75
4.3.2 Analisis Hubungan antara Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian
Diare pada Bayi .................................................................................. ......... 79

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 81


5.1 Karateristik Responden ......................................................................... 81
5.2 Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu ......................... 81
5.2.1 Pemilihan Bahan Makanan .................................................................. 81
5.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan ............................................................. 82
5.2.3 Pengolahan Bahan Makanan ................................................................ 82
5.2.4 Penyimpanan Makanan Jadi ................................................................. 84
5.2.5 Pengangkutan Makanan Jadi ................................................................ 84
5.2.6 Penyajian Makanan Jadi ....................................................................... 86
5.3 Personal Hygiene Ibu ........................................................................... 86
5.3.1 Kebersihan Tangan .............................................................................. 86
5.3.2 Kebersihan Kuku .................................................................................. 87
5.3.3 Kebersihan Payudara............................................................................. 88
5.4 Kejadian Diare pada Bayi ..................................................................... 88
5.5 Hubungan Hygiene Sanitasi MP-ASI Dengan Kejadian Diare
pada Bayi ..................................................................................................... 91
5.5.1 Hubungan Pemilihan Bahan Makanan dengan Kejadian
Diare pada Bayi ............................................................................................ 92
5.5.2 Hubungan Penyimpanan Bahan Makanan dengan
Kejadian Diare pada Bayi ............................................................................. 93
5.5.3 Hubungan Pengolahan Makanan dengan Kejadian Diare
Pada Bayi .................................................................................................... 95
5.5.4 Hubungan Penyimpanan Makanan Jadi dengan Kejadian Diare
pada Bayi ..................................................................................................... 99
5.5.5 Hubungan Pengangkutan Makanan dengan Kejadian

Universitas Sumatera Utara


Diare pada Bayi ............................................................................................. 100
5.5.6 Hubungan Penyajian Makanan dengan Kejadian Diare
pada Bayi .................................................................................................... 101
5.6 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare
pada Bayi ...................................................................................................... 102
5.6.1 Hubungan Kebersihan Tangan Ibu dengan Kejadian Diare
pada Bayi ...................................................................................................... 102
5.6.2 Hubungan Kebersihan Kuku Ibu dengan Kejadian Diare
Pada Bayi ...................................................................................................... 103
5.6.3 Hubungan Kebersihan Payudara Ibu dengan Kejadian Diare
pada Bayi .................................................................................................... 104

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 107


6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 107
6.2 Saran ..................................................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Lembar Kuesioner
LAMPIRAN 2 Output Analisis Univariat dan Bivariat
LAMPIRAN 3 Surat Permohonan Izin Penelitian
LAMPIRAN 4 Surat Balasan Izin Penelitian
LAMPIRAN 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian
LAMPIRAN 6 Dokumentasi Penelitian

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konsep ............................................................................... 40

xv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Bledina Gentini Hendra


Tempat Lahir : Sijunjung
Tanggal Lahir : 11 April 1994
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Nama Ayah : Hendra
Suku Bangsa : Melayu
Nama Ibu : Gusti Wardini
Suku Bangsa : Melayu

Pendidikan Formal
1. SD/ Tamatan Tahun : SDN 51 Kuranji/ 2006
2. SMP/ Tamatan Tahun : SMPN 1 Padang/ 2009
3. SMA/ Tamatan Tahun : SMA N 10 Padang/ 2012

4. Lama studi di FKM USU : 2012 – 2016

xvi

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai