TUBERKULOSIS
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr Yanti Harjono, S
FAKULTAS KEDOKTERAN
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.3. Tuberkulosis
II.3 Tuberkulosis
II.3.1 Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis dan bersifat menular. Bakteri tersebut bersifat tahan asam atau biasa disebut
Basil Tahan Asam (BTA) dan paling umum menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan
kerusakan. Selain paru, organ lain yang dapat terinfeksi bakteri tersebut adalah kelenjar
limfe, pleura, tulang, usus, dan organ ekstra paru lainnya(Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2020).
II.3.3 Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan panyakit global. Negara dengan tingkat kemiskinan yang
tinggi memiliki angka kasus TB yang tinggi juga dibandingkan dengan negara maju.
Sebagian besar kematian akibat TB juga terjadi di negara-negara berkembang. Terdapat 8
negara dengan jumlah kasus TB terbanyak yang mencakup dua pertiga dari seluruh kasus TB
global yaitu India (26%), Indonesia (8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6%), Pakistan (5,7%),
Nigeria (4,4%), Bangladesh (3,6%), dan Afrika Selatan (3,6%)(PDPI, 2021). Karena
penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasus TB baru dan
kematian terjadi di Asia. WHO memperkirakan terdapat 10 juta orang yang terinfeksi TB
pada tahun 2017. Saat ini beberapa negara maju di Eropa Timur dan Amerika Tengah juga
memiliki prevalensi yang tinggi(Adigun & Singh, 2020; Alzayer & Al Nasser, 2021; Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 2014). Di Indonesia sendiri, diperkirakan terdapat 845.000 kasus TB
baru(PDPI, 2021).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Provinsi Jawa Barat
adalah provinsi yang menempati peringkat pertama di tingkat nasional sebagai penyumbang
jumlah penderita TBC. Total jumlah kasus yang ditemukan sepanjang Januari-Agustus 2022
adalah sebanyak 125.000 kasus dengan jumlah pasien yang menjalani pengobatan hanya
sebanyak 75.296 orang. Menurut Dinas Kesehatan Kota Depok Jawa Barat, tercatat bahwa
ditemukan sebanyak 3.311 kasus TBC di Kota Depok. Selanjutnya pada data UPTD
Puskesmas Cipayung Depok tahun 2022, dilaporkan bahwa sebanyak 106 kasus yang
terkonfirmasi TBC ditemukan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cipayung Depok, dimana
kasus paling banyak dialami oleh laki-laki dengan jumlah persentase sebesar 55,5% dan satu
kasus terjadi pada anak.
Gambar 1. Patogenesis TB
Keterangan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic
spread) dapat juga secara akut dan menyeluruh. Kuman TB kemudian membuat
fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi
mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis regional.
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pasca primer karena mekanismenya bisa
melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) biasanya pada orang dewasa. TB
dewasa juga dapat karena infeksi baru.
II.3.5 Klasifikasi(PDPI, 2021)
Terdapat beberapa klasifikasi pada penyakit tuberkulosis, antara lain:
1. Berdasarkan diagnosis
a. TB terkonfirmasi bakteriologis, yaitu pasien yang memiliki bukti infeksi kuman
MTB berdasarkan pemeriksaan bakteriologis.
b. TB terdiagnosis secara klinis, yaitu pasien yang tidak memenuhi kriteria diagnosis
secara bakteriologis namun terdapat bukti kuat lainnya tetap didiagnosis dan
diterapi sebagai TB.
2. Berdasarkan lokasi
a. Tuberkulosis paru, yaitu TB yang berlokasi di parenkim paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru, yaitu TB yang terjadi pada organ selain paru.
3. Berdasarkan riwayat pengobatan
a. Kasus baru, yaitu kasus yang belum pernah mendapat obat anti tuberkulosis
(OAT) atau sudah pernah menelan OAT dengan total dosis kurang dari 28 hari.
b. Kasus pernah diobati
- Kasus kambuh: kasus yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap dan saat ini didiagnosis kembali dengan TB.
- Kasus gagal pengobatan: kasus yang pernah diobati dengan OAT dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
- Kasus putus obat: kasus yang terputus pengobatannya selama minimal 2 bulan
berturut-turut.
- Lain-lain: kasus yang pernah diobati dengan OAT namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
4. Berdasarkan hasil uji kepekaan obat
a. TB sensitif obat (TB-SO)
b. TB resistan obat (TB-RO)
- Monoresistan: bakteri resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
- Resistan Rifampisin (TB RR): Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap
Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain.
- Poliresistan: bakteri resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama,
namun tidak Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) bersamaan.
- Multi drug resistant (TB-MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa diikuti resistensi terhadap
OAT lini pertama lainnya.
5. Berdasarkan status HIV
a. TB dengan HIV positif
b. TB dengan HIV negatif
c. TB dengan status HIV tidak diketahui
1. Anamnesis
Gejala-gejala yang umum terjadi pada pasien TB seperti batuk ≥ 2 minggu,
batuk berdahak, batuk berdahak dapat bercampur darah, nyeri dada, sesak napas, dan
lain-lain harus ditanyakan ke pasien. Selain itu, perlu juga menanyakan riwayat
lainnya yang menjadi faktor risiko TB seperti kontak erat dengan pasien TB,
lingkungan tempat tinggal kumuh, ventilasi dan pencahayaan yang minim, memiliki
kegiatan atau pekerjaan yang berisiko tinggi terpajan infeksi TB seperti tenaga
kesehatan ataupun aktivis TB.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks
lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah kasar/halus, dan/atau tanda-
tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang menjadi gold standard pada penyakit tuberkulosis yaitu
pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan Tes Cepat
Molekular (TCM), mikroskopis, ataupun dengan biakan. Selain itu, pemeriksaan
radiologi juga dapat membantu menegakkan diagnosis TB, seperti foto toraks atau
CT-Scan. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi aktif TB yaitu adanya bayangan
berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah, adanya kavitas, bercak milier, dan efusi pleura. Pemeriksaan
lainnya seperti analisis cairan pleura, histopatologi, dan tuberkulin juga dapat menjadi
alternatif dalam penegakkan diagnosis TB.
Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama telah dikombinasikan
dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Satu tablet KDT RHZE untuk fase intensif berisi
Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg, dan Etambutol 275 mg.
Sedangkan untuk fase lanjutan yaitu KDT RH yang berisi Rifampisin 150 mg + Isoniazid 75
mg diberikan setiap hari. Jumlah tablet KDT yang diberikan dapat disesuaikan dengan berat
badan pasien.
Tabel 2. Dosis OAT untuk pengobatan TB-SO menggunakan tablet kombinasi dosis
tetap (KDT)
Berat Badan (kg) Fase intensif setiap hari Fase lanjutan setiap
dengan KDT RHZE hari dengan KDT RH
(150/75/400/275) (150/75)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet
≥ 55 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet
Sumber : PDPI 2021
II.3.9 Prognosis
Sebagian besar pasien dengan diagnosis TB memiliki hasil yang baik. Ini terutama
karena pengobatan yang efektif. Tanpa pengobatan angka kematian untuk tuberkulosis lebih
dari 50%. Terdapat juga beberapa kelompok yang memiliki prognosis buruk, yaitu usia
ekstrim (lanjut usia, bayi), terlambat menerima pengobatan, terdapat penyebaran luas,
membutuhkan ventilasi mekanik, imunosupresi, dan TB-MDR(Adigun & Singh, 2020).
II.3.10 Komplikasi
Tuberkulosis paru memiliki berbagai komplikasi. Perdarahan dari arteri bronkial, paru,
dan interkostal menyebabkan hemoptisis. Pendarahan ini biasanya minimal dan jarang
menyebabkan kehilangan banyak darah. Pecahnya fokus subpleural atau rongga paru-paru
dapat menyebabkan pneumotoraks spontan. Peradangan kelenjar getah bening dapat
menyebabkan kompresi pada pohon bronkial dan dapat menyebabkan bronkiektasis.
Tuberkulosis paru berat yang tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan paru yang luas,
nekrosis, dan gangren. Tuberkulosis juga telah dilaporkan meningkatkan risiko keganasan
paru-paru. Komplikasi lain yang kurang umum termasuk aspergillosis paru kronis dan syok
septik(Alzayer & Al Nasser, 2021).
1.
DAFTAR PUSTAKA
Alzayer, Z., & Al Nasser, Y. (2021). Primary Lung Tuberculosis. Dalam StatPearls.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (2014). PAPDI. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoto, M. S.
K, B. Setiyohadi, & A. F. Syam (Ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 (6 ed.).
InternaPublishing.
Dayu Pralambang, S., Setiawan, S., & Dayu Pralambang -, S. (2021). Faktor Risiko Kejadian
Tuberkulosis di Indonesia.
Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan (1 ed.). CV. Absolute Media.
PDPI. (2021). Guideline Tuberkulosis PDPI. Dalam Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2 ed.).