TUBERKULOSIS
Disusun oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anamnesis
Gejala-gejala yang umum terjadi pada pasien TB seperti batuk ≥ 2
minggu, batuk berdahak, batuk berdahak dapat bercampur darah, nyeri
dada, sesak napas, dan lain-lain harus ditanyakan ke pasien. Selain itu,
perlu juga menanyakan riwayat lainnya yang menjadi faktor risiko TB
seperti kontak erat dengan pasien TB, lingkungan tempat tinggal kumuh,
ventilasi dan pencahayaan yang minim, memiliki kegiatan atau pekerjaan
yang berisiko tinggi terpajan infeksi TB seperti tenaga kesehatan ataupun
aktivis TB.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru
pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks
dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6).
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah kasar/halus, dan/atau tanda-
tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang menjadi gold standard pada penyakit tuberkulosis
yaitu pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
Tes Cepat Molekular (TCM), mikroskopis, ataupun dengan biakan. Selain
itu, pemeriksaan radiologi juga dapat membantu menegakkan diagnosis
TB, seperti foto toraks atau CT-Scan. Gambaran yang dicurigai sebagai
lesi aktif TB yaitu adanya bayangan berawan atau nodular di segmen
apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah,
adanya kavitas, bercak milier, dan efusi pleura. Pemeriksaan lainnya
seperti analisis cairan pleura, histopatologi, dan tuberkulin juga dapat
menjadi alternatif dalam penegakkan diagnosis TB.
h. Tata Laksana
Prinsip Pengobatan TB (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020):
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu:
a. Tahap awal (fase intensif)
Pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah
sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
b. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang
masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat
sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan
berkisar antara 4 sampai 6 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat
diberikan setiap hari.
Regimen pengobatan TB-SO (PDPI, 2021)
Paduan OAT untuk pengobatan TB-SO di Indonesia adalah:
2RHZE / 4 RH
Pada fase intensif pasien diberikan kombinasi 4 obat berupa Rifampisin (R),
Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), dan Etambutol(E) selama 2 bulan dilanjutkan
dengan pemberian Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan pada fase
lanjutan. Pemberian obat fase lanjutan diberikan sebagai dosis harian (RH)
sesuai dengan rekomendasi WHO.
Pasien dengan TB-SO diobati menggunakan OAT lini pertama.
Tabel 1. Dosis OAT lepasan lini pertama untuk pengobatan TB-SO
Nama Obat Dosis Harian
Dosis (mg/kgBB) Dosis maksimum (mg)
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300
Pirazinamid (Z) 25 (20-30)
Etambutol (E) 15 (15-20)
Streptomisin 15 (12-18)
Tabel 2. Dosis OAT untuk pengobatan TB-SO menggunakan tablet kombinasi dosis
tetap (KDT)
Berat Badan (kg) Fase intensif setiap hari Fase lanjutan setiap hari
dengan KDT RHZE dengan KDT RH (150/75)
(150/75/400/275)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet
≥ 55 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet
Alzayer, Z., & Al Nasser, Y. (2021). Primary Lung Tuberculosis. Dalam StatPearls.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (2014). PAPDI. Dalam S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoto, M. S. K, B.
Setiyohadi, & A. F. Syam (Ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 (6 ed.). InternaPublishing.
Dayu Pralambang, S., Setiawan, S., & Dayu Pralambang -, S. (2021). Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis di
Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Tuberkulosis (S. Sastroasmoro, Ed.). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
PDPI. (2021). Guideline Tuberkulosis PDPI. Dalam Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2 ed.).