Disusun oleh :
Kristian Wiranata
1815118
Pembimbing :
dr. Dani, M.Kes
1
PERAN KADER DALAM PROGRAM TUBERKULOSIS
2
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
ABSTRAK.................................................................................................................................3
ABSTRACT................................................................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................................5
1.2 Masalah yang akan dibahas............................................................................................6
BAB II......................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................7
2.1 Teori Dasar.....................................................................................................................7
2.1.1 Definisi Tuberkulosis...............................................................................................7
2.1.2 Program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia................................................8
2.1.3 Direct Observed Treatment Short-Course.................................................................9
2.1.4 Peran Puskesmas dalam pemberantasan Tuberkulosis...........................................10
2.1.5 Peran Kader dalam suksesi pemberantasan Tuberkulosis.......................................11
2.1.6 Kebutuhan kader dalam pemberantasan tuberkulosis...........................................13
BAB III...................................................................................................................................16
PENUTUP...............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................18
4
ABSTRAK
PERAN KADER DALAM PROGRAM TUBERKULOSIS
5
ABSTRACT
ROLE OF CADRES IN TUBERCULOSIS PROGRAM
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah utama dalam Kesehatan masyarakat, terutama
di negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Sekitar 10 juta kasus baru ditemukan saat tahun
2018 ditambah dengan berkurangnya pengobatan untuk tuberculosis ini karena peningkatan
kasus multi-drug resistant TB dan extensively-drug resistant TB.1
Indonesia masih menjadi negara ketiga kasus terbanyak tuberculosis di seluruh dunia.
World Health Organization (WHO) mengatakan Indonesia dikenal sebagai negara dengan high-
burden country dikarenakan sekitar 8% dari 10 juta kasus di Indonesia pada tahun 2017. WHO
merencanakan Gerakan bebas tuberkulosis sedunia pada tahun 2035 melalui kebijakan,
implementasi, kemampuan, strategi, dan sumber daya yang ada.2 WHO sendiri menetapkan
target dan sasaran yang harus dicapai negara-negara di seluruh dunia, yaitu :
1. Menurunkan jumlah kematian tuberkulosis sebanyak 95% pada tahun 2035 dibandingkan
dengan tahun 2015
2. Menurunkan insidensi tuberkulosis sebanyak 90% pada tahun 2035 dibandingkan tahun
2015
3. Tidak ada keluarga pasien tuberkulosis yang terbebani pembiayaanya terkait pengobatan
tuberkulosis pada tahun 2035.3
Tuberkulosis disebabkan ketika daya tahan tubuh menurun. Hal ini diteliti dalam bidang
epidemiologi yang dihasilkan dari tiga komponen, yaitu penjamu (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment).3 Menurut Edza , tuberkulosis di Indonesia memiliki beberapa faktor
yang mempengaruhi kejadian, yaitu :
1. Umur
2. Tingkat pendapatan
3. Kondisi rumah yang sulit dibersihkan
4. Tidak membuka jendela dan kebiasaan merokok
5. Riwayat kontak dengan penderita.4
7
Salah satu program pemberantasan tuberkulosis paru adalah dengan program Direct
Observe Treatment Short-Course (DOTS) dengan active case finding yang melibatkan peran
kader kesehatan. Tiap kader Kesehatan masing-masing wilayah diberikan Pendidikan Kesehatan
mengenai tuberkulosis yang selanjutnya secara aktif mencari, memotivasi, dan melakukan
supervisi terhadap pengawas minum obat (PMO). Diharapkan juga kader dapat melakukan
penyebarluasan informasi tentang tuberkulosis paru di masyarakat. 5 Menurut Depkes RI 2009,
kader memiliki berbagai peranan dalam pengananan tuberkulosis di masyarakat, yaitu :
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar
2.1.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang bersifat non-motil, tahan asam dan aerob obligate. Bakteri ini memiliki
doubling time 2-20 jam. Kompleksitas dari sel mycobacterial adalah salah satu senjata krusial
bakteri ini sehingga bakteri ini dapat memproteksi diri dari lingkungan yang mengancam bakteri
itu sendiri, memberikan resistensi antimikroba umum dan transportasi nutrisi sebagaiamana juga
alat menempel ke sel reseptor.1
Transmisi penyakit ini dapat terjadi lewat droplet yang ditentukan dengan berbagai
kondisi, seperti frekuensi kontak dengan penderita, durasi kontak, seberapa dekat, dan sebanyak
apa bakteri yang ditularkan. Setelah inhalasi, bakteri akan masuk dan berkmebang pada bagian
atas paru-paru. Tubuh pasien membutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu untuk membentuk sistem
kekebalan terhadap bakteri ini baik yang sehat maupun penderita immunodeficiency. Sistem
kekebalan tubuh akan memicu terjadinya pembentukan tuberculous granuloma.7
Bentuk dari penyakit tuberkulosis ini terbagi menjadi dua, yaitu tuberkulosis paru dan
tuberkulosis ekstraparu. Pada tuberkulosis paru, penderita akan mengalami demam, keringat
malam, mudah Lelah, batuk berdahak dan batuk darah. Batuk persisten lebih dari 3 minggu harus
dicurigai kearah penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis ekstraparu memiliki gejala yang bervariasi
tergantung dari organ spesifik yang terkait.7
Penegakan diagnosis tuberkulosis dapat menjadi tantangan dari semua orang. Tuberculin
skin test (TST) diketahui sebagai metode terbaik dalam mengetahui paparan dari tuberkulosis
dengan mendeteksi cell- mediated immunity terhadap tuberkulosis lewat hipersensitivitas tipe 4.
Pemeriksaan mikroskopik dari tuberkulosis dapat dilihat lewat sputum yang diambil dari pasien
dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen staining. Pemeriksaan mikroskopik ini dapat mengeksklusi
apabila tidak ditemukan basil tahan asam yang dikoleksi dari sputum selama 3 hari berturut-
turut. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis tuberkulosis adalah
dengan menggunakan nucleic acid amplification test (NAAT) yang biasanya dilakukan dengan
cara polymerase chain reaction (PCR).1,7
9
Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah :
Terapi standar dari tuberkulosis paru terdiri dari 2 bulan dari 4 obat antibiotik rifampicin,
isoniazid, ethambutol, dan pyrazinamide yang diikuti langsung selama 4 bulan terdiri dari
rifampicin dan isoniazid 3 kali dalam seminggu. Obat anti tuberkulosis (OAT) ini dapat
diberikan dengan kombinasi dosis tetap (KDT) dalam rangka memudahkan distribusi dan
administrasi penanganan yang dibagi berdasarkan berat badan. Berat badan yang menjadi kriteria
pemberian jumlah KDT dibagi menjadi 4, yaitu 1) 30-39 kg 2) 40-54 kg 3) 55-70 kg, dan 4)
diatas 70 kg. 1,7,8
Tujuanya adalah melindungi masyarakt dari penularan tuberkulosis agar tidak terjadi kesakitan,
kematian dan kecacatan.
Target program penanggulangan tuberkulosis sesuai dengan target eliminasi global yaitu
eliminasi tuberkulosis pada tahun 2035 sebagaimana yang WHO katakan dan Indonesia bebas
10
tuberkulosis tahun 2050. Eliminasi tuberkulosis adalah tercapainya cakupan kasus tuberkulosis
per 1 juta penduduk.
1. Tingkat pusat
Upaya pengendalian tuberkulosis dilakukan melalui Gerdunas-TB yang merupakan
forum kemitraan lintas sektor di bawah koordinasi Menteri Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan dan penanggung jawab teknis pengendalian tuberkulosis yaitu
Menteri Kesehatan R.I.
2. Tingkat provinsi
Tingkat provinsi Gerdunas-TB provinsi yang terdiri dari tim pengarah dan tim teknis.
Bentuk disesuaikan dengan kebutuhan daerah
3. Tingkat kabupaten/kota
Tingkat kabupaten/kota Gerdunas-TB kabupaten/kota yangterdiri dari tim pengarah dan
tim teknis. Bentuk disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota
4. Tingkat fasyankes
a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama(FKTP)
i. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama-Rujukan Mikroskopis (FKTP-RM)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dapat melakukan pemeriksaan
mikroskopis tuberkulosis
ii. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama-Satelit (FKTP-S)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melakukan pembuatan sediaan
apus sampai fiksasi
b. Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL)
11
dijadikan acuan dunia untuk mengkontrol penyakit tuberkulosis. Program DOTS ini didasari dari
pengobatan dengan kurun waktu minimal 6 bulan dengan kebijakan, praktik manajemen,
pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis dan observasi langsung terhadap kasus yang ada
dilapangan itu sendiri.11–13
Tujuan dilaksanakan program DOTS ini karena rendahnya angka kepatuhan minum obat
dari pasien tuberkulosis, pemahaman penyakit tuberkulosis yang kurang, tidak tersedianya obat
dalam waktu ataupun jumlah yang cukup, mutu obat tuberkulosis yang kurang, kurangnya
bimbingan petugas kesehatan, dan mahalnya biaya pengobatan tuberkulosis.16 Program DOTS
yang berjalan saat tahun 2000 berhasil membantu tercapainya dua sasaran yang dijadikan
dideklarasikan oleh World Health Assembly (WHA), yaitu penemuan BTA positif sebesar 70%
dan penyembuhan sebesar 85%. Sampai tahun 2009, keterlibatan DOTS dalam pengendalian
tuberkulosis meliputi 98% Puskesmas, sementara rumah sakit umum, balai kesehatan paru
mencapai sekitar 50%.11
12
melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan, atau kematian, dan
memutuskan penularan tuberkulosis. Puskesmas menjalankan penanggulangan tuberkulosis
melalui Program Indonesia Sehat yang dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat diselenggarakan dengan pendekatan
keluarga yang menyangkut upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat secara
berkesinambungan. Pendekatan keluarga inilah yang digunakan puskesmas sebagai salah satu
cara untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
dengan mendatangi keluarga.10
Menurut permenkes nomor 67 tahun 2016 bahwa indikator utama untuk menilai
pencapaian strategi nasional penanggulangan tuberkulosis antara lain :
1. Cakupan pengobatan semua kasus tuberkulosis (case detection rate/CDR) yang diobati
2. Angka notifikasi semua kasus tuberkulosis (case notification rate/CNR)
3. Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis semua kasus
4. Cakupan penemuan kasus resisten obat
5. Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis resisten obat
6. Persentase pasien tuberkulosis yang mengetahui status HIV
Indikator-indikator inilah yang digunakan untuk menilai capaian negara ini baik di tingkat pusat,
kabupaten/kota, maupun fasyankes.9,17 (Permenkes tuberkulosis, siti chomaerah)
1. Anggota PKK
2. Karang Taruna
3. Pramuka
13
4. Pelajar
5. Tokoh Masyarakat
6. Tokoh Agama
7. Anggota kelompok keagamaan
8. Tokoh adat
9. Pasien dan mantan pasien tuberkulosis
10. Dsb.6
Menurut Ni Putu Sumartini 2014, fungsi dari kader kesehatan adalah menjaring suspek
tuberkulosis agar meningkatkan cakupan temuan kasus tuberkulosis baru. Kejadian ini penting
dikarenakan penyakit tuberkulosis yang tidak diobati menurut riwayatnya maka setelah 5 tahun
menunjukan 50% akan meninggal, 25% akan sembuh dengan sendiri, dan 25% akan menjadi
kasus yang sangat kronis dikutip dari Depkes 2007. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penting
sekali menemukan semua penderita tuberkulosis dan kemudian diobati.19
14
3. membantu Puskesmas atau saran kesehatan lainya dalam membimbing dan memberikan
motivasi kepada pengawas minum obat (PMO) untuk selalu melakukan pengawasan
menelan obat
4. menjadi koodinator PMO (KPMO)
5. jika pasien tidak memiliki PMO, maka seorang kader bisa menjadi PMO
selain itu kader juga disarankan untuk menganjurkan orang yang mempunyai gejala tb untuk
segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan DOTS, awasi pengobatanya sampai
selesai, ajarkan dan anjurkan perilaku hidup bersih dan sehat tanpa tuberkulosis, dan imunisasi
BCG bagi balita untuk mencegah tuberkulosis berat.6
Menurut Mya 2018, peran kader kesehatan dalam proses penanggulangan dan penyembuhan
pasien tuberkulosis dapat membantu dalam mengurangi masalah-masalah yang diakibatkan oleh
proses penyakit, sehingga pasien tuberkulosis mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dalam
aspek fisik, psikologi, sosial serta lingkungan layaknya orang sehat. Peran kader disini adalah
untuk menjembatani informasi dari pihak pemerintah maupun tenaga kesehatan agar lebih
mudah diterima masyarakat. Kader tuberkulosis mempunyai tugas lain yaitu melakukan
pendampingan pasien yang sedang berobat, mengantar pasien tb memeriksakan dahak dan
berobat ke unit pelayanan kesehatan. Kader juga harus memastikan pasien yang didampingi
mendapatkan pengobatan yang tepat dan sampai sembuh.20
Ketiga kemampuan diatas adalah kunci dari keberhasilan komunikasi dalam menjalankan tugas
sebagai kader kesehatan.6
Usaha yang berasal dari masyarakat umumnya memperkuat tenaga kesehatan sehingga
masyarakat juga turut berpartisipasi dalam program pemberantasan penyakit tuberkulosis, salah
satunya dengan perangkat kader kesehatan yang harus dianggap sebagai mitra kerja atau partner
15
dalam meningkatkan temuan kasus tuberkulosis. Peran kader disini juga sebagai penjaring
suspek tuberkulosis. Peran adalah seperangkat perilaku individu yang diharapkan oleh orang lain
sesuai kedudukanya dalam sistem. Maka upaya untuk menguatkan peran berkaitan dengan
intervensi faktor perilaku. Sebagai contoh peran kader yang baik akan mengubah perilaku pada
individu yang kurang atau tidak aware terhadap tuberkulosis dapat menjadi lebih aware terhadap
penyakit tuberkulosis dengan menggunakan pendekatan Theory of planned behaviour (TPB).19
Berdasarkan TPB, perilaku penemuan kasus tuberkulosis dapat diprediksi dari intensi
melakukan penemuan kasus tuberkulosis, norma subyektif, dan kendali perilaku yang
dipersepsikan. Edukasi terhadap penyakit tuberkulosis ini yang diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan sehingga membentuk sikap yang positif terhadap penemuan kasus tuberkulosis,
meningkatkan norma subyektif yang pada akhirnya meningkatkan intensi melakukan penemuan
kasus tuberkulosis.19
Hal ini sejalan dengan penelitian Nisa 2017 dimana pengetahuan, sikap, motivasi dan
imbalan yang diterima kader memiliki hubungan yang erat terhadap keaktifan kader itu sendiri
dalam menjalankna program pemberantasan tuberkulosis. Meningkatkan pengetahuan kader
kesehatan melalui upaya dalam bentuk memberikan pendidikan kesehatan atau pelatihan dapat
membuat pengetahuan kader semakin lebih baik dan memberikan imbalan dalam bentuk uang,
barang, dan sebagainya atas kinerja kader kesehatan tersebut dapat meningkatkan sikap dan
motivasi kader dalam menjalankan program pemberantasan tuberkulosis.5Hal ini sejalan dengan
penelitian Wijaya 2013 dimana pengetahuan, sikap, dan motivasi berhubungan secara signifikan
dengan keaktifan kader kesehatan dalam pengendalian kasus tuberkulosis.19
Menurut penelitian Wijaya 2013, terdapat hubungan yang secara statistik signifikan
antara pengetahuan terhadap keaktifan kader kesehatan dalam menjalankan program
pengendalian tuberkulosis yang dimana pengetahuan kader yang baik memungkinkan untuk akitf
dalam pengendalian tuberkulosis sebanyak 18 kali lipat dari kader kesehatan yang memiliki
pengetahuan rendah. Pengetahuan kader kesehatan adalah hal krusial sebagai dasar dari kader
kesehatan dalam melakukan program pengedalian tuberkulosis. Penelitian lain juga mengatakan
bahwa pengetahuan kader merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan penemuan
suspek tuberkulosis paru.21
16
2.1.6.2 Peran sikap dalam keaktifan kader kesehatan
Menurut penelitian Wijaya 2013, terdapat hubungan yang secara statistik signifikan
antara sikap dengan keaktifan kader kesehatan dalam menjalankan program pengendalian
tuberkulosis yang dimana sikap kader yang baik memungkinkan untuk aktif dalam pengendalian
tuberkulosis sebanyak 8 kali lipat dari kader kesehatan yang memiliki sikap yang kurang.
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus
atau obyek. Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa sikap tidak dapat langsung dilihat secara
utuh, tapi harus ditafsirkan dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap menunjukan adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dan belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan sebuah predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap kader disini merupakan
salah satu hal yang sangat penting sebagai dasar kader kesehatan dalam melakukan keaktifanya
dalam pengendalian kasus tuberkulosis.21
Proses terjadinya motivasi yaitu adanya suatu kebutuhan internal yang menyebabkan
hasil-hasil tertenu menarik, yang menciptakan kepuasan dan dorongan-dorongan dalam individu
tersebut. Dorongan inilah yang menimbulkan suatu perilaku pencarian dan pencapaian untuk
menemukan tujuan tersebut. Motivasi kader kesehatan ini merupakan salah satu unsur penting
dalam melakukan program pemberantasan tuberkulosis.21
17
BAB III
PENUTUP
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menjadi beban baik pasien itu sendiri,
orang lain, dan juga negara bahkan dunia. Penyakit ini menjadikan negara Indonesia sebagai
high-burden country dengan menjadikan peringkat ke 3 terbanyak kasus tuberkulosis di seluruh
dunia. Dalam hal ini, WHO merencanakan gerakan bebas tuberkulosis pada tahun 2035 dengan
target mengurangi angka mortalitas, morbiditas dan masalah ekonomi yang timbul akibat
pengobatan penyakit tuberkulosis. Indonesia pun membuat Program Penanggulangan
Tuberkulosis dengan target yang sama dengan WHO dan Indonesia terbebas dari penyakit
tuberkulosis pada tahun 2050.
Maka dari itu, WHO mengadakan program pemberantasan tuberkulosis agar terlaksana,
salah satunya pengadaan program DOTS yang bertujuan untuk salah satunya mengurangi angka
rendahnya kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. Selain itu tujuan dari diadakan program
DOTS adalah untuk memberikan pemahaman tentang penyakit tuberkulosis sendiri. Beberapa
daerah masih memiliki stigma bahwa tuberkulosis merupakan sebuah ancaman buruk bagi
daerahnya sendiri.
18
memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis, menemukan orang terduga tuberkulosis dan
pasien tuberkulosis, membantu pelayanan kesehatan dalam mengawasi PMO, menjadi
koordinator PMO, dan menjadi PMO apabila pasien tuberkulosis tidak memiliki PMO. Diluar
itu, kader kesehatan dapat befungsi sebagai jembatan informasi antara pemerintahan dan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat luas di wilayahnya. Hal ini ditujukan agar kader
diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien tuberkulosis didaerahnya sendiri.
Kader kesehatan yang menjalankan Program Indonesia Sehat dibutuhkan untuk aktif
dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, seorang kader kesehatan diwajibkan memiliki
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mensukseskan Program Indonesia Sehat agar
pemberantasan tuberkulosis berjalan sesuai harapan. Kebutuhan tersebut adalah seorang kader
kesehatan dapat membaca, menulis, dan menghitung, dapat melakukan komunikasi baik, dan
mampu membina hubungan sosial dengan masayarakat di wilayahnya. Beberapa penelitian
mengatakan beberapa faktor internal yang dibutuhkan dalam menjalankan peran sebagai kader
kesehatan adalah pengetahuan kader kesehatan yang tinggi, sikap kader kesehatan yang baik, dan
motivasi kader kesehatan yang tinggi dapat meningkatkan keaktifan dalam menjalankan program
pemberantasan tuberkulosis.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Maiolini M, Gause S, Taylor J, Steakin T, Shipp G, Lamichhane P, et al. The war against
tuberculosis: A review of natural compounds and their derivatives. Molecules.
2020;25(13):1–23.
4. Wikurendra EA. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya
Penanggulanganya. 2019; Available from: https://osf.io/preprints/inarxiv/r3fmq/
6. Depkes RI. Buku Saku Program Penanggulangan TB. Direktorat jenderal Pengendali
Penyakit dan Penyehatan Lingkung Dep Kesehat RI. 2009;1–79.
11. Noveyani AE, Martini S. Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis Paru Dengan
Strategi DOTS Di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. J Berk Epidemiol.
2014;2(2):251–62.
20
12. Cox HS, Morrow M, Deutschmann PW. Long term efficacy of DOTS regimens for
tuberculosis: Systematic review. Bmj. 2008;336(7642):484–7.
13. Dye C, Garnett GP, Sleeman K, Williams BG. Prospects for worldwide tuberculosis
control under the WHO DOTS strategy. Lancet. 1998;352(9144):1886–91.
14. Maher D, Mikulencak M. What is DOTS? World Heal Organ [Internet]. 1999; Available
from: http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/65979/1/WHO_CDS_CPC_TB_99.270.pdf
16. PPTI. Buku Saku Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) The
Indonesiaan Association Against Tuberculosis. 2010;(66):1–43.
18. Yani DI, Juniarti N, Lukman M. Pendidikan Kesehatan Tuberkulosis untuk Kader
Kesehatan. Media Karya Kesehat. 2019;2(1).
19. Putu N, Jurusan S:, Poltekkes K, Mataram K, Kesehatan J, Sumartini NP. Penguatan
Peran Kader Kesehatan Dalam Penemuan Kasus Tuberkulosis (Tb) Bta Positif Melalui
Edukasi Dengan Pendekatan Theory of Planned Behaviour (Tpb). J Kesehat Prima
[Internet]. 2014;8(1):1246–63. Available from:
http://jkp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/article/view/47
20. Linggani MPS. Puskesmas Segiri Samarinda Relationship Between Care Tb Cadre With
Quality of Life Lung Tuberculosis Patient on Working Area of. 2018;
21