Anda di halaman 1dari 21

STUDI PUSTAKA

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP


KESEHATAN MENTAL POPULASI UMUM

Disusun oleh :
Kristian Wiranata
1815118

Pembimbing :
dr. Dani, M.Kes

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Bandung
2020

1
PERAN KADER DALAM PROGRAM TUBERKULOSIS

2
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
ABSTRAK.................................................................................................................................3
ABSTRACT................................................................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................................5
1.2 Masalah yang akan dibahas............................................................................................6
BAB II......................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................7
2.1 Teori Dasar.....................................................................................................................7
2.1.1 Definisi Tuberkulosis...............................................................................................7
2.1.2 Program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia................................................8
2.1.3 Direct Observed Treatment Short-Course.................................................................9
2.1.4 Peran Puskesmas dalam pemberantasan Tuberkulosis...........................................10
2.1.5 Peran Kader dalam suksesi pemberantasan Tuberkulosis.......................................11
2.1.6 Kebutuhan kader dalam pemberantasan tuberkulosis...........................................13
BAB III...................................................................................................................................16
PENUTUP...............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................18

4
ABSTRAK
PERAN KADER DALAM PROGRAM TUBERKULOSIS

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium


tuberculosis. Penyakit tuberkulosis menjadi beban saat ini dan ancaman di masa depan
dikarenakan memiliki dampak negative dari berbagai aspek. WHO dan pemerintah
merencanakan program pemberantasan tuberkulosis dengan target Indonesia bebas tuberkulosis
pada tahun 2050. Program yang telah dibuat salah satunya adalah Direct Observed Treatment
Short-Course (DOTS) yang memiliki pendekatan keluarga. Kader kesehatan inilah yang
digunakan dalam prinsip kader kesehatan yang diharapkan tenaga kesehatan untuk meningkatkan
jumlah kasus temuan tuberkulosis, menjamin pasien tuberkulosis mendapatkan pengobatan
hingga tuntas, dan memperantarai informasi yang disampaikan dari pemerintah dan tenaga
kesehatan kepada masyarakat di wilayahnya. hal ini tentu saja membutuhkan keaktifan kader
dalam menjalankan tugas untuk mensukseskan program pemberantasan tuberkulosis di Indonesia
ini. Dari beberapa jurnal yang ditemukan, tidak hanya persyaratan menjadi kader sajalah yang
membuat seorang kader aktif dalam menjalankan tugasnya namun seorang kader membutuhkan
beberapa faktor internal seperti pengetahuan kader kesehatan, sikap yang dimiliki kader
kesehatan, dan motivasi dalam pekerjaan kader kesehatan.

Kata kunci : Tuberkulosis, kader

5
ABSTRACT
ROLE OF CADRES IN TUBERCULOSIS PROGRAM

Tuberculosis is one of infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis a


burden to present day and threat to future from negative effect in every aspect. WHO and
government planned an eradication of tuberculosis program that makes Indonesia free of
tuberculosis in 2050. Direct Observed Treatment Short-Course (DOTS) is one of the program
that has been planned with family approach. Cadres is used to do increase founding rate of
tuberculosis, ensure tuberculosis patients having proper medication till the end, and bridging
connection between government and healthcare facility with public in their own region with
family approach. Not only requirement of cadres makes good cadres. In some research, there is a
few internal factor that makes cadres is a good cadres, such as education, attitude, and motivation
of the cadres that makes cadres more active in carrying out their duties.

Keywords : Tuberkulosis, cadres

6
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah utama dalam Kesehatan masyarakat, terutama
di negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Sekitar 10 juta kasus baru ditemukan saat tahun
2018 ditambah dengan berkurangnya pengobatan untuk tuberculosis ini karena peningkatan
kasus multi-drug resistant TB dan extensively-drug resistant TB.1

Indonesia masih menjadi negara ketiga kasus terbanyak tuberculosis di seluruh dunia.
World Health Organization (WHO) mengatakan Indonesia dikenal sebagai negara dengan high-
burden country dikarenakan sekitar 8% dari 10 juta kasus di Indonesia pada tahun 2017. WHO
merencanakan Gerakan bebas tuberkulosis sedunia pada tahun 2035 melalui kebijakan,
implementasi, kemampuan, strategi, dan sumber daya yang ada.2 WHO sendiri menetapkan
target dan sasaran yang harus dicapai negara-negara di seluruh dunia, yaitu :

1. Menurunkan jumlah kematian tuberkulosis sebanyak 95% pada tahun 2035 dibandingkan
dengan tahun 2015
2. Menurunkan insidensi tuberkulosis sebanyak 90% pada tahun 2035 dibandingkan tahun
2015
3. Tidak ada keluarga pasien tuberkulosis yang terbebani pembiayaanya terkait pengobatan
tuberkulosis pada tahun 2035.3

Tuberkulosis disebabkan ketika daya tahan tubuh menurun. Hal ini diteliti dalam bidang
epidemiologi yang dihasilkan dari tiga komponen, yaitu penjamu (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment).3 Menurut Edza , tuberkulosis di Indonesia memiliki beberapa faktor
yang mempengaruhi kejadian, yaitu :

1. Umur
2. Tingkat pendapatan
3. Kondisi rumah yang sulit dibersihkan
4. Tidak membuka jendela dan kebiasaan merokok
5. Riwayat kontak dengan penderita.4

7
Salah satu program pemberantasan tuberkulosis paru adalah dengan program Direct
Observe Treatment Short-Course (DOTS) dengan active case finding yang melibatkan peran
kader kesehatan. Tiap kader Kesehatan masing-masing wilayah diberikan Pendidikan Kesehatan
mengenai tuberkulosis yang selanjutnya secara aktif mencari, memotivasi, dan melakukan
supervisi terhadap pengawas minum obat (PMO). Diharapkan juga kader dapat melakukan
penyebarluasan informasi tentang tuberkulosis paru di masyarakat. 5 Menurut Depkes RI 2009,
kader memiliki berbagai peranan dalam pengananan tuberkulosis di masyarakat, yaitu :

1. Pemberi penyuluhan terkait penyakit tuberkulosis


2. Menemukan orang dicurigai sakit dan penderita tuberkulosis
3. Membantu Puskesmas atau sarana kesehatan lainya dalam membimbing dan memberikan
motivasi kepada PMO untuk selalu melakukan pengawasan menelan obat
4. Menjadi koordinator PMO (KPMO)
5. Jika pasien tidak memiliki PMO, maka seseorang kader bisa menjadi PMO6

1.2 Masalah yang akan dibahas


Berdasarkan latar belakang diatas, masalah-masalah yang akan dibahas di studi pustaka
ini adalah
1. Definisi tuberkulosis
2. Program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia
3. Direct Observe Treatment Short-Course (DOTS)
4. Peran Puskesmas dalam program pemberantasan tuberkulosis
5. Peran kader dalam suksesi pemberantasan tuberkulosis
6. Kebutuhan kader dalam pemberantasan tuberkulosis
7. Peran pengetahuan kader terhadap keaktifan kader kesehatan
8. Peran sikap kader terhadap keaktifan kader kesehatan
9. Peran motivasi kader terhadap keaktifan kader kesehatan

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar
2.1.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang bersifat non-motil, tahan asam dan aerob obligate. Bakteri ini memiliki
doubling time 2-20 jam. Kompleksitas dari sel mycobacterial adalah salah satu senjata krusial
bakteri ini sehingga bakteri ini dapat memproteksi diri dari lingkungan yang mengancam bakteri
itu sendiri, memberikan resistensi antimikroba umum dan transportasi nutrisi sebagaiamana juga
alat menempel ke sel reseptor.1

Transmisi penyakit ini dapat terjadi lewat droplet yang ditentukan dengan berbagai
kondisi, seperti frekuensi kontak dengan penderita, durasi kontak, seberapa dekat, dan sebanyak
apa bakteri yang ditularkan. Setelah inhalasi, bakteri akan masuk dan berkmebang pada bagian
atas paru-paru. Tubuh pasien membutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu untuk membentuk sistem
kekebalan terhadap bakteri ini baik yang sehat maupun penderita immunodeficiency. Sistem
kekebalan tubuh akan memicu terjadinya pembentukan tuberculous granuloma.7

Bentuk dari penyakit tuberkulosis ini terbagi menjadi dua, yaitu tuberkulosis paru dan
tuberkulosis ekstraparu. Pada tuberkulosis paru, penderita akan mengalami demam, keringat
malam, mudah Lelah, batuk berdahak dan batuk darah. Batuk persisten lebih dari 3 minggu harus
dicurigai kearah penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis ekstraparu memiliki gejala yang bervariasi
tergantung dari organ spesifik yang terkait.7

Penegakan diagnosis tuberkulosis dapat menjadi tantangan dari semua orang. Tuberculin
skin test (TST) diketahui sebagai metode terbaik dalam mengetahui paparan dari tuberkulosis
dengan mendeteksi cell- mediated immunity terhadap tuberkulosis lewat hipersensitivitas tipe 4.
Pemeriksaan mikroskopik dari tuberkulosis dapat dilihat lewat sputum yang diambil dari pasien
dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen staining. Pemeriksaan mikroskopik ini dapat mengeksklusi
apabila tidak ditemukan basil tahan asam yang dikoleksi dari sputum selama 3 hari berturut-
turut. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis tuberkulosis adalah
dengan menggunakan nucleic acid amplification test (NAAT) yang biasanya dilakukan dengan
cara polymerase chain reaction (PCR).1,7

9
Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah :

1. Menyembuhkan pasien dan mengembalikin kualitas hidup dan produktifitas pasien


2. Mencegah kematian dari kasus tuberkulosis aktif
3. Mencegah kekambuhan tuberkulosis
4. Mengurangi transmisi tuberkulosis ke orang sekitar
5. Mencegah perkembangan dan transmisi dari resistensi obat.8

Terapi standar dari tuberkulosis paru terdiri dari 2 bulan dari 4 obat antibiotik rifampicin,
isoniazid, ethambutol, dan pyrazinamide yang diikuti langsung selama 4 bulan terdiri dari
rifampicin dan isoniazid 3 kali dalam seminggu. Obat anti tuberkulosis (OAT) ini dapat
diberikan dengan kombinasi dosis tetap (KDT) dalam rangka memudahkan distribusi dan
administrasi penanganan yang dibagi berdasarkan berat badan. Berat badan yang menjadi kriteria
pemberian jumlah KDT dibagi menjadi 4, yaitu 1) 30-39 kg 2) 40-54 kg 3) 55-70 kg, dan 4)
diatas 70 kg. 1,7,8

2.1.2 Program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia


Tingginya angka kasus tuberkulosis di Indonesia, baik yang kasus baru, kasus laten,
hingga tingginya morbiditas karena tuberkulosis menyebabkan pemerintah harus membuat
program penanggulangan tuberkulosis nasional. Program penanggulangan tuberkulosis nasional
ini meliputi Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Strategi nasional penanggulangan tuberkulosis terdiri dari :

1. Penguatan kepemimpinan program tuberkulosis


2. Peningkatan akses layanan tuberkulosis yang bermutu
3. Pengendalian faktor risiko tuberkulosis
4. Peningkatan kemitraan tuberkulosis
5. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan tuberkulosis
6. Penguatan manajemen program tuberkulosis

Tujuanya adalah melindungi masyarakt dari penularan tuberkulosis agar tidak terjadi kesakitan,
kematian dan kecacatan.

Target program penanggulangan tuberkulosis sesuai dengan target eliminasi global yaitu
eliminasi tuberkulosis pada tahun 2035 sebagaimana yang WHO katakan dan Indonesia bebas

10
tuberkulosis tahun 2050. Eliminasi tuberkulosis adalah tercapainya cakupan kasus tuberkulosis
per 1 juta penduduk.

Pembagian dan pengorganisasian peran penanggulangan tuberkulosis di Indonesia dibagi


menjadi berbagai tingkat.

1. Tingkat pusat
Upaya pengendalian tuberkulosis dilakukan melalui Gerdunas-TB yang merupakan
forum kemitraan lintas sektor di bawah koordinasi Menteri Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan dan penanggung jawab teknis pengendalian tuberkulosis yaitu
Menteri Kesehatan R.I.
2. Tingkat provinsi
Tingkat provinsi Gerdunas-TB provinsi yang terdiri dari tim pengarah dan tim teknis.
Bentuk disesuaikan dengan kebutuhan daerah
3. Tingkat kabupaten/kota
Tingkat kabupaten/kota Gerdunas-TB kabupaten/kota yangterdiri dari tim pengarah dan
tim teknis. Bentuk disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota
4. Tingkat fasyankes
a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama(FKTP)
i. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama-Rujukan Mikroskopis (FKTP-RM)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dapat melakukan pemeriksaan
mikroskopis tuberkulosis
ii. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama-Satelit (FKTP-S)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melakukan pembuatan sediaan
apus sampai fiksasi
b. Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL)

FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang mampu memberikan layanan tuberkulosis


secara menyeluruh mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, hingga paliatif
untuk kasus-kasus tuberkulosis dengan penyulit.9,10

2.1.3 Direct Observed Treatment Short-Course


Direct Observed Treatment Short-Course (DOTS) diluncurkan oleh WHO sebagai usaha
dalam program pembasmian tuberkulosis secara internasional. Hingga saat ini, DOTS masi

11
dijadikan acuan dunia untuk mengkontrol penyakit tuberkulosis. Program DOTS ini didasari dari
pengobatan dengan kurun waktu minimal 6 bulan dengan kebijakan, praktik manajemen,
pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis dan observasi langsung terhadap kasus yang ada
dilapangan itu sendiri.11–13

DOTS memiliki 5 kunci utama dalam pelaksanaanya, yaitu :

1. Komitmen pemerintah untuk menunjang program pemberantasan tuberkulosis .


2. Penemuan kasus baru lewat pemeriksaan sputum mikroskopis dari semua pasien
simtomatik.
3. Menstandarisasi regimen pengobatan dari 6 hingga 8 bulan untuk pasien dengan
terkonfirmasi sputum.
4. Penyediaan dari obat anti tuberkulosis utama.
5. Mengadakan pencatatan yang terstandarisasi dan sistem pelaporan yang memungkinkan
untuk setiap pasien dan tenaga kesehatan untuk mengkontrol program pemberantasan
tuberkulosis seluruhnya. Strategi ini dikembangkan dari praktik kolektif, percobaan klinis
dan program TB yang sudah berjalan sebelumnya. Penerapan DOTS dilakukan untuk
menekan penularan penyakit meskipun program penanggulangan TB Nasional telah
berhasil mencapai target angka kesembuhan (Cure Rate) dan angka keberhasilan
(Success Rate).14,15

Tujuan dilaksanakan program DOTS ini karena rendahnya angka kepatuhan minum obat
dari pasien tuberkulosis, pemahaman penyakit tuberkulosis yang kurang, tidak tersedianya obat
dalam waktu ataupun jumlah yang cukup, mutu obat tuberkulosis yang kurang, kurangnya
bimbingan petugas kesehatan, dan mahalnya biaya pengobatan tuberkulosis.16 Program DOTS
yang berjalan saat tahun 2000 berhasil membantu tercapainya dua sasaran yang dijadikan
dideklarasikan oleh World Health Assembly (WHA), yaitu penemuan BTA positif sebesar 70%
dan penyembuhan sebesar 85%. Sampai tahun 2009, keterlibatan DOTS dalam pengendalian
tuberkulosis meliputi 98% Puskesmas, sementara rumah sakit umum, balai kesehatan paru
mencapai sekitar 50%.11

2.1.4 Peran Puskesmas dalam pemberantasan Tuberkulosis


Penanggulangan tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek
promotive dan preventif tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk

12
melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan, atau kematian, dan
memutuskan penularan tuberkulosis. Puskesmas menjalankan penanggulangan tuberkulosis
melalui Program Indonesia Sehat yang dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat diselenggarakan dengan pendekatan
keluarga yang menyangkut upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat secara
berkesinambungan. Pendekatan keluarga inilah yang digunakan puskesmas sebagai salah satu
cara untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
dengan mendatangi keluarga.10

Menurut permenkes nomor 67 tahun 2016 bahwa indikator utama untuk menilai
pencapaian strategi nasional penanggulangan tuberkulosis antara lain :

1. Cakupan pengobatan semua kasus tuberkulosis (case detection rate/CDR) yang diobati
2. Angka notifikasi semua kasus tuberkulosis (case notification rate/CNR)
3. Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis semua kasus
4. Cakupan penemuan kasus resisten obat
5. Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis resisten obat
6. Persentase pasien tuberkulosis yang mengetahui status HIV

Indikator-indikator inilah yang digunakan untuk menilai capaian negara ini baik di tingkat pusat,
kabupaten/kota, maupun fasyankes.9,17 (Permenkes tuberkulosis, siti chomaerah)

2.1.5 Peran Kader dalam suksesi pemberantasan Tuberkulosis


Kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela dan dipercaya
dalam membantu program penanggulangan tuberkulosis dan sudah dilatih. Anggota masyarakat
yang bisa menjadi kader kesehatan adalah semua anggota masyarakat yang bersedia, berminat
dan mempunyai kepedulian terhadap masalah sosial dan kesehatan, khususnya tuberkulosis,
antara lain:

1. Anggota PKK
2. Karang Taruna
3. Pramuka

13
4. Pelajar
5. Tokoh Masyarakat
6. Tokoh Agama
7. Anggota kelompok keagamaan
8. Tokoh adat
9. Pasien dan mantan pasien tuberkulosis
10. Dsb.6

Pengetahuan dan persepsi tuberkulosis masih rendah di masyarakat banyak. Pengetahuan


tuberkulosis yang buruk merupakan permasalahan yang biasa terjadi pada negara berkembang
dan beban tuberkulosis yang tinggi. Pengetahuan tuberkulosis juga rendah pada pasien yang
mengalami kegagalan pengobatan. Pendidikan kesehatan tuberkulosis dibutuhkan sebagai upaya
untuk memperkuat penyebaran informasi yang akurat untuk mempromosikan pengetahuan dan
sikap tuberkulosis yang sehat pada sebuah penelitian yang dilakukan siswa berhasil
meningkatkan pengetahuan mereka terutama berkaitan dengan pengobatan tuberkulosis. Hal ini
menunjukan bahwa Pendidikan kesehatan berhasil meningkatkan pengetahuan masyarakat.18

Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit tuberkulosis berpengaruh


terhadap rendahnya cakupan suspek yang diperiksa. Kondisi ini menjadi indikator bahwa
pentingnya penemuan kasus TB baru dan kemudian diobati secepat mungkin.19

Menurut Ni Putu Sumartini 2014, fungsi dari kader kesehatan adalah menjaring suspek
tuberkulosis agar meningkatkan cakupan temuan kasus tuberkulosis baru. Kejadian ini penting
dikarenakan penyakit tuberkulosis yang tidak diobati menurut riwayatnya maka setelah 5 tahun
menunjukan 50% akan meninggal, 25% akan sembuh dengan sendiri, dan 25% akan menjadi
kasus yang sangat kronis dikutip dari Depkes 2007. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penting
sekali menemukan semua penderita tuberkulosis dan kemudian diobati.19

Berdasarkan Depkes 2009, fungsi kader kesehatan dalam program penanggulangan


tuberkulosis adalah dengan cara :

1. memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis dan penanggulanganya kepada masyarakat,


2. membantu menemukan orang yang dicurigai sakit tuberkulosis dan pasien tuberkulosis di
wilayahnya

14
3. membantu Puskesmas atau saran kesehatan lainya dalam membimbing dan memberikan
motivasi kepada pengawas minum obat (PMO) untuk selalu melakukan pengawasan
menelan obat
4. menjadi koodinator PMO (KPMO)
5. jika pasien tidak memiliki PMO, maka seorang kader bisa menjadi PMO

selain itu kader juga disarankan untuk menganjurkan orang yang mempunyai gejala tb untuk
segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan DOTS, awasi pengobatanya sampai
selesai, ajarkan dan anjurkan perilaku hidup bersih dan sehat tanpa tuberkulosis, dan imunisasi
BCG bagi balita untuk mencegah tuberkulosis berat.6

Menurut Mya 2018, peran kader kesehatan dalam proses penanggulangan dan penyembuhan
pasien tuberkulosis dapat membantu dalam mengurangi masalah-masalah yang diakibatkan oleh
proses penyakit, sehingga pasien tuberkulosis mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dalam
aspek fisik, psikologi, sosial serta lingkungan layaknya orang sehat. Peran kader disini adalah
untuk menjembatani informasi dari pihak pemerintah maupun tenaga kesehatan agar lebih
mudah diterima masyarakat. Kader tuberkulosis mempunyai tugas lain yaitu melakukan
pendampingan pasien yang sedang berobat, mengantar pasien tb memeriksakan dahak dan
berobat ke unit pelayanan kesehatan. Kader juga harus memastikan pasien yang didampingi
mendapatkan pengobatan yang tepat dan sampai sembuh.20

2.1.6 Kebutuhan kader dalam pemberantasan tuberkulosis


Dalam menjalankan program pemberantasan tuberkulosis, soerang kader kesehatan harus
memiliki kemampuan dasar, yaitu :

1. Dapat baca tulis dan berhitung


2. Kemampuan komunikasi yang baik
3. Mampu membina hubungan sosial yang baik dengan masyarakat sekitarnya.

Ketiga kemampuan diatas adalah kunci dari keberhasilan komunikasi dalam menjalankan tugas
sebagai kader kesehatan.6

Usaha yang berasal dari masyarakat umumnya memperkuat tenaga kesehatan sehingga
masyarakat juga turut berpartisipasi dalam program pemberantasan penyakit tuberkulosis, salah
satunya dengan perangkat kader kesehatan yang harus dianggap sebagai mitra kerja atau partner

15
dalam meningkatkan temuan kasus tuberkulosis. Peran kader disini juga sebagai penjaring
suspek tuberkulosis. Peran adalah seperangkat perilaku individu yang diharapkan oleh orang lain
sesuai kedudukanya dalam sistem. Maka upaya untuk menguatkan peran berkaitan dengan
intervensi faktor perilaku. Sebagai contoh peran kader yang baik akan mengubah perilaku pada
individu yang kurang atau tidak aware terhadap tuberkulosis dapat menjadi lebih aware terhadap
penyakit tuberkulosis dengan menggunakan pendekatan Theory of planned behaviour (TPB).19

Berdasarkan TPB, perilaku penemuan kasus tuberkulosis dapat diprediksi dari intensi
melakukan penemuan kasus tuberkulosis, norma subyektif, dan kendali perilaku yang
dipersepsikan. Edukasi terhadap penyakit tuberkulosis ini yang diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan sehingga membentuk sikap yang positif terhadap penemuan kasus tuberkulosis,
meningkatkan norma subyektif yang pada akhirnya meningkatkan intensi melakukan penemuan
kasus tuberkulosis.19

Hal ini sejalan dengan penelitian Nisa 2017 dimana pengetahuan, sikap, motivasi dan
imbalan yang diterima kader memiliki hubungan yang erat terhadap keaktifan kader itu sendiri
dalam menjalankna program pemberantasan tuberkulosis. Meningkatkan pengetahuan kader
kesehatan melalui upaya dalam bentuk memberikan pendidikan kesehatan atau pelatihan dapat
membuat pengetahuan kader semakin lebih baik dan memberikan imbalan dalam bentuk uang,
barang, dan sebagainya atas kinerja kader kesehatan tersebut dapat meningkatkan sikap dan
motivasi kader dalam menjalankan program pemberantasan tuberkulosis.5Hal ini sejalan dengan
penelitian Wijaya 2013 dimana pengetahuan, sikap, dan motivasi berhubungan secara signifikan
dengan keaktifan kader kesehatan dalam pengendalian kasus tuberkulosis.19

2.1.6.1 Peran pengetahuan dalam keaktifan kader kesehatan

Menurut penelitian Wijaya 2013, terdapat hubungan yang secara statistik signifikan
antara pengetahuan terhadap keaktifan kader kesehatan dalam menjalankan program
pengendalian tuberkulosis yang dimana pengetahuan kader yang baik memungkinkan untuk akitf
dalam pengendalian tuberkulosis sebanyak 18 kali lipat dari kader kesehatan yang memiliki
pengetahuan rendah. Pengetahuan kader kesehatan adalah hal krusial sebagai dasar dari kader
kesehatan dalam melakukan program pengedalian tuberkulosis. Penelitian lain juga mengatakan
bahwa pengetahuan kader merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan penemuan
suspek tuberkulosis paru.21

16
2.1.6.2 Peran sikap dalam keaktifan kader kesehatan
Menurut penelitian Wijaya 2013, terdapat hubungan yang secara statistik signifikan
antara sikap dengan keaktifan kader kesehatan dalam menjalankan program pengendalian
tuberkulosis yang dimana sikap kader yang baik memungkinkan untuk aktif dalam pengendalian
tuberkulosis sebanyak 8 kali lipat dari kader kesehatan yang memiliki sikap yang kurang.

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus
atau obyek. Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa sikap tidak dapat langsung dilihat secara
utuh, tapi harus ditafsirkan dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap menunjukan adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dan belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan sebuah predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap kader disini merupakan
salah satu hal yang sangat penting sebagai dasar kader kesehatan dalam melakukan keaktifanya
dalam pengendalian kasus tuberkulosis.21

2.1.6.3 Peran motivasi dalam keaktifan kader kesehatan


Menurut penelitian Wijaya 2013, terdapat hubungan yang secara statistic signifikan
antara motivasi terhadap keaktifan kader kesehatan dalam menjalankan program pengendalian
tuberkulosis yang dimana motivasi kader yang tinggi memungkinkan untuk aktif dalam
pengendalian tuberkulosis sebanyak 15 kali lipat dari kader kesehatan yang memiliki motivasi
rendah.

Proses terjadinya motivasi yaitu adanya suatu kebutuhan internal yang menyebabkan
hasil-hasil tertenu menarik, yang menciptakan kepuasan dan dorongan-dorongan dalam individu
tersebut. Dorongan inilah yang menimbulkan suatu perilaku pencarian dan pencapaian untuk
menemukan tujuan tersebut. Motivasi kader kesehatan ini merupakan salah satu unsur penting
dalam melakukan program pemberantasan tuberkulosis.21

17
BAB III

PENUTUP
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menjadi beban baik pasien itu sendiri,
orang lain, dan juga negara bahkan dunia. Penyakit ini menjadikan negara Indonesia sebagai
high-burden country dengan menjadikan peringkat ke 3 terbanyak kasus tuberkulosis di seluruh
dunia. Dalam hal ini, WHO merencanakan gerakan bebas tuberkulosis pada tahun 2035 dengan
target mengurangi angka mortalitas, morbiditas dan masalah ekonomi yang timbul akibat
pengobatan penyakit tuberkulosis. Indonesia pun membuat Program Penanggulangan
Tuberkulosis dengan target yang sama dengan WHO dan Indonesia terbebas dari penyakit
tuberkulosis pada tahun 2050.

Pasien tuberkulosis selain memiliki beban yang dikarenakan penyakitnya, juga


mendapatkan beban yang menyebabkan kualitas dari hidup pasien tuberkulosis menjadi rendah,
sebagai contoh orang dengan tuberkulosis dijauhi dari masyarakat karena penyakitnya dan juga
kehilangan mata pencaharianya. Hal ini membuat upaya dari pengobatan orang tuberkulosis juga
ikut menjadi lebih sulit. Ditambah lagi dengan lamanya pengobatan tuberkulosis yang minimal
pemberian regimen obatnya mencapai 6 bulan yang membuat pasien menjadi sulit dalam hal
meminum obat.

Maka dari itu, WHO mengadakan program pemberantasan tuberkulosis agar terlaksana,
salah satunya pengadaan program DOTS yang bertujuan untuk salah satunya mengurangi angka
rendahnya kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. Selain itu tujuan dari diadakan program
DOTS adalah untuk memberikan pemahaman tentang penyakit tuberkulosis sendiri. Beberapa
daerah masih memiliki stigma bahwa tuberkulosis merupakan sebuah ancaman buruk bagi
daerahnya sendiri.

Puskesmas menanggulangi masalah tuberkulosis dengan melalui Program Indonesia


Sehat dengan pendekatan keluarga yang menyangkut upaya kesehatan perorangan maupun upaya
kesehatan masyarakat. Pendekatan keluarga inilah yang digunakan Puskesmas untuk
meningkatkan angka temuan kasus baru tuberkulosis dengan cara mendatangi keluarganya. Salah
satu yang berperan penting dalam pendekatan keluarga dalam memberantas tuberkulosis adalah
keberadaan kader kesehatan tuberkulosis. Kader kesehatan memiliki banyak peran yang dapat
membantu dalam mensukseskan program pemberantasan tuberkulosis, antara lain adalah

18
memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis, menemukan orang terduga tuberkulosis dan
pasien tuberkulosis, membantu pelayanan kesehatan dalam mengawasi PMO, menjadi
koordinator PMO, dan menjadi PMO apabila pasien tuberkulosis tidak memiliki PMO. Diluar
itu, kader kesehatan dapat befungsi sebagai jembatan informasi antara pemerintahan dan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat luas di wilayahnya. Hal ini ditujukan agar kader
diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien tuberkulosis didaerahnya sendiri.

Kader kesehatan yang menjalankan Program Indonesia Sehat dibutuhkan untuk aktif
dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, seorang kader kesehatan diwajibkan memiliki
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mensukseskan Program Indonesia Sehat agar
pemberantasan tuberkulosis berjalan sesuai harapan. Kebutuhan tersebut adalah seorang kader
kesehatan dapat membaca, menulis, dan menghitung, dapat melakukan komunikasi baik, dan
mampu membina hubungan sosial dengan masayarakat di wilayahnya. Beberapa penelitian
mengatakan beberapa faktor internal yang dibutuhkan dalam menjalankan peran sebagai kader
kesehatan adalah pengetahuan kader kesehatan yang tinggi, sikap kader kesehatan yang baik, dan
motivasi kader kesehatan yang tinggi dapat meningkatkan keaktifan dalam menjalankan program
pemberantasan tuberkulosis.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Maiolini M, Gause S, Taylor J, Steakin T, Shipp G, Lamichhane P, et al. The war against
tuberculosis: A review of natural compounds and their derivatives. Molecules.
2020;25(13):1–23.

2. Main S, Lestari T, Triasih R, Chan G, Davidson L, Majumdar S, et al. Training for


tuberculosis elimination in Indonesia: Achievements, reflections, and potential for impact.
Trop Med Infect Dis. 2019;4(3).

3. Kemenkes RI. Infodatin Tuberkulosis. Kementeri Kesehat RI. 2018;1–8.

4. Wikurendra EA. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya
Penanggulanganya. 2019; Available from: https://osf.io/preprints/inarxiv/r3fmq/

5. Siti Malihatun Nisa YDPS. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KADER


KESEHATAN DENGAN PRAKTIK PENEMUAN TERSANGKA KASUS
TUBERKULOSIS PARU. 2017;

6. Depkes RI. Buku Saku Program Penanggulangan TB. Direktorat jenderal Pengendali
Penyakit dan Penyehatan Lingkung Dep Kesehat RI. 2009;1–79.

7. Suárez I, Fünger SM, Rademacher J, Fätkenheuer G, Kröger S, Rybniker J.


übersichtsarbeit Diagnostik und Therapie der Tuberkulose. Dtsch Arztebl Int.
2019;116(43):729–35.

8. Schaberg T, Lode H. Treatment of tuberculosis. Dtsch Medizinische Wochenschrift.


1990;115(47):1799–802.

9. Dinas Kesehatan Kota Surabaya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016. Dinas Kesehatan. 2016.

10. Kemenkes RI. Kebijakan Program Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia. Modul


Pencegah Dan Pengendali Penyakit. 2017;1–23.

11. Noveyani AE, Martini S. Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis Paru Dengan
Strategi DOTS Di Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. J Berk Epidemiol.
2014;2(2):251–62.

20
12. Cox HS, Morrow M, Deutschmann PW. Long term efficacy of DOTS regimens for
tuberculosis: Systematic review. Bmj. 2008;336(7642):484–7.

13. Dye C, Garnett GP, Sleeman K, Williams BG. Prospects for worldwide tuberculosis
control under the WHO DOTS strategy. Lancet. 1998;352(9144):1886–91.

14. Maher D, Mikulencak M. What is DOTS? World Heal Organ [Internet]. 1999; Available
from: http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/65979/1/WHO_CDS_CPC_TB_99.270.pdf

15. Pratama MY, Gurning FP, Suharto. IMPLEMENTASI PENANGGULANGAN


TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS GLUGUR DARAT KOTA MEDAN. J Kesmas
Asclepius. 2019;1(1):2019.

16. PPTI. Buku Saku Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) The
Indonesiaan Association Against Tuberculosis. 2010;(66):1–43.

17. Chomaerah S. Program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas.


Higeia J Public Heal Res Dev. 2020;4(3):435–47.

18. Yani DI, Juniarti N, Lukman M. Pendidikan Kesehatan Tuberkulosis untuk Kader
Kesehatan. Media Karya Kesehat. 2019;2(1).

19. Putu N, Jurusan S:, Poltekkes K, Mataram K, Kesehatan J, Sumartini NP. Penguatan
Peran Kader Kesehatan Dalam Penemuan Kasus Tuberkulosis (Tb) Bta Positif Melalui
Edukasi Dengan Pendekatan Theory of Planned Behaviour (Tpb). J Kesehat Prima
[Internet]. 2014;8(1):1246–63. Available from:
http://jkp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/article/view/47

20. Linggani MPS. Puskesmas Segiri Samarinda Relationship Between Care Tb Cadre With
Quality of Life Lung Tuberculosis Patient on Working Area of. 2018;

21. I Made Kusuma Wijaya. PENGETAHUAN, SIKAP DAN MOTIVASI TERHADAP


KEAKTIFAN KADER DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS. 2013;11(1):87–
95.

21

Anda mungkin juga menyukai