Memasuki tahun 2022 terjadi perubahan kelembagaan di Kementerian Sosial. Salah satu
perubahan yang revolusioner dialami oleh Balai-balai Besar Pendidikan dan Pelatihan
Kesejahteraan Sosial (BBPPKS). Semula BBPPKS adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT)
dengan fungsi tunggal menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, harus berubah
menjadi UPT multilayanan yang mengemban semua fungsi Kementerian Sosial. Perubahan
fungsi yang mendasar tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Nomor 221
/HUK/2022 tentang Sentra Layanan Sosial pada BBPPKS, Poltekesos Bandung dan
Pusdiklatbangprof.
Diktum ke delapan Kepmensos di atas menyebutkan bahwa Sentra Layanan Sosial di BBPPKS
terdiri atas pelaksanaan rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan dan jaminan
sosial, manajemen kasus, sertifikasi, akreditasi, sentra kreasi atensi, dan fungsi lainnya
sesuai penugasan Menteri. Artikel ini mencoba menguraikan salah satu tugas Sentra
BBPPKS, yaitu pemberdayaan sosial, khususnya tentang empat hal mendasar, meliputi
tujuan, prinsip dan strategi serta tahapan pemberdayaan.
Makna
Sebelum membahas tujuan, ada baiknya diperjelas makna pemberdayaan. Kita mengenal
istilah pemberdayaan sosial, pemberdayaan masyarakat dan juga pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Mari kita maknai satu persatu. Kata pemberdayaan sendiri diartikan sebagai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya”
yang mengandung beberapa makna yaitu 1. kemampuan melakukan sesuatu atau
kemampuan bertindak; 2 kekuatan; tenaga yg menyebabkan sesuatu bergerak; 3 akal;
ikhtiar; upaya.
Adapun pemberdayaan masyarakat, mengutip pendapat Totok Mardikanto, dalam bukunya
“CSR (Corporate Social Responsibility, Tanggungjawab Sosial Korporasi)”, terbitan Alfabeta,
Bandung, 2014, mengandung makna upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau
penguatan (strengthening) kepada masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan
sebagai kemampuan individu untuk menyatu dengan masyarakat dalam membangun
keberdayaan masyarakat yang bersangkutan sehingga bertujuan untuk menemukan
alternatif-alternatif baru dalam pembangunan masyarakat.
Edi Suharto, dalam bukunya “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, terbitan
Refika Aditama, Bandung, 2005; memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah
proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang
mengalami masalah kemiskinan. Adapun sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada
keadaan yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya,
memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti kepercayaan diri,
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial,
dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Mengutip pemikiran Profesor Gunawan Sumodiningrat, pakar pekerjaan sosial Adi Fahrudin,
dalam bukunya “Pemberdayaan, Partisipasi dan Penguatan Kapasitas Masyarakat”, terbitan
Humaniora, Bandung, 2012; menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya
untuk memampukan dan memandirikan masyarakat yang dilakukan dengan upaya enabling,
empowering dan protecting. Enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa
setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan cara mendorong
(encourage), memotivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Empowering, yaitu meningkatkan
kapasitas dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Perkuatan
ini meliputi langkah-langkah nyata seperti penyediaan berbagai masukan (input) serta
pembukaan akses kepada berbagai peluang yang dapat membuat masyarakat menjadi
makin berdayaan. Selanjutnya, Protecting, yaitu melindungi kepentingan dengan
mengembangkan sistem perlindungan bagi masyarakat yang menjadi subjek
pengembangan. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi
bertambah lemah, oleh karena kekurang-berdayaan dalam menghadapi yang kuat.
Melindungi dalam hal ini dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang
tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Adapun makna pemberdayaan sosial sebagaimana di dalam undang-undang nomor 14
tahun 2019 tentang Pekerja Sosial, yaitu upaya yang diarahkan untuk menjadikan individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah sosial agar berdaya sehingga
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurut Edi Suharto, yang menjabat Direktur
Jenderal Pemberdayaan Sosial, menyebut bahwa pemberdayaan sosial (emPOWERment)
merupakan strategi peningkatan "daya" atau kekuatan (power) individu, lembaga dan
komunitas.
Dari pemaknaan tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada perbedaan antara
pemberdayaan masyarakat dengan pemberdayaan sosial. Kalaupun ada perbedaan hanya
pada spesifikasi sasarannya. Pemberdayaan masyarakat sasarannya lebih luas atau bisa
siapa saja, sedangkan pemberdayaan sosial memiliki sasaran yang lebih spesifik, yaitu
masyarakat yang mengalami masalah sosial. Implikasi perbedaan tersebut memang perlu
dipahami agar program kegiatan pemberdayaan sosial yang menjadi tugas dan wewenang
insan sosial maupun institusi sosial dapat lebih tepat sasaran dan optimal membawa
kesejahteraan masyarakat.
Pertanyaan lebih lanjut bagaimana dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat? Apa
maknanya? Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan suatu upaya untuk
membangun daya masyarakat dalam perekonomian khususnya dengan mendorong,
memotivasi, dan menggali potensi yang dimiliki sehingga kondisi akan berubah dari yang
tidak berdaya menjadi berdaya dengan perwujudan tindakan yang nyata untuk
meningkatkan harkat dan martabat dari sisi ekonomi dan melepaskan diri dari kemiskinan
dan keterbelakangan.
Tujuan
Setelah memahami makna pemberdayaan, maka yang penting untuk dipahami oleh setiap
insan sosial adalah tujuan pemberdayaan sosial, pemberdayaan masyarakat atau
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat
bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sehingga terjadi peningkatan kualitas atau
perbaiakan berbagai aspek kehidupan manusia. Totok Mardikanto, masih di bukunya “CSR
(Corporate Social Responsibility, Tanggungjawab Sosial Korporasi)”, menyodorkan enam
tujuan pemberdayaan masyarakat, yaitu pertama, perbaikan kelembagaan (better
institution). Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan
memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan usaha. Kedua,
perbaikan usaha (better business). Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan
aksesibisnislitas, kegiatan dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki usaha
yang dilakukan.
Prinsip
Prinsip merupakan landasan kokoh ketika seseorang atau institusi menempuh langkah-
langkah perubahan. Menurut Najiyati dan kawan-kawan, dalam bukunya “Pemberdayaan
Masyarakat di Lahan Gambut”, terbitan Wetlands International, Bogor, 2005; terdapat
empat prinsip yang dapat digunakan untuk suksesnya program pemberdayaan, yaitu prinsip
kesetaraan, partisipasi, keswadayaan atau kemandirian, dan berkelanjutan.
Prinsip pertama adalah kesetaraan. Prinsip ini harus dipegang dalam proses pemberdayaan
masyarakat. Harus ada kesetaraan atau kesejajaran kedudukan antara masyarakat dengan
institusi atau lembaga yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat, baik
laki-laki maupun perempuan. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan dengan
mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman, serta keahlian satu sama
lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan kekurangan, sehingga terjadi proses
saling belajar. Prinsip kedua, partisipasi. Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi
kemandirian masyarakat adalah program yang sifatnya partisipatif, direncanakan,
dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat
tersebut perlu waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang
berkomitmen tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat.
Kedua, tahapan pengkajian (assessment). Pada tahapan ini yaitu proses pengkajian dapat
dilakukan secara individual melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini
petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (feel needs)
dan juga sumber daya yang dimiliki klien. Ketiga, tahap perencanaan alternatif program
atau kegiatan. Pada tahapan ini petugas sebagai agen perubahan (exchange agent) secara
partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi
dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat
memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan. Keempat,
tahap pemformalisasian rencana aksi. Pada tahapan ini agen perubahan membantu masing-
masing individu, keluarga atau kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan
kegiatan apa yang mereka akan lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Di
samping itu juga petugas membantu untuk memformalisasikan gagasan mereka ke dalam
bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada
penyandang dana.
Penutup
Demikian uraian tentang makna, tujuan, prinsip, strategi dan tahapan pemberdayaan
masyarakat. Tulisan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi jajaran BBPPKS seiring dengan
munculnya tugas-tugas pemberdayaan masyarakat sebagai konsekuensi dari kebijakan
pengembangan multifungsi dan multilayanan UPT Kemensos, khususnya BBPPKS. (prih
wardoyo-12-2022)